PEDOMAN KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA"

Transkripsi

1 B A K T I H U S A DA KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Ind p PEDOMAN KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DIREKTORAT BINA GIZI 2012

2 Katalog Dalam Terbitan. Kementrian Kesehatan RI Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, P Pedoman pelaksanaan penanganan gizi dalam situasi darurat. - Jakarta : Kementerian Kesehatan RI, I. Judul 1. NUTRITION 2. FOOD 3. EMERGENCY CARE

3 KATA PENGANTAR Indonesia secara geografis dan demografis rentan terhadap terjadinya bencana alam dan bencana non alam, termasuk potensi bencana akibat konflik sosial. Kejadian bencana mengakibatkan korban bencana harus mengungsi dengan segala keterbatasan. Kondisi ini dapat berdampak pada perubahan status gizi korban bencana khususnya kelompok rentan yaitu bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lanjut usia. Untuk mengantisipasi kejadian bencana dengan segala dampaknya, Direktorat Bina Gizi telah menerbitkan buku Pedoman Penanggulangan Masalah Gizi Dalam Keadaan Darurat, 2002 dan telah digunakan selama 1 dekade dalam penanganan kegiatan gizi di berbagai daerah bencana dengan beberapa revisi sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Buku Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana ini, merupakan penyempurnaan dari edisi sebelumnya, antara lain dengan melengkapi bagan kegiatan penanganan gizi mulai dari pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Pedoman ini merupakan acuan bagi petugas untuk mengelola kegiatan penanganan gizi dalam situasi bencana. Terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi aktif dalam pembahasan pedoman edisi revisi ini. Saran dan masukan konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan untuk penyempurnaan pedoman ini di masa mendatang. Jakarta, Mei 2012 Direktur Bina Gizi, DR. Minarto, MPS Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I iii

4 iv I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

5 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR TABEL... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Tujuan Umum Tujuan Khusus... 3 C. Definisi Operasional... 4 BAB II RUANG LINGKUP KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA A. Pra Bencana B. Situasi Keadaan Darurat Bencana Siaga Darurat Tanggap Darurat Transisi Darurat C. Pasca Bencana BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN PENANGANAN GIZI A. Penanganan Gizi Kelompok Rentan Penanganan Gizi Anak Usia 0-23 bulan Penanganan Gizi Anak Balita Usia bulan Penanganan Gizi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui Penanganan Gizi Lanjut Usia B. Penanganan Gizi Kelompok Dewasa...28 Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I v

6 BAB IV PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pra Bencana Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat Lanjut Pasca Bencana BAB V DAFTAR PUSTAKA...31 LAMPIRAN...32 vi I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

7 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Contoh Ransum Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal dan Cara Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Untuk Pengungsi...32 Lampiran 2 Penyusunan Menu Pemberian Makanan Pada Bayi Dan Anak (PMBA) Usia Bulan Lampiran 3 Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia (Orang/Hari) Lampiran 4 Formulir I Registrasi Keluarga, Balita dan Ibu Hamil...48 Lampiran 5 Formulir II Hasil Pengukuran Antropometri dan Faktor Penyulit Pada Anak Balita Lampiran 6 Formulir III Hasil Pengukuran Antropometri Pada Ibu Hamil Lampiran 7 Pernyataan Bersama United Nations Childrens Fund (Unicef), World Health Organization (WHO) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Lampiran 8 Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Mengenai Air Susu Ibu (ASI) dan Menyusui Lampiran 9 Checklist Pemantauan dan Evaluasi Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I vii

8 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Contoh Standar Ransum Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal...32 Tabel 2 Contoh Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Mentah untuk Orang Selama 3 Hari pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal...33 Tabel 3 Contoh Perhitungan Bahan Makanan Mentah Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal Tabel 4 Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dibawa Pulang (Dry Ration) orang/hari Tabel 5 Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dimakan Ditempat/Dapur Umum ( Wet Ration ) g/orang/hari...36 Tabel 6 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Bayi 6-8 Bulan (65.0 kkal) Tabel 7 Contoh Menu Hari I sampai V Untuk Bayi 6-8 Bulan (65.0 kkal) Tabel 8 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Bayi Bulan (9.00 kkal) Tabel 9 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Bayi Bulan (9.00 kkal)...40 Tabel 10 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak Bulan (125.0 kkal)...41 Tabel 11 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak Bulan (125.0 kkal)...42 Tabel 12 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak Bulan (1300 kkal)...43 Tabel 13 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak Bulan (1300 kkal)...44 Tabel 14 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Anak Bulan ( kkal) Tabel 15 Contoh Menu Hari I - Hari V Untuk Anak Bulan (1300 kkal)...46 viii I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi wilayah Indonesia, secara geografis dan demografis rawan terjadinya bencana alam dan non alam seperti gempa tektonik, tsunami, banjir dan angin puting beliung. Bencana non alam akibat ulah manusia yang tidak mengelola alam dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya bencana alam, seperti tanah longsor, banjir bandang, kebakaran hutan dan kekeringan. Selain itu, keragaman sosio-kultur masyarakat Indonesia juga berpotensi menimbulkan gesekan sosial yang dapat berakibat terjadi konflik sosial. Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, pada tahun tercatat 287. kali kejadian bencana dengan korban meninggal sebanyak orang, luka berat/rawat inap sebanyak orang, luka ringan/rawat jalan orang, korban hilang 7.2 orang dan mengakibatkan orang mengungsi. Selanjutnya, pada tahun 2010 tercatat 315. kali kejadian bencana dengan korban meninggal sebanyak orang, luka berat/rawat inap sebanyak orang, luka ringan/rawat jalan orang, korban hilang 247. orang dan mengakibatkan orang mengungsi. Sementara itu, pada tahun 2011 tercatat 211 kali kejadian bencana dengan korban meninggal sebanyak orang, luka berat/rawat inap sebanyak orang, luka ringan/rawat jalan orang, korban hilang 264 orang dan mengakibatkan orang mengungsi. Dampak bencana tersebut, baik bencana alam maupun konflik sosial, mengakibatkan terjadinya kedaruratan di segala bidang termasuk kedaruratan situasi masalah kesehatan dan gizi. Dampak akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana dan prasarana fisik seperti permukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum dan sarana transportasi serta fasilitas umum lainnya. Namun demikian, dampak yang lebih mendasar adalah timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi pada kelompok masyarakat korban Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 1

10 bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan, terputusnya jalur distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan sanitasi lingkungan yang buruk. Masalah gizi yang bisa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena terpisah dari ibunya dan semakin memburuknya status gizi kelompok masyarakat. bantuan makanan yang sering terlambat, tidak berkesinambungan dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal dapat memperburuk kondisi yang ada. Masalah lain yang seringkali muncul adalah adanya bantuan pangan dari dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati masa kadaluarsa, tidak disertai label yang jelas, tidak ada keterangan halal serta melimpahnya bantuan susu formula bayi dan botol susu. Masalah tersebut diperburuk lagi dengan kurangnya pengetahuan dalam penyiapan makanan buatan lokal khususnya untuk bayi dan balita. Bayi dan anak berumur di bawah dua tahun (baduta) merupakan kelompok yang paling rentan dan memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat pada kelompok tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian, terlebih pada situasi bencana. Risiko kematian lebih tinggi pada bayi dan anak yang menderita kekurangan gizi terutama apabila bayi dan anak juga menderita kekurangan gizi mikro. Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak balita 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua kelompok umur. Kematian terbesar terjadi pada kelompok umur 0-6 bulan (WHO- UNICEF, 2001). Oleh karena itu penanganan gizi dalam situasi bencana menjadi bagian penting untuk menangani pengungsi secara cepat dan tepat. Dalam pelaksanaannya, upaya penanganan gizi dalam situasi bencana merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya bencana (pra bencana), pada situasi bencana yang meliputi tahap tanggap darurat awal, tahap tanggap darurat lanjut dan pasca bencana. Kegiatan penanganan gizi pada tahap tanggap darurat awal adalah kegiatan pemberian makanan agar pengungsi tidak lapar dan dapat 2 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

