LEGALITAS TINDAKAN ABORSI BAGI KORBAN PEMERKOSAAN DI INDONESIA. Oleh :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEGALITAS TINDAKAN ABORSI BAGI KORBAN PEMERKOSAAN DI INDONESIA. Oleh :"

Transkripsi

1 169 LEGALITAS TINDAKAN ABORSI BAGI KORBAN PEMERKOSAAN DI INDONESIA Oleh : Putu Sekarwangi Saraswati, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstract Article 75 of Law No. 36 Year 2009 on Health and Article 31 PP About RH provocatus regulating abortion is allowed in Indonesia, namely provocatus abortion on medical indication or in the language of medicine called abortion provocatus medicalis. Emergency medical indications in question is something the condition actually require specific medical action is taken for the sake of saving the mother and pregnancy due to rape which can cause psychological trauma for rape victims. If the Health Act that long is not loaded specifically about abortion for victims of rape, causing debate and interpretation in various circles. With the legislation of the new health then it is undisputed about legal certainty because there has been a clause that specifically. Description Article of Law No. 36 of 2009 and Article PP 61 of 2014 indicate that abortion can not be done arbitrarily, there must be a reason as well as the conditions are met in accordance with the qualification laws. Penalties for violating these provisions may be subject to punishment, because basically every rule of law is held surely be followed by legal sanctions, so that the rule of law not only regulate but also be forced to community members who violate these rules. Keywords : Health, Reproduction, Abortion. Abstrak Pasal 75 UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Pasal 31 PP No. 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi mengatur mengenai aborsi provocatus yang diperbolehkan di Indonesia, yakni aborsi provocatus atas indikasi medis atau dalam bahasa kedokteran disebut sebagai aborsi provocatus medicalis. Indikasi kedaruratan medis yang dimaksud adalah sesuatu kondisi benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu demi penyelamatan si ibu dan juga kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Jika dalam Undang-Undang Kesehatan yang lama tidak dimuat secara khusus mengenai aborsi terhadap korban perkosaan sehingga menimbulkan perdebatan dan penafsiran di berbagai kalangan.dengan adanya undang-undang kesehatan yang baru maka hal tersebut tidak diperdebatkan lagi mengenai kepastian hukumnya karena telah terdapat pasal yang mengatur secara khusus. Uraian Pasal UU No. 36 Tahun 2009 dan Pasal PP No. 61 Tahun 2014 diatas menunjukkan bahwa aborsi tidak dapat dilakukan secara sembarangan, harus ada alasan serta syarat yang terpenuhi sesuai dengan kualifikasi undang-undang. Sanksi bagi yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenai dengan hukuman, karena pada dasarnya setiap

2 170 aturan hukum diadakan pasti diikuti dengan sanksi hukumnya, sehingga peraturan hukum tidak hanya mengatur akan tetapi juga bersifat memaksa bagi anggota masyarakat yang melanggar peraturan tersebut. Kata Kunci : Kesehatan, Reproduksi, Aborsi. A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. Sering di koran atau majalah diberitakan terjadi tindak pidana perkosaan. Meski belum sempurna, layanan dan dukungan secara kelembagaan bagi korban perkosaan sudah tersedia.namun, karena sosialisasinya masih kurang dan anggapan umum bahwa kekerasan terhadap perempuan, khususnya perkosaan, adalah isu privat, masih banyak orang memilih diam setelah peristiwa itu terjadi. Masalah perlindungan terhadap korban perkosaan selalu menjadi permasalahan yang menarik untuk dicermati, karena masalah perlindungan terhadap korban perkosaan tidak hanya berkaitan dengan pemberian perlindungannya saja, akan tetapi berkaitan dengan hambatan yang dihadapi. Tidak mudah untuk memberikan perlindungan terhadap korban perkosaan karena ada beberapa faktor yang jadi penghambat. Faktor korban berperan penting untuk dapat mengatasi atau menyelesaikan kasus perkosaan ini, hal ini memerlukan keberanian dari korban untuk melaporkan kejadian yang menimpanya kepada polisi, karena pada umumnya korban mengalami ancaman akan dilakukan perkosaan lagi dari pelaku dan hal ini membuat korban takut dan trauma. 1 Perkosaan dapat mengakibatkan cedera fisik, berupa luka pada kepala, dada, punggung hingga bagian intern wanita yang terjadi pukulan, benturan, dan cekikan. Dan hal yang terburuk adalah kehamilan yang tidak diinginkan, dimana kehamilan 1 s.com/2012/11/02/aborsi sebagai bentukperl indunganhukum bagi perempuan korban per kosaan.

3 171 tersebut akan menjadi beban baik terhadap korban maupun keluarganya dalam menghadapi kehidupan selanjutnya karena dia harus membesarkan dan mengasuh anak hasil perkosaan. Dampak lainnya yang dapat terjadi adalah stress akut atau depresi berat yang kadang menyebabkan korban menjadi gila karena merasa dirinya tidak normal lagi, kotor, berdosa dan tidak berguna. Selain itu perkosaan juga dapat mengakibatkan kematian, atau tertular penyakit seksual yang tidak dapat disembuhkan.hal ini menunjukkan bahwa korban perkosaan menanggung penderitaan psikologis yang berat karena kekerasan yang dialaminya. Dari sekian banyak tindak pidana dimana perempuan menjadi korban, perkosaan merupakan suatu bentuk tindak pidana yang banyak mendapat perhatian dari para ahli ilmu sosial pada tahun-tahun terakhir ini, dan telah banyak diteliti oleh para ahli ilmu sosial di negara barat bahwa perkosaan mempunyai dampak yang tidak ringan terhadap korbannya yang akan berbekas sepanjang hidup si korban, dan akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak si korban. Banyak perempuan (dewasa maupun anakanak) yang telah menjadi korban perkosaan enggan untuk melaporkannya kepada pranata peradilan pidana. Keengganan ini agaknya bersifat universal karena juga dijumpai di negara-negara lain. Keengganan korban untuk mengadukannya dapat dipengaruhi faktor internal maupun eksternal. Faktor internal misalnya takut privasinya terbongkar, sedangkan faktor eksternal misalnya dapat dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap proses peradilan yang diduga tidak menjembatani dan melindungi hak-haknya, kekhawatiran tersebut sangat menghantui korban perkosaan karena korban perkosaaan pada proses pengadilan seringkali harus menerima penderitaan yang sangat menyakitkan. Sebelumnya telah dibahas mengenai betapa beratnya beban yang ditanggung dan diderita oleh seorang korban perkosaan apalagi jika si korban hamil akibat perkosaan tersebut. Kehamilan yang dialami

