KESEPIAN PADA PRIA USIA LANJUT YANG MELAJANG RARA OKTARIA Fakultas Psikologi Univesitas Gunadarma Abstrak Setiap orang membutuhkan seseorang dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KESEPIAN PADA PRIA USIA LANJUT YANG MELAJANG RARA OKTARIA Fakultas Psikologi Univesitas Gunadarma Abstrak Setiap orang membutuhkan seseorang dalam"

Transkripsi

1 KESEPIAN PADA PRIA USIA LANJUT YANG MELAJANG RARA OKTARIA Fakultas Psikologi Univesitas Gunadarma Abstrak Setiap orang membutuhkan seseorang dalam hidupnya seperti melakukan perkawinan yang merupakan ikatan diantara dua insan yang berbeda. Namun tidak semua orang menikah, ada yang memilih hidup melajang. Pada awalnya menganggap melajang itu mengasyikkan, namun dengan seiringnya waktu tmbul kesepian yang mengakibatkan rasa tertekan terutama ketika memasuki usia lanjut karena diusia ini banyak kehilangan kontak sosial dengan seseorang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penyebab pria usia lanjut melajang, mengetahui gambaran kesepian pada pria usia lanjut yang melajang dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian pada pria usia lanjut yang melajang. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan subjek penelitian ini adalah pria usia lanjut yang melajang dengan usia 60 tahun. Adapun jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak satu orang. Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyebab pria usia lanjut melajang dapat disimpulkan bahwa, pertama yaitu subjek menjalin hubungan dengan wanita selalu tidak disetujui oleh ibunya dengan alasan perilakunya kurang bagus. Kedua yaitu subjek tidak mempunyai pekerjaan, dalam hal ini subjek mengatakan bahwa dirinya putus dengan pacarnya karena dirinya sampai saat ini belum memiliki pekerjaan. Ketiga yaitu masalah kesehatan, menurut subjek penyebab dirinya tidak bekerja karena subjek sakit selama sepuluh tahun. Terdapat gambaran kesepian subjek. Gambaran ini memperlihatkan sikap dan perilaku subjek menunjukan kesepian. Gambaran yang pertama kesepian perilaku, dua subtema yang muncul yaitu, tidak memiliki teman dekat atau sahabat, dan merasa sendiri. Yang kedua kesepian kognitif, dua subtema yang muncul yaitu, tidak ada teman untuk berbagi cerita, dan merasa tidak cocok untuk bergaul dengan orang lain. Yang ketiga kesepian emosional, dua subtema yang muncul yaitu, merasa sedih tidak memiliki pasangan, merasa tidak ada satu pun orang yang memahaminya. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kesepian subjek. Pertama faktor psikologis terdapat empat subfaktor yang muncul yaitu kurang adanya dukungan dari lingkungan, kurangnya percaya diri, kepribadian yang tidak sesuai dengan lingkungan, dan ketakutan menanggung resiko sosial. Pada faktor situasional terdapat dua subfaktor yang muncul yaitu takut di kenal orang lain, dan kehidupan di dalam rumah. Kata kunci : Kesepian, pria usia lanjut, melajang

2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari hubungannya dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial kita memerlukan hubungan interpersonal secara mendalam dengan seseorang sehingga dapat memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya. Hubungan yang demikian akan meningkat terus sehingga sampai pada suatu perkawinan. Perkawinan merupakan salah satu bentuk perkembangan ketika kita meningkat dewasa. Menurut Husein (2006) perkawinan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berpikir (mental), pendidikan dan lain hal. Namun demikian, ternyata tidak semua orang dewasa menikah. Hal ini terlihat dari data-data sensus penduduk maupun penelitian. Menurut sumber data statistik Indonesia (2008), mengenai penduduk yang berusia tahun yang membujang atau sekarang yang dikenal dengan istilah lajang jumlahnya sekitar 1,71 % pada tahun Para lajang yang memilih menjalani hidup sendiri atau hidup melajang bukanlah suatu hal tanpa masalah sehingga dapat dengan mudah dijalankan oleh seseorang. Mereka yang menjalani kehidupan melajang harus berani mengambil segala resiko dari segala permasalahan yang akan timbul nantinya. Menurut Hurlock (1991) antara pria dan wanita terdapat perbedaan dalam menjalani kehidupan melajang. Untuk wanita biasanya diwarnai stres jika belum menikah. Berbeda dengan para pria yang tidak mempersalahkan kapan mereka menikah karena mereka tahu bahwa pria dapat saja menikah kapan pria mau. Banyak pria yang tetap membujang karena ingin menikmati kebebasan sebagai bujangan, atau karena mereka ingin mempersembahkan waktu dan tenaga mereka sampai mantap dalam karier. Kebanyakan orang yang tidak menikah, mempunyai alasan yang

3 kuat untuk tetap membujang. Menurut Baron (dalam Andryana, 2007), alasan pria tidak menikah yaitu mereka menganggap komitmen jangka panjang atau menikah akan merusak hubungan indah yang telah terjalin, lalu mereka menganggap menikah membuat mereka tidak sebebas hidup melajang, takut dengan perceraian, trauma karena kegagalan yang dialami kedua orang tuanya, dan terkadang pria mempunyai sifat pembosan. Selain itu ada survey yang dilakukan oleh majalah Femina (2006) terhadap 60 pria dan didapat beberapa alasan mengapa mereka masih melajang yaitu ada 35 % suara yang mengatakan pria merasa lebih bebas tidak menikah atau tidak ingin kebebasannya dikekang, ada 29 % suara yang mengatakan ingin 100 % fokus untuk berkarier, lalu 20 % suara yang mengatakan belum merasa mapan dan ada 16 % suara yang mengatakan belum menemukan pasangan yang tepat. Pada awalnya para lajang menganggap hidup sendiri itu mengasyikkan, namun dengan seiringnya waktu timbul perasaan kesepian (Santrock, 2002). Menurut Nowan (2008) kesepian adalah perasaan yang timbul akibat kebutuhan yang mendesak akan kehadiran orang lain, untuk berkomunikasi, untuk mempunyai relasi intim dengan orang lain, ataupun kebutuhan akan dukungan, penerimaan, dan penghargaan dari orang lain akan keberadaan dirinya. Beberapa penelitian menggunakan skala kesepian yang dikembangkan oleh University of California of Los Angeles (UCLA Loneliness Scale) mendapatkan hasil bahwa pria memiliki rata-rata skor kesepian yang lebih tinggi daripada wanita (Brehm, 1992). Borys dan Perlman (dalam Brehm, 1992) mengatakan perbedaan jenis kelamin dalam tingkat kesepian dapat tergantung pada jenis pertanyaan yang diajukan. Bila pengukuran dilakukan dengan menggunakan UCLA Loneliness Scale, dimana dalam skala tersebut tidak muncul kata kesepian secara terang-terangan, maka subjek pria dilaporkan memiliki tingkat kesepian yang lebih