11 mempertahankan status gizinya, sementara penanganan kegiatan gizi pada tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk menanggulangi masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang ada. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan tersebut di atas perlu memaksimalkan pemanfaatan anggaran operasional penanggulangan bencana Kementerian Kesehatan. Buku ini merupakan acuan bagi petugas gizi dan para pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dalam penanggulangan bencana agar penanganan gizi dapat dilakukan secara cepat dan tepat. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Petugas memahami kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana mulai dari pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana secara cepat dan tepat untuk mencegah terjadinya penurunan status gizi korban bencana. 2. Tujuan Khusus a. Petugas memahami kegiatan penanganan gizi pada pra bencana b. Petugas memahami pengelolaan penyelenggaraan makanan pada situasi bencana c. Petugas mampu menganalisis data hasil Rapid Health Assessment (RHA) kejadian bencana d. Petugas mampu menganalisis data status gizi balita dan ibu hamil korban bencana. e. Petugas mampu melaksanakan pemantauan dan evaluasi pasca bencana Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 3

12 C. Definisi Operasional a. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan manusia disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. b. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia c. Pengungsi (Internal Displaced People) adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggal untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana. d. Kelompok rentan adalah sekelompok orang yang membutuhkan penanganan khusus dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lanjut usia baik dengan fisik normal maupun cacat. e. Gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. f. Surveilans gizi pada situasi bencana adalah proses pengamatan keadaan gizi korban bencana khususnya kelompok rentan secara terus menerus untuk pengambilan keputusan dalam menentukan tindakan intervensi. g. Makanan tambahan adalah makanan bergizi sebagai tambahan selain makanan utama bagi kelompok sasaran guna memenuhi kebutuhan gizi. h. Makanan tambahan bagi balita adalah makanan tambahan yang diperuntukan bagi balita usia bulan dengan kandungan gizi sekitar 1/3 dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yaitu energi kkal dan g protein per hari makan. 4 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

13 i. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan bergizi yang diberikan disamping ASI bagi anak usia 6 24 bulan untuk mencapai kecukupan gizi, dengan kandungan yaitu energi minimum 400 kkal dan 8-12 g protein per hari makan. j. Makanan tambahan bagi ibu hamil adalah makanan tambahan yang diperuntukan bagi ibu hamil, dengan kandungan gizi sesuai dengan AKG, yaitu energi 300 kkal dan 17. g protein per hari makan. k. Keadaan serius (serious situation) adalah keadaan yang ditandai dengan prevalensi gizi balita kurus lebih besar atau sama dengan 15.%, atau 10-14,9.% dan disertai faktor penyulit. l. Blanket supplementary Feeding adalah makanan tambahan yang diberikan kepada seluruh kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil yang diberikan pada keadaan gawat (serious situation). m. Keadaan berisiko (risky situation) adalah keadaan yang ditandai dengan prevalensi gizi balita kurus lebih besar atau sama dengan 10-14,9.%, atau 5.-9.,9.% dan disertai faktor penyulit. n. Targetted supplementary feeding adalah makanan tambahan yang diberikan kepada kelompok rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu hamil risiko KEK dengan LiLA <23,5. cm yang diberikan pada keadaan kritis (risky situation). o. Faktor penyulit (aggravating factors) adalah terdapatnya satu atau lebih dari tanda berikut ini: Rata-rata asupan makanan pengungsi kurang dari 2100 kkal/ hari. Angka kematian kasar >1 per /hari. Angka kematian balita > 2 per /hari. Terdapat Kejadian Luar Biasa (KLB) campak atau pertusis. Peningkatan kasus ISPA dan diare. p. Prevalensi balita kurus adalah jumlah anak berusia bulan yang berdasarkan indeks antropometri BB/TB mempunyai nilai Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 5.

14 z score < 2 SD menurut Kepmenkes Nomor Tahun 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak tahun 2010 di bagi populasi anak usia bulan pada suatu waktu dan tempat tertentu. q. Prevalensi balita sangat kurus adalah jumlah anak berusia bulan yang berdasarkan indeks antropometri BB/TB mempunyai nilai z score < 3 SD menurut Kepmenkes Nomor Tahun 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak dibagi jumlah populasi anak usia bulan pada suatu waktu dan tempat tertentu. r. Ibu hamil risiko kurang energi kronik (KEK) adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) < 23,5. cm. 6 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

15 BAB II RUANG LINGKUP KEGIATAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA Kegiatan gizi dalam penanggulangan bencana merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak pra bencana, pada situasi bencana dan pasca bencana, sebagaimana digambarkan pada Bagan 1. Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana. A. Pra Bencana Penanganan gizi pada pra bencana pada dasarnya adalah kegiatan antisipasi terjadinya bencana dan mengurangi risiko dampak bencana. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain sosialisasi dan pelatihan petugas seperti manajemen gizi bencana, penyusunan rencana kontinjensi kegiatan gizi, konseling menyusui, konseling Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), pengumpulan data awal daerah rentan bencana, penyediaan bufferstock MP-ASI, pembinaan teknis dan pendampingan kepada petugas terkait dengan manajemen gizi bencana dan berbagai kegiatan terkait lainnya. Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 7.

16 Bagan 1 Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana Pra - Bencana Sosialisasi dan Pelatihan Petugas Pembinaan Teknis Rencana Kontinjensi Pengumpulan Data Awal dll FASE I TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL: Analisis data pengungsi dari hasil Rapid Health Assessment (RHA) FASE II TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL: Pengumpulan data antropometri balita (BB/U, BB/PB atau BB/TB dan TB/U), ibu hamil (LiLA) TAHAP TANGGAP DARURAT LANJUT: Analisis hasil pengukuran antropometri dan faktor penyulit Bencana Situasi Serius (Serious Situation): Persentase balita kurus (<-2SD BB/TB) > 15% atau Persentase balita kurus (<-2SD BB/TB) 10,0-14,9.% disertai adanya faktor penyulit Situasi Berisiko (Risky Situation): Persentase balita kurus (<-2SD BB/TB) > 14,9% atau Persentase balita kurus (<-SD BB/TB) 5.,0-9.,9.% disertai adanya faktor penyulit Situasi Normal Persentase balita kurus (<-2SD BB/TB) 5.,0-9.,9.% atau Persentase balita kurus (<-SD BB/TB) <5.% disertai adanya faktor penyulit Surveilans Penanganan: Penanganan: Penanganan: Ransum PMT untuk semua kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil (Blanket Supplementary Feading) PMT untuk kelompok rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu hamil risiko KEK dengan LiLA <23,5. cm (Targetted Suplementary Feeding) Tidak perlu intervensi khusus (Pelayanan rutin) Pasca - Bencana Pemantauan dan Evaluasi Sumber: Diadaptasi dari The Management of Nutrition in Major Emergencies: WHO, p I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

17 B. Situasi Keadaan Darurat Bencana Situasi keadaan darurat bencana terbagi menjadi 3 tahap, yaitu siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat. 1. Siaga Darurat Siaga darurat adalah suatu keadaan potensi terjadinya bencana yang ditandai dengan adanya pengungsi dan pergerakan sumber daya. Kegiatan penanganan gizi pada situasi siaga darurat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dapat dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat. 2. Tanggap Darurat Kegiatan penanganan gizi pada saat tanggap darurat dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap tanggap darurat awal dan tanggap darurat lanjut. a. Tahap Tanggap Darurat Awal 1) Fase I Tanggap Darurat Awal Fase I Tanggap Darurat Awal antara lain ditandai dengan kondisi sebagai berikut: korban bencana bisa dalam pengungsian atau belum dalam pengungsian, petugas belum sempat mengidentifikasi korban secara lengkap,bantuan pangan sudah mulai berdatangan dan adanya penyelenggaraan dapur umum jika diperlukan. Lamanya fase 1 ini tergantung dari situasi dan kondisi setempat di daerah bencana yaitu maksimal sampai 3 hari setelah bencana. Pada fase ini kegiatan yang dilakukan adalah: Memberikan makanan yang bertujuan agar pengungsi tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya Mengawasi pendistribusian bantuan bahan makanan Menganalisis hasil Rapid Health Assessment (RHA) Pada fase ini, penyelenggaraan makanan bagi korban Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 9.

