PENGARUH EFEKTIFITAS PENGGUNAAN SARUNG TANGAN STERIL TERHADAP PENCEGAHAN IRITASI RONGGA MULUT PASCA PENCABUTAN GIGI PERMANEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH EFEKTIFITAS PENGGUNAAN SARUNG TANGAN STERIL TERHADAP PENCEGAHAN IRITASI RONGGA MULUT PASCA PENCABUTAN GIGI PERMANEN"

Transkripsi

1 PENGARUH EFEKTIFITAS PENGGUNAAN SARUNG TANGAN STERIL TERHADAP PENCEGAHAN IRITASI RONGGA MULUT PASCA PENCABUTAN GIGI PERMANEN IDA BAGUS ANGGA TRIADI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR DENPASAR 2014 i

2 PENGARUH EFEKTIFITAS PENGGUNAAN SARUNG TANGAN STERIL TERHADAP PENCEGAHAN IRITASI RONGGA MULUT PASCA PENCABUTAN GIGI PERMANEN Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar Oleh : Ida Bagus Angga Triadi NPM : Menyetujui Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Hendri Poernomo, drg., M.Biotech Setiawan, drg., M.Kes., FISID NPK: NPK: ii

3 Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara pembuatan skripsi dengan judul: PENGARUH EFEKTIFITAS PENGGUNAAN SARUNG TANGAN STERIL TERHADAP PENCEGAHAN IRITASI RONGGA MULUT PASCA PENCABUTAN GIGI PERMANEN yang telah dipertanggung jawabkan oleh calon sarjana yang bersangkutan pada tanggal 26 Februari Atas nama Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan Denpasar, 26 Februari Tim Penguji Skripsi FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Ketua, Anggota : Hendri Poernomo, drg., M.Biotech NPK: Tanda Tangan 1. Setiawan, drg., M.Kes., FISID NPK: Putu Sulistiawati Dewi, drg NPK : Mengesahkan Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar Putu Ayu Mahendri Kusumawati, drg.,m.kes,fisid NPK : iii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul PENGARUH EFEKTIFITAS PENGGUNAAN SARUNG TANGAN STERIL TERHADAP PENCEGAHAN IRITASI RONGGA MULUT PASCA PENCABUTAN GIGI PERMANEN ini tepat pada waktunya. Penulis menyusun skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis sangat berterimakasih atas segala hal yang telah penulis dapatkan selama penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. drg. Hendri Poernomo, M.Biotech, selaku dosen penguji dan pembimbing I yang memberikan bimbingan, pengarahan, semangat dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. drg. Setiawan, M.Kes., FISID, selaku dosen penguji dan pembimbing II atas bimbingannya dan saran-saran yang sangat bermanfaat serta petunjuk dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. drg. Putu Sulistiawati Dewi, selaku dosen penguji serta masukannya yang sangat berarti pada skripsi ini 4. drg. Putu Ayu Mahendri Kusumawati, M.Kes., FISID, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. iv

5 5. Kepala Laboratorium Bedah Mulut yang telah mengizinkan penulis dalam melakukan penelitian di Laboratorium Bedah Mulut untuk menyelesaikan skripsi ini. 6. Seluruh civitas akademik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, Staf, Dosen dan Karyawan yang telah memberikan bantuan kepada penulis secara langsung maupun secara tidak langsung Terima Kasih kepada Ayahanda, ibunda, Nenek, kakak serta kekasih tersayang JonaJw yang selalu memberi dukungannya, doa, semangat serta materiil yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman: Bang Ben, Risca, Danan, Yollan, Agek, Gung Surya, Karima, Indah, Nanda, Jayak, Rian, Yoga, Pa, dan teman teman BG, teman-teman COC dan angkatan 2010 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu serta kakak-kakak klinik yang telah membantu banyak dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang memerlukan. Denpasar, 26 Februari 2014 Penulis v

6 Pengaruh Efektifitas Penggunaan Sarung Tangan Steril Terhadap Pencegahan Iritasi Rongga Mulut Pasca Pencabutan Gigi Permanen Abstrak Pemakaian sarung tangan dalam praktek kedokteran gigi menjadi keharusan untuk mencegah terjadinya infeksi dari pasien ke operator ataupun sebaliknya, disamping itu penggunaan sarung tangan digunakan untuk mencegah terjadinya iritasi pada rongga mulut pasca pencabutan gigi permanen. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui sejauh manakah efektivitas sarung tangan steril dalam pencegahan iritasi pada rongga mulut pasca pencabutan gigi permanen. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen semu dengan pendekatan pre test dan post test dengan menggunakan jumlah sampel sebanyak 40 sampel. Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah uji beda yaitu Independen T-test dan Paired T-test. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan yang mengalami iritasi sebanyak 2 orang dan 28 orang yang tidak mengalami iritasi pasca pencabutan gigi permanen dengan menggunakan sarung tangan steril sedangkan dengan tindakan menggunakan sarung tangan non steril yang mengalami iritasi sebanyak 3 orang dari 10 orang sampel kontrol. Berdasarkan perhitungan T-test ditemukan perbedaan tidak bermakna (p>0,05). Dalam penelitian menunjukkan nilai t-hitung sebesar 3,808 dengan p value sebesar 0,001 artinya bahwa penggunaan sarung tangan steril dapat mencegah terjadinya risiko iritasi pada pasien pencabutan gigi permanen. Kata Kunci : Sarung tangan steril, pencabutan gigi, iritasi vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI DAN PENGESAHAN DEKAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAKSI... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv vi vii x xi xii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan masalah... 3 C. Tujuan penelitian... 4 D. Hipotesis... 4 E. Manfaat Penelitian... 4 F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6 A. Ilmu Bedah Mulut... 6 B. Mukosa Mulut Ulserasi Mukosa Mulut Penyembuhan Ulserasi... 8 C. Ekstraksi Gigi vii

8 D. Teknik Asepsis E. Infeksi Silang F. Transmisi Perjalanan Penyakit G. Perlengkapan Perlindungan Diri H. Sarung Tangan BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian B. Populasi dan Sampel C. Identifikasi Variabel D. Definisi Operasional E. Waktu dan Tempat Penelitian F. Alat dan Bahan G. Instrumen Penelitian H. Jalannya Penelitian I. Analisis Data J. Alur Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Sampel B. Analisis Data BAB V PEMBAHASAN viii

9 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Tingkat terjadinya risiko iritasi dari hari pertama, hari ketiga dan hari ketujuh Tabel 4.2 Hasil Crosstabulation Kelompok dan Kategori Hasil Penelitian Tabel 4.3 Hasil Uji Independen Sampel Test Tabel 4.4 Hasil Uji Paired Sample Test x

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Mencuci tangan dengan menggunakan sabun anti septik Gambar 3.2 Menggunakan sarung tangan steril Gambar 3.3 Alur penelitian xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Informed Concent Lampiran 2. Dokumentasi Lampiran 3. Hasil Analisis Data xii

13 BAB I PENDAHULUAN G. Latar Belakang Dalam menjalankan tugasnya seorang dokter gigi tidak terlepaskan dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam saliva dan darah pasien. Dalam praktek kedokteran gigi resiko terjadimya infeksi silang yang disebabkan oleh karena bakteri dan virus sangatlah tinggi. Rawannya infeksi silang antara pasien dengan dokter gigi atau pasien dengan pasien, dapat terjadi karena pekerjaan seorang dokter gigi langsung berkontak dengan saliva dan darah pasien (Wibowo dkk, 2009). Penyebaran infeksi memiliki beberapa sumber infeksi yang diantaranya adalah darah, saliva atau jaringan yang merupakan sumber dari infeksi tersebut berasal. Infeksi juga dapat menyebar di tempat praktek melalui kontak langsung, kontak tidak langsung, inhalasi langsung atau tidak langsung, autoinoklasi dan ingesti ( Wibowo dkk, 2009). Ilmu bedah mulut merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan bedah mayor, minor maupun eksodonsia. Hampir semua tindakan bedah mulut melibatkan darah dan saliva sehingga inilah yang menyebabkan dokter gigi harus di perhatikan keselamatan dirinya dengan cara menerapkan proteksi diri sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi silang. 1

14 2 Perlengkapan perlindungan diri yang biasa digunakan petugas kesehatan gigi harus menutupi bagian tubuh mulai dari kepala hingga telapak kaki. Perlengkapan ini mulai dari tutup kepala, masker, sarung tangan, pelindung mata, gaun dan alas kaki. Perlengkapan ini tidak harus digunakan secara bersamaan, tergantung dari tingkat resiko yang mengerjakan, prosedur dan tindakan medis serta perawatan (Darmadi, 2008). Sarung tangan akan menjadi pelindung bagi semua pekerja kesehatan dan hal yang terpenting pada pemakaian sarung tangan adalah dalam pencegahan infeksi di rongga mulut pada pasien. Infeksi itu bisa disebabkan oleh jenis sarung tangannya yang steril atau yang non-steril dan sampai saat ini diperlukan penggunaan teknik perlindungan selama perawatan pasien. Sarung tangan steril yang pada umumnya tidak digunakan secara rutin ketika prosedur pencabutan gigi dilakukan, sekarang sudah bisa digunakan secara rutin karena diterima sebagai pertahanan yang baik terhadap infeksi silang antara operator dengan pasien selain itu bertujuan untuk menjaga sterilitas selama operasi dan untuk meminimalkan infeksi pascaoperasi (Lata, 2012). Sarung tangan dapat berupa single-use-disposable non sterile exam gloves atau single-use-diposable sterile surgical gloves yang dapat digunakan dalam mulut pasien dan digunakan untuk mencegah kontaminasi tangan petugas kesehatan (Kohli dan Puttaiah, 2007).