4 tinggi daripada wanita. Sedangkan bila pengukuran kesepian dilakukan dengan terang-terangan menyebutkan kata kesepian. Maka didapatkan hasil sebaliknya yakni subjek wanita memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi daripada pria. Borys dan Perlman (dalam Brehm, 1992) mengemukakan bahwa hal ini disebabkan karena pria pada umumnya lebih sulit mengakui secara terang-terangan bahwa dirinya mengalami kesepian. Seseorang yang kesepian cenderung menyalahkan diri sendiri atas kekurangan mereka. Sebagai contoh, mereka menunjukkan keterbukaan diri yang tidak tepat, perhatian untuk diri sendiri sebagai ganti perhatian terhadap pasangan atau ketidakmampuan untuk membangun keintiman yang nyaman (Frankel dan Prentice dalam Santrock, 2002). Terutama ketika mereka memasuki usia lanjut dimana usia lanjut itu sendiri adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1991). Dimana dalam usia ini banyak kehilangan kontak sosial karena pola hidupnya semasa muda cenderung konsentrasi pada pada pekerjaan kantor dan tidak mempunyai banyak waktu bergaul dan berorganisasi dan membuat masa pensiunnya bingung apa yang harus dilakukan dan dengan siapa akan mengadakan kontak dan komunikasi. Selain itu, terkadang jauh dari Tuhan sehingga para usia lanjut merasa tidak berguna dan berdampak pada upaya menarik diri dari pergaulan sosial (Hanum, 2000). Disamping itu, kesepian para usia lanjut dapat disebabkan pengalaman traumatis, yaitu trauma yang disebabkan oleh meninggalnya orang yang amat dicintai. Peristiwa tersebut dapat menenggelamkan seseorang dalam kesepian yang sangat mendalam dan masuk dalam suasana kegelapan (Hulme dalam Hanum, 2000) Dari uraian di atas disimpulkan bahwa setiap orang membutuhkan hubungan interpersonal secara mendalam

5 dengan seseorang, bukan sekedar hubungan yang basa-basi melainkan hubungan yang bermakna, seperti melalui perkawinan yang merupakan ikatan diantara dua insan yang berbeda. Namun, tidak semua orang menikah, ada yang memilih untuk hidup sendiri atau melajang. Mereka yang hidup melajang harus berani mengambil resiko atas segala permasalahan yang akan timbul nantinya. Diantaranya kesepian, perasaan ini dapat menimbulkan perasaan tertekan pada diri seseorang yang melajang terutama ketika memasuki usia lanjut yang mana dalam usia ini banyak kehilangan kontak sosial dan menarik diri dari pergaulan sosial karena pola hidupnya yang salah semasa muda. Disamping itu, juga karena pengalaman traumatis yang terjadi pada diri usia lanjut yaitu kehilangan orang yang dicintainya. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebab-sebab pria usia lanjut hidup melajang, gambaran kesepian yang dialami dan faktorfaktor yang mempengaruhi kesepian Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Studi kasus ini diharapkan memberi masukan terhadap kajian psikologi khususnya psikologi sosial dan psikologi perkembangan mengenai masalah kesepian dan menjadi bahan acuan bagi peneliti selanjutnya, terutama yang berkaitan dengan kesepian pada pria usia lanjut yang lajang. 2. Manfaat Praktis Peneliti berharap pada studi kasus ini dapat menjadi acuan bagi para psikolog dalam memberikan saran dan masukan bagi yang mengalami masalah kesepian pada pria usia lanjut yang belum menikah agar dapat bangkit dari rasa kesepian dan bertindak dengan langkahlangkah positif.

6 TINJAUAN PUSTAKA Kesepian Peplau dan Perlman (dalam Baron & Bryne, 2002) kesepian adalah suatu reaksi emosional dan kognitif terhadap dimilikinya hubungan yang lebih sedikit dan lebih tidak memuaskan daripada yang diinginkan oleh orang tersebut. Sedangkan Hanum (2008) kesepian merupakan kondisi dimana orang merasa tersisih dari kelompoknya, tidak diakui eksistensinya, tidak diperhatikan oleh orang-orang sekitarnya, tidak ada tempat berbagi rasa, terisolasi dari lingkungan sehingga menimbulkan rasa sunyi, sepi, pedih dan tertekan. Menurut Nowan (2008) kesepian adalah perasaan yang timbul akibat kebutuhan yang mendesak akan kehadiran orang lain, untuk berkomunikasi, untuk mempunyai relasi intim dengan orang lain, ataupun kebutuhan akan dukungan, penerimaan, dan penghargaan dari orang lain akan keberadaan dirinya. Menurut Gierveld (dalam Latifa, 2008) kesepian adalah kondisi isolasi sosial yang subyektif (subjective social isolation), dimana situasi yang dialami individu tersebut dirasa tidak menyenangkan dan tidak diragukan lagi terjadi kekurangan kualitas hubungan (lack of quality of relationship). Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa kesepian adalah suatu reaksi emosional dan kognitif dimana orang merasa tersisih dari kelompoknya, tidak ada tempat berbagi rasa, terisolasi dari lingkungan sehingga menimbulkan rasa sunyi, sepi, pedih dan tertekan. Ciri-ciri Kesepian Menurut Nowan (2008) menyebutkan bahwa orang yang kesepian ada masalah dalam memandang eksistensi dirinya (merasa tidak berguna, merasa gagal, merasa terpuruk, merasa sendiri, merasa tidak ada yang peduli, dan perasaan negatif lainnya).

7 Sedangkan menurut psychology Today Magazine (2003) menyebutkan bahwa orang kesepian merasa tidak mampu bergaul dengan orang lain, merasa tidak ada satu pun orang yang memahaminya, merasa depresi, dan merasa cemas. Menurut Baron & Bryne (2005) orang yang kesepian cenderung untuk menjadi tidak bahagia dan tidak puas dengan diri sendiri, tidak mau mendengar keterbukaan intim dari orang lain dan cenderung membuka diri mereka baik terlalu sedikit atau terlalu banyak, merasakan kesia-siaan (hopelessness), dan merasa putus asa. Menurut Robinson (1994) menyebutkan bahwa orang yang kesepian merasa terasing dari kelompoknya, tidak merasakan adanya cinta disekelilingnya, merasa tidak ada yang peduli dengan dirinya dan merasakan kesendirian, serta merasa sulit untuk mendapatkan teman. Berdasarkan ciri-ciri diatas disimpulkan bahwa ciri-ciri kesepian adalah orang yang kesepian merasa dirinya tidak berguna, merasa gagal, merasa tidak ada satu pun orang yang memahaminya, tidak merasakan adanya cinta disekelilingnya, merasa depresi, cenderung tidak bahagia dan merasakan kesia-siaan (hopelessness). Tipe-tipe Kesepian Menurut Weiss (dalam Sears dkk, 1991) perasaan kesepian tersebut dapat dibedakan kedalam 2 (dua) tipe, yaitu : a. Kesepian Emosional (Emotional Loneliness) Kesepian ini terjadi karena tidak adanya figur kelekatan dalam hubungan intimnya, seperti anak yang tidak ada orang tuanya atau orang dewasa yang tidak memiliki pasangan atau teman dekat. Kesepian emosional dapat terjadi karena tidak adanya hubungan dekat dengan orang lain, kurangnya adanya perhatian satu sama lain. Jika individu merasakan hal ini, meskipun dia berinteraksi dengan orang banyak dia akan tetap merasa kesepian.

8 b. Kesepian Situasional (Situational Loneliness) Kesepian ini terjadi ketika sesorang kehilangan integrasi sosial atau komunitas yang terdapat teman dan hubungan sosial. Kesepian ini disebabkan karena ketidakhadiran orang lain dan dapat diatasi dengan hadirnya orang lain. Sedangkan menurut Sadler (dalam Latifa, 2008) ada lima tipe kesepian, yaitu : a. Interpersonal Loneliness Manakala individu merindukan seseorang yang dahulu pernah dekat dengannya dan melibatkan kesedihan yang mendalam sehingga individu mencari-cari orang baru untuk dicintai. Tapi jika menemukan orang yang potensial menjadi pasangan baru sebelum ia mampu mengatasi kesedihan terdahulu, maka individu akan takut atau menolak. b. Kesepian Sosial (Social Loneliness) Perasaan ketika individu tidak ingin terpisah dari kelompok sosial yang dianggap penting bagi kesejahteraannya dan tidak ada hal yang dapat ia lakukan untuk mengatasi hal itu sekarang. c. Culture Shock Terjadi ketika individu pindah ke suatu lingkungan kebudayaan baru. d. Kesepian Kosmik (Cosmic Loneliness) Dikenal dengan kesepian eksistensial yaitu perasaan ketidakmungkinan untuk menjalin suatu hubungan yang sempurna dengan orang lain. e. Kesepian Psikologikal (Psychological Loneliness) Kesepian ini datang dari kedalaman hati individu, baik itu yang berasal dari situasi masa kini ataupun sebagai reaksi dari traumatrauma masa lalu. Menurut Bruno (2000), mendefinisikan tiga penggolongan kesepian yaitu: a. Kesepian Kognitif (Cognitive Loneliness) Kesepian kognitif terjadi jika individu mempunyai sedikit teman