18 bencana mempertimbangkan hasil analisis RHA dan standar ransum. Rasum adalah bantuan bahan makanan yang memastikan korban bencana mendapatkan asupan energi, protein dan lemak untuk mempertahankan kehidupan dan beraktivitas. Ransum dibedakan dalam bentuk kering (dry ration) dan basah (wet ration). Dalam perhitungan ransum basah diprioritaskan penggunaan garam beriodium dan minyak goreng yang difortifikasi dengan vitamin A. Contoh standar ransum pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Contoh Standar Ransum Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal Bahan Makanan Kebutuhan/Orang/ Ukuran Rumah Tangga Hari (g) (URT) 1 Biskuit bh Mie Instan gls (4 bks) Sereal (Instan) sdm (2 sachets) Blended food (MP-ASI) sdm Susu untuk anak balita (1-5. tahun) 40 8 sdm Energi (kkal) Protein (g) 5.3 Lemak (g) 40 Catatan: 1. Contoh standar ransum di atas hanya untuk keperluan perencanaan secara keseluruhan 2. Perkiraan balita di pengungsian sebesar 10% dari jumlah pengungsi, perlu ada Blended food (MP-ASI) dan susu untuk anak umur 1-5. tahun di dalam standar perencanaan ransum 3. Penerimaan dan Pendistribusian melalui dapur umum 4. Perhitungan bahan makanan hendaknya ditambahkan 10% untuk hal tak terduga atau kehilangan 1 Ukuran Rumah Tangga (URT): bh = buah; gls = gelas; sdm = sendok makan; bks = bungkus 10 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

19 Contoh perhitungan kebutuhan bahan makanan sesuai standar ransum berdasarkan jumlah korban bencana dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Contoh Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Mentah untuk 1500 Orang Selama 3 Hari pada Fase I Tahap Tanggap Darurat Awal Bahan Makanan Kebutuhan/ Orang/Hari (g) Kebutuhan Bahan Makanan Untuk 1500 Pengungsi Per 3 Per Hari (kg) Hari (kg) Tambahan 10% (kg) Jumlah Kebutuhan (kg) Biskuit Mie Instan Sereal (Instan) , ,5. Blended food (MP-ASI) Susu untuk anak balita (1-5. tahun) , , ) Fase II Tanggap Darurat Awal Kegiatan terkait penanganan gizi pada fase II, adalah: a) Menghitung kebutuhan gizi Berdasarkan analisis hasil Rapid Health Assessment (RHA) diketahui jumlah pengungsi berdasarkan kelompok umur, selanjutnya dapat dihitung ransum pengungsi dengan memperhitungkan setiap orang pengungsi membutuhkan kkal, 5.0 g protein dan 40 g lemak, serta menyusun menu yang didasarkan pada jenis bahan makanan yang tersedia. Contoh menu dapat dilihat pada Lampiran 1. Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 11

20 b) Pengelolaan penyelenggaraan makanan di dapur umum yang meliputi: Tempat pengolahan Sumber bahan makanan Petugas pelaksana Penyimpanan bahan makanan basah Penyimpanan bahan makanan kering Cara mengolah Cara distribusi Peralatan makan dan pengolahan Tempat pembuangan sampah sementara Pengawasan penyelenggaraan makanan Mendistribusikan makanan siap saji Pengawasan bantuan bahan makanan untuk melindungi korban bencana dari dampak buruk akibat bantuan tersebut seperti diare, infeksi, keracunan dan lain-lain, yang meliputi: P Tempat penyimpanan bantuan bahan makanan harus dipisah antara bahan makanan umum dan bahan makanan khusus untuk bayi dan anak P Jenis-jenis bahan makanan yang diwaspadai termasuk makanan dalam kemasan, susu formula dan makanan suplemen P Untuk bantuan bahan makanan produk dalam negeri harus diteliti nomor registrasi (MD), tanggal kadaluarsa, sertifikasi halal, aturan cara penyiapan dan target konsumen P Untuk bantuan bahan makanan produk luar negeri harus diteliti nomor registrasi (ML), bahasa, tanggal kadaluarsa, aturan cara penyiapan dan target konsumen 12 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

21 Jika terdapat bantuan makanan yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, petugas harus segera melaporkan kepada Koordinator Pelaksana. b. Tanggap Darurat Lanjut Tahap tanggap darurat lanjut dilaksanakan setelah tahap tanggap darurat awal, dalam rangka penanganan masalah gizi sesuai tingkat kedaruratan. Lamanya tahap tanggap darurat lanjut tergantung dari situasi dan kondisi setempat di daerah bencana. Pada tahap ini sudah ada informasi lebih rinci tentang keadaan pengungsi, seperti jumlah menurut golongan umur dan jenis kelamin, keadaan lingkungan, keadaan penyakit, dan sebagainya. Kegiatan penanganan gizi pada tahap ini meliputi: 1) A n a l i s i s f a k t o r penyulit berdasarkan hasil Rapid Health Assessment (RHA). 2) Pengumpulan data antropometri balita (berat badan, panjang badan/tinggi badan), ibu hamil dan ibu menyusui (Lingkar Lengan Atas). Besar sampel untuk pengumpulan data antropometri : Populasi korban bencana sampai orang, seluruh (total) balita diukur Populasi korban bencana kurang dari rumah tangga, gunakan systematic random sampling dengan jumlah sampel minimal 45.0 balita Populasi korban bencana lebih dari rumah tangga, gunakan cluster sampling, yaitu minimum 30 cluster yang ditentukan secara Probability Proportion to Size (PPS) dan tiap cluster minimum 30 balita Sumber : The Management of Nutrition In Major mergencies,geneva,who,2000. P45.. Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 13

22 3) Menghitung proporsi status gizi balita kurus (BB/TB <-2SD) dan jumlah ibu hamil dengan risiko KEK (LILA <23,5. cm). 4) Menganalisis adanya faktor penyulit seperti kejadian diare, campak, demam berdarah dan lain-lain. Informasi tentang proporsi status gizi balita selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan modifikasi atau perbaikan penanganan gizi sesuai dengan tingkat kedaruratan yang terjadi. Penentuan jenis kegiatan penanganan gizi mempertimbangkan pula hasil dari surveilans penyakit. Hasil analisis data antropometri dan faktor penyulit serta tindak lanjut atau respon yang direkomendasikan adalah sebagai berikut: Situasi Serius (Serious Situation), jika prevalensi balita kurus 15.% tanpa faktor penyulit atau 10-14,9.% dengan faktor penyulit. Pada situasi ini semua korban bencana mendapat ransum dan seluruh kelompok rentan terutama balita dan ibu hamil diberikan makanan tambahan (blanket supplementary feeding). Situasi Berisiko (Risky Situation), jika prevalensi balita kurus 10-14,9.% tanpa faktor penyulit atau 5.-9.,9.% dengan faktor penyulit. Pada situasi ini kelompok rentan kurang gizi terutama balita kurus dan ibu hamil risiko KEK diberikan makanan tambahan (targetted supplementary feeding). Situasi Normal, jika prevalensi balita kurus <10% tanpa faktor penyulit atau <5.% dengan faktor penyulit maka dilakukan penanganan penderita gizi kurang melalui pelayanan kesehatan rutin. Apabila ditemukan balita sangat kurus dan atau terdapat tanda klinis gizi buruk segera dirujuk ke sarana pelayanan 2. Tanda Klinis = Kwashiorkor, Marasmus dan Marasmik-Kwashiorkor 14 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

23 kesehatan untuk mendapat perawatan sesuai Tatalaksana Anak Gizi Buruk. 5.) Melaksanakan pemberian makanan tambahan dan suplemen gizi. Khusus anak yang menderita gizi kurang perlu diberikan makanan tambahan disamping makanan keluarga, seperti kudapan/jajanan, dengan nilai energi 35.0 kkal dan protein 15. g per hari. 3. Transisi Darurat Ibu hamil perlu diberikan 1 tablet Fe setiap hari, selama 9.0 hari. Ibu nifas (0-42 hari) diberikan 2 kapsul vitamin A dosis IU (1 kapsul pada hari pertama dan 1 kapsul lagi hari berikutnya, selang waktu minimal 24 jam) Pemberian vitamin A biru ( IU) bagi bayi berusia 6-11 bulan; dan kapsul vitamin A merah ( IU) bagi anak berusia bulan, bila kejadian bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A. Melakukan penyuluhan kelompok dan konseling perorangan dengan materi sesuai dengan kondisi saat itu, misalnya konseling menyusui dan MP-ASI. Memantau perkembangan status gizi balita melalui surveilans gizi. Transisi darurat adalah suatu keadaan sebelum dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi. Kegiatan penanganan gizi pada situasi transisi darurat disesusaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, dapat dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada tanggap darurat Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 15.

