PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI"

Transkripsi

1

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 18 Juli 2011 Roisul Ma arif

3 ABSTRAK ROISUL MA ARIF, C Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM. Kegiatan perikanan pancing tonda cukup efektif untuk menangkap ikan tuna, namun hasil tangkapan ikan tuna lebih banyak berukuran kecil. Jenis ikan tuna yang dominan ditangkap adalah yellowfin tuna (Thunnus albacares). Penelitian ditujukan untuk mendeskripsikan kegiatan operasi penangkapan dan penanganan ikan tuna dengan menggunakan pancing tonda di Pacitan, menentukan tujuan pemasaran ikan tuna yang didaratkan di Pacitan serta menentukan komposisi dan kualitas hasil tangkapan ikan tuna dalam kaitannya dengan kelestarian sumberdaya tuna. Hasil tangkapan tuna untuk ekspor tidak dipasarkan di Pacitan, karena belum ada perusahaan untuk ekspor tuna di Pacitan. Salah satu daerah pemasaran produk ekspor tuna terdapat di Pasuruan. Hasil tangkapan tuna dengan bobot lebih dari 10 kg langsung dipasarkan ke Pasuruan, sedangkan tuna dengan bobot kurang dari 10 kg disalurkan melalui pasar lokal. Berdasarkan 150 sampel ikan tuna yang diuji, komposisi hasil tangkapan menunjukkan bahwa 48 ekor atau sekitar 32% ikan tuna sudah layak tangkap, sedangkan 102 ekor atau sekitar 68% ikan tuna tidak layak tangkap. Pengukuran organoleptik ikan tuna yang memenuhi syarat ekspor yaitu berjumlah 41 ekor (27,33%). Kata kunci: komposisi kualitas hasil tangkapan, komposisi ukuran, Pacitan, pancing tonda, sumberdaya tuna

4 Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

5 EVALUASI KEGIATAN PERIKANAN PANCING TONDA DI PACITAN TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TUNA ROISUL MA ARIF Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

6 Judul Skripsi : Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna Nama : NRP : Mayor : Roisul Ma arif C Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Dr.Ir.Tri Wiji Nurani, M.Si NIP Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si NIP Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr.Ir.Budy Wiryawan, M.Sc NIP Tanggal lulus: 20 Juni 2011

7 KATA PENGANTAR Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2010 ini adalah Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Dr.Ir.Tri Wiji Nurani, M.Si dan Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si atas arahan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini; 2. Dr.Ir.Muhammad Imron, M.Si selaku Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Dr.Ir.Domu Simbolon, M.Si selaku penguji tamu; 3. Dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas ilmu yang telah diberikan selama ini; 4. Drs. Suwoto, MH selaku Kepala Badan Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten Pacitan, Bapak Choirul Huda selaku pengelola PPP Tamperan, Bapak Djohan selaku Kepala UPT Pelayanan dan Pengembangan TPI Tamperan, Bapak Nurdin Toha selaku staff TPI Tamperan, Mas Fauzi, Bapak Marsono, dan Keluarga Besar Bapak Bibit Sumarno; 5. Papa, Mama, Eyang, dan Adik-adikku atas semua doa, nasehat, inspirasi, semangat serta kasih sayang kepada penulis; 6. Danang Setiawan, Oktavianto Prastyo D, dan Yudhi Romansyah atas bantuannya selama penelitian dan pengolahan data; 7. Keluarga Bagan PSP (Beni, Ade, Dudi, Reza, Ryan, dan Dede), keluarga PASMAD, dan Suci Y.M atas doa, dukungan dan semangatnya selama ini; 8. Teman-teman seperjuangan PSP 44, adik-adik PSP 45, dan PSP 46 atas segala dorongan, inspirasi dan semangat kepada penulis; 9. Pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Juni 2011 Roisul Ma arif

8

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... 1 PENDAHULUAN Halaman 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Ikan Kapal dan nelayan Alat tangkap pancing tonda Umpan Rumpon Hasil Tangkapan Deskripsi dan Klasifikasi Tuna Tingkah Laku Tuna Penyebaran dan Ruaya Tuna Kondisi Oseanografis yang Mempengaruhi Keberadaan Tuna Penanganan Tuna Penanganan tuna di atas kapal Penanganan tuna di pelabuhan perikanan Tujuan Pemasaran Tuna Kelestarian Sumberdaya Ikan METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Metode Pengumpulan Data Data primer Data sekunder Analisis Data Analisis kegiatan operasi penangkapan dan penanganan ikan Analisis pemasaran x xi xii viii

10 3.3.3 Analisis komposisi dan kualitas hasil tangkapan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kondisi geografi dan topografi Kondisi demografi Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Kabupaten Pacitan Daerah dan Musim Penangkapan Ikan Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPP Tamperan Unit penangkapan ikan Sarana dan prasarana PPP Tamperan HASIL PENELITIAN 5.1 Kegiatan Operasi Penangkapan dan Penanganan Ikan Unit penangkapan ikan Metode pengoperasian pancing tonda Penanganan hasil tangkapan di atas kapal Aspek Pemasaran Komposisi dan Kualitas Hasil Tangkapan Komposisi jenis hasil tangkapan tonda Komposisi ukuran tuna yang tertangkap Penanganan mutu hasil tangkapan ikan tuna PEMBAHASAN 6.1 Kegiatan Operasi Penangkapan dan Penanganan Ikan Aspek Pemasaran Komposisi dan Kualitas Hasil Tangkapan KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

11 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komponen pokok dan bahan dari sebuah rumpon Syarat mutu dan keamanan pangan untuk tuna segar sashimi Syarat mutu dan keamanan pangan untuk tuna loin segar Harga ikan tuna di Provinsi Jawa Timur tahun Luas wilayah perairan berdasarkan wilayah kewenangan Panjang pantai per kecamatan berdasarkan kondisi pantai Jumlah produksi perikanan tangkap per kecamatan di Kabupaten Pacitan tahun Perkembangan armada penangkapan ikan di PPP Tamperan tahun Perkembangan kapal tonda di PPP Tamperan tahun Perkembangan alat tangkap di PPP Tamperan tahun Perkembangan nelayan di PPP Tamperan tahun Fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang di PPP Tamperan Posisi pemasangan rumpon nelayan dan komposisi hasil tangkapan Posisi pemasangan rumpon bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan Harga ikan tuna yang ditetapkan oleh TPI PPP Tamperan Kabupaten Pacitan Karakteristik hidup ikan tuna Nilai organoleptik ikan tuna yang didaratkan oleh kapal tonda di PPP Tamperan x

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pancing tonda dalam operasi penangkapan Beberapa spesies ikan tuna Peta Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur Pengukuran panjang total ikan Beberapa lokasi TPI di Kabupaten Pacitan Konstruksi kapal tonda di Kabupaten Pacitan Alat tangkap pancing tonda dan bagian-bagiannya di Kabupaten Pacitan Nelayan pancing tonda di Kabupaten Pacitan Desain rumpon nelayan di Kabupaten Pacitan Pemberat dari cor semen Perbekalan yang dibutuhkan dalam setiap operasi penangkapan Penanganan ikan tuna di atas kapal Proses distribusi hasil tangkapan ikan tuna di Pacitan Komposisi berat total tuna yang didaratkan per kapal dan sampel berat total tuna per kapal Komposisi jenis hasil tangkapan tonda Komposisi ukuran tuna yang tertangkap Spesifikasi organoleptik ikan tuna xi

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Distribusi kisaran ukuran panjang tubuh ikan tuna (Thunnus sp) yang tertangkap Distribusi kisaran berat tubuh ikan tuna (Thunnus sp) yang tertangkap Data sheet untuk data utama Produksi per jenis ikan selama tahun di Kabupaten Pacitan Nilai-nilai organoleptik ikan xii