4 172 oleh korban perkosaan tentu saja akan membawa penderitaan bagi korban perkosaan yang mengalaminya. Jika kandungan tersebut tetap dilakukan hingga lahir maka penderitaan yang dialami oleh korban akan berlanjut sampai anak itu besar kelak. Dari uraian latar belakang di atas, merupakan faktor yang dijadikan alasan bagi penulis untuk membuat makalah ini dengan judul LEGALITAS TINDAKAN ABORSI BAGI KORBAN PEMERKOSAAN DI INDONESIA. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka permasalahan pokok dalam penulisan paper ini dirumuskan sebagai berikut: bagaimana Pengaturan Hukum terhadap Tindak Pidana Aborsi dalam Hukum Pidana Indonesia? B. PEMBAHASAN 1. Kajian Pustaka 1) Definisi Aborsi Aborsi adalah kematian dan pengeluaran janin dari uterus baik secara spontan atau disengaja sebelum usia kehamilan 22 minggu. Jumlah minggu kehamilan yang spesifik dapat bervariasi antar Negara, tergantung pada perundangan setempat. 2) Jenis Aborsi Klasifikasi abortus atau aborsi berdasarkan dunia kedokteran, yaitu : a. Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan/pengeluaran janin secara spontan sebelum janin dianggap mampu bertahan hidup. Aborsi ini dibedakan menjadi 3 yaitu : b. Abortus Imminens, pada kehamilan kurang dari 20 minggu terjadi perdarahan dari uterus atau rahim, dimana janin masih didalam rahim, serta leher rahim belum melebar (tanpa dilatasi serviks). c. Abortus Insipiens, berarti bahwa kehamilan mustahil untuk dilanjutkan. Seringkali terdapat pendarahan vagina hebat karena area plasenta yang luas terlepas dari dinding uterus.

5 173 d. Abortus Inkompletus, keluarnya sebagian organ janin yang berusia sebelum 20 minggu, namun organ janin masih tertinggal didalam rahim. e. Abortus Kompletus, semua hasil konsepsi (pembuahan) sudah di keluarkan. Hal ini cenderung terjadi pada usia delapan minggu pertama kehamilan. f. Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). g. Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa. 2 3) Penyebab Tindakan Aborsi Setiap tindakan pasti ada yang menyebabkannya. Berikut beberapa penyebab aborsi dilakukan: a. Umur. b. Tindak pemerkosaan. c. Kehamilan tak diinginkan (KTD) seperti hamil diluar nikah. d. Adanya penyakit kronis atau indikasi medis. e. Aktivitas seksual di usia muda. f. Perspektif sosiokultural dan agama. g. Tingkat pendidikan tentang seksual dan kesehatan reproduksi rendah. h. Kurangnya kesadaran masyarakat akan dampak dari aborsi yang tidak aman. 4) Resiko Aborsi Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Ada 2 2 Suryono Ekotama, ST. Harum Pudjiarto, RS, G. Widiartana, 2001, Abortus Provocatus Bagi Korban Perkosaan Perspektif Viktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, hal. 32.

6 174 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi : 1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik. Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku Facts of Life yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd 3 yaitu: a. Kematian mendadak karena pendarahan hebat. b. Infeksi serius disekitar kandungan. c. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya. d. Kanker payudara (karena ketidak seimbangan hormon estrogen pada wanita). e. Kanker indung telur (Ovarian Cancer). f. Kanker leher rahim (Cervical Cancer). g. Kanker hati (Liver Cancer). 3 Lihat Forum Diskusi, Resiko Aborsi, diakses pada tanggal 26 Juli h. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya. i. Beresiko menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy). j. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease). k. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis) 2. Resiko gangguan psikologis Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai Post-Abortion Syndrome (Sindrom Pasca-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam Psychological Reactions Reported After Abortion di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994). Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini : a. Kehilangan harga diri.

7 175 b. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi. c. Ingin melakukan bunuh diri. d. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang. e. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual. 2. Pengaturan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Aborsi Dalam Hukum Pidana Indonesia Pada dasarnya masalah aborsi (pengguguran kandungan) yang dikualifikasikan sebagai perbuatan kejahatan atau tindak pidana hanya dapat kita lihat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) walaupun dalam Undang-undang No 36 tahun 2009 memuat juga sanksi terhadap perbuatan aborsi tersebut. KUHP mengatur berbagai kejahatan maupun pelanggaran. Salah satu kejahatan yang diatur di dalam KUHP adalah masalah aborsi kriminalis. Ketentuan mengenai aborsi kriminalis dapat dilihat dalam bab XIV Buku ke II KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa (khususnya Pasal ). Adapun rumusan pasal-pasal tersebut adalah : Pasal 299 : 1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati dengan sengaja memberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah. 2. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan atau jika ia seorang tabib, bidan, atau juru obat, pidananya tersebut ditambah sepertiga. 3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian. Pasal 346 : Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