24 C. Pasca Bencana Kegiatan penanganan gizi pasca bencana pada dasarnya adalah melaksanakan pemantauan dan evaluasi sebagai bagian dari surveilans, untuk mengetahui kebutuhan yang diperlukan (need assessment) dan melaksanakan kegiatan pembinaan gizi sebagai tindak lanjut atau respon dari informasi yang diperoleh secara terintegrasi dengan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat (public health response) untuk meningkatkan dan mempertahankan status gizi dan kesehatan korban bencana. 16 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

25 BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN PENANGANAN GIZI Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan penanggung jawab utama dalam penanggulangan bencana. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK) Kementerian Kesehatan merupakan unsur dari BNPB dalam penanggulangan masalah kesehatan dan gizi akibat bencana. Pengelola kegiatan gizi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan bagian dari tim penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana yang dikoordinasikan PPKK, PPKK Regional dan Sub regional, Dinas Kesehatan Provinsi serta Kabupaten dan Kota. Penanganan gizi pada situasi bencana melibatkan lintas program dan lintas sektor termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) nasional maupun internasional. Kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana perlu dikoordinasikan agar efektif dan efisien, antara lain sebagai berikut: a. Penghitungan kebutuhan ransum; b. Penyusunan menu kkal, 5.0 g protein dan 40 g lemak; c. Penyusunan menu untuk kelompok rentan; d. Pendampingan penyelenggaraan makanan sejak dari persiapan sampai pendistribusian; e. Pengawasan logistik bantuan bahan makanan, termasuk bantuan susu formula bayi; f. Pelaksanaan surveilans gizi untuk memantau keadaan gizi pengungsi khususnya balita dan ibu hamil; g. Pelaksanaan tindak lanjut atau respon sesuai hasil surveilans gizi; h. Pelaksanaan konseling gizi khususnya konseling menyusui dan konseling MP-ASI; i. Suplementasi zat gizi mikro (kapsul vitamin A untuk balita dan tablet besi untuk ibu hamil); Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 17.

26 Penanganan gizi dalam situasi bencana terdiri dari penanganan gizi pada kelompok rentan dan dewasa selain ibu menyusui dan ibu hamil. Penjelasan lebih rinci penanganan pada kelompok tersebut sebagai berikut: A. Penanganan Gizi Kelompok Rentan Penanganan gizi kelompok rentan diprioritaskan bagi anak usia 0-23 bulan, anak usia bulan, ibu hamil dan ibu menyusui serta lanjut usia. 1. Penanganan Gizi Anak Usia 0-23 Bulan Bayi dan anak usia 0-23 bulan atau di bawah dua tahun (baduta) merupakan kelompok yang paling rentan sehingga memerlukan penanganan gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat serta kekurangan gizi pada kelompok tersebut dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi pada situasi bencana. Penelitian di pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak balita 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua kelompok umur. Kematian terbesar terjadi pada kelompok umur 0-6 bulan (WHO-UNICEF, 2001). Oleh karena itu penanganan gizi bagi kelompok ini dalam situasi bencana menjadi bagian penting untuk menangani pengungsi secara cepat dan tepat. Penanganan gizi anak usia 0-23 bulan mengikuti prinsip Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) sebagai berikut: a. Prinsip Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) 1) Pemberian ASI pada bayi/baduta sangat penting tetap diberikan pada situasi bencana 2) PMBA merupakan bagian dari penanganan gizi dalam situasi bencana 3) PMBA dalam situasi bencana harus dilakukan dengan benar dan tepat waktu 18 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

27 4) Institusi penyelenggara PMBA adalah Pemerintah Daerah yang dibantu oleh Dinas Kesehatan setempat yang mempunyai tenaga terlatih penyelenggara PMBA dalam situasi bencana 5.) Apabila Dinas Kesehatan setempat belum memiliki atau keterbatasan tenaga pelaksana PMBA dalam situasi bencana, dapat meminta bantuan tenaga dari Dinas Kesehatan lainnya 6) PMBA harus di integrasikan pada pelayanan kesehatan ibu, bayi dan anak 7.) Penyelenggaraan PMBA diawali dengan penilaian cepat untuk mengidentifikasi keadaan ibu, bayi dan anak termasuk bayi dan anak piatu 8) Ransum pangan harus mencakup kebutuhan makanan yang tepat dan aman dalam memenuhi kecukupan gizi bayi dan anak 9.) Susu formula, produk susu lainnya, botol dan dot tidak termasuk dalam pengadaan ransum. b. Pelaksanaan PMBA Pada Situasi Bencana 1) Penilaian Cepat Penilaian cepat dilakukan sebagai berikut: a) Penilaian cepat dilakukan untuk mendapatkan data tentang jumlah dan keadaan ibu menyusui, bayi dan anak termasuk bayi piatu b) Penilaian cepat dilakukan pada tahap tanggap darurat awal fase pertama sebagai bagian dari menghitung kebutuhan gizi c) Penilaian cepat dilakukan oleh petugas gizi yang terlibat dalam penanganan bencana d) Penilaian cepat dilakukan dengan mencatat, mengolah Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 19.

28 dan melaporkan data tentang jumlah dan keadaan ibu menyusui, bayi dan anak termasuk bayi piatu e) Instrumen penilaian cepat meliputi: Profil penduduk terutama kelompok rentan dan anak yang kehilangan keluarga Kebiasaan penduduk terkait PMBA, termasuk pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI serta bayi piatu Keberadaan susu formula, botol dan dot Data ASI Eksklusif dan MP-ASI sebelum bencana Risiko keamanan pada ibu dan anak Jika hasil penilaian cepat memerlukan tambahan informasi, dilakukan pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif sebagai bagian dari analisis faktor risiko penyebab masalah gizi dalam situasi bencana. Data kualitatif meliputi: Akses ketersediaan pangan terutama bagi bayi dan anak Kondisi lingkungan misalnya sumber air dan kualitas air bersih, bahan bakar, sanitasi, MCK (Mandi, Cuci, Kakus), perumahan, fasilitas penyelenggaraan makanan Dukungan pertolongan persalinan, pelayanan postnatal (ibu nifas dan bayi neonatus) serta perawatan bayi dan anak Faktor-faktor penghambat ibu menyusui bayi dan PMBA Kapasitas dukungan potensial pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI (Kelompok Pendukung 20 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

29 Ibu Menyusui, nakes terlatih, konselor menyusui, konselor MP-ASI, LSM perempuan yang berpengalaman) Kebiasaan PMBA termasuk cara pemberiannya (cangkir/botol), kebiasaan PMBA sebelum situasi bencana dan perubahannya Data kuantitatif meliputi: Jumlah bayi dan anak baduta dengan atau tanpa keluarga menurut kelompok umur; 0-5. bulan, 6-11 bulan, bulan Jumlah ibu menyusui yang sudah tidak menyusui lagi Angka kesakitan dan kematian bayi dan anak di pengungsian 2) Dukungan Untuk Keberhasilan PMBA a) Penyediaan tenaga konselor menyusui dan MP-ASI di pengungsian b) Tenaga kesehatan, relawan kesehatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat/Non Government Organization (LSM/ NGO) kesehatan memberikan perlindungan, promosi dan dukungan kepada ibu-ibu untuk keberhasilan menyusui termasuk relaktasi c) Memberikan konseling menyusui dan PMBA di pengungsian, Rumah Sakit lapangan dan tempat pelayanan kesehatan lainnya yang ada dilokasi bencana d) Pembentukan pos pemeliharaan dan pemulihan gizi bayi dan baduta e) Melakukan pendampingan kepada keluarga yang memiliki bayi atau anak yang menderita masalah gizi Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 21

30 c. Kriteria Bayi 0-5. bulan dan Baduta (6-23 Bulan) Yang Mendapat Susu Formula atau PASI 3 1) Bayi dan baduta yang benar-benar membutuhkan sesuai pertimbangan profesional tenaga kesehatan yang berkompeten (indikasi medis). 2) Bayi dan baduta yang sudah menggunakan susu formula sebelum situasi bencana 3) Bayi dan baduta yang terpisah dari Ibunya (tidak ada donor ASI) 4) Bayi dan baduta yang ibunya meninggal, ibu sakit keras, ibu sedang menjalani relaktasi, ibu menderita HIV+ dan memilih tidak menyusui bayinya serta ibu korban perkosaan yang tidak mau menyusui bayinya. d. Cara Penyiapan dan Pemberian Susu Formula 1) Cuci tangan terlebih dahulu hingga bersih dengan menggunakan sabun 2) Gunakan cangkir atau gelas yang mudah dibersihkan, mencuci alat dengan menggunakan sabun 3) Gunakan selalu alat yang bersih untuk membuat susu dan menyimpannya dengan benar 4) Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk (jangan menakar menggunakan botol susu) 5.) Sediakan bahan bakar untuk memasak air dan gunakan air bersih, jika memungkinkan gunakan air minum dalam kemasan. 6) Lakukan pendampingan untuk memberikan konseling menyusui. 3. PASI = Penganti Air Susu Ibu seperti : susu formula, makanan/minuman untuk bayi < 6 bulan, botol susu dot/empeng. 22 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

