PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H"

Transkripsi

1 PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 RINGKASAN MARIA SITORUS. Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao di bawah Pengaruh Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) (dibimbing oleh SYAMSUL HIDAYAT PASARIBU). Perdagangan internasional secara bebas yang merupakan bagian dari globalisasi perekonomian terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan non tarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair. Perdagangan bebas ini selanjutnya semakin berkembang didukung oleh integrasi ekonomi berbagai kelompok negara yang mengakibatkan adanya perbedaan perlakuan antar negara anggota dengan negara non-anggota yang melakukan perdagangan internasional. Salah satu bentuk integrasi ekonomi adalah World Trade Organization (WTO) yang bertujuan menciptakan perdagangan internasional yang lebih terbuka dan adil dengan menghasilkan aturan-aturan perdagangan yang mengikat negara anggotanya serta berfungsi juga dalam mengawasi kesepakatankesepakatn multilateral negara-negara anggotanya. Liberalisasi perdagangan dalam integrasi ekonomi dalam penelitiaan ini adalah sektor pertanian yang meliputi komoditi Crude Palm Oil (CPO) dan kakao yang laju volume ekspor-impornya relatif besar yakni untuk kakao produksi nya meningkat pada tahun 2002/2003 sebesar ton meningkat menjadi ton pada tahun 2005/2006. Sama halnya dengan komoditi CPO yang kini banyak digunakan bukan saja untuk dikonsumsi sebagai bahan makanan, tapi juga kini digunakan sebagai biofuel sehingga pada kenyataannya produksi CPO meningkat dari ton yang diproduksi pada tahun 2002 dan pada tahun 2006 menjadi ton. Maka dalam penelitian ini dengan gravity model yang cocok untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju perdagangan ekspor dalam integrasi ekonomi akan dianalisis lewat data panel untuk komoditi CPO dan kakao dari lima negara pengimpor ke satu negara pengekspor utama. Negara yang menjadi tujuan ekspor kakao adalah Amerika Serikat dengan negara pengekspor utama yakni Cote d Ivore, Ghana, Malaysia, Indonesia, dan Belanda.Untuk kakao, negara eksportir nya adalah Malaysia, Indonesia, Singapura, Hongkong, dan Thailand dengan negara importirnya adalah Cina. Tujuan dari penelitian ini adalah mengestimasi variabel-variabel yang mempengaruhi laju volume ekspor kakao dan CPO dari negara eksportir utama ke negara importir utama. Maka dapat dilihat bahwa untuk kakao yang berpengaruh signifikan terhadap laju ekspor kakao adalah GDP negara pengekspor, populasi, nilai tukar dan jarak. Sedangkan variabel GDP dan populasi negara pengimpor tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor. Untuk CPO, variabel yang berpengaruh nyata adalah GDP negara pengekspor dan pengimpor, populasi

4 negara pengekspor dan pengimpor serta jarak. Sedangkan variabel nilai tukar tidak berpengaruh nyata. Dari hasil tersebut dapat disarankan agar pemerintah dapat meningkatkan ekspor CPO dan kakao terutama meminimumkan biaya transportasi yang akan mengurangi biaya produksi dan akan berpengaruh untuk meningkatkan ekspor seperti dalam pembahasan bahwa jarak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap ekspor. Dengan model gravitasi yang digunakan, maka di bawah pengaruh liberalisasi perdagangan, setiap negara yang menjadi anggota suatu bentuk integrasi (WTO) dapat meningkatkan ekspornya dengan memperhatikan variabel dari gravity model yang digunakan.

5 Judul Skripsi Nama NIM : Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao di bawah Pengaruh Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi) : Maria Sitorus : H Menyetujui : Dosen Pembimbing, Syamsul Hidayat Pasaribu, S.E., M,Si. NIP Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP : Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. BOGOR, AGUSTUS 2009 MARIA SITORUS H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Maria Sitorus, lahir pada tanggal 3 Maret 1987 di Pematang Siantar. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Pardomuan Sitorus dan Rosdiana Zebua. Pendidikan penulis dimulai dari SDN Pematang Siantar, SLTPN 7 Pematangsiantar dan dilanjutkan ke SMAN 2 Pematang Siantar. Pada tahun 2005, penulis resmi lulus dari SMAN 2 Pematang Siantar dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI-IPB). Selama tahun pertama kuliah di IPB, penulis bersaing ketat demi mendapatkan jurusan sesuai dengan yang diinginkan. Pada tahun kedua, penulis resmi diterima menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus karena atas berkat dan rahmatnya saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao di bawah Pengaruh Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi). Perdagangan internasional di bawah pengaruh liberalisasi perdagangan sangat menarik untuk dibahas karena ekspor komoditi CPO dan kakao yang mendapatkan pengaruh oleh beberapa variabel yang menentukan perubahan ekspor tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, dengan menganalisis laju volume ekspor dua komoditi tersebut di lima negara pengekspor dan satu negara pengimpor. Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselasaikannya skripsi ini, yaitu kepada Syamsul Hidayat Pasaribu, S.E., M,Si selaku dosen pembimbing yang selama ini telah meluangkan segenap waktunya dan juga memberikan ilmunya hingga terselesaikannya skripsi ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sri Mulatsih selaku dosen penguji dan juga kepada Alla Asmara, M.Si., selaku perwakilan dari Komisi Akademik atas saran dan kritiknya demi mewujudkan hasil skripsi yang lebih baik lagi. Saya juga mengucapkan terima kasih seluruh staf Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi ( Mas Anwar, Mas Mumu, Mas Dede, Mas Anto dan seluruh staf lainnya yang telah membantu selama di IPB ) atas bantuan administratif. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Orang Tua (Pardomuan Sitorus dan Rosdiana Zebua)dan saudara-saudara saya (Andreas, Yani, dan Yohana) beserta Keluarga Besar tercinta baik dari pihak bapak maupun ibu yang telah memberikan dukungan baik secara moril ataupun materil hingga terselesaikannya skripsi ini. Akhirnya, saya juga mengucapkan terima kasih kepada saudari Meirisa selaku pembahas pada seminar skripsi ini dan teman-teman satu bimbingan saya (Reza dan Mario) yang telah memberikan masukan pada penulisan skripsi saya.

