BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN. ini sebenarnya bersumber dari terjemahan strajbaar feit atau delict (bahasa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN. ini sebenarnya bersumber dari terjemahan strajbaar feit atau delict (bahasa"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN 2.1. Pengertian Tindak Pidana Dalam Ilmu Pengetahuan Hukum, masalah istilah adalah sangat penting. Demikian pula halnya dengan istilah terhadap tindak pidana. Istilah tindak pidana ini sebenarnya bersumber dari terjemahan strajbaar feit atau delict (bahasa Belanda) dimana terjemahan strajbaar feit tersebut dalam bahasa Indonesia hingga kini belum terdapat adanya kesamaan pendapat dikalangan para saijana. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai macam istilah dalam menterjemahkan strajbaar feit tersebut, seperti peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatan yang boleh dihukum, dan juga dengan sebutan tindak pidana. Menurut Moeljatno dengan menggunakan istilah perbuatan pidana memberikan rumusan sebagai berikut: Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 36 Sedangkan menurut A. Ridwan Halim. S, menyebutkan tindak pidana sebagai delik yaitu suatu perbuatan atau tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang- undang (pidana). 37 Disamping terjemahan stafbaar feit diatas, Van Apeldoom juga menyebutkan sebagai peristiwa pidana yakni suatu tindakan (berbuat atau lalai berbuat) yang bertentangan dengan hukum positif, jadi yang bersifat tanpa hak yang menimbulkan akibat yang oleh Moeliatno. Azas-Azas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta, 1985, h Ridwan Halim, Hukum Pidana dalam Tanva Jawab. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991, h. 25

2 hukum dilarang dengan ancaman hukuman. Selanjutnya beliau berpendapat bahwa unsur yang diperlukan untuk peristiwa pidana adalah sifat tanpa hak (onrechtmatigheid) yakni sifat melanggar hukum dimana tidak terdapat unsur tanpa hak, tidak ada peristiwa pidana. Dengan demikian dalam suatu peristiwa pidana ciri khas yang paling utama adalah melanggar hukum (sifat tanpa hak). 38 Pengertian lain untuk terjemahan strajbaar feit diberikan pula oleh S.Kartanegara, dimana beliau lebih condong dengan istilah tindak pidana dengan rumusannya yakni suatu perbuatan (melakukan atau lalai melakukan) yang bertentangan hukum positif, yaitu yang menimbulkan akibat yang oleh hukum dilarang dan diancam hukuman. 39 Berdasarkan kedua pandangan tersebut dengan demikian, dapat kita lihat adanya persamaan pendapat antara S. Kartanegara dan Van Apeldoom yang mana unsur tanpa hak, yaitu melanggar hukum merupakan unsur yang penting untuk suatu strajbaar feit. Strajbaar feit dalam bahasa Indonesia memang perbedaan dalam sebutannya, namun harus tetap diakui terjemahan dalam bahasa Indonesia. Walaupun berbeda-beda, tetapi unsur melanggar hukum dan hak tetap ada yang merupakan ciri khasnya. Kita mengetahui apakah perbuatan tersebut melawan hukum haruslah dilihat dasar undang-undang. rumusan undang-undang menunjukkan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan boleh dilakukan. Ada suatu asas pidana yang mengatakan bahwa suatu perbuatan tidak boleh dihukum apabila ada peraturan yang mengatur sebelum perbuatan itu dilakukan. Asas ini disebut Nullum 38 Van Apeldoom, Pengantar Ilmu Hukum. Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, h 'Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian II. Balai Lektur Mahasiswa, 1989, h

3 Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali atau asas tersebut dapat kita lihat dalam ketentuan pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi sebagai berikut: 'Tiada suatu perbutan dapat dipidana, melainkan atas kekuatan dalam perundangundangan yang telah ada sebelum perbuatan itu. Makna yang terkandung dalam asas legalitas itu ada tiga pengertian, yaitu ada perbuatan yang dilarang yang diancam dengan pidana kalau hal itu lebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang maka dapat ditentukan bahwa adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan secara penafsiran secara analogi Unsur-unsur Tindak Pidana Sehubungan dengan perumusan tindak pidana yang mempunyai sejumlah unsur di dalam tiap-tiap tindak pidana, maka nampak adanya jalan pikiran yang berlainan antara para ahli untuk secara mendasar dan adanya pula pendapat yang membagi unsur-unsur perumusan tindak pidana secara terperinci. Pembagian secara mendasar didalam melihat unsur perumusan tindak pidana, hanya mempunyai dua (2) unsur yaitu: 1. Unsur obyektif. 2. Unsur subyektif. Menurut Lamintang yang dimaksud dengan unsur-unsur obyektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu didalam keadaan- keadaan mana tindakan yang dimaksud unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala yang tergantung di 27

4 dalam hatinya. 40 Dalam hal ini C. S. T. Kansil mempertegasnya dengan menyebutkan unsur-unsur obyektif tersebut adalah mengenai perbuatan, akibat, dan keadaan. Unsur-unsur subyektif ialah mengenai keadaan dapat dipertanggungjawabkan dan schuld (kesalahan) dalam arti dolus (sengaja) dan culpa (kelalaian). 41 Satochid Kartanegara dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana Kumpulan kuliah, mengemukakan bahwa unsur-unsur obyektif adalah unsurunsur yang terdapat di luar diri manusia, yaitu yang berupa: 1. Suatu tertentu; 2. Keadaan yang kesemuanya dilarang dan diancam dengan pidana atau hukuman oleh undang-undang. Sedangkan unsur-unsur subyektif, adalah sebagaimana disebutkan oleh Simon, yaitu harus memuat unsur- unsur sebagai berikut: Pertama Suatu perbuatan manusia, disini dimaksudkan bahwa tidak saja perbuatan, akan tetapi juga mengabaikan; sedangkan yang kedua yakni Perbuatan (perbuatan dan mengabaikan) dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang; dan yang ketiga yaitu Perbuatan itu harus dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan. 42 Jadi, pembagian unsur-unsur secara mendasar seperti diatas, dapat disimpulkan bahwa unsur yang obyektif adalah unsur yang terdapat diluar diri manusia yang dapat berupa kelakuan yang bertentangan dengan hukum, sedangkan unsur yang subyektif ialah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku yang ditentukan dalam perundang-undangan dan dapat dipertanggungjawabkan. h P. A. F. Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung, 1983, 41 C. S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, 1989, h Satochid Kartanegara, op.cit., h