31 Penanganan Gizi Bayi 0-5 Bulan Bayi tetap diberi ASI Bila bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya atau ibu tidak dapat memberikan ASI, upayakan bayi mendapat bantuan ibu susu/donor, dengan persyaratan: Permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang bersangkutan Identitas agama dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh keluarga bayi Persetujuan pendonor setelah mengetahui identitas bayi yang di beri ASI Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak mempunyai indikasi medis ASI donor tidak diperjualbelikan Bila tidak memungkinkan bayi mendapat ibu susu/donor, bayi diberikan susu formula dengan pengawasan atau didampingi oleh petugas kesehatan Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 23

32 Penanganan Gizi Anak Usia 6-23 Bulan Baduta tetap diberi ASI Pemberian MP-ASI yang difortifikasi dengan zat gizi makro, pabrikan atau makanan lokal pada anak usia 6-23 bulan Pemberian makanan olahan yang berasal dari bantuan ransum umum yang mempunyai nilai gizi tinggi. Pemberian kapsul vitamin A biru ( IU) bagi yang berusia 6-11 bulan; dan kapsul vitamin A merah ( IU) bagi anak berusia bulan Bila bencana terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi mendapat kapsul vitamin A. Dapur umum sebaiknya menyediakan makanan untuk anak usia 6-23 bulan (contoh menu pada lampiran 2) Air minum dalam kemasan diupayakan selalu tersedia di tempat pengungsian e. Pengelolaan Bantuan Susu Formula atau Pengganti Air Susu Ibu (PASI) 1) Memberikan informasi kepada pendonor dan media massa bahwa bantuan berupa susu formula/pasi, botol dan dot pada korban bencana tidak diperlukan. 2) Bantuan berupa susu formula atau PASI harus mendapat izin dari Kepala Dinas Kesehatan setempat. 3) Pendistribusian dan pemanfaatan susu formula atau PASI harus diawasi secara ketat oleh petugas kesehatan, Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat 4) Selalu perhatikan batas kadaluarsa kemasan susu formula untuk menghindari keracunan dan kontaminasi 24 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

33 2. Penanganan Gizi Anak Balita Bulan a. Hindari penggunaan susu dan makanan lain yang penyiapannya menggunakan air, penyimpanan yang tidak higienis, karena berisiko terjadinya diare, infeksi dan keracunan. b. Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar menu harian ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana pengolahan makanan. (contoh menu pada Lampiran 2) c. Pemberian kapsul vitamin A. d. Makanan utama yang diberikan sebaiknya berasal dari makanan keluarga yang tinggi energi, vitamin dan mineral. Makanan pokok yang dapat diberikan seperti nasi, ubi, singkong, jagung, lauk pauk, sayur dan buah. Bantuan pangan yang dapat diberikan berupa makanan pokok, kacang-kacangan dan minyak sayur. 3. Penanganan Gizi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui Ibu hamil dan menyusui, perlu penambahan energi sebanyak 300 kkal dan 17. g protein, sedangkan ibu menyusui perlu penambahan energi 5.00 kkal dan 17. g protein. Pembagian porsi menu makanan sehari dan contoh menu makanan untuk ibu hamil dan ibu menyusui dapat dilihat pada tabel berikut: Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 25.

34 Tabel 3 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui (2200 kkal) Bahan Makanan Jumlah Selingan Selingan Pagi Siang Porsi (p) Pagi Sore Malam Nasi atau bahan 6 p + 1 p 1 p + 1/2 p 1 p 2 p ½ p 1,5. p + ½ p makanan penukar Lauk Hewani atau 3 p 1 p - 1 p - 1 p bahan makanan Penukar Lauk Nabati atau 3 p 1 p - 1 p - 1 p bahan makanan Penukar Sayur atau bahan 3 p 1 p - 1 p - 1 p makanan Penukar Buah atau bahan 4 p - 1 p 1 p 1 p 1 p makanan Penukar Gula 2 p 1 p p - Minyak 5. p 1,5. p 1 p 1 p - 1,5. p Susu 1 p p Keterangan: 1 porsi (p) nasi/penukar ditambahkan pada makanan ibu menyusui dengan rincian tambahan ½ p pada makan pagi dan ½ p pada makan malam 26 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

35 Tabel 4 Contoh Menu Hari I Hari V Untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui (2200 kkal) Waktu Makan Pagi Selingan Siang Nasi kuning Abon Menu Hari I II III IV V Nasi Ikan Mie kuah Tumis Nasi goreng kalengbumbu daging kaleng Perkedel kornet tomat kaleng Bola bola mie daging Tehmanis Nasi Ikan asin pedas (cabekering) Buah kaleng Nasi Mie goreng Opor daging kaleng Selingan Buah kaleng Biskuit Teh manis Sore Nasi Tim ikan Nasi gurih kaleng Dendeng balado Biskuit Teh manis Nasi Ikan bumbu kari Buah kaleng Nasi Mie kuah siram daging kaleng Buah kaleng Nasi Sup Bola daging kaleng Martabak mie Teh manis Nasi Sambal goreng ikanteri Nasi uduk Bakwan ikan Biskuit Teh manis Nasi Tumis Dendeng manis Buah kaleng Nasi Fuyunghai mie ikan sarden saos tomat Catatan: Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segar seperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh Tablet Fe (folat) terus diberikan dan dikonsumsi Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar Menu dapat lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah + biskuit, dan makan siang/sore dilengkapi dengan lauk dan sayuran segar Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada Bila makanan segar sudah dapat diperoleh, makanan kaleng seperti ikan kaleng, daging kaleng supaya segera diganti dengan bahan makanan segar ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan, sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 27.

36 Selain itu ibu hamil dan ibu menyusui perlu diberikan nasehat atau anjuran gizi dan kesehatan melalui kegiatan konseling menyusui dan konseling MP-ASI serta pendistribusian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi ibu hamil. 4. Penanganan Gizi Lanjut Usia Usia lanjut, perlu makanan dalam porsi kecil tetapi padat gizi dan mudah dicerna. Dalam pemberian makanan pada usia lanjut harus memperhatikan faktor psikologis dan fisiologis agar makanan yang disajikan dapat dihabiskan. Dalam kondisi tertentu, kelompok usia lanjut dapat diberikan bubur atau biskuit. B. Penanganan Gizi Kelompok Dewasa 1. Pemilihan bahan makanan disesuaikan dengan ketersediaan bahan makanan 2. Keragaman menu makanan dan jadwal pemberian disesuaikan dengan kemampuan tenaga pelaksana. Daftar Menu Harian ditempel di tempat yang mudah dilihat oleh pelaksana pengolahan makanan 3. Pemberian makanan/minuman suplemen harus didasarkan pada anjuran petugas kesehatan yang berwewenang 4. Perhitungan kebutuhan gizi korban bencana disusun dengan mengacu pada rata-rata Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan, sebagai mana terdapat pada Lampiran Menyediakan paket bantuan pangan (ransum) yang cukup untuk semua pengungsi dengan standar minimal kkal, 5.0 g protein dan 40 g lemak per orang per hari. Menu makanan disesuaikan dengan kebiasaan makan setempat, mudah diangkut, disimpan dan didistribusikan serta memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral. 28 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

37 BAB IV PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pemantauan dan evaluasi kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana merupakan kegiatan yang dilakukan mulai tahap pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana secara terus menerus dan berkesinambungan. Kegiatan ini dilakukan dengan mengevaluasi pencapaian pelaksanaan kegiatan dengan cara memantau hasil yang telah dicapai yang terkait penanganan gizi dalam situasi bencana yang meliputi input, proses dan output. Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilaksanakan oleh pengelola kegiatan gizi bersama tim yang dikoordinasikan oleh PPKK Kementerian Kesehatan dengan menggunakan instrumen yang telah disiapkan. 1. Pra Bencana a. Tersedianya pedoman pelaksanaan penanganan gizi dalam situasi bencana b. Tersedianya rencana kegiatan antisipasi bencana (rencana kontinjensi) c. Terlaksananya sosialisasi dan pelatihan petugas d. Terlaksananya pembinaan antisipasi bencana e. Tersedianya data awal daerah bencana 2. Tanggap Darurat Awal dan Tanggap Darurat Lanjut a. Tersedianya data sasaran hasil RHA b. Tersedianya standar ransum di daerah bencana c. Tersedianya daftar menu makanan di daerah bencana d. Terlaksananya pengumpulan data antropometri balita (BB/U, BB/TB dan TB/U) e. Terlaksananya pengumpulan data antropometri ibu hamil dan ibu menyusui (LiLA) Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 29.