9 untuk berbagi pikiran atau gagasan yang dianggap penting. b. Kesepian Perilaku (Behavioral Loneliness) Kesepian perilaku terjadi bila anda kurang atau tidak mempunyai teman sewaktu berjalan atau melakukan kegiatan di luar rumah, misalnya anda ingin nonton film atau ingin makan di restoran tapi anda tidak memiliki seorang teman yang anda kenal yang bisa di ajak. c. Kesepian Emosional (Emotional Loneliness) Kesepian jenis ini terjadi bila individu membutuhkan kasih sayang tapi tidak mendapatkannya. Inilah kesepian yang sangat penting dan sangat buruk dampaknya. Berdasarkan uraian di atas kesepian emosional adalah kesepian yang terjadi akibat tidak adanya figur kelekatan dalam hubungan intim dengan seseorang dan juga kurang perhatian satu sama lain, jika individu merasakan hal ini, meskipun dia berinteraksi dengan orang banyak dia akan tetap merasa kesepian dan bisa berdampak buruk bagi individu tersebut. Sedangkan kesepian perilaku atau juga kesepian situasional adalah kesepian yang terjadi karena ketidakhadiran seseorang atau tidak mempunyai teman untuk diajak melakukan kegiatan di luar rumah dan dapat di atasi dengan hadirnya sesorang. Kesepian kognitif terjadi akibat tidak mempunyai atau kurang memiliki teman untuk berbagi pikiran atau gagasan yang dianggap penting. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesepian Menurut Middlebrook (dalam Turnip, 1997) faktor yang mempengaruhi kesepian adalah sebagai berikut : a. Faktor Psikologis 1) Kesepian Eksistensial Keterbatasan manusia yang terpisah dari orang lain sehingga seseorang tersebut tidak mungkin berbagi perasaan dan pengalaman dengan orang lain dan seseorang tersebut harus mengambil keputusan

10 sendiri dan menghadapai ketidakpastian. 2) Pengalaman Traumatis Kehilangan seseorang yang sangat dekat secara tiba-tiba bias menyebabkan orang merasa kesepian, tetapi akan lebih sanggup mentolerir kesepian bila sering mengalaminya atau orang itu sendiri yang mulai menjauh dari orang yang dekat padanya. 3) Kurang dukungan dari lingkungan Seseorang bisa mengalami kesepian bila merasa tidak sesuai dengan lingkungannya, sehingga orang tersebut menganggap dirinya diabaikan dan ditolak oleh lingkungan. 4) Krisis dalam diri dan kegagalan Seseorang bisa kehilangan semangat dan menghindar dari lingkungannya bila merasa harga dirinya terganggu karena harapannya tidak terpenuhi, hal ini dapat menyebabakan timbulnya gejala kesepian pada orang itu. 5) Kurangnya percaya diri Kesepian dapat terjadi bila seseorang kurang dapat mengungkapkan diri sepenuhnya dan hanya mampu berhubungan secara formil saja. Kalaupun bisa berhubungan sosial dengan cukup baik, tetap saja merasa kurang dilibatkan. 6) Kepribadian yang tidak sesuai dengan lingkungan Orang-orang yang temperamen tertentu seperti pemalu dan yang tidak mampu berhubungan sosial akan menarik diri dari lingkungan. 7) Ketakutan menanggung resiko sosial Seseorang merasa takut untuk terlalu dekat dengan orang lain, karena khawatir akan ditolak. Kedekatan sosial dilihat sebagai sesuatu

11 yang berbahaya dan penuh resiko. b. Faktor Situasional 1) Takut dikenal orang lain Seseorang yang takut dikenal secara mendalam oleh orang lain akan cenderung menghilangkan kesempatan untuk berhubungan dekat dengan orang lain, sehingga orang tersebut tidak punya teman berbagi rasa. 2) Nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan sosial Nilai-nilai yang dianut seperti privasi dan kesuksesan dapat menyebabkan seseorang merasa kesepian karena ia merasa terikat oleh nilai tersebut. 3) Kehidupan di luar rumah Rutinitas diluar rumah seperti sekolah, kuliah dan kerja menyebabkan kurangnya kehangatan hubungan seseorang dengan orang-orang tertentu. 4) Kehidupan di dalam rumah Rutinitas dirumah seperti adanya jam makan, tidur, mandi akan menyebabkan kejenuhan pada pelakunya. 5) Perubahan pola-pola dalam keluarga Kehadiran orang lain dalam sebuah keluarga akan menyebabkan terganggunya hubungan antar anggota keluarga. 6) Pindah tempat Seringnya pindah dari satu tempat ke tempat lain akan menyebabkan seseorang yang tidak dapat menjalin hubungan yang akrab dengan lingkungan baru, sehingga akan menimbulkan kesepian. 7) Terlalu besarnya suatu organisasi Bila populasi dalam sebuah organisasai terlalu besar, akan sulit bagi seseorang untuk mengenal satu sama lain secara lebih dekat.

12 8) Desain arsitektur bangunan Bentuk bangunan yang canggih juga berpengaruh terhadap interaksi sosial. Hal ini mengingat bangunanbangunan dapat menyebabkan masyarakat menjadi individualistis dimana interaksi sosial menjadi terbatas. Menurut Hanum (2008), ditinjau dari sudut sosiologis penyebab kesepian pada lanjut usia antara lain karena beberapa hal sebagai berikut: a. Teralienasi (Terasing) Perasaan dapat disebabkan oleh adanya perasaan terasing dalam kehidupan sosial sehingga merasa dirinya sendiri di dunia. Penderitaan akan kesepian ini semakin menyiksa karena merasa tidak mempunyai kawan untuk berbagi rasa dan terisolasi dari kehidupan bermasyarakat. b. Anomie Suatu situasi ketika terjadi suatu keadaan tanpa aturan, yaitu collective conciousness (kesadaran kolektif) tidak berfungsi. Kondisi seperti itu terjadi dalam suasana krisis, dimana kebutuhan-kebutuhan tidak terpenuhi dan bertemu dengan keadaan tidak berfungsinya aturan-aturan masyarakat pada akhirnya orang merasa kehilangan arah di dalam kehidupan sosialnya. Lanjut usia yang mengalami kesepian dan depresi dapat disebabkan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri (maladjustment) dengan kondisi lingkungannya. Mereka merasa kecewa dan frustasi dengan keadaan yang ada sehingga mendorong untuk menarik diri dari partisipasi di masyarakat. c. Perubahan pada pola kekerabatan Nilai kekerabatan dalam kehidupan keluarga semakin lemah. Mengarah pada bentuk keluarga inti, lanjut usia tidak jarang terpisah jauh dari anak cucu akibat proses urbanisasi. Lanjut usia ditinggalkan oleh anggota keluarga dan kurang