5 Pembagian perumusan tindak pidana secara terperinci, melihat unsur tindak pidana didasarkan atas susunan perumusan dari tiap-tiap tindak pidana yang bersangkutan, sehingga secara alternatif, setiap tindak pidana harus mempunyai unsur-unsur yang pada umumnya dikenal dengan ilmu pengetahuan. Di dalam doktrin tidak terdapat keseragaman didalam menentukan adanya unsur-unsur dalam suatu tindak pidana. Apabila kita lihat rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP, dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu: a. Unsur tingkah laku; b. Unsur melawan hukum c. Unsur kesalahan; d. Unsur akibat konstitutif; e. Unsur keadaan yang menyertai; f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana; g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana; h. Unsur syarat untuk dapatnya dipidana; i. Unsur obyek hukum tindak pidana; j. Unsur kualitas subyek hukum tindak pidana; k. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana. 43 Sedangkan, menurut Moeljatno unsur-unsur tindak pidana tersebut adalah: 1. Perbuatan; 43 Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I (Stelsel Pidana. Tindak pidana. Teori- Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana). Cet. I., PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Adami Chazawi I), h

6 2. Yang dilarang (oleh aturan hukum); 3. Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan). 44 Dalam hukum pidana dikenal beberapa kategorisasi tindak pidana (delik), yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, diantaranya: 1. Menurut KUHP, dapat dibagi atas Kejahatan (misdrijven), dalam ketentuan KUHP diatur dalam buku II, Pasal 104 sampai dengan Pasal 488. Contoh: pencurian, pembunuhan, penggelapan. Pelanggaran (overtredingen), dalam ketentuan KUHP diatur dalam buku III, Pasal 489 sampai dengan Pasal Menurut doktrin atau ilmu pengetahuan hukum, tindak pidana itu dapat dibagi menurut beberapa sudut: a. Berdasarkan bentuk kesalahanya, dapat dibedakan atas dolus dan culpa. Dolus, yaitu perbuatan sengaja yang dilarang dan diancam dengan pidana. Dalam hal ini akibat yang ditimbulkan oleh delik tersebut memang dikehendaki oleh pelaku. Culpa, perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan tidak sengaja, hanya karena kealpaan (ketidakhati-hatian) saja. b. Berdasarkan wujudnya, dapat dibedakan atas: - Delik komisionis, yaitu delik yang terjadi karena seseorang melanggar larangan, yang dapat meliputi baik delik formil maupun materiil. - Delik omisionis, yaitu delik yang teijadi karena seseorang melalaikan suruhan (tidak berbuat), biasanya delik formil 44 Ibid, h

7 - Delik komisionis peromisionim, yaitu delik yang pada umumnya dilaksanakan dengan perbuatan, tetapi mungkin terjadi pula bila orang tidak berbuat (berbuat tapi yang tampak tidak berbuat). c. Berdasarkan pada perumusan tindak pidana, dapat dibedakan atas: - Delik materiil, yaitu delik yang perumusannya menitikberatkan pada akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang. - Delik formil, yaitu delik yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undangundang. 3. Menurut segi pandangan dari sudut-sudut lain yakni: a. Berdasarkan sumbernya, maka tindak pidana itu dibedakan atas: - Delik umum, yaitu semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materiil (Buku II dan Buku III KUHP). * - Delik khusus, yakni semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi tersebut. Misalnya, tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika dan psikotropika. b. Berdasarkan faktor waktu atau lamanya tindak pidana itu dilakukan, maka dapat dibedakan atas: - Delik terjadi seketika, yaitu tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga untuk terwujudnya atau teijadinya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja, disebut juga dengan 31

8 aflopende delicten. Misalnya, pencurian, jika perbuatan mengambilnya selesai, tindak pidana itu menjadi selesai secara sempurna. - Delik terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus, yaitu tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga terjadinya tindak pidana itu berlangsung lama, yakni setelah perbuatan dilakukan, tindak pidana itu masih berlangsung terus, yang disebut juga dengan voortdurende delicten. Tindak pidana ini dapat disebut sebagai tindak pidana yang menciptakan suatu keadaan yang terlarang. c. Berdasarkan faktor syarat-syarat untuk dapat dituntut, tindak pidana itu dapat dibedakan atas: - Delik aduan, yaitu tindak pidana yang untuk dapatnya dilakukan penuntutan disyaratkan untuk terlebih dulu adanya pengaduan oleh yang berhak mengajukan pengaduan. Misalnya, tindak pidana pencabulan. - Delik biasa, yaitu tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana terhadap pembuatnya tidak disyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak. Sebagian besar tindak pidana adalah tindak pidana biasa yang dimaksudkan ini. Misalnya, pencurian, penganiayaan. d. Berdasarkan subyek hukum tindak pidana, tindak pidana itu dapat dibedakan atas: 32

9 - Delik Communia, yaitu tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang (delicta communia). - Delik propria, yaitu tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu (delicta propria). Misalnya, pegawai negeri (pada kejahatan jabatan), atau nakhoda (pada kejahatan pelayaran) dan sebagainya Pengertian Pencurian Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang marak sekali terjadi. Kejahatan terhadap harta benda ini adalah berupa perkosaan atau penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain (bukan milik petindak). Jenis-jenis kejahatan terhadap harta benda orang dimuat dalam buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu: 1. Pencurian (diefstal), diatur dalam Bab XXII. 2. Pemerasan dan pengancaman (afpersing dan afdreiging), diatur dalam Bab XXIII. 3. Penggelapan (versduistering), diatur dalam Bab XXIV. 4. Penipuan (bedrog), diatur dalam Bab XXV. 5. Penghancuran dan perusakan benda (vemieling of beschadiging van goederen), diatur dalam Bab XXVII. 6. Penadahan (heling), diatur dalam Bab XXX. 45 Menurut sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, jenis-jenis kejahatan yang termasuk dalam golongan kejahatan yang ditujukan terhadap hak milik dan lain-lain hak yang timbul dari hak milik, adalah kejahatan-kejahatan: 1. Pencurian. 2. Pemerasan. 3. Penggelapan. 45 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda. Bayumedia, Malang, 2006, (selanjutnya disingkat Adami Chazawi II), h

10 4. Penipuan. 5. Pengerusakan. 46 Pada umumnya kejahatan tersebut merupakan tindak pidana formil yang berarti perbuatannya yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang. Diantara kejahatan-kejahatan terhadap milik orang, yang paling marak terjadi di Indonesia adalah pencurian. Tindak pidana pencurian pertama yang diatur dalam Bab XXII Buku II KUHP ialah tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok, yang memuat semua unsur dari tindak pidana pencurian. Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok itu diatur dalam Pasal 365 KUHP yang rumusan aslinya berbahasa Belanda. Kemudian beberapa sarjana meterjemahkan rumusan tersebut dengan versinya masing-masing. R. Sugandhi menterjemahkan Pasal 365 KUHP yaitu Barang siapa mengambil barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum, dipidana karena melawan hukum dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ribu rupiah. 47 Menurut R. Soesilo, pasal 362 KUHP diterjemahkan sebagai berikut: Barang siapa mengambil suatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 9000, P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik Dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik. Tarsito, Bandung, 1979, h R. Sugandhi, op.cit., h R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentamva 34