38 f. Terlaksananya konseling menyusui g. Terlaksananya konseling MP-ASI h. Tersedianya makanan tambahan atau MP-ASI di daerah bencana i. Tersedianya kapsul vitamin A di daerah bencana j. Terlaksananya pemantauan bantuan pangan dan susu formula 3. Pasca Bencana a. Terlaksananya pembinaan teknis pasca bencana b. Terlaksananya pengumpulan data perkembangan status gizi korban bencana. c. Terlaksananya analisis kebutuhan (need assessment) kegiatan gizi pasca bencana Contoh instrumen pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dapat dilihat pada Lampiran I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

39 BAB V DAFTAR PUSTAKA 1. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Edisi Revisi. Jakarta. PPKK-Kemenkes RI The Management of Nutrition in Major Emergencies. Geneva. WHO Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta. Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana Himpunan Peraturan Perundangan Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7. Tahun 2008 Tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6.A Tahun 2011 Tentang Pedoman Penanggulangan Dana Siap Pakai Pada Status Keadaan Darurat Bencana. Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Bencana Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 31

40 Lampiran 1 CONTOH RANSUM FASE II TAHAP TANGGAP DARURAT AWAL DAN CARA PERHITUNGAN KEBUTUHAN BAHAN MAKANAN UNTUK PENGUNGSI Tabel 1 Contoh Standar Ransum Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal Bahan Makanan Jumlah/Orang/Hari (g) Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4 Tipe 5 Sereal (beras, terigu, jagung, bulgur) Kacang-kacangan Minyak goreng Ikan/daging kaleng Gula Garam beriodium Buah dan Sayur Blended Food (MP- ASI) Bumbu Energi (kkal) Protein (g; % kkal) 5.8 g; 11% 60 g; 11% 7.2 g; 14% 45. g; 9.% 5.1 g; 10% Lemak (g; % kkal) 43 g; 18% 47. g; 20% 43 g; 18% 38 g; 16% 41 g; 17.% Sumber: UNHCR, Handbook for Emergencies Catatan : Contoh ransum tipe 1, 2, 3, 4, dan 5. merupakan alternatif sesuai dengan faktor-faktor kebiasaan serta ketersediaan pangan setempat 32 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

41 Tabel 2 Contoh Standar Ransum Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal Tipe 1 Bahan Makanan Kebutuhan/Orang/Hari (g) Ukuran Rumah Tangga (URT) Sereal (beras, terigu, jagung) gls Kacang-kacangan sdm Minyak goreng sdm Ikan/daging kaleng - Gula sdm Garam beriodium 5. 1 sdm Buah dan Sayur - Blended Food (MP-ASI) sdm Energi (kkal) Protein (g; % kkal) 5.8 g; 11% Lemak (g; % kkal) 43g; 18% Catatan: Ukuran Rumah Tangga (URT): gls = gelas; sdm = sendok makan Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 33

42 Tabel 3 Contoh Perhitungan Bahan Makanan Mentah Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal Jika jumlah pengungsi sebanyak orang, maka perhitungan kebutuhan bahan makanan pada Fase II Tahap Tanggap Darurat Awal untuk selama 10 hari adalah sebagai berikut: Bahan Makanan Kebutuhan/ Orang/Hari (g) Kebutuhan Bahan Makanan Untuk 1500 Pengungsi Per Hari (kg) Per 10 Hari (kg) Penambahan Kebutuhan Bahan Makanan 10% (kg) Sereal (beras, terigu, jagung) Kacang-kacangan Minyak goreng , ,5. Ikan/daging kaleng - Gula , ,5. Garam beriodium 5. 7., ,5. Buah dan Sayur - Blended Food (MP- ASI) Energi (kkal) Protein (g; % kkal) 5.8 g; 11% Lemak (g; % kkal) 43g; 18% 34 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

43 Tabel 4 Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dibawa Pulang (Dry Ration) g/orang/hari Bahan Makanan Ransum 1 Ransum 2 Blended Food Fortified/MP-ASI Sereal Biskuit tinggi energi Minyak yang sudah difortifikasi dengan vitamin A Biji-bijian Gula Garam beriodium Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 35.

44 Tabel 5 Contoh Standar Bantuan Pangan Terbatas Untuk Dimakan Ditempat/ Dapur Umum (Wet Ration) g/orang/hari Bahan Makanan R1 R2 R3 R4 R5 Blended Food Fortified/MP-ASI bubuk Sereal Biskuit Tinggi energi Minyak yang sudah difortifikasi dengan vitamin A Biji-bijian Gula Garam beriodium 5. Energi (kkal) Protein(g) Lemak % (kkal) Catatan : R = Rusum 36 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana

45 Lampiran 2 PENYUSUNAN MENU PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) USIA 6 59 BULAN Kebutuhan gizi: Bayi 6-11 bulan, kkal/kg berat badan, makanan terdiri dari Air Susu Ibu (ASI) + Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Anak bulan, kkal/kg berat badan, makanan terdiri dari ASI + MP-ASI/makanan keluarga Anak Bulan, Kal/kg berat badan, makanan terdiri dari makanan keluarga Menu MP-ASI dan makanan keluarga dibawah ini terdiri dari 2 bagian. Bagian satu adalah menu 5. hari pertama setelah keadaan darurat terjadi, dimana bantuan bahan makanan masih terbatas. Lima (5.) hari berikutnya diharapkan keadaan sudah mulai teratasi dan bantuan bahan makanan segar sudah ada, sehingga menu dapat ditambah bahan makanan segar berupa lauk, sayur dan buah sesuai kebutuhannya Bila dari awal keadaan darurat sudah tersedia bahan makanan segar seperti daging/ikan/telur, sayur dan buah, maka harus diutamakan untuk diberikan pada bayi dan balita Perlu diperhatikan jenis bantuan yang diberikan hendaknya juga meliputi bumbu dapur, baik yang segar maupun yang sudah diproses atau siap pakai (dalam kemasan) Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana I 37.

46 Tabel 6 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Bayi 6-8 Bulan (650 kkal) Bahan Makanan Jumlah Selingan Selingan Pagi Siang Porsi (p) Pagi Sore Sore ASI Sekehendak Nasi/penukar ¾ p ¼ p - ¼ p - ¼ p Lauk/Penukar 1 p 1/3 p - 1/3 p - 1/3 p Buah 1 p - - ½ p - ½ p Susu 2/5. p - - 1/5. p - 1/5. p Minyak MP-ASI (blended 1-2 sachet(@ 25. g) food) Multi vitamin dan mineral (Taburia) Waktu Makan Setiap Waktu Pagi 1 sachet (1 g) Tabel 7 Contoh Menu Hari I sampai V Untuk Bayi 6-8 Bulan (650 kkal) Menu Hari I II III IV V ASI ASI ASI ASI ASI Bubur siap saji rasa pisang Bubur siap saji rasa apel Bubur siap saji rasa jeruk 38 I Pedoman Kegiatan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana Bubur siap saji rasa pisang Bubur siap saji rasa jeruk Siang Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Biskuit bayi Sore Bubur siap saji rasa ikan Bubur siap saji rasa ayam Bubur siap saji rasa kacang hijau Bubur siap saji rasa daging sapi Bubur siap saji rasa kacang merah Catatan: ASI diteruskan sekehendak bayi Menu ini diberikan selama 5 hari pertama dimana umumnya bahan makanan segar seperti lauk pauk, sayuran dan buah belum dapat diperoleh Setelah hari ke-5 diharapkan sudah tersedia bahan makanan segar, sehingga menu lebih bervariasi dengan diberikan makanan selingan berupa buah+biskuit, dan makan sore dilengkapi dengan lauk pauk dan sayuran segar Buah dapat bervariasi sesuai dengan buah yang ada Lauk hewani dapat diberikan bervariasi sesuai dengan bahan makanan segar yang tersedia, seperti ayam, ikan, daging, ataupun tempe, tahu, kacang-kacangan Sayuran dapat dipilih dari sayuran yang tersedia, apapun jenis sayurannya Tambahkan taburia 1 sachet (1 g) setiap dua hari sekali dalam salah satu makanan pagi

