Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline"

Transkripsi

1 Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline 5.1 Analisis Tegangan dan Fleksibilitas Analisis tegangan dan fleksibilitas pipeline ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software CAESAR II V 4.5. Pemodelan rute pipeline dan analisis tegangan & fleksibilitas dilakukan berdasarkan code UKOOA: Specification and Recommended Practice for the Use of GRP Pipeline. Analisis fleksibilitas dan tegangan dilakukan dengan mempertimbangkan asumsi sebagai berikut: 1. Beban occasional diabaikan karena sebagian besar sistem perpipaan Glass Reinforced Plastics (GRP) dalam keadaan terkubur. 2. Beban kendaraan yang melewati bagian road crossing diabaikan karena pipa GRP pada bagian ini dilindungi dengan steel casing. 3. Beban angin pada bagian river crossing diabaikan karena pipa GRP dalam keadaan terkubur di dasar sungai. 4. Beban gempa diabaikan karena rute pipeline GRP terdapat pada wilayah gempa zone 4 (daerah yang jarang terjadi gempa) Pemodelan Rute Pipeline Pemodelan rute pipeline terkubur dengan CAESAR II berdasarkan layout isometric drawing lapangan migas Pondok Tengah. Salah satu pemodelan tiga dimensi jalur pipeline tersebut ditunjukkan pada gambar

2 Tambun Block Station Selatan PDT-A Gambar 5.1 Model tiga dimensi rute pipeline (Block Station Selatan to Tambun) Penomoran nodal pada pemodelan pipeline ini ditunjukkan pada gambar 5.2 berikut. Tambun Block Station Selatan PDT-A Gambar 5.2 Penomoran nodal pada model pipeline (Block Station Selatan to Tambun) 88

3 Sistem perpipan GRP yang dikubur (buried pipe) ) pada kedalaman 1.2 meter dimodelkan seperti pada gambar 5.3 berikut. Gambar 5.3 Model pipa GRP terkubur (Cluster-K to Block Station Selatan) Analisis Pada Kondisi Operasi Analisis Tegangan Padaa kondisi operasi beban-beban yang bekerja adalah beban akibat tekanan operasi, temperatur dan berat sendiri. Kondisi operasi inilah yang akan menghasilka an harga tegangan yang dibandingkan dengann harga tegangan ijin menurut Code. Parameter yang menjadi input untuk CAESAR II dalam analisiss tegangan pada kondisi operasi adalah: W + T1 + P1 (OPE) (5.1) Dimana: W = berat pipa plus aksesorisnya T1 = temperatur P1 = tekanan desain Hasil dari analisis tegangan yang dilakukan dengann software CAESAR II v 4.5 untuk kondisi operasi ditunjukkan pada tabel 5.1 berikut ini.

4 Tabel 5.1 Hasil analisis tegangan pipa pada kondisi beban operasi Model BSS to Tambun (Gas 6 ) BSS to BSU (Crude 8 ) Cluster-I to BSS (Well Fluid 6 ) Cluster-K to BSS (Well Fluid 6 ) Cluster-E to BSS J5 to BSS Cluster-J to BSU Cluster-N, B, L, to BSU (Well Fluid 4, 8 ) Max. Code Stress Calculated (lb/in. 2 ) Allowable (lb/in. 2 ) Ratio (%) At Node Number Code Stress Check OK OK OK OK OK OK OK OK Dari tabel diatas diketahui bahwa terjadi tegangan maksimum sebesar 8672 lb/in 2 (59,79 MPa) atau sekitar 0,92 kali tegangan ijin yaitu pada jalur pipa well fluid diameter 8 dari J-5 ke Block Station Selatan (nodal 38). Untuk lebih jelasnya, posisi nodal 38 tersebut ditunjukkan pada gambar 5.4 berikut. 90

5 Block Station Selatan (BSS) J5 Gambar 5.4 Lokasi tegangan maksimum pada kondisi operasi (J5 to BSS) Dari analisis tegangan yang dilakukan diketahui bahwa sistem perpipaan yang dirancang aman pada kondisi operasi, karena dari hasil perhitungan CAESAR III tidak terdapat titik-titik pada pipeline yang mengalami tegangan melebihi tegangan yang dibolehkan berdasarkan code UKKOA Analisis Fleksibilitas Dari analisis fleksibilitas yang dilakukan pada kondisi operasi diketahui bahwa terdapat displacement padaa pipeline yang dirancang. Posisi maximum displacemen nt yang terjadi pada pipeline tersebut ditunjukkan pada gambar 5.5, 5.6, 5.7 berikut ini:

6 Cluster-I Displacement sebesar in ke arah sumbu X positif (Nodal 29) Block Station Selatan (BSS) Gambar 5.5 Posisi displacement maksimum dalam arah x (Cluster-I to BSS) Displacement sebesar in ke arah sumbu Y negatif Tambun Block Station Selatan (BSS) Gambar 5.6 Posisi displacement maksimum dalam arah y (BSS to Tambun) 92

7 Cluster-I Displacement sebesar in ke arah sumbu Z negatif (Nodal 29) Block Station Selatan (BSS) Gambar 5.7 Posisi displacement maksimum dalam arah z (Cluster-I to BSS) Hasil analisis fleksibilitas pipa pada kondisi operasi dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2 Hasil analisis fleksibilitas pipa pada kondisi beban operasi Model Cluster-E to BSS J5 to BSS Cluster-J to BSU Cluster-K,I to BSS (Well Fluid 6 ) BSS to Tambun (Gas 6 ) Cluster-I to BSS (Well Fluid 6 ) Max. Displacement DX (in) DY (in.) DZ (in.) At Node number/ location Code Displacement Check < 0.5 in OK OK OK OK OK OK 93

8 Model Cluster-N, B, L, to BSU (Well Fluid 4, 8 ) Max. Displacement DX (in) DY (in.) DZ (in.) At Node number/ location Code Displacement Check < 0.5 in OK Dari hasil analisis fleksibilitas pada kondisi operasi diperoleh besar dan arah displacement maksimum yang terjadi yaitu displacement maksimum dalam arah X terjadi pada nodal 29 (Cluster-I to BSS) sebesar 0,4657 in (11,82 mm) arah sumbu X positif, displacement terbesar untuk arah Y terjadi pada nodal 107 (BSS to Tambun) sebesar in (8,39 mm) arah sumbu Y negatif dan displacement maksimum dalam arah Z terjadi pada nodal 29 (Cluster-I to BSS) sebesar in (11,69 mm) arah sumbu Z positif. Posisi displacement maksimum yang terjadi semuanya terjadi pada pada belokan (bend) pipa yang dikubur dalam tanah. Hal ini terjadi karena pada titik-titik tersebut mengalami tegangan akibat gaya tekan euler buckling yang dialami pipa terkubur (restraint) dan pipa yang ditumpu selain itu belokan juga mengalami beban bending akibat gaya tahan tanah dan berat pipa yang tidak dikubur. Meskipun begitu, besar displacement yang terjadi pada sistem perpipaan selama kondisi operasi tidak ada yang melebihi besar displacement maksimum yang diperbolehkan oleh code ISO yaitu lebih kecil dari 12 mm. Jadi sistem perpipaan GRP dengan tekanan dan temperatur rancang, aman pada kondisi operasi dan selama umur rancangnya Analisis Pada Kondisi Sustained Analisis Tegangan Kondisi sustained adalah kondisi dimana pipa mengalami beban yang terjadi terus menerus dalam hal ini hanya berat pipa dan tekanan tanpa adanya beban temperatur operasi yang bekerja. Parameter yang menjadi input untuk CAESAR II dalam analisis tegangan pada kondisi sustained adalah: W + P1 (SUS) (5.2) 94