13 diperhatikan, dan banyak diantara mereka hidup sendiri dan kesepian. Keterpisahan lanjut usia dari anggota keluarga menyebabkan mereka tidak intensif mendapat perhatian dan kesejahteraan. Oleh karena itu, perasaan sepi dan tertekan kerap mewarnai para lanjut usia yang ditinggalkan orang-orang yang dicintainya. Dampak dari Kesepian Adapun dampak dari kesepian menurut Robinson (1994) yaitu : a. Mengalami rendah diri, bergantung pada teman untuk membangun harga dirinya. b. Menyalahkan diri sendiri. c. Tidak ingin berusaha untuk terlibat pada kegiatan sosial. d. Mempunyai kesulitan untuk memperlihatkan diri dalam berkelakuan dan takut untuk berkata ya atau tidak untuk hal yang tidak sesuai. e. Takut bertemu orang lain dan menghindari situasi baru. f. Mempunyai persepsi negatif tentang diri sendiri. g. Merasakan keterasingan, kesendirian dan perasaan tidak bahagia terhadap lingkungan sekitar. Lajang Pengertian Lajang Menurut Nowan (2008) lajang adalah kondisi seseorang yang masih sendiri atau yang belum mempunyai pasangan dengan latar belakang bermacam-macam. Sedangkan menurut Wikipedia (2008) lajang adalah seseorang yang tidak menikah, dan tidak mempunyai hubungan khusus dengan orang lain. Menurut Stein (dalam Prestasi, 2006) menjelaskan, bahwa mereka yang hidup melajang adalah mereka yang belum menikah, tidak terlibat dalam hubungan heteroseksual dan homoseksual serta tidak menjalani kehidupan suami istri secara terbuka, seperti tinggal serumah tanpa suatu ikatan pernikahan. Berdasarkan kesimpulan diatas lajang adalah kondisi

14 seseorang yang belum menikah atau yang belum mempunyai pasangan. Stereotipe terhadap Lajang Cargen dan Melko (dalam Prestasi, 2006) menyebutkan beberapa stereotipe yang ada pada masyarakat mengenai seseorang yang belum menikah : a. Menyimpang Masyarakat percaya bahwa mereka yang tidak menikah tergolong tidak normal. Perkawinan merupakan salah satu tugas perkembangan dalam diri individu sehingga pada usia tertentu seharusnya seseorang sudah menikah. b. Tidak Dewasa Mereka yang belum menikah dianggap belum dewasa. Kemungkinan individu masih terikat pada orangtuanya, belum berpengalaman dan individu masih bersibuk dengan dirinya sendiri. c. Penyimpangan Seks Masih dipertanyakan bagaimana seseorang yang normal memenuhi kebutuhan seksualnya. Namun ia tidak dapat melakukannya, mengingat ia tidak memiliki pasangan. Mencari pelepasan seksual pada sembarangan orang atau melakukan masturbasi dipersepsikan sebagai kegagalan dalam proses perkembangan. d. Kebebasan Bahwa mereka yang tidak menikah dipersepsikan sebagai lebih bebas mempunyai lebih banyak waktu dan kesempatan karena tidak terikat keluarga. e. Kebahagiaan dan Kesepian Disatu pihak hidup sendiri digambarkan sebagai lebih menyenangkan, bebas menentukan pilihan dan dan tidak terlalu banyak pilihan sehingga mereka lebih bahagia. Di pihak lain mereka memulai segalanya sendiri, mengambil keputusan sendiri tanpang ada orang lain tempat berbagi suka dan duka. f. Kemakmuran Mereka yang hidup sendiri tidak harus mengeluarkan biaya untuk

15 keluarga seperti biaya untuk anak. Pengeluaran hanya untuk dirinya sendiri. Dengan demikian mereka dapat memenuhi segala kebutuhan. g. Fanatik pada pekerjaan Mengingat mereka yang hidup sendiri tidak harus memikirkan keluarga, maka waktu mereka lebih tercurah sepenuhnya pada pekerjaan. Mereka biasanya berhasil mencapai posisi yang cukup tinggi. Sebab-sebab Pria Melajang Kebanyakan orang yang belum menikah, mempunyai alasan yang kuat untuk tetap membujang. Menurut Baron (dalam Andryana, 2007) alasan pria tidak menikah yaitu mereka menganggap komitmen jangka panjang atau menikah akan merusak hubungan indah yang indah yang telah terjalin, lalu mereka menganggap menikah membuat mereka tidak sebebas hidup melajang, takut pada perceraian, trauma karena kegagalan yang dialami kedua orang tuanya, dan terkadang pria mempunyai sifat pembosan. Menurut Stein (dalam Prestasi, 2006) alasan yang sering terdengar dari mereka yang hidup sendiri ialah sulitnya mencari pasangan yang tepat. Mereka sulit untuk mendapatkan pasangan yang cocok yang sesuai dengan keinginannya. Selain itu menurut Dariyo (2003), sebagian orang menempuh cara hidup tidak menikah karena didasari oleh : a. Masalah Ideologi atau Panggilan Agama Individu yang mempercayai suatu keyakinan tertentu (misalnya ideologi politik atau agama tertentu) dan berusaha untuk mempertahankan keyakinan tersebut, ia memilih kehidupan untuk tidak menikah (single life). b. Trauma Perceraian Bagi sebagian orang, perceraian merupakan suatu hal yang biasa. Kerap kali setelah menikah, tidak berapa lama kemudian, akhirnya perkawinan hancur karena masing-masing pasangan yang hidup sendiri.

16 Bagaimanapun peristiwa perceraian memberikan dampak luka batin yang tidak mungkin dapat dilupakan seumur hidup setiap orang, baik wanita maupun pria. c. Tidak Memperoleh Jodoh Sebenarnya, setiap individu diciptakan Tuhan, pasti mempunyai jaodoh sendirisendiri. Diyakini bahwa kelahiran, jodoh, dan kematian ada di tangan Tuhan. Artinya, Tuhanlah yang menentukan semua itu. Namun, adakalanya seorang individu sampai pada masa tua ataupun sampai kematiannya, tidak mempunyai pasangan hidup (jodoh) yang tepat dan bahkan tidak mempunyai keturunan. d. Telanjur Memikirkan Karier Pekerjaan Tidak menutup kemungkinan, individu yang mencapai jenjang karier tinggi akan merasa kesulitan memperoleh jodoh yang diharapkan karena individu (calon pasangan) yang datang tidak sesuai dengan kriteria yang ditentukan individu yang bersangkutan. e. Ingin Menjalani Kehidupan Pribadi secara Bebas Hidup sendiri ialah hidup yang betujuan untuk menyenangkan diri sendiri tanpa diganggu orang lain. Apa pun aktivitas yang dilakukan seseorang, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup pribadi. Dalam hal ini, orang menganut paham kebebasan. Artinya, seseorang bebas menentukan arah dan perjalanan hidup sendiri, tanpa diganggu ataupun mengganggu orang lain. Berdasarkan sebab-sebab seseorang tidak menikah disimpulkan bahwa seseorang tidak menikah khususnya pria yaitu trauma pada perceraian yang mungkin dialaminya ataupun kegagalan dari orang tuanya, panggilan agama, tidak memperoleh jodoh dan terlanjur memikirkan pekerjaan atau karier dan sulit mencari pasangan yang tepat.