11 Pasal 365 KUHP diterjemahkan menurut Moch. Anwar adalah: Barang siapa mengambil barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki barang itu secara melawan hukum, dihukum karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun atau denda sebanyak-banyaknya 15 kali enam puluh rupiah. 49 Terjemahan pasal 365 KUHP menurut R. Sugandhi, R. Soesilo dan Moch. Anwar memiliki kesamaan versi, namun ada beberapa sarjana memiliki pandangan tersendiri walaupun pada prinsipnya menjelaskan tentang pencurian dalam bentuk pokok. Menurut P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir pasal 362 KUHP diterjemahkan sebagai berikut: Barang siapa mengambil suatu benda, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hak, maka ia dihukum karena salahnya melakukan pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah. 50 Dilihat dari rumusan tersebut, segera dapat kita ketahui bahwa pencurian itu merupakan delik yang dirumuskan secara formil atau yang disebut juga delict met formele omschrijving, dimana yang dilarang dan diancam dengan hukuman itu adalah suatu perbuatan yang dalam hal ini adalah perbuatan mengambil atau wegnemen. Berbeda dengan terjemahan pasal 362 KUHP menurut P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir, dimana didalam terjemahannya diatas, P. A. F. Lamintang Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia. Bogor h Moch. Anwar. Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II). Alumni, Bandung, 1980, h P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir, op.cit., h

12 dan Djisman Samosir dengan sengaja menterjemahkan zich toeeigenen itu dengan 'menguasai yang mana mempunyai pengertian berbeda dengan memiliki yang ternyata sampai saat sekarang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, walaupun benar bahwa perbuatan memiliki itu sendiri termasuk didalam pengertian zich toeeigenen seperti yang dimaksudkan didalam pasal 362 KUHP. 51 Mengenai hal ini lebih lanjut akan dibicarakan pada pembahasan berikutnya Unsur-unsur pencurian. Untuk dapat mengetahui apa yang sebenarnya diatur didalam pasal 365 KUHP yang berbunyi barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pertama-tama perlu diketahui unsur-unsur dari perbuatan pencurian tersebut. Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam pasal 365 KUHP itu terdiri dari unsurunsur subyektif dan unsur-unsur obyektif. 52 Menurut pasal 365 KUHP, pencurian itu mengandung dua unsur pokok 51 Ibid. 52 Adami Chazawi II, loc.cit. 36

13 yaitu: 1. Unsur obyektif: - Mengambil - Memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan - Barang - Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain 2. Unsur Subyektif - Dengan maksud - Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain Mengambil merupakan unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan mengambil {wegnemen). Kata mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya, dan mengalihkannya ke tempat lain. Menurut P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir bahwa perbuatan mengambil ditafsirkan sebagai setiap perbuatan untuk membawa sesuatu benda dibawah kekuasaanya yang nyata dan mutlak. Noyon Langemeyer mengemukakan pandangannya yakni pengertian mengambil tersebut adalah selalu merupakan suatu tindakan sepihak untuk membuat suatu benda berada dalam penguasaannya (pelaku). Berikutnya, Simon memberikan pengertian mengambil adalah membawa sesuatu benda menjadi berada dalam penguasaannya atau membawa benda tersebut secara mutlak berada dibawah penguasaannya yang nyata. Perbuatan mengambil sudah dimulai pada saat seseorang berusaha melepaskan kekuasaan atas benda dari pemiliknya. Pada umumnya perbuatan 37

14 mengambil dianggap selesai, terlaksana apabila benda itu sudah berpindah dari tempat asalnya, tetapi dalam praktek ditafsirkan secara luas dan mengalami perkembangan dalam pengertiannya, sehingga tidak sesuai lagi dengan pengertian dalam tata bahasa. Sebagai contoh: mengendarai mobil orang lain yang sedang terparkir tanpa izin pemiliknya dan setelah mempergunakannya mobil dikembalikan pada tempatnya. Mempergunakan mobil itu adalah perbuatan mengambil bensin karena bensin dalam tank mobil itu terpakai. Dengan demikian, perbuatan mengambil harus dilihat dari kasusnya yang dihadapi sesuai dengan perkembangan masyarakat. Mengenai barang yang diambil itu harus berharga, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Tentang harga barang yang diambil itu tidak selalu harus bersifat ekonomis, misalnya barang yang diambil itu tidak mungkin dapat terjual kepada orang lain, akan tetapi bagi si korban barang tersebut berharga sebagai suatu kenang-kenangan. Van Bemmelen memberi contoh, yaitu berupa beberapa halaman yang disobek dari suatu buku catatan atau surat kabar; berupa beberapa helai rambut (hearlok) dari seseoarang yang wafat yang dicintai. 53 Menurut Memorie van Toelichting mengenai pembentukan Pasal 365 KUHP, dapat diketahui bahwa benda tersebut haruslah diartikan sebagai benda berwujud yang menurut sifatnya dapat dipindahkan. Dalam prakteknya sekarang pengertian tentang benda ini juga mengalami perkembangan, dimana yang dapat dijadikan obyek dari kejahatan pencurian itu bukan lagi terbatas pada benda berwujud dan bergerak, melainkan secara umum dapat dikatakan bahwa menurut 53 Sudradjat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Remadja Karya, Bandung, 1986, h

15 pengertian masa kini yang dapat dijadikan obyek pencurian adalah setiap benda baik itu merupakan benda bergerak maupun tidak bergerak, baik itu merupakan benda berwujud maupun tidak berwujud dan sampai batas-batas tertentu juga benda-benda yang tergolong res nullius. Mengenai perkembangan atau penyimpangan yang demikian jauh dari maksud semula dari undang-undang tentang pengertian barang/benda di dalam Pasal 362 KUHP itu dapat dilihat dari putusan-putusan pengadilan seperti berikut: a. Arrest Hoge Raad tanggal 23 Mei 1921 (N. J halaman 564, W ), tentang pencurian listrik (stroom). Arrest ini kemudian dikenal dengan apa yang disebut Electriciteits-arrest ; b. Arrest Hoge Raad tanggal 9 Nopember 1932 (N. J W ), tentang pencurian gas; c. Arrest Hoge Raad tanggal 23 Mei 1911 (N. J W. 9205), tentang pencurian pohon atau kayu. 54 Dari beberapa contoh diatas dapat diketahui, bahwa benda-benda tidak berwujud seperti tenaga listrik dan gas serta benda-benda tidak bergerak seperti pohon itu dapat dijadikan obyek dari kejahatan pencurian. Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain: Barang yang dicuri tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku sendiri. Barang yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi obyek pencurian, misalnya binatang liar yang hidup di alam, barang-barang yang sudah dibuang oleh pemiliknya dan 54 P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir, op.cit., h