14 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan menyimpan potensi sumberdaya perikanan laut yang melimpah. Salah satu potensi yang ada adalah sumberdaya tuna. Perairan laut Indonesia kaya dengan sumberdaya ikan tuna karena terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia yang merupakan habitat utama ikan tuna. Wilayah perairan laut Indonesia, yang meliputi perairan pesisir (pedalaman), perairan teritorial, perairan laut dalam, dan ZEEI merupakan jalur migrasi beberapa jenis ikan tuna (Dahuri, 2008). Ikan tuna mempunyai daerah penyebaran yang sangat luas, hidup di perairan pantai dan lepas pantai, di daerah tropis dan subtropis, meliputi Samudra Hindia, Pasifik dan Atlantik. Penyebaran tidak dibatasi oleh garis lintang. Kelompok ikan tuna merupakan spesies yang mampu berenang cepat dan jauh, dan secara bergerombol menempuh jarak ribuan mil, melintasi samudra yang satu ke samudra lainnya (highly migratory species) (Nakamura, 1969). Salah satu cara atau jalan yang ditempuh untuk memenuhi permintaan ikan tuna, yaitu dengan penangkapan ikan tuna. Penangkapan ikan tuna dapat dilakukan dengan menggunakan pancing tonda (Nurani, 2010). Pancing tonda merupakan alat penangkapan ikan yang dioperasikan secara aktif dengan cara ditarik oleh perahu motor atau kapal kecil. Pancing tonda (pancing tarik) merupakan alat tangkap tradisional yang bertujuan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis seperti tuna, cakalang, dan tongkol yang biasa hidup dekat permukaan dan mempunyai nilai ekonomis tinggi dengan kualitas daging yang tinggi (Gunarso, 1998). Pancing tonda sangat terkenal di kalangan nelayan Indonesia karena harganya relatif murah dan pengoperasiannya sangat mudah untuk menangkap tuna berukuran kecil di dekat permukaan (Nugroho, 1992). Kabupaten Pacitan sebagai salah satu daerah di Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia menjadi tempat kegiatan perikanan tangkap yang sedang berkembang. Komoditas ikan yang terdapat di perairan Kabupaten Pacitan (Samudera Hindia) yaitu jenis ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang, tongkol, tenggiri, marlin, dan lemadang. Penangkapan tuna di perairan Kabupaten

15 2 Pacitan (Samudera Hindia) dilakukan dengan alat tangkap pancing tonda (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pacitan, 2009). Penangkapan tuna dengan menggunakan pancing tonda marak dilakukan di perairan Selatan Jawa (Samudra Hindia) (Nuramin, 2005; Handriana, 2007; Ross, 2008). Hasil tangkapan ikan tuna dengan menggunakan pancing tonda lebih banyak yang berukuran kecil. Penelitian yang dilakukan oleh (Handriana, 2007) mengatakan bahwa komposisi hasil tangkapan ikan tuna yang tertangkap oleh pancing tonda dengan menggunakan alat bantu rumpon di perairan Palabuhanratu mempunyai berat rata-rata sekitar 4,22 kilogram (kg). Hasil tangkapan ikan tuna tersebut tidak menguntungkan secara ekonomi, karena ikan tuna untuk ekspor harus mempunyai berat lebih dari 25 kg/ekor (BSN, 1992). Tujuan utama usaha perikanan tuna adalah produk dengan kualitas ekspor, khususnya dalam bentuk tuna segar (fresh tuna) (Nurani, 2010). Pasar Jepang khusus untuk produk tuna segar dan tuna beku sashimi (Nurani & Wisudo, 2007). Produk tuna ekspor segar untuk fresh sashimi adalah ikan tuna yang memiliki nilai organoleptik minimal 7 (BSN, 2006 a ). Apabila penangkapan ikan tuna berukuran kecil terus dilakukan, maka keberlangsungan hidup dan kelestarian sumberdaya tuna akan terganggu. Oleh karena itu penelitian mengenai Evaluasi Kegiatan Perikanan Pancing Tonda di Pacitan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Tuna penting dilakukan. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan kegiatan operasi penangkapan dan penanganan ikan tuna dengan menggunakan pancing tonda di Pacitan; 2) Menentukan tujuan pemasaran ikan tuna yang didaratkan di Pacitan; 3) Menentukan komposisi dan kualitas hasil tangkapan ikan tuna dalam kaitannya dengan kelestarian sumberdaya tuna yang didaratkan di Pacitan. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai: 1) Informasi bagi nelayan mengenai penanganan ikan tuna yang baik di atas kapal dan komposisi ikan tuna yang layak untuk ditangkap;

16 3 2) Informasi bagi pengusaha perikanan mengenai kriteria-kriteria yang baik untuk tuna ekspor segar; 3) Informasi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan pengelolaan perikanan pancing tonda di Pacitan.

17 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Ikan Kapal dan nelayan Konstruksi kapal tonda terbuat dari kayu. Ruang kemudi terletak di bagian buritan, ruang mesin berada di bagian tengah, di bagian atas ruang kemudi terdapat ruang ABK (Anak Buah Kapal), palka ikan terletak di bagian haluan. Kapal pancing tonda berukuran sekitar 3-10 GT, terbuat dari kayu jati (Tektona grandis) dan kayu ulin (Eusiderrixylon spp.). Dimensi kapal adalah panjang (LOA) 10,75-12 meter (m), lebar (B) 2,85-3,50 meter (m), tinggi (D) 1-1,5 meter (m). Kapal tonda menggunakan mesin dalam (inboard engine), berkekuatan sekitar PK. Berbagai merek mesin biasa digunakan seperti mesin Kubota atau mesin Yanmar (Nurani, 2010). Penangkapan ikan dengan pancing tonda dilakukan pada siang hari. Tiap perahu biasanya membawa lebih dari dua buah pancing yang ditonda sekaligus. Penondaan dilakukan dengan mengulur tali kurang lebih dua per tiga dari seluruh panjang tali pancing yang disediakan (Subani & Barus, 1989). Satu kapal tonda akan menarik 4 tali pancing di sisi kanan kapal, 4 di sisi kiri dan 2 di belakang (Nurani, 2010). Pancing tonda umumnya dioperasikan dengan perahu kecil, jumlah nelayan yang mengoperasikannya sebanyak 4-6 orang yang terdiri 1 orang nakhoda merangkap fishing master, 1 orang juru mesin dan 2-4 orang ABK yang masingmasing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan berlangsung (Sainsbury, 1971). Kecepatan perahu pada saat menonda mempengaruhi keberhasilan penangkapan sesuai dengan tujuan ikan sasaran. Perahu/kapal untuk menangkap ikan pelagis jenis ikan umpan, kecepatan menonda harus lambat (1-3 knot). Waktu penangkapan ikan cakalang dan tuna muda di pagi hari dengan kecepatan perahu sekitar 4-5 knot, dan pada siang hari kecepatan menonda sekitar 7-8 knot (Nugroho, 1992).

18 Alat tangkap pancing tonda Pancing tonda merupakan salah satu alat penangkap ikan yang termasuk dalam kelompok pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh perahu atau kapal (Sudirman, 2004). Banyak bentuk dan macam pancing tonda (troll line) yang pada prinsipnya adalah sama (Subani & Barus, 1989). Sumber: Subani dan Barus, 1989 Gambar 1 Pancing tonda dalam operasi penangkapan. Alat tangkap ini ditujukan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang biasa hidup dekat permukaan, mempunyai nilai ekonomis tinggi dan mempunyai kualitas daging dengan mutu tinggi (Gunarso, 1998). Sainsbury (1986) menegaskan bahwa kunci keberhasilan penangkapan umumnya banyak ditentukan oleh: 1) Kemampuan pendugaan tempat pengkonsentrasian yang banyak didiami jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan; 2) Kesiapan ikan-ikan untuk memakan umpan; 3) Kemampuan untuk mengetahui keadaan suhu dan gradiasi suhu maupun termoklin yang ada di daerah penangkapan tersebut, karena ikan-ikan pelagis yang hidup dekat permukaan ini umumnya sangat sensitif terhadap hal ini;