15 3 Material pada sarung tangan umumnya terbuat dari tiga bahan dasar yaitu natural rubber latex (NRL), dan dua bahan sintetis akrilonitril-butadiene (nitril), dan polyninyl chloride (vinyl, PVC) dan sarung tangan lateks merupakan sarung tangan yang paling banyak digunakan, karena harganya yang cukup terjangkau dan mudah dicari sehingga memungkinkan penggantian sarung tangan pada setiap pasien (Smith,2008). Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengatahui tentang pengaruh efektifitas penggunaan sarung tangan steril dalam pencegahan iritasi pada rongga mulut pasca pencabutan gigi permanen di Laboratorium Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Dengan diketahui efektifitas sarung tangan steril dalam pencegahan iritasi pada rongga mulut pasca pencabutan gigi permanen di Laboratorium Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar diharapkan kedepannya pemilihan sarung tangan yang tepat pada perawatan pencabutan gigi untuk meminimalisir penyebaran mikroorganisme patogen kepada pasien sebagai salah satu cara pencegahan terhadap infeksi silang dan iritasi jaringan lunak dalam rongga mulut. H. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah penelitian yaitu : Apakah terdapat pengaruh pada penggunaan sarung tangan steril dalam pencegahan iritasi pada rongga mulut pasca pencabutan gigi

16 4 permanen di Laboratorium Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar? I. Tujuan penelitian Untuk mengetahui sejauh manakah pengaruh efektifitas sarung tangan steril dalam pencegahan iritasi pada rongga mulut pasca pencabutan gigi permanen di Laboratorium Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. J. Hipotesis Dari tujuan diatas, dapat ditulis hipotesis sebagai berikut : 1. Bahwa terdapat adanya pengaruh pada penggunaan sarung tangan steril dalam pencegahan iritasi pada rongga mulut pasca pencabutan gigi permanen di Laboratorium Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. 2. Bahwa penggunan sarung tangan steril lebih efektif dalam pencegahan iritasi pada rongga mulut pasca pencabutan gigi permanen di Laboratorium Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

17 5 K. Manfaat Penelitian 1. Dapat memberikan informasi dan menambahkan pengetahuan tentang penggunaan sarung tangan steril dalam pecegahan iritasi pada rongga mulut pasca pencabutan gigi permanen pada institusi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. 2. Dapat memberikan pengetahuan pada masyarakat terhadap pentingnya penggunaan sarung tangan dalam pengaplikasian perawatan pencabutan gigi. L. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Peneliti membatasi penelitian ini pada : 1. Sarung tangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sarung tangan steril yang berbahan dasar latex. 2. Untuk mengetahui efektifitas sarung tangan steril pasca pencabutan gigi permanen hanya dilihat dengan pengamatan langsung dan tidak melalui uji laboratorium. 3. Penelitian ini hanya dilakukan pada pasien dengan indikasi pencabutan gigi permanen seperti : kelainan periodontal, infeksi odontogen, sisa akar dan pulpitis irreversible. 4. Untuk mengetahui efektifitas penggunaan sarung tangan steril, pada penelitian ini tidak menghiraukan iritasi yang terjadi pada tangan operator tetapi hanya melihat iritasi yang terjadi pada rongga mulut pasca pencabutan gigi permanen.

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Ilmu Bedah Mulut Ilmu Bedah Mulut merupakan cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan bedah di dalam rongga mulut baik berupa minor, mayor dan tindakan pencabutan gigi atau eksodonsia. Ilmu bedah mulut disebut dengan oral surgery. Menurut American Dental Association (1990) seorang dokter gigi yang ahli dalam bidang Ilmu Bedah Mulut disebut dengan spesialis Ilmu Bedah Mulut dan Maksillofasial (Oral and Maxillofacial Surgery) yakni spesialisasi di bidang kedokteran gigi, yang meliputi diagnosis, perawatan bedah dan ajuan penyakit, cedera dan cacat yang melibatkan aspek fungsional dan estetika dari jaringan keras dan lunak di daerah rongga mulut dan maksilofasial. J. Mukosa Mulut Mukosa adalah lapisan basah yang berkontak dengan lingkungan eksternal, yang terdapat pada saluran pencernaan, rongga hidung, dan rongga tubuh lainnya. Pada rongga mulut, lapisan ini dikenal dengan oral mucous membrane atau oral mucosa. Oral mukosa dapat berfungsi sebagai : proteksi, sensasi dan sekresi. Berdasarkan struktur perbedaan regional, diferensiasi dan kecepatan pergantian sel, maka mukosa mulut diklasifikasikan dalam tiga tipe : mukosa penutup yaitu mukosa yang menutupi sebagian besar rongga mulut 6

19 7 termasuk bibir, pipi dan basal prosesu alveolaris, forniks vestibulum, dasar mulut, permukaan ventral lidah dan palatum molle. Epitel mukosa ini sebagaian besar adalah epitel gepeng yang berlapis non-keratin. Lamina proprianya adalah jaringan ikat jarang dan sangat kaya dengan pembuluh darah serta mengandung kolagen dan elastin. Mukosa mastikasi, yaitu mukosa yang menutupi palatum dan prosesus alveolaris (gingiva). Epitel mukosa ini biasanya epitel gepeng yang berlapis berkeratin, lamina proprianya adalah jaringan ikat kolagen padat dengan vaskularisasi sedang. Mukosa khusus, yaitu mukosa dorsal lidah yang berfungsi sebagai penegecap (Chrismawaty, 2006). Aliran darah yang melewati mukosa mulut yang terbesar adalah pada gingiva, tetapi semua regiao mukosa mulut, aliran darah lebih besar dari pada kulit. Pada kulit pembuluh darah dan aliran darah berperan dalam regulasi temperature, tetapi tidak pada mukosa rongga mulut manusia. Mukosa rongga mulut tidak memiliki cukup arteriovenous shunts (substitusi system arterivena) tetapi memiliki banyak arteri dan kapiler yang beranastomosis dan berkontribusi terhadap kemampuannya untuk sembuh lebih cepat daripad kulit setelah injury (Chrismawaty, 2006). 3. Ulserasi Mukosa Mulut Ulserasi adalah keadaan jaringan lunak mulut yang kehilangan epitel yang terjadi akibat trauma mekanis atau khemis seperti obat-obatan dan bahan allergen. Ada dua jenis kondisi ulserasi yaitu ulserasi akut reaktif dan ulserasi kronik reaktif. Gambaran klinis menunjukan gejala

20 8 inflamasi akut termasuk rasa sakit, kemerahan, dan pembengkaan. Area ulserasi ditutupi eksudat fibrin yang berwarna putih kekuningan dan dikelilingi daerah kemerahan. Sedangkan ulserasi kronik, terjadi sedikit atau tanpa rasa sakit. Area ulserasi ditutupi membran kuning dan dengan tepi yang sedikit menonjol yang menandakan adanya hyperkeratosis. Gambaran histopatologik ulserasi akut menunjukan hilangnya permukaan epitel yang diganti oleh jaringan fibrin yang sebagian besar mengandung neotrofil. Bagian dasar menunjukan dilatasi kapiler dan pembentukan jaringan granulasi. Sedangkan pada ulserasi kronik tampak jaringan granulasi dengan jaringan parut di bagian yang lebih dalam (Yusran, 2007). 4. Penyembuhan Ulserasi Menurut Yusran (2007) tahap penyembuhan dapat dibagi menjadi tiga yaitu tahap inflamasi, tahap fibroplastik dan tahap remodeling. a. Tahap inflamasi dimulai saat terjadi injuri jaringan dan saat tidak ada faktor lain yang memperpanjang inflamasi yang berlangsung selama 3-7 hari. Ada dua fase pada tahap inflamasi yaitu fase vaskuler yang dimana fase ini dimulai dengan vasokonstriksi awal pembuluh darah yang terganggu akibat dari normal vascular tone. Vasokonstriksi ini memperlambat aliran darah ke area injury dengan terjadinya koagulasi darah. Dalam beberapa menit, histamin dan prostagladin E1 serta E2 bergabung dengan sel darah putih, menyebbkan vasodilatasi dan membuka ruangan kecil antara sel endotel, sehingga plasma