PENANGANAN GIZI DALAM SITUASI DARURAT

PENANGANAN GIZI DALAM SITUASI DARURAT 63.2 Ind p KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDINESIA PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGANAN GIZI DALAM SITUASI DARURAT KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL BINA KESEHATAN MASYARAKAT DIREKTORAT BINA GIZI

Lebih terperinci

PEMBERIAN MAKAN PADA KELOMPOK RENTAN DALAM SITUASI DARURAT

PEMBERIAN MAKAN PADA KELOMPOK RENTAN DALAM SITUASI DARURAT PEMBERIAN MAKAN PADA KELOMPOK RENTAN DALAM SITUASI DARURAT (yuniz) I. PENDAHULUAN Salah satu situasi kedaruratan yang sering menimbulkan banyak korban, adalah kejadian bencana, yang merupakan suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI I. PENJELASAN UMUM Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lampiran 1. Angket Penelitian

KATA PENGANTAR. Lampiran 1. Angket Penelitian Lampiran 1. Angket Penelitian KATA PENGANTAR Ibu yang terhormat, Pada kesempatan ini perkenankanlah kami meminta bantuan Ibu untuk mengisi angket yang telah kami berikan, angket ini berisi tentang : 1)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 155/Menkes/Per/I/2010 TENTANG PENGGUNAAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) BAGI BALITA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 155/Menkes/Per/I/2010 TENTANG PENGGUNAAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) BAGI BALITA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 155/Menkes/Per/I/2010 TENTANG PENGGUNAAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) BAGI BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapainya, faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebababkan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :... KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG 1. Nomor Responden :... 2. Nama responden :... 3. Umur Responden :... 4. Pendidikan :... Jawablah

Lebih terperinci

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT DIIT GARAM RENDAH Garam yang dimaksud dalam Diit Garam Rendah adalah Garam Natrium yang terdapat dalam garam dapur (NaCl) Soda Kue (NaHCO3), Baking Powder, Natrium Benzoat dan Vetsin (Mono Sodium Glutamat).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari membangun manusia seutuhnya yang diawali dengan pembinaan kesehatan anak mulai sejak dini. Pembinaan kesehatan anak sejak awal

Lebih terperinci

Pemberian Makanan Tambahan dalam meningkatkan status gizi anak

Pemberian Makanan Tambahan dalam meningkatkan status gizi anak Pemberian Makanan Tambahan dalam meningkatkan status gizi anak Kajian teoritis dan implementatif M I N A R T O 27-08-2016 - Konsep/teori - Praktik/implementasi - Masalah dan solusi Pendekatan komprehensif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si Siapa Bayi dan Balita Usia 0 12 bulan Belum dapat mengurus dirinya sendiri Masa pertumbuhan cepat Rentan terhadap penyakit dan cuaca Pada

Lebih terperinci

ANGKET / KUESIONER PENELITIAN

ANGKET / KUESIONER PENELITIAN ANGKET / KUESIONER PENELITIAN Kepada yth. Ibu-ibu Orang tua Balita Di Dusun Mandungan Sehubungan dengan penulisan skripsi yang meneliti tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan Balita

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode:... PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Nama responden :... Nomor contoh :... Nama

Lebih terperinci

Bagaimana Memberikan Makan Bayi Setelah Usia 6 Bulan

Bagaimana Memberikan Makan Bayi Setelah Usia 6 Bulan Berikan Makan Lebih Banyak Selagi Bayi Tumbuh HalHal Yang Perlu Diingat Mulai beri makan di usia Usia antara 6 bulan sampai 2 tahun, seorang anak perlu terus disusui. Bila Anda tidak menyusui, beri makan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak umur bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, terutama penyakit infeksi (Notoatmodjo, 2011). Gangguan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gizi merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagai negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Masalah gizi ini diikuti dengan semakin bertambahnya

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL Kepada Yth. Ibu Balita Di Tempat Kabanjahe, Juli 2015 Saya mahasiswa Jurusan Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul. Dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG 12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan dengan

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes GIZI DAUR HIDUP Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id Pengantar United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok

Lebih terperinci

Kebutuhan nutrisi dan cairan pada anak

Kebutuhan nutrisi dan cairan pada anak Kebutuhan nutrisi dan cairan pada anak Apa itu Nutrisi???? Defenisi Nutrien adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh dan berkembang. Setiap anak mempunyai kebutuhan Setiap anak mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa

Lebih terperinci

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG LEMBAR BALIK PENDIDIKAN GIZI UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG Disusun Oleh: Iqlima Safitri, S. Gz Annisa Zuliani, S.Gz Hartanti Sandi Wijayanti, S.Gz, M.Gizi

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Kode : KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DITINJAU DARI KARAKTERISTIK KELUARGA DI KECAMATAN DOLOK MASIHUL KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2011 Tanggal Wawancara : A. Identitas

Lebih terperinci

Gizi Masyarakat. Rizqie Auliana

Gizi Masyarakat. Rizqie Auliana Gizi Masyarakat Rizqie Auliana rizqie_auliana@uny.ac.id 1 Permasalahan gizi yang dihadapi oleh Indonesia seakan tidak pernah mau berakhir dan semakin diperparah oleh terjadinya krisis ekonomi tahun 1996.

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBERIAN MAKANAN BAYI DAN ANAK DALAM SITUASI DARURAT. Bagi Petugas Lapangan

PEDOMAN PEMBERIAN MAKANAN BAYI DAN ANAK DALAM SITUASI DARURAT. Bagi Petugas Lapangan PEDOMAN PEMBERIAN MAKANAN BAYI DAN ANAK DALAM SITUASI DARURAT Bagi Petugas Lapangan DEPARTEMEN KESEHATAN RI DITJEN BINA KESEHATAN MASYARAKAT DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT 2007 KATA PENGANTAR Pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Tinggi Badan : Berat Badan : Waktu makan Pagi Nama makanan Hari ke : Bahan Zat Gizi Jenis Banyaknya Energi Protein URT

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL 71 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Tanggal wawancara: Kode responden PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL Nama Responden :... Alamat :...... No. Telepon :... Lokasi penelitian

Lebih terperinci

Apa dan Mengapa Tentang

Apa dan Mengapa Tentang KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Apa dan Mengapa Tentang DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA DIREKTORAT BINA GIZI 2 0 1 3 Apa dan Mengapa Tentang 1 Cetakan Pertama Tahun 2012 Cetakan Kedua Tahun

Lebih terperinci

REVITALISASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI MELALUI PGS DAN PSG

REVITALISASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI MELALUI PGS DAN PSG REVITALISASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI 2015 2019 MELALUI PGS DAN PSG ANUNG SUGIHANTONO Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan RI Disampaikan pada: Workshop Cakupan Indikator Pembinaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

: saya ingin mendapatkan data antropometri BB dan TB ibu.