16 sebagainya. Unsur-unsur pencurian tersebut mengandung persamaan dengan Pasal 365 KUHP. Perkataan dengan maksud dalam rumusan pasal 362 KUHP itu mempunyai arti yang sama dengan opzet atau kesengajaan, dimana harus ditafsirkan sebagai opzet dalam arti sempit atau opzet als oogmerk saja. Opzet atau maksud itu haruslah diartikan untuk menguasai benda yang diambilnya itu bagi dirinya sendiri secara melawan hak. Ini berarti bahwa harus dibuktikan: a. Bahwa maksud orang itu adalah demikian atau bahwa orang itu mempunyai maksud untuk menguasai barang yang dicurinya itu bagi dirinya sendiri. b. Bahwa pada waktu orang tersebut mengambil barang itu, ia harus mengetahui bahwa barang yang diambilnya adalah kepunyaan orang lain. c. Bahwa dengan perbuatannya itu, ia tahu bahwa ia telah melakukan suatu perbuatan yang melawan hak atau bahwa ia tidak untuk berbuat demikian untuk memiliki/untuk menguasai: Secara umum para sarjana menggunakan istilah memiliki. Dalam kaitannya dengan hal ini P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir menggunakan istilah menguasai, oleh karena didalam kenyataannya diketahui bahwa pengertian menguasai adalah lebih luas dari pengertian memiliki bagi dirinya sendiri. Bahkan lebih tepat jika diartikan sebagai menguasai bagi dirinya sendiri, karena dengan kenyataan bahwa seseorang itu dapat menjual, memberikan, menyembunyikan, menggadaikan, sampai pada merusak sesuatu benda kepunyaan orang lain, tentulah orang tersebut perlu lebih dahulu menguasai benda itu. 40

17 Memiliki bagi diri sendiri atau untuk kepentingan orang lain seperti pencurian adalah setiap perbuatan penguasaan atas barang tersebut, melakukan tindakan atas barang itu seakan-akan pemiliknya, sedangkan ia bukan pemiliknya. Setiap penggunaan atas barang yang dilakukan pelaku seakan- akan pemilik, sedangkan ia bukan pemilik. Noyon-Langemeyer memberi definisi memiliki barang adalah menjelmakan menjadi perbuatan tertentu suatu niat untuk memanfaatkan suatu barang menurut kehendak sendiri. 55 Maksud untuk memiliki barang itu perlu terlaksana, cukup apabila maksud itu ada, meskipun barang itu belum sempat dipergunakan, misalnya sudah tertangkap dulu, karena kejahatan pencurian telah selesai terlaksana dengan selesainya perbuatan mengambil barang. Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil barang, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki barang orang lain (dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan dengan hukum. Pada dasarnya melawan hukum (wederrechtelijk) adalah sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan tertentu. Dalam doktrin dikenal ada dua macam melawan hukum, yaitu pertama melawan hukum formil, dan kedua melawan hukum materiil. Melawan hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis, artinya sifat tercelanya atau terlarangnya suatu perbuatan itu terletak atau oleh sebab dari hukum tertulis, sedangkan melawan hukum materiil ialah disamping bertentangan dengan hukum tertulis, juga bertentangan dengan asasasas hukum umum yang ada dalam kehidupan masyarakat. 55 Sudradjat Bassar, op.cit, h

18 Sebagaimana diterangkan dalam Memorie van Toelichting, maksud dicantumkannya melawan hukum secara tegas dalam suatu tindak pidana, didasarkan pada suatu pertimbangan pembentuk undang-undang bahwa ada kekhawatiran orang-orang tertentu yang melakukan perbuatan seperti yang dirumuskan itu yang tidak bersifat melawan hukum akan dapat juga dipidana. Demikian juga halnya dengan memasukkan unsur melawan hukum kedalam rumusan pencurian dan pencurian. Pembentuk undang-undang merasa khawatir adanya perbuatan-perbuatan mengambil benda milik orang lain dengan maksud untuk memilikinya tanpa dengan melawan hukum. Apabila unsur melawan hukum tidak dicantumkan dalam rumusan hukum, maka orang seperti itu dapat dipidana. Keadaan ini bisa terjadi, misalnya seorang calon pembeli di toko swalayan dengan mengambil sendiri barang yang akan dibelinya Klasifikasi Tindak Pidana Pencurian dalam KUHP Sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Tindak pencurian diatur dalam Pasal 365 yakni : ayat (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atsu mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang 56 Adami Chazawi II, op.cit., h

19 dicuri. ayat (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun: 1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; 2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 3. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. 4. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. ayat (3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. ayat (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3. Dalam kaitannya dengan pembahasan karya tulis ini, penulis hanya menjelaskan lebih jauh dua ketentuan pasal saja yakni Pasal 365 dan 368, karena kedua ketentuan pasal tersebut memiliki spesifikasi atau kekhususan- 43

20 kekhususan dalam kaitannya dengan terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor. Sehubungan dengan Pasal 365 tersebut, dalam Pasal 363 KUHP diuraikan tentang Pencurian dengan pemberatan. Pasal 363 KUHP berbunyi sebagai berikut : (1) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun: 1. Pencurian ternak. 2. Pencurian yang dilakukan pada waktu terjadi kebakaran, ledakan, bahaya banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, hura-hura, pemberontakan atau bahaya perang. 3. Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ tiada dengan setahunya atau tiada dengan kemauannya yang berhak. 4. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama. 5. Pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian-pakaian palsu. (2) Jika pencurian yang diterangkan dalam No.3 disertai dengan salah satu hal tersebut dalam No.4 dan 5, maka dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun. Pencurian dalam Pasal 363 KUHP ini dinamakan pencurian dengan pemberatan. Yang dimaksud dengan pencurian dengan pemberatan (gequalificeerde diefstal) adalah bentuk pencurian sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP bentuk pokoknya) ditambah unsur-unsur lain, yang bersifat memberatkan pencurian itu, dan oleh karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat dari pencurian bentuk pokoknya. Pencurian Ternak: Obyek pencuriannya adalah ternak, sebagai unsur obyektif tambahan. Pengertian ternak dapat dilihat dari rumusan Pasal 101 KUHP, yakni semua jenis 44