19 6 4) Bunyi yang dihasilkan baik oleh mesin maupun propeler kapal dapat mengganggu dan mengusir ikan-ikan yang membuntuti kapal yang sedang dioperasikan. Sehubungan hal ini, perahu atau kapal yang digerakkan oleh tenaga layar, tampaknya justru akan lebih baik Umpan Umumnya ikan mendeteksi mangsa melalui reseptor yang dimilikinya, dan hal ini bergantung pada jenis reseptor tertentu yang mendominasi pada jenis ikan tersebut. Pemilihan umpan disesuaikan dengan kesukaan makan ikan sasaran, dengan mempertimbangkan kemampuan ikan mendeteksi makanan (Gunarso, 1998). Umumnya pancing tonda menggunakan umpan tiruan (imitation bait), ada pula yang menggunakan umpan benar (true bait). Umpan tiruan tersebut bisa dari bulu ayam (chicken feaders), bulu domba (sheep wools), kain-kain berwarna menarik, bahan dari plastik berbentuk miniatur menyerupai aslinya (misalnya: cumi-cumi, ikan, dan lain-lainnya) (Subani & Barus, 1989). Umpan merupakan satu-satunya perangsang bagi ikan untuk mendekati mata pancing dalam pengoperasian pancing tonda. Ukuran umpan tergantung ukuran mata pancing, pancing ukuran 10 menggunakan ukuran umpan 2,5 cm; pancing ukuran 9 menggunakan umpan 6,5 cm; pancing ukuran 5-7 menggunakan umpan ukuran 10,5 cm (Nurani, 2010) Rumpon Rumpon biasa juga disebut dengan Fish Agregation Device (FAD), yaitu suatu alat bantu penangkapan yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul dalam suatu catchable area. Bahan dan komponen dari rumpon bermacammacam, tetapi secara ringkas setiap rumpon terdiri dari beberapa komponen seperti pada Tabel 1. Di Indonesia, umumnya rumpon masih menggunakan bahan-bahan alami, sehingga daya tahannya juga sangat terbatas. Nelayan umumnya menggunakan pelampung dari bambu, sedangkan tali temalinya masih menggunakan bahan alamiah, biasanya dari rotan dan pemberatnya menggunakan batu sedangkan atraktornya daun kelapa. Rumpon jenis ini biasanya dipasang di perairan dangkal dengan tujuan untuk mengumpulkan ikan-ikan pelagis kecil.

20 7 Rumpon laut dalam menggunakan tali-temali dari sintetic fibres (tali nylon), dengan tujuan utama mengumpulkan ikan layang, tuna, dan cakalang. Tabel 1 Komponen pokok dan bahan dari sebuah rumpon No. Komponen Bahan 1 Float Bambu Plastik 2 Tali Tambat (mooring line) Tali Wire Rantai Swivel 3 Pemikat ikat (atractor) Daun kelapa Jaring bekas 4 Pemberat (bottom sinker) Batu Beton Sumber: Sudirman, Hasil Tangkapan Hasil tangkapan utama untuk tonda perairan permukaan yaitu tongkol, cakalang, tenggiri, madidihang, setuhuk, alu-alu, sunglir, beberapa jenis kwe. Hasil tangkapan lapisan dalam terutama berupa cumi-cumi, sedangkan untuk lapisan dasar terutama manyung, pari, cucut, gulamah, senangin, kerapu, dan lainlain (Subani & Barus, 1989). Jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan antara lain jenis ikan bonito (Scomberomerous sp.), tuna, salmon, cakalang, tenggiri, dan lainnya melalui bagian belakang maupun samping kapal yang bergerak tidak terlalu cepat, dilakukan penarikan sejumlah tali pancing dengan mata-mata pancing yang umumnya tersembunyi dalam umpan buatan. Ikan-ikan akan memburu dan menangkap umpan-umpan buatan tersebut, hal ini tentu saja memungkinkan mereka untuk tertangkap (Gunarso, 1998). 2.3 Deskripsi dan Klasifikasi Tuna Menurut taksonomi (sistematika ikan), jenis-jenis ikan tuna termasuk ke dalam Famili Scombridae. Secara global, terdapat 7 spesies ikan tuna yang memiliki nilai ekonomis penting, yaitu albacore (Thunnus alalunga), bigeye tuna (Thunnus obesus), atlantic bluefin tuna (Thunnus thynnus), pacific bluefin tuna (Thunnus oreintalis), southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii), yellowfin tuna

21 8 (Thunnus albacares), dan skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), kecuali pacific bluefin dan southern bluefin tuna, kelima spesies tuna lainnya hidup dan berkembang di perairan Samudra Pasifik, Atlantik, dan Hindia (Dahuri, 2008). Menurut Saanin (1984), ikan tuna diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Animalia Filum: Chordata Kelas: Pisces Ordo: Percomorphi Famili: Scombridae Species: Thunnus alalunga Thunnus obesus Thunnus thynnus Thynnus oreintalis Thunnus maccoyii Thunnus albacores Tuna Sirip Biru Atlantik Thunnus thynnus Tuna Sirip Biru Pasifik Thunnus oreintalis Sumber: Subani, 1999 dan Encylopedia of Life, 2009 Gambar 2 Beberapa spesies ikan tuna.

22 9 Menurut Collette (1994) ikan tuna dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Albacore (Thunnus alalunga) Ikan tuna jenis ini membentuk busur kuat ke arah belakang dibanding dengan jenis ikan tuna lain. Sirip dada sangat panjang mencapai 30% panjang tubuh atau berkisar lebih dari 50 cm. Albacore tersebar di semua perairan tropik dan perairan-perairan bersuhu sedang. Ikan ini bersifat epipelagik, mesopelagik, dan oceanic. Tempat penyebarannya pada kedalaman antara 300 m dan maksimal pada 600 m. Ukuran panjang badan maksimal tuna ini adalah 120 cm dengan berat badan maksimal 60 kg. 2) Bigeye (Thunnus obesus) Bigeye merupakan salah satu jenis ikan tuna dengan ukuran besar, sirip dada cukup panjang pada individu yang besar dan dapat menjadi sangat panjang pada ukuran tuna yang masih kecil. Warna bagian bawah perut putih, garisgaris sisi seperti sabuk biru yang membujur di sepanjang badan. Ikan tuna jenis bigeye ini memiliki dua sirip punggung (D1) berwarna kuning terang sedangkan sirip punggung dua (D2) berwarna kuning muda. Jari-jari sirip tambahan berwarna kuning terang dan sedikit hitam pada ujungnya. Penyebaran bigeye dari perairan tropis ke subtropis yang biasanya berada pada kedalaman hingga 200 meter. Ukuran panjang bigeye dapat mencapai lebih dari 200 cm dengan berat badan maksimal 200 kg. 3) Atlantic Bluefin (Thunnus thynnus) Panjang total atlantic bluefin maksimal hingga 458 cm dengan berat badan maksimal 684 kg. Ikan ini bersifat pelagis dan oceanodromus. Ikan ini biasanya berada pada lapisan kedalaman antara m. Pada perairan sebelah barat Atlantik, Atlantic Bluefin ditemukan di perairan Kanada, Teluk Meksiko, dan Laut Karibia hingga Venezuela dan Brazil. Ikan ini juga ditemukan menyebar pada perairan timur Atlantik, termasuk Mediterania dan Laut Hitam, namun ikan tuna jenis ini tidak terdapat di Indonesia. Sirip punggung kedua dari Atlantic Bluefin lebih tinggi dari sirip punggung yang pertama. Sirip dada sangat pendek kurang dari 80% panjang kepala, sisi bawah perut berwarna putih.