9 Dimana: W = berat pipa plus aksesorisnya P1 = tekanan desain Hasil dari analisis tegangan untuk kondisi sustained ditunjukkan pada tabel 5.3 berikut ini. Tabel 5.3 Hasil analisis tegangan untuk kondisi beban sustained Model BSS to Tambun (Gas 6 ) BSS to BSU (Crude 8 ) Cluster-I to BSS (Well Fluid 6 ) Cluster-K to BSS (Well Fluid 6 ) Cluster-E to BSS J5 to BSS Cluster-J to BSU Cluster-N, B, L, to BSU (Well Fluid 4, 8 ) Max. Code Stress Calculated (lb/in. 2 ) Allowable (lb/in. 2 ) Ratio (%) At Node Number Code Stress Check OK OK OK OK OK OK ,9 198 OK ,6 218 OK Dari analisis tegangan yang dilakukan diketahui bahwa sistem perpipaan yang dirancang aman pada kondisi sustained, karena dari hasil perhitungan CAESAR II tidak terdapat titik-titik pada pipeline yang mengalami tegangan melebihi tegangan yang dibolehkan berdasarkan code UKKOA. 95

10 Analisis Fleksibilitas Dari analisis fleksibilitas yang dilakukan pada kondisi sustained diketahui bahwa terdapat perpindahan atau displacement yang terjadi pada pipeline. Hasil analisis fleksibilitas pipa pada kondisi beban sustained dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini. Tabel 5.4 Hasil analisis fleksibilitas pipa pada kondisi beban sustained Max. Displacement Model DX DY DZ At Node Code number/ Displacement (in) (in.) (in.) location Check < 0.5 in. Cluster-E to BSS OK J5 to BSS OK Cluster-J to BSU OK Cluster-K,I to BSS (Well Fluid 6 ) OK BSS to Tambun (Gas 6 ) OK Cluster-I to BSS (Well Fluid 6 ) OK Cluster-N, B, L, to BSU (Well Fluid 4, 8 ) OK Dari hasil analisis fleksibilitas pada kondisi operasi diperoleh besar dan arah displacement maksimum yang terjadi yaitu displacement maksimum dalam arah X terjadi pada nodal 29 (Cluster-I to BSS) sebesar 0,4024 in. (10,22 mm) arah sumbu X positif, displacement terbesar untuk arah Y terjadi pada nodal 1177 (BSS to Tambun) sebesar in (5,6 mm) arah sumbu Y negatif dan displacement maksimum dalam arah Z terjadi pada nodal 216 (Cluster-J to BSU) sebesar in (9,45 mm) arah sumbu Z positif. Posisi displacement maksimum yang terjadi pada kondisi beban sustained semuanya terjadi pada pada belokan (bend) pipa yang di kubur dalam tanah. Seperti pada kondisi operasi hal 96

11 ini terjadi karena belokan pipa (bend) sebelum masuk/keluar tanah akan mengalami beban bending akibat gaya tahan tanah dan berat pipa yang tidak dikubur (crossing sungai). Meskipun begitu, besar displacement yang terjadi pada sistem perpipaan selama kondisi sustained tidak ada yang melebihi besar displacement maksimum yang diperbolehkan oleh code ISO yaitu lebih kecil dari 12 mm. Jadi sistem perpipaan GRP dengan tekanan rancang, aman pada kondisi sustained Analisis Pada Kondisi Ekspansi Analisis Tegangan Tegangan yang terjadi pada kasus beban ekspansi adalah tegangan yang timbul akibat adanya displacement yang merupakan penjumlahan secara aljabar displacement kasus beban 1 (operasi) dengan displacement dari kasus beban 2 (sustained). Parameter kasus beban ekspansi yang digunakan untuk analisis tegangan adalah: DS3 = DS1-DS2 (5.3) Dimana: DS1 = displacement yang timbul dari kasus beban 1 DS2 = displacement yang timbul dari kasus beban 2 DS3 = Penjumlahan secara aljabar dari DS1 dam DS2 Hasil Analisis tegangan akibat beban ekspansi ditunjukkan pada tabel 5.5 berikut. Tabel 5.5 Hasil analisis tegangan pada kondisi beban ekspansi Model BSS to Tambun (Gas 6 ) BSS to BSU (Crude 8 ) Cluster-I to BSS (Well Fluid 6 ) Max. Code Stress Calculated Allowable At Node Ratio (lb/in. 2 ) (lb/in. 2 ) Number Code Stress Check NO CODE STRESS CHECK PROCESSED NO CODE STRESS CHECK PROCESSED NO CODE STRESS CHECK PROCESSED 97

12 Model Cluster-K to BSS (Well Fluid 6 ) Cluster-E to BSS J5 to BSS Cluster-J to BSU Cluster-N, B, L, to BSU (Well Fluid 4, 8 ) Max. Code Stress Calculated Allowable At Node Ratio (lb/in. 2 ) (lb/in. 2 ) Number Code Stress Check NO CODE STRESS CHECK PROCESSED NO CODE STRESS CHECK PROCESSED NO CODE STRESS CHECK PROCESSED NO CODE STRESS CHECK PROCESSED NO CODE STRESS CHECK PROCESSED Tegangan pada kondisi ekspansi dibandingkan dengan tegangan ijin berdasarkan ISO Dari hasil perhitungan yang diperoleh tampak bahwa tegangan yang terjadi pada kondisi beban ekspansi tidak ada yang melebihi tegangan maksimum yang diperbolehkan oleh Code, jadi pipa yang dirancang aman pada kondisi ekspansi Analisis Fleksibilitas Hasil analisis fleksibilitas pipeline pada kondisi beban ekpansi ditunjukkan pada tabel 5.6 berikut. Tabel 5.6 Hasil analisis fleksibilitas pipa pada kondisi beban ekspansi Model Cluster-E to BSS J5 to BSS Max. Displacement DX (in) DY (in.) DZ (in.) At Node number/ location Code Displacement Check < 0.5 in OK OK 98