21 9 berkumulasi pada area injury yang berfungsi sebagai kontaminan. Pengumpulan cairan ini disebut dengan edema. Tanda utama inflamasi adalah eritema (rubor), edema (tumor), panas (kalor), dan rasa sakit (dolor) serta hilangnya fungsi ( functi laesa). Rasa panas dan eritema disebabkan vasodilatasi pembuluh darah. Pembengkakan disebabkan oleh transudasi cairan. Rasa sakit dan hilangnya fungsi disebabkan oleh pelepasan histamin, kinin, dan prostagladin yang dibebaskan oleh leukosit, seperti akibat tekanan edema. b. Tahap fibroplastik yaitu serabut serabut fibrin yang berasal dari koagulasi darah, akan tetapi menutup luka dengan membentuk anyaman dimana fibroblas dapat memulai meletakkan substansi dasar dan tropokolagen. Substansi dasar terdiri dari dari bebrapa mukopolisakaridayang bertindak menguatkan kolagen. Fibroblas menyebabkan perubahan bentuk dan sirkulasi sel mesenkim pluropotensial sehingga dimulai produksi tropokolagen pada hari ketiga dan hari keempat setelah injury. Fibroblas juga mensekresikan fibonectin, suatu protein yang memiliki banyak fungsi. c. Tahap remodelling merupakan tahap akhir penyembuhan luka. Pada tahap ini serta kolagen secara acak dihancurkan dan digantikan dengan serat kolagen baru dengan orientasi lebih baik dalam menahan tensile force luka. Wound strength meningkat lambat tapi tidak sebesar peningkatan pada tahap fibroplastik. Kekuatan luka tidak pernah lebih

22 10 dari 80-85% dari jaringan yang tidak mengalami injury. Karena serat kolagen yang berorientasi baik lebih efisien, maka hanya dibutuhkan sedikit, sehingga kelebihan kolagen dihilangkan, dan luka yang memungkinkan jaringan parut menjadi lebih lunak. Saat metabolism luka menurun, vaskularisasi juga menurun, sehingga eritema hilang. Elastin yang ditemukan pada kulit normal dan ligamen tidak digantikan selama penyembuhan luka, sehingga injury pada jaringan tersebut menyebabkan hilangnya fleksibilitas sepanjang jaringan parut. Kontraksi luka adalah proses akhir yang dimulai pada akhir tahap fibroplastik dan berlangsung selama awal remodeling. Pada beberapa kasus, kontraksi luka berperan pada penyembuhan luka. Walau mekanismenya belum jelas, selama kontraksi luka, bagian tepi luka bermigrasi kearah satu sama lainnya. Pada luka yang tidak atau tidak akan digantikan oleh proses aposisi, kontraksi luka akan mengurangi ukuran luka. K. Ekstraksi Gigi Ekstraksi gigi adalah tindakan yang paling sederhana di bidang bedah mulut dan merupakan tindakan yang sehari-hari dilakukan oleh seorang dokter gigi. Walaupun merupakan tindakan yang biasa dilakukan, tetapi kemungkinan terjadinya komplikasi pasca ekstraksi gigi dapat terjadi setiap saatekstrasi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

23 11 alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik pembedahan (Santoso, 2009). Situasi yang tidak diinginkan sering dihadapi di dalam praktek dokter gigi yang disebabkan kesalahan dokter gigi, kesalahan pasien atau faktorfaktor lain. Pada umumnya ekstraksi gigi selalu berhasil dan tidak menimbulkan komplikasi. Walaupun demikian, tidak selamanya ekstraksi gigi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena kadang-kadang dokter gigi menemukan kesukaran sewaktu ekstraksi gigi sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama (Fragiskos FD, 2007). Respon pasien tertentu dianggap sebagai kelanjutan yang normal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa sakit dan edema. Tetapi apabila berlebihan, perlu dipikirkan lagi apakah termasuk morbiditas yang biasa ataukah komplikasi. Pencegahannya tergantung pada pemeriksaan riwayat, pemeriksaan menyeluruh, foto rontgen yang memadai, dan formula rencana pembedahan yang memuaskan. Tanpa memandang pengalaman dokter gigi, kesempurnaan persiapan dan keterampilan dokter gigi, komplikasi masih bisa terjadi pada situasi perawatan tertentu. Karena itu komplikasi tertentu kadangkadang tidak terhindarkan (Pedersen, 1996). Trauma pada ekstraksi gigi adalah hal yang mungkin terjadi dan tidak asing lagi. Penting bagi dokter gigi untuk mengontrol tenaga saat ekstraksi gigi agar tidak berlebihan atau kasar sehingga terhindar dari trauma yang besar. Pada ekstraksi gigi yang sulit, kadang-kadang dibutuhkan tenaga yang besar sehingga dapat menimbulkan trauma yang besar pada jaringan di sekitar

24 12 gigi baik jaringan lunak maupun jaringan keras. Hal ini membuat rasa tidak nyaman pada pasien dan menimbulkan ketakutan pasien. Jika trauma yang besar pada ekstraksi gigi terjadi, hal yang paling penting bagi dokter gigi adalah dapat menguasai dirinya untuk tetap tenang agar tidak memperparah keadaan. Karena pasien, jika sadar, biasanya cepat untuk memperhatikan kekacauan yang terjadi pada dirinya dan menjadi khawatir (Rounds, 1962). Teknik sederhana dilakukan dengan melepaskan gigi dari perlekatan jaringan lunak menggunakan elevator kemudian menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di dalam soket dari tulang alveolar menggunakan tang ekstraksi. Sedangkan teknik pembedahan dilakukan dengan pembuatan flep, pembuangan tulang disekeliling gigi, menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di dalam soket dari tulang alveolar kemudian mengembalikan flep ke tempat semula dengan penjahitan. Teknik sederhana digunakan untuk ekstraksi gigi erupsi yang merupakan indikasi, misalnya gigi berdesakan. Ekstraksi gigi dengan teknik pembedahan dilakukan apabila gigi tidak bisa diekstraksi dengan menggunakan teknik sederhana, misalnya gigi ankilosis (Sicklick, 2009). 1. Indikasi Ekstraksi Gigi Tujuan dokter gigi adalah menciptakan rongga mulut yang sehat dan dapat berfungsi dengan baik sampai akhir pertumbuhan gigi. Walaupun demikian, ekstraksi gigi penting dilakukan dengan berbagai alasan.

25 13 a. Karies Besar Gigi yang mahkotanya sudah sangat rusak dan tidak dapat direstorasi lagi. b. Nekrosis Pulpa Gigi dengan pulpitis irreversible yang perawatan endodonti tidak dapat dilakukan lagi atau merupakan kegagalan setelah dilakukan perawatan endodonti. c. Penyakit Periodontal Periodontitis dewasa yang berat dan luas akan menyebabkan kehilangan tulang berlebihan dan mobiliti gigi yang menetap. d. Gigi Retak Gigi yang retak atau mengalami fraktur akar yang biasanya menyebabkan nyeri hebat dan tidak dapat dikendalikan dengan perawatan endodonti. e. Gigi Malposisi Gigi yang dapat menyebabkan trauma jaringan lunak dan posisinya tidak dapat diperbaiki dengan perawatan orthodonti. f. Gigi Terpendam Apabila gigi terpendam menimbulkan masalah dan menyebabkan gangguan fungsi normal dari pertumbuhan gigi, maka gigi terpendam ini diekstraksi.

26 14 g. Gigi Berlebih Dapat mengganggu pertumbuhan gigi geligi normal atau menyebabkan gigi berjejal berat dan estetis yang kurang pada gigi anterior. h. Gigi yang berkaitan dengan lesi patologis Ekstraksi dengan lesi patologis harus dengan pembuangan lesinya i. Gigi Persistensi Gigi Desidui yang sudah waktunya tanggal tetapi masih kuat dan gigi penggantinya sudah erupsi. Biasanya gigi desidui mengalami resorbsi sehingga akan goyah, tetapi pada gigi desidui yang gangren tidak mungkin terjadi resorbsi atau karena kondisi kesehatan dari pasien maka gigi desidui itu masih tetap tertanam dalam tulang alveolar. j. Keperluan Orthodonti Ekstraksi gigi premolar dilakukan untuk perawatan orthodonti dengan pertumbuhan gigi yang berjejal. k. Ekstraksi Preprostetis Untuk keperluan pembuatan protesa dilakukan ekstraksi gigi. l. Preradioterapi Pasien yang akan mendapatkan perawatan radioterapi pada rongga mulutnya harus dilakukan ekstraksi gigi terlebih dahulu pada gigigigi yang merupakan indikasi pada daerah yang akan diradioterapi.