23 10 4) Pacific Bluefin (Thunnus oreintalis) Panjang cagak maksimal pacific bluefin hingga 300 cm dengan berat maksimal 198 kg, bersifat pelagis dan oceanodromus, namun pada musimmusim tertentu mendekat ke pesisir pada perairan pasifik utara (Teluk Alaska-selatan California, dan dari Pulau Saklir hingga selatan Laut Filiphina). Ikan tuna jenis ini tidak terdapat di perairan Indonesia. Feeding habit ikan pacific bluefin adalah sebagai predator dengan memangsa bermacam schooling kecil ikan atau cumi-cumi, juga kepiting dan organisme sesil. 5) Southern Bluefin (Thunnus maccoyii) Tuna jenis southern bluefin merupakan salah satu jenis ikan terbesar, sirip dadanya sangat pendek (kurang dari 80% panjang kepala), dan tidak pernah mencapai jarak antara kedua sirip punggung. Warna bagian bawah perut putih keperakan dengan garis melintang yang tidak berwarna berselangselang dengan deretan bintik yang tidak berwarna, hal ini akan terlihat pada southern bluefin dalam keadaan segar. Southern bluefin menyebar di seluruh bagian selatan dan Samudera Hindia pada suhu 5-10 C. Ikan ini bersifat epipelagic dan oceanic di air bersuhu dingin. Ikan ini bertelur dan berlarva pada suhu C. Ikan dewasa secara musiman beruaya ke daerah hangat pada kedalaman hingga 50 meter di bawah permukaan air. Panjang maksimal ikan ini mencapai cm. 6) Yellowfin (Thunnus albacares) Yellowfin tuna termasuk jenis ikan berukuran besar, mempunyai dua sirip dorsal dan sirip anal yang panjang. Sirip dada (pectoral fin) melampaui awal sirip punggung (dorsal) kedua, tetapi tidak melampaui pangkalnya. Ikan tuna jenis ini bersifat pelagic, oceanic, berada di atas dan di bawah termoklin. Ikan jenis yellowfin biasanya membentuk schooling (gerombolan) di bawah permukaan air pada kedalaman kurang dari 100 meter. Ukuran panjang yellowfin dapat mencapai lebih dari 200 cm dengan rata-rata 150 cm, berat badan maksimal 200 kg.

24 Tingkah Laku Tuna Ikan tuna biasa dalam schooling (bergerombol) saat mencari makan, jumlah schooling bisa terdiri dari beberapa ekor maupun dalam jumlah banyak (Nakamura, 1969). Kondisi lingkungan (faktor-faktor fisika dan kimia) perairan berpengaruh terhadap pergerakan (migrasi) ikan tuna, namun pergerakan ikan tuna dewasa lebih disebabkan oleh naluri (instinct)-nya dalam mendapatkan (mengejar) makanan. Ikan-ikan tuna kecil (stadium larva dan juvenil), pergerakannya lebih banyak ditentukan oleh arus laut. Ikan tuna berumur muda lebih menyenangi hidup di daerah-daerah perairan laut yang berkadar garam (salinitas) relatif rendah, seperti perairan dangkal di sekitar pantai (Dahuri, 2008). Aktivitas harian erat hubungannya dengan aktivitas mencari makan, albacore memburu mangsa pada siang hari, terkadang juga pada malam hari dengan puncak keaktifan pada pagi dan sore hari. Madidihang aktif mencari mangsa pada siang hari (Gunarso, 1985). 2.5 Penyebaran dan Ruaya Tuna Penyebaran jenis-jenis tuna tidak dipengaruhi oleh perbedaan bujur melainkan dipengaruhi oleh perbedaan lintang (Nakamura, 1969). Di perairan Indonesia, yellowfin tuna dan bigeye tuna didapatkan di perairan pada daerah antara 15 LU 15 LS, dan melimpah pada daerah antara 0-15 LS seperti daerah pantai Selatan Jawa dan Barat Sumatera (Nurhayati, 1995). Penyebaran ikan-ikan tuna di kawasan barat Indonesia terutama terdapat di perairan Samudra Hindia. Di perairan ini, terjadi percampuran antara perikanan tuna lapis dalam, yang dieksploitasi dengan alat rawai tuna, dengan perikanan tuna permukaan yang dieksploitasi menggunakan alat tangkap pukat cincin, gillnet, tonda dan payang (Sedana, 2004). Menurut Dahuri (2008), ikan madidihang dan mata besar terdapat di seluruh wilayah perairan laut Indonesia. Sedangkan, albacore hidup di perairan sebelah barat Sumatera, selatan Bali sampai dengan Nusa Tenggara Timur. Ikan tuna sirip biru selatan hanya hidup di perairan sebelah selatan Jawa sampai ke perairan Samudra Hindia bagian selatan yang bersuhu rendah (dingin).

25 Kondisi Oseanografis yang Mempengaruhi Keberadaan Tuna Tiga faktor lingkungan perairan laut yang mempengaruhi kehidupan ikan tuna adalah suhu, salinitas, dan kandungan oksigen (dissolved oxygen). Secara umum, ikan tuna dapat tumbuh dan berkembang biak secara optimal pada perairan laut dengan kisaran suhu 20 C 30 C. Sebagai perairan laut tropis yang mendapatkan curahan sinar matahari sepanjang tahun, massa air permukaan laut Indonesia memiliki suhu rata-rata tahunan 27 C 28 C, dengan fluktuasi relatif kecil. Artinya, ikan tuna bisa berada di perairan laut Indonesia sepanjang tahun. Bahkan diperkirakan, perairan laut Indonesia menjadi salah satu tujuan migrasi utama gerombolan ikan tuna, baik yang berasal dari belahan bumi selatan (Samudra Hindia) maupun dari belahan bumi utara (Samudra Pasifik) (Dahuri, 2008). Jenis ikan tuna madidihang (yellowfin tuna) lebih menyukai hidup di sekitar lapisan termoklin dengan kisaran suhu perairan antara 18 C 31 C. Umumnya, daerah ini terletak di sekitar permukaan laut sampai kedalaman 100 m. Daerah penangkapan madidihang masih cukup baik di perairan dengan suhu sampai 14 C (Dahuri, 2008). Tuna mata besar (Thunnus obesus) merupakan jenis yang memiliki toleransi suhu yang paling besar, yaitu berkisar antara 11-28ºC dengan kisaran suhu penangkapan antara 18-23ºC (Uda, 1952 vide Supadiningsih, 2004). Ikan tuna sirip biru selatan bisa hidup optimal di perairan laut dengan kisaran suhu 5 C 20 C. Ikan cakalang dapat hidup di perairan dengan kisaran suhu 16 C 30 C, tetapi suhu yang optimal adalah 19 C 23 C (Dahuri, 2008). Kandungan oksigen terlarut dalam perairan laut mempengaruhi fisiologi ikan tuna. Kisaran kandungan oksigen yang optimal bagi yellowfin tuna adalah 1,5 2,5 ppm (mg per liter); untuk bigeye 0,5 1,0 ppm; untuk albakora 1,7 1,9 ppm; dan untuk cakalang 2,5 3,0 ppm (Dahuri, 2008).

26 Penanganan Tuna Penanganan tuna di atas kapal Menurut Nurani dan Wisudo (2007), cara penanganan tuna di atas kapal, khususnya untuk produk yang langsung diolah dalam bentuk beku (frozen) untuk bahan sashimi meliputi: 1) Persiapan untuk melakukan penanganan tuna yaitu pisau yang akan digunakan untuk memotong harus setajam mungkin. Pada waktu menangani ikan, suhu ikan harus terus dijaga agar tidak naik dengan cara ikan terus dibersihkan dengan air yang disemprotkan dari hose (slang), demikian juga dijaga agar tidak timbul luka-luka di tubuh ikan. 2) Membunuh ikan dengan cara memasukkan spike (batang besi tajam) pada otak ikan yang dilakukan dengan sangat hati-hati. Jika proses ini dilakukan dengan tidak hati-hati dapat merusak tekstur daging ikan. Segera diusahakan untuk mengeluarkan darah dari badan ikan. 3) Pemotongan ekor dilakukan di belakang sirip ekor 4 yaitu tepat diantara tulang batang ekor. Pemotongan harus dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam. Jika cara pemotongan tidak tepat, proses pengeluaran darah akan terhambat yang dapat menimbulkan noda pada daging tuna. 4) Pemotongan nadi darah pada kedua sirip dada. Pemotongan dimaksudkan untuk mengeluarkan darah dari jantung, proses ini juga harus dilakukan dengan cepat. Pemotongan dilakukan dari tempat nadi darah yang paling jauh dari jantung ke tempat nadi darah yang terdekat. Darah dari jantung akan keluar melalui nadi darah secara berurutan dengan memotong kedua sirip dada. 5) Pengeluaran darah masih terus dilanjutkan dengan cara memotong nadi darah dari insang ke jantung. Pengeluaran darah dilakukan dengan cara memasukkan hose atau slang karet yang diselipi pipa besi atau alumunium atau sejenisnya. Urat nadi darah dari insang yang menyambung ke jantung dipotong lalu dimasukkan hose. Air laut dihisap melalui hose, disemprotkan antara insang dan jantung untuk membersihkan darah-darah yang keluar. 6) Pemotongan insang yang ditujukan untuk menghindari ikan dari akumulasi bakteri. Insang adalah tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Ada

27 14 beberapa cara pemotongan insang yang dapat dilakukan yaitu: 1) memasukkan pisau dan memotong semua nadi darah yang terkumpul di bawah insang, 2) memasukkan pisau dan memotong nadi darah di sudut segitiga insang, 3) memasukkan dan memotong nadi darah di kedua sisi perut sampai di bagian depan sirip dada, serta dapat pula dengan cara memasukkan dan memotong di bagian depan jantung. Pembuangan insang harus bersih, dengan kata lain penampilan (performance) tuna harus baik. 7) Mematikan syaraf dengan cara mematikan nadi syaraf dari ekor bagian belakang yang tersambung ke depan, dengan mematikan syaraf ini berarti ikan tersebut betul-betul sudah mati. Proses pengeluaran darah harus dalam waktu sesingkat-singkatnya, karena waktu untuk mematikan ikan sampai ikan itu mati dapat mempengaruhi kelancaran keluarnya darah dari badan ikan. 8) Pembuangan isi perut dilakukan dengan cara membelah perut yang dimulai dari bagian dubur ikan sampai ke bagian sirip dada. Semua isi perut, jangan sampai ada yang tertinggal sedikitpun. Selaput perut juga harus dibuang. 9) Terakhir dilakukan pencucian, dimulai terutama dari tempat-tempat yang terpotong atau teriris. Darah harus dikeluarkan sampai bersih. Darah yang masih tertahan atau terkumpul akan menyebabkan proses pembekuan tidak merata dan tidak berjalan dengan baik. Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2006 b ) melalui SNI , penanganan dan pengolahan tuna segar untuk sashimi terdiri dari: 1) Penerimaan (1) Potensi bahaya: mutu bahan baku kurang baik, ukuran dan jenis tidak sesuai, kontaminasi bakteri patogen dan terdapatnya mata pancing. (2) Tujuan: mendapatkan bahan baku yang memenuhi persyaratan mutu dan terhindar dari kontaminasi bakteri patogen serta bebas dari mata pancing. (3) Petunjuk: tuna segar yang diterima pada unit pengolahan ditangani secara cepat, cermat dan bersih serta suhu pusat ikan diperhatikan maksimal 4,4 C. Pemeriksaan terhadap mata pancing dilakukan terhadap setiap ikan dengan membuka insang dan mulut.

28 15 2) Pencucian 1 (1) Potensi bahaya: kotoran dan kontaminasi bakteri. (2) Tujuan: membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri. (3) Petunjuk: pencucian dilakukan dengan cara mengusap bagian tubuh ikan dengan air dingin. Pengusapan dilakukan searah dengan susunan sisik mulai dari kepala sampai ekor. Proses dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta suhu pusat ikan dipertahankan maksimal 4,4 C. 3) Pemotongan sirip (1) Potensi bahaya: kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen, masih ada sirip. (2) Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih dari sirip serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: sirip ikan dipotong secara manual dari arah ekor ke kepala. Pemotongan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat ikan maksimal 4,4 C. 4) Sortasi mutu (grading) (1) Potensi bahaya: kemunduran mutu. (2) Tujuan: mendapatkan mutu yang sesuai dengan yang telah ditentukan. (3) Petunjuk: sortasi dilakukan terhadap mutu (grading). Selama sortasi ikan ditangani secara cepat, cermat dan bersih serta suhu pusat ikan dipertahankan maksimal 4,4 C. 5) Pencucian 2 (1) Potensi bahaya: kotoran dan kontaminasi bakteri. (2) Tujuan: membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri. (3) Petunjuk: pencucian dilakukan dengan cara mengusap pada bagian tubuh ikan dengan air dingin. Pengusapan dilakukan searah dengan susunan sisik mulai dari kepala sampai ekor. Proses dilakukan dengan cepat, cerrmat dan saniter serta suhu pusat ikan dipertahankan maksimal 4,4 C.

29 16 6) Penimbangan (1) Potensi bahaya: kemunduran mutu, kekurangan berat dan kontaminasi bakteri patogen. (2) Tujuan: mendapatkan berat tuna yang sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: ikan ditimbang satu persatu menggunakan timbangan yang telah dikalibrasi. Penimbangan dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat ikan maksimal 4,4 C. 7) Penyimpanan dingin atau tanpa penyimpanan dingin (1) Potensi bahaya: histamin. (2) Tujuan: mencegah terjadinya peningkatan histamin. (3) Petunjuk: apabila tuna segar menunggu waktu untuk dipasarkan maka dilakukan penampungan dalam ruang pendingin atau dengan es kering dan tetap mempertahankan suhu pusat ikan maksimal 4,4 C. 8) Pengusapan (swabbing) bila dilakukan penyimpanan dingin (1) Potensi bahaya: kotoran dan kontaminasi bakteri. (2) Tujuan: membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri. (3) Petunjuk: pengusapan dilakukan dengan cara mengusap pada bagian tubuh ikan memakai spons yang sudah direndam dengan air dingin. Pengusapan dilakukan searah dengan susunan sisik mulai dari kepala sampai ekor. Proses dilalukan dengan cepat, cermat, dan saniter. 9) Pengepakan dan pelabelan (1) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri, kerusakan fisik dan kesalahan label. (2) Tujuan: melindungi produk dari kontaminasi bakteri dan kerusakan fisik selama transportasi dan penyimpanan serta ketidaksesuaian label. (3) Petunjuk: ikan ditimbang lalu disusun dalam wadah dengan penambahan es dan pelabelan dilakukan sesuai dengan SNI , Pengemasan ikan segar melalui sarana angkutan udara.

30 17 10) Pengemasan (1) Bahan kemasan Bahan kemasan untuk tuna segar sashimi sesuai dengan SNI , Pengemasan ikan segar melalui sarana angkutan udara. (2) Teknik pengemasan 11) Syarat penandaan Produk akhir dikemas sesuai dengan SNI , Pengemasan ikan segar melalui sarana angkutan udara. Dalam sistem penandaan dan pemberian kode dilakukan dengan sebaik mungkin. Setiap produk tuna segar untuk sashimi yang akan dipasarkan diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca, menggunakan bahasa yang dipersyaratkan disertai keterangan sekurang-kurangnya sebagai berikut: jenis produk, berat bersih produk, bila ada bahan tambahan lain diberi keterangan bahan tersebut, nama dan alamat unit pengolahan secara lengkap, tanggal, bulan, tahun produksi, dan tahun kadaluarsa. Tabel 2 Syarat mutu dan keamanan pangan untuk tuna segar sashimi Jenis Uji Satuan Persyaratan 1) Organoleptik Angka (1-9) minimal 7 2) Cemaran mikroba* 1. ALT 2. Escherichia coli 3. Salmonella 4. Vibrio cholera koloni/g APM/g APM/g APM/g maksimal 5,0 x 10 5 maksimal <2 negatif negative 3) Cemaran kimia* 1. Raksa (Hg) 2. Timbal (Pb) 3. Histamin 4. Kadmium (Cd) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg maksimal 1 maksimal 0,4 maksimal 100 maksimal 0,5 4) Fisika 1. Suhu pusat C maksimal 4,4 5) Parasit Ekor 0 Catatan* Bila diperlukan Sumber: BSN, 2006 a

31 18 Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2009) melalui SNI :2009, teknik penanganan dan pengolahan untuk bahan baku tuna segar terdiri dari: 1) Penerimaan (1) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen, kemunduran mutu dan histamin. (2) Tujuan: mendapatkan bahan baku yang bebas dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik dan uji histamin, untuk mengetahui mutunya. Penanganan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan suhu produk 0 C-4,4 C untuk bahan baku segar dan -18 C atau lebih rendah untuk bahan baku beku. Bahan baku diidentifikasi dan diberi kode untuk kemudahan dalam penelusuran (traceability) dan dipertahankan sampai tahapan produk akhir. 2) Penyiangan (1) Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen. (2) Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih, tanpa kepala dan isi perut serta mereduksi kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangin dengan cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat produk 0 C- 4,4 C. 3) Pencucian (1) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen dan kemunduran mutu. (2) Tujuan: menghilangkan sisa kotoran darah yang menempel di tubuh ikan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk 0 C-4,4 C.