21 binatang yang memamah biak (kerbau, lembu, kambing dan sebagainya), binatang yang berkuku satu (kuda, keledai) dan babi. Pencurian ternak dianggap berat, karena ternak tersebut merupakan milik petani ternak atau peternak yang terpenting. Pencurian pada waktu: Jika pencurian itu dilakukan pada waktu sedang terjadi bermacam-macam bencana, seperti kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hura, pemberontakan atau bahaya perang, maka pencurian ini diancam hukuman lebih berat, karena pada waktu semacam itu orang-orang semua ribut dan barang-barang dalam keadaan tidak teijaga, sedangkan orang yang mempergunakan saat orang lain mendapat celaka ini berbuat jahat, adalah orang yang rendah budinya. Sebenarnya para pelaku pencurian berkewajiban untuk menolong para korban sesuai dengan rasa kemanusiaan. Antara terjadinya malapetaka dengan pencurian itu harus ada hubungannya, artinya pencuri betul-betul mempergunakan itu untuk mencuri. Tidak termasuk disini misalnya orang yang mencuri dalam satu rumah dalam kota itu dan kebetulan saja pada saat itu di bagian kota teijadi suatu kebakaran, karena disini pencuri tidak sengaja memakai kesempatan yang ada karena kebakaran itu. Pencurian pada waktu malam: - dalam suatu rumah atau di pekarangan tertutup yang ada rumahnya; - dilakukan oleh orang yang ada di situ tanpa sepengetahuan atau tanpa dikehendaki oleh yang berhak. 45

22 Waktu malam sebagaimana dimaksud oleh Pasal 98 KUHP adalah waktu antara matahari terbenam dan terbit kembali. Yang dimaksud rumah disini ialah bangunan yang dipergunakan sebagai tempat tinggal siang dan malam. Gudang dan toko yang tidak didiami pada waktu siang dan malam, tidak termasuk pengertian rumah. Sebaliknya gubug, gerbong kereta api dan petak-petak kamar di dalam perahu, apabila didiami siang dan malam termasuk dalam pengertian rumah. Adapun yang dimaksud pekarangan tertutup adalah sebidang tanah yang mempunyai tanda-tanda batas yang nyata, tanda-tanda mana menunjukkan bahwa tanah dapat dibedakan dari bidang-bidang tanah sekelilingnya. Tertutup tidak selalu dikelilingi dengan tembok atau pagar sebagai tanda-tanda batas. Tandatanda batas dapat juga terdiri atas salinan air, tumpukan batu-batu, pagar tumbuhtumbuhan, pagar bambu. Tidak perlu tertutupi rapat-rapat, sehingga orang tidak dapat masuk sama sekali. Disini pencuri harus betul-betul masuk ke dalam rumah dan sebagainya dan melakukan pencurian di situ. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih: Dalam hal ini dua orang atau lebih itu harus bertindak bersama-sama sebagaimana dimaksud oleh Pasal 55 KUHP, dan tidak seperti halnya yang dimaksud oleh Pasal 56 KUHP, yakni yang seorang bertindak, sedang yang lainnya hanya sebagai pembantu saja. Pencurian dengan cara-cara tertentu: Dalam hal ini untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat 46

23 mengambil barang yang akan dicuri itu, pencurian tersebut dilakukan dengan jalan membongkar, memecah, memanjat, atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian palsu. Yang diartikan membongkar ialah mengadakan perusakan yang agak besar, misalnya membongkar tembok, pintu, jendela dan sebagainya. Yang diartikan memecah ialah membuat kerusakan yang agak ringan, misalnya memecah kaca jendela dan sebagainya. Tentang pemanjatan terdapat pada Pasal 99 KUHP. Menurut arti sesungguhnya, memanjat ialah membawa diri ke suatu ketinggian tertentu (guna memperoleh sesuatu yang dimaksud), dengan menggunakan atau tanpa sesuatu alat. Dalam ketentuan ini termasuk juga dalam sebutan memanjat adalah: - ke dalam rumah melalui lubang yang telah ada yang sedianya tidak untuk jalan masuk atau ke luar. - masuk ke dalam rumah melalui lubang dalam tanah yang sengaja digali (biasa disebut dengan perbuatan menggangsir). - masuk ke dalam rumah melalui selokan atau parit yang gunanya sebagai penutup jalan. Selanjutnya, mengenai penggunaan anak kunci palsu diatur dalam Pasal 100 KUHP, yakni yang dimaksud dengan anak kunci palsu ialah segala macam anak kunci yang tidak diperuntukkan membuka kunci dari sesuatu barang yang dapat dikunci, seperti almari, peti dan sebagainya, oleh yang berhak atas barang itu. Anak kunci duplikat bila tidak dipergunakan oleh yang berhak masuk pula dalam pengertian anak kunci palsu. Anak kunci yang telah hilang dari tangan yang 47

24 berhak, jika orang itu telah membuat atau memakai anak kunci yang lain untuk membuka kunci itu, masuk pula menjadi anak kunci palsu. Selain daripada itu menurut bunyi Pasal 100 KUHP, semua perkakas meskipun tidak berupa anak kunci yang berupa apa saja, misalnya kawat atau paku yang kegunaannya bukan untuk membuka kunci, apabila digunakan oleh pencuri membuka kunci, masuk pula dalam sebutan anak kunci palsu. Dalam ketentuan Pasal 363 ayat (1) sub ke 5 juga menyebutkan cara-cara pencurian dengan perintah palsu dan pakaian jabatan palsu. Perintah palsu yaitu suatu perintah yang kelihatannya seperti surat perintah asli yang dikeluarkan oleh orang yang berwajib sesuai dengan undang-undang yang berlaku, tetapi sebenarnya bukan. Sedangkan pakaian jabatan palsu merupakan pakaian yang dipakai oleh orang, akan tetapi ia tidak berhak untuk itu. Misalnya, pencuri dengan memakai seragam polisi pura-pura sebagai seorang polisi dengan membawa surat keterangan palsu agar dapat dengan mudah masuk ke rumah seseorang untuk melakukan pencurian. Pada Pasal 363 ayat (2) menetapkan, bahwa gabungan dari kejahatan tersebut dalam No.3 dengan salah satu yang tersebut dalam No.4 dan 5 merupakan masalah yang memperberat hukumannya. Contoh: Dalam salah satu berita kriminal di harian Bali Post edisi hari Minggu, 15 April 2007 disebutkan bahwa satu unit sepeda motor Honda Grand milik Hadiman Baruh dicuri di areal parkir Jalan Kamboja Denpasar. Pada saat memarkir, korban telah memastikan bahwa sepeda motornya dalam kondisi terkunci stang. Pelaku dalam beraksi menggunakan kunci palsu (kupal). Dalam hal ini, kasus pencurian 48

25 sepeda motor tersebut termasuk dalam jenis pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP). 57 kekerasan. Sedangkan dalam Pasal 365 KUHP mengatur mengenai pencurian dengan Pasal 365 KUHP menentukan bahwa: (1) Dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun dipidana pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan pada orang, dengan maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu, atau jika tertangkap tangan, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicurinya tetap tinggal di tangannya. (2) Pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan: Ke-1. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, atau di j alam umum, atau di dalam kereta api, atau tram yang sedang beijalan; Ke-2. Jika perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih; Ke-3. Jika yang bersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan pembongkaran atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu; Ke-4. Jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat. (3) Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun jika perbuatan itu berakibat ada orang mati. (4) Pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selamalamanya dua puluh tahun dijatuhkan, jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat atau mati dan perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih dan lagi pula disertai salah satu hal yang diterangkan dalam No. 1 dan 3. Pasal 365 ayat (1) KUHP memuat unsur-unsur sebagai berikut: 1. Obyektif: - pencurian dengan didahului; disertai; diikuti. - oleh kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap seseorang. 2. Subyektif: - dengan maksud untuk. 57 Seminggu Tujuh Motor Amblas, Bali Post, Minggu Tanggal 15 April