27 15 2. Kontraindikasi Ekstraksi Gigi Walaupun gigi memenuhi persyaratan untuk dilakukan ekstraksi, pada beberapa keadaan tidak boleh dilakukan ekstraksi gigi karena beberapa faktor atau merupakan kontraindikasi ekstraksi gigi seperti : a. Penderita penyakit jantung, hipertensi, arteriosklerosis, dan diabetes mellitus kontraindikasi pada pemberian adrenalin Adrenalin pada ekstraksi gigi merupakan kontraindikasi pada penderita penyakit jantung, hipertensi, arteriosklerosis dan diabetes melitus. b. Penderita Trombositopenia Penderita trombositopenia memiliki jumlah trombosit lebih sedikit dari normal sehingga darah sukar membeku. Seperti yang telah diketahui bahwa trombosit penting artinya dalam pembekuan darah. c. Penderita Leukemia Penderita leukemia memiliki jumlah leukosit yang lebih banyak dari normal dalam darah sehingga mudah mengalami perdarahan. d. Kaheksi Penderita memiliki keadan umum yang sangat buruk karena malnutrisi atau sesudah menderita penyakit yang lama dan berat. Akibatnya semua keadaan menjadi jelek, perdarahan banyak, penyembuhan luka lambat dan dengan suntikan atau sedikit trauma

28 16 ia dapat kolaps. Ekstraksi gigi ditunda sampai keadaan umum penderita lebih baik. e. Penderita Hemofilia Merupakan penyakit atau kelainan susunan darah yang bersifat herediter dan hanya terdapat pada laki-laki. Apabila penderita mendapatkan luka, maka darahnya tidak dapat membeku. Hal ini disebabkan oleh trombosit tidak dapat pecah kalau berhubungan dengan udara karena kekurangan zat antihemofilia dalam serum, sehingga darah akan terus mengalir. f. Kehamilan Ekstraksi gigi merupakan kontraindikasi pada trimester pertama, karena keadaan umum ibu hamil pada trimester pertama sering sangat lemah dan dalam masa pembentukan janin. g. Peradangan di sekitar Gigi Apabila terdapat peradangan di sekitar gigi, maka ekstraksi gigi adalah kontraindikasi. Ekstraksi gigi dapat dilakukan jika inflamasinya sudah sembuh. 3. Prinsip Ekstraksi Gigi Dalam prakteknya, ekstraksi gigi harus mengikuti prinsip-prinsip yang akan memudahkan dalam proses ekstraksi gigi dan memperkecil terjadinya komplikasi ekstraksi gigi (Harper & Row, 1985).

29 17 a. Asepsis Untuk menghindarkan atau memperkecil bahaya inflamasi, seharusnya bekerja secara asepsis, artinya melakukan pekerjaan dengan menjauhkan segala kemungkinan kontaminasi dari kuman atau menghindari organisme patogen. Asepsis secara praktis merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memberantas semua jenis organisme. Tindakan sterilisasi dilakukan pada tim operator, alat-alat yang dipergunakan, kamar operasi, pasien terutama pada daerah pembedahan. b. Pembedahan atraumatik Pada saat ekstraksi gigi harus diperhatikan untuk bekerja secara hati-hati, tidak kasar, tidak ceroboh, dengan gerakan pasti, sehingga membuat trauma sekecil mungkin. Tindakan yang kasar menyebabkan trauma jaringan lunak, memudahkan terjadinya inflamasi dan memperlambat penyembuhan. Peralatan yang digunakan haruslah tajam karena dengan peralatan yang tumpul akan memperbesar terjadinya trauma. c. Akses dan lapangan pandang baik Ada beberapa faktor yang mempengaruhi akses dan lapangan pandang yang baik selama proses ekstraksi gigi. Faktor-faktor tersebut adalah posisi kursi, posisi kepala pasien, posisi operator, pencahayaan, retraksi dan penyedotan darah atau saliva. Posisi kursi harus diatur untuk mendapatkan akses terbaik dan

30 18 kenyamanan bagi operator dan pasien. Pada ekstraksi gigi maksila, posisi pasien lebih tinggi dari dataran siku operator dengan posisi sandaran kursi lebih rendah sehingga pasien duduk lebih menyandar dan lengkung maksila tegak lurus dengan lantai. Sedangkan ekstraksi gigi pada mandibula, posisi pasien lebih rendah dari dataran siku operator dengan posisi sandaran kursi tegak dan dataran oklusal terendah sejajar dengan lantai. Pencahayaan harus diatur sedemikian rupa agar daerah operasi dapat terlihat dengan jelas tanpa bayangan hitam yang membuat gelap daerah operasi. Retraksi jaringan juga dibutuhkan untuk mendapatkan lapangan pandang yang jelas. Daerah operasi harus bersih dari saliva dan darah yang dapat mengganggu penglihatan ke daerah tersebut sehingga dibutuhkan penyedotan pada rongga mulut. d. Tata Kerja Teratur Bekerja sistematis agar dapat mencapai hasil semaksimal mungkin dengan mengeluarkan tenaga sekecil mungkin. Penting untuk mengetahui cara kerja yang berbeda untuk setiap pembedahan, sehingga dapat menggunakan tekanan terkontrol sesuai dengan urutan tindakan.

31 19 4. Macam-Macam Teknik Ekstraksi Gigi Menurut Bakar (2002), teknik ekstraksi gigi dibagi menjadi yaitu : a. Closed Methods atau simple technique yaitu, teknik pencabutan gigi tanpa pembedahan, hanya mengguanakan prosuder pencabutan dengan menggunakan tang, elevator maupun kombinasi dari keduanya. b. Open Method adalah suatu teknik pencabutan gigi dengan menggunakan prosedur bedah (surgical extraction) yang biasa disebut dengan istilah pencabutan trans-alveolar, yang biasanya didahului dengan pembuatan flap maupun alveolectomi. 5. Komplikasi Pasca Pencabutan Gigi Setelah dilakukan tindakan ekstraksi, biasanya sering diikuti adanya komplikasi. Komplikasi-komplikasi pada pencabutan gigi banyak dan bermacam-macam. Komplikasi pasca esktraksi ini bisa menjadi masalah yang serius dan fatal.menurut Pedersen (1996), komplikasi adalah suatu respon pasien tertentu yang dianggap sebagai kelanjutan normal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa sakit, danedema. Tetapi apabila berlebihan maka perlu ditinjau apakah termasuk morbiditas yang biasa terjadi atau termasuk komplikasi. Komplikasi pencabutan gigi menurut Pedersen (1996) dibagi menjadi tiga yaitu komplikasi intraoperatif, komplikasi pasca bedah, dan komplikasi beberapa saat setelahoperasi. Komplikasi intraoperatif berupa perdarahan, fraktur, pergeseran, cederajaringan lunak, dan cedera saraf. Sedangkan komplikasi pasca bedah

32 20 berupaperdarahan, rasa sakit, edema, dan reaksi terhadap obat. Dan yang termasuk komplikasibeberapa saat setelah operasi adalah alveolitis (dry socket) dan infeksi. Komplikasi akibat pencabutan gigi dapat terjadi oleh berbagai sebab dan bervariasi pula dalam akibat yang ditimbulkannya. Komplikasi tersebut kadang-kadang tidak dapat dihindarkan tanpa memandang operator, kesempurnaan persiapan dan keterampilan operator. Pada situasi perawatan tertentu sekalipun persiapan pra operasi telah direncanakan sebaik mungkin untuk mencegah atau mengatasi kemungkinan timbulnya kesulitan melalui hasil diagnosis secara cermat dan operator telah melaksanakan prinsip-prinsip bedah dengan baik selama pencabutan gigi (Karasutisna, 2002). Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya komplikasi diantaranya karena kondisi sistemik dan lokal pasien serta keahlian, keterampilan dan pengalaman operator serta standar prosedur pelaksanaan juga mempengaruhi. Menurut Pedersen (1996) terdapat berbagai macam komplikasi yang dapat terjadi pasca pencabutan gigi, seperti: a. Perdarahan Perdarahan mungkin merupakan komplikasi yang paling ditakuti oleh dokter maupun pasien karena dianggap dapat mengancam hidup. Pasien dengan gangguan pembekuan darah sangatlah jarang ditemukan, kebanyakan adalah individu dengan penyakit hati, misalnya seorang alkoholik yang menderita sirosis, pasien yang