13 Model Cluster-J to BSU Cluster-K,I to BSS (Well Fluid 6 ) BSS to Tambun (Gas 6 ) Cluster-I to BSS (Well Fluid 6 ) Cluster-N, B, L, to BSU (Well Fluid 4, 8 ) Max. Displacement DX (in) DY (in.) DZ (in.) At Node number/ location Code Displacement Check < 0.5 in OK OK OK OK OK Dari hasil analisis fleksibilitas pada kondisi operasi diperoleh besar dan arah displacement maksimum yang terjadi yaitu displacement maksimum dalam arah X terjadi pada nodal 25 (J5 to BSS) sebesar 0,4198 in. (10.66 mm) arah sumbu X negatif, displacement terbesar untuk arah Y terjadi pada nodal 25 (J5 to BSS) sebesar 0,1119 in (2,84 mm) arah sumbu Y negatif dan displacement maksimum dalam arah Z terjadi pada nodal 502 (Cluster-K,I to BSS) sebesar 0,4262 in (10,82 mm) arah sumbu Z positif. Posisi displacement maksimum yang terjadi pada kondisi beban ekspansi semuanya juga terjadi pada pada belokan (bend) pipa yang dikubur dalam tanah. Sesuai dengan definisi sebelumnya, beban ekspansi merupakan pengurangan beban operasi terhadap beban sustained, jadi kondisi displacement maksimum yang terjadi pada beban ekspansi ini terjadi karena belokan pipa (bend) sebelum masuk/keluar tanah mengalami beban tegangan akibat gaya euler buckling pada pipa yang dikubur. Meskipun begitu, besar displacement yang terjadi pada sistem perpipaan selama kondisi ekspansi ini juga tidak ada yang melebihi besar displacement maksimum yang diperbolehkan oleh code ISO yaitu lebih kecil dari 12 mm. Jadi sistem perpipaan GRP dengan tekanan rancang, aman pada kondisi ekspansi. 99

14 5.2 Analisis Tegangan pada Crossing Sungai Analisis tegangan dan fleksibilitas pada crossing sungai ini dilakukan dengan menggunakan software pipe stress analysis, CAESAR II v 4.5. Perhitungan tegangan ijin dilakukan berdasarkan code UKOOA, Specification and Recommended Practice for the Use of GRP Pipeline. Pada analisis tegangan crossing sungai ini, beban occasional seperti beban angin dan beban gempa diabaikan. Beban angin diabaikan karena pipa GRP yang melalui sungai dikubur ke dalam tanah. Beban gempa diabaikan karena rute pipeline tidak berada pada area yang rawan gempa Pemodelan Crossing Sungai Berdasarkan hasil perancangan crossing sungai pada bab sebelumnya, diperoleh bahwa jenis crossing yang dipergunakan pada river crossing ini adalah burried crossing, yaitu pipa yang melewati sungai (river crossing) tersebut dikubur ke dalam tanah. Gambar 5.8 berikut menunjukkan model burried crossing untuk pipa GRP. Gambar 5.8 Model crossing sungai pipa GRP 100

15 5.2.2 Hasil Analisis Tegangan Hasil analisis tegangan yang ditampilkan adalah tegangan maksimum pipa yang melewati sungai pada kondisi beban operasi, sustained dan ekspansi. Hasil analisis tegangan pipeline yang melewati sungai dapat dilihat pada tabel 5.7, 5.8 dan 5.9 berikut ini. Tabel 5.7 Hasil analisis tegangan maksimum river crossing pada kondisi operasi No. River (Kilometer Element Code Stress Allowable Stress Ratio Crossing Post) Node (lb./sq.in.) (lb./sq.in.) % Status Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Aman Tabel 5.8 Hasil analisis tegangan river crossing pada kondisi beban sustained No. River (Kilometer Element Code Stress Allowable Stress Ratio Crossing Post) Node (lb./sq.in.) (lb./sq.in.) % Status Aman ,7 Aman ,9 Aman 101

16 No. River (Kilometer Element Code Stress Allowable Stress Ratio Crossing Post) Node (lb./sq.in.) (lb./sq.in.) % Status ,8 Aman Aman ,6 Aman ,2 Aman ,2 Aman ,7 Aman ,9 Aman ,7 Aman ,18 Aman ,9 Aman ,2 Aman ,1 Aman Tabel 5.9 Hasil analisis tegangan river crossing pada kondisi beban ekspansi No. River (Kilometer Element Code Stress Allowable Stress Status Crossing Post) Node (lb./sq.in.) (lb./sq.in.) NO CODE STRESS NO CODE STRESS NO CODE STRESS NO CODE STRESS NO CODE STRESS NO CODE STRESS NO CODE STRESS NO CODE STRESS NO CODE STRESS NO CODE STRESS 102

17 No. River (Kilometer Element Code Stress Allowable Stress Status Crossing Post) Node (lb./sq.in.) (lb./sq.in.) NO CODE STRESS NO CODE STRESS NO CODE STRESS NO CODE STRESS NO CODE STRESS Dari hasil analisis tegangan di atas dapat dilihat bahwa pada kondisi beban operasi, sustained dan ekspansi tidak ada tegangan yang melebihi tegangan ijin oleh code UKOOA pada pipa yang melewati sungai. Tegangan maksimum pada kondisi operasi dan sustained terjadi pada crossing-7, sedangkan pada kondisi ekspansi tegangan maksimum terjadi pada crossing-5. Lokasi tegangan maksimum pada pipa yang melewati sungai seperti yang tertera pada tabel di atas umumnya terjadi pada belokan (bend), oleh karena itu dengan melakukan pemilihan sambungan bend yang sesuai sangat perlu dilakukan agar sistem perpipaan aman selama umur rancangnya. Jadi dengan asumsi fitting yang dipilih telah sesuai, maka sistem perpipaan yang dirancang aman untuk kondisi operasi pada tekanan dan temperatur perancangan. Kondisi beban ekspansi tidak dibandingkan dengan tegangan ijin, karena menurut code UKOOA apabila semua tegangan pada kondisi operasi telah di bawah tegangan ijin, maka sistem perpipaan sudah memenuhi kriteria keamanan oleh code UKOOA. 5.3 Analisis Shell Buckling Analisis ini dilakukan untuk menentukan rasio antara tegangan tekan aksial total pipa terhadap euler buckling sesuai dengan kriteria yang diatur dalam standard ISO Berdasarkan ISO Section 8.7 rasio tegangan kompresi maksimum pada pipeline dengan tegangan maksimum shell buckling yang diperbolehkan 103

18 harus lebih besar daripada 3. Besarnya tegangan maksimum kompresi agar tidak terjadi shell buckling adalah sesuai dengan persamaan (2.42) dan (2.43). E eff adalah modulus elastisitas efektif dari pipa GRP yang dihitung dengan persamaan E eff = E a E h Tegangan kompresi yang menyebabkan terjadinya shell buckling adalah tegangan akibat ekspansi pada pipa akibat termal dan tekanan dalam ditambah dengan tegangan bending pada span pipa. Analisis shell buckling menggunakan perangkat lunak MathCad 2000 sebagai alat bantu perhitungan. Contoh perhitungan rinci pada MathCad 2000 dapat dilihat pada lampiran D. Hasil analisis shell buckling dirangkum dalam tabel Tabel 5.10 Hasil analisis tegangan shell buckling Jenis Pipeline Kondisi Teg. Tekan Aksial (MPa) Teg. Shell Buckling (MPa) Rasio σ, rasio = σ usb axial Status σ usb, 3 σ axial 8" Well Fluid 6" Well Fluid 4" Well Fluid 8" Gas 6" Gas 8" Crude Hydrotest 31, ,218 OK Operasi 27, ,065 OK Hydrotest 30, ,992 OK Operasi 25, ,242 OK Hydrotest 32, ,118 OK Operasi 26, ,744 OK Hydrotest 31, ,218 OK Operasi 25, ,047 OK Hydrotest 30, ,992 OK Operasi 25, ,046 OK Hydrotest 28,95 738,4 25,508 OK Operasi 26,4 738,4 27,976 OK Hasil analisis yang telah dilakukan menyatakan bahwa pipeline dalam kondisi operasi maupun hydrotest aman terhadap shell buckling dengan rasio perbandingan lebih dari 3. Nilai tersebut sangat besar dikarenakan perbandingan 104