: saya ingin mendapatkan data antropometri BB dan TB ibu. : Assalamualaikum ibu : waalaikumsalam. Silahkan masuk :(masuk dan berjabat tangan) : perkenalkan nama saya Dini, saya ahli gizi yang sedang bertugas saat ini. Dengan ibu siapa? : Saya Melinda : Ok ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara nasional prevalensi balita gizi kurang dan buruk pada tahun 2010 adalah 17,9 % diantaranya 4,9% yang gizi buruk. Sedangkan target dari Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT

MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI 2014 Wilayah Indonesia Rawan Bencana Letak geografis Wilayah Indonesia Pertemuan 3 lempengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam siklus hidup manusia gizi memegang peranan penting. Kekurangan gizi pada anak balita akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak

Lebih terperinci

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN 60 Lampiran 1 Persetujuan Responden FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN Sehubungan dengan diadakannya penelitian oleh : Nama Judul : Lina Sugita : Tingkat Asupan Energi dan Protein, Tingkat Pengetahuan Gizi,

Lebih terperinci

PANDUAN PENGISIAN KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) DAN MONITORING EVALUASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI

PANDUAN PENGISIAN KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) DAN MONITORING EVALUASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI PANDUAN PENGISIAN KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) DAN MONITORING EVALUASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI I. IDENTITAS LOKASI 1. Provinsi : Tulis nama dan kode provinsi dari Badan Pusat Statistik (BPS)

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden: KUESIONER PENELITIAN POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT PAPUA (Studi kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antropometri (berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya pada

Lebih terperinci

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN :

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN : HUBUNGAN ANTARA KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA REPAKING KECAMATAN WONOSEGORO KABUPATEN BOYOLALI Anik Kurniawati Jurusan Kebidanan Poltekkes Surakarta E-mail: kurniawati_anik@yahoo.co.id

Lebih terperinci

: Ceramah, presentasi dan Tanya jawab

: Ceramah, presentasi dan Tanya jawab SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) Pokok Bahasan : Kesehatan Bayi Sub Pokok Bahasan : Penyuluhan MP ASI Sasaran : Ibu yang mempunyai Bayi usia 0-2 tahun di Puskesmas Kecamatan Cilandak Waktu : 30 menit (08.00-08.30)

Lebih terperinci

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Apa latarbelakang perlunya KADARZI? Apa itu KADARZI? Mengapa sasarannya keluarga? Beberapa contoh perilaku SADAR GIZI Mewujudkan keluarga cerdas dan mandiri Mengapa perlu

Lebih terperinci

KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA

KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA 94 KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA KARAKTERISTIK KELUARGA Nomor Responden : Nama Responden (Inisial)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 19/2014 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

Bab 1.Pengenalan MP ASI

Bab 1.Pengenalan MP ASI Bab 1.Pengenalan MP ASI Apa sih MPASI itu? MPASI adalah singkatan dari Makanan Pendamping ASI. Pendamping ASI, jadi ASI tetap diberikan kepada bayi ya... Hal pertama yang harus kita ingat adalah usia bayi,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus Global Scaling Up Nutrition (SUN) Movement pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Selain

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Faktor yang berkontribusi terhadap kejadian BGM di Provinsi Lampung

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Faktor yang berkontribusi terhadap kejadian BGM di Provinsi Lampung BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 KESIMPULAN 1. Faktor yang berkontribusi terhadap kejadian BGM di Provinsi Lampung adalah asupan energi, asupan protein, ASI eksklusif, MP-ASI, ISPA, umur balita, pemantauan

Lebih terperinci

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id DKBM: 2 Daftar Komposisi Bahan Makanan dimulai tahun 1964 dengan beberapa penerbit. Digabung tahun 2005

Lebih terperinci

Program Studi S1 Ilmu Gizi Reguler Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul (UEU) Jl. Arjuna Utara No.9 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510

Program Studi S1 Ilmu Gizi Reguler Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul (UEU) Jl. Arjuna Utara No.9 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510 LAMPIRAN 104 105 LAMPIRAN I HUBUNGAN PEMBERIAN MPASI LOKAL, FREKUENSI PENYAKIT INFEKSI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 6-24 BULAN DI PUSKESMAS WAIPARE, KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR Program Studi S1 Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Sehat Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya teratur, bersih,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI

KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI I. IDENTITAS LOKASI 1 Provinsi :. 1 2 Kabupaten/Kota :. 2 3 Kecamatan: :. 3 4 Desa/Kelurahan :. 4 5 Tipe Desa/Kelurahan : 1 = Perkotaan 2 = Perdesaan 5 6 mor Klaster :.

Lebih terperinci

PPG ( PUSAT PEMULIHAN GIZI )

PPG ( PUSAT PEMULIHAN GIZI ) PPG ( PUSAT PEMULIHAN GIZI ) TFC ( Therapeutic Feeding Centre ) / PPG ( Pusat Pemulihan Gizi ) Balita yang sehat dan cerdas adalah idaman bagi setiap orang. Namun apa yang terjadi jika balita menderita

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT 65 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT FILE : AllData Sheet 1 CoverInd

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, buku Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 ini dapat diselesaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Buku ini menggambarkan

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4.

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4. LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PERILAKU GIZI SEIMBANG IBU KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI DAN KESEHATAN BALITA DI KABUPATEN BOJONEGORO Nama sheet

Lebih terperinci

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN Emmi Silitonga* Lufthiani** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Status gizi menjadi indikator dalam menentukan derajat kesehatan anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Status gizi menjadi indikator dalam menentukan derajat kesehatan anak. digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi menjadi indikator dalam menentukan derajat kesehatan anak. Gizi pada masa anak sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya bahkan sejak

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DAN STATUS GIZI ANAK USIA 6 23 BULAN DI POSYANDU DURI KEPA JAKARTA BARAT TAHUN 2016

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DAN STATUS GIZI ANAK USIA 6 23 BULAN DI POSYANDU DURI KEPA JAKARTA BARAT TAHUN 2016 LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DAN STATUS GIZI ANAK USIA 6 23 BULAN DI POSYANDU DURI KEPA JAKARTA BARAT TAHUN 2016 Saya Yudan Nur Mubarok, mahasiswa Jurusan Gizi Fakultas Ilmu-Ilmu

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PENYULUHAN GIZI TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PENYEDIAAN MENU SEIMBANG UNTUK BALITA DI DESA RAMUNIA-I KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2010 Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya

BAB I PENDAHULUAN. Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir.

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG LEMBAR BALIK PENDIDIKAN GIZI UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG Disusun Oleh: Iqlima Safitri, S. Gz Annisa Zuliani, S.Gz Hartanti Sandi Wijayanti, S.Gz, M.Gizi Supported by : Pedoman Gizi

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI DAN KADARZI PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DINAS KESEHATAN PROVINSI JAMBI TAHUN 2010 I.

KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI DAN KADARZI PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DINAS KESEHATAN PROVINSI JAMBI TAHUN 2010 I. 5 Lampiran 1 KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI DAN KADARZI PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DINAS KESEHATAN PROVINSI JAMBI TAHUN 21 I. IDENTITAS LOKASI 1. Propinsi 2. Kabupaten 3. Kecamatan 4. Desa / Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) BAB I PENDAHALUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi masih merupakan beban berat bagi bangsa, hakekatnya berpangkal dari keadaan ekonomi dan pengetahuan masyarakat,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN PADA SALAH SATU DESA DI WILAYAH LAMPUNG TIMUR Damayanti*, Siti Fatonah* *Alumni Jurusan Keperawatan Poltekkes

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

TFC ( Therapeutic Feeding Centre ) / PPG ( Pusat Pemulihan Gizi )

TFC ( Therapeutic Feeding Centre ) / PPG ( Pusat Pemulihan Gizi ) TFC ( Therapeutic Feeding Centre ) / PPG ( Pusat Pemulihan Gizi ) Balita yang sehat dan cerdas adalah idaman bagi setiap orang. Namun apa yang terjadi jika balita menderita gizi buruk?. Di samping dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali Anak bukan miniatur orang dewasa Anak sedang tumbuh dan berkembang Anak membutuhkan energi per kg BB lebih tinggi Anak rentan mengalami malnutrisi Gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Indikatornya adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, yang dapat menikmati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak balita merupakan kelompok masa yang dianggap kritis sekaligus masa keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila ditinjau dari kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO RINGKASAN Keadaan gizi meliputi proses penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan serta aktifitas. Keadaan kurang gizi dapat terjadi dari

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN DAN PERENCANAAN MENU BERDASARKAN GIZI SEIMBANG

PENYUSUNAN DAN PERENCANAAN MENU BERDASARKAN GIZI SEIMBANG PENYUSUNAN DAN PERENCANAAN MENU BERDASARKAN GIZI SEIMBANG Penyusunan dan Perencanaan Menu Berdasarkan Gizi Seimbang By. Jaya Mahar Maligan Laboratorium Nutrisi Pangan dan Hasil Pertanian PS Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

Penyusunan dan Perencanaan Menu Berdasarkan Gizi Seimbang

Penyusunan dan Perencanaan Menu Berdasarkan Gizi Seimbang Penyusunan dan Perencanaan Menu Berdasarkan Gizi Seimbang By. Jaya Mahar Maligan Laboratorium Nutrisi Pangan dan Hasil Pertanian PS Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan THP FTP UB Menu France : daftar yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1389, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Penanggulangan. Krisis Kesehatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN

Lebih terperinci