17 Keuntungan dan Kerugian dari Hidup Melajang. Tentunya kehidupan para lajang tidak terlepas dari berbagai pengalaman yang menyenangkan dan menyedihkan. Menurut Santrock (dalam Dariyo, 2003) mengungkapkan beberapa keuntungan maupun keterbatasan yang dialami mereka dalam menjalani kehidupannya. Beberapa keuntungan yang dirasakan bagi mereka yang hidup sendiri ialah : a. Individu merasa dapat menikmati kebebasan dalam melakukan berbagai aktivitas tanpa ada yang mengganggunya. b. Kemandirian dalam pengambilan keputusan. Individu benar-benar merasakan kehidupan privasi. Sedangkan kerugian yang dirasakan mereka adalah : a. Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan seksual. b. Kesulitan ketika dalam keadaan menderita sakit. Bagi pria yang hidup sendiri, tidak mungkin ia meminta bantuan istri sebab ia tidak memilikinya. Usia Lanjut Pengertian Usia Lanjut Menurut Sabri (1993) usia lanjut periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini di mulai dari umur 60 sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Sedangkan menurut Hurlock (1991) usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat. Menurut Widiyatun (1996) usia lanjut adalah masa merasa sudah sangat tua, ada rasa takut menghadapinya dan ditandai dengan kemunduran fungsi organ. Jadi, usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang yang dimulai dari usia 60 tahun sampai mati dimasa di usia ini sudah merasa sangat tua, dan adanya

18 perubahan yang bersifat fisik maupun psikologis serta ditandai kemunduran fungsi organ. Ciri-ciri Usia Lanjut Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya. Menurut Sabri (1993) adalah sebagai berikut : a. Ada perubahan individu yang menonjol sebagai akibat dari usia lanjut, yaitu ketuaan yang bersifat fisik mendahului ketuaan psikologis yang merupakan kejadian yang bersifat umum. b. Ada beberapa masalah dari penyesuaian diri dan sosial yang khas bagi usia lanjut, misalnya meningkatnya ketergantungan fisik dan ekonomi pada orang lain, membentuk kontak sosial baru, mengembangkan keinginan dan minat dan minat baru dan kegiatan untuk memanfaatkan waktu luang yang jumlahnya meningkat. c. Perubahan yang umum terjadi pada masa ini adalah perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, perubahan kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan pada sistem saraf, perubahan penampilan dan kemampuan seksual, serta kecenderungan sikap yang canggung dan kikuk. d. Keterkaitan terhadap agama bertambah dan sering di pusatkan pada masalah tentang kematian pada usia tersebut yang bersifat pribadi tidak abstrak seperti masa-masa sebelumnya. e. Diantara sekian banyak bahaya fisik yang bersifat umum yang merupakan ciri usia lanjut, ialah penyakitan, hambatan yang bersifat jasmaniah, kurang gizi, gigi banyak yang tanggal dan hilangnya kemampuan seksual. f. Bahaya yang bersifat psikologis meliputi kepercayaan terhadap pendapat klise tentang usia lanjut, perasaan rendah diri, perasaan tidak berguna, perubahan tidak enak akibat perubahan fisik, perubahan pola hidup, perasaan bersalah karena menganggur.

19 Sedangkan menurut Hurlock (1991) ciri-ciri usia lanjut adalah : a. Periode kemunduran Pemunduran pada usia lanjut sebagian datang dari faktor fisik yang merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tapi karena proses menua. Selain itu pemunduran usia lanjut juga datang dari faktor psikologis yaitu sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang lain, pekerjaan, dan kehidupan pada umumnya dapat menuju keadaan uzur, karena perubahan pada lapisan otak. b. Perbedaan individual pada efek menua Orang menjadi tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat bawaan yang berbeda, sosioekonomi dan latar pendidikan yang berbeda, dan pola hidup yang berbeda. Perbedaan kelihatan di antara orang-orang yang mempunyai jenis kelamin yang sama, dan semakin nyata bila pria dibandingkan dengan wanita karena menua terjadi dengan laju yang berbeda pada masingmasing jenis kelamin. c. Dinilai dengan kriteria yang berbeda Pada waktu anak-anak mencapai remaja, mereka menilai usia lanjut dalam cara yang sama dengan penilaian orang dewasa, yaitu dalam hal penampilan diri dan apa yang dapat dan tidak dapat dilakukannya. Dengan mengetahui bahwa hal tersebut merupakan merupakan dua kriteria yang amat umum untuk menilai usia mereka banyak orang berusia lanjut melakukan segala apa yang dapat mereka sembunyikan atau samarkan yang menyangkut tanda-tanda penuaan fisik dengan memakai pakaian yang biasa dipakai orang muda dan berpura-pura mempunyai tenaga muda. Inilah cara mereka untuk menutupi dan membuat ilusi bahwa mereka belum lanjut usia. d. Stereotipe pada orang lanjut usia Pendapat klise yang telah dikenal masyarakat tentang usia lanjut

20 adalah pria dan wanita yang keadaan fisik dan mentalnya loyo, usang, sering pikun, jalannya membungkuk, dan sulit hidup bersama dengan siapa pun, karena hari-harinya yang penuh manfaat telah lewat, sehingga perlu dijauhkan dari orang-orang yang lebih muda. e. Sikap sosial terhadap usia lanjut Pendapat klise tentang usia lanjut mempunyai pengaruh yang besar terhadap usia lanjut maupun terhadap orang berusia lanjut. Dan kebanyakan pendapat klise tersebut tidak menyenangkan, maka sikap sosial tampaknya cenderung tidak menyenangkan. f. Menua membutuhkan perubahan peran Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum usia lanjut, pujian yang mereka hasilkan dihubungkan dengan peran usia bukan dengan keberhasilan mereka. Perasaan tidak berguna dan tidak diperlukan lagi bagi usia lanjut menumbuhkan rasa rendah diri dan kemarahan, yaitu suatu perasaan yang tidak menunjang proses penyesuaian sosial seseorang. g. Penyesuaian yang buruk merupakan ciri-ciri usia lanjut Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum usia lanjut, yang nampak dalam cara orang memperlakukan mereka, maka tidak heran lagi kalau banyak orang usia mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan. Hal ini cenderung diwujudkan dalam bentuk perilaku yang buruk dengan tingkat kekerasan yang berbeda pula. Mereka yang pada lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung untuk semakin jahat ketimbang mereka yang dalam menyesuaikan diri pada masa lalunya mudah dan menyenangkan. h. Keinginan menjadi muda kembali sangat kuat pada usia lanjut Dewasa ini berbagai cara dilakukan untuk menjadi muda kembali seperti obat-obatan telah

21 mengambil alih tugas-tugas tersebut yang mencoba menahan ketuaan, tukang sihir, ilmu gaib digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Kemudian timbul orang-orang yang bisa membuat orang tetap awet muda, yang dipercayai mempunyai kekuatan magis untuk mengubah usia lanjut menjadi lebih muda lagi. Tugas Perkembangan Usia Lanjut Tugas perkembangan usia lanjut menurut Lesmana (dalam Sabri, 1993) adalah : a. Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan. b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan penurunan pendapatan. c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan. d. Memantapkan secara eksplisit bahwa ia ada pada kelompok usianya itu. e. Mengadopsi dan mengadaptasi peran sosial secara fleksibel f. Menetapkan pengaturan kehidupan yang memuaskan. Menurut Hurlock (1991) tugas perkembangan usia lanjut adalah menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan, menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan (income) keluarga, menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup, membentuk hubungan dengan orang-orang seusia, membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan dan menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes. Kesepian Pada Pria Usia Lanjut Yang Melajang Perkawinan merupakan salah satu bentuk perkembangan ketika kita meningkat dewasa. Menurut Husein (2006) perkawinan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berpikir (mental), pendidikan dan lain hal. Walaupun begitu pentingnya perkawinan namun tidak semua orang menikah. Belum menikah atau yang kita kenal lajang banyak kita temui pada saat ini. Stein (dalam Prestasi,

22 2006) menjelaskan, bahwa mereka yang hidup melajang adalah mereka yang belum menikah, tidak terlibat dalam hubungan heteroseksual dan homoseksual serta tidak menjalani kehidupan suami istri secara terbuka, seperti tinggal serumah tanpa suatu ikatan pernikahan. Pada awalnya mereka menganggap hidup sendiri itu hal yang biasa, namun dengan seiringnya waktu timbul perasaan kesepian (Santrock, 2002). Kesepian bukan hanya menyangkut tidak adanya orang lain di sekitarnya, melainkan kesepian merupakan akibat dari tidak adanya orang lain yang tepat yang dapat membantu seseorang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu dalam interaksi sosial, didukung dengan keyakinan bahwa tidak adanya seseorang akan berlangsung lama. Jadi bila mana merasa tidak ada orang yang tepat baginya untuk mencurahkan perasaannya dan dalam hal ini bisa berlangsung lama maka orang tersebut cenderung merasa kesepian, walaupun di sekitarnya banyak orang (Derlega dan Margulis dalam Kuswidiyasari, 2007) Menurut Giervield (dalam Latifa, 2007) Kesepian merupakan fenomena dapat dialami oleh siapa saja, usia berapapun, dan sepanjang kehidupan manusia termasuk pada usia lanjut. Dimana usia lanjut itu sendiri adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1991). Dimana dalam usia lanjut juga lebih terkait dengan berkurangnya kontak sosial, berkurangnya peran sosial baik dengan berkurangnya teman atau relasi akibat kurangnya aktivitas di luar rumah sehingga akan menimbulkan kesepian lebih cepat bagi orang lanjut usia (Suhartini, 2008) Menurut Mandasari (2007) wanita yang mengalami kesepian cenderung memiliki tingkat kesepian yang tinggi dibandingkan dengan pria hal ini disebabkan karena karakteristik wanita yang lebih

23 mungkin mengakui dirinya kesepian dan lebih membutuhkan teman untuk berbagi pikiran dan pengalaman dibandingkan pria. Pria lebih banyak mengingkari kesepian yang dialaminya. Salah satu alasan untuk hal tersebut adalah pria yang kesepian kurang dapat diterima dan lebih sering ditolak secara sosial. Menurut stereotip jenis kelamin, pria dianggap kurang pantas mengekspresikan emosinya, dan pria yang menyatakan dirinya kesepian yang berarti menyimpang dari harapan tersebut. Menurut Knupfer dkk (dalam Matondang, 1991) pria lajang dengan usia lanjut memiliki sedikit arti dalam berhubungan dengan orang lain dibandingkan dengan wanita lajang dengan usia lanjut. Ini berarti pria lajang dengan usia lanjut lebih terisolasi memiliki sedikit teman serta pengalaman interpersonal yang sedikit pula. Dari uraian di atas bahwa pria usia lanjut yang belum menikah cenderung merasa kesepian. Hal ini lebih terkait berkurangnya kontak sosial, dan menarik diri dalam pergaulan sosial. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan peneliti adalah metode kualitatif dengan pendekatan penelitian studi kasus. Poerwandari (2001) studi kasus adalah fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded context), meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas. Sedangkan Denzin dan Lincoln (dalam Heru Basuki, 2006) studi kasus adalah suatu bentuk penelitian (inquiry) atau studi tentang suatu masalah yang memiliki sifat kekhususan (particularity), dapat dilakukan baik dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif, dengan sasaran perorangan (individual) maupun kelompok, bahkan masyarakat luas. Dalam penelitian ini subjek yang diperlukan berjumlah satu orang adalah pria usia lanjut, usia 60 tahun ke atas yang melajang.

24 Dalam mengumpulkan datadata, penulis membutuhkan alat bantu (instrumen penelitian) yaitu : Pedoman wawancara berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan masalah penelitian. Pedoman wawancara ini disusun berdasarkan mengapa pria usia lanjut melajang, bagaimana gambaran kesepian pria usia lanjut yang melajang, dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesepian pada pria usia lanjut yang melajang. Dalam pedoman observasi dicatat hal-hal penting yang terjadi selama wawancara. Catatan ini berisikan deskripsi tentang hal-hal yang diamati, yang dianggap penting oleh peneliti, misalnya penampilan dan gerak-gerik responden selama wawancara yang dirasakan penting, gangguan-gangguan yang dialami saat wawancara, dan lain-lain. Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar penulis dapat benar-benar berkonsentrasi pada saat pengambilan data tanpa harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban responden. Dalam pengumpulan data, baru dapat dipergunakan setelah penulis memperoleh ijin dari subjek untuk menggunakan alat tersebut selama proses wawancara berlangsung. Keakuratan Penelitian Untuk menjaga keakuratan penelitian, peneliti menggunakan triangulasi penelitian: triangulasi teori, triangulasi metodologis, triangulasi data dan peneliti. Hasil dan Analisis Dalam pelaksanaan penelitian ini, observasi dan wawancara dilakukan secara terpisah, pada hari yang berbeda. Hal ini dilakukan, agar peneliti mendapatkan data yang lebih akurat. Pelaksanaan observasi dilakukan dirumah tanggal 14 Maret 2009 dan di warung dekat rumah subjek pada tanggal 31 Maret Wawancara dengan subjek dilakukan sebanyak dua kali pada tanggal 30 Mei 2009 dan 20 Febuari 2009 sedangkan significant other dilakukan sebanyak tiga kali tanggal 23 Maret 2009, 4 Juli 2009, dan 13 Juni 2009.

25 Analisis Hasil Observasi Saat peneliti datang ke rumah subjek dan melaksanakan observasi pertama, subjek memakai kaos berwarna biru donker dan celana pendek bahan berwarna coklat. Subjek terlihat sibuk karena sedang membantu ibunya membetulkan jemuran. Subjek tersenyum melihat peneliti dan menyuruh peneliti menunggu sebentar. Subjek terlihat mengeluh saat memperbaiki jemuran dan terlihat tidak puas akan hasil yang subjek kerjakan. Tidak lama kemudian subjek dating sambil membawa makanan dan minuman buat peneliti. Saat peneliti mengobrol dengan subjek, tetangga subjek meminta bantuan subjek dan subjek menjawab akan membantu tetangganya tersebut. Subjek dalam membuat papan terlihat sambil mengobrol dengan tetangga subjek yang yang lain. Saat itu subjek bertanya kepada salah satu tetangga tentang kapan tetangganya itu di kubur. Ketika subjek sedang mengobrol, datang para tamu yang hadir ke rumah tetangganya itu, di sana subjek terlihat jadi salah tingkah karena yang datang rata-rata orang tidak subjek kenal, lalu subjek terlihat menghindar dari tamu-tamu tersebut dan subjek menuju ke belakang rumah tetangganya itu. Pada saat observasi berlangsung subjek mengenakan kaos berwarna merah dengan celana pendek berwarna hitam. Subjek terlihat asyik sedang mengobrol dengan teman-temannya. Disana terlihat tetangga subjek bertanya kepada subjek perihal kenapa subjek keluar rumah dan subjek tersenyum sambil menjawab bahwa dirinya sedang bosan di rumah. Dan subjek terlihat senyum-senyum dan menggelengkan kepala sambil berkata maksudnya apa ketika ditanya salah satu tetangga subjek yang menanyakan kepada subjek yang subjek tidak mengerti, subjek juga gak berkata saya gak ngerti maksudnya apa, maklum dah tua. Tidak lama kemudian datang seseorang yang memberikan undangan kepada subjek yang akan diberikan kepada ibu subjek dan subjek mengucapkan terima kasih pada orang tersebut. Setelah orang tersebut pergi, tiba-tiba salah satu tetangga subjek menanyakan siapa