8 176 Pasal 347 : 1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. 2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun. Pasal 349 : Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa yang dapat dihukum, menurut KUHP dalam kasus aborsi ini adalah : a. Pelaksanaan aborsi, yaitu tenaga medis atau dukun atau orang lain dengan hukuman maksimal 4 tahun ditambah sepertiga dan bisa juga dicabut hak untuk berpraktek. b. Wanita yang menggugurkan kandungannya, dengan hukuman maksimal 4 tahun. c. Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya aborsi itu dihukum dengan hukuman bervariasi. Undang-undang kesehatan mengatur mengenai masalah aborsi yang secara substansial berbeda dengan KUHP. Dalam undangundang tersebut aborsi diatur dalam Pasal 75 Pasal 77. Menurut undang-undang kesehatan, aborsi dapat dilakukan apabila : Pasal 75 ayat 2 UU No. 36 Tahun 2009 : a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan / atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan / atau cacat bawaan. Maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan. b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma

9 177 psikologis bagi korban perkosaan. Selain itu juga dimuat mengenai syarat dan ketentuan dari pelaksanaan aborsi dalam Pasal 76 UU No 36 Tahun 2009 yakni : a. Sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam kedaruratan medis. b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh Menteri. c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan. d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan. e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri. Berkaitan dengan hal-hal yang sebagaimana tidak diatur di dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, diatur dalam peraturan pemerintah.untuk mendukung undang-undang tersebut, maka Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Dalam PP tersebut, secara khusus diberikan pengecualian atas larangan aborsi dengan indikasi kedaruratan medis dan perkosaan yang diatur dalam : Pasal 31 Ayat (1) : Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan a. Indikasi kedaruratan medis; atau b. Kehamilan akibat perkosaan. Pasal 31 Ayat (2) : Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir. Pasal 32 Ayat (1) : Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf meliputi : a. Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau b. Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga

10 178 menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan. Pasal 32 Ayat (2) : Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar. Terbitnya Peraturan Pemerintah ini kemudian mendapatkan reaksi yang beragam dari berbagai kalangan masyarakat, karena kemudian dikaitkan dengan isu aborsi. Klausul terkait aborsi terdapat pada Pasal 31 yang intinya menyatakan bahwa aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat pemerkosaan. Aborsi atas dua alasan itu hanya bisa dilakukan pada usia kehamilan maksimal 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir. Ketentuan usia kehamilan maksimal 40 hari ini telah merujuk pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005 tentang Aborsi. Penentuan aborsi dan pelaksanaannya diatur secara ketat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 pada Pasal 32 sampai dengan Pasal 38. Sebagai contoh, penentuan indikasi medis ditentukan oleh tim kelayakan aborsi, harus ada bukti indikasi pemerkosaan dari keterangan ahli, aborsi harus dengan persetujuan perempuan hamil, serta konseling sebelum dan sesudah aborsi. Dalam KUHP ini tidak diberikan penjelasan mengenai pengertian kandungan itu sendiri dan memberikan arti yang jelas mengenai aborsi dan membunuh (mematikan) kandungan. Dengan demikian kita mengetahui bahwa KUHP hanya mengatur mengenai aborsi provocatus kriminalis, dimana semua jenis aborsi dilarang dan tidak diperbolehkan oleh undang-undang apapun alasannya. Pengaturan aborsi provocatus di dalam KUHP yang merupakan warisan zaman belanda bertentangan dengan landasan dan politik hukum yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteran umum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 karena melarang aborsi provocatus tanpa pengecualian. Hal ini dirasa sangat memberatkan kalangan medis yang terpaksa harus melakukan aborsi

11 179 provocatus untuk menyelamatkan jiwa si ibu yang selama ini merupakan pengecualian diluar perundang-undangan. Contohnya adalah berlakunya Pasal 349 KUHP, jika pasal ini diterapkan secara mutlak, maka para dokter, bidan, perawat, dan tenaga medis lainnya dapat dituduh melanggar hukum dan mendapat ancaman pidana penjara. Padahal bisa saja mereka melakukan aborsi provocatus untuk menyelamatkan nyawa sang ibu. Oleh karena itu dibutuhkan suatu peraturan perundang-undangan yang baru yang mengandung aspek perlindungan hukum bagi para tenaga medis dalam menjalankan kewajibannya. Pada perkembangannya peraturan mengenai aborsi provocatus atau aborsi kriminalis dapat dijumpai dalam UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Jika pada Pasal 299 dan KUHP tidak ada diatur masalah aborsi provocatus medicalis.apabila ditelaah lebih jauh, kedua peraturan tersebut berbeda satu sama lain. KUHP mengenal larangan aborsi provocatus tanpa kecuali, termasuk aborsi provocatus medicalis atau aborsi provocatus therapeuticus. Tetapi Undangundang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi justru memperbolehkan terjadi aborsi provocatus medicalis dengan spesifikasi therapeutics. Dalam konteks hukum pidana, terjadilah perbedaan antara peraturan perundang-undangan yang lama (KUHP) dengan peraturan perundang-undangan yang baru.padahal peraturan perundangundangan disini berlaku asas lex posteriori derogat legi priori. Asas ini beranggapan bahwa jika diundangkan peraturan baru dengan tidak mencabut peraturan lama yang mengatur materi yang sama dan keduannya saling bertentangan satu sama lain, maka peraturan yang baru itu mengalahkan atau melumpuhkan