33 21 menerima terapi antikoagulan, atau pasien yang mengkonsumsi aspirin dosis tinggi atau agen antiradang nonsteroid. Semua itu mempunyai resiko perdarahan. b. Infeksi Meskipun jarang terjadi tetapi hal ini jangan dianggap sepele. Bila terjadi dokter gigi dapat memberikan resep berupa antibiotik untuk pasien yang beresiko terkena infeksi. c. Pembengkakan Keadaan ini terjadi akibat perdarahan yang hebat saat pencabutan gigi. Ini terjadi karena bermacam hal seperti; kelainan sistemik pada pasien. d. Dry socket Kerusakan bekuan darah ini dapat disebabkan oleh trauma pada saat pencabutan gigi (pencabutan dengan komplikasi), dokter gigi yang kurang berhati-hati penggunaan kontrasepsi oral, penggunaan kortikosteroid dan suplai darah (suplai darah di rahang bawah lebih sedikit daripada rahang atas). Kurangnya irigasi saat dokter gigi melakukan tindakan juga dapat menyebabkan dry socket. Gerakan menghisap dan menyedot seperti kumur-kumur dan merokok segera setelah pencabutan dapat mengganggu dan merusak bekuan darah. e. Rasa sakit Rasa sakit paska operasi akibat trauma jaringan keras dapat berasal dari cederanya tulang karena terkena instrumen atau bur yang terlalu panas selama pembuangan tulang. Dengan mencegah kesalahan teknis

34 22 dan memperhatikan penghalusan tepi tulang yang tajam, serta pembersihan soket tulang setelah pencabutan dapat menghilangkan penyebab rasa sakit setelah pencabutan gigi. f. Fraktur 1) Fraktur mahkota gigi Selama pencabutan mungkin tidak dapat dihindari bila gigi sudah mengalami karies atau restorasi besar. Namun hal ini sering juga disebabkan oleh tidak tepatnya aplikasi tang pada gigi, bila tang di aplikasikan pada mahkota gigi bukan pada akar atau massa akar gigi atau dengan sumbu panjang tang yang tidak sejajar dengan sumbu panjang gigi. Bila operator memilih tang dengan ujung terlalu lebar dan hanya memberikan kontak 1 titik gigi dapat pecah bila tang ditekan. Bila tangkai tang tidak dipegang dengan kuat, ujung tang mungkin terlepas dari akar dan mematahkan mahkota gigi. Terburu-buru biasanya merupakan penyebab dari semua kesalahan, yang sebenarnya dapat dihindari bila operator bekerja sesuai metode. Pemberian tekanan berlebihan dalam upaya mengatasi perlawanan dari gigi tidak dianjurkan dan bisa menyebabkan fraktur mahkota gigi. 2) Fraktur tulang alveolar Dapat terjadi pada waktu pencabutan gigi yang sukar. Bila terasa bahwa terjadi fraktur tulang alveolar sebaiknya giginya dipisahkan

35 23 terlebih dahulu dari tulang yang patah, baru dilanjutkan pencabutan. 3) Fraktur yang bersebelahan atau gigi antagonis Gigi antagonis bisa pecah atau fraktur bila gigi yang akan dicabut tiba-tiba diberikan tekanan yang tidak terkendali dan tang membentur gigi tersebut. Teknik pencabutan yang terkontrol dapat mencegah kejadian ini. 4) Fraktur mandibula atau maxilla Kondisi ini terjadinya fraktur (patah tulang) yang tidak diharapkan dari bagian soket gigi atau bahkan tulang mandibula atau maksila tempat melekatnya tulang alveolar berada. Paling umum terjadi dikarenakan kesalahan teknik operator saat melakukan pencabutan gigi. Oleh karena itu operator diharuskan memiliki teknik yang benar dan bisa memperhitungkan seberapa besar penggunaan tenaga saat mencabut gigi dan cara menggunakan alat dengan tepat. 6. Syok Syok memiliki gejala atau tanda seperti hipotensi, denyut nadi tidak tentu, sianosis pada bibir, laju pernafasan meningkat dan agitasi. Pada gejala ini bisa dilakukan pencegahan dengan tindakan memperbaiki jalan nafas, memriksa fungsi kardiofaskuler, amati perubahan tingkat kesadaran, monitor,catat tekanan darah dan denyut nadi (Bakar, 2002).

36 24 L. Teknik Asepsis Infeksi nosokomial timbul secara berkelanjutan dalam seluruh bidang pemeliharaan kesehatan. Resiko dari infeksi nosokomial dapat dengan mudah dikurangi dengan memahami dan melakukan teknik aseptic. Manusia merupakan sumber alamiah untuk mikroba, dimana seluruh mikroba dapat menjadi sumber untuk terjadinya suatu infeksi (Samaranayake, 2002). Pengontrolan mikroorganisme pada jaringan hidup dengan agen kimia diperlukan. Antisepsis adalah pencegahan infeksi atau sepsis dan didapatkan dengan antiseptik. Bahan kimia diaplikasikan pada jaringan untuk mencegah infeksi dengan membunuh atau menghambat pertumbuhannya, juga mengurangi jumlah total populasi mikroba. Agar tidak merusak jaringan host terlalu banyak, maka antiseptik umumnya tidak memiliki kemampuan toksik sebesar desinfektan (Samaranayake, 2002). Asepsis merupakan suatu tindakan untuk mengurangi jumlah mikroba semaksimal mungkin. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran mikroba dari orang yang satu terhadap yang lainnya. Usaha dilakukan untuk menjaga agar lingkungan dari pasien dibebaskan dari kontaminasi dan juga pasien dibebaskan dari koloni mikroba dan asepsis merupakan keadaan yang bebas dari infkesi, karena itu teknik aseptik digunakan untuk menggambarkan langkah-langkah yang perlu diambil guna mencegah infeksi yang timbul dari kontaminasi luka selama pembedahan, yang dapat menyebabkan penyembuhan yang terlambat setelah pembedahan (Samaranayake, 2002).

37 25 1. Prinsip Asepsis Menurut Crow (1990) terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam asepsis medis adalah sebagai berikut : a. Mengevaluasi setiap pasien untuk menentukan apakah terjadi proses infeksi, melihat dan menentukan kemungkinan barrier tepat yang terlibat dalam proses infeksi. Isolasi penyakitnya dan bukan pasiennya. b. Ketika terjadi penetrasi pada tubuh, kulit sebagai barrier ditembus, maka kondisi pasien menjadi rentan terhadap mikroba yang masuk ke dalam tubuh. Meskipun kulit yang merupakan barrier yang baik untuk melawan kontaminasi mikroba, tetap saja mikroba dapat berkoloni jika tidak dilakukan tindakan pencegahan secepat mungkin. c. Seluruh cairan tubuh dari pasien dipertimbangkan terkontaminasi. Team pemberi layanan kesehatan dan lingkungan dapat menjadi sumber kontaminasi bagi pasien. d. Agen antiseptik digunakan untuk membunuh atau mencegah mikroba kulit, kulit tidak dapat disterilkan tetapi jumlah mikroba dapat dikurangi, sedangkan agen desinfektan digunakan untuk membunuh atau mencegah mikroba lingkungan. Antiseptik bukan merupakan desinfektan. e. Karakteristik antiseptik meliputi kemampuan yang cepat untuk mengurangi flora, memiliki spektrum yang luas dalam kemampuan

38 26 membunuh, tidak dapat diabsorbsi melalui kulit dan membran mukosa, dan harus dengan konsentrasi yang tepat. Terdapat aturan yang berlaku dalam teknik aseptik yaitu hanya personel yang steril yang dapat menyentuh benda steril, dan hanya bahan steril yang dapat menyentuh jaringan pasien. Benda atau bahan yang sudah steril hanya boleh berkontak dengan benda atau bahan steril lainnya, jika bahan steril berkontak dengan bahan tidak steril maka menjadi tidak steril, dan jika suatu bahan diragukan kesterilannya, maka dianggap non steril. M. Infeksi Silang Kebanyakan orang mengangap infeksi silang atau croos infection inilah yang dimaksud dengan infeksi nosokomial. infeksi yang ditularkan dari pasien ke operator, operator ke operator atau pasien ke pasien. Transmisi dari infeksi dapat terjadi dengan kontak langsung dengan pasien atau kontak tidak langsung melalui instrument yang terkontaminasi. Beberapa jenis alat kedokteran gigi terutama Handpiece High Speed dan Ultra Sonic Scaler menghasilkan aerosol yang pasif selama penggunaan. Beberapa mikroorganisme patogen (termasuk dalam saluran nafas) ditransmisikan melalui penyebaran droplet, ini merupakan cara potensial untuk penyebaran infeksi di bidang kedokteran gigi. Sterilisasi yang efektif dari instrument kedokteran gigi merupakan aturan utama untuk semua kontrol infeksi, akan mencegah rute/ jalur transmisi infeksi silang (Samaranayake,2002).