9 Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik serta saran yang membangun demi penyempurnaan hasil penelitian ini sangat diharapkan. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Agustus 2009 MARIA SITORUS H

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup Penelitiaan... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Perdagangan Internasional Teori Keunggulan Absolut Hukum Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Teori Kepemilikan Faktor Integrasi Ekonomi dan World Trade Organization Integrasi Ekonomi World Trade Organization (WTO) Liberalisasi Perdagangan Gravity Model Gross Domestic Product, Populasi, Jarak, Nilai Tukar, Ekspor Gross domestic Product Populasi Jarak Nilai Tukar Ekspor Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran... 29

11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Panel Data Model Pooled Least Square Model Efek Tetap (Fixed Effect Model) Model Efek Acak (Random Effect Model) Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel Chow Test Hausman Test LM Test Perumusan Model Pengujian Model dan Hipotesis Uji F-statistic Uji t-statistic R-Squared (R 2 ) Hipotesis Penelitiaan IV. PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Ekspor Kakao dan CPO Gambaran Umum Ekspor Kakao Gambaran Umum Ekspor CPO Hasil Estimasi dan Pembahasan Model Pooled Least Square Komoditi Kakao Komoditi CPO V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 61

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1. Negara Pengekspor Utama Kakao (US $) Negara Pengimpor Utama Kakao (juta US) Negara Pengekspor Utama CPO (ribu ton) Negara Pengimpor Utama CPO (ribu ton) Konsumsi Kakao Dunia (ribu ton) Produksi Kakao dunia (ribu ton) Volume Nilai Ekspor Kakao Beberapa Negara Eksportir Utama Tahun (US $) Produksi CPO dunia (ribu ton) Produksi dan Konsumsi CPO Dunia (ribu ton) Negara-negara Eksportir Utama CPO Hasil Estimasi Panel Data Kakao denagan Pooled Least Square Hasil Estimasi Panel Data CPO dengan Pooled Least Square... 54

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran... 31

14 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data Penelitian Hasil Estimasi Panel Data Kakao Menggunakan Model Pooled Least Square Hasil Estimasi Panel Data CPO Menggunakan Model Pooled Least Square. 77

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi mengakibatkan terjadinya peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar negara, salah satunya dalam perdagangan. Perdagangan internasional berkembang pesat seiring dengan adanya globalisasi yang terjadi. Dengan adanya keunggulan komparatif setiap bangsa yang berbeda dan kebutuhan manusia yang selalu mengalami peningkatan membuat perdagangan internasional semakin penting untuk dilakukan. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional. Proses globalisasi terutama globalisasi perekonomian yang merupakan suatu kegiatan ekonomi dan perdagangan dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi tanpa adanya rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian ini pada akhirnya mengaharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik. Perdagangan internasional secara bebas yang merupakan bagian dari globalisasi perekonomian terjadi dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif

16 serta penghapusan berbagai hambatan non tarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair. Perdagangan bebas ini selanjutnya berkembang didukung juga oleh integrasi ekonomi berbagai kelompok negara yang mengakibatkan adanya perbedaan perlakuan antar negara anggota dengan negara non anggota yang melakukan perdagangan internasional. Perdagangan bebas ini juga disepakati oleh negara-negara yang tergabung dalam salah satu integrasi ekonomi World Trade Organization (WTO) yang bertujuan menciptakan perdagangan internasional yang lebih terbuka dan adil dengan menghasilkan aturan-aturan perdagangan yang mengikat negara anggotanya serta berfungsi juga dalam mengawasi kesepakatan-kesepakatan multilateral negara-negara anggotanya. Peraturan dan komitmen yang diatur dalam perjanjian liberalisasi perdagangan WTO diantaranya mengenai akses pasar, subsidi domestik, dan persaingan ekspor. Dengan adanya perjanjian tersebut, maka segala bentuk peraturan yang melindungi dan memproteksi perdagangan internasional seperti tarif impor, subsidi harga, kuota impor, dan lainnya harus diturunkan persentasenya sesuai kesepakatan WTO. Salah satu sektor liberalisasi perdagangan yang terdapat dalam WTO adalah sektor pertanian. Hal ini ditandai dengan disahkannya hasil Putaran Uruguay ( Uruguay Round ) sebagai rangkaian dari General Agreement On Tariff And Trade (GATT) pada tanggal 15 Desember Keberhasilan putaran tersebut tercapai setelah melalui serangkaian perundingan yang panjang sejak tahun Salah satu kekhususan putaran ini adalah dimasukkannya komoditas pertanian, dimana komoditas perkebunan termasuk di dalamnya, dalam agenda

17 perundingan. Dengan perkataan lain, keberhasilan Putaran Uruguay (PU) menyebabkan pemberlakuan sektor pertanian sama dengan sektor lainnya atau sektor pertanian tidak lagi diperlakukan secara eksklusif dalam kerangka GATT. Dengan demikian, distorsi perdagangan produk pertanian diharapkan akan hilang atau menurun sehingga terjadi peningkatan efisiensi dan volume perdagangan. Putaran Doha yang dimulai tahun 2001 dan diharapkan dapat ditandatangani pada tahun 2005 sebagai lanjutan Putaran Uruguay berjalan lambat, karena adanya pertikaian dalam hal liberalisasi perdagangan produk pertanian. Liberalisasi perdagangan tersebut diperkirakan akan mempunyai dampak yang signifikan terhadap perkembangan komoditas perkebunan. Dalam negosiasi GATT komoditi pertanian marak diperbincangkan. Sejak persiapan Havana Charter (1940) yang merupakan cikal bakal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sudah tidak ada kesepakatan mengenai bagaimana perdagangan komoditas pertanian harus diberlakukan. Pertentangan ini kemudian berkelanjutan dalam penyusunan kerangka dasar GATT pada tahun Sebagian delegasi berpendapat bahwa perdagangan produk pertanian harus bebas sesuai dengan ketentuan GATT dan sebagian lagi berpendapat bahwa masalah tersebut harus ditata dengan melibatkan negara pengekspor dan pengimpor dan antara negara berkembang dan maju. Berawal dari sini, masalah perdagangan produk pertanian terus menjadi isu sentral pada perundingan GATT selanjutnya yaitu Dillon Round ( ), Kennedy Round ( ), Tokyo Round ( ), Uruguay Round ( )., dan Doha Round ( ).