12 180 peraturan yang lama. 4 Dan juga berlaku asas lex specialis derogat legi generalis, maka ketentuan pengecualian larangan aborsi dalam UU Kesehatan yang bersifat khusus mengenyampingkan ketentuan larangan aborsi dalam KUHP yang bersifat umum. Dengan demikian, Pasal 75 UU No 36 Tahun 2009 dan Pasal PP No. 61 Tahun 2014 yang mengatur tentang aborsi provocatus medicinalis tetap dapat berlaku di Indonesia meskipun sebenarnya aturan berbeda dengan rumusan aborsi provocatus criminalis menurut KUHP. Berlakunya asas Lex posteriori derogat legi priori dan asas lex specialis derogat legi generalis sebenarnya merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengembangkan hukum pidana Indonesia.Banyak aturan-aturan KUHP yang dalam situasi khusus tidak relevan lagi untuk diterapkan pada masa sekarang ini.untuk mengatasi kelemahan KUHP tersebut pemerintah mengeluarkan undang- 4 Hasnil Basri Siregar, 1994, Pengantar Hukum Indonesia, Penerbit Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, hal. 53. undang kesehatan dengan harapan dapat memberikan suasana yang kondusif bagi dinamika masyarakat Indonesia pada masa sekarang ini.asas Lex posteriori derogat legi priori dan asas lex specialis derogat legi generalis merupakan asas hukum yang berkembang diseluruh bidang hukum.fungsinya dalam ilmu hukum (khususnya hukum pidana) hanya bersifat mengatur dan eksplikasitif (menjelaskan). Asas ini berfungsi untuk menjelaskan berlakunya pasal ketika harus dikonfrontasikan dengan pasal-pasal KUHP yang mengatur masalah abortus provocatus. Melihat rumusan Pasal 75 UU No 36 Tahun 2009 tampaklah bahwa dengan jelas UU No 36 Tahun 2009 melarang aborsi kecuali untuk jenis aborsi provocatus therapeuticus (aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan jiwa si ibu dan atau janinnya). Dalam dunia kedokteran aborsi provocatus medicalis dapat dilakukan jika nyawa si ibu terancam bahaya maut dan juga dapat dilakukan jika anak yang akan lahir diperkirakan mengalami cacat berat

13 181 dan diindikasikan tidak dapat hidup diluar kandungan, misalnya janin menderita kelainan ectopia kordalis (janin yang akan dilahirkan tanpa dinding dada sehingga terlihat jantungnya), rakiskisis (janin yang akan lahir dengan tulang punggung terbuka tanpa ditutupi kulit) maupun anensefalus (janin akan dilahirkan tanpa otak besar). Dalam Undang-undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 juga telah diatur mengenai aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan yang diindikasikan dapat menyebabkan trauma psikis bagi si ibu. Jika dalam Undang-Undang Kesehatan yang lama tidak dimuat secara khusus mengenai aborsi terhadap korban perkosaan sehingga menimbulkan perdebatan dan penafsiran di berbagai kalangan. Dengan adanya undang-undang kesehatan yang baru maka hal tersebut tidak diperdebatkan lagi mengenai kepastian hukumnya karena telah terdapat pasal yang mengatur secara khusus. Uraian Pasal UU No. 36 Tahun 2009 dan Pasal PP No. 61 Tahun 2014 diatas menunjukkan bahwa aborsi tidak dapat dilakukan secara sembarangan, harus ada alasan serta syarat yang terpenuhi sesuai dengan kualifikasi undang-undang. Sanksi bagi yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenai dengan hukuman, karena pada dasarnya setiap aturan hukum diadakan pasti diikuti dengan sanksi hukumnya, sehingga peraturan hukum tidak hanya mengatur akan tetapi juga bersifat memaksa bagi anggota masyarakat yang melanggar peraturan tersebut. Pelanggaran terhadap ketentuan aborsi dalam undang-undang ini akan dikenai sanksi yang diatur dalam Pasal 194 UU No. 36 Tahun 2009 yang berbunyi : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). Jika dilihat rumusan Pasal 194 UU No. 36 Tahun 2009 tersebut, undang-undang kesehatan tidak hanya mengenal hukuman penjara

14 182 tetapi juga denda, hal ini berbeda dengan ancaman hukuman bagi tindak pidana aborsi yang diatur dalam KUHP yang hanya mengenal ancaman hukuman penjara. Ancaman denda bagi pelanggar ketentuan ini mencapai maksimal Rp ,00 (satu miliar rupiah). Memperhatikan beratnya hukuman diatas dikarenakan pada tidak dipenuhinya ketentuan yang terdapat dalam Pasal 75 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Pasal 31 Ayat (1b) Tentang Kesehatan Reproduksi. Hal ini mengindikasikan bahwa selama tetap berpedoman dengan ketentuan dalam Pasal tersebut, maka abortus provokatus medicalis menjadi legal, secara otomatis bagi profesi medis yang terlibat tidak mendapat ancaman hukuman. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pasal 75 UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Pasal 31 PP No. 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi mengatur mengenai aborsi provocatus yang diperbolehkan di Indonesia, yakni aborsi provocatus atas indikasi medis atau dalam bahasa kedokteran disebut sebagai aborsi provocatus medicalis. Lebih lanjut ditegaskan lagi bahwa indikasi kedaruratan medis yang dimaksud adalah sesuatu kondisi benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu demi penyelamatan si ibu dan juga kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. C. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pasal 75 UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Pasal 31 PP No. 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi mengatur mengenai aborsi provocatus yang diperbolehkan di Indonesia, yakni aborsi provocatus atas indikasi medis atau dalam bahasa kedokteran disebut sebagai aborsi provocatus medicalis. Lebih lanjut ditegaskan lagi bahwa indikasi kedaruratan medis yang dimaksud adalah sesuatu kondisi benar-benar mengharuskan