26 - mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu. - jika tertangkap tangan memberi kesempatan bagi diri sendiri atau peserta lain dalam kejahatan itu untuk melarikan diri, untuk mempertahankan kepemilikan atas barang yang dicuri. Kekerasan adalah setiap perbuatan yang mempergunakan tenaga badan yang tidak ringan. Tenaga badan adalah kekuatan fisik. Penggunaan kekerasan terwujud dalam memukul dengan tangan saja, memukul dengan senjata, mengikat, menahan dan sebagainya. Dalam ketentuan Pasal 89 KUHP yang disamakan dengan melakukan kekerasan yaitu membuat orang pingsan atau tidak berdaya lagi. Sebagai perluasan dari pengertian kekerasan ditetapkan oleh Pasal 89 KUHP. bahwa perbuatan yang mengakibatkan orang pingsan, atau tidak sadarkan diri dan perbuatan yang menimbulkan orang tidak berdaya lagi termasuk perbuatan kekerasan. Kekerasan itu harus ditujukan kepada orang. Seseorang tidak perlu para rernilik barang, misalnya pelayan rumah yang sedang menjaga rumah majikannya. Lebih lanjut, untuk dapat dituntut menurut pasal ini, kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut harus dilakukan terhadap orang, bukan pada barang, dan dapat dilakukan sebelumnya, bersamaan atau setelah pencurian itu dilakukan, asal maksudnya untuk menyiapkan atau memudahkan pencurian itu, dan apabila tertangkap tangan supaya ada kesempatan bagi diri atau kawannya yang turut melakukan pencurian tersebut untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu dapat dipertahankan berada di tangannya. Pencuri yang masuk ke dalam rumah dengan merusak bagian rumah (pintu, jendela dan sebagainya) tidak 50

27 tergolong dalam pencurian ini, karena kekerasan yang dilakukan itu tidak dikenakan pada orang. Ancaman hukuman untuk pencurian ini diperberat (Pasal 365 ayat (2)), apabila disertai salah satu hal seperti di bawah ini: 1. Apabila perbuatan itu dilakukan pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, atau di jalan umum, atau di. dalam kereta api atau tram yang sedang beijalan. Apabila pencurian tersebut dilakukan di dalam kereta api atau tram yang sedang berhenti, tidak masuk disini. Yang dimakud jalan umum adalah dataran tanah yang dipergunakan untuk lalu lintas umum, baik milik pemerintah atau swasta, asal dipergunakan untuk umum (siapapun boleh berlalu lintas di situ). 2. Apabila perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih. 3. Apabila si pelaku masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan pembongkaran atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu. 4. Apabila perbuatan itu mengakibatkan ada orang yang mendapat luka berat. Ancaman hukuman untuk pencurian ini diperberat lagi, apabila perbuatan ini mengakibatkan kematian seseorang. Hal ini dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 365 ayat (3) KUHP. Kematian itu harus hanya sebagai akibat belaka dari pencurian ini, dan tidak merupakan tujuan semula dari si pelaku. 58 Sedangkan Pasal 365 ayat (4) KUHP menyatakan bahwa menjatuhan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun, apabila perbuatan itu: 1. Menimbulkan akibat luka berat pada seseorang atau akibat matinya 58 R. Sugandhi, op.cith

28 seseorang. 2. Dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih. 3. Disertai salah satu masalah tersebut dalam No. 1 dan 3 (ayat 2), yakni: No.l: pada waktu malam dalam sebuah rumah atau dalam pekarangan tertutup dimana berdiri sebuah rumah, di j alam umum, di dalam kereta atau tram yang sedang bergerak. No.2: yang bersalah memasuki tempat kejahatan dengan cara: membongkar, memanjat, memakai anak kunci palsu, memakai perintah palsu atau memakai pakaian jabatan palsu. Contoh: Dalam salah satu berita kriminal pada harian Radar Bali edisi hari Kamis, :anggal 22 Maret 2007 disebutkan bahwa seorang pelaku pencurian sepeda motor yakni I Ketut Bayu Winasa, diciduk oleh Tim Buser Polsek Densel lantaran merampas sepeda motor Yamaha Mio milik Komang Wirasa di Jalan Pulau Bungin, Sesetan. Ketika korban berhenti di tepi jalan, tiba-tiba saja pelaku mendekat dan mendaratkan bogem ke mukanya. Setelah korban teijatuh, kemudian pelaku merampas motor tersebut dan membawanya kabur. 59 Dalam hal ini perbuatan pelaku :ermasuk ke dalam jenis pencurian dengan kekerasan, sesuai dengan ketentuan Pasal 365 KUHP. 59 Metro Denpasar, Radar Bali, Kamis Tanggal 22 Maret

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Surastini Fitriasih Dalam Buku II KUHP: Bab XXII : Pencurian Bab XXIII: Pemerasan & Pengancaman Bab XXIV: Penggelapan Barang Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXVI: Merugikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan 2.1.1 Pengertian Tindak Pidana Pencurian pencurian merupakan perbuatan pengambilan barang. Kata mengambil (wegnemen) merupakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 362 KUHP mengatur tentang tindak pidana pencurian biasa yang berbunyi 51

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR. an, sehingga menjadi penanggulangan yang berarti proses, cara, perbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR. an, sehingga menjadi penanggulangan yang berarti proses, cara, perbuatan BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Penanggulangan Penanggulangan itu sendiri berasal dari kata tanggulang yang berarti menghadapi, mengatasi. Kemudian ditambah

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pendahuluan Istilah Hukum Pidana menurut Prof. Satochid mengandung beberapa arti atau dapat dipandang dari beberapa sudut,

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Bab XXII : Pencurian Pasal 362 Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan. Pencurian dengan pemberatan adalah pencurian sebagaimana diatur

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan. Pencurian dengan pemberatan adalah pencurian sebagaimana diatur BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Pencurian dengan pemberatan adalah pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 363 KUHP dengan salah satu

Lebih terperinci

BAB II. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan. Pemberatan. A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB II. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan. Pemberatan. A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana BAB II Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pencurian dengan pemberatan, maksudnya adalah pencurian biasa yang diatur dalam

Lebih terperinci

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN. A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN. A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda "straafbaarfeit"