18 Globalisasi perekonomian komoditas pertanian dan liberalisasi perdagangan yang mengikutinya terus berkembang pesat. Dampak secara global dari liberalisasi perdagangan adalah kenaikan harga produk perkebunan dan dampak yang bervariasi untuk produksi, konsumsi, dan perdagangan. Dampak positif juga cenderung tidak terdistribusi secara merata. Beberapa negara memperoleh manfaat positif yang lebih besar. Negara produsen yang efisien cenderung memperoleh manfaat positif yang lebih besar. Di sisi lain, negara net importir cenderung mengalami kerugian sebagai akibat liberalisasi perdagangan. Krisis ekonomi dalam proses globalisasi dan perdagangan bebas juga menyebabkan kegiatan perdagangan mengalami perubahan baik itu peningkatan maupun penurunan. Pengaruh liberalisasi perdagangan tersebut terjadi juga pada komoditas pertanian yaitu ekspor dan impor komoditasnya. Dua komoditas utama pertanian yang merupakan konsumsi dunia yang terus meningkat sehingga menyebabkan permintaan terhadap komoditi tersebut naik adalah kelapa sawit yang diekspor dalam bentuk Crude Palm Oil (CPO) dan kakao dalam bentuk biji kakao. Perdagangan bilateral antar negara pada komoditi CPO dan kakao ini terus meningkat. Terdapat negara-negara yang menjadi eksportir utama dalam pasar perdagangan CPO atau kakao, dimana negara-negara tersebut mengekspor ke negara-negara importir utama di bawah pengaruh liberalisasi perdagangan. Dari Tabel 1.1 berikut dapat dilihat lima negara pengekspor utama kakao ke Amerika Serikat. Pengekspor utama terbesar adalah Cote d Ivore dengan nilai volume ekspor sebesar US $ pada tahun 2007, disusul oleh Indonesia

19 sebesar US $ pada tahun yang sama. Pengekspor terbesar ketiga adalah Belanda yang pada tahun 2007 mengekspor US $ kakao ke AS. Selanjutnya negara pengekspor kakao ke AS yakni Malaysia dengan jumlah nilai ekspor sebesar ton pada tahun 2007 dan terakhir oleh Ghana yakni sebesar ton di tahun yang sama. Tabel ini menunjukkan negara-negara pengekspor kakao dalam satuan nilai (ribu US $): Tabel 1.1. Negara Pengekspor Utama Kakao (ribu US $) Tahun Cote d'ivore Belanda Ghana Indonesia Malaysia Sumber : UNCOMTRADE, 2009 Data berikutnya adalah data negara pengimpor utama kakao dalam perdagangan internasional. Tabel 1.2. Negara Pengimpor Utama Kakao (juta US $) Tahun Amerika Serikat Belanda Jerman France- Monaco Belgia Sumber : UNCOMTRADE, 2009 Dari Tabel 1.2 di atas, Amerika Serikat secara relarif memiliki jumlah permintaaan ekspor kakao yang paling besar dan meningkat dari tahun ke tahun meskipun pada tahun 2007 Belanda yang paling tinggi mengimpor kakao,

20 akan tetapi dari tahun-tahun sebelumnya Amerika Serikat mengimpor kakao relatif paling tinggi. Di samping permintaan kakao di pasar internasional yang terus meningkat, ekspor kelapa sawit dalam bentuk CPO juga mengalami peningkatan. Melalui liberalisasi perdagangan, negara-negara eksportir dan importir melakukan perdagangan dengan persetujuan-persetujuan negara yang menjadi anggota WTO. Dalam Tabel 1.3 berikut dapat diketahui negara-negara yang menjadi pengekspor utama CPO. Tabel 1.3. Negara Pengekspor Utama CPO (ribu ton) Tahun Malaysia Indonesia Thailand Hongkong Singapura Sumber: Oil World, 2008 Dari Tabel 1.3 di atas dapat dilihat Malaysia sebagai pengekspor utama CPO yakni pada tahun 2007 sebesar ton dan disusul Indonesia pada tahun yang sama sebesar ton. Thailand dan Singapura di urutan berikutnya yakni sebesar ton dan ton pada tahun 2007 dan Singapura sebesar ton pada tahun yang sama. Tabel 1.4 menunjukkan negara-negara pengimpor utama CPO dalam satuan ribu ton:

21 Tabel 1.4. Negara Pengimpor Utama CPO (ribu ton) Tahun Cina Eropa India Pakistan Mesir Sumber : World Trade Organization, 2009 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat Cina adalah negara pengimpor utama CPO terbesar yakni ton pada tahun 2007 dan urutan kedua adalah negara-negara Eropa sebesar ton pada tahun yang sama. Pengimpor terbesar lainnya adalah India sebesar ton dan disusul Pakistan sebesar ton pada tahun Pengimpor terbesar berikutnya adalah Mesir yakni ton pada tahun yang sama Perumusan Masalah Konsumsi komoditi pertanian berupa kelapa sawit dalam bentuk CPO dan kakao di pasar internasional terus meningkat. Peningkatan permintaan ini mengakibatkan permintaan atas kedua komoditi ini juga mengalami peningkatan. Negara- negara pengekspor utama kedua komoditi ini berusaha bersaing di pasar guna mendapatkan pangsa pasar yang terbesar. Adanya liberalisasi perdagangan menambah persaingan di antara negara eksportir untuk masuk ke pasar negara importir. Liberalisasi perdagangan yang juga diberlakukan pada komoditi pertanian seperti CPO dan kakao memberikan dampak tersendiri dalam arus perdagangan internasional pada kedua komoditi pertanian ini. Dampak pemberlakuan liberalisasi perdagangan komoditi perkebunan dapat terjadi pada negara importir ataupun eksportir.

22 Dengan adanya liberalisasi perdagangan pada komoditi pertanian yang tertuang jelas dalam perjanjian Agreement of Agriculture (AoA) membuat ekspor CPO dan kakao juga mengalami perubahan. Mulai ditiadakannya hambatan perdagangan di antara negara-negara anggota WTO mengakibatkan terjadinya perbedaan kondisi ekspor dari negara eksportir utama ke negara importir utama. Berdasarkan keterangan di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitiaan, yakni apa saja faktor yang memengaruhi volume ekspor CPO dan kakao dari negara-negara eksportir utama ke negara importir utama? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitiaan ini bertujuan untuk mengestimasi faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor CPO dan kakao dari negara-negara eksportir utama ke negara importir utama Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah: (1) Bagi peneliti, sebagai media untuk menerapkan ilmu ekonomi semasa kuliah dan sebagai referensi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian selanjutnya. (2) Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan dalam usaha meningkatkan ekspor komoditi CPO dan kakao.

23 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah laju perdagangan bilateral CPO dan kakao dari negara pengekspor utama ke negara pengimpor utama. Negara- negara penegekspor utama untuk CPO adalah Malaysia, Indonesia, Thailand, Hongkong dan Singapura dan negara importir utamanya adalah Cina. Sedangkan komoditi kakao, negara-negara eksportir utama adalah Côte d'ivoire, Belanda, Ghana, Indonesia dan Malaysia dan negara importir utamanya adalah Amerika Serikat. Data yang diambil dari tahun

24 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional merupakan teori-teori yang menganalisis dasar-dasar terjainya perdagangan internasional dan keuntungan yang didapat dari adanya perdagangan tersebut. Pendorong terjadinya hubungan perdagangan di antara dua negara adalah karena adanya perbedaan harga relatif komoditi yang berlaku di masing-masing negara (keunggulan komparatif ). Sebelum adanya perdagangan, harga-harg a relatif dari berbagai komoditi di masing-masing negara merupakan refleksi dari keunggulan komparatif yang dimiliknya. Setelah adanya perdagangan, harga-harga relatif tersebut akan saling menyesuaikan sehingga akan terbentuk suatu harga keseimbangan. Perdagangan internasional merupakan suatu gugusan masalah yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditi antar negara. Negara-negara akan melakukan perdagangan apabila mereka memperoleh keuntungan dari perdagangan tersebut. Pada dasarnya ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional. Pertama, keinginan suatu negara mempeluas pasaran komoditinya. Kedua, ingin memperoleh devisa untuk membiayai pembangunan dalam negeri. Ketiga, adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara atas produk tertentu. Keempat, adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan produk tertentu (Salvatore, 1997).

25 Teori Keunggulan Absolut Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara berlangsung didasarkan pada keunggulan absolut (absolute advantage). Teori yang diprakarsai oleh Adam Smith ini disebut Teori Keunggulan Absolut yang menyatakan jika sebuah negara lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) dalam memproduksi komoditi A dibandingkan negara lain, namun kurang efisien (memiliki kerugian absolut) dalam memproduksi komoditi B, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing negara melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditi yang memiliki kerugian absolut. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara paling efisien dan output kedua komoditi meningkat. Peningkatan dalam output akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan (Salvatore, 1997) Hukum Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Menurut hukum keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh Ricardo (1817), meskipun suatu negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan internasional yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut kecil dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar, begitu juga dengan negara kedua. Keunggulan komparatif ini disebut juga keunggulan alamiah.

26 Keunggulan lainnya yaitu keunggulan yang sifatnya dikembangkan adalah keunggulan kompetitif. Menurut Michael Porter, keunggulan kompetitif ini ditentukan oleh empat determinan yaitu keunggulan komparatif, permintaan di pasar domestik baik kualitatif maupun kuantitatif, struktur industri dalam negeri yang kuat dan struktur pasar dengan persaingan bebas industri sepenuhnya (Salvatore, 1997) Teori Kepemilikan Faktor Teori ini dikembangkan oleh Heckser dan Ohlin (1977) yang menyatakan bahwa setiap negara akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah yang melimpah dan harga relatif murah, serta mengimpor komoditi yang memliki faktor produksi langka dan berharga relatif mahal (Salvatore, 1997) Integrasi Ekonomi dan World Trade Organization (WTO) Integrasi Ekonomi Integrasi ekonomi adalah penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua pembatasan-pembatasan yang dibuat terhadap bekerjanya perdagangan bebas dan dengan jalan mengintroduksi semua bentuk-bentuk kerjasama. Integrasi dapat dipakai sebagai alat untuk mengakses pasar yang lebih besar, menstimulasi pertumbuhan ekonomi sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nasional (Salvatore, 1997). Dalam integrasi ekonomi terjadi pemberlakuan diskriminatif antara negara-negara anggota dengan negara-negara non-anggota dalam melakukan

27 perdagangan sehingga mampu memberikan dampak kreasi dan diversi bagi negara-negara anggoata. Terdapat lima tingkatan integrasi ekonomi yang mungkin terjadi yaitu kawasan perdagangan bebas, persekutuan pabean, pasaran bersama, uni ekonomi dan uni politik. Secara teoritis, Salvatore menguraikan integrasi ekonomi menjadi beberapa bentuk, yaitu: (1) Pengaturan Perdagangan Preferensial (Prefential Trade Arrangements), dibentuk negara-negara yang sepakat menurunkan hambatan-hambatan perdagangan yang berlangsung di antara mereka dan membedakannya dengan negara-negara yang bukan anggota. (2) Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Area), yakni bentuk integrasi ekonomi yang lebih tinggi dimana semua hambatan perdagangan baik tarif maupun non- tarif di antara negara-negara anggota telah dihapuskan sepenuhnya, namun negara-negara anggota berhak menentukan sendiri hambatan-hambatan perdagangan yang akan diterapkan terhadap negaranegara non-anggota. (3) Persekutuan Pabean (Custom Union), mewajibkan semua anggota untuk tidak hanya menghilangkan hambatan perdagangan di antara negara anggota, namun juga menyeragamkan kebijakan perdagangan terhadap negara-negara bukan anggota. (4) Pasar Bersama (common market) yaitu suatu bentuk integrasi dimana baik perdagangan barang dan arus faktor produksi dibebaskan dari semua hambatan.

28 (5) Uni Ekonomi (Economic Union), yaitu dengan menyeragamkan kebijakankebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota yang berada dalam satu kawasan atau bagi negara-negara yang melakukan kesepakatan. Tujuan paling mendasar dari integrasi ekonomi ini adalah untuk meningkatkan volume perdagangan barang dan jasa, meningkatkan mobilitas kapital dan tenaga kerja, meningkatkan produksi, meningkatkan efisiensi produksi serta meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan. Pembentukan integrasi ekonomi pada akhirnya akan menciptakan dampak meningkatnya kesejahteraan negara-negara anggota secara keseluruhan karena akan mengarah pada peningkatan spesialisasi produksi, yang didasarkan pada keunggulan komparatif (Lapipi, 2005) World Trade Organization (WTO) Salah satu bentuk integrasi ekonomi adalah Prefential Trade Arrangements (PTA). PTA adalah kesepakatan antar dua negara atau lebih yang mana tarif yang dikenakan bagi negara anggota lebih rendah dibandingkan dengan negara di luar anggota. PTA dapat diartikan secara luas meliputi Regional Trading Arrangement (RTAs) yang merupakan kesepakatan yang dibentuk dalam satu kawasan, kesepakatan perdagangan antar negara-negara berkembang, kesepakatan perdagangan antar kawasan dan bentuk kesepakatan lainnya yang bertujuan untuk memperlancar arus perdagangan barang dan jasa. Bentuk kesepakatan perdagangan yang telah dibentuk telah mengarah pada perdagangan bebas, seperti World Trade Organization (WTO), Association of South East

29 Nations (ASEAN), ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan European Union (EU). World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negaranegara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan (Deplu RI, 2004). WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 tetapi sistem perdagangan itu sendiri telah ada setengah abad yang lalu. Sejak tahun 1948, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) - Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan telah membuat aturan-aturan untuk sistem ini. Sejak tahun sistem GATT memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia dan menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional tertinggi. Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade Organization (ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan bank Dunia). Meskipun Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN Conference on Trade and Development di Havana pada bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar.

30 Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS tidak meratifikasi Piagam Havana sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian, GATT tetap merupakan instrumen multilateral yang mengatur perdagangan internasional. Masalahmasalah perdagangan diselesaikan melalui serangkaian perundingan multilateral yang dikenal dengan nama putaran perdagangan (trade round), sebagai upaya untuk mendorong liberalisasi perdagangan internasional. Pada tahun-tahun awal, Putaran Perdagangan GATT mengkonsentrasikan negosiasi pada upaya pengurangan tarif. Pada Putaran Kennedy (pertengahan tahun 1960) dibahas mengenai tarif dan Persetujuan Anti Dumping (Anti Dumping Agreement). Putaran Tokyo ( ) meneruskan upaya GATT mengurangi tarif secara progresif. Hasil yang diperoleh rata-rata mencakup sepertiga pemotongan dari bea impor ekspor terhadap sembilan negara industri utama, yang mengakibatkan tarif rata-rata atas produk industri turun menjadi 4,7 pesen. Pengurangan tarif, yang berlangsung selama delapan tahun, mencakup unsur harmonisasi yakni semakin tinggi tarif, semakin luas pemotongannya secara proporsional. Selanjutnya adalah Putaran Uruguay ( ) yang mengarah kepada pembentukan WTO. Putaran Uruguay memakan waktu 7,5 tahun. Putaran tersebut hampir mencakup semua bidang perdagangan. Pada saat itu putaran tersebut nampaknya akan berakhir dengan kegagalan. Tetapi pada akhirnya Putaran Uruguay membawa perubahan besar bagi sistem perdagangan dunia sejak diciptakannya GATT pada akhir Perang Dunia II. Meskipun mengalami kesulitan

31 dalam permulaan pembahasan, Putaran Uruguay memberikan hasil yang nyata. Hanya dalam waktu dua tahun, para peserta telah menyetujui suatu paket pemotongan atas bea masuk terhadap produk-produk tropis dari negara berkembang, penyelesaian sengketa, dan menyepakati agar para anggota memberikan laporan reguler mengenai kebijakan perdagangan. Hal ini merupakan langkah penting bagi peningkatan transparansi aturan perdagangan di seluruh dunia. Dalam WTO terdapat persetujuan-persetujuan, diantaranya adalah persetujuan di bidang pertanian yaitu : Persetujuan Bidang Pertanian (Agreement on Agriculture/ AoA) yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995 bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Program reformasi tersebut berisi komitmen-komitmen spesifik untuk mengurangi subsidi domestik, subsidi ekspor dan meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan disiplin GATT yang kuat dan efektif. Persetujuan tersebut juga meliputi isu-isu di luar perdagangan seperti ketahanan pangan, perlindungan lingkungan, perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment /S and D) bagi negara-negara berkembang, termasuk juga perbaikan kesempatan dan persyaratan akses untuk produk-produk pertanian bagi negaranegara tersebut. Dalam Persetujuan Bidang Pertanian dengan mengacu pada sistem klasifikasi HS (harmonized system of product classification), produkproduk pertanian didefinisikan sebagai komoditi dasar pertanian (seperti beras, gandum) dan produk-produk olahannya (seperti roti, mentega) sedangkan, ikan

32 dan produk hasil hutan serta seluruh produk olahannya tidak tercakup dalam definisi produk pertanian tersebut. Persetujuan Bidang Pertanian menetapkan sejumlah peraturan pelaksanaan tindakan-tindakan perdagangan di bidang pertanian, terutama yang menyangkut akses pasar, subsidi domestik dan subsidi ekspor. Berdasarkan ketentuanketentuan tersebut, para anggota WTO berkomitmen untuk meningkatkan akses pasar dan mengurangi subsidi-subsidi yang mendistorsi perdagangan melalui agenda komitmen masing-masing negara. Komitmen tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari GATT. a. Akses Pasar Dilihat dari sisi akses pasar, Putaran Uruguay telah menghasilkan perubahan sistemik yang sangat signifikan yakni perubahan dari situasi dimana sebelumnya ketentuan-ketentuan non-tarif yang menghambat arus perdagangan produk pertanian menjadi suatu rezim proteksi pasar berdasarkan pengikatan tarif beserta komitmen-komitmen pengurangan subsidinya. Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui akses pasar produk pertanian yang transparan, prediktabel dan kompetitif, kemudian peningkatan hubungan antara pasar produk pertanian nasional dengan pasar internasional, dan terakhir penekanan pada mekanisme pasar yang mengarahkan penggunaan yang paling produktif terhadap sumber daya yang terbatas, baik di sektor pertanian maupun perekonomian secara luas.

33 Umumnya tarif merupakan satu-satunya bentuk proteksi produk pertanian sebelum Putaran Uruguay. Pada Putaran Uruguay, yang disepakati adalah adanya tarif pada tingkat maksimum. Namun bagi sejumlah produk tertentu, pembatasan akses pasar juga melibatkan hambatan-hambatan non-tarif. Putaran Uruguay bertujuan untuk menghapuskan hambatan-hambatan tersebut. Untuk itu disepakati suatu paket tarifikasi yang diantaranya mengganti kebijakan-kebijakan non-tarif produk pertanian menjadi kebijakan tarif yang memberikan tingkat proteksi yang sama. Negara anggota dari kelompok negara maju sepakat untuk mengurangi tarif mereka sebesar rata-rata 36 persen pada seluruh produk pertanian, dengan pengurangan minimum 15 persen untuk setiap produk, dalam periode enam tahun sejak tahun Bagi negara berkembang, pengurangannya adalah 24 persen dan minimum 10 persen untuk setiap produk. Negara terbelakang diminta untuk mengikat seluruh tarif pertaniannya namun tidak diharuskan untuk melakukan pengurangan tarif. b. Subsidi Domestik Subsidi domestik dibagi ke dalam dua kategori. Kategori pertama adalah subsidi domestik yang tidak terpengaruh atau kalaupun ada sangat kecil pengaruhnya terhadap distorsi perdagangan (sering disebut sebagai Green Box) sehingga tidak perlu dikurangi. Kategori kedua adalah subsidi domestik yang mendistorsi perdagangan (sering disebut sebagai Amber Box) sehingga harus dikurangi sesuai komitmen.

34 Berkaitan dengan kebijakan yang diatur dalam Green Box terdapat tiga jenis subsidi lainnya yang dikecualikan dari komitmen penurunan subsidi yaitu kebijakan pembangunan tertentu di negara berkembang, pembayaran langsung pada program pembatasan produksi (Blue box), dan tingkat subsidi yang minimum. c. Subsidi Ekspor Hak untuk memberlakukan subsidi ekspor pada saat ini dibatasi pada subsidi untuk produk-produk tertentu yang masuk dalam komitmen untuk dikurangi dan masih dalam batas yang ditentukan oleh agenda komitmen tersebut, kelebihan pengeluaran anggaran untuk subsidi ekspor ataupun volume ekspor yang telah disubsidi yang melebihi batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tetapi diatur oleh ketentuan fleksibilitas hilir (downstream flexibility), subsidi ekspor yang sesuai dengan ketentuan S and D bagi negara-negara berkembang dan subsidi ekspor di luar agenda komitmen tetapi masih sesuai dengan ketentuan anti-circumvention. Segala jenis subsidi ekspor di luar hal-hal di atas dilarang Liberalisasi Perdagangan Liberalisasi perdagangan adalah pembebasan perdagangan dari segala hambatan, baik hambatan tarif maupun hambatan non-tarif yang dilakukan sepihak dan banyak pihak sedangkan kebijakan liberalisasi perdagangan adalah kebijakan yang mengikis bebagai bentuk hambatan perdagangan, bila diterapkan secara utuh maka arus komoditi perdagangan dan investasi dalam bentuk modal, barang dan jasa akan bebas masuk antar negara tanpa hambatan tarif dan non-tarif (Salvatore, 1997).

35 Perdagangan bebas tanpa hambatan merupakan tujuan akhir dari perundingan-perundingan antar negara karena adanya perdagangan bebas antar negara diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan negara yang ikut serta dalam perdagangan bebas dengan mengandalkan keunggulan komparatif dan kompetitif. Liberalisasi yang diupayakan WTO saat ini meliputi pembukaan akses pasar, penurunan subsidi domestik, daan mewujudkan persaingan ekspor. 2.3 Gravity Model Gravity Model menurut Lineman (Lapipi 2005) adalah model yang digunakan untuk menganalisis efek integrasi ekonomi terhadap perdagangan dan merupakan satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengestimasi berapa besarnya nilai barang yang keluar dan masuk di suatu wilayah. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Tinberger (1962) dan Poyhonen (1963) yang menganalisis arus perdagangan di negara-negara Eropa dan terakhir diperkenalkan oleh Anderson (1979) yang menurunkan persamaan gravitasi dengan menggunakan asumsi diferensiasi produk dengan preferensi Cobb- Douglas dan CES (Constant Elasticity Substitution). Selanjutnya oleh Bergstrand (1985) melalui beberapa riset melengkapi model gravitasi dengan kerangka model Heckscher-Ohlin (H-O) dengan menggunakan asumsi kompetisi monopolistic yang menekankan adanya diferensiasi produk pada negara. Gravity Model dilandasi oleh teori Heckscher- Ohlin maupun teori imperfect substitution yang dibuktikan oleh Derdorff (1998). Model gravitasi mulai menjadi perhatian sebagai alat analisis interaksi sosial dan ekonomi setelah adanya hasil penelitian Carey dan Ravenstein pada abad ke-19. Carey dan Ravenstein melakukan penelitian tentang asal tempat

36 tinggal migran yang datang dari berbagai kota besar di Amerika. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jumlah migran yang masuk ke suatu kota dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk kota yang didatangi, besarnya jumlah penduduk tempat asal migran, dan jarak antar kota yang dituju. Model gravitasi ada dua jenis yaitu model gravitasi dengan pembatas tunggal (single constrained gravity model) dimana variabel yang menjadi faktor pembatas yang didistribusikan ditentukan jumlahnya sedangkan daerah tujuan tidak ditentukan batas daya tampungnya dan model gravitasi dengan pembatas ganda (double constrained gravity model) dimana variabel yang menjadi faktor pembatas yang didistribusikan dan daerah tujuan ditentukan juga (Tarigan, 2005). Model ini disebut juga gravity model karena menggunakan suatu perumusan yang sama dengan model gravitasi Newton, dimana interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing. Tiga penjelasan gravity model menurut Learner yaitu pertama, berdasarkan fisika. Kedua, mengidentifikasi persamaan sebagai reduced-form dengan variabel eksogen sisi demand (pendapatan dan populasi negara pengimpor) dan variabel sisi supply (pendapatan dan populasi negara pengekspor). Di sisi lain pihak karekteristik negara pengimpor dan pengekspor mengidentifikasi ukuran dari masing-masing negara, dengan semua aliran sebagai fungsi ukuran negara pada kedua sisi. Interpretasi ketiga didasarkan pada model probabilitas. Model gravitasi memiliki keunggulan dibanding model perdagangan internasioanal lainnya karena menyajikan model yang lebih empiris dibanding

37 model lainnya yang secara teoritis seperti model Ricardian. Pada model ini negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara. Model gravitasi menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik diantara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini. Pada gravity model aliran perdagangan bilateral ditentukan oleh tiga kelompok variabel yaitu (Tarigan, 2005) : 1. Variabel-variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor. 2. Variabel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor. 3. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antar negara pengekspor dan negara pengimpor.