39 27 N. Transmisi Perjalanan Penyakit Dalam praktek kedokteran gigi, penyakit atau infeksi dapat di tularkan dari pasien ke dokter gigi, dokter gigi ke pasien ataupun pasien ke pasien dapat terjadi apabila tidak melaksanakan tindakan pencegahan yang memadai. Menurut Kohli dan Puttaiah (2007) terdapat beberapa cara penularan penyakit berdasarkan keparahannya antara lain : 1. Perkutaneus (resiko tinggi) Inokulasi mikroorganisme dari darah dan saliva yang di tularkan dari jarum ataupun benda tajam. 2. Kontak Langsung (resiko tinggi) Tersentuh atau terpaparnya kulit yang utuh terhadap lesi oral yang menginfeksi, permukaan jaringan yang terinfeksi, carian yang terinfeksi atau percikan cairan yang terinfeksi. 3. Inhalasi aerosol atau droplet yang mengandung patogen (resiko sedang) Menghirup bioaerosol yang mengandung material infektif saat menggunakan handpiece dan scaler atau droplet nucleii yang berasal dari batuk. 4. Kontak tidak langsung (resiko rendah) Melalui menyentuh permukaan benda mati yang terkontaminasi pada ruang perawatan atau ruang operasi. Resiko transmisi penyakit bervariasi tergantung dari daya tahan tubuh host, virulensi, efektivitas organisme, dosis atau jumlah mikroorganisme, waktu pemaparan dan cara transmisi. Kontrol terhadap virulensi organisme

40 28 patogen atau mengurangi kerentanan pasien adalah hampir tidak mungkin dilakukan. Petugas klinis harus mengerti dan memahami tentang proses penyakit, rute transmisi, metode mengontrol transmisi, dan mengimplementasikan kontrol infeksi selama praktek untuk memutus rantai infeksi (Kohli dan Puttaiah, 2007). O. Perlengkapan Perlindungan Diri Perlengkapan perlindungan diri yang di pakai oleh petugas kesehatan gigi harus menutupi bagian tubuh mulai dari kepala hingga telapak kaki. Perlengkapan ini mulai dari tutup kepala, masker, pelindung mata dan alas kaki. Perlengkapan ini tidak harus di gunakan secara bersamaan, tergantung dari tingkat resiko yang mengerjakan, prosedur dan tindakan medis serta perawatan (Darmadi, 2008). Menurut Darmadi (2008) terdapat tiga hal penting yang harus di ketahui dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan agar tidak terjadi transmisi mikroba patogen ke penderita saat mengerjakan prosedur dan tindakan medis serta perawatannya : 1. Petugas diharapkan selalu berada dalam keadaan sehat, dalam arti kata bebas dari kemungkinan menularkan penyakit. 2. Setiap akan mengerjakan prosedur dan tindakan medis serta perawatan, petugas harus membiasakan diri untuk mencuci tangan serta tindakan hygiene lainnya.

41 29 3. Menggunakan atau memakai perlengkapan perlindungan diri sesuai kebutuhan dengan cara yang tepat. Personal Protective Equipment (PPE) atau perlengkapan perlindungan diri yang biasa digunakan dalam perawatan gigi adalah sarung tangan sekali pakai (steril atau non-steril), pelindung mata, perisai wajah, masker, gaun dan yang digunakan untuk melindungi tubuh pribadi dari darah dan cairan tubuh dan bahaya kimia. Fungsi utamanya adalah mengontrol kontaminasi silang dan mencegah penyebaran mikroba. 1. Sarung Tangan Sarung tangan dapat berupa single-use-disposable non-sterile exam gloves atau single-use-disposable sterile surgical gloves dapat digunakan di dalam mulut pasien Sarung tangan digunakan untuk mencegah kontaminasi tangan petugas kesehatan (Kohli dan Puttaiah, 2007). Fungi sarung tangan diantaranya adalah : a. Mengantisipasi kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh, selaput lendir, kulit nonintact dan bahan lainnya yang berpotensi menular. b. Mencegah kontak langsung dengan pasien yang terpapar atau terinfeksi dengan patogen ditularkan oleh rute kontak misalnya, VRE, MRSA, RSV c. Digunakan pada saat melakukan penanganan atau menyentuh peralatan perawatan.

42 30 2. Masker Masker pada kedokteran gigi digunakan untuk mengendalikan paparan terhadap rongga mulut dokter dan mukosa hidung terhadap material infeksius dan darah serta cairan rongga mulut pasien (Kohli dan Puttaiah, 2007). Sebuah masker bedah melindungi terhadap mikroorganisme yang dihasilkan oleh para pemakainya, dengan >95% efisiensi filtrasi bakteri, dan juga melindungi penggunanya dari partikel besar yang mungkin mengandung patogen dari darah atau mikroorganisme infeksius lainnya. Pada saat diperlukan isolasi pencegahan infeksi udara (misalnya, untuk pasien TB), Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH) mengeluarkan sertifikat untuk penggunaan particulate-filter respirator (misal: N95, N99, atau N100). N95 memiliki kemampuan untuk menyaring partikel 1-μm dengan filter efisiensi >95% (penyaring kebocoran <5%), memberikan tingkat aliran <50 L / min (yaitu, perkiraan laju aliran udara maksimum pekerja kesehatan saat bernafas). Data menunjukkan ukuran infectious droplet adalah berinti 1-5 μm; oleh karena itu, respirator yang digunakan dalam pengaturan layanan kesehatan harus dapat efisien menyaring partikel terkecil dalam kisaran ini. Mayoritas masker bedah tidak bersertifikasi NIOSH sebagai respirator, dan tidak melindungi penggunanya dari paparan TB (Kohn dkk, 2003). Menurut Kohli dan Puttaiah (2007), masker yang menempel pada garis mata dapat dibuang setiap kali pakai. Setiap kali menggunakan

43 31 masker, pekerja kesehatan harus membuangnya setelah merawat satu pasien. Jika prosedur melampaui menit, mungkin perlu untuk mengganti masker dengan yang baru. Ketika terlihat kontaminasi atau percikan yang berulang-ulang, masker baru harus digunakan setelah mencuci muka dan mata (jika diperlukan). 3. Pelindung Mata Pada dunia kedokteran gigi dapat pelindung mata dapat berupa goggles,glass polikarbonat dengan sisi-perisai, face-shield dan prescription glasses dengan side-shields sekali pakai. Walaupun sudah memakai side-shields, masker harus tetap dipakai untuk mengkontrol paparan percikan dari side. Kebanyakan kacamata setidaknya harus dibersihkan dengan sabun dan air pada akhir setiap sesi atau ketika tampak terkontaminasi. Pada saat trimming model, gigi palsu, memotong kabel dan melakukan pekerjaan laboratorium atau selama pengolahan ulang pada instrumen, penggunaan pelindung mata adalah suatu keharusan untuk mengurangi kemungkinan terpapar bahan berbahaya dan partikel keras yang dapat merusak mata (Kohli dan Puttaiah, 2007). 4. Pakaian Pelindung Pakaian pelindung dan peralatan (misalnya, gaun, jas laboratorium, sarung tangan, masker, dan pelindung mata atau pelindung wajah) harus dipakai untuk mencegah kontaminasi dari pakaian yang dikenakan dan melindungi kulit pekerja kesehatan dari paparan darah dan zat tubuh lainnya. Lengan baju harus cukup panjang untuk melindungi lengan saat