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pengertian Anak dan Batasan Umur Anak Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai undang-undang. Pengertian tersebut tidak memberikan suatu konsepsi tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Kata pencurian dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar curi yang memperoleh imbuhan pe diberi akhiran

Lebih terperinci

BAB II UNSUR TINDAK PIDANA PENCURIAN BIASA DAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN. Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi :

BAB II UNSUR TINDAK PIDANA PENCURIAN BIASA DAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN. Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi : BAB II UNSUR TINDAK PIDANA PENCURIAN BIASA DAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN A. Unsur Tindak Pidana Pencurian Biasa Mengenai tindak pidana pencurian biasa ini diatur dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012

BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012 BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012 A. Tindak Pidana Pencurian ringan Dalam Pasal 364 KUHP Dalam hukum positif pengertian pencurian telah diatur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,

Lebih terperinci

PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi

PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi PEMERASAN/AFPERSING AFPERSING DAN PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING FACHRIZAL AFANDI, S.Psi., SH., MH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya PEMERASAN DAN PENGANCAMAN (BAB XXIII) PEMERASAN DALAM BENTUK POKOK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi. penyidik bukan berdasarkan atas kekuasaan, melainkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi. penyidik bukan berdasarkan atas kekuasaan, melainkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi negara republik indonesia atau pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN. BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.BLB A. Tindak Pencurian Kendaraan Bermotor yang Dilakukan

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENCURIANKENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN LABUHANBATU

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENCURIANKENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN LABUHANBATU BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENCURIANKENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN LABUHANBATU A. Faktor Internal Disini sebab-sebab kejahatan dicari pada diri pelaku, mengapa sampai melakukan kejahatan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

S I L L A B Y. : TINDAK PIDANA DALAM KUHP STATUS MATA KULIAH : Wajib KODE MATA KULIAH

S I L L A B Y. : TINDAK PIDANA DALAM KUHP STATUS MATA KULIAH : Wajib KODE MATA KULIAH S I L L A B Y A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : TINDAK PIDANA DALAM STATUS MATA KULIAH : Wajib KODE MATA KULIAH : _ JUMLAH SKS : 4 (EMPAT) PRASYARAT : Hukum Pidana SEMESTER SAJIAN : Dimulai semester

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Tindak Pidana Tindak Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaranpelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING

ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING DALAM PERKARA PIDANA (SUATU TINJAUAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PERKARA No. 184/Pid.B/2010/PN.Bgr) Oleh Fadli Indra Kusuma 010104084 (Mahasiswa Hukum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

Pengertian Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana Asas-asas berlakunya hukum pidana Hukum Pidana dan Kriminologi Peritiwa Pidana Jenis-Jenis Hukuman

Pengertian Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana Asas-asas berlakunya hukum pidana Hukum Pidana dan Kriminologi Peritiwa Pidana Jenis-Jenis Hukuman Pengertian Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana Asas-asas berlakunya hukum pidana Hukum Pidana dan Kriminologi Peritiwa Pidana Jenis-Jenis Hukuman Pengertian Hukum Pidana Hukum pidana substantif/materiel dapat

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT PASAL 365 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh : Fentry Tendean 2 ABSTRAK Pandangan ajaran melawan hukum yang metarial, suatu perbuatan selain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan oleh pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam

Lebih terperinci

Bab XXV : Perbuatan Curang

Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

Lebih terperinci

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hakikat dari tindak pidana ringan dan bagaimana prosedur pemeriksaan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2 PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2 ABSTRAK Penggunaan kekerasan oleh seseorang terhadap orang lain, merupakan hal yang dilarang dalam

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

BAB III HUKUMAN PENCURIAN DI KALANGAN KELUARGA DALAM. HUKUM PIDANA INDONESIA PASAL 367 ayat (2) KUHP

BAB III HUKUMAN PENCURIAN DI KALANGAN KELUARGA DALAM. HUKUM PIDANA INDONESIA PASAL 367 ayat (2) KUHP BAB III HUKUMAN PENCURIAN DI KALANGAN KELUARGA DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA PASAL 367 ayat (2) KUHP A. Pengertian Pencurian Dikalangan Keluarga Dalam KUHP Pengertian pencurian di kalangan keluarga menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak

Lebih terperinci

BAB I. dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (matctsstaat), mempunyai arti

BAB I. dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (matctsstaat), mempunyai arti BAB I 1. Latar Belakang Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwasanya Negara Indonesia adalah berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (matctsstaat),

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Konsep hukum indonesia terdapat beberapa perbedaan dalam menyebutkan istilah tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Kejahatan pencurian adalah salah satu kejahatan terhadap kepentingan individu yang merupakan kejahatan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia saat ini yang telah memasuki era globalisasi, maka aktivitas manusia di segala bidang juga semakin meningkat. Meningkatnya

Lebih terperinci

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS.

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS. PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS Yuni Dwi Indarti Salah satu unsur tindak pidana (strafbaarfeit) yaitu dilakukan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

PERUSAKAN DAN PENGHANCURAN BENDA (BAB XXVII) PERUSAKAN DAN PENGHANCURAN BENDA DALAM BENTUK POKOK (PASAL 406 KUHP) PERUSAKAN DAN PENGHANCURAN BENDA RIN

PERUSAKAN DAN PENGHANCURAN BENDA (BAB XXVII) PERUSAKAN DAN PENGHANCURAN BENDA DALAM BENTUK POKOK (PASAL 406 KUHP) PERUSAKAN DAN PENGHANCURAN BENDA RIN PERUSAKAN DAN PENGHANCURAN BENDA (VERNIELING OF BESCHADIGING VAN GOEDEREN) : FACHRIZAL AFANDI, S.Psi.,., SH., MH PERUSAKAN DAN PENGHANCURAN BENDA (BAB XXVII) PERUSAKAN DAN PENGHANCURAN BENDA DALAM BENTUK

Lebih terperinci

BAB III TINDAK PIDANA YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN KARENA PEMBELAAN TERPAKSA (NOODWEER)

BAB III TINDAK PIDANA YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN KARENA PEMBELAAN TERPAKSA (NOODWEER) BAB III TINDAK PIDANA YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN KARENA PEMBELAAN TERPAKSA (NOODWEER) A. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk undang-undang di Indonesia telah menyebut istilah Strafbaar feit sebagai istilah

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017 KAJIAN YURIDIS TENTANG SYARAT UNTUK DAPAT DIPIDANANYA DELIK PERCOBAAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MILITER 1 Oleh: Stewart Eliezer Singal 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal 24 BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN 2.1. Tindak Pidana Penggelapan Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP. Tindak pidana penggelapan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

Lebih terperinci

BUKU KEDUA KEJAHATAN BAB I KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA

BUKU KEDUA KEJAHATAN BAB I KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA BUKU KEDUA KEJAHATAN BAB I KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