15 183 diambil tindakan medis tertentu demi penyelamatan si ibu dan juga kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.jika dalam Undang- Undang Kesehatan yang lama tidak dimuat secara khusus mengenai aborsi terhadap korban perkosaan sehingga menimbulkan perdebatan dan penafsiran di berbagai kalangan.dengan adanya undangundang kesehatan yang baru maka hal tersebut tidak diperdebatkan lagi mengenai kepastian hukumnya karena telah terdapat pasal yang mengatur secara khusus. Uraian Pasal UU No. 36 Tahun 2009 dan Pasal PP No. 61 Tahun 2014 diatas menunjukkan bahwa aborsi tidak dapat dilakukan secara sembarangan, harus ada alasan serta syarat yang terpenuhi sesuai dengan kualifikasi undangundang. Sanksi bagi yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenai dengan hukuman, karena pada dasarnya setiap aturan hukum diadakan pasti diikuti dengan sanksi hukumnya, sehingga peraturan hukum tidak hanya mengatur akan tetapi juga bersifat memaksa bagi anggota masyarakat yang melanggar peraturan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa selama tetap berpedoman dengan ketentuan dalam Pasal tersebut, maka abortus provokatus medicalis menjadi legal, secara otomatis bagi profesi medis yang terlibat tidak mendapat ancaman hukuman. 2. Saran Pemerintah diharapkan dapat memberikan jaminan dan perlindungan hukum bagi korban pemerkosaan yang melakukan aborsi sesuai dengan prosedur dan keamanan yang telah ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku, hal ini untuk memberikan rasa aman bagi setiap korban pemerkosaan yang tidak menghendaki kehamilan agar tidak menyebabkan resiko kematian bagi perempuan. Dan juga Pemerintah berkewajiban memberikan pendampingan baik secara psikis maupun mental agar setiap korban pemerkosaan yang akan menuju pra aborsi maupun pasca aborsi siap lahir dan batin untuk menerima segala

16 184 resiko yang akan dihadapi dikemudian hari, pendampingan ini harus secara berkala dan berkesinambungan untuk menekan tingkat kematian terhadap perempuan. DAFTAR PUSTAKA Buku Prawirohardjo, Sarwono, 2005, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pusaka, Jakarta. Suryono Ekotama, ST. Harum Pudjiarto. RS, G. Widiartana, 2001, Abortus Provocatus Bagi Korban Perkosaan Perspektif Viktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana, Universitas Atmajaya Yogyakarta. Lihat Forum Diskusi, Resiko Aborsi, diakses pada tanggal 26 Juli Jurnal Mufliha Wijayanti, Aborsi Akibat Kehamilan Yang Tak Diinginkan, Jurnal Studi Keislaman, Volume 15, Nomor 1, Juni Sumber Hukum Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Keseharan Reproduksi. Hasnil Basri Siregar, 1994, Pengantar Hukum Indonesia, Penerbit Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan. Internet om/2012/11/02/aborsi sebaga i bentuk perlindungan hukum bagi per empuan korban perkosaan/di akses pada tanggal 26 Juli 2016.

ABORSI DISUSUN OLEH: NOVIYANTI PUTRI AKADEMI KEBIDANAN ADILA BANDARLAMPUNG

ABORSI DISUSUN OLEH: NOVIYANTI PUTRI AKADEMI KEBIDANAN ADILA BANDARLAMPUNG ABORSI DISUSUN OLEH: NOVIYANTI PUTRI 201207107 AKADEMI KEBIDANAN ADILA BANDARLAMPUNG 2014 Jl. Soekarno-Hatta By Pass (depan polinela) Rajabasa BandarLampung Telp.Fax. 0721 784370 Email: akbid.adila@yahoo.com

Lebih terperinci

ABORSI DALAM PERSFEKTIF HUKUM RIKA LESTARI 1. Anak merupakan generasi penerus keluarga, bahkan anak juga

ABORSI DALAM PERSFEKTIF HUKUM RIKA LESTARI 1. Anak merupakan generasi penerus keluarga, bahkan anak juga ABORSI DALAM PERSFEKTIF HUKUM RIKA LESTARI 1 PENDAHULUAN Anak merupakan generasi penerus keluarga, bahkan anak juga sebagai penerus bangsa. Baik hukum maupun masyarakat, membedakan antara anak sah dan

Lebih terperinci

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI Oleh : Putu Mas Ayu Cendana Wangi Sagung Putri M.E. Purwani Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 26 PENDAHULUAN Pengertian aborsi menurut hukum adalah tindakan menghentian kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat

Lebih terperinci

PERBUATAN ABORSI DALAM ASPEK HUKUM PIDANA DAN KESEHATAN

PERBUATAN ABORSI DALAM ASPEK HUKUM PIDANA DAN KESEHATAN PERBUATAN ABORSI DALAM ASPEK HUKUM PIDANA DAN KESEHATAN Oleh : Bastianto Nugroho. SH., M.Hum 1, Vivin Indrianita, SST., M.Psi 2, Agung Putri Harsa Satya Nugraha, SST., M.P.H 3 Abstrak Aborsi atau lazim

Lebih terperinci

TINDAKAN ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER DENGAN ALASAN MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN Oleh : Clifford Andika Onibala 2

TINDAKAN ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER DENGAN ALASAN MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN Oleh : Clifford Andika Onibala 2 TINDAKAN ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER DENGAN ALASAN MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 1 Oleh : Clifford Andika Onibala 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009.

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009. ABORSI OLEH KORBAN PEMERKOSAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Oleh : Agus Jerry Suarjana Putra AA. Istri Ari Atu Dewi Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah Aborsi disebut juga dengan istilah Abortus Provocatus. Abortus provocatus adalah pengguguran kandungan yang disengaja, terjadi karena adanya perbuatan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan penulis dalam mendapatkan data adalah. Survei Lapangan: melalui organisasi dan narasumber terkait

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan penulis dalam mendapatkan data adalah. Survei Lapangan: melalui organisasi dan narasumber terkait 3 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data Literatur Metode yang digunakan penulis dalam mendapatkan data adalah Survei Lapangan: melalui organisasi dan narasumber terkait Tinjauan Pustaka: melalui media buku dan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA A. Pembantuan Dalam Aturan Hukum Pidana 1. Doktrin Pembantuan dalam Hukum Pidana Dalam pembantuan akan terlibat

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh : Angga Indra Nugraha Pembimbing : Ibrahim R. Program Kekhususan: Hukum Pidana, Universitas Udayana Abstract: The rise of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai moral yang ada di dalam masyarakat kita semakin berkurang. Pergaulan bebas dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang pengguguran kandungan atau aborsi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1, aborsi /abor.si/ berarti

Lebih terperinci

A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAKAN ABORSI KARENA KEDARURATAN MEDIS MENURUT PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI A. Hukum Aborsi Akibat Perkosaan Aborsi akibat perkosaan merupakan permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi (pengguguran kandungan). Maraknya aborsi dapat diketahui dari berita di surat kabar atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan. Sebenarnya kekerasan terhadap perempuan sudah lama terjadi, namum sebagian masyarakat belum

Lebih terperinci

Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam

Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam PIT PDFI, Balikpapan 9-10 September 2015 Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam Budi Sampurna amanat UU 36/2009 Frasa kesehatan reproduksi muncul di pasal 48

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup modern sekarang ini menimbulkan dampak yang besar dalam kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menjalankan aktifitasnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Setiap orang berhak atas kehidupan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN 52 BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN A. Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dalam pembukaan Undang-undang Dasar

Lebih terperinci

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018 KAJIAN KRITIS DAN REKOMENDASI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (R-KUHP) YANG MASIH DISKRIMINATIF TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK SERTA MENGABAIKAN KERENTANAN

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Dari uraian bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan:

BAB III PENUTUP. Dari uraian bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan: 41 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan: 1. Aborsi menurut Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan bertentangan dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

PAYUNG HUKUM PELAKSAAN ABORTUS PROVOKATUS PADA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN

PAYUNG HUKUM PELAKSAAN ABORTUS PROVOKATUS PADA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN PAYUNG HUKUM PELAKSAAN ABORTUS PROVOKATUS PADA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN Rika Susanti TINJAUAN PUSTAKA Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Andalas E-mail: ifaua@yahoo.com Abstrak Pada survei

Lebih terperinci

BAB III ABORSI DALAM KONTEKS KEDARURATAN MEDIS MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB III ABORSI DALAM KONTEKS KEDARURATAN MEDIS MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA BAB III ABORSI DALAM KONTEKS KEDARURATAN MEDIS MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Karakteristik Aborsi 1. Pengertian Aborsi Aborsi menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti pengguguran. Aborsi atau

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN. A. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

BAB II KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN. A. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan BAB II KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN A. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan juga mengatur mengenai masalah pengguguran

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan Yang Maha Esa memberikan anugerah kepada manusia yaitu sebuah kehidupan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan oleh Tuhan Yang

Lebih terperinci

ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan : Pengertian Abortus (aborsi). Di kalangan ahli kedokteran dikenal dua macam abortus (keguguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, hamil di luar nikah sering terjadi. Hal ini dikarenakan anak-anak muda jaman sekarang banyak yang menganut gaya hidup seks bebas. Pada awalnya para

Lebih terperinci

Abortus Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Oleh : Hj. Khusnul Hitamina

Abortus Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Oleh : Hj. Khusnul Hitamina Abortus Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Oleh : Hj. Khusnul Hitamina Masyarakat dunia, termasuk masyarakat Indonesia semakin mencapai tingkat

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 190 (1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik

Lebih terperinci

JURNAL PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN PEMERKOSAAN YANG MELAKUKAN ABORSI

JURNAL PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN PEMERKOSAAN YANG MELAKUKAN ABORSI JURNAL PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN PEMERKOSAAN YANG MELAKUKAN ABORSI Diajukan oleh: AGATO NPM : 110510574 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekususan : Persoalan dan Penyelesaian Sengketa Hukum UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGGUGURAN KANDUNGAN AKIBAT PEMERKOSAAN DALAM KUHP 1 Oleh : Freedom Bramky Johnatan Tarore 2

PENGGUGURAN KANDUNGAN AKIBAT PEMERKOSAAN DALAM KUHP 1 Oleh : Freedom Bramky Johnatan Tarore 2 PENGGUGURAN KANDUNGAN AKIBAT PEMERKOSAAN DALAM KUHP 1 Oleh : Freedom Bramky Johnatan Tarore 2 ABSTRAK Pengguguran kandungan (aborsi) selalu menjadi perbincangan, baik dalam forum resmi maupun tidak resmi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van 138 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kewenangan untuk menentukan telah terjadinya tindak pidana pemerkosaan adalah berada ditangan lembaga pengadilan berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum

Lebih terperinci

[INDONESIA-L] MEDIKA - Bila 'Mereka. Bila 'Mereka' Memilih Aborsi. From: Date: Wed Nov :09:00 EST

[INDONESIA-L] MEDIKA - Bila 'Mereka. Bila 'Mereka' Memilih Aborsi. From: Date: Wed Nov :09:00 EST [INDONESIA-L] MEDIKA - Bila 'Mereka From: apakabar@access.digex.net Date: Wed Nov 04 1998-14:09:00 EST Edisi 10/XXIV - Oktober 1998 Bahasan Utama Bila 'Mereka' Memilih Aborsi Keputusan untuk menggugurkan

Lebih terperinci

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB XX KETENTUAN PIDANA Undang-undang Kesehatan ini disyahkan dalam sidang Paripurna DPR RI tanggal 14 September 2009 1 PASAL-PASAL PENYIDIKAN DAN HUKUMAN PIDANA KURUNGAN SERTA PIDANA DENDA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pelaku tindak pidana aborsi

BAB III PENUTUP. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pelaku tindak pidana aborsi BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pelaku tindak pidana aborsi korban perkosaan, sebagaiman telah penulis uraikan pada bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAKAN ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA (Studi Komparatif; Undang-Undang Kesehatan, KUHP dan HAM)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAKAN ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA (Studi Komparatif; Undang-Undang Kesehatan, KUHP dan HAM) DIMENSI, VOL. 6, NO. 3 : 475-490 NOVEMBER 2017 ISSN: 2085-9996 ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAKAN ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA (Studi Komparatif; Undang-Undang Kesehatan, KUHP dan HAM)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aborsi adalah pembunuhan janin yang di ketahui oleh masyarakat yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi dibedakan antara aborsi yang terjadi

Lebih terperinci

TINDAKAN ABORSI DENGAN ALASAN INDIKASI MEDIS KARENA TERJADINYA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN JURNAL

TINDAKAN ABORSI DENGAN ALASAN INDIKASI MEDIS KARENA TERJADINYA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN JURNAL TINDAKAN ABORSI DENGAN ALASAN INDIKASI MEDIS KARENA TERJADINYA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN JURNAL Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. Urgensi politik hukum

I. PENDAHULUAN. pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. Urgensi politik hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Politik hukum pada dasarnya merupakan arah hukum yang akan diberlakukan oleh negara untuk mencapai tujuan negara yang bentuknya dapat berupa pembuatan hukum baru

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG TERHADAP ANAKNYA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dikeluarkannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

BAB V PENUTUP. dikeluarkannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan BAB V PENUTUP Berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, maka dapat diperoleh kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. Kesimpulan 1. Pada dasarnya perkembangan hukum mengenai aborsi di Indonesia sudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Aborsi 1. Pengertian aborsi Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah aborsi, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma)

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya Penulis akan

BAB III. PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya Penulis akan 52 BAB III. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya Penulis akan memberikan beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diajukan sebagai berikut : Ditinjau dari

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian No.169, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Reproduksi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5559) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini,

TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini, 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kriminologi Bonger, memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini, Bonger

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS PENGGUGURAN KANDUNGAN (ABORTUS) DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN HAK-HAK KORBAN PERKOSAAN

KAJIAN YURIDIS PENGGUGURAN KANDUNGAN (ABORTUS) DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN HAK-HAK KORBAN PERKOSAAN KAJIAN YURIDIS PENGGUGURAN KANDUNGAN (ABORTUS) DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN HAK-HAK KORBAN PERKOSAAN KARYA ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Untuk

Lebih terperinci

Jurnal Mimbar Justitia

Jurnal Mimbar Justitia Jurnal Mimbar Justitia TANGGUNG JAWAB DOKTER DALAM MELAKUKAN ABORSI TANPA SEIJIN IBU YANG MENGANDUNG ATAU KELUARGA DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA Tanti Kirana Utami & Aji Mulyana Dosen Fakultas

Lebih terperinci

INTERVENSI KELUARGA DALAM PENANGANAN KASUS ABORSI DI KALANGAN REMAJA

INTERVENSI KELUARGA DALAM PENANGANAN KASUS ABORSI DI KALANGAN REMAJA A. Contoh Kasus INTERVENSI KELUARGA DALAM PENANGANAN KASUS ABORSI DI KALANGAN REMAJA Polisi Karanganyar Gerebek Mahasiswi Sedang Aborsi Rabu, 13 Desember 2006 20:42 WIB TEMPO Interaktif, Karanganyar:Polres

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang ada di sekitarmya, seperti aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, bahkan juga faktor

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar...1 Bab 1 Pendahuluan...2 a. Latar Belakang...3 b. Permasalahan...3 c. Tujuan 3

DAFTAR ISI. Kata Pengantar...1 Bab 1 Pendahuluan...2 a. Latar Belakang...3 b. Permasalahan...3 c. Tujuan 3 KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan petunjuk-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul PERGAULAN BEBAS yang mana makalah ini disususn

Lebih terperinci

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban pemerkosaan di Indonesia merupakan hal yang sangatlah menarik untuk dibahas karena terdapat dualisme pemahaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak 7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan bebas (free sex) yang semakin marak di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan bebas (free sex) yang semakin marak di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aborsi saat ini dilakukan bukan hanya untuk menyelamatkan jiwa sang ibu namun dapat dilakukan karna ibu tidak menghendaki kehamilan tersebut. Kehamilan yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM S K R I P S I

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM S K R I P S I PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM S K R I P S I Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM TERHADAP ABORTUS PROVOCATUS DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

ASPEK HUKUM TERHADAP ABORTUS PROVOCATUS DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA ASPEK HUKUM TERHADAP ABORTUS PROVOCATUS DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Lukman Hakim Nainggolan Dosen Fakultas Hukum Abstract: These days, mass media through newspaper, television news, and radio

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus Provocatus merupakan salah

I. PENDAHULUAN. yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus Provocatus merupakan salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abortus provocatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus Provocatus

Lebih terperinci

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Persoalan nikah bukanlah persoalan baru yang diperbincangkan publik, tetapi merupakan persoalan klasik yang telah dikaji sejak lama.

Lebih terperinci

RONALD MORDEKAI/D ABSTRAK

RONALD MORDEKAI/D ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS PENGECUALIAN ABORSI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN RONALD MORDEKAI/D 101 08 068 ABSTRAK Pada

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis tentang Ketentuan Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

BAB IV. A. Analisis tentang Ketentuan Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 58 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ABORSI DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DAN RELASINYA DALAM MEMBINA KEUTUHAN RUMAH TANGGA A. Analisis tentang Ketentuan Aborsi dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III LEGALISASI ABORSI KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN. A. Latar Belakang Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun

BAB III LEGALISASI ABORSI KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN. A. Latar Belakang Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun BAB III LEGALISASI ABORSI KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN A. Latar Belakang Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi Sebelum adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor

Lebih terperinci

Kata Kunci : Aborsi, Keterangan Penyidik, Implikasi Hukum

Kata Kunci : Aborsi, Keterangan Penyidik, Implikasi Hukum ABSTRAK Abortus provocatus dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Pengaturan aborsi diatur dalam Undang-Undang Kesehatan

Lebih terperinci

Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan reproduksi adalah keadaan

Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan reproduksi adalah keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit

Lebih terperinci

ABSTRAK. Oleh HERNIWATI, SH. A

ABSTRAK. Oleh HERNIWATI, SH. A MASA GESTASI DALAM HUBUNGAN LEGALITAS ABORSI AKIBAT PERKOSAAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI MENURUT TINJAUAN NORMATIF Oleh HERNIWATI, SH. A. 2021131026

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495] UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 80 (1) Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA JURNAL SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ABORSI DENGAN INDIKASI MEDIS KARENA KEHAMILAN AKIBAT INCEST Disusun oleh : Ernny Apriyanti Salakay NPM : 100510359 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF Untuk mengetahui bagaimana persamaan dan perbedaan antara

Lebih terperinci

Kata kunci : Kebijakan Hukum Pidana, perlindungan, korban perkosaan

Kata kunci : Kebijakan Hukum Pidana, perlindungan, korban perkosaan PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DALAM PERADILAN PIDANA DI KOTA KOLAKA SULAWESI TENGGARA Arwin Prima Hilumallo, AM. Endah Sri Astuti *, DR. R.B Sularto Hukum Pidana ABSTRAK Di

Lebih terperinci

TINDAKAN ABORSI DENGAN ALASAN INDIKASI MEDIS KARENA TERJADINYA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN

TINDAKAN ABORSI DENGAN ALASAN INDIKASI MEDIS KARENA TERJADINYA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN TINDAKAN ABORSI DENGAN ALASAN INDIKASI MEDIS KARENA TERJADINYA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Oleh

Lebih terperinci

JURNAL KAJIAN TERHADAP TINDAKAN ABORSI BERDASARKAN KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN

JURNAL KAJIAN TERHADAP TINDAKAN ABORSI BERDASARKAN KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN JURNAL KAJIAN TERHADAP TINDAKAN ABORSI BERDASARKAN KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN Diajukan oleh: FEBRY SASMITA NPM : 120511041 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Peradilan Pidana UNIVERSITAS ATMA

Lebih terperinci

BAB III TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM UNDANG UNDANG NO. 44 TAHUN A. Pengertian Pornografi Menurut Undang-Undang No.

BAB III TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM UNDANG UNDANG NO. 44 TAHUN A. Pengertian Pornografi Menurut Undang-Undang No. 72 BAB III TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM UNDANG UNDANG NO. 44 TAHUN 2008 A. Pengertian Pornografi Menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi telah diundangkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB III ABORSI BAGI IBU HAMIL PENDERITA HIV/AIDS DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB III ABORSI BAGI IBU HAMIL PENDERITA HIV/AIDS DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB III ABORSI BAGI IBU HAMIL PENDERITA HIV/AIDS DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. ABORSI BAGI PENDERITA HIV/AIDS MENURUT HUKUM ISLAM Pada dasarnya, aborsi telah ditetapkan oleh Fatwa Majelis Ulama

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya maka dapat. Yogyakarta melakukan upaya-upaya sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya maka dapat. Yogyakarta melakukan upaya-upaya sebagai berikut: 61 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diajukan dalam penulisan hukum ini, yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman, dan pengaruh budaya barat merubah pola pikir

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman, dan pengaruh budaya barat merubah pola pikir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masyarakat modern perilaku seks bebas sudah menjadi suatu hal yang wajar. Semakin berkembangnya zaman, dan pengaruh budaya barat merubah pola pikir masyarakat

Lebih terperinci

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN C. Perbandingan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

JURNAL TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK KORBAN ABORSI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

JURNAL TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK KORBAN ABORSI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA JURNAL TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK KORBAN ABORSI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Diajukan oleh : Teresia NPM : 120510897 Program Studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abortus 2.1.1 Definisi Abortus Abortus (aborsi, abortion) adalah berhentinya kehamilan sebelum janin mampu hidup di luar kandungan atau sebelum usia kehamilan 20 minggu atau

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban.

Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban. Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban. 1. Pernyataan mana tentang Rekam Medik (RM) yang tidak benar: a. Pemaparan isi RM hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Profil pelaku aborsi di Indonesia tidak sama persis seperti yang terjadi di Amerika. Akan tetapi gambaran pelaku aborsi di Amerika dapat dipertimbangkan.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Aborsi Tidak Aman Jadi Penyebab Kematian Ibu 16 Agustus :58:42

Aborsi Tidak Aman Jadi Penyebab Kematian Ibu 16 Agustus :58:42 Aborsi Tidak Aman Jadi Penyebab Kematian Ibu 16 Agustus 2004 11:58:42 Setiap tahun, 307 ibu mati dari 100.000 kelahiran hidup. Dari jumlah itu, 11 persen di antaranya meninggal karena aborsi tidak aman.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MALPRAKTEK DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Malpraktek Ditinjau Dari KUHP (Kitab

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MALPRAKTEK DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Malpraktek Ditinjau Dari KUHP (Kitab BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MALPRAKTEK DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Malpraktek Ditinjau Dari KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Beberapa pasal yang tercantum dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

Kalender Doa. Oktober Berdoa Bagi Wanita Yang Menderita Karena Aborsi

Kalender Doa. Oktober Berdoa Bagi Wanita Yang Menderita Karena Aborsi Kalender Doa Oktober 2017 Berdoa Bagi Wanita Yang Menderita Karena Aborsi Dengan adanya 56 juta aborsi di seluruh dunia, maka tak terbilang jumlah wanita yang menghadapi penderitaan, rasa bersalah, kemarahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhak atas perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. berhak atas perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan dan memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hakhak sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. 1

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada manusia secara alami sejak ia di lahirkan, bahkan jika kepentingannya dikehendaki, walaupun masih dalam kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada awal kehamilan (trimester pertama), seperti berakhirnya

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada awal kehamilan (trimester pertama), seperti berakhirnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu peristiwa yang sangat membahagiakan bagi setiap pasangan suami dan istri, karena dengan kehamilan menandakan akan bertambahnya anggota keluarga,

Lebih terperinci