32 19 4) Pembuatan loin (1) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen. (2) Tujuan: mendapatkan bentuk loin sesuai dengan ukuran yang ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian secara membujur. Proses pembutan loin dilakukan secara tepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 0 C-4,4 C. 5) Pembuangan kulit dan perapian (1) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen, terdapat tulang, daging hitam dan kulit. (2) Tujuan: mendapatkan loin yang rapi dan bebas dari tulang, daging hitam dan kulit serta terhindar dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: tulang, daging hitam dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga bersih. Pembuangan kulit dan perapian dilakukan secara cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk. 6) Sortasi mutu (1) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen. (2) Tujuan: mendapatkan loin dengan mutu sesuai spesifikasi. (3) Petunjuk: sortasi mutu dilakukan dengan mengelompokkan produk sesuai spesifikasi, secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk. 7) Pembungkusan (wrapping) (1) Potensi bahaya: pembungkusan kurang sempurna dan kontaminasi bakteri patogen. (2) Tujuan: mendapatkan loin dalam kemasan yang sempurna dan terhindar dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: loin yang sudah rapi selanjutnya dikemas dalam plastik vacum dan tidak vacum secara individual dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk.

33 20 8) Penimbangan (1) Potensi bahaya: kemunduran mutu, kekurangan berat dan kontaminasi bakteri patogen. (2) Tujuan: mendapatkan berat loin yang sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. (3) Petunjuk: loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan 9) Pengepakan timbangan yang sudah dikalibrasi dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk. (1) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen dan kesalahan label. (2) Tujuan: melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan selama transportasi dan penyimpanan serta sesuai dengan label. (3) Petunjuk: loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan plastik dan dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat dan saniter. Tabel 3 Syarat mutu dan keamanan pangan untuk tuna loin segar Jenis Uji Satuan Persyaratan 1) Sensori Angka (1-9) minimal 7 2) Cemaran mikroba* 1. ALT 2. Escherichia coli 3. Salmonella 4. Vibrio cholera koloni/g APM/g APM/g APM/g maksimal 5,0 x 10 5 maksimal <3 negatif negatif 3) Cemaran kimia* 1. Raksa (Hg) 2. Timbal (Pb) 3. Kadmium (Cd) mg/kg mg/kg mg/kg maksimal 1,0 maksimal 0,4 maksimal 0,1 4) Fisika 1. Suhu pusat C maksimal 4,4 5) Parasit Ekor 0 Catatan* bila diperlukan Sumber: BSN, Penanganan tuna di pelabuhan perikanan Penanganan tuna di Pelabuhan Perikanan (PP) dilakukan secara hati-hati, untuk menjaga tuna masih tetap dalam kualitas yang baik. Kapal tuna dengan produk frozen yang ditujukan untuk bahan sashimi, biasanya akan membongkar

34 21 tuna pada malam hari, dan dilakukan secara transhipment dari kapal ke kapal. Produk yang tidak masuk kualitas ekspor akan dibongkar siang hari, dijual kepada perusahaan pengolahan tuna atau dibawa ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) untuk dilelang. Kapal-kapal fresh tuna melakukan bongkar ikan di PP pada siang hari. Proses penanganannya dilakukan secara hati-hati dan diperlukan fasilitas khusus untuk menjaga kualitas tuna agar tetap segar dan berkualitas baik. Menurut Nurani dan Wisudo (2007), proses pembongkaran tuna dari kapal fresh tuna meliputi: 1) Pembongkaran (unloading) tuna dari dalam palka dengan menggunakan crane. Pembongkaran dilakukan secara hati-hati untuk menjaga tuna dari kerusakan fisik. Selama pembongkaran tuna selalu dijaga kesegarannya dengan menyemprotkan air menggunakan slang. Penyemprotan disamping untuk membersihkan tuna dari lendir, kotoran dan darah, juga untuk mencegah naiknya suhu tubuh guna menghambat pertumbuhan bakteri. 2) Tuna dipindahkan dari kapal ke transhit sheed untuk dilakukan penanganan sementara dan seleksi kualitas. Proses pemindahan tuna ke transhit sheed memerlukan fasilitas khusus yaitu ditutup atap plastik, guna menjaga agar tidak terkena sinar matahari. Hal ini dimaksudkan juga agar suhu tubuh tuna tidak naik yang berakibat pada peningkatan pertumbuhan bakteri. 3) Di dalam transhit sheed dilakukan seleksi kualitas (grading). Grading dimaksudkan untuk menyeleksi tuna yang memenuhi standar kualitas ekspor untuk produk fresh tuna. Tuna yang tidak memenuhi kualitas fresh tuna ekspor akan dijual kepada perusahaan pengolahan tuna atau dijual ke TPI untuk dilelang. 4) Ikan tuna yang memenuhi kualitas ekspor ditangani lebih lanjut dengan membuang sirip-sirip, membersihkan sisa-sisa insang dan isi perut. Selanjutnya ikan tuna ini akan diekspor dalam bentuk segar dengan menggunakan transportasi udara. 5) Sebelum ditransportasikan dengan menggunakan transportasi udara, ikan tuna terlebih dahulu dilakukan pengemasan. Produk dikemas dengan cara dimasukkan ke dalam styrofoam atau boks karton, sebelumnya tuna

35 22 dibungkus dengan kantong plastik. Satu boks berisi 1 atau 2 ekor tuna segar. Di dalam boks karton atau styrofoam dimasukkan beberapa potong dry ice yang berguna untuk menjaga tingkat kesegaran ikan. Selanjutnya boks karton atau styrofoam ditutup dengan menggunakan lack ban dan produk siap untuk diekspor. Ekspor menggunakan ruang bagasi di dalam pesawat terbang dengan biaya sekitar 250 yen per kg tuna. 2.8 Tujuan Pemasaran Tuna Kelompok ikan tuna memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan tingkat permintaannya terus meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan permintaan (demand) ini terutama disebabkan oleh kegemaran masyarakat Jepang menyantap sushi dan sashimi sejak dasa warsa terakhir ini (Dahuri, 2008). Kualitas ikan tuna akan terkait dengan harga. Harga ikan tuna paling tinggi adalah kualitas fresh tuna (kualitas A) untuk bahan sashimi. Kualitas di bawahnya adalah fresh tuna (kualitas B + ) untuk tujuan pasar Amerika dan Uni Eropa. Kualitas B dan C masuk ke industri pengolahan tuna beku untuk dibuat loin, saku, chunk dan sejenisnya. Harga jual ekspor produk fresh tuna berkisar antara yen per kg, tergantung dari grade tuna yang diekspor. Kegitan ekspor ikan tuna ini, akan dikenakan biaya untuk pengangkutan dengan pesawat terbang, yaitu sekitar 250 yen per kg ikan tuna (Nurani, 2010). Perkembangan harga tuna domestik (harga asal) dan harga ekspor (harga di pasar tujuan) menunjukkan perbedaan yang menyolok, apabila harga domestik mengalami kenaikan maka ada kecenderungan eksportir untuk menjual tuna di pasar luar negeri, walaupun terdapat perbedaan jenis dan ukuran yang dikonsumsi domestik dengan yang diekspor. Perubahan harga di pasar tujuan (harga ekspor) memiliki kaitan yang erat dengan perubahan yang terjadi di pasar lokal. Hal tersebut tergambar dengan signifikannya perubahan harga di pasar tujuan dengan yang terjadi di pasar lokal (Sitorus, 2004).

36 23 Tabel 4 Harga ikan tuna di Provinsi Jawa Timur tahun No Tahun Harga Ikan Tuna per kg (rupiah) Sumber: diolah dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kelestarian Sumberdaya Ikan Pengertian pengelolaan SDI (Sumber Daya Ikan) berkelanjutan adalah pengelolaan yang mengarah bagaimana SDI yang ada saat ini mampu memenuhi kebutuhan sekarang dan kebutuhan generasi yang akan datang, dimana aspek keberlanjutan harus meliputi aspek ekologi, sosial-ekonomi, masyarakat dan institusi. Pengelolaan SDI berkelanjutan tidak melarang aktivitas penangkapan yang bersifat ekonomi/komersial, tetapi menganjurkan dengan persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak melampaui daya dukung (carrying capacity) lingkungan perairan atau kemampuan pulih SDI (MSY), sehingga generasi mendatang tetap memiliki aset sumberdaya alam (SDI) yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini (Mallawa, 2006). Bengen (2005) vide Mallawa (2006) mengatakan bahwa suatu pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut dapat mencapai 3 tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti, bahwa kegiatan pengelolaan SDI dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya ikan termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga pemanfaatan SDI dapat berkesinambungan. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa kegiatan pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan. Sedang keberlanjutan secara ekonomi

37 24 berarti bahwa kegiatan pengelolaan SDI harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan SDI serta investasi secara efisien. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 45 tahun 2009, pemanfaatan secara optimal diarahkan pada pendayagunaan sumberdaya ikan dengan memperhatikan daya dukung yang ada dan kelestariannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil, meningkatkan penerimaan devisa negara, menyediakan perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing hasil perikanan serta menjamin kelestarian sumberdaya ikan. Menurut data tahun 2004, kondisi sumberdaya ikan untuk perairan laut memiliki potensi lestari (MSY) sebesar 6,4 juta ton/tahun, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 ton/tahun atau 80% dari MSY, dan produksi tahunan sebesar 4,7 juta ton atau 73,4% dari MSY (Mallawa, 2006). Jenis-jenis ikan pelagis besar yang terdapat di perairan Indonesia antara lain ikan tuna besar meliputi madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii), tuna ekor panjang (Thunnus tonggol), jenis ikan pedang/setuhuk yang meliputi ikan pedang (Xipias gladius), setuhuk biru (Makaira mazara), setuhuk hitam (Makaira indica), setuhuk loreng (Teptapturus audax), ikan layaran (Istiophorus platypterus), jenis tuna kecil meliputi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), dan jenis ikan tongkol yang terdiri atas Euthynnus affinis, Auxis thazard, dan Auxis rochei, jenis ikan cucut yang meliputi Sphyrna sp, Carcharhinus longimanus, C.brachyurus dan lain-lain. Ikan pelagis besar tersebar dihampir semua wilayah pengelolaan perikanan dimana tingkat pemanfaatan berbeda-beda antar perairan. Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (2005) vide Mallawa (2006), bahwa beberapa wilayah pengelolaan antara lain Selat Malaka, Laut Jawa, Samudera Pasifik telah mengalami over exploited di lain beberapa wilayah pengelolaan antara lain Laut Cina Selatan, Laut Flores, Laut Banda, Laut Seram, Lautan Hindia masih pada tingkatan under exploited.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL 5.1.1 Unit penangkapan Pancing rumpon merupakan unit penangkapan yang terdiri dari beberapa alat tangkap pancing yang melakukan pengoperasian dengan alat bantu rumpon.

Lebih terperinci

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *)

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *) Perikanan Pancing Tonda di Perairan Pelabuhan Ratu (Rahmat, E. & A. Patadjangi) PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *) Enjah Rahmat 1) dan Asri Patadjangi 1) 1) Teknisi Litkayasa pada Balai

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil yang diperoleh secara nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Artinya produktivitas sama

Lebih terperinci

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP 6 2 GAMBARAN UMUM UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP Unit Penangkapan Ikan Kapal Pengoperasian kapal tonda atau yang dikenal dengan kapal sekoci oleh nelayan Sendang Biru dilakukan sejak

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keragaman bentuk kehidupan di bumi. Keanekaragaman hayati terjadi pada semua lingkungan mahluk hidup, baik di udara, darat, maupun

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR ABSTRAK PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR Erfind Nurdin Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristrasi I tanggal: 18 September 2007;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Mutu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Mutu 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Mutu Ada beberapa definisi mutu yang masing-masing memberikan definisi yang berbeda, ditinjau dari dasar pendefenisiannya. Adapun definisi mutu yang cukup populer ada

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta PPN Palabuhanratu

Lampiran 1 Peta PPN Palabuhanratu LAMPIRAN 84 Lampiran 1 Peta PPN Palabuhanratu 85 86 Lampiran 2 Daerah penangkapan madidihang kapal long line berbasis di PPN Palabuhanratu U PPN Palabuhanratu B T S Sumber: Hasil wawancara setelah diolah

Lebih terperinci

Alat Tangkap Longline

Alat Tangkap Longline Alat Tangkap Longline Longline merupakan suatu alat tangkap yang efektif digunakan untuk menangkap ikan tuna. Selain itu alat tangkap ini selektif terhadap hasil tangkapannya dan pengoperasiannya bersifat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ikan Tuna

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ikan Tuna II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ikan Tuna Tuna adalah ikan laut yang terdiri atas beberapa spesies dari famili Scombridae, terutama genus Thunnus. Ikan tuna mempunyai beberapa jenis dan spesies dengan

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem perikanan dan memiliki peranan ganda sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Tuna loin segar Bagian 2: Persyaratan bahan baku

Tuna loin segar Bagian 2: Persyaratan bahan baku Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 2: Persyaratan bahan baku ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

PERFORMA HASIL TANGKAPAN TUNA DENGAN PANCING TONDA DI SEKITAR RUMPON. (Performance Catch of Tuna from Troll Line in Rumpon) Oleh:

PERFORMA HASIL TANGKAPAN TUNA DENGAN PANCING TONDA DI SEKITAR RUMPON. (Performance Catch of Tuna from Troll Line in Rumpon) Oleh: Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No.1, Mei 2012 Hal: 1-6 PERFORMA HASIL TANGKAPAN TUNA DENGAN PANCING TONDA DI SEKITAR RUMPON (Performance Catch of Tuna from Troll Line in Rumpon) Oleh: Tri W. Nurani

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/KEPMEN-KP/2015 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA, CAKALANG DAN TONGKOL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/KEPMEN-KP/2015 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA, CAKALANG DAN TONGKOL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/KEPMEN-KP/2015 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA, CAKALANG DAN TONGKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Gambar 1 Ikan tuna sirip kuning ( Thunnus albacares)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Sumber:  Gambar 1 Ikan tuna sirip kuning ( Thunnus albacares) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Umum Madidihang (Thunnus albacares) 2.1.1 Klasifikasi dan deskripsi Ikan tuna sirip kuning atau madidihang (Thunnus albacares) merupakan ikan pengembara samudera,

Lebih terperinci

4 EVALUASI PERIKANAN PANCING YANG MENGGUNAKAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR. Pendahuluan

4 EVALUASI PERIKANAN PANCING YANG MENGGUNAKAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR. Pendahuluan 29 memilih untuk menjual hasil tangkapan kepada pengambek dibanding pedagang besar/perusahaan. Kemampuan pengambek untuk membayar lunas harga hasil tangkapan para nelayan dibandingkan pedagang besar menjadi

Lebih terperinci

DAYA PERAIRAN. Fisheries Department UMM

DAYA PERAIRAN. Fisheries Department UMM EKSPLORASI SUMBER DAYA PERAIRAN RizaRahman Hakim, S.Pi Fisheries Department UMM Pendahuluan Kontribusi produksi perikanan nasional sampai saat ini masih didominasi usaha perikanan tangkap, khususnya perikanan

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010. Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Pancing Tonda Definisi dan klasifikasi Alat penangkapan ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Pancing Tonda Definisi dan klasifikasi Alat penangkapan ikan 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Pancing Tonda Unit penangkapan pancing tonda merupakan kesatuan unsur dari kapal penangkapan ikan, pancing tonda dan nelayan yang mengoperasikannya. Alat tangkap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 )

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 ) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Ikan tongkol (Euthynnus affinis) termasuk dalam famili scombridae terdapat di seluruh perairan hangat Indo-Pasifik Barat,

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

Identifikasi Ikan Berparuh (Billfish) di Samudera Hindia Perikanan Pelagis. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan

Identifikasi Ikan Berparuh (Billfish) di Samudera Hindia Perikanan Pelagis. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Identifikasi Ikan Berparuh (Billfish) di Samudera Hindia Perikanan Pelagis Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Kartu identifikasi ini diproduksi oleh Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

KELAYAKAN IKAN TUNA UNTUK TUJUAN EKSPOR PADA KEGIATAN PENANGKAPAN MENGGUNAKAN PANCING TONDA DI SADENG YOGYAKARTA

KELAYAKAN IKAN TUNA UNTUK TUJUAN EKSPOR PADA KEGIATAN PENANGKAPAN MENGGUNAKAN PANCING TONDA DI SADENG YOGYAKARTA i KELAYAKAN IKAN TUNA UNTUK TUJUAN EKSPOR PADA KEGIATAN PENANGKAPAN MENGGUNAKAN PANCING TONDA DI SADENG YOGYAKARTA BAYU WIRATAMA PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 52 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografi dan Topografi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng terletak di wilayah Gunungkidul. Berjarak sekitar 40 km dari ibukota Gunungkidul, Wonosari.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keragaan Unit Penangkapan Ikan 5.1.1 Unit penangkapan ikan multigear (Kapal PSP 01) Penangkapan ikan Kapal PSP 01 menggunakan alat tangkap multigear, yaitu mengoperasikan alat

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 YellowfinTuna. Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai. berikut: : Percomorphi

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 YellowfinTuna. Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai. berikut: : Percomorphi 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 YellowfinTuna berikut: Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai Kingdom Sub Kingdom Phylum Sub Phylum Kelas Sub Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Besar

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Besar 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Tuna merupakan anggota famili Scombridae. Dilihat dari ukurannya, terdapat dua jenis tuna yang biasa dijumpai di Indonesia yaitu kelompok tuna besar

Lebih terperinci

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk

Lebih terperinci

SPESIES TERKAIT EKOLOGI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN HIU OLEH NELAYAN ARTISANAL TANJUNG LUAR

SPESIES TERKAIT EKOLOGI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN HIU OLEH NELAYAN ARTISANAL TANJUNG LUAR SPESIES TERKAIT EKOLOGI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN HIU OLEH NELAYAN ARTISANAL TANJUNG LUAR Agus Arifin Sentosa, Umi Chodrijah & Irwan Jatmiko Dipresentasikan dalam: SIMPOSIUM NASIONAL HIU DAN PARI KE-2

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang proses dan pembekuan untuk hasil perikanan laut, yang merupakan milik Bapak H.Yusdin

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 60 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Mutu hasil tangkapan ikan tuna merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, hal ini terkait dengan tujuan pemuasan pelanggan atau pembeli. Sesuai dengan pustaka Assauri

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI

ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI ANALISIS USAHA PERIKANAN TONDA DI PADANG SUMATERA BARAT THOMAS ROMANO PUTRA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

METODE PENANGKAPAN IKAN

METODE PENANGKAPAN IKAN METODE PENANGKAPAN IKAN ASEP HAMZAH FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN PERIKANAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA TEXT BOOKS Today s Outline Class objectives Hook and line (handline, longlines, trolline, pole

Lebih terperinci

Alat Lain. 75 Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap

Alat Lain. 75 Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap Gambar 4.11 Alat tangkap Pukat Harimau atau Trawl (kiri atas); alat Mini-Trawl yang masih beroperasi di Kalimantan Timur (kanan atas); hasil tangkap Mini-Trawl (kiri bawah) dan posisi kapal ketika menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memilki zona maritim yang sangat luas, yaitu 5,8 juta km 2 yang terdiri atas perairan kepulauan 2,3 juta km 2, laut teritorial

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perikanan 2.2 Unit Penangkapan Ikan Kapal Nelayan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perikanan 2.2 Unit Penangkapan Ikan Kapal Nelayan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perikanan Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 direvisi Undang-Undang 45 tahun 2009, Pengertian perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PANCING TONDA DI LAUT BANDA YANG BERBASIS DI KENDARI

PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PANCING TONDA DI LAUT BANDA YANG BERBASIS DI KENDARI Pengoperasian Alat Tangkap Pancing Toda di Laut Banda yang Berbasis di Kendari (Rahmat, E & H. Illhamdi) PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PANCING TONDA DI LAUT BANDA YANG BERBASIS DI KENDARI Enjah Rahmat dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Kota Cirebon Kota Cirebon merupakan kota yang berada di wilayah timur Jawa Barat dan terletak pada jalur transportasi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kota Cirebon secara

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir BAB 4 ANALISIS Dalam bab ini akan membahas analisis komoditas ikan mulai dari hulu ke hilir berdasarkan klasifikasi inventarisasi yang sudah di tentukan pada bab selanjutnya dengan menggunakan skema pendekatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gillnet) Gillnet adalah jaring dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna mata besar (Thunnus obesus) atau lebih dikenal dengan bigeye tuna adalah salah satu anggota Famili Scombridae dan merupakan salah satu komoditi ekspor perikanan tuna

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (BY CATCH) TUNA LONG LINE DI PERAIRAN LAUT BANDA

HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (BY CATCH) TUNA LONG LINE DI PERAIRAN LAUT BANDA HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (BY CATCH) TUNA LONG LINE DI PERAIRAN LAUT BANDA *) Budi Nugraha *) dan Karsono Wagiyo *) Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta ABSTRAK Tuna long line merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA Trisnani Dwi Hapsari 1 Ringkasan Ikan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 1) Ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 1) Ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 1) Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Deskripsi morfologi dan meristik cakalang dari berbagai samudera menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies cakalang yang

Lebih terperinci

TEKNOLOGI ALAT PENANGKAPAN IKAN PANCING ULUR (HANDLINE) TUNA DI PERAIRAN LAUT SULAWESI BERBASIS DI KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE

TEKNOLOGI ALAT PENANGKAPAN IKAN PANCING ULUR (HANDLINE) TUNA DI PERAIRAN LAUT SULAWESI BERBASIS DI KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE Teknologi Alat Penangkapan Ikan... Berbasis di Kabupaten Kepulauan Sangihe (Rahmat, E & A. Salim) TEKNOLOGI ALAT PENANGKAPAN IKAN PANCING ULUR (HANDLINE) TUNA DI PERAIRAN LAUT SULAWESI BERBASIS DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011 KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011 TENTANG ESTIMASI POTENSI SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Tuna dalam kemasan kaleng

Tuna dalam kemasan kaleng Standar Nasional Indonesia Tuna dalam kemasan kaleng ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km 2, dimana 89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

Usaha Perikanan Tangkap Multi Purpose di Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta

Usaha Perikanan Tangkap Multi Purpose di Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta 10 PI Wahyuningrum / Maspari Journal 04 (2012) 10-22 Maspari Journal, 2012, 4(1), 10-22 http://masparijournal.blogspot.com Usaha Perikanan Tangkap Multi Purpose di Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap jaring insang hanyut

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap jaring insang hanyut 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Menurut Martasuganda (2002) jaring insang (gillnet) adalah jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kurau Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus eleutheronema dan Species Eleutheronema

Lebih terperinci

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Secara geografis propinsi Bali terletak pada posisi 8º 03 40-8º 50 48 LS dan 144º 50 48 BT. Luas propinsi Bali meliputi areal daratan sekitar 5.632,66 km² termasuk keseluruhan

Lebih terperinci