44 32 baju dikenakan. Pekerja kesehatan harus mengganti pakaian pelindung ketika menjadi terlihat kotor dan tertembus oleh darah atau cairan lain yang berpotensi infeksius. Semua pakaian pelindung harus dibersihkan sebelum meninggalkan daerah kerja. Pakaian bedah harus terbuat dari bahan yang dapat dicuci dengan mesin dengan deterjen yang pada suhu 65 C untuk membasmi kontaminasi mikroba yang potensial (Kohn dkk, 2003). P. Sarung Tangan Dokter gigi profesional menggunakan sarung tangan medis lebih dari 40 jam per minggunya untuk melindungi tangan mereka dari paparan virus, bakteria, air liur darah pasien dan jamur. Bahan kiama yang terkait dengan kedokteran gigi seperti senyawa, biocides dan agen-agen agen pemebersih dapat memberikan kekuatan pada sarung tangan dan mengurangi atau melemahkan resistensi tusukan yang bisa membahayakan keselamatan pemakai (Smith, 2008). Sarung tangan dapat melindungi baik pasien dan petugas kesehatan dari paparan bahan infeksius yang mungkin ada di tangan. Seberapa jauh sarung tangan dapat melindungi petugas kesehatan dari penularan patogen melalui darah (misalnya, HIV, HBV, HCV) setelah jarum suntik atau pucture lain yang menembus sarung tangan belum dapat ditentukan. Sarung tangan diproduksi untuk tujuan kesehatan tunduk pada evaluasi FDA dan clearance. Sarung tangan Steril medis sekali pakai yang terbuat dari berbagai bahan

45 33 (misalnya latex, vynil, nitril) yang tersedia untuk perawatan pasien rutin, Pemilihan jenis sarung tangan untuk non-bedah digunakan didasarkan pada sejumlah faktor, termasuk tugas yang harus dilakukan, diantisipasi dengan bahan kimia dan agen kemoterapi, sensitivitas latex, ukuran, dan kebijakan fasilitas untuk menciptakan lingkungan bebas latex. Untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh selama non-bedah perawatan pasien, sepasang sarung tangan tunggal umumnya memberikan perlindungan yang memadai. Namun, ada variabilitas yang cukup besar antara sarung tangan, baik kualitas dari proses manufaktur dan jenis bahan berpengaruh terhadap efektifitas penghalang (Kohli dan Puttaiah, 2007). Dokter gigi diharuskan memakai sarung tangan pada saat merawat pasien sesuai rekomendasi dalam pedoman pengendalian infeksi. Namun, terkadang sangat sulit untuk mengetahui bahan sarung tangan yang tepat, karena masing-masing menawarkan karakteristik yang unik ataupun perbedaan ekonomi, rasa perabaan dan kenyamanan dalam hal memberi perlindungan. Menurut Departemen Kesehatan dan Penuaan, pemerintah Australia (2004) membagi sarung tarung dari jenis bahannya yaitu : 1. Nitrile Nitrile merupakan sarung tangan yang berbasis potrelium. Sarung tangan ini direkomendasikan untuk menjadi alternative produk NRL karena lebih kuat jika diberikan kekuatan tinggi dan tahan pada cairan kimia yang sangat kuat.

46 34 2. Vinyl Vinyl atau PVC adalah suatu bahan yang berbasis potrelium, tetapi molekul-molekulnya tidak berkaitan. Karena tidak memiliki kaitan maka molekul individu dari vinyl ini akan teruai bila sarung tangan ini digunakan dengan tekanan tinggi ataupun ditekuk dengan keras sehingga bisa menyebabkan sarung tangan ini mengalami sobekan pada saat penggunaan. Sarung tangan vinyl adalah sarung tangan yang paling lemah diantara yang lainnya karena kekuatan dan elastisitasnya sangat terbatas, hal ini sangat mempengaruhi penggunanya karena bisa mengurangi tingkat kenyamanan pada saat memberikan tindakan. 3. Natural Rubber Latex (NRL) NRL merupakan polymeric material memberikan kekuatan yang sangat baik. Kekuatan NRL sangat tinggi, memungkinkan sarung tangan ini bisa selalu kembali ke bentuk aslinya walaupun ditarik berkali-kali tanpa membuat lubang ataupun sobekan. Elastisitas ini menyediakan kenyamanan dan cocok bila dibandingkan dengan bahan lainnya. Sarung tangan yang terbuat dari bahan NRL juga sangat tahan tusukan dan memiliki kecenderungan untuk menutup sendiri jika terjadi sebuah lubang kecil walaupun tertusuk benda tajam sekalipun. Sarung tangan ini juga memiliki beberapa keuntungan seperti lebih kuat, mudah digunakan, tetap nyaman digunakan walaupun basah ataupun dan memiliki daya ketahanan yang luas pada bahan kimia selain itu sarung tangan ini selalu menjadi pilihan pertama bagi setiap petugas kesehatan.

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang BAB 2 EKSTRAKSI GIGI 2.1 Defenisi Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik

Lebih terperinci

ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT

ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT OLEH Ahyar Riza NIP: 132 316 965 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Ahyar Riza : Asepsis Sesudah Tindakan Bedah Mulut, 2009 ASEPSIS SESUDAH

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencabutan Gigi Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewaspadaan Umum/Universal Precaution 2.1.1. Defenisi Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen yang bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama oleh negara-negara

Lebih terperinci

Pengendalian infeksi

Pengendalian infeksi Pengendalian infeksi Medis asepsis atau teknik bersih Bedah asepsis atau teknik steril tindakan pencegahan standar Transmisi Berbasis tindakan pencegahan - tindakan pencegahan airborne - tindakan pencegahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. Penyebaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang dilaksanakan di Poli Gigi dan Mulut Puskesmas. 1 Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencabutan Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari dalam soket dari tulang alveolar, di mana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kesehatan gigi berisiko tinggi terpapar oleh mikroorganisme patogen di lingkungan kerja seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan gigi. Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri. BAB I DEFINISI APD adalah Alat Pelindung Diri. Pelindung yang baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya xvii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petugas di bidang pelayanan kesehatan umum maupun gigi, baik dokter gigi, perawat gigi maupun pembantu rawat gigi, telah lama disadari merupakan kelompok yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut - Pendidikan (RSGM-P FKG UI) pada periode 6 Oktober 2008-10 November 2008. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya pencegahan infeksi

Lebih terperinci

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Rahmawati Minhajat Dimas Bayu Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2014 KETERAMPILAN SANITASI

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9).

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9). BAB 2 IMPLAN GIGI 2.1 Definisi Implan Gigi Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi adalah

Lebih terperinci

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi diabetes mellitus pada kesehatan gigi masalah dan solusi pencegahannya. Bagi penderita diabetes tipe 2 lebih rentan dengan komplikasi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya permukaan kulit/mukosa yang menghasilkan perdarahan. Luka dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor fisik dan kimia. Terdapat beberapa

Lebih terperinci

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi Pendahuluan Sejak AIDS dikenal; kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal atau universal precaution dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei yang bertujuan untuk menggambarkan prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap Tempat/ Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat Orangtua Ayah Ibu Riwayat Pendidikan : Ganesh Dorasamy : Kuala Lumpur, Malaysia / 25September1986 : Laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan

Lebih terperinci

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar. Penggunaan APD perlu pengawasan karena dengan penggunaan APD yang tidak tepat akan menambah cost TUJUAN PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien Odontektomi Odontektomi menurut Archer adalah pengambilan gigi dengan prosedur bedah dengan pengangkatan mukoperiosterial flap dan membuang tulang yang ada diatas gigi dan juga tulang disekitar akar bukal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN APD DI RS AT TUROTS AL ISLAMY YOGYAKARTA

PANDUAN PENGGUNAAN APD DI RS AT TUROTS AL ISLAMY YOGYAKARTA PANDUAN PENGGUNAAN APD DI RS AT TUROTS AL ISLAMY YOGYAKARTA A. LATAR BELAKANG Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada tugas yang berat untuk bekerja dengan aman dalam lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gingivitis sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat dengan kebersihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Menurut Paren (2006) pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama

Lebih terperinci

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket.

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket. DRY SOCKET Definisi Dry Socket adalah suatu kondisi hilangnya blood clot dari soket gigi. Komplikasi yang paling sering terjadi, dan paling sakit sesudah pencabutan gigi adalah dry socket. Setelah pencabutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk fungsi bicara, pengunyahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi kronis rongga mulut dengan prevalensi 10 60% pada orang dewasa. Penyakit periodontal meliputi gingivitis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah terjadinya infeksi silang yang bisa ditularkan terhadap pasien, dokter

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah terjadinya infeksi silang yang bisa ditularkan terhadap pasien, dokter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap pekerjaan mempunyai risiko kerja masing-masing, termasuk bagi praktisi yang memiliki pekerjaan dalam bidang kedokteran gigi. Salah satu risiko tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas medis untuk kesehatan masyarakat bisa dilakukan di poliklinik maupun di rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya gaya hidup dan perubahan pandangan mengenai konsep estetika, masyarakat dewasa ini memilih perawatan ortodontik berdasarkan kebutuhan

Lebih terperinci

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 PENDAHULUAN KEWASPADAAN ISOLASI PELAKSANAAN PPI DI RS & FASILITAS PETUNJUK PPI UNTUK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker leher kepala merupakan kanker yang terdapat pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan nasofaring sampai trakhea dan esophagus, juga sering melibatkan

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur dental yang invasif sering diikuti dengan berbagai macam komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan tidak semua dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi adalah tindakan pengambilan gigi pada soketnya tanpa atau dengan pembukaan jaringan lunak dan jaringan keras. Pengurangan tulang dilakukan jika

Lebih terperinci

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes.