KONVENSI KETATANEGARAAN

KONVENSI KETATANEGARAAN KONVENSI KETATANEGARAAN (Makalah ini untuk melengkapi kriteria penilaian mata kuliah Hukum Pidana) NAMA DOSEN : HOLLYONE, S.H. NAMA MAHASISWA : UJANG SETIAWAN NPM : 0941173300014 MATA KULIAH : HUKUM PIDANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kejahatanadalah hasil dari berbagai faktor yang beraneka ragam dan selalu berkembang seirama dengan perkembangan masyarakat. Kejahatan merupakan gejala sosial yang

Lebih terperinci

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG A. PENGANIAYAAN Kejahatan terhadap tubuh orang lain dalam KUHP diatur pada pasal 351-358 KUHP. Penganiayaan diatur dalam pasal 351 KUHP yang merumuskan

Lebih terperinci

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana Penadahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pidana adalah suatu reaksi atau delik ( punishment) dan berwujud suatu nestapa

TINJAUAN PUSTAKA. Pidana adalah suatu reaksi atau delik ( punishment) dan berwujud suatu nestapa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pidana dan Pemidanaan 1. Pengertian Pidana Pidana adalah suatu reaksi atau delik ( punishment) dan berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan oleh Negara atau lembaga

Lebih terperinci

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) 1. Jelaskan pengertian hukum pidana menurut Moeljatno, Pompe, dan Van Hamel Jawaban: Menurut Moeljatno: Hukum Pidana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM. Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Pidana a. Pengertian Hukum Pidana Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya

Lebih terperinci

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan Selain masalah HAM, hal janggal yang saya amati adalah ancaman hukumannya. Anggara sudah menulis mengenai kekhawatiran dia yang lain di dalam UU ini. Di bawah adalah perbandingan ancaman hukuman pada pasal

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) RISKA YANTI / D 101 07 622 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Pertimbangan Hakim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN A. Tindak Pidana Penganiayaan Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Banyak orang, terutama orang awam tidak paham apa arti Penipuan yang sesungguhnya, yang diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 378, orang

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib untuk ditaati karena berpengaruh pada keseimbangan dalam tiap-tiap hubungan antar anggota masyarakat. Kurangnya

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perbuatan hanya dapat dikenakan pidana jika perbuatan itu didahului oleh ancaman pidana dalam undang-undang. Artinya bahwa suatu perbuatan hanya dapat dikenai

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016 TINDAK PIDANA PERCOBAAN DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) 1 Oleh: Astri C. Montolalu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah yang menjadi dasar teori dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri

Lebih terperinci

Pasal RKUHP Analisis Permasalahan Rekomendasi Pengaturan Ancaman Pidana Berat dan Pidana Minimum dalam Perkara Pencurian

Pasal RKUHP Analisis Permasalahan Rekomendasi Pengaturan Ancaman Pidana Berat dan Pidana Minimum dalam Perkara Pencurian Analisis dan Rekomendasi Pengaturan Ancaman Pidana Tinggi dan Pidana Minimum dalam Perkara Pencurian dan Narkoba serta Implikasinya Pada Keadilan dan Overcapacity Lapas 1. Pengantar Sebagian pengaturan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Palu No.12/Pid.B/2009/PN.PL) ANHAR / D 101 07 355 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Perkembangan globalisasi sangat berpengaruh terhadap pola dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Perkembangan globalisasi sangat berpengaruh terhadap pola dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Perkembangan globalisasi sangat berpengaruh terhadap pola dan perilaku manusia di tengah masyarakat, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana 1. Tindak pidana pembunuhan Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu oleh

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB III HAPUSNYA HAK MENUNTUT PIDANA KARENA DALUWARSA DALAM KUHP. A. Pengertian Daluwarsa dan Dasar Hukum

BAB III HAPUSNYA HAK MENUNTUT PIDANA KARENA DALUWARSA DALAM KUHP. A. Pengertian Daluwarsa dan Dasar Hukum BAB III HAPUSNYA HAK MENUNTUT PIDANA KARENA DALUWARSA DALAM KUHP A. Pengertian Daluwarsa dan Dasar Hukum Daluwarsa adalah lewatnya waktu yang menjadi sebab gugurnya atau hapusnya hak untuk menuntut atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari 9 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyertaan dalam pasal 55 KUHP di klasifikasikan atas 4 bagian yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan dikatakan terjadi jika dalam suatu

Lebih terperinci

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DAN UPAYA POLRES WONOGIRI DALAM MENANGGULANGINYA

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DAN UPAYA POLRES WONOGIRI DALAM MENANGGULANGINYA PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN DAN UPAYA POLRES WONOGIRI DALAM MENANGGULANGINYA JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP adalah suatu pembunuhan biasa seperti Pasal

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 RELEVANSI TINDAK PIDANA PELANGGARAN KETENTERAMAN RUMAH (PASAL 167 AYAT (1) KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA) SEKARANG INI 1 Oleh: Ryan Rori 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SURAT BERHARGA MILIK KLIEN. A. Pengertian dan Unsur-unsurTindak Pidana

BAB III TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SURAT BERHARGA MILIK KLIEN. A. Pengertian dan Unsur-unsurTindak Pidana BAB III TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SURAT BERHARGA MILIK KLIEN A. Pengertian dan Unsur-unsurTindak Pidana Istilah tindak pidana dalam bahasa latin disebut dengan delictum atau delicta yaitu delik, dalam

Lebih terperinci

PENERAPAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (PASAL 351 KUHP) DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI

PENERAPAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (PASAL 351 KUHP) DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI PENERAPAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (PASAL 351 KUHP) DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Diajukan dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata 1 Untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

Strafbaar feit dalam istilah hukum pidana diartikan sebagai delik atau

Strafbaar feit dalam istilah hukum pidana diartikan sebagai delik atau 49 BAB III TINDAK PIDANA PEMERASAN DENGAN ANCAMAN KEKERASAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF A. Tindak Pidana Pemerasan dalam Hukum Positif Indonesia Berdasarkan teori dalam hukum pidana,

Lebih terperinci

Penipuan, Perampokan, Penganiayaan, Pemerkosaan, dan Korupsi. Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-najar dalam diktat Pengantar Ilmu Hukum -nya

Penipuan, Perampokan, Penganiayaan, Pemerkosaan, dan Korupsi. Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-najar dalam diktat Pengantar Ilmu Hukum -nya ILMU HUKUM PIDANA Ilmu Hukum Pidana ialah ilmu tentang Hukum Pidana. Yang menjadi objek atau sasaran yang ingin dikaji adalah Hukum Pidana. Ilmu Hukum Pidana mempunyai tugas untuk menjelaskan, menganalisa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Efektivitas Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Uraian Teori 1. Pengertian Tindak Pidana Berdasarkan literatur hukum pidana sehubungan dengan tindak pidana banyak sekali ditemukan istilah-istilah yang memiliki makna yang sama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci