WORKING PAPER WP/21/2007

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "WORKING PAPER WP/21/2007"

Transkripsi

1 WORKING PAPER WP/21/27 DAMPAK BI RATE TERHADAP PASAR KEUANGAN: Mengukur Signifikansi Respon Instrumen Pasar Keuangan Terhadap Kebijakan Moneter Nugroho Joko Prastowo

2 ii

3 Dampak BI Rate Terhadap Pasar Keuangan: Mengukur Signifikansi Respon Instrumen Pasar Keuangan Terhadap Kebijakan Moneter Nugroho Joko Prastowo 1 Working Paper No. 21 Januari 28 Abstraks Pasar keuangan mempunyai peran yang sangat penting dalam mentransmisikan kebijakan moneter. Perubahan kebijakan moneter akan mempengaruhi harga aset yang selanjutnya mendorong pelaku pasar keuangan untuk melakukan penyesuaian komposisi portofolio investasinya. Dengan menggunakan pendekatan event study dan vector autoregression (VAR), penelitian ini mencoba mengukur signifikasi respon pasar keuangan terhadap kebijakan moneter (BI Rate). Selanjutnya dengan metode VAR, Granger Causality dan elastisitas, penelitian ini juga mencoba mendeteksi kemungkinan adanya portfolio switching. Hasil estimasi menunjukkan hanya suku bunga deposito dan yield obligasi yang secara signifikan merespon perubahan BI Rate. Sementara untuk suku bunga pasar uang dan indeks harga saham tidak ditemukan adanya respon yang signifikan. Penelitian ini juga tidak menemukan adanya fenomena portfolio switching pada investor domestik non-bank maupun investor asing. Investor cenderung melakukan diversifikasi portofolio untuk meminimalisasi risiko, sehingga antar portofolio investasi mempunyai pergerakan yang searah. Portfolio switching hanya terjadi pada bank yang cenderung mengalihkan portofolio obligasi kepada SBI. Analisis elastisitas menunjukkan bahwa minat bank dan domestik non-bank untuk berinvestasi pada portofolio SBI tidak terpengaruh oleh level BI Rate. Permintaan SBI oleh bank lebih didorong oleh meningkatnya kondisi likuiditas bukan faktor harga. Namun level BI Rate dan perbedaannya terhadap suku bunga luar negeri (interest rate differential) sangat berpengaruh bagi investor asing. Klasifikasi JEL: D53, E52, G14 Kata Kunci: BI Rate, event study, vector autoregression, portfolio switching 1 Peneliti Ekonomi Muda di Biro Riset Ekonomi (BRE), Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (DKM), Bank Indonesia. Pandangan dalam paper ini merupakan pandangan penulis dan tidak semata-mata merefleksikan pandangan DKM atau Bank Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Sdr. Andry Prasmuko dan Sdr. Wahyu Agung Nugroho atas masukan, saran dan diskusi yang sangat konstruktif. jokoprastowo@bi.go.id iii

4 iv

5 DAFTAR ISI Abstraks... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GRAFIK... vi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Metodologi Penelitian Organisasi Penulisan... 3 BAB II STUDI LITERATUR Kebijakan Moneter dan Pasar Keuangan Kebijakan Moneter, Suku Bunga dan Portofolio Bank Kebijakan Moneter dan Pasar Modal Kebijakan Moneter dan Pasar Obligasi Interaksi Antar Institusi Pasar Keuangan Komunikasi Kebijakan Moneter dan Ekspektasi Masyarakat BAB III METODE ANALISIS DAN DATA Metode Analisis Pendekatan Event Study Pendekatan Vector Autoregression (VAR) Pendekatan Granger Causality Pendekatan Elastisitas Perkembangan Variabel Variabel Kebijakan Moneter Variabel Pasar Uang Variabel Pasar Modal Variabel Pasar Obligasi BAB IV HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS Hasil Estimasi Event Study Dampak BI Rate terhadap Pasar Keuangan Dampak Announcement Effect BI Rate terhadap Pasar Keuangan Hasil Estimasi Vector Autoregression (VAR) Respon Pasar Uang terhadap BI Rate Respon Perbankan terhadap BI Rate Respon Pasar Modal terhadap BI Rate Respon Pasar Obligasi terhadap BI Rate Identifikasi Adanya Portfolio Switching Perilaku Investasi Bank Perilaku Investasi Investor Domestik Non-Bank Perilaku Investasi Investor Asing Pengaruh BI Rate terhadap Pemilihan Portofolio Investasi BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Implikasi Kebijakan... 5 REFERENSI Lampiran v

6 DAFTAR TABEL Tabel Variabel Yang Digunakan dalam Pendekatan VAR Tabel Estimasi Respon Suku Bunga PUAB Terhadap BI Rate Tabel Estimasi Respon IHSG dan Yield Obligasi Terhadap BI Rate Tabel Estimasi Dampak Pengumuman BI Rate Terhadap Pasar Keuangan Tabel Hasil Uji Stasionaritas Tabel Granger Causality antara BI Rate dan PUAB Tabel Granger Causality antara BI Rate dan Deposito Tabel Granger Causality antara BI Rate dan IHSG Tabel Granger Causality antara BI Rate dan Yield Obligasi Tabel Estimasi VAR Portofolio Bank... 4 Tabel Estimasi Granger Causality Antar Portofolio Bank... 4 Tabel Estimasi VAR Portofolio Investor Domestik Tabel Estimasi Granger Causality Antar Portofolio Investor Domestik Tabel Estimasi VAR Portofolio Investor Asing (Alt. 1) Tabel Estimasi Granger Causality Antar Portofolio Investor Asing Tabel Estimasi VAR Portofolio Investor Asing (Alt. 2) Tabel Estimasi VAR Portofolio Investor Asing (Alt. 3) DAFTAR GRAFIK Grafik 3.1. Perkembangan Suku Bunga SBI dan BI Rate Grafik 3.2. Perkembangan Suku Bunga PUAB Pagi dan Sore Grafik 3.3. Perkembangan Suku Bunga PUAB dan BI Rate Grafik 3.4. Perkembangan Kinerja Pasar Modal Indonesia Grafik 3.5. Perkembangan IHSG, STI dan BI Rate Grafik 3.6. Perkembangan Perdagangan Obligasi Pemerintah dan Swasta Grafik 3.7. Perkembangan Yield Obligasi Pemerintah...29 Grafik 4.1. Respon Suku Bunga PUAB terhadap BI Rate Grafik 4.2. Respon Suku Bunga Deposito terhadap BI Rate Grafik 4.3. Respon Indeks Harga Saham terhadap BI Rate Grafik 4.4. Respon Yield Obligasi terhadap BI Rate Grafik 4.5. Outstanding Portofolio Investasi Investor Domestik Grafik 4.6. Outstanding Kepemilikan Portofolio oleh Investor Asing Grafik 4.7. Perubahan Portofolio Investasi Investor Asing Grafik 4.8. BI Rate, Yield, Volume SBI dan Obligasi Perbankan vi

7 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan pasar keuangan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan mengingat setiap perubahan kebijakan moneter untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan. Oleh karena itu diperlukan pasar keuangan yang sehat dan memiliki ketahanan yang tinggi untuk menjamin kelancaran mekanisme transmisi kebijakan moneter ke sektor riil. Berbagai perubahan struktural pada pasar keuangan pasca krisis menyebabkan kebijakan moneter menghadapi tantangan yang semakin sulit. Hingga saat ini kebijakan moneter untuk mengendalikan laju inflasi diduga masih terkendala oleh kondisi pasar keuangan. Ekspansi moneter yang dilakukan untuk mendorong pemulihan ekonomi melalui penurunan suku bunga tidak serta merta meningkatkan pembiayaan pasar keuangan kepada sektor riil di dalam perekonomian. Sementara itu, kebijakan moneter kontraktif melalui kenaikan suku bunga untuk mengatasi tekanan inflasi justru menimbulkan dampak negatif yang besar pada perekonomian melalui penurunan kualitas modal dan penurunan pembiayaan pasar keuangan, fenomena ini lebih dikenal dengan istilah financial accelerator. Seiring dengan penerapan inflation targeting framework (ITF) pada Juli 25, Bank Indonesia memperkenalkan penggunaan BI Rate sebagai referensi suku bunga yang menjadi acuan bagi para pelaku di pasar keuangan untuk membaca sinyal kebijakan moneter ke depan. Setiap sinyal perubahan arah kebijakan moneter melalui BI Rate seyogyanya diikuti oleh perubahan suku bunga di pasar keuangan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Secara teoritis, suku bunga jangka panjang cenderung untuk bergerak searah dengan suku bunga jangka pendek. Dengan demikian, diharapkan bahwa yield dari aset jangka panjang seperti obligasi yang bergerak searah dengan pergerakan suku bunga, akan bergerak naik ketika suku bunga jangka pendek meningkat. Kenaikan yield ini akan mengakibatkan obligasi menjadi lebih menarik sehingga ada perpindahan investasi dari saham ke obligasi karena diharapkan memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi. Pada saat terjadi pengetatan moneter, ada kecenderungan yang mendorong ke arah resesi ekonomi sehingga mengurangi keuntungan perusahaan. Penurunan expected 1

8 return tersebut menyebabkan saham menjadi kurang kompetitif dibandingkan aset lainnya dan mengakibatkan turunnya harga saham yang biasanya disertai dengan perpindahan portofolio dari saham ke aset lainnya. Perubahan harga aset atau portofolio investasi akan mendorong semua institusi di pasar keuangan untuk melakukan penyesuaian atau perubahan komposisi portofolio investasinya. Perubahan komposisi portofolio investasi (portfolio switching) sangat dipengaruhi oleh besarnya respon pasar keuangan terhadap kebijakan moneter. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian yang didukung data empiris sehingga dapat membuktikan adanya hubungan antara BI Rate dan portofolio investasi di pasar keuangan baik melalui saham maupun surat-surat berharga lainnya oleh berbagai jenis investor Tujuan Penelitian Secara garis besar, penelitian ini ditujukan untuk mengkaji dampak dari kebijakan moneter terhadap pasar keuangan, diantaranya: dampak kebijakan moneter terhadap pasar uang antar bank (PUAB) yang tercermin pada signifikasi hubungan BI Rate dan suku bunga PUAB. dampak kebijakan moneter terhadap pasar modal yang diukur dengan menggunakan indeks harga saham gabungan (IHSG). dampak kebijakan moneter terhadap pasar obligasi, khususnya obligasi pemerintah (SUN), yang tercermin dari pergerakan yield obligasi. identifikasi kemungkinan terjadinya perpindahan portofolio investasi (portfolio switching) sebagai respon terhadap perubahan harga aset yang disebabkan oleh perubahan kebijakan moneter Metodologi Penelitian Penelitian ini akan menggunakan beberapa pendekatan kuantitatif ekonometrik untuk melihat dampak perubahan kebijakan moneter terhadap pasar keuangan, yaitu: analisis event study untuk melihat dampak dari perubahan kebijakan moneter terhadap beberapa instrument di pasar keuangan seperti suku bunga PUAB, yield obligasi, dan indeks harga saham. Vector autoregression (VAR) untuk melihat hubungan dan reaksi dari pasar keuangan terhadap perubahan kebijakan moneter. Selain untuk mengkonfirmasi 2

9 hasil estimasi event study, pendekatan ini juga digunakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya portfolio switching di pasar keuangan. Granger Causality untuk mengkonfirmasi hasil estimasi VAR dan analisis elastisitas, baik elastisitas harga permintaan (price elasticity of demand) maupun elastisitas silang (cross-elasticity) untuk melihat signifikasi pengaruh BI Rate terhadap keputusan investasi dari investor Organisasi Penulisan Paper penelitian ini akan disajikan dalam lima bab. Setelah bab pendahuluan, di Bab II akan disajikan beberapa teori yang terkait dengan kebijakan moneter dan pasar keuangan. Detail penjelasan mengenai metode penelitian yang akan digunakan untuk menganalisa dampak kebijakan moneter terhadap pasar keuangan yaitu event study dan vector autoregression maupun data yang akan digunakan disajikan di Bab III. Selanjutnya, Bab IV akan menguraikan tentang hasil estimasi model ekonometrik dan analisanya. Dari hasil analisa di Bab IV akan ditarik beberapa kesimpulan dan implikasi kebijakan yang perlu diambil, dan akan disajikan di Bab V. 3

10 4

11 BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Kebijakan Moneter dan Pasar Keuangan Tugas bank sentral dalam menjalankan kebijakan moneter terkait erat dengan pasar keuangan. Dalam melaksanakan tugasnya, bank sentral secara signifikan mampu mempengaruhi aktivitas pasar keuangan melalui dua jalur utama (Carmichael and Harper, 1995). Pertama, bank sentral mempunyai otoritas untuk membuat regulasi yang berpengaruh terhadap institusi di pasar keuangan, khususnya perbankan. Selain itu, bank sentral juga mempunyai otoritas untuk mempengaruhi bahkan mengatur tingkat suku bunga melalui insrumen kebijakan moneternya. Suku bunga kebijakan moneter ini akan mempengaruhi suku bunga perbankan baik jangka pendek maupun jangka panjang yang selanjutnya mempengaruhi return dari berbagai portofolio pasar keuangan seperti saham dan obligasi. Kedua, bank sentral dapat melakukan transaksi langsung di pasar keuangan (open market operation) yang dapat mempengaruhi likuiditas pasar keuangan. Dengan transaksi ini, bank sentral dapat mempengaruhi harga instrumen pasar keuangan. Secara teoritis, kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh bank sentral dapat di kategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu pendekatan kuantitas (quantity targeting) dan pendekatan harga (price targeting). Bank sentral yang mengadopsi pendekatan kuantitas akan menggunakan besaran uang beredar seperti uang primer (base money/m) dan broad money (M2) sebagai target operationalnya. Instrumen kebijakan moneter yang lazim digunakan oleh bank sentral untuk mempengaruhi besaran uang beredar tersebut antara lain: giro wajib minimum (GWM), operasi pasar terbuka (OPT), dan kebijakan diskonto (discount rate policy). Sedangkan bank sentral yang mengadopsi pendekatan harga menggunakan suku bunga jangka pendek sebagai target operasionalnya. Kedua pendekatan kebijakan moneter tersebut mempunyai dampak yang searah pada pasar keuangan. Beberapa artikel mencoba menjelaskan keterkaitan antara kebijakan moneter dan pasar keuangan melalui jalur transmisi kebijakan moneter. Dari hasil sebuah simposium mengenai transmisi kebijakan moneter, Mishkin (1995) mengidentifikasi empat jalur utama bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi aktivitas ekonomi, yaitu jalur suku bunga (interest rate channel), jalur nilai tukar (exchange rate channel), jalur harga aset 5

12 (asset price channel), dan jalur kredit (credit channel yang diuraikan menjadi bank lending channel dan balance sheet channel). Dari berbagai jalur transmisi tersebut dapat dilihat secara jelas bahwa setiap jalur transmisi kebijakan moneter akan melalui dan memanfaatkan pasar keuangan. Jalur suku bunga dan jalur kredit terutama akan memanfaatkan perbankan dan pasar uang, sementara jalur nilai tukar memanfaatkan pasar valas, dan jalur harga aset memanfaatkan pasar modal. Hal ini membuktikan pentingnya peran pasar keuangan dalam mentransmisikan kebijakan moneter Kebijakan Moneter, Suku Bunga dan Portofolio Bank Dalam teori lifecycle setiap individu diasumsikan bersifat forward-looking. Ketika menentukan jumlah konsumsi dan simpanan, mereka tidak hanya mempertimbangkan tingkat pendapatan dan keinginan saat ini, tetapi secara rasional juga mempertimbangkan tingkat pendapatan dan keinginan dimasa mendatang. Dalam teori ini, suku bunga sangat mempengaruhi keputusan jumlah konsumsi dan simpanan setiap individu. Sementara besaran pengaruh suku bunga terhadap perilaku konsumsi dan simpanan tergantung pada dua aspek, yaitu intertemporal elasticity of subtitution dan rate of time preference. 2 Secara teoritis, peningkatan suku bunga akan meningkatkan minat menabung masyarakat untuk konsumsi di masa yang akan datang sehingga jumlah dana yang mengalir dan dapat dikelola di pasar keuangan mengalami peningkatan. Perbankan merupakan salah satu institusi pasar keuangan yang secara langsung terpengaruh oleh perubahan kebijakan moneter. Pengaruh perubahan kebijakan moneter kepada perbankan tersebut lebih signifikan dibandingkan dengan institusi pasar keuangan lainnya karena (i) pada umumnya perbankan berada di bawah pengawasan bank sentral sehingga bank sentral akan berusaha membuat regulasi untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneternya; dan (ii) perbankan mempunyai peran yang cukup dominan di pasar keuangan. Hanya sejumlah kecil negara, terutama negara maju, dimana pasar modalnya lebih dominan daripada perbankan (market-based financial system) seperti Amerika, Hongkong SAR, dan Singapura. 2 Intertemporal elasticity of substitution merefleksikan kemauan seseorang untuk mensubtitusikan konsumsinya, sementara rate of time preference mencerminkan preferensi seseorang antara konsumsi saat ini dan masa yang akan datang. 6

13 Kebijakan moneter akan mempengaruhi term structure suku bunga perbankan dari sisi simpanan maupun kredit yang selanjutnya mempengaruhi perilaku bank dalam mengoptimalkan komposisi portofolionya. Kebijakan moneter yang kontraktif yang mendorong terjadinya peningkatan suku bunga, di satu sisi akan meningkatkan jumlah dana yang masuk ke sektor perbankan terutama dalam bentuk deposito karena memberikan imbalan yang menarik baik secara nominal maupun riil. 3 Di sisi lain, kebijakan moneter kontraktif tersebut akan menurunkan permintaan dan realisasi kredit. Bernanke dan Gertler (1995) menjelaskan bahwa peningkatan suku bunga akan meningkatkan kewajiban dan biaya modal yang dapat memperburuk cash flow perusahaan dan menurunkan harga asset yang dapat dijadikan jaminan kredit, sehingga perusahaan menjadi less bankable dan permintaan kredit akan turun (balance sheet channel). Kontraksi moneter juga akan menurunkan loanable funds yang dapat dikelola bank karena diserap oleh bank sentral melalui OPT dan meningkatkan asymmetric information tentang kualitas debitur, sehingga penawaran dan persetujuan kredit juga akan turun (bank lending channel). Sebagai subtitusi dari menurunnya permintaan dan persetujuan kredit, bank harus mencari alternatif investasi. Portofolio investasi yang dapat dipastikan meningkat adalah portofolio surat berharga yang digunakan dalam operasi pasar terbuka (OPT) 4. Pada umumnya, alternatif investasi yang bebas resiko (risk free assets) seperti surat berharga bank sentral dan obligasi pemerintah akan menjadi pilihan penempatan dana bank pada saat terjadinya kontraksi moneter. Dalam penelitiannya, Zulverdi et al (26) mengungkapkan bahwa peningkatan policy rate akan menurunkan penawaran kredit bank dan meningkatkan permintaan terhadap surat berharga bank sentral di Indonesia. Untuk portofolio saham, dimana di beberapa negara bank dilarang menanamkan dananya dalam bentuk saham, menjadi kurang menarik dalam masa kontraksi moneter karena harga saham mengalami penurunan sebagai dampak dari efek subtitusi portofolio. Sebaliknya, pasar uang menjadi lebih atraktif dalam masa kontraksi moneter. Berkurangnya likuiditas bank sebagai dampak dari pelaksanaan OPT akan 3 Berdasarkan persamaan Fisher, suku bunga riil akan sebanding dengan suku bunga nominal dikurangi perkiraan inflasi di masa mendatang (expected inflation), sehingga kebijakan moneter kontraktif akan meningkatkan suku bunga riil dalam jangka pendek sejalan dengan peningkatan suku bunga nominal. 4 Sebagian besar bank sentral menggunakan obligasi pemerintah sebagai instrumen operasi pasar terbuka, dan hanya sebagian kecil yang menggunakan surat berharga yang diterbitkan oleh bank sentral seperti Korea Selatan, Indonesia, Chile dan New Zealand. 7

14 meningkatkan permintaan dan menurunkan penawaran di pasar uang, sehingga mendorong terjadinya peningkatan suku bunga pinjaman di pasar uang Kebijakan Moneter dan Pasar Modal Dalam beberapa dasawarsa belakangan ini, peran pasar modal dalam pembiayaan investasi memang mengalami peningkatan yang signifikan. Krisis perbankan yang terjadi di beberapa negara, termasuk Indonesia pada waktu krisis ekonomi di Asia, membuktikan bahwa ketergantungan terhadap perbankan menyulitkan pemulihan ekonomi (economic recovery) negara tersebut pasca krisis. Banyak diantara negara berkembang (emerging countries) yang mencoba mengurangi ketergantungan tersebut dengan mendorong pengembangan pasar modal, sehingga peran pasar modal dalam perekonomian menjadi penting. Dalam penelitiannya, Broome and Moorley (24) menyimpulkan bahwa harga saham menjadi salah satu leading indicator yang signifikan untuk krisis ekonomi di negara-negara Asia tahun Secara tidak langsung, temuan tersebut mengindikasikan pentingnya peran pasar modal dalam perekonomian dan transmisi kebijakan moneter. Banyak artikel yang membahas mengenai dampak kebijakan moneter terhadap pasar modal atau sebaliknya, respon pasar modal terhadap kebijakan moneter. Artikel yang ditulis oleh James Tobin dan diterbitkan dalam Journal of Money, Credit and Banking pada tahun 1969 merupakan salah satu artikel fenomenal yang banyak dirujuk oleh artikel-artikel lainnya. Di dalam artikelnya, Tobin menjelaskan bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi pasar modal melalui perubahan harga barang modal (price of capital), yang kemudian dikenal dengan istilah Tobin s Q. Notasi Q merupakan rasio dari nilai pasar (market value) saham sebuah perusahaan dengan nilai asetnya (assets value). Nilai dari Q akan tinggi (Q>1) jika harga pasar lebih tinggi dari harga aset, sehingga perusahaan tergerak untuk menerbitkan saham untuk membiayai pendirian pabrik baru maupun pembelian barang-barang modal lainnya karena harganya relatif lebih murah dari harga pasarnya. Investasi akan meningkat karena perusahaan dapat membeli lebih banyak barang-barang modal dari hasil penerbitan saham tersebut. Sebaliknya, nilai Q akan rendah (Q<1) jika harga pasar lebih rendah dari harga aset, sehingga biaya pembelian barang-barang modal relatif lebih mahal. Sebagai konsekuensi, investasi akan rendah karena harga barang-barang modal relatif lebih 8

15 mahal dan perusahaan lebih cenderung untuk mengakuisisi perusahaan yang sudah ada dari pada melakukan investasi baru. Kebijakan moneter dapat mempengaruhi harga saham (market value) 5 melalui dua jalur. Pertama, kontraksi moneter yang menyebabkan berkurangnya jumlah uang beredar akan mendorong masyarakat mengurangi pengeluaran konsumsinya sehingga permintaan terhadap produk perusahaan menurun. Di sisi lain, kontraksi moneter yang mendorong peningkatan suku bunga menambah cost of capital bagi perusahaan. Kedua faktor tersebut menurunkan profitabilitas perusahaan yang kemudian berdampak pada penurunan harga saham. Kedua, peningkatan suku bunga membuat nilai imbal hasil dari deposito dan obligasi menjadi lebih menarik, sehingga banyak investor pasar modal yang mengalihkan portofolio sahamnya. Meningkatnya aksi jual dan minimnya permintaan akan menurunkan harga saham. Dengan demikian, kontraksi moneter akan menurunkan harga saham (market value) yang selanjutnya menurunkan nilai Q dan investasi. Namun Tobin dan beberapa peneliti lainnya mengakui bahwa tidaklah mudah mengestimasi respon dari pasar modal terhadap perubahan kebijakan moneter karena adanya permasalahan edogeinity, dimana perubahan kebijakan moneter merupakan respon bank sentral terhadap perkembangan pasar modal. Bernanke dan Kuttner (25) juga menyatakan bahwa sangat rumit untuk mengestimasi respon harga saham terhadap kebijakan moneter karena pasar tidak akan bereaksi terhadap kebijakan moneter yang telah terantisipasi (anticipated monetary policy). Dengan menggunakan metode event study, Bernanke dan Kuttner mencoba menganalisa reaksi pasar modal terhadap unexpected monetary policy. Hasil estimasi menunjukkan bahwa harga saham di pasar modal bereaksi negatif dan signifikan terhadap unexpected atau surprise kebijakan moneter. Peningkatan suku bunga kebijakan moneter (dalam hal ini Fed Fund Rate) yang belum terantisipasi akan menurunkan harga saham sebagai akibat dari efek subtitusi portofolio. Selain efek subtitusi, faktor ekspektasi juga sangat mempengaruhi pergerakan harga saham (Gilchrist dan Leahy, 22). Optimisme terhadap kondisi ekonomi ke depan akan mendorong terjadinya peningkatan harga saham. Untuk itu, kebijakan moneter akan berdampak terhadap pasar saham jika mampu membentuk atau 5 Harga saham merupakan cerminan present value dari asset perusahaan dan pendapatan deviden (future income). 9

16 mempengaruhi ekspektasi para pelaku pasar modal. Kebijakan moneter yang didukung oleh data dan analisa kondisi perekonomian yang terpercaya dan kualitas komunikasi bank sentral dalam mensosialisasikan kebijakan tersebut kepada publik menjadi kunci keberhasilan dalam mengarahkan ekspektasi masyarakat tentang kondisi perekonomian ke depan. Pengumuman kebijakan dan komunikasi hasil analisa bank sentral yang mengarah kepada penurunan akselerasi aktivitas perekonomian akan mengarahkan ekspektasi pelaku pasar modal bahwa produksi dan konsumsi akan menurun, sehingga profit perusahaan dan deviden yang dibagikan juga akan menurun. Ekspektasi yang pesimistis tersebut akan mendorong terjadinya penurunan harga saham. Sementara Thorbecke (1997) menggunakan pendekatan cash flow untuk menjelaskan dampak kebijakan moneter terhadap pasar modal. Dengan menggunakan argumen yang hampir sama dengan Bernanke dan Gertler (1995) bahwa kontraksi moneter yang mendorong terjadinya peningkatan suku bunga akan menurunkan cash flow perusahaan. Sementara teori menyebutkan bahwa harga saham merupakan present value dari cash flow perusahaan di masa mendatang. Dari hubungan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan moneter yang kontraktif akan menurunkan harga saham. Pengujian empiris dengan menggunakan pendekatan vector autoregression (VAR), Thorbecke menemukan bahwa kontraksi moneter mempunyai efek negative dan signifikan terhadap stock return, baik nominal maupun riil 6. Sementara harga saham mempunyai pergerakan yang searah dengan stock return, sehingga secara tidak langsung kontraksi moneter berkorelasi negatif dengan harga saham. Hasil kajian Kohn dan Sack (23) secara langsung membuktikan bahwa kontraksi moneter secara signifikan berdampak pada penurunan harga saham. Selain mempengaruhi harga saham, kebijakan moneter juga dipercayai dapat berdampak pada volatilitas di pasar saham. Volatilitas merupakan salah satu faktor penting yang diperhatikan oleh para investor dalam menentukan portofolio investasinya. Bomfim (23) dengan menggunakan pengumuman hasil rapat FOMC sebagai indikator policy surprise menemukan hubungan yang positif antara pre-announcement dan announcement dengan volatilitas pasar saham. Sementara, Chen et al (1999) tidak menemukan hubungan yang signifikan ketika menggunakan discount rate sebagai proksi kebijakan moneter. 6 Stock return riil merupakan selisih antara nominal stock return dengan inflasi aktual atau ekspektasi inflasi yang dihitung dengan beberapa metode antara lain Kalman filter dan metode Fama & Gibbons (1984). 1

17 Kebijakan Moneter dan Pasar Obligasi Secara teoritis, pergerakan pasar obligasi dan pasar saham berlawanan arah karena bersifat subtitusi. Namun demikian, kontraksi moneter sama-sama memberikan dampak negatif terhadap harga saham dan obligasi. Secara sederhana, harga obligasi dapat dinotasikan sebagai berikut: P = V /( 1+ i)... (2.1) dimana, P : harga obligasi i : suku bunga V : nilai nominal pada saat jatuh tempo (face value) Dari persamaan (2.1) di atas, dapat dilihat bahwa harga obligasi berbanding terbalik dengan suku bunga. Harga obligasi akan selalu lebih rendah dari face value-nya jika suku bunga positive (P<V, jika i>). Harga obligasi akan turun jika suku bunga meningkat, atau sebaliknya. Dengan demikian, kontraksi moneter yang menyebabkan kenaikan suku bunga akan menurunkan harga obligasi. Turunnya harga obligasi akan menarik minat investor untuk berinvestasi karena return yang diperoleh pada saat jatuh tempo akan meningkat, sehingga pasar obligasi menjadi lebih atraktif dan bergairah. Nilai imbal hasil atau return dari obligasi ini di dalam pasar keuangan di kenal dengan istilah yield. Yield mempunyai hubungan terbalik dengan harga obligasi, namun selaras dengan tingkat suku bunga. Kurva yield yang normal pada saat bank sentral menerapkan kebijakan moneter yang kontraktif mempunyai slope yang positif. Dalam kondisi kontraksi moneter, suku bunga di masa yang akan datang diekspektasikan akan cenderung meningkat, sehingga yield jangka panjang lebih tinggi dari yield jangka pendek. Sebaliknya, kurva yield akan mempunyai slope yang negatif jika bank sentral menerapkan kebijakan yang ekspansif. Mizrach dan Kopecky (27) menjelaskan alur transmisi kebijakan moneter terhadap pasar obligasi yang kurang lebih sama dengan penjelasan sebelumnya. Kebijakan moneter akan mempengaruhi distribusi uang kas (cash balance) dan pengeluaran konsumsi masyarakat. Peningkatan suku bunga mendorong masyarakat untuk memegang lebih banyak obligasi dan mengurangi uang kas dan konsumsi karena expected return dari obligasi meningkat. Sementara Campbell dan Ammer (1993) mengungkapkan bahwa pengumuman mengenai inflasi ke depan (expected inflation) merupakan faktor yang paling mempengaruhi pergerakan yield obligasi jangka panjang. Hal ini masih selaras dengan kesimpulan di atas karena bank sentral, terutama yang 11

18 telah mengimplementasikan inflation targeting framework (ITF), akan bereaksi jika terjadi perubahan perkiraan inflasi ke depan Interaksi Antar Institusi Pasar Keuangan Dampak kebijakan moneter terhadap institusi di pasar keuangan tidak hanya berupa hubungan searah seperti dijelaskan dalam sub bab di atas. Kebijakan moneter juga akan memicu terjadinya interaksi antar institusi di pasar keuangan. Efek subtitusi antar portofolio pasar keuangan merupakan salah satu bentuk interaksi yang lazim. Kontraksi moneter yang mendorong terjadinya kenaikan suku bunga akan membuat nilai imbal hasil surat berharga bank sentral, obligasi maupun simpanan (khususnya deposito) menjadi lebih atraktif. Kondisi ini mendorong investor untuk mengalihkan investasinya dari pasar modal ke perbankan atau pasar obligasi. Dari sisi ekspektasi, kontraksi moneter akan mengurangi konsumsi yang pada gilirannya akan mengurangi produksi dan keuntungan perusahaan sehingga deviden yang diberikan akan turun. Selain itu, kontraksi moneter juga meningkatkan kewajiban dan memperburuk cash flow perusahaan. Kedua alasan tersebut akan menurunkan gairah di pasar modal sehingga harga saham terpangkas. Dari interaksi tersebut terlihat bahwa pasar modal menjadi kompetitor investasi dari perbankan dan pasar obligasi karena simpanan bank dan obligasi secara teori akan bergerak searah. Dari interaksi tersebut, pasar keuangan akan mencapai titik keseimbangan barunya. Nilai imbal hasil (return) bukan satu-satunya faktor yang menjadi pertimbangan pelaku di pasar keuangan untuk melakukan penyesuaian portofolio investasinya. Faktor informasi juga menjadi salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan mengingat masalah asymmetric information dan moral hazard menjadi problem di pasar keuangan (Both dan Thakor, 1997). Pelaku pasar keuangan tidak dapat secara langsung menyepadankan nilai imbal hasil dari risk free assets seperti surat berharga bank sentral dan obligasi pemerintah dengan saham atau obligasi swasta. Untuk itu informasi dari lembaga pemeringkat atau rating sangat bermanfaat dan membantu untuk menilai kualitas dari suatu portofolio saham atau obligasi swasta. Rating yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti Standard & Poor, Moody s, Fitch atau pefindo untuk Indonesia, memberikan informasi tentang kondisi fundamental suatu emiten yang secara tersirat juga memuat default risks. 12

19 Motif dan karakteristik para investor yang bertransaksi di pasar keuangan juga sangat berpengaruh. Motif investor dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu investasi dan transaksi (trading). Motif investasi bersifat jangka panjang, sedangkan motif transaksi bersifat jangka pendek. Pada investasi jangka panjang, investor mengharapkan nilai imbal hasil dari deviden untuk saham dan kupon/diskon untuk obligasi. Sementara dari investasi jangka pendek, investor mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual dan harga beli. Dari segi karakteristik, pasar obligasi pada umumnya lebih didominasi oleh investor besar yang bersifat kelembagaan, sementara pemain di pasar modal lebih bersifat investor individu (Gebhardt et al, 25). Investor kelembagaan yang mengelola dana jangka panjang masyarakat seperti perusahaan asuransi dan dana pensiun cenderung memegang obligasi hingga jatuh waktu sehingga volume perdagangannya relatif kecil, sementara investor di pasar saham lebih bersifat jangka pendek. Untuk itu, sangat wajar bila transaksi di pasar modal lebih semarak dibanding pasar obligasi dan harganya pun lebih berfluktuasi. Di beberapa negara, perbankan yang secara umum mendominasi pasar keuangan diperbolehkan berinvestasi di pasar modal, sehingga terdapat peluang terjadinya subtitusi aset investasi bank antara kredit, surat berharga, pasar uang dan saham. Untuk kasus Indonesia, perbankan dilarang berinvestasi di pasar modal 7, sehingga menutup peluang tersebut dan subtitusi aset investasi bank hanya terjadi antara kredit, surat berharga, dan pasar uang. Zulverdi et al (26) telah membuktikan terjadinya subtitusi antara kredit dan surat berharga. Namun belum terdapat bukti empiris yang konsisten terjadinya subtitusi subtitusi dengan pasar uang. Hal ini disebabkan karena perbedaan jangka waktu (maturity), relatif kecilnya volume transaksi pasar uang antar bank (PUAB), dan kecenderungan tersegmentasinya pasar uang Komunikasi Kebijakan Moneter dan Ekspektasi Masyarakat Mengambil contoh kasus pada Bank of England (BOE), Reeves dan Sawicki (27) mengungkapkan beberapa faktor yang mendorong para pelaku pasar mendengarkan dan merespon setiap kebijakan moneter yang diambil oleh bank sentral. Pertama adalah transparansi kebijakan moneter. Pada era 199-an, BOE melakukan reformasi pada struktur dan proses perumusan kebijakan moneter seperti pengumuman 7 Berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.1 tahun 1998 tentang Perbankan. 13

20 target inflasi sejak 1992, publikasi inflation report sejak 1993, dan publikasi minutes of the meetings dari monetary policy comitte (MPC) sejak tahun 1994 dan idependensi operasional pelaksanaan kebijakan moneter sejak 1997 yang membuat BOE semakin transparan dan akuntabel. Faktor kedua adalah kualitas komunikasi. Melalui dua publikasi utamanya, yaitu inflation report dan minutes of the MPC meetings, BOE mampu melakukan komunikasi yang sangat baik dengan pelaku pasar keuangan sehingga mereka dapat memahami arah kebijakan yang diambil oleh bank sentral. Banyak pihak percaya bahwa bahwa tranparansi dapat menghilangkan ketidaksamaan informasi (asymmetric information) antara pembuat kebijakan dalam hal ini adalah bank sentral dan publik. Sementara komunikasi yang baik dapat mengarahkan ekspektasi para pelaku pasar. Sebaliknya, komunikasi yang buruk dan susah dipahami akan berakibat pada disparitas persepsi dan ekspektasi sehingga respon yang diberikan oleh para pelaku pasar tidak seragam dan terkadang berakibat pada meningkatnya volatilitas di pasar keuangan. Kohn and Sack (23) mengemukakan bahwa komunikasi merupakan sarana yang sangat penting dalam implementasi kebijakan moneter di Amerika Serikat. Di dalam penelitiannya, mereka menemukan bahwa statemen kebijakan moneter yang diambil oleh Federal Reserve Open Market Committe (FOMC) dan testimoni kepada kongres yang disampaikan oleh Gubernur Fed Res, Alan Greespan, mempunyai efek yang signifikan terhadap suku bunga pasar. Hal ini disebabkan karena testimoni tersebut menyampaikan informasi yang fokus dan spesifik mengenai economic outlook. Sementara pidato Alan Greenspan, walaupun menyampaikan informasi yang sama, tidak memberikan dampak yang signifikan karena informasi yang disampaikan dalam pidato tidak fokus pada arah perekonomian ke depan. Hal ini menegaskan bahwa fokus komunikasi menjadi salah satu kunci dalam mengarahkan ekspektasi pelaku pasar dan kunci kesuksesan pelaksanaan kebijakan moneter. Intensitas komunikasi bank sentral kepada publik juga sangat mempengaruhi keberhasilan pembentukan ekspektasi masyarakat. Selain melalui publikasi rutinnya, bank sentral juga dapat memberikan arahan kepada masyarakat melalui statemenstatemennya atau dikenal dengan istilah open-mouth operations. Berger et al (26) mencontohkan bahwa European Central Bank (ECB) semakin meningkatkan intensitas komunikasinya jika direncanakan akan terjadi perubahan stance kebijakan dan terus ditingkatkan ketika board meeting semakin mendekat. Hal ini dapat memberikan dampak yang positif terhadap efisiensi dalam implementasi kebijakan moneter melalui 14

21 operasi pasar terbuka. Bank sentral dapat mencapai target suku bunga yang dikehendaki dengan lebih sedikit biaya operasi moneter karena masyarakat telah merespon terlebih dahulu. 15

22 16

23 BAB 3 METODE ANALISIS DAN DATA Penelitian ini akan menggunakan beberapa pendekatan ekonometrik, yaitu event study, vector autoregression (VAR), dan Granger causality untuk melihat hubungan atau dampak kebijakan moneter (BI Rate) terhadap pasar keuangan. Pendekatan VAR juga digunakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya portfolio switching di pasar keuangan. Untuk memberikan latar belakang dan informasi, dalam bab ini juga akan dipaparkan mengenai perkembangan kebijakan moneter dan pasar keuangan di Indonesia Metode Analisis Pendekatan Event Study Pendekatan event study lazim digunakan untuk mengestimasi dampak kebijakan moneter terhadap harga portofolio atau aset di pasar keuangan (Rigobon dan Sack [24], Bernanke dan Kuttner [25], Gurkaynak et al [25]). Pendekatan ini diyakini mempunyai kelebihan yang dapat mengatasi dua permasalahan krusial dalam mengestimasi hubungan antara kebijakan moneter dan pasar keuangan, yaitu (i) masalah endogeneity dan (ii) pengontrolan pengaruh variable non kebijakan moneter. Pendekatan even study yang menggunakan periode observasi yang sempit (dikenal dengan istilah event window) memperkecil peluang terjadinya event lain (non kebijakan moneter) yang mempengaruhi pasar keuangan. Selain itu juga memperkecil kemungkinan bahwa perubahan kebijakan moneter merupakan respon atas perubahan pasar keuangan dalam event window tersebut, sehingga pendekatan event study mampu mengeliminasi permasalahan endogeneity. Dengan demikian hanya terjadi hubungan satu arah dari kebijakan moneter kepada pasar keuangan. Dua hal yang menjadi titik kesulitan dan kunci keakuratan dari pendekatan event study adalah: (i) penentuan interval event window; dan (ii) penghitungan abnormal return. Pasar keuangan yang efisien mendorong pelaku pasar untuk merespon secara cepat setiap informasi baru dan perubahan ekspektasi, sehingga besar kemungkinan bahwa pengumuman kebijakan moneter tersebut telah terantisipasi, baik secara partial anticipated maupun fully anticipated. Penentuan interval event window sangat 17

24 mempengaruhi keakuratan dalam memprediksi antisipasi maupun respon pasar keuangan terhadap perubahan kebijakan moneter tersebut. Secara ekonometrik, pendekatan event study sangat sederhana dengan menggunakan metode regresi ordinary least square (OLS). Merujuk pada artikel yang ditulis oleh Gurkaynak et al (25), persamaan ekonometrik untuk event study adalah sebagai berikut: 18 Δ y = α + βδ + ε... (3.1) t x t dimana, Δy t : perubahan instrumen pasar keuangan Δx t : perubahan kebijakan moneter t ε t : error term yang menangkap adanya pengaruh variabel lain (non kebijakan moneter). Δ y t merupakan merupakan abnormal return yang dapat merefleksikan respon dari institusi pasar keuangan terhadap informasi kebijakan moneter (William dan Siegel, 1997). Penghitungan abnormal return yang merupakan deviasi dari normal return 8 (tanpa perubahan kebijakan moneter) menjadi sangat penting dalam pendekatan event study. MacKinlay (1997) mengklasifikasikan dua metode penghitungan normal return. Pertama, model statistik (statistical models) yang meliputi constant mean return model (CMRM) dan market model (MM). 9 CMRM mengasumsikan bahwa return suatu portofolio akan cenderung mendekati nilai rata-ratanya, sementara MM mengasumsikan bahwa return suatu portofolio akan sejalan dengan return pasar secara keseluruhan. Walaupun CMRM sangat sederhana, namun beberapa studi menemukan bahwa hasil estimasi dengan CMRM tidak jauh berbeda dengan pendekatan yang rumit. Kedua, model ekonomi (economic model) yang terdiri atas capital asset pricing model (CAPM) dan arbitrage pricing theory (APT). Pendekatan CAPM merupakan teori ekuilibrium dimana expected return suatu aset ditentukan oleh covariance-nya dengan portofolio pasar. Sementara APT beranggapan bahwa expected return suatu aset merupakan kombinasi liniar dari beberapa faktor risiko. 8 ARτ = Rτ E( Rτ Xτ ) dimana AR : abnormal return, τ R : actual return, dan τ E ( R τ Xτ ) : normal return untuk periode waktu τ. 9 Persamaan untuk CMRM adalah Rt = μ + ζ t,dimana R t : return untuk periode t, μ : rata-rata return, dan : disturbance untuk periode t. Sementara persamaan untuk market model adalah ζ t Rit = α i + βirmt + ε it dimana Rit dan R mt : return pada periode t untuk portofolio perusahaan i dan portofolio pasar, α i, βi : parameter, dan ε it : disturbance.

25 Pendekatan event study ini akan digunakan untuk mengestimasi respon tiga pasar keuangan, yaitu pasar uang antar bank (PUAB), pasar modal dan pasar obligasi. Respon dari masing-masing pasar ditunjukkan dengan perubahan harga atau return berupa suku bunga untuk pasar uang, indeks harga saham untuk pasar modal dan yield untuk pasar obligasi. Respon perbankan tidak dapat diikutsertakan dalam estimasi event study karena perubahan suku bunga simpanan bersifat rigid dan terjadwal secara bulanan. Pengumuman BI Rate merupakan satu-satunya event yang akan diestimasi dampaknya dalam penelitian ini. BI Rate dijadikan policy rate sejak Juli 25 dimana review terhadap perubahannya dilakukan dan diumumkan secara bulanan. Sementara untuk menghitung normal return dari portofolio pasar keuangan, penelitian ini akan menggunakan dua pendekatan. Pendekatan Satu Untuk menghitung normal return akan digunakan statistical model, yakni constant mean return untuk pasar uang dan pasar obligasi, dan market model untuk pasar modal. Event window yang akan digunakan adalah 5 hari sebelum pengumuman (T-5) dan 5 hari setelah pengumuman (T+5). Pengujian abnormal return lima hari sebelum pengumuman BI Rate ditujukan untuk melihat apakah pelaku pasar telah mencoba mengantisipasi (price in) perubahan kebijakan moneter. Sementara pengujian setelah pengumuman ditujukan untuk melihat reaksi pasar terhadap perubahan kebijakan moneter yang belum terantisipasi. Pendekatan Dua Pendekatan ini lebih menekankan pada announcement effect dari perubahan BI Rate. Selain mengasumsikan bahwa perubahan BI Rate merupakan event yang bersifat exogeneous, pendekatan ini juga mengasumsikan bahwa (i) pasar lebih bersifat reaktif, sehingga informasi tersebut belum terantisipasi; dan (ii) harga/return sebelum pengumuman merupakan normal return yang belum dipengaruhi oleh informasi BI Rate. Dengan demikian pengujian hanya dilakukan pada periode setelah pengumuman, dalam hal ini 5 hari, dan abnormal return dihitung menggunakan return sebelum pengumuman (T-1) sebagai normal return. 19

26 3.1.2 Pendekatan Vector Autoregression (VAR) Pendekatan VAR sangat lazim digunakan untuk menganalisis dampak kebijakan moneter terhadap variabel ekonomi. Metode VAR dipopulerkan oleh Sims (198) dalam artikelnya 1 yang banyak dirujuk oleh peneliti lainya untuk menganalisa hubungan dan dampak kebijakan moneter. Metode VAR cukup sederhana namun mampu mengatasi permasalahan edogeneity karena memperlakukan seluruh variabel yang digunakan dalam persamaan sebagai variabel endogen, sehingga tidak perlu mengidentifikasi arah hubungan antar variabel. Hubungan antar variabel dalam VAR ditentukan secara edogen oleh data itu sendiri (let the data speak for themselves) sehingga disebut hubungan atheory. Pendekatan ini berasumsi bahwa suatu variabel merupakan fungsi dari lag variabel itu sendiri dan lag dari variabel lainnya yang digunakan, sehingga pendekatan VAR meregres masing-masing variabel dengan lag dari seluruh variabel yang digunakan (n) sebagai berikut: y + t = c + A1 yt 1 + A2 yt Ap yt p et... (3.2) dimana, y : endogenous variabel dengan matriks n x 1 c : konstanta dengan matrik n x 1 A i : koefisien dengan matrik n x n untuk i = 1, 2, 3,..., p e t : error term dengan matrik n x 1 Penelitian ini difokuskan untuk mengamati hubungan dua arah antara kebijakan moneter dan pasar keuangan, khususnya pasar uang, pasar modal, dan pasar obligasi. Untuk itu, identifikasi terhadap variabel lain yang secara teoritis mempengaruhi pasar keuangan dan kebijakan moneter menjadi penting. Cassola dan Morana (24) menggunakan dua variable non-kebijakan moneter dan pasar keuangan, yakni output riil dan inflasi. Sementara Kim et al. (24) menyatakan bahwa pasar sangat memperhatikan pengumuman enam variabel makroekonomi penting seperti neraca perdagangan, pendapatan domestik bruto, pengangguran, pertumbuhan perdagangan ritel, indek harga konsumen, dan indek harga produsen. Variabel harga (inflasi) sepertinya merupakan variabel terpenting dalam menganalisa pasar keuangan karena selain digunakan oleh kedua artikel tersebut juga 1 Sims, Christopher A. (198). Macroeconomics and reality. Econometrica, Vol. 48, hal

27 digunakan oleh artikel lainnya seperti (Campbell dan Ammer, 1993), diikuti variabel ouput (PDB). Sementara variabel yang diperlukan untuk mengestimasi pasar uang berbeda dan lebih spesifik karena pembentukan harga lebih dipengaruhi oleh faktor internal perbankan, seperti kondisi likuiditas bank yang dicerminkan oleh excess reserve. Penurunan kondisi likuiditas akan mendorong peningkatan suku bunga di pasar uang, atau sebaliknya. Selain itu, faktor biaya dana (cost of fund) juga dapat mempengaruhi pembentukan suku bunga pasar uang. Dalam penelitian ini variabel biaya dana diproksikan dengan suku bunga deposito, mengingat deposito mendominasi dana pihak ketiga perbankan. Di beberapa negara, suku bunga pasar uang justru dijadikan anchor yang menjadi referensi bagi suku bunga lainnya (termasuk suku bunga deposito). Berdasarkan identifikasi variabel tersebut di atas, dapat dirangkum variabelvariabel yang akan digunakan dalam persamaan VAR sebagai berikut: Tabel 3.1. Variabel Yang Digunakan dalam Pendekatan VAR Pasar Uang dan Simpanan Bank Pasar Modal dan Obligasi 1. BI Rate/ SBI Rate 1. BI Rate/ SBI Rate 2. Suku bunga PUAB 2. IHSG atau Yield Obligasi 3. Suku bunga Deposito 3. Pertumbuhan Ekonomi 4. Excess Reserve 4. Laju Inflasi Sumber: Penulis Untuk keperluan analisis, penelitian ini menitikberatkan pada penggunaan impulse response function (IRF) untuk melihat hubungan antara variabel kebijakan moneter (BI Rate) dan pasar keuangan Pendekatan Granger Causality Granger Causality merupakan pendekatan yang lazim digunakan untuk mendeteksi hubungan atau arah pemengaruhan antara dua variabel. Adapun metode regresi dari Granger Causality sama dengan metode VAR, yaitu meregres dengan lag dari masing-masing variabel. Karena Granger Causality hanya melibatkan dua variabel, maka pendekatan ini juga dikenal dengan bivariate VAR. Secara garis besar, persamaan dari Granger Causality test dapat dinotasikan sebagai berikut: y x t t = α + α y = β + α x 1 1 t 1 t α y n α x n t n t n + β x + β y t 1 t 1 dimana, x, y : variabel yang dites hubungannya β x n β y n t n t n + ε t... (3.3) + υ t 21

28 n : banyaknya lag yang diikutsertakan dalam regresi ε, υ : error term Dengan menggunakan lag dari variabel itu sendiri dan lag dari variabel yang lainnya, model tersebut mencoba mengestimasi seberapa besar variabilitas dari variabel tersebut dapat dijelaskan yang kemudian diartikan dengan dipengaruhi. Terdapat empat kemungkinan hubungan pemengaruhan yang mungkin diperoleh dari hasil estimasi Granger Causality tersebut, yaitu (i) variabel x mempengaruhi y; atau (ii) variabel y mempengaruhi x; (iii) variabel x dan y saling mempengaruhi, atau (iv) variabel x dan y tidak berhubungan sama sekali. Pendekatan ini akan digunakan untuk mengkonfirmasi hasil estimasi VAR sehingga dapat diyakini mengenai validitas arah hubungan dan signifikasi dari variabel kebijakan moneter dan pasar keuangan. Selain mengkonfirmasi hubungan pengaruh BI Rate terhadap harga portofolio pasar keuangan (suku bunga dan indeks), pendekatan Granger Causality ini juga digunakan untuk mengkonfirmasi hubungan kuantitas portofolio antar institusi pasar keuangan Pendekatan Elastisitas Pada dasarnya elastisitas merupakan perbandingan perubahan proporsional dari sebuah variabel dengan perubahan variabel lainnya. Dalam ilmu ekonomi, elastisitas lebih banyak digunakan untuk mengukur kepekaan atau respon produsen dan konsumen terhadap perubahan harga. Kepekaan konsumen selanjutnya dikenal dengan elastisitas permintaan (price elasticity of demand), sedangkan kepekaan produsen dikenal dengan elastisitas penawaran (price elasticity of supply). Selain itu, konsep elastisitas juga dapat digunakan untuk mengukur respon permintaan suatu barang terhadap perubahan harga barang lainnya yang dikenal dengan istilah elastisitas silang (cross elasticity). Secara sederhana, elastisitas permintaan dapat dinotasikan sebagai berikut: E x % perubahan kuantitas permintaan barang X % perubahan harga barang X x x x x = = = x... (3.4) ΔQ ΔP / P x / Q x ΔQ ΔP x P Q x Sementara elastisitas silang dapat dinotasikan sebagai berikut: E % perubahan kuantitas permintaan barang X x x x y xy = = = x... (3.5) % perubahan harga barang Y ΔPy / Py ΔPy Qx ΔQ / Q ΔQ P 22

29 Dalam persamaan ekonometrik, konsep elastisitas dituangkan dalam bentuk persamaan logaritma natural (log function) sebagai berikut: ln Q α + α1 ln P + α 2 ln P + ε... (3.6) x = x y dimana, α 1 merupakan koefisien elastisitas permintaan (E x ) dengan kategori elastis jika α 1 >1 dan tidak elastis (inelastic) jika α 1 <1. Sementara α 2 merupakan koefisien elastisitas silang yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan dua barang tersebut. Kedua barang tersebut merupakan barang subtitusi jika nilai koefisien elastisitas silangnya negatif (α 2 <) dan komplementer jika nilai koefisiennya positif (α 2 >). Penelitian ini akan meminjam konsep elastisitas permintaan dan elastisitas silang untuk melihat respon investor di pasar keuangan Dalam penelitian ini faktor harga yang akan diteliti berupa suku bunga diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diwakili dengan BI Rate nilainya relatif sama dan dapat yang mencerminkan stance kebijakan moneter. Karena BI Rate sudah berupa persentase, maka penggunaan dalam model ekonometrik tidak perlu ditranformasikan ke dalam logaritma natural. Dari pendekatan ini diharapkan dapat ditarik kesimpulan apakah variabel harga merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi keputusan investor dalam berinvestasi pada portofolio SBI sehingga permintaannya elastis terhadap perubahan suku bunga (BI Rate) dan bagaimana hubungan portofolio SBI dengan portofolio lainnya di pasar keuangan. 3.2 Perkembangan Variabel Variabel Kebijakan Moneter Sejak Juli 25, Bank Indonesia secara resmi mengimplementasikan inflation targeting framework (ITF) secara penuh. Untuk mendukung pelaksanaan ITF tersebut, Bank Indonesia mengubah target operasional kebijakan moneter dari besaran uang beredar (base money/m) menjadi target suku bunga, yakni BI Rate. Sebelum penggunaan BI Rate, Bank Indonesia juga menggunakan suku bunga SBI untuk memberikan sinyal ke pasar. Namun sejak Juli 25, Bank Indonesia hanya menggunakan BI Rate sebagai policy rate untuk memberikan sinyal arah kebijakan moneter dan referensi suku bunga kepada pelaku pasar keuangan. Perbedaan antara BI Rate dan suku bunga SBI terletak pada sifat dan controlability-nya. BI Rate bersifat exogenous, sementara suku bunga SBI lebih bersifat 23

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan pasar keuangan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan mengingat setiap perubahan kebijakan moneter untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transmisi kebijakan moneter merupakan proses, dimana suatu keputusan moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. Perencanaan dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir

Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir seluruh aspek dalam perekonomian; itulah sebabnya proses kebijakan moneter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, sehingga dalam tatanan perekonomian suatu negara diperlukan pengaturan moneter yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar keuangan indeks harga saham gabungan di perbankan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pasar keuangan indeks harga saham gabungan di perbankan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan penting yang dimiliki oleh pasar uang dalam resiko investasi terhadap pasar keuangan indeks harga saham gabungan di perbankan di Indonesia memberikan manfaat

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA Pengantar Ekonomi Makro INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA NAMA : Hendro Dalfi BP : 0910532068 2013 BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Umum Suku Bunga Keynes berpendapat bahwa suku bunga itu adalah semata-mata gejala moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena tingkat bunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang investor bersedia menanamkan dananya di suatu investasi jika

BAB I PENDAHULUAN. Seorang investor bersedia menanamkan dananya di suatu investasi jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang investor bersedia menanamkan dananya di suatu investasi jika investasi itu dianggap menguntungkan. Salah satu pilihan investasi yang menguntungkan yaitu perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan antara lain melalui pendekatan jumlah uang yang beredar dan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan antara lain melalui pendekatan jumlah uang yang beredar dan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Melihat berbagai kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral di seluruh dunia saat ini menunjukkan kecenderungan dan arah yang sama yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim yaitu sebesar 85 persen dari penduduk Indonesia, merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses yang menjelaskan bagaimana kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank sentral mempengaruhi aktivitas

Lebih terperinci

Kebijakan Moneter & Bank Sentral

Kebijakan Moneter & Bank Sentral Kebijakan Moneter & Bank Sentral Pengertian Umum Kebijakan moneter adalah salah satu dari kebijakan ekonomi yang bisa dibuat oleh pemerintah Kebijakan moneter berkaitan dan berfokus pada pasokan uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat melakukan kontrol langsung atas penawaran uang (Iljas, 1997). Implementasi kebijakan moneter

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Saham Syariah

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Saham Syariah BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia Nilai tukar rupiah adalah perbandingan nilai mata uang rupiah dengan negara lain. Nilai tukar mencerminkan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang. dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang. dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan investasi para pemegang dana

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat penting, sehingga dampak jumlah uang beredar dapat mempengaruhi perekonomian. Peningkatan jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah indikator yang

I. PENDAHULUAN. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah indikator yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Indeks ini mencakup pergerakan seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia menuntut berbagai prasyarat untuk mencapai keberhasilannya. Salah satunya adalah keterlibatan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam ilmu ekonomi dikenal istilah pasar keuangan. Pasar keuangan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam ilmu ekonomi dikenal istilah pasar keuangan. Pasar keuangan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam ilmu ekonomi dikenal istilah pasar keuangan. Pasar keuangan adalah pasar di mana dana ditransfer dari orang-orang yang memiliki kelebihan dana yang tersedia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. uang atau dana tersebut, sedangkan menurut Tandelilin (2001:3) menyatakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. uang atau dana tersebut, sedangkan menurut Tandelilin (2001:3) menyatakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Investasi 2.1.1 Defenisi Investasi Menurut Kamarudin (1996 :3), investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang dilalui oleh sebuah kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran pemerintah dalam mencapai kesejahteraan masyarakat yang digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah melalui Bank Sentral. Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dunia investasi semakin marak. Banyaknya masyarakat yang tertarik dan masuk ke bursa untuk melakukan investasi menambah semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar ini, investasi memiliki risiko dan return yang berbeda. Risiko dan

BAB I PENDAHULUAN. pasar ini, investasi memiliki risiko dan return yang berbeda. Risiko dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi dapat dilakukan di beberapa jenis pasar keuangan, mulai dari pasar uang, pasar modal, hingga pasar derivatif. Dalam setiap jenis pasar ini, investasi memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Sebuah negara yang memiliki keuangan yang kuat dan modern, berarti telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini menjadi sangat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dengan peran perbankan yang mempengaruhi perekonomian negara. Segala aktivitas perbankan yang ada di suatu negara

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Sistem Moneter Indonesia Fakultas Program Studi Pertemuan Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 13 84041 Abstraksi Modul ini membahas tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Investasi dapat diartikan sebagai suatu komitmen penempatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Investasi dapat diartikan sebagai suatu komitmen penempatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi dapat diartikan sebagai suatu komitmen penempatan dana pada satu atau beberapa objek investasi dengan harapan akan mendapatkan keuntungan di masa mendatang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Kebijakan Moneter Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter untuk mempengaruhi langkah dan arah aktivitas ekonomi secara keseluruhan. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian. Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah pengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian. Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah pengaruh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian. Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah pengaruh inflasi, suku

Lebih terperinci

ekonomi K-13 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL K e l a s A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL K e l a s A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Menjelaskan jenis dan instrumen

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia, melalui aktivitas investasi. Dengan diberlakukannya kebijakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia, melalui aktivitas investasi. Dengan diberlakukannya kebijakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia, melalui aktivitas investasi. Dengan diberlakukannya kebijakan perekonomian terbuka, pasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral dari suatu Negara. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, salah satunya adalah dengan melakukan investasi di Pasar Modal. Dalam hal ini Pasar

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. investasi yang dilakukan oleh pihak korporasi (perusahaan).

IV. METODOLOGI PENELITIAN. investasi yang dilakukan oleh pihak korporasi (perusahaan). 91 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Analisis 4.1.1. Pilihan Alat Analisis Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis fenomena ekonomi makro seperti liberalisasi keuangan dan kebijakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Reksa dana yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah reksa dana yang dikelola oleh PT. Manulife Aset Manajemen Indonesia. Dari 15 reksa dana yang dikelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasar modal memiliki peranan yang sangat penting dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasar modal memiliki peranan yang sangat penting dalam sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan yang sangat penting dalam sektor ekonomi pada sebuah negara. Hal tersebut di dukung oleh peranan pasar modal yang sangat strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai Tukar adalah harga mata uang dari suatu negara yang diukur, dibandingkan, dan dinyatakan dalam nilai mata uang negara lainnya. 1 Krisis moneter yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar keuangan terbagi menjadi dua jenis segmen pasar yang berbeda yaitu pasar uang dan pasar modal dimana pasar uang merupakan pasar untuk efek utang jangka pendek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kinerja ekonomi tercermin dalam kinerja perusahaanperusahaan. Bursa Efek Indonesia merupakan pasar modal yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kinerja ekonomi tercermin dalam kinerja perusahaanperusahaan. Bursa Efek Indonesia merupakan pasar modal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu Negara di lihat dari perkembangan pasar keuangannya, termasuk pasar uang, pasar saham, dan pasar komoditi. Demikian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. harian bank (cash in vaults), dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (Reserve

I. PENDAHULUAN. harian bank (cash in vaults), dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (Reserve 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekses likuiditas merupakan jumlah cadangan bank yang didepositokan di bank sentral ditambah dengan uang kas yang disimpan untuk keperluan operasional harian bank (cash

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter terutama sudah sangat banyak dilakukan oleh para peneliti di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. moneter terutama sudah sangat banyak dilakukan oleh para peneliti di dunia, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi mengenai jalur kredit dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter terutama sudah sangat banyak dilakukan oleh para peneliti di dunia,

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal 2.2 Harga Minyak Mentah Dunia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal 2.2 Harga Minyak Mentah Dunia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal Pasar modal adalah pasar dari berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang (obligasi) maupun modal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi dunia kini menjadi salah satu isu utama dalam perkembangan dunia memasuki abad ke-21. Krisis ekonomi yang kembali melanda negara-negara di dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya bagi para pelaku ekonomi. Dewasa ini pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian

Lebih terperinci

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1990Q1 1991Q1 1992Q1 1993Q1 1994Q1 1995Q1 1996Q1 1997Q1 1998Q1 1999Q1 2000Q1 2001Q1 2002Q1 2003Q1 2004Q1 2005Q1 2006Q1 2007Q1 2008Q1 2009Q1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator penting

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang sangat jelas tercermin dalam Pasal 4 (empat) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang sangat jelas tercermin dalam Pasal 4 (empat) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, sektor perbankan sangat berperan penting dalam memobilisasikan dana masyarakat untuk berbagai tujuan. Dahulu sektor perbankan tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. negara. Saat jumlah uang beredar tidak mencukupi kegiatan transaksi pada satu

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. negara. Saat jumlah uang beredar tidak mencukupi kegiatan transaksi pada satu BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Jumlah uang beredar sangat mempengaruhi keadaan perekonomian di suatu negara. Saat jumlah uang beredar tidak mencukupi kegiatan transaksi pada satu periode tertentu,

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. moneter melalui jalur harga aset finansial di Indonesia periode 2005: :12.

BAB 5 PENUTUP. moneter melalui jalur harga aset finansial di Indonesia periode 2005: :12. BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan menganalisis mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur harga aset finansial di Indonesia periode 2005:07 2014:12. Empat sistem persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keputusan investasinya. Selama ini kebijakan BI rate selalu

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keputusan investasinya. Selama ini kebijakan BI rate selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BI rate merupakan salah satu faktor yang digunakan investor dalam menentukan keputusan investasinya. Selama ini kebijakan BI rate selalu ditunggu oleh para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah perkembangan perekonomian Indonesia pada dasarnya di mulai seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian Indonesia secara dinamis

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal tempat diperjual belikannya keuangan jangka panjang seperti

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal tempat diperjual belikannya keuangan jangka panjang seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal tempat diperjual belikannya keuangan jangka panjang seperti utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif dan instrumen lainnya. Pasar modal merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter yang diambil. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. moneter yang diambil. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan moneter (monetary policy) memiliki peran yang sangat krusial dalam upaya pencapaian sasaran ekonomi makro. Pengambilan kebijakan moneter yang tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai indikator utama perekonomian (leading indicator of economy) mengurangi beban negara (Samsul, 2006: 43).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai indikator utama perekonomian (leading indicator of economy) mengurangi beban negara (Samsul, 2006: 43). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai indikator utama perekonomian (leading indicator of economy) negara dalam perekonomian modern seperti saat ini, pasar modal memiliki peran yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator sebuah negara apakah negara tersebut berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang meningkat setiap tahunnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki tingkat kesejahteraan penduduk yang relatif rendah. Oleh karena itu kebutuhan akan pembangunan nasional sangatlah diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter adalah merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter adalah merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN Kebijakan moneter adalah merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter dalam mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sementara investor pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan

BAB I PENDAHULUAN. sementara investor pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pasar modal merupakan lahan untuk mendapatkan modal investasi, sementara investor pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan uangnya. Setiap investor dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu perekonomian yang sehat dan dinamis membutuhkan sistem keuangan yang mampu menyalurkan dana secara efisien dari masyarakat penabung ke masyarakat yang memiliki

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh BI Rate terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh BI Rate terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh BI Rate terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama bulan Januari hingga Agustus 2008, bursa saham dunia mengalami penurunan yang berdampak pada pelaku lantai bursa, dunia usaha, dan perekonomian di berbagai negara

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PASAR, INSTITUSI KEUANGAN DAN TINGKAT BUNGA

PASAR, INSTITUSI KEUANGAN DAN TINGKAT BUNGA PASAR, INSTITUSI KEUANGAN DAN TINGKAT BUNGA 1. Proses Transfer Modal 2. Jenis Pasar Keuangan dan Institusi Keuangan 3. Bursa Saham 4. Efisiensi Pasar Modal 5. Konsep Tingkat Bunga Muniya Alteza Transfer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam bentuk peningkatan pendapatan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, siklus ekonomi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Di era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Di era globalisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan investasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam. kemajuan perekonomian suatu negara. Krisis moneter pada tahun 1997

I. PENDAHULUAN. Kegiatan investasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam. kemajuan perekonomian suatu negara. Krisis moneter pada tahun 1997 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan investasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kemajuan perekonomian suatu negara. Krisis moneter pada tahun 1997 mengakibatkan kondisi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7

I. PENDAHULUAN. rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Dasar-Dasar. Proses Valuasi. Top-down Analysis: 3 Pokok Analisis. 1. Perekonomian. Fiscal Policy. (Kebijakan Fiskal)

Dasar-Dasar. Proses Valuasi. Top-down Analysis: 3 Pokok Analisis. 1. Perekonomian. Fiscal Policy. (Kebijakan Fiskal) Proses Valuasi Dasar-Dasar Valuasi Top-down Analysis: 3 Pokok Analisis 1. Perekonomian Fiscal Policy Longgar: mendorong konsumsi (Kebijakan Fiskal) Ketat: memperlambat konsumsi Monetary Policy (Kebijakan

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja moneter difokuskan

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada BAB III METODE PENELITIAN Menurut Sugiyono (2013), Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat

Lebih terperinci

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute Kinerja dunia perbankan dalam menyalurkan dana ke masyarakat dirasakan masih kurang optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan jual beli produk antar negara tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 60 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Disain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-ekperimental, dengan jenis deskriptif, dan komparatif. Dilihat dari pengendalian variabel, penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan suatu negara memerlukan dana investasi dalam jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan suatu negara memerlukan dana investasi dalam jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu negara memerlukan dana investasi dalam jumlah yang tidak sedikit. Sumber dari luar tidak mungkin selamanya diandalkan untuk pembangunan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. bagi keuntungan masa depan, dengan demikian maka pengertian investasi dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. bagi keuntungan masa depan, dengan demikian maka pengertian investasi dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Investasi Menanamkan uang sekarang, berarti uang tersebut seharusnya dapat dikonsumsi namun karena kegiatan investasi

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat

Lebih terperinci