19 diameter dengan tebal dinding yang cukup besar. Hal ini dapat dijelaskan melalui gambar 5.9, 5.10, 5.11 berikut. Pada gambar 5.9 dapat diketahui bahwa semakin besar perbandingan tebal dan diameter suatu pipa maka tegangan shell buckling akan semakin besar juga. Sebaliknya jika tebal dan diameter suatu pipa semakin besar maka tegangan kompresi yang terjadi pada pipa akan semakin kecil akibat tekanan internal, beban termal dan beban bending pada tumpuan seperti yang dapat dilihat pada gambar 5.10 dan Tegangan (MPa) Shell Buckling Crude 8" Shell Buckling Well Fluid 8 Shell Buckling Well Fluid 6" Shell Buckling Well Fluid 4" Shell Buckling Gas 8" Shell Buckling Gas 6" t/d Gambar 5.9 Pengaruh rasio t/d terhadap tegangan shell buckling pada pipa penyalur well fluid, crude dan gas Tegangan (MPa) Tegangan Kompresi Well Fluid 8 80 Tegangan Kompresi Well Fluid 6 60 Tegangan Kompresi Well Fluid 4" 40 Tegangan Kompresi Gas 8 20 Tegangan Kompresi Gas 6" t/d Gambar 5.10 Pengaruh rasio t/d terhadap tegangan kompresi pada pipa penyalur well fluid dan gas 105

20 70 60 Tegangan (MPa) t/d Gambar 5.11 Pengaruh rasio t/d terhadap tegangan kompresi pada pipa penyalur crude Pengaruh Parameter Perancangan Terhadap Shell Buckling Jika tekanan dalam divariasikan terhadap tegangan shell buckling, maka diperoleh hubungan bahwa semakin besar tekanan dalam pipa maka safety factor pipa terhadap tegangan shell buckling akan semakin kecil. Hal ini dapat dilihat pada gambar 5.12 dan 5.13 berikut. Hal ini terjadi karena semakin besar tekanan dalam maka semakin besar pula tekanan kompresi yang dialami oleh dinding pipa. Safety Factor Tekanan Dalam (MPa) 8" well fluid 6" well fluid 4" well fluid 8" gas 6" gas Gambar 5.12 Pengaruh tekanan dalam terhadap safety factor shell buckling pada pipa penyalur well fluid dan gas 106

21 Safety Factor " crude Tekanan Dalam (MPa) Gambar 5.13 Pengaruh tekanan dalam terhadap safety factor shell buckling pada pipa penyalur crude Jika temperatur divariasikan maka dapat diketahui bahwa hubungan temperatur operasi dengan safety factor pipa terhadap shell buckling adalah bebanding terbalik sesuai dengan gambar 5.14 dan 5.15 berikut. Hal ini terjadi terutama pada pipa yang ditahan (restraint), karena semakin besar temperatur maka tegangan aksial kompresi yang terjadi akibat ekspansi pipa juga makin besar sehingga mengurangi ketahanan pipa terhadap tegangan shell bucking Safety Factor " Well Fluid 6" Well Fluid 4" Well Fluid 8" Gas 6" Gas Temperatur Operasi ( C) Gambar 5.14 Pengaruh temperatur operasi terhadap safety factor shell buckling pada pipa penyalur well fluid dan gas. 107

22 60 50 Safety Factor " Crude Temperatur Operasi ( C) Gambar 5.15 Pengaruh temperatur operasi terhadap safety factor shell buckling pada pipa penyalur crude 5.4 Analisis Euler Buckling Analisis ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan pipa menerima tegangan kompresi supaya tidak terjadi euler buckling. Analisis ini dilakukan pada kondisi instalasi, operasi dan hydrotest yang didasarkan pada standard ISO Data panjang span yang dipergunakan pada analisis ini dapat dilihat pada tabel Data ini merupakan hasil dari analisis span statik bagian restraint pada sub bab sebelumnya. Tabel 5.11 Data panjang span maksimum pipa a Kondisi Pipeline Allowable Span (m) Instalasi 8 Well Fluid 6,262 Instalasi 6 Well Fluid 4,805 Instalasi 4 Well Fluid 3,117 Instalasi 8 Gas 6,613 Instalasi 6 Gas 5,074 Instalasi 8 Crude 5,808 Hydrotest 8 Well Fluid 2,342 Hydrotest 6 Well Fluid 1,016 Hydrotest 4 Well Fluid 1,

23 a Kondisi Pipeline Allowable Span (m) Hydrotest 8 Gas 2,342 Hydrotest 6 Gas 1,016 Hydrotest 8 Crude 2,621 Operasi 8 Well Fluid 2,270 Operasi 6 Well Fluid Operasi 4 Well Fluid 1,561 Operasi 8 Gas 2,637 Operasi 6 Gas 2,416 Operasi 8 Crude 1,152 berdasarkan hasil analisis statik span Tegangan Tekan Aksial Maksimum Euler Buckling Menurut ISO bagian beban aksial kompresif, seperti ekspansi termal dan ekspansi tekanan, pada pipa yang di-span dengan panjang tertentu 3 dengan momen inersia yang dianggap π D t r 8 dalam kondisi partially restrained tidak boleh melewati batas tegangan euler buckling yang didefenisikan dengan persamaan berikut: Fa,max σ u = π Dt. r (5.4) Rasio tegangan buckling ekuivalen terhadap tegangan tekan aksial harus lebih besar dari 3. Menurut ISO bagian 8.4, perubahan temperatur efektif akibat adanya efek dari temperatur lingkungan dihitung dengan persamaan (2.32) sedangkan tegangan tekan aksial akibat ekspansi beban termal dihitung dengan persamaan (2.33). Besar tegangan tekan aksial yang terjadi akibat ekspansi tekanan dihitung dengan menggunakan persamaan (2.34) dan (2.35). Sehingga tegangan tekan aksial total yang bekerja pada pipa adalah: σ a = σat + σap Perhitungan analisis euler buckling berdasarkan gaya aksial maksimum euler buckling ekuivalen ini dilakukan dengan bantuan software MathCAD 2000 dan dilakukan pada kondisi instalasi, hydrotest dan operasi. Contoh perhitungan 109