38 Dalam bentuknya yang paling umum, konsep gravitasi dapat dirumuskan sebagai berikut : I ij = k (2.1) dimana : I ij = Taksiran tingkat interaksi antara wilayah idengan j, A i, A j = Besarnya daya tarik wilayah i dan j, d ij = Ukuran jarak antar wilayah i dan j, k = Konstanta, a, b, c = Parameter dugaan. Interaksi antara i dan j (I ij ) menginterpretasikan nilai dari aliran perdagangan suatu komoditas dari wilayah i ke wilayah j yang meliputi arus perdagangan keseluruhan wilayah dalam satu negara tersebut. Di tingkat negara, penerapannya hingga pada perdagangan antar negara seperti antar negara anggota WTO, ASEAN, APEC, EROPA UNION yang pada umumnya variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur daya tarik wilayah (A) adalah jumlah penduduk, Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar, harga komoditas yang diperdagangkan dan variabel jarak (d ij ) yang dapat diukur melalui pendekatan biaya transportasi. Lineman (Lapipi, 2005) memperlihatkan standar gravity model dalam bentuk logaritma adalah sebagai berikut : Log X ij = β 0 + β 1 logy i + β 3 logy j + β 4 logn j + β 5 logd ij + β 6 logp ij + u ij (2.2) dimana : X ij : Komoditi aliran perdagangan bilateral dari negara i ke negara j,

39 Y i, Y j : GDP negara i dan j, N i, N j : Populasi negara i dan j, D ij : Jarak antara negara i dan j, P ij u ij : Dummy, : standar error. Model di atas menggambar pola normal atau sistematik dari perdagangan dunia yang digambarkan oleh determinan natural dari volume perdagangan seperti Y i, Y j, N i, N j, D ij sedangkan variabel dummy integrasi ekonomi diperkenalkan untuk menjelaskan deviasi dari pola perdagangan ini dari faktor prefensial perdagangan. Variabel jarak bilateral dipakai untuk setiap aliran perdagangan bilateral Gross Domestic Product, Populasi, Jarak, Nilai Tukar, Ekspor Gross Domestic Product Gross Domestic Product (GDP) adalah ukuran kapasitas untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. GDP merupakan pendapatan total nasional pada output barang dan jasa. Lipsey menyatakan bahwa GDP merupakan nilai dari total produksi barang dan jasa suatu negra yang dinyatakan sebagai produksi nasioanal dan nilai total produksi tersebut juga menjadi pendapatan total negara yang bersangkutan atau dengan kata lain produk nasional sama dengan pendapatan nasional. Produk atau pendapatan nasional ini juga dapat diukur dalam bentuk pendapatan nasional bruto PNB atau PDB. GDP sering dianggap sebgai cerminan kinerja ekonomi dan sbg perekonomian total dari setiap orang di dalam perekonomian (Mankiw, 2000). GDP menunjukkan besarnya kemampuan

40 perekonomian suatu negara dimana semakin besar GDP yang dihasilkan oleh suatu negraa semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Bagi negara importir, semakin besar GDP maka akan meningkatkan impor komoditi negara tersebut. Peningkatan GDP merupakan peningkatan pendapatan masyarakatnya. Peningkatana pendapatan akan meningkatkan permintaan terhadap suatu komoditi yang pada akhirnya akan meningkatkan impor komoditi tersebut. Sehingga besarnya GDP yang dimiliki negara importir akan mempengaruhi besarnya volume perdagangan. GDP mewakili ukuran ekoinomi negara eksportir dan importir. Ukuran negara eksportir akan menentukan jumlah produksi komoditi ekspor (product capacity) dan ukuran negara importir menentukan jumlah produksi komoditi ekspor yang dapat dijual oleh negara eksportir (absortive capacity). Ukuran ekonomi adalah kemampuan potensial negara untuk melakukan perdaganagna luar negeri yaitu kemampuan kedua negra unutuk menjual atau membeli komoditi ekspor.semakin besar ukuran ekonomi negara eksportir maka semakin besar pula kemampuan untuk melakukan produksi komoditi ekspor. Begitu pula negara importir, semakin besar ukuran ekonomi negara importir maka semakin besar pula kemampuan untuk melakukan impor Populasi Pada negara eksportir peningkatan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan permintaan domestik maka terjadi penurunan penawaran ekspor dari negara tersebut. Apabila pertambahan populassi negara eksportir terjadi pada sisi penawaran maka hal ini berdampak pada pertambahan tenaga kerja untuk

41 produksi komoditas ekspor negara tersebut. Kenaikan populasi sisi penawaran akan meningkatkan penawaran ekspor negara eksportir. Pertambahan populasi pada negara importir dapat berada pada sisi penawaran maupun permintaan. Pada sisi penawaran pertambahan populasi akan meningkatkan produksi dalam negeri dalam hal kuantitas maupun diversifikasi produk negara importir. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan permintaan komoditi ekspor oleh negara importir. Pertambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan permintaan komoditi ekspor dari negara importir maka jumlah komoditi yang diperdagangkan antar kedua negara semakin besar. Populasi besar memungkinkan skala ekonomi yang dapat meningkatkan produksi komoditi ekspor sehingga diharapkan populasi dapat berpengaruh positif Jarak Jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor. Biaya transportasi adalah suatu faktor penghambat perdaganagan internasional. Jarak meningkatkan biaya transaksi pertukaran barang dan jasa internasional. Semakin jauh terpisah suatu negara dengan yang lain semakin besar pula biaya trasnportasi pada perdagangan di antara keduanya. Dengan adanya biaya trasnportasi, keuntungan yang diterima oleh suatu negara dari perdagangan internasional semakin kecil. Maka perlu mempertimbangkan jarak kedua negara sebagai determinan penting untuk pola perdagangan geografis.