26 yang menikah, lalu subjek menjawab bahwa yang menikah adalah anak teman mengaji ibu subjek. Kemudian salah satu tetangga subjek terlihat sambil bercanda menanyakan kepada subjek kapan subjek menikah. Mendengar pertanyaan tersebut subjek terlihat terkejut, namun subjek hanya senyum-senyum tanpa menjawab pertanyaan tersebut. Tidak lama kemudian subjek berdiri dan pergi mengambil makanan dari warung tersebut dan duduk kembali dengan tempat duduk yang berbeda. Subjek duduk di tempat yang agak jauh dari tetangga-tetangga subjek, di sana terlihat subjek memisahkan diri dan subjek terlihat mengeluh dan merasa tidak nyaman berada di warung tersebut. Di sana juga terlihat subjek melihat-lihat surat undangan dan subjek mengatakan kapan ya saya bisa nikah. Kemudian salah satu tetangga subjek menghampiri subjek dan menanyakan kepada subjek tentang pekerjaan subjek karena tetangga subjek hendak meminta tolong untuk memperpanjang KTP dan subjek bersedia untuk membantu tetangga subjek tersebut. Tetangga subjek tersebut juga menanyakan keadaan ibu subjek yang sedang sakit-sakitan dan subjek menjelaskan keadaan ibu subjek sudah membaik. Analisis Hasil Wawancara Dari hasil wawancara terdapat bahwa penyebab subjek melajang dikarenakan subjek putus dengan pacar subjek selama ini karena ibu subjek tidak setuju dengan hubungan mereka karena perilaku pacar subjek tidak bagus. Selain itu juga dikarenakan subjek belum memiliki pekerjaan bahkan dengan pacarnya yang terakhir pun subjek memutuskan hubungan. Walaupun sempat bertunangan karena modal nikah belum cukup. Dan terakhir, penyebab selanjutnya menurut subjek bahwa subjek selama ini tidak bekerja salah satunya karena sakit lumpuh selama 10 tahun dan selama sakit subjek tidak dapat melakukan apapun. subjek dulunya memiliki teman dekat atau sahabat tetapi sekarang sudah pindah karena memiliki keluarga dan di lingkungan rumah subjek hanya teman biasa yang tidak terlalu dekat dan subjek saat ini belum memiliki pacar yang

27 bisa subjek berkelu kesah sebagai pengganti sahabat subjek meskipun di lingkungan rumah, subjek memiliki teman atau keluarga. Selanjutnya, subjek suka merasa malu bercerita tentang dirinya kepada ibu dan saudara-saudara subjek tetapi dengan teman-teman subjek, subjek suka bercerita. Namun karena teman-temannya sudah pindah jadi subjek hanya sesekali saja bertemu dan juga subjek merasa terkadang tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh orang yang usianya lebih muda subjek karena subjek menganggap dirinya sudah tua. Dan yang terakhir, subjek terkadang merasa sedih karena belum memiliki pasangan hingga saat ini padahal semestinya di usia subjek sekarang seharusnya sudah menikah, punya anak bahkan seharusnya punya cucu dan terkadang berpikir tidak ada yang mengerti dirinya karena subjek merasa capek jika ditanya kapan menikah. dua faktor yang yang mempengaruhi kesepian subjek yang pertama faktor psikologis yaitu subjek merasa dirinya tidak nyaman dan bosan karena terlalu sering ditanya oleh orang-orang sekitar tentang kapan subjek menikah. Meski pada awalnya subjek bersikap biasa saja terhadap orang-orang sekitar. Selain itu, subjek merasa dirinya canggung dalam situasi ramai apabila berhadapan dengan orang yang lebih dari subjek, sehingga terkadang merasa minder karena subjek merasa sudah tua, tidak punya pekerjaan dan belum menikah sehingga subjek tidak bisa bersosialisasi dengan orang yang lebih dari subjek. Dan subjek merasa takut untuk dekat dengan perempuan karena merasa tidak punya pekerjaan dan juga subjek merasa tidak muda lagi sehingga membuat subjek takut untuk ditolak. Selain faktor psikologis ada juga faktor situasional dimana subjek sempat berkenalan dengan wanita tetapi tidak berani membawa ke rumah karena subjek merasa takut jika wanita yang baru subjek kenal mengetahui keadaan subjek sebenarnya. Selain itu, subjek merasa terkadang bosan dengan rutinitas sehari-hari yang hanya membantu ibunya seperti membersihkan rumah sehingga

28 subjek biasanya keluar rumah untuk menghilangkan rasa bosan tersebut. Pembahasan 1. Penyebab Pria Usia lanjut Melajang Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti menyimpulkan tentang penyebab subjek melajang. Terdapat tiga penyebab yang muncul mengapa pria usia lanjut melajang yaitu tidak di restui oleh orang tua, tidak memiliki pekerjaan, masalah kesehatan Penyebab yang pertama yaitu tidak di restui oleh orang tua. Subjek dalam menjalani hubungan dengan lawan jenis selalu putus dan salah satu penyebabnya karena orang tua subjek yang tidak menyetujuinya dengan alasan perilaku dari pacar subjek kurang bagus. Menurut Husein (2006) bahwa pernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berpikir (mental), pendidikan dan lain hal. Oleh karena itu setiap orang yang ingin menikah tujuan sebelumnya yaitu ingin menyatukan dua keluarga yang berbeda. Akan tetapi jika salah satu dari keluarga tidak menyetujuinya maka tujuan tersebut belum tercapai. Penyebab yang kedua yaitu tidak memiliki pekerjaan. Subjek dalam menjalani hubungan juga harus putus karena subjek sendiri belum memiliki pekerjaan. Menurut Femina (2006) bahwa seseorang jika ingin menikah apalagi seorang pria salah satunya harus hidup mapan. Karena pria merasa kurang percaya diri untuk datang ke rumah calon mertua atau pacar jika belum memiliki pekerjaan atau belum mapan. Penyebab yang ketiga yaitu masalah kesehatan. Menurut subjek penyebab dirinya selama ini tidak bekerja karena subjek sakit selama sepuluh tahun. Karena penyakitnya ersebut subjek tidak

29 bisa melakukan apa-apa. Menurut Husein (2006) salah syarat menikah adalah harus sehat jasmani dan rohani. Untuk itu setiap individu yang ingin menikah harus memenuhi syarat tersebut dan juga kesehatan merupakan masalah terpenting bagi setiap orang. Menurut Hanum (2008) kesehatan adalah harga yang tidak ternilai harganya. Tidak perduli berapa pun umur, kesehatan harus dijaga. 2. Gambaran Kesepian pada Pria Usia Lanjut yang Melajang Pada pertanyaan penelitian kedua mengenai gambaran kesepian, dilihat dari hasil wawancara dan hasil observasi kesepian yang terdapat beberapa gambaran yang menggambarkan kesepian pada diri subjek. Gambaran-gambaran ini memperlihatkan bahwa sikap dan perilaku subjek menunjukkan kesepian seperti kesepian perilaku yang terdapat dua subtema yang muncul yaitu tidak memiliki teman dekat atau sahabat dan merasa sendiri. Selanjutnya kesepian kognitif, di sini juga terdapat dua subtema yaitu tidak teman untuk bercerita dan merasa tidak cocok bergaul dengan orang lain. Kesepian emosional yang juga memiliki subtema yaitu tidak memiliki pasangan dan merasa tidak satu pun orang yang memahaminya. Pertama yaitu kesepian perilaku, subtema yang pertama tidak memiliki teman dekat atau sahabat. Subjek dulunya memiliki teman dekat atau sahabat, namun sekarang mereka sudah pindah karena mereka sudah memiliki keluarga. Walaupun di lingkungan rumah subjek memiliki teman tetapi tidak sedekat dengan sahabat subjek. Dimana subjek berbicara dengan teman subjek di rumah hanya seputar tentang pekerjaan dan menanyakan keadaan ibu subjek. Menurut Bruno (2000) kesepian perilaku terjadi karena anda merasa kurang atau tidak punya teman untuk diajak berbicara. Sedangkan menurut Weiss (dalam Latifa, 2007)

30 kesepian perilaku dikaitkan dengan kesepian sosial yang dihubungan dengan ketiadaan social network dimana di akibatkan oleh kurangnya kerabat, teman atau orang-orang dari lingkup sosial yang sama. Subtema yang kedua yaitu merasa sendiri. Subjek mengatakan dirinya belum punya pacar dan belum mengetahui kapan subjek punya pacar sehingga terkadang subjek merasa iri dengan orang-orang yang sudah menikah karena menurut subjek banyak seperti dia tapi sudah menikah. Menurut Nowan (2008) kesendirian akibat belum punya pasangan akan dapat dirasakan sebagai hal yang baik ataupun buruk, tergantung dari masing-masing individu menyikapinya. Namun terkadang sebagian orang menyikapinya dengan berbagai masalah seperti merasa iri melihat teman sudah punya pasangan. Kesepian yang kedua yaitu kesepian kognitif dimana subtema pertama yang muncul adalah tidak ada teman untuk berbagi cerita. Dimana subjek hanya sesekali saja bercerita atau jika mereka bertemu antara subjek dengan sahabat subjek. Di samping itu subjek merasa malu dengan ibu subjek dan saudara-saudara subjek. Menurut Bruno (2000) kesepian kognitif terjadi jika individu mempunya sedikit teman untuk berbagi pikiran atau gagasan yang dianggap penting. Subtema yang kedua adalah merasa tidak cocok untuk bergaul dengan orang lain. Dimana subjek terkadang tidak mengerti apa yang di bicarakan oleh orang yang usianya lebih muda dari subjek, karena subjek merasa dirinya sudah tua dan berbeda jaman. Menurut Hurlock (1991) pada usia lanjut timbul perbedaan individual pada efek menua karena orang yang menjadi tua mempunyai sifat bawaan yang berbeda, sosio ekonomi dan latar pendidikan yang berbeda dan pola hidup yang berbeda.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2. 1 Loneliness 2.1 Pengertian Loneliness Peplau dan Perlman (dalam Baron & Bryne, 2002) lonelinessadalah suatu reaksi emosional dan kognitif terhadap dimilikinya hubungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan hubungan interpersonal dan manusia memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia merupakan makhluk

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E, Stems, H. L, Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2 nd ed). New York:McGrawHill

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E, Stems, H. L, Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2 nd ed). New York:McGrawHill DAFTAR PUSTAKA Baron, R. A & Bryne, D. (2005). Psikologi Sosial. Jilid II. Edisi kesepuluh. Jakarta : PT. Erlangga. Bruno, F. J. S. (2000). Conguer Loneliness : Cara Menaklukkan Kesepian. Alih Bahasa :Sitanggang.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian adalah dengan merasa terasing dari sebuah kelompok, tidak dicintai oleh sekeliling, tidak mampu untuk berbagi kekhawatiran pribadi,

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL Dwi Rezka Kemala Ira Puspitawati, SPsi, Msi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang indah, tetapi tidak setiap remaja dapat menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang beberapa permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian (loneliness) 1. Pengertian Kesepian Menurut Sullivan (1955), kesepian (loneliness) merupakan pengalaman sangat tidak menyenangkan yang dialami ketika seseorang gagal

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

para1). BAB I PENDAHULUAN

para1). BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi tua merupakan suatu proses perubahan alami yang terjadi pada setiap individu. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 60 tahun sampai 74 tahun sebagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI DENGAN KESEPIAN PARA ISTRI ANGGOTA TNI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 oleh : DWI BUDI UTAMI F 100 040

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Sepanjang rentang kehidupan, setiap individu melewati beberapa fase

BABI PENDAHULUAN. Sepanjang rentang kehidupan, setiap individu melewati beberapa fase BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepanjang rentang kehidupan, setiap individu melewati beberapa fase dalam hidupnya. Salah satu fase yang hams dilalui adalah masa dewasa. Masa dewasa merupakan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa kehadiran orang lain. Dengan adanya kebutuhan untuk mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. tanpa kehadiran orang lain. Dengan adanya kebutuhan untuk mengadakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Dengan adanya kebutuhan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain,

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai self esteem pada wanita yang menderita infertilitas, maka peneliti dapat menyimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Mahasiswa yang dimaksud adalah individu yang berada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan. Secara biologis manusia dengan mudah dibedakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 bagian pertama fase iufentus usia antara tahun, kedua fase verilitas usia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 bagian pertama fase iufentus usia antara tahun, kedua fase verilitas usia 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia 1. Pengertian Lansia menurut Masdani (1990 dalam Nugroho, 2000) mengemukakan bahwa lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman modern saat ini semua informasi tidak tertutup oleh ruang dan waktu, karena saat ini telah terjadi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga memudahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Motif sosial yang ada pada diri manusia mendorong manusia mencari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA 172 LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA 173 PEDOMAN OBSERVASI A. Keadaan fisik subyek : Penampilan B. Ekspresi wajah saat wawancara : Ceria, tidak suka, cemas, lemas, tertarik, bosan. C. Bahasa

Lebih terperinci

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah bagi diri anda sendiri? 2. Bagaimana anda menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

Bagan 2. Konflik Internal Subyek. Ketidakmampuan mengelola konflik (E) Berselingkuh

Bagan 2. Konflik Internal Subyek. Ketidakmampuan mengelola konflik (E) Berselingkuh Bagan 2 Kondisi keluarga : penuh tekanan, memandang agama sebagai rutinitas dan aktivitas, ada keluarga besar yang selingkuh, Relasi ayah-ibu : ibu lebih mendominasi dan selalu menyalahkan sedangkan ayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini tidak sedikit kaum wanita yang mengerutkan kening, terkejut, bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata poligami.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah BAB 1 PENDAHULUAN A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah satunya untuk perubahan lingkungan maupun untuk dirinya sendiri yang bertujuan meningkatkan dan merubah kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup saling membutuhkan satu sama lain. Salah satunya adalah hubungan intim dengan lawan jenis atau melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Pada dasamya manusia merupakan individu yang beikembang. Dalam

BABI PENDAHULUAN. Pada dasamya manusia merupakan individu yang beikembang. Dalam . BABI PENDAHULUAN I BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasamya manusia merupakan individu yang beikembang. Dalam setiap tahap peikembangannya manusia selalu dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prestasi akademik yang tinggi pada umumnya dianggap sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prestasi akademik yang tinggi pada umumnya dianggap sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat seseorang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke sebuah Perguruan Tinggi, salah satu tujuan yang ingin dicapainya adalah memiliki prestasi akademik yang memuaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hakikat pendidikan merupakan salah satu bagian dari modal atau kekuatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hakikat pendidikan merupakan salah satu bagian dari modal atau kekuatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakikat pendidikan merupakan salah satu bagian dari modal atau kekuatan yang bisa menumbuhkan peradaban bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dimulai pada tugas perkembangan masa dewasa awal, yaitu fase

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dimulai pada tugas perkembangan masa dewasa awal, yaitu fase BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pernikahan dimulai pada tugas perkembangan masa dewasa awal, yaitu fase yang ditandai dengan meninggalkan rumah dan menjadi orang dewasa yang hidup sendiri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari orang-orang yang bisa diandalkan, menghargai dan menyayangi kita yang berasal dari teman, anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

Bagan Pengambilan Keputusan Pada Anak Bungsu Remaja Akhir

Bagan Pengambilan Keputusan Pada Anak Bungsu Remaja Akhir Bagan Pengambilan Keputusan Pada Anak Bungsu Remaja Akhir Trust vs mistrust Aspek kognitif Aspek sosial Aspek pertimbangan Autonomy vs doubt and shame Initiative vs guilt inisiatif Ciri-ciri subjek sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. Seorang perempuan dianggap sudah seharusnya menikah ketika dia memasuki usia 21 tahun dan laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan kata lain masa dewasa adalah masa di mana seseorang semestinya sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan kata lain masa dewasa adalah masa di mana seseorang semestinya sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa merupakan waktu yang paling lama dialami setiap manusia dalam rentang kehidupan. Menurut Hurlock (2012) tugas perkembangan pada masa dewasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. Pada masa ini, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sejak lahir sampai dewasa manusia tidak pernah lepas dari suatu ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, dibesarkan dalam lingkup keluarga

Lebih terperinci