24 detail analisis ini pada software MathCad 2000 dapat dilihat pada lampiran D. Hasil perhitungan tegangan buckling ekuivalen dapat dilihat pada tabel Tabel 5.12 Hasil perhitungan tegangan euler buckling Pipeline Kondisi Tegangan Buckling Ekuivalen [MPa] Tegangan Tekan Aksial [MPa] Rasio σ u rasio = σ axial Status σ u 3 σ axial 8 Well Fluid 19,05 0, Well Fluid 19,03 0,213 89,03 4 Well Fluid 8 Gas Instalasi (kosong) 8,014 17,08 0,216 0,218 37, Gas 17,07 0, Crude 20,76 0, Well Fluid 136,2 30, Well Fluid 425,7 29,43 14,46 4 Well Fluid 107,7 29, Hydrotest 8 Gas 136,2 30, Gas 425,7 29,43 14,46 8 Crude 101,19 26,81 3,802 8 Well Fluid 144,9 25,6 5,66 6 Well Fluid 489,9 25,22 19,429 4 Well Fluid 107,7 25,44 4,232 Operasi 8 Gas 107,4 24,98 4,3 6 Gas 75,28 24,59 3,061 8 Crude 527,6 24,5 21,534 OK OK OK Hasil dari analisis euler buckling di atas menunjukkan bahwa sistem perpipaan yang dirancang mampu menahan tegangan kompresi sehingga tidak terjadi euler buckling dalam kondisi instalasi, hydrotest dan operasi. Sistem perpipaan yang dirancang telah memenuhi kriteria euler buckling yang ditentukan dalam standard ISO14692, yaitu rasio antara gaya tekan aksial maksimum euler buckling terhadap gaya tekan aksial total lebih besar atau sama dengan

25 5.5 Analisis Elektrostatik Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan pada sistem perpipaan GRP yang sebabkan oleh listrik statik, berdasarkan kondisi perancangan yang memungkinkan untuk terjadinya listrik statik pada perpipaan GRP baik itu internal maupun eksternal. Analisis ini dilakukan dengan melakukan pendekatan resiko secara kualitatif berdasarkan kriteria-kriteria yang diatur dalam ISO Hasil pendekatan konsekuensi berdasarkan kondisi perancangan sistem perpipaan dapat dilihat pada tabel 5.13 berikut. Tabel 5.13 Hasil pendekatan berdasarkan konsekuensi efek elektrostatik Kriteria Kondisi Perancangan Status Kondisi udara (atmosfer) di sekitar pipa Pipa mengalirkan fluida berbahaya Efek listrik statik terhadap aktifitas di sekitar lokasi pipa Kontak langsung dengan udara sedikit (pipa dikubur, bagian crossing sungai Aman pipa dikubur dalam tanah di dasar sungai ), humidity udara >50%. Crude, Well Fluid, Gas Tidak Aman Hampir keseluruhan pipa terkubur, terutama pipa yang melewati Aman pemukiman penduduk Sedangkan pendekatan terhadap kemungkinan terjadinya listrik statik pada sistem perpipaan GRP yang dirancang dapat dilihat pada tabel 5.14 berikut. Tabel 5.14 Hasil pendekatan berdasarkan kemungkinan terjadinya efek elektrostatik Kriteria Kondisi Perancangan Status Mekanisme terjadi listrik statik Aliran fluida didalam pipa v > 1m/s(v maks =7 m/s,v min =1,005 m/s) Tidak aman 111

26 Kriteria Kondisi Perancangan Status Aliran fluida di luar pipa Pipa dikubur, bagian crossing sungai dilindungi casing dan di-ground ke tanah Aman Mekanisme penumpukan listrik statik Komponen sebagai Komponen yang terbuat dari logam dan kapasitor dapat berfungsi sebagai kapasitor sedikit Relatif Aman Dari hasil pendekatan secara umum pada sistem perpipaan seperti yang telah disebutkan di atas yaitu terhadap konsekuensi dan kemungkinan terjadinya listrik statik, maka dapat diambil kesimpulan bahwa sistem perpipaan GRP yang dirancang mempunyai resiko yang relatif tidak aman terhadap kecelakaan yang mungkin terjadi akibat fenomena listrik statik. Oleh karena itu diperlukan perancangan elektrostatik khusus pada sistem perpipaan yang dirancang untuk tindakan pencegahan sebagai berikut: 1. Setiap komponen yang terbuat dari logam (valve, coupling, casing) harus dipasang isolasi dan di-ground ke tanah dengan hambatan ohm (ISO section 10.6). 2. Setiap komponen yang memungkinkan terjadinya kontak dengan pekerja/penduduk harus diisolasi dan di-ground dengan hambatan maksimum 10 8 ohm. 3. Fluida digroundkan ke tanah dengan hambatan 10 6 ohm pada titik terendah sistem. 112

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 4.1 Flowchart Perancangan GRP Pipeline Menurut ISO 14692-3 bagian 7.10 perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan material komposit

Lebih terperinci

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline Bab III Data Perancangan GRP Pipeline 3.2 Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dirancang sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan penyalur fluida cair yaitu crude dan well fluid

Lebih terperinci

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PERANCANGAN ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN PIPA BERBAHAN KOMPOSIT GRP TUGAS SARJANA Karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Institut Teknologi Bandung Oleh PARIS

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pipa penyalur (pipeline) merupakan sarana yang banyak digunakan untuk mentransmisikan fluida pada industri minyak dan gas (migas). Penggunaannya cukup beragam, antara

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-data Awal ( input ) untuk Caesar II Adapun parameter-parameter yang menjadi data masukan (di input) ke dalam program Caesar II sebagai data yang akan diproses

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

NAJA HIMAWAN

NAJA HIMAWAN NAJA HIMAWAN 4306 100 093 Ir. Imam Rochani, M.Sc. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc. ANALISIS PERBANDINGAN PERANCANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Document/Drawing Number. 2. TEP-TMP-SPE-001 Piping Desain Spec

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Document/Drawing Number. 2. TEP-TMP-SPE-001 Piping Desain Spec BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data dan Sistem Pemodelan Sumber (referensi) data-data yang diperlukan yang akan digunakan untuk melakukan perancangan sistem pemipaan dengan menggunakan program Caesar

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-Data Awal Analisa Tegangan Berikut ini data-data awal yang menjadi dasar dalam analisa tegangan ini baik untuk perhitungan secara manual maupun untuk data

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan Pada bab ini akan dilakukan pemodelan dan analisis tegangan sistem perpipaan pada topside platform. Pemodelan dilakukan berdasarkan gambar isometrik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan dan Analisa Tegangan 4.1.1 Perhitungan Ketebalan Minimum Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. Perbedaan ketebalan pipa

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Perhitungan Ketebalan Pipa (Thickness) Penentuan ketebalan pipa (thickness) adalah suatu proses dimana akan ditentukan schedule pipa yang akan digunakan. Diameter pipa

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Sejak dahulu manusia sudah mengenal sistem perpipaan, namun penggunaan sistem dan bahannya masih sangat sederhana, untuk memenuhi kebutuhan mereka secara pribadi ataupun

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB VI PEMBAHASAN DAN HASIL BAB VI PEMBAHASAN DAN HASIL 6.1. Persiapan Permodelan Sebelum melakukan pemodelan dan analisis, perlu dilakukan olah data terlebih dahulu dari data-data yang diperoleh untuk mempermudah dalam melakukan

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

ANALISIS STATIK TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR KARTINI YOGYAKARTA

ANALISIS STATIK TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR KARTINI YOGYAKARTA ANALISIS STATIK TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PENDINGIN SEKUNDER REAKTOR KARTINI YOGYAKARTA Edy Karyanta, Budi Santoso, Hana Subhiyah PRPN BATAN, Kawasan PUSPIPTEK, Gedung 71, Tangerang Selatan, 15310 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dari hasil perancangan dan analisis tegangan sistem perpipaan sistem perpipaan berdasarkan standar ASME B 31.4 (studi kasus jalur perpipaan LPG dermaga Unit 68 ke tangki

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA 4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Data Penelitian Data material pipa API-5L Gr B ditunjukkan pada Tabel 4.1, sedangkan kondisi kerja pada sistem perpipaan unloading line dari jetty menuju plan ditunjukan

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE 1 STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE Saiful Rizal 1), Yoyok S. Hadiwidodo. 2), dan Joswan J. Soedjono

Lebih terperinci

Tabel 4. Kondisi Kerja Pipa Pipe Line System Sumber. Dokumen PT. XXX Parameter Besaran Satuan Operating Temperature 150 Pressure 3300 Psi Fluid Densit

Tabel 4. Kondisi Kerja Pipa Pipe Line System Sumber. Dokumen PT. XXX Parameter Besaran Satuan Operating Temperature 150 Pressure 3300 Psi Fluid Densit BAB IV ANALISA DAN PEBAHASAN 4.1 Perhitungan Data material pipa API-5L-Gr.65 ditunjukan pada Tabel 4.1, sedangkan kondisi kerja pada sistem perpipaan pipe lin esystem di tunjukan pada Tabel 4.. Tabel 4.1

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN JALUR PIPA UAP PADA PROYEK PILOT PLANT

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN JALUR PIPA UAP PADA PROYEK PILOT PLANT TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN JALUR PIPA UAP PADA PROYEK PILOT PLANT Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Starta Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : Abdul Latif

Lebih terperinci

ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II

ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II Asvin B. Saputra 2710 100 105 Dosen Pembimbing: Budi Agung Kurniawan,

Lebih terperinci

Pipeline Stress Analysis Pada Onshore Design Jalur Pipa Baru Dari Central Processing Area (CPA) Ke Palang Station JOB PPEJ Dengan Pendekatan Caesar II

Pipeline Stress Analysis Pada Onshore Design Jalur Pipa Baru Dari Central Processing Area (CPA) Ke Palang Station JOB PPEJ Dengan Pendekatan Caesar II FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Telp. 031 599 4251 ext. 1102 Fax. 031 599 4757 Pipeline Stress Analysis Pada Onshore Design Jalur Pipa Baru

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi dan Teori Perpipaan 2.1.1 Definisi Sistem Perpipaan Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik ke satu atau beberapa titik lainnya digunakan

Lebih terperinci

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR II P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS ON THE ONSHORE DESIGN

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 14 ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT Sigit Mulyanto Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Mercubuana Email: sigit_mulyanto@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Mulai

BAB V METODOLOGI. Mulai BAB V METODOLOGI 5.1. Diagram Alir Pemodelan dan Pemeriksaan Tegangan, Defleksi, Kebocoran pada Flange, dan Perbandingan Gaya dan Momen Langkah-langkah proses pemodelan sampai pemeriksaan tegangan pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TEGANGAN PADA CABANG PIPA

BAB IV ANALISIS TEGANGAN PADA CABANG PIPA 44 BAB IV ANALISIS TEGANGAN PADA CABANG PIPA Pada suatu perangkat lunak sistem stress analysis terdapat beberapa variabel yang dapat dijadikan input untuk selanjutnya dapat dilakukan analisis terhadap

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-154 Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Hariono, Handayanu, dan Yoyok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk BAB I PENDAHULUAN Sistem Perpipaan merupakan bagian yang selalu ada dalam industri masa kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk mentransportasikan fluida adalah dengan

Lebih terperinci

2 BAB II TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. Suatu sistem perpipaan dapat dikatakan aman apabila beban tegangan

2 BAB II TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. Suatu sistem perpipaan dapat dikatakan aman apabila beban tegangan 2 BAB II TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Suatu sistem perpipaan dapat dikatakan aman apabila beban tegangan yang terjadi mempunyai nilai rasio lebih kecil atau sama dengan 1 dari tegangan yang diijinkan (allowable

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 14 ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT Sigit Mulyanto Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Mercubuana Email :sigit_mulyanto@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PIPA PADA TURBIN RCC OFF GAS TO PROPYLENE PROJECT

ANALISA TEGANGAN PIPA PADA TURBIN RCC OFF GAS TO PROPYLENE PROJECT ANALISA TEGANGAN PIPA PADA TURBIN RCC OFF GAS TO PROPYLENE PROJECT ( ROPP ) PERTAMINA BALONGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II 5.10 Abstrak Telah dilakukan analisa tentang tegangan pipa pada turbin Rcc Off

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM PERPIPAAN LEPAS PANTAI UNTUK SPM 250,000 DWT

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM PERPIPAAN LEPAS PANTAI UNTUK SPM 250,000 DWT Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM PERPIPAAN LEPAS PANTAI UNTUK SPM 250,000 DWT *Toni Prahasto a, Djoeli Satrijo a, I Nyoman

Lebih terperinci

EVALUASI DISAIN INSTALASI PIPA FRESH FIRE WATER STORAGE TANK

EVALUASI DISAIN INSTALASI PIPA FRESH FIRE WATER STORAGE TANK EVALUASI DISAIN INSTALASI PIPA FRESH FIRE WATER STORAGE TANK Ir. Budi Santoso, Ir. Petrus Zacharias PRPN BATAN, Kawasan PUSPIPTEK, Gedung 71, Tangerang Selatan, 15310 ABSTRAK EVALUASI DISAIN INSTALASI

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata

Lebih terperinci

ANALISA KEANDALAN PADA PIPA JOINT OPERATING BODY PERTAMINA-PETROCHINA EAST JAVA ( JOB P-PEJ )BENGAWAN SOLO RIVER CROSSING

ANALISA KEANDALAN PADA PIPA JOINT OPERATING BODY PERTAMINA-PETROCHINA EAST JAVA ( JOB P-PEJ )BENGAWAN SOLO RIVER CROSSING ANALISA KEANDALAN PADA PIPA JOINT OPERATING BODY PERTAMINA-PETROCHINA EAST JAVA ( JOB P-PEJ )BENGAWAN SOLO RIVER CROSSING Oleh : Ardilla Dedy Pratama Dosen Pembimbing: 1. Ir.Imam Rochani, M.Sc 2. Yeyes

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Ribuan tahun yang lalu, sistem pipa sudah dikenal dan digunakan oleh manusia untuk mengalirkan air sebagai kebutuhan air minum dan irigasi. Jadi pada dasarnya sistem

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data dan Sistem Pemodelan Sumber (referensi) data-data yang diperlukan yang akan digunakan untuk melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir ( Flow Chart ) Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out (FWKO) ke pump suction diberikan pada Gambar 3.1 Mulai Perumusan Masalah

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil yang terdiri atas gas dan minyak bumi masih menjadi kebutuhan pokok yang belum tergantikan sebagai sumber energi dalam semua industri proses. Seiring

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam sejarah kehidupan umat manusia yang sudah berjalan selama puluhan ribu tahun lamanya, seni mendisain dan membangun jaringan Pemipaan sudah dikenal berabad-abad lalu. Awal mulanya,

Lebih terperinci

Bab 5 Analisis Tegangan Ultimate dan Analisis Penambahan Tumpuan Pipa

Bab 5 Analisis Tegangan Ultimate dan Analisis Penambahan Tumpuan Pipa Bab 5 Analisis Tegangan Ultimate dan Analisis Penambahan Tumpuan Pipa Sistem perpipaan dikatakan telah mengalami kegagalan, salah satu alasannya jika tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan tersebut

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari tower DA-501 ke tower DA-401 dijelaskan seperti diagram alir dibawah ini: Mulai Memasukan Sistem Perpipaan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 ANALISA TEGANGAN PIPA PADA WELL CONNECTING TNAA45rc/TNAA46rc/TNAA47rcDENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE CAESAR II v.5.10 DI TOTAL E&P INDONESIE SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK Erinofiardi, Ahmad Fauzan Suryono, Arno Abdillah Jurusan Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu Jl. W.R. Supratman Kandang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.3 Pemodelan pada Caesar 5.1 Pembuatan model dengan variasi tersebut langsung dibuat pada Caesar 5.1 mengingat bentuk yang ada adalah pipeline. 1. Pemodelan Hal-hal yang diperlukan dalam pemodelan pipeline

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak dan gas bumi merupakan suatu fluida yang komposisinya

BAB I PENDAHULUAN. Minyak dan gas bumi merupakan suatu fluida yang komposisinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Minyak dan gas bumi merupakan suatu fluida yang komposisinya tergantung pada sumbernya di dalam bumi, yang pada umumnya merupakan campuran senyawa kimia dengan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus

TUGAS AKHIR. Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus TUGAS AKHIR Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA *Hendri Hafid Firdaus 1, Djoeli Satrijo 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro 2

Lebih terperinci

PENGARUH GEMPA PATAHAN LEMBANG TERHADAP FLEKSIBILITAS PIPA DAN KEGAGALAN NOZEL PERALATAN SISTEM PENDINGIN PRIMER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG

PENGARUH GEMPA PATAHAN LEMBANG TERHADAP FLEKSIBILITAS PIPA DAN KEGAGALAN NOZEL PERALATAN SISTEM PENDINGIN PRIMER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG Jurnal Fisika Vol. 1 No. 1, Mei 2011 15 PENGARUH GEMPA PATAHAN LEMBANG TERHADAP FLEKSIBILITAS PIPA DAN KEGAGALAN NOZEL PERALATAN SISTEM PENDINGIN PRIMER REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG H. P. Rahardjo PTNBR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 33 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasil penelitian bisa untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II

Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II 1 Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II Andis Dian Saputro dan Budi Agung Kurniawan Jurusan Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memproduksi bahan kimia serta obat-obatan, dan juga digunakan dalam

I. PENDAHULUAN. yang memproduksi bahan kimia serta obat-obatan, dan juga digunakan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perpipaan merupakan bagian yang selalu ada dalam industri masa kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak, industri air minum, pabrik yang memproduksi

Lebih terperinci

Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi

Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-10 1 Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi Yopy Hendra P., Daniel M Rosyid, dan Yoyok S Hadiwidodo

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv vi v vii

DAFTAR ISI. i ii iii iv vi v vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... NASKAH SOAL... HALAMAN PERSEMBAHAN... INTISARI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bagan Pemodelan Perancangan Sistem Perpipaan Berikut adalah diagram alir perancangan, pembentukan geometri, pemodelan, dan analisa sistem perpipaan. Gambar 3.1 Diagram

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PERPIPAAN HEAVY FUEL OIL DARI DAILY TANK UNIT 1 DAN UNIT 2 MENUJU HEAT EXCHANGERDI PLTU BELAWAN

ANALISA TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PERPIPAAN HEAVY FUEL OIL DARI DAILY TANK UNIT 1 DAN UNIT 2 MENUJU HEAT EXCHANGERDI PLTU BELAWAN ANALISA TEGANGAN PIPA PADA SISTEM PERPIPAAN HEAVY FUEL OIL DARI DAILY TANK UNIT 1 DAN UNIT MENUJU HEAT EXCHANGERDI PLTU BELAWAN 1, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara, Jln.Almamater Kampus

Lebih terperinci

Review Desain Condensate Piping System pada North Geragai Processing Plant Facilities 2 di Jambi Merang

Review Desain Condensate Piping System pada North Geragai Processing Plant Facilities 2 di Jambi Merang Review Desain Condensate Piping System pada North Geragai Processing Plant Facilities 2 di Jambi Merang Aulia Havidz 1, Warjito 2 1&2 Teknik Mesin, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihidupkan kembali dengan menggunakan pompa atau gas. Gas lift merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dihidupkan kembali dengan menggunakan pompa atau gas. Gas lift merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumur-sumur minyak yang laju produksinya sudah rendah atau bahkan sudah tidak mampu mengalirkan minyak ke permukaan dapat ditingkatkan / dihidupkan kembali

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISIS TEGANGAN SISTEM PERPIPAAN AUXILIARY STEAM PADA COMBINED CYCLE POWER PLANT

PERANCANGAN DAN ANALISIS TEGANGAN SISTEM PERPIPAAN AUXILIARY STEAM PADA COMBINED CYCLE POWER PLANT PERANCANGAN DAN ANALISIS TEGANGAN SISTEM PERPIPAAN AUXILIARY STEAM PADA COMBINED CYCLE POWER PLANT *Muchammad Akbar Ghozali 1, Djoeli Satrijo 2, Toni Prahasto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform Pada area pengeboran minyak dan gas bumi Lima, Laut Jawa milik British Petrolium, diketahui telah mengalami fenomena subsidence pada kedalaman

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Material Komposit [3] Banyak dari aplikasi teknologi modern membutuhkan material dengan kombinasi properties yang tidak biasa, yang tidak dapat ditemukan pada paduan logam konvensional,

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km BAB III STUDI KASUS APANGAN 3.1. Umum Pada bab ini akan dilakukan studi kasus pada pipa penyalur minyak yang dipendam di bawa tana (onsore pipeline). Namun karena dibutukan untuk inspeksi keadaan pipa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Offshore Pipeline merupakan pipa sangat panjang yang berfungsi untuk mendistribusikan fluida (cair atau gas) antar bangunan anjungan lepas pantai ataupun dari bangunan

Lebih terperinci

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN ANALISIS PROFIL CFS (COLD FORMED STEEL) DALAM PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN Torkista Suadamara NRP : 0521014 Pembimbing : Ir. GINARDY HUSADA, MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) CAESAR II VERSI 2014

BAB IV PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) CAESAR II VERSI 2014 71 BAB IV PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) CAESAR II VERSI 2014 Sejak diperkenalkan pada tahun 1984, CAESAR II telah menjadi software yang banyak digunakan sebagai pipe flexibility dan stress analysis software.

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH 4.1. Sistem Perpipaan 4.1.1. Lokasi Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dianalisis sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan milik Conoco

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN SISTEM PERPIPAAN MAIN STEAM (HIGH PRESSURE) PADA COMBINED CYCLE POWER PLANT

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN SISTEM PERPIPAAN MAIN STEAM (HIGH PRESSURE) PADA COMBINED CYCLE POWER PLANT DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN SISTEM PERPIPAAN MAIN STEAM (HIGH PRESSURE) PADA COMBINED CYCLE POWER PLANT *Muhammad Zainal Mahfud 1, Djoeli Satrijo 2, Toni Prahasto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 8. BEJANA TEKAN (Pressure Vessel)

BAB 8. BEJANA TEKAN (Pressure Vessel) BAB 8 BEJANA TEKAN (Pressure Vessel) Bejana tekan (Pressure Vessel) adalah tempat penampungan suatu fluida baik berupa cair maupun gas dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan atmosfir. Bejana Tekan

Lebih terperinci

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Oleh : NOURMALITA AFIFAH 4306 100 068 Dosen Pembimbing : Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Agenda Presentasi : Latar Belakang

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

PERHITUNGAN TEGANGAN PIPA DARI DISCHARGE KOMPRESOR MENUJU AIR COOLER MENGGUNAKAN SOFTWARE CAESAR II 5.10 PADA PROYEK GAS LIFT COMPRESSOR STATION

PERHITUNGAN TEGANGAN PIPA DARI DISCHARGE KOMPRESOR MENUJU AIR COOLER MENGGUNAKAN SOFTWARE CAESAR II 5.10 PADA PROYEK GAS LIFT COMPRESSOR STATION JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016 50 PERHITUNGAN TEGANGAN PIPA DARI DISCHARGE KOMPRESOR MENUJU AIR COOLER MENGGUNAKAN SOFTWARE CAESAR II 5.10 PADA PROYEK GAS LIFT COMPRESSOR STATION Arief Maulana Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema Dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin pemotong krupuk rambak kulit ini adalah sumber tenaga motor listrik ditransmisikan kepulley 2 dan memutar pulley 3 dengan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema Dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin pencacah rumput ini adalah sumber tenaga motor listrik di transmisikan ke poros melalui pulley dan v-belt. Sehingga pisau

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE AKIBAT PENGARUH BEBAN ARUS DAN GELOMBANG LAUT DI PT. PERTAMINA (PERSERO) UNIT PENGOLAHAN VI BALONGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA *Felix Wahyu

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline 1 Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline Hariono, Handayanu, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG

BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG Sistem pipeline yang dipilih sebagai studi kasus adalah sistem pipeline yang terdapat di daerah Porong, Siodarjo, Jawa Timur yang lokasinya berdekatan dengan daerah

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-249 Analisis On-Bottom Stability dan Local Buckling: Studi Kasus Pipa Bawah Laut dari Platform Ula Menuju Platform Uw Clinton

Lebih terperinci

Analisa Rancangan Pipe Support pada Sistem Perpipaan High Pressure Vent Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan Caesar II

Analisa Rancangan Pipe Support pada Sistem Perpipaan High Pressure Vent Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan Caesar II JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-168 Analisa Rancangan Pipe Support pada Sistem Perpipaan High Pressure Vent Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan

Lebih terperinci

BAB II TEORI TEGANGAN PIPA DAN PERANGKAT BANTU ANALISA

BAB II TEORI TEGANGAN PIPA DAN PERANGKAT BANTU ANALISA BAB II TEORI TEGANGAN PIPA DAN PERANGKAT BANTU ANALIA 2.1 Pendahuluan Dalam praktek rekayasa, perancangan dan analisis yang dilakukan terhadap suatu sistem perpipaan harus memenuhi persyaratan serta aturan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan menggunakan metode elemen

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan menggunakan metode elemen IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan menggunakan metode elemen hingga atau Finite Element Method (FEM) dengan software ANSYS 10. Tabung 3 kg yang dimodelkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh III. METODE PENELITIAN Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh rumah tangga yaitu tabung gas 3 kg, dengan data: Tabung 3 kg 1. Temperature -40 sd 60 o C 2. Volume 7.3

Lebih terperinci

III. METODELOGI. satunya adalah menggunakan metode elemen hingga (Finite Elemen Methods,

III. METODELOGI. satunya adalah menggunakan metode elemen hingga (Finite Elemen Methods, III. METODELOGI Terdapat banyak metode untuk melakukan analisis tegangan yang terjadi, salah satunya adalah menggunakan metode elemen hingga (Finite Elemen Methods, FEM). Metode elemen hingga adalah prosedur

Lebih terperinci

Jl. Banyumas Wonosobo

Jl. Banyumas Wonosobo Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-Gorong Jl. Banyumas Wonosobo Oleh : Nasyiin Faqih, ST. MT. Engineering CIVIL Design Juli 2016 Juli 2016 Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-gorong

Lebih terperinci

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT Diyan Gitawanti Pratiwi 1 Dosen Pembimbing : Rildova, Ph.D Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Lebih terperinci

VII. KOLOM Definisi Kolom Rumus Euler untuk Kolom. P n. [Kolom]

VII. KOLOM Definisi Kolom Rumus Euler untuk Kolom. P n. [Kolom] VII. KOOM 7.1. Definisi Kolom Kolom adalah suatu batang struktur langsing (slender) yang dikenai oleh beban aksial tekan (compres) pada ujungnya. Kolom yang ideal memiliki sifat elastis, lurus dan sempurna

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR TEGANGAN PIPA DAN PENGENALAN CAESAR II

BAB II TEORI DASAR TEGANGAN PIPA DAN PENGENALAN CAESAR II BAB II TEORI DASAR TEGANGAN PIPA DAN PENGENALAN CAESAR II Dalam perancangan, analisa, maupun modifikasi suatu sistem perpipaan ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi khususnya kode standar yang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ZELVIA MANGGALASARI Dosen Pembimbing I : Dr. Melania Suweni Muntini Dosen Pembimbing II : Drs.

TUGAS AKHIR ZELVIA MANGGALASARI Dosen Pembimbing I : Dr. Melania Suweni Muntini Dosen Pembimbing II : Drs. TUGAS AKHIR ZELVIA MANGGALASARI 1108 100 009 Dosen Pembimbing I : Dr. Melania Suweni Muntini Dosen Pembimbing II : Drs. Achmad Chamsudi JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PERANCANGAN DAN ANALISA TEGANGAN SISTEM PERPIPAAN DENGAN METODE ELEMEN HINGGA TUGAS AKHIR FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN

UNIVERSITAS DIPONEGORO PERANCANGAN DAN ANALISA TEGANGAN SISTEM PERPIPAAN DENGAN METODE ELEMEN HINGGA TUGAS AKHIR FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS DIPONEGORO PERANCANGAN DAN ANALISA TEGANGAN SISTEM PERPIPAAN DENGAN METODE ELEMEN HINGGA TUGAS AKHIR EBIET KURNIAWAN L2E 007 029 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN SEMARANG OKTOBER 2012 i

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik. dan efisien. Pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik. dan efisien. Pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik dan efisien. Pada industri yang menggunakan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13 BAB II DASAR TEORI 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa 4th failure February 13 1st failure March 07 5th failure July 13 2nd failure Oct 09 3rd failure Jan 11 Gambar 2.1 Riwayat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Bagan Pemodelan Perancangan Sistem Perpipaan Berikut adalah diagram alir perancangan, pembuatan layout jalur perpipaan, pemodelan, dan analisa sistem perpipaan. Mulai

Lebih terperinci