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes. PENDAHULUAN Perawatan implan gigi adalah cara yang efisien untuk menggantikan gigi yang hilang. Namun,diabetes dapat dianggap sebagai kontraindikasi perawatan karena tingkat kegagalan sedikit lebih tinggi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5 DAFTAR ISI 1.1 Latar belakang...1 1.2 Definisi...4 1.3 Pengelolaan Linen...5 i PEMROSESAN PERALATAN PASIEN DAN PENATALAKSANAAN LINEN Deskripsi : Konsep penting yang akan dipelajari dalam bab ini meliputi

Lebih terperinci

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN 1 INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN PENGERTIAN Infeksi adalah proses ketika seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen/infeksius dan menyebabkan sakit. Nosokomial berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terakhir dalam perawatan gigi dan mulut karena berbagai alasan, antara lain untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terakhir dalam perawatan gigi dan mulut karena berbagai alasan, antara lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dan tulang alveolar. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang sering dilakukan oleh dokter gigi (Adeyemo dkk.,

Lebih terperinci

HEPATITIS FUNGSI HATI

HEPATITIS FUNGSI HATI HEPATITIS Hepatitis adalah istilah umum untuk pembengkakan (peradangan) hati (hepa dalam bahasa Yunani berarti hati, dan itis berarti pembengkakan). Banyak hal yang dapat membuat hati Anda bengkak, termasuk:

Lebih terperinci

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu 1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar 2013, perokok aktif mulai dari usia 15 tahun ke

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA Oleh Kelompok 7 Vera Tri Astuti Hsb (071101030) Nova Winda Srgh (071101031) Hafizhoh Isneini P (071101032) Rini Sri Wanda (071101033) Dian P S (071101034) Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dan terjadi setelah seseorang mengalami penginderaan terhadap suatu objek tertentu, baik indera pengelihatan, pendengaran, penciuman,

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah 12 mengalami defisiensi, terutama pada bagian posterior maksila. Sinus Lifting juga merupakan prosedur pembedahan yang relatif aman dan memiliki prevalensi komplikasi yang cukup rendah serta relatif mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan zaman yang semakin kompleks membawa banyak perubahan di berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa ini, bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang

Lebih terperinci

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

Bagian XIII Infeksi Nosokomial Bagian XIII Infeksi Nosokomial A. Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan pengertian infeksi nosokomial 2. Menjelaskan Batasan infeksi nosocomial 3. Menjelaskan bagaimana proses terjadinya infeksi nosocomial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan, gigi impaksi dan untuk keperluan prosedur ortodontik. 1, 2

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan, gigi impaksi dan untuk keperluan prosedur ortodontik. 1, 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencabutan gigi merupakan salah satu prosedur bedah minor pada mulut yang dapat dilakukan dengan tang, elevator ataupun pendekatan transalveolar. Pencabutan gigi tersebut

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE Oleh : Rozario N. Ramandey 200852089 PENCABUTAN GIGI Pencabutan gigi yang ideal pencabutan tanpa rasa sakit satu

Lebih terperinci

b) Luka bakar derajat II

b) Luka bakar derajat II 15 seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Infeksi adalah proses masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh, kemudian terjadi kolonisasi dan menimbulkan penyakit (Entjang, 2003). Infeksi Nosokomial

Lebih terperinci

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan Sariawan Neng...! Kata-kata itu sering kita dengar pada aneka iklan suplemen obat panas yang berseliweran di televisi. Sariawan, gangguan penyakit pada rongga mulut, ini kadang ditanggapi sepele oleh penderitanya.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulserasi adalah lesi berbentuk seperti kawah pada kulit atau mukosa mulut. Ulkus adalah istilah yang digunakan untuk menyebut luka pada jaringan kutaneus atau mukosa

Lebih terperinci

TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT

TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT Dipresentasikan pada Prosiding Temu Ilmiah Bandung Dentistry 6 Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Cabang Kota Bandung Oleh : Lucky Riawan, drg., Sp BM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia contohnya adalah obesitas, diabetes, kolesterol, hipertensi, kanker usus,

BAB I PENDAHULUAN. manusia contohnya adalah obesitas, diabetes, kolesterol, hipertensi, kanker usus, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin majunya Ilmu Kedokteran menyebabkan penyakit infeksi sudah mulai berkurang sehingga lebih banyak orang yang mengalami penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif

Lebih terperinci

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM KEWASPADAAN ISOLASI Oleh : KOMITE PPIRS RSCM POKOK BAHASAN Pendahuluan Definisi Kewaspadaan Transmisi Etika batuk Menyuntik yang aman Prosedur lumbal pungsi Kelalaian - kelalaian Tujuan Setelah pelatihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia Rumah Sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini masih menjadi masalah serius di dunia kesehatan. Stroke merupakan penyakit pembunuh nomor dua di dunia,

Lebih terperinci

STERILISASI & DESINFEKSI

STERILISASI & DESINFEKSI STERILISASI & DESINFEKSI Baskoro Setioputro 6-1 Cara penularan infeksi : 1. Kontak Langsung, tidak langsung, droplet 2. Udara Debu, kulit lepas 3. Alat Darah, makanan, cairan intra vena 4. Vektor / serangga

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Odontektomi atau pencabutan gigi dengan pembedahan merupakan tindakan pembedahan yang sering dilakukan oleh spesialis bedah mulut (Rahayu, 2014). Pencabutan gigi

Lebih terperinci

Sakit Gigi Akibatkan Penyakit Jantung dan Stroke

Sakit Gigi Akibatkan Penyakit Jantung dan Stroke Sakit Gigi Akibatkan Penyakit Jantung dan Stroke Jangan mengabaikan kesehatan gigi dan mulut. Salah-salah, penyakit lain pun menyerang Masih ingat pelawak Leysus? Ya, ia meninggal Selasa (3/1/06) lalu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alat kesehatan meliputi barang, instrumen atau alat lain yang termasuk tiap komponen, bagian atau perlengkapannya yang diproduksi, dijual atau dimaksudkan untuk digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu tempat pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama untuk masyarakat yang sedang sakit. Tujuan utama rumah sakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi keberhasilan perawatan kaping pulpa direk dengan bahan kalsium hidroksida hard setting

Lebih terperinci

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Apakah hepatitis? Hepatitis adalah peradangan hati. Ini mungkin disebabkan oleh obat-obatan, penggunaan alkohol, atau kondisi medis tertentu. Tetapi dalam banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu,

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu, maupun pada permukaan jaringan tubuh kita sendiri, di segala macam tempat serta lingkungan

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Menurut Pedlar dan Frame (2001) pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang, elevator, atau penekanan trans alveolar. 1 Pencabutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan mekanik. Ketika prinsip tersebut diterapkan dengan tepat, gigi dapat dikeluarkan

Lebih terperinci

ANALISIS RESIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA INSTALASI LAUNDRY

ANALISIS RESIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA INSTALASI LAUNDRY ANALISIS RESIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA INSTALASI LAUNDRY Pengendalian Bahaya berguna agar terjadinya incident, accident penyakit akibat hubungan kerja ditempat kerja berkurang atau tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristika stafilokokus Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dan saluran pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu memproduksi endotoksin. Habitat alaminya

Lebih terperinci

PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI

PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI Oleh: TIM PPI RS BHAYNGKARA WAHYU TUTUKO BOJONEGORO DAFTAR ISI: Daftar isi... 2 I. Pendahuluan...3 II. Perencanaan program pengendalian infeksi berbasis Akreditasi rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam percobaan ini mengunakan metoda spektrometri yang pengukuran secara kuantitatif. Namun percobaan ini tidak jauh berbeda dengan percobaan sebelumnya karena percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014).

BAB I PENDAHULUAN. dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cemas adalah fenomena dimana seseorang merasa tegang, takut dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014). Kecemasan dental adalah masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perawat profesional dalam melaksanakan peran dan fungsinya sehari hari, selalu beresiko tertular terhadap berbagai penyakit. Penularan penyakit dapat terjadi secara kontak

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL A. Pendahuluan 1. Deskripsi Dalam bab ini diuraikan mengenai keadaan anatomis gigi geligi, posisi gigi pada lengkung rahang, letak

Lebih terperinci