42 Nilai Tukar Nilai tukar adalah suatu harga relatif dari barang-barang yang diperdagangkan oleh dua negara yang biasa disebut terms of trade. Nilai tukar kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan harga di kedua negara. Jika nilai tukar tinggi maka harga barang-barang luar negeri relatif murah dan barangbarang domestik mahal. Jika nilai tukar riil rendah maka sebaliknya harga barangbarang domestik relatif lebih murah sedangkan harga barang-barang luar negeri mahal (Mankiw, 2000) Ekspor Ekspor adalah aliran perdagangan suatu komoditi dari dalam negeri ke luar negeri. Ekspor dapat juga diartikan suatu toatal penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara kemudian diperdagangkan kepada negara lain dengan tujuan mendapatkan devisa. Keuntungan ekspor yaitu mampu meningkatkan laba perusahaan dan devisa negara, membuka pasar baru di luar negeri, memanfaatkan kelebihan kapasitas dalam negeri dan membiasakan diri dalam pasar internasional serta meningkatkan lapangan kerja (Salvatore, 1997) Penelitiaan Terdahulu Penelitian oleh Yeboah et al (2007) dalam jurnal Increased Cocoa Bean Exports Under Trade Liberalization : A Garvity Model Approach menyimpulkan perbedaan relatif faktor pendorong berbeda pengaruhnya bagi perdagangan. Perbedaan pendapatan di antara negara impotir dan eksportir positif dan signifikan sedangkan nilai tukar tidak menjadi masalah. Tetapi harga produsen

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H14050818 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia Indonesia sebagai salah satu negara eksportir CPO terbesar di dunia telah mengekspor CPO sejak pelita I sampai pelita

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H14102043 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Arti Perdagangan Internasinal Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti sempit adalah merupakan suatu gugus masalah yang timbul sehubungan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari RESUME Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari penandatanganan Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture/AoA) oleh pemerintahan Indonesia yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith yang mengusung perdagangan bebas dan intervensi pemerintah yang seminimal mungkin. Kemudian paham

Lebih terperinci

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL GLOBAL TRADING SYSTEM 1. Tarif GATT (1947) WTO (1995) 2. Subsidi 3. Kuota 4. VERs 5. ad. Policy 6. PKL NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA TRADE BARRIERS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian Suherwin (2012), tentang harga Crude Palm Oil dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga CPO dunia. Tujuan umum penelitian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun negara yang tidak

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wealth of Nation (Halwani & Tjiptoherijanto, 1993). Dengan adanya

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wealth of Nation (Halwani & Tjiptoherijanto, 1993). Dengan adanya 58 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Perdagangan bebas yang menjadi landasan teori perdagangan internasional dicetuskan pertama kali oleh Smith (1776) dalam

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

perdagangan, industri, pertania

perdagangan, industri, pertania 6. Organisasi Perdagangan Internasional Untuk mempelajari materi mengenai organisasi perdagangan internasional bisa dilihat pada link video berikut: https://bit.ly/2i9gt35. a. ASEAN (Association of South

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER Oleh : ERWIN FAHRI A 14105542 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Proses tukar menukar atau jual beli barang atau jasa antar satu negara dengan yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan bersama dengan tujuan

Lebih terperinci

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 SILABUS Matakuliah : Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 Semester : 6 (enam) Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas konsep, teori, kebijakan dan kajian empiris perdagangan pertanian dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak pernah lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Karena pembangunan ekonomi mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI EKSPOR KELAPA SAWIT (CPO) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL OLEH DWITA MEGA SARI H14104083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H14052235 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RIZA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder selama enam tahun pengamatan (2001-2006). Pemilihan komoditas yang akan diteliti adalah sebanyak lima komoditas

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian suatu negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian suatu negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan pesat merupakan tujuan utama dari kegiatan perekonomian suatu negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara yang sedang berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN CINA OLEH YULI WIDIANINGSIH H14053143 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT OLEH ERIKA H14104023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan merupakan faktor penting untuk merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Bawang Merah Bawang merah dikenal dengan nama ilmiah Allium ascalonicum L. Bawang Merah berasal dari wilayah yang sama dengan bawang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

2.2. Definisi Produk Makanan dan Minuman Olahan

2.2. Definisi Produk Makanan dan Minuman Olahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Ekspor Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor. Kegiatan ekspor-impor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

Kerja sama ekonomi internasional

Kerja sama ekonomi internasional Meet -12 1 hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatankesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tujuan umum kerja

Lebih terperinci

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 ekonomi K e l a s XI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami tentang teori perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Kutznets dalam Todaro dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

Makalah Perdagangan Internasional BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Makalah Perdagangan Internasional BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Makalah Perdagangan Internasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada

Lebih terperinci

ERD GANGAN INTERNA INTERN SIONA SION L

ERD GANGAN INTERNA INTERN SIONA SION L PERDAGANGAN INTERNASIONAL PIEw13 1 KEY QUESTIONS 1. Barang-barang apakah yang hendak dijual dan hendak dibeli oleh suatu negara dalam perdagangan internasional? 2. Atas dasar apakah barang-barang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Persetujuan Pembimbing... ii Halaman Pengesahan Skripsi... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vii Kutipan Undang-Undang...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA KE KAWASAN UNI EROPA ERISTYA PUSPITADEWI IRWANTO H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA KE KAWASAN UNI EROPA ERISTYA PUSPITADEWI IRWANTO H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA KE KAWASAN UNI EROPA ERISTYA PUSPITADEWI IRWANTO H14080110 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMENN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi 329 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam periode September 1994 - Oktober 2009 terbukti telah terjadi banjir impor bagi komoditas beras, jagung dan kedele di Indonesia, dengan tingkat tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa dokumen-dokumen yang terkait dengan judul penelitian, diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci