ANALISIS PENGEMBANGAN SNI DALAM RANGKA PENGAWASAN BARANG BEREDAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENGEMBANGAN SNI DALAM RANGKA PENGAWASAN BARANG BEREDAR"

Transkripsi

1 ANALISIS PENGEMBANGAN SNI DALAM RANGKA PENGAWASAN BARANG BEREDAR PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2013

2 RINGKASAN EKSEKUTIF Latar belakang Dalam era perdagangan bebas, peraturan teknis yang terkait dengan peredaran barang dan/atau jasa yang diberlakukan oleh suatu negara harus mengacu dan memenuhi standar internasional. Dengan pemenuhan standar, produk lokal diharapkan bisa menembus pasar luar negeri dengan tingkat daya saing yang lebih tingi. Selain itu, pemenuhan standar juga dapat menguntungkan konsumen dalam hal kualitas, harga barang yang kompetitif, serta keamanan penggunaan barang yang sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar internasional yang ditetapkan oleh regulator terkait seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional. Instrumen perdagangan non-tariff mengedepankan pemenuhan komitmen dalam World Trade Organization (WTO) yang disepakati dalam Technical Barriers to Trade (TBT) yang mengatur 3 (tiga) hal penting, yaitu: peraturan teknis atau regulasi, standar dan penilaian kesesuaian (Standards and Conformity Assesment atau SCA). Instrumen tersebut bertujuan memberikan jaminan kepada konsumen agar memperoleh barang yang tidak hanya terjangkau dari segi harga dan waktu, namun juga berkualitas dan memenuhi standar kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan (K3L). Dalam kaitannya dengan pasar dalam negeri, pemerintah telah menetapkan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang diturunkan salah satunya melalui penetapan Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 tahun 2009 tentang Pengawasan Barang dan/atau Jasa Yang Beredar Di Pasar yang merupakan mandat bagi Kementrian Perdagangan. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa salah satu parameter pengawasannya menggunakan instrumen Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi produk dalam negeri atau barang impor. Penggunaan SNI sebagai instrumen pengawasan barang beredar dan/atau jasa juga diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan N0.30/M-DAG/PER/7/2007 Tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan dan Peraturan Menteri Perindustrian No. 86/M-IND/PER/9/2009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar i

3 Hasil Pengawasan pada tahun 2012, terdapat 621 jenis produk/barang di pasar domestik yang tidak sesuai dengan ketentuan dimana 31% dari jumlah tersebut merupakan produk yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis dan SNI. Pelanggaran tersebut didominasi oleh barang yang berasal dari impor sebesar 61% dan produk lokal sebesar 39%. Berdasarkan kategori barang yang melanggar ketentuan, sebanyak 39% merupakan barang elektronika dan alat listrik, 20% barang alat rumah tangga, 13% barang suku cadang kendaraan, serta sisanya adalah barang bahan bangunan, barang makanan minuman dan Tekstil dan Barang Tekstil (TPT). Untuk melindungi konsumen dari barang-barang tidak memenuhi unsur K3L, pemerintah perlu melakukan pengembangan SNI yang mendorong penerapan SNI Wajib, dengan memperhatikan kepentingan pelaku usaha dalam negeri. Terkait hal tersebut, Kementerian Perdagangan akan meningkatkan pengawasan barang beredar di pasar dengan target sebanyak 600 barang setiap tahunnya sebagai upaya dalam perlindungan sekaligus pemberdayaan konsumen. Hal tersebut juga bersinergi dengan rencana Kementerian Perindustrian tentang pemberlakuan SNI secara wajib tahun sebanyak 521 produk. Namun, hingga saat ini pemberlakuan SNI secara wajib baru 91 SNI. Fakta ini dirasakan kurang memadai untuk menghambat laju produk impor, sehingga untuk mempercepat pelaksanaan pengembangan SNI maka dalam analisis ini akan difokuskan pada upaya untuk pemberlakuan SNI yang bersifat sukarela menjadi SNI yang diberlakukan secara wajib. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam analisis ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Analisis deskriptif akan digunakan untuk mengkaji kesiapan sarana pendukung, khususnya lembaga laboratorium uji serta respon dan penilaian konsumen terhadap produk yang ber-sni yang beredar di pasaran. Analisis kuantitatif akan dipakai secara khusus untuk melihat kesiapan pelaku usaha dalam nenerapkan SNI wajib dengan menggunakan model penilaian kesiapan (assessment model of Standard Readiness Survey - SRS). Model ini merupakan aplikasi model e-learning Readiness Survey (e-lrs) yang dikembangkan oleh Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar ii

4 Aydin dan Tasci (2005) yang dipakai untuk melihat kesiapan pelaku usaha dalam menerapkan e-learning. Pembahasan dan Kesimpulan 1. Secara keseluruhan terdapat sekitar 400 laboratorium yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Dari 400 laboratorium, sebanyak 71 buah merupakan laboratorium uji produk industri (KAN, 2008) yang terdiri dari laboratorium uji milik pemerintah, 7 milik BUMN dan 12 dikelola swasta (BPPKI, 2012). Di sektor industri, lembaga yang membina dan mengawasi adalah Kementerian Perindusrian c/q Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri khususnya untuk standar yaitu pada Pusat Standarisasi Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri - Kementerian Perindustrian. Pustan ini mempunyai tugas pokok yaitu penyiapan dan perumusan RSNI, penerapan dan pengawasan SNI Wajib, pembinaan standarisasi serta kerjasama standarisasi di bidang industri. 2. Dari 71 buah laboratorium uji, teridentifikasi sebanyak 9 (Sembilan) buah laboratorium yang memungkinkan dapat menguji dan mensertifikasi produk Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin yaitu terdiri dari 5 buah milik pemerintah, 1 buah milik BUMN dan 3 buah dikelola oleh swasta. Dari 9 laboratorium ini hanya dua yang berfungsi hanya sebagai laboratorium uji yaitu PT. Panasonic Gobel dan PT. Polytron. Namun belum semua laboratorium tersebut mempunyai fasilitas dan kemampuan untuk menguji semua parameter uji ketiga produk elektronik yang akan diberlakukan wajib tersebut. Selain itu, belum semua laboratorium tersebut sudah terakreditasi oleh KAN untuk produk tersebut, hal ini karena belum diberlakukannya SNI secara wajib dan menganggap bahwa untuk akreditasi tidak membutuhkan waktu yang lama. 3. Wilayah keberadaan laboratorium yang mempunyai prospek menguji tiga produk tersebut berada di beberapa wilayah, namun berpusat di pulau Jawa. Sementara itu, keberadaan industri Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin mayoritas berlokasi di Jabodetabek khususnya di wilayah Cikarang-Bekasi. Berikut ini gambaran mengenai 5 (lima) laboratorium untuk mengetahui Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar iii

5 kesiapan pemberlakuan SNI secara wajib produk Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin: a) Pusat Pengawasan Mutu Barang, Kementerian Perdagangan merupakan tempat penerbitan sertifikat: pengujian produk ekpor & impor, SNI, serta tempat pengurusan SPB & NPB (impor produk) dan NRP (lokal produk). Penetapan SNI Wajib dilakukan oleh Instansi Teknis terkait dalam hal ini adalah Menteri Perindustrian yang selanjutnya pengawasannya dilakukan oleh Pusat Pengawasan Mutu Barang, Kementerian Perdagangan sesuai dengan Permendag No.14/M-DAG/PER/3/2007. b) Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2SMTP-LIPI) memiliki tugas pokok melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, pemberian bimbingan teknis, penyusunan rencana dan program Metrology, Standard, Testing and Quality (MSTQ), pelaksanaan penelitian sistem mutu dan pelayanan pengujian serta evaluasi dan penyusunan laporan. P2SMTP LIPI juga menyediakan jasa laboratorium uji produk kepada industri. P2SMTP LIPI telah memiliki akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk melakukan pengujian terhadap produk-produk elektronika dan mekanika. Khusus untuk jenis produk elektronika yang akan diberlakukan SNI wajib, P2SMTP LIPI menyatakan mampu dan siap untuk mengadakan pengujian terhadap produk Mesin cuci, namun masih belum mampu untuk melakukan pengujian terhadap produk Air Conditioner (AC), dikarenakan belum lengkapnya fasilitas peralatan uji yang dimiliki oleh laboratorium P2SMTP LIPI, seperti alat double chamber. c) Balai Besar Bahan dan Barang Teknik ( B4T ) No LPK : LP 007 IDN sebagai salah satu Institusi Penelitian dan Pengembangan di bawah Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian RI. B4T-LSPro telah mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN). Jumlah seluruh pegawai di B3T sebanyak 70 orang dan di bidang elektronik sebanyak 20 orang yang telah mempunyai kompetensi dibidangnya, serta jumlah auditor sebanyak 15 orang. Infrastruktur yang dimiliki B4T untuk menguji ke tiga produk Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin sudah cukup memadai dan siap apabila diberlakukan wajib. Terkait waktu dan biaya pengujian dan sertfikasi Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar iv

6 adalah mengacu pada ketentuan yang berlaku pada PP N0 47 tahun d) PT. Sucofindo merupakan Lembaga Peniliaian Kesesuaian milik BUMN yang memberikan jasa terhadap pelayanan dalam sertifikasi produk dan pengujian produk. Lembaga ini mempunyai 7 (tujuh) laboratorium besar, salah satunya untuk pengujian produk elektronika termasuk produk Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin. Jumlah produk yang sudah terakreditasi sebanyak 55 produk termasuk tiga produk elektronik tersebut. Sucofindo menyatakan kesiapannya jika Produk Mesin cuci diberlakukan wajib. SDM yang dimiliki berjumlah 20 orang dan memiliki kompetensi di bidangnya. Waktu yang dibutuhkan dalam pengujian Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin secara normal masing-masing berkisar antara hari. Proses untuk melakukan sertifikasi produk untuk mendapatkan SPPT SNI, tergantung pada produk lokal atau produk impor. Kebijakan pengenakan tariff atau biaya uji dan sertifikasi pada PT. Sucofindo yag merupakan milik BUMN berbeda dengan milik pemerintah. LPK milik pemerintah mengacu pada PP N0. 45 Tahun 2010, sedangkan PT. Sucofindo mempunyai kebijakan sendiri dimana biayanya relatif lebih mahal dibandingkan milik pemerintah. e) Laboratorium PT Panasonic telah terakreditasi merupakan laboratorium yang dikelola oleh swasta dan berpotensi utuk melakukan pengujian produk elektronik termasuk Lampu Swabalas dan Balast elektronik. Dari hasil indept interview, pihak perusahaan telah mengetahui akan diberlakukan SNI wajib untuk produk Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin dan menyatakan kesiapannya dalam pengujian produk tersebut. Walaupun kendalanya adalah belum dimilikinya alat dual chamber. Disamping itu dari sisi SDM yang kompeten sudah mencukupi. 4. Kebijakan pemberlakuan dan pengawawan terhadap produk ber-sni telah tersedia pengaturannya, namun belum banyak barang yang beredar yang sudah diberlakukan SNI wajib. Saat ini jumlah SNI wajib yang diawasi oleh Kementerian Perdagangan sebanyak 91 produk. Untuk produk atau barang yang beredar di pasaran harus juga di dukung dengan Petunjuk Teknis setiap produk. Hal ini mengingat setiap produk mempunyai karakteristik yang Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar v

7 berbeda-beda sehingga penanganan pengawasan produk yang satu berbeda dengan komoditi lainnya. Kondisi tersebut masih perlu ditambah dengan dukungan infrastruktur laboratorium uji, pendanaan dan sumber daya manusia pelaksana sistem baik di pusat maupun di daerah. 5. Proses pengembangan SNI Wajib bagi produk elektronik seperti mesin cuci, Pendingin Udara, dan lemari pendingin sudah menerapkan prinsip transparansi seperti kejelasan parameter dan national differences yang mengakomodasi kepentingan produsen dalam negeri. Selain itu, rencana penerapan SNI Wajib juga didasarkan pada kebutuhan pasar dalam negeri di mana tuntutan konsumen terhadap keamanan, kesehatan, keselamatan, dan Lingkungan (K3L) produk menjadi hal utama yang telah dipertimbangkan. 6. Total nilai produk elektronik yang diimpor selama tahun sebesar US$ 76,76 miliar dengan pertumbuhan tren sebesar 6,28% di mana sebesar 33,67% berasal dari Cina. Lebih rinci, produk elektronik seperti mesin cuci, Pendingin Udara, dan lemari pendingin memiliki tren impor antara 0,87% hingga 113% pada periode yang sama. 7. Responden produsen menilai bahwa pemberlakuan SNI Wajib dapat menjadi media untuk meningkatkan daya saing dan perlindungan terhadap konsumen dalam negeri karena SNI Wajib akan menetapkan sejumlah ketentuan yang harus dilakukan oleh produsen dan importir untuk menjamin keandalan mutu dan pemenuhan unsur K3L bagi konsumen. 8. Faktor penting yang berpengaruh terhadap keputusan konsumen, selain harga adalah standar mutu produk yang dibeli khususnya produk mesin cuci, lemari pendingin, dan pendingin ruangan (AC).Konsumen menilai bahwa produk mesin cuci, lemari pendingin (Lemari Pendingin), dan pendingin ruangan (AC) perlu SNI wajib. Beberapa atribut yang perlu diperhatikan dalam penentuan standar mutu pada produk elektronik dimaksud, antara lain faktor keamanan, keselamatan, kesehatan, dan ramah lingkungan, kualitas bahan, faktor penggunaan daya listrik, dan faktor model. 9. Konsumen juga berpendapat bahwa standar produk itu penting yang ditunjukkan dengan skor likert sebesar 3,7. Konsumen juga memperhatikan keberadaan label pada produk yang sudah mendapatkan SNI yang didukung dengan hasil perhitungan skor Likert dengan skor 3,7. Kemudian, ada atau Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar vi

8 tidaknya label SNI pada suatu produk dirasakan cukup penting bagi konsumen untuk memberikan persepsi mutu atau kualitas tertentu yang diindikasikan oleh skor 3,7. Konsumen menganggap bahwa ada tidaknya label SNI pada produk akan mempengaruhi keputusan mereka dalam membeli. Dengan demikian, label SNI dapat merepresentasikan standar kualitas yang baik dari suatu produk. Hal ini dibuktikan dengan skor Likert sebesar 3, Produsen sudah menerapkan standar perusahaan dalam sistem produksi dan inovasinya dimana secara normatif, responden juga memiliki persepsi bahwa standar yang digunakan dalam pengembangan produknya memiliki pengakuan di pasar internasional. Sementara itu, SNI dipersepsikan sebagai standar minimal yang harus dipenuhi produsen yang pada umumnya merupakan hasil adopsi dari standar internasional. Dengan demikian, responden produsen mengasosiasikan kepatuhan terhadap standar internasional akan mudah diterapkan pada SNI. 11. Beberapa aspek yang dianalisa seperti: Penerapan Teknologi, Sumber Daya Manusia, Self-Development, dan Pengawasan memperoleh nilai likert di atas 4,2, sehingga berdasarkan Assessment Model of Standard Readiness Survey, responden produsen sudah mengoptimalkan kesiapan pemberlakuan SNI Wajib. Beberapa langkah untuk optimasi kesiapan antara lain melalui investasi peralatan yang mendukung produksi dan inovasi, penentuan supplier komponen yang dapat mendukung penerapan SNI, peningkatan kemampuan sumber daya manusia, serta optimasi anggaran terkait pengembangan mutu produk. 12. Namun, dari sisi kemampuan untuk melakukan pengujian masih memiliki nilai likert 4,1 yang berarti belum sepenuhnya siap dan masih diperlukan beberapa perbaikan. Ketidaksiapan ini bukan merupakan kelemahan internal responden produsen mengingat dalam penerapan SNI Wajib, pemerintah akan menunjuk laboraturium uji yang dapat digunakan dalam pengujian SNI sehingga sumber daya yang akan melakukan pengujian akan didukung oleh Laboratorium Uji dan LSPro. 13. Dalam kaitannya dengan pengetahuan terhadap SNI Wajib mesin cuci, lemari pendingin, dan Pendingin Udara, belum seluruh responden perusahaan mengetahui kepastian penerapannya, walaupun sudah pernah Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar vii

9 memperoleh informasi tentang parameter yang harus dipenuhi. Hal ini sejalan dengan nilai likert pengetahuan responden produsen tentang penerapan SNI Wajib tersebut yang bernilai 3,5 hal ini dapat diartikan bahwa responden produsen tidak memperoleh kepastian informasi mengenai penerapan SNI Wajib tersebut. Berdasarkan hasil survey, sebagian besar responden produsen sudah tidak mendapatkan informasi mengenai penerapan SNI Wajib setelah tahun LSPro dan Laboratorium Uji memiliki tantangan dalam hal biaya, waktu sertifikasi, dan waktu uji jika diberlakukan SNI Wajib. Sebanyak 75% responden produsen menyebutkan biaya menjadi kendala dalam proses Sertifikasi Produk Pengguna Tanda SNI (SPPT-SNI) karena memiliki dampak terhadap pelayanan proses SPPT-SNI. Kemudian, Waktu Sertifikasi dan Waktu Uji juga dianggap sebagai permasalahan di mana 62,5% responden produsen mengeluhkan waktu uji dan sertifikasi. Sementara untuk lokasi, responden produsen tidak mengeluhkan keberadaan LSPro dan Laboratorium Uji yang tidak berada dalam satu lokasi atau kawasan industri. 15. Untuk LSPro dan Laboratorium Uji, beberapa aspek yang diteliti seperti tenaga penguji, kemampuan untuk melakukan pengujian, manajemen dalam penerapan SNI dan pengawasan memiliki nilai di atas 4,2 yang dinilai siap dalam pemberlakuan SNI Wajib. Pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) selalu dilakukan melalui proses rekrutmen berkala dan peningkatan kompetensi yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat oleh tenaga uji. Selain itu, kemitraan dengan beberapa institusi internasional juga sudah dilakukan untuk meningkatkan kapasitas SDM yang lebih kompeten dan adaptif terhadap pengetahuan standar internasional. Dukungan pihak lain seperti pemerintah dalam hal pembinaan dan pengawasan serta komunikasi antar LSPro dan Laboratorium uji juga sudah dilakukan melalui pembentukan Forum Komunikasi Standardisasi. 16. Beberapa kriteria dengan nilai likert yang masih di bawah 4,2 yaitu ketersediaan sarana dan prasarana standar dengan nilai likert 4,0 yang berarti belum memiliki kesiapan yang optimal dalam penerapan SNI Wajib di mana perluasan laboratorium dan penambahan alat uji (misal double chamber untuk uji AC) belum sepenuhnya dilakukan. Menurut responden, Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar viii

10 kepastian waktu pemberlakuan SNI Wajib akan menjadi landasan keputusan apakah akan dilakukan investasi penambahan alat uji dan perluasan sarana laboratorium. Hal tersebut sejalan dengan kesiapan responden terkait penyediaan anggaran yang belum disesuaikan karena belum mendapat kepastian tentang pemberlakuan SNI Wajib. Rekomendasi kebijakan 1. Dari sisi biaya, guna mendukung pemberlakuan SNI wajib atas produk lemari pendingin, mesin cuci, dan Pendingin Udara, perlu dilakukan harmonisasi biaya pengujian produk maupun biaya pemrosesan SPPT SNI. Hal ini dikarenakan tingginya variabilitas biaya pengujian oleh masingmasing laboratorium uji dan biaya penerbitan SPPT SNI oleh masing-masing LSPro. 2. Dari sisi waktu uji dan penerbitan SPPT SNI, perlu juga dilakukan penyeragaman standar waktu pengujian hingga penerbitan SPPT SNI oleh Laboratorium Uji dan LSPro. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan produsen agar tidak kehilangan moment penjualan produk. 3. Minimnya ketersediaan sarana dan prasarana pengujian SNI dapat diatasi melalui kerjasama bantuan dengan pihak lain. Dalam hal ini, skema pinjaman yang dilakukan oleh P2SMTP LIPI dapat dijakdikan referensi untuk pengembangan sarana dan prasarana pengujian SNI yang berskala nasional. Hal ini juga perlu didkukung dengan kejelasan waktu penerapan SNI wajib, termasuk kepastian penunjukan laboratorium uji. 4. Penyeragaman standar dan persepsi antar laboratorium uji dan LSPro perlu dillakukan agar tidak menimbulkan bias terhadap hasil uji. Dalam hal ini, Pemerintah perlu memastikan bahwa forum komunikasi antara LSPro dan Lab uji berjalan dengan baik. 5. Dari sisi pengawasan, kode produk, tanggal, dan tahun pembuatan harus dijadikan landasan pengawasan barang beredar agar sesuai dengan waktu berlakunya peraturan Menteri Perindustrian tentang pemberlakuan SNI wajib atas produk mesin cuci, lemari pendingin dan Pendingin Udara. Selain itu, petugas pengawas juga harus memahami juknis mengenai ketentuan produk Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar ix

11 yang akan diawasi SNI-nya berdasarkan kode HS masing-masing produk agar tidak terjadi kesalahpahaman. 6. Edukasi konsumen terhadap pentingnya mengkonsumsi produk-produk ber- SNI perlu dilakukan. Hal ini disamping konsumen dapat terlindung dari produk-produk berbahaya, juga dapat membatasi peredaran produk-produk illegal, untuk itu produsen perlu untuk mencantumkan tanda logo SNI pada tempat yang mudah dibaca oleh konsumen Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar x

12 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahnya, sehingga laporan analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar dapat diselesaikan. Analisis ini dilatarbelakangi bahwa masih banyak ditemukan barang yang beredar dipasar yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis dan SNI. Hasil Pengawasan yang telah dilakukan pada tahun 2012, terdapat 621 jenis produk/barang di pasar domestik yang tidak sesuai dengan ketentuan dimana 31% dari jumlah tersebut merupakan produk yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis dan SNI. Pelanggaran tersebut didominasi oleh barang yang berasal dari impor sebesar 61% dan produk lokal sebesar 39%. Terkait masih banyaknya produk yang beredar di pasar, baik produk dalam negeri maupun impor yang tidak memenuhi ketentuan, maka perlu diupayakan langkah-langkah yang bertujuan melindungi konsumen dari gangguan kesehatan, keamanan, keselamatan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup (K3L) dimana salah satunya melalui pengembangan SNI. Analisis ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, dengan tim penelitian yang terdiri dari Bagus Wicaksena sebagai koordinator dan peneliti terdiri dari Heny Sukesi, Yudha Hadian Nur dan Budi Kristiyanto Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan baik ditinjau dari aspek substansi, analisa, maupun data-data yang sifatnya pendukung, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam kesempatan ini tim peneliti mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang membantu terselesaikannya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan di bidang pengawasan distribusi bahan berbahaya. Jakarta, Juli 2013 Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar xi

13 DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF... i KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Analisis Keluaran Analisis Ruang Lingkup Sistematika Penulisan... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian SNI Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) Kebijakan Terkait Pemberlakuan SNI Pengawasan Terhadap Produk Ber-SNI Perkembangan Impor Produk Elektronik Parameter Pengujian SNI Produk Elektronik Kajian Terdahulu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Metodologi Metode Pengumpulan Data Rancangan Penelitian Lokasi Penelitian Metode Analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pemahaman Konsumen Terhadap Standard dan SNI Penilaian Tentang Penerapan SNI Wajib Untuk Produk Mesin Cuci, Pengatur Udara, dan Lemari Pendingin Penilaian Konsumen Tentang Kriteria Utama Pada Mesin Cuci Yang Perlu Diwajibkan Dalam Standar Penilaian Konsumen Tentang Kriteria Utama Pada Pengatur Udara Yang Perlu Diwajibkan Dalam Standar Penilaian Konsumen Tentang Kriteria Utama Pada Lemari Pendingin Yang Perlu Diwajibkan Dalam Standar Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar xii

14 4.2 Kesiapan Pelaku Usaha Terhadap Pemberlakuan SNI Pandangan Produsen Terhadap Konsumen Tentang Standard Kesiapan Produsen Terhadap Pemberlakuan SNI Wajib Pandangan Produsen Terhadap Pihak Pendukung Dalam Pemberlakuan SNI Wajib Kesiapan LsPro dan Laboratorium Pengujian Ketersedian Laboratorium dan Kemampuan Uji Kesiapan LSPro dan Laboratorium Uji Terhadap Pemberlakuan SNI Secara Wajib Kebijakan Pemberlakuan dan Pengawasan Terhadap SNI Kebijakan Pengawasan Terhadap Produk ber-sni Pengawasan Produk Elektronik BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar xiii

15 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tarif Sertifikasi Produk di Kementerian Perindustrian Tabel 2.2 Perkembangan Impor Produk Pendingin Udara, Mesin Cuci, dan Lemari Pendingin Tabel 2.3 Parametr Pengujian dan Alat Ukur SNI Produk Elektronik 28 Tabel 3.1 Analsis Data Tabel 3.2 Faktor dan Item Penyusun (Construct) dalam Penilaian Kesiapan Penerapan SNI (Perusahaan dan Laboratorium Uji) Tabel 3.3 Faktor dan Item Penyusun (Construct) Konsumen dalam Menilai Produk yang ber-sni Tabel 4.1 Pemahaman dan Pengetahuan Konsumen tentang SNI Tabel 4.2 Penilaian Konsumen Mengenai Penerapan SNI Secara Wajib Tabel 4.3 Kriteria Utama Pada Mesin Cuci Yang Perlu Diwajibkan Dalam Standar Menurut Konsumen Tabel 4.4 Kriteria Utama Pada Pengatur Udara Yang Perlu Diwajibkan Dalam Standar Menurut Konsumen Tabel 4.5 Kriteria Utama Pada Lemari Pendingin Yang Perlu Diwajibkan Dalam Standar Menurut Konsumen Tabel 4.6 Persepsi Responden Produsen Tentang Pemahaman Konsumen Terhada Standar Tabel 4.7 Nilai Kesiapan Responden Terhadap Penerapan SNI Wajib Mesin Cuci, Pendingin Udara dan Lemari Pendingin Tabel 4.8 Pengetahuan Tentang Penerapan SNI Wajib Tabel 4.9 Laboratorium Uji dan LsPro Untuk Produk Mesin Cuci, AC, dan Lemari Pendingin 58 Tabel 4.10 Kesiapan Laboratorium Uji Dalam Penerapan SNI Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar xiv

16 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Pilar-Pilar Standarisasi Nasional Gambar 2.2. Alur Pengembangan SNI Gambar 2.3. Mekanisme Pelaksanaan Penilaian Kesusaian SNI Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Gambar 3.2. Assesment Model of Standard Readiness Survey Gambar 4.1. Skema Umum Sertifikasi Produk Gambar 4.2. Permasalahan Dalam Kemitraan Dengan LSPro dan Laboratorium Uji Gambar 4.3. Pengawasan Terhadap Produk Yang Ber SNI Wajib Gambar 4.4. Pelaksanaan Pengawasan Pada Produk Elektronik Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar xv

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era perdagangan bebas, aliran barang dan/atau jasa tidak lagi dapat dibatasi oleh letak geografis suatu negara. Bahkan, peraturan teknis yang terkait dengan peredaran barang dan/atau jasa yang diberlakukan oleh suatu negara harus mengacu dan memenuhi standar internasional. Hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya akses pasar barang dan/atau jasa impor ke dalam pasar domestik seiring dengan penurunan atau penghapusan hambatan perdagangan seperti tariff impor yang merupakan salah satu komitmen yang berlaku dalam perdagangan bebas. Di sisi lain dengan pemenuhan standar, produk kita juga diharapkan bisa menembus pasar luar negeri dengan tingkat daya saing yang lebih tingi. Secara umum, kondisi yang demikian pada satu sisi akan menguntungkan konsumen dalam hal kebebasan untuk memilih jenis, kualitas dan harga barang sesuai dengan kebutuhan (needs) (Herjanto, 2008). Konsumen juga akan diuntungkan dengan memperoleh manfaat ekonomis berupa harga yang kompetitif dan sesuai dengan kemampuan daya belinya (Pugel, 2008). Namun demikian, konsumen tetap harus memperoleh perlindungan dengan jaminan bahwa barang yang dikonsumsinya sudah sesuai dengan kebutuhan dan tidak menimbulkan kerugian. Konsumen tidak hanya mendapatkan keuntungan secara ekonomis berupa harga yang kompetetif namun juga keamanan penggunaan barang yang sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar internasional yang ditetapkan oleh regulator terkait seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional. Terkait dengan pengawasan barang beredar di beberapa negara, instrumen perdagangan non-tariff (non-tariff measures) sudah menjadi prioritas mengingat pada saat ini semua tariff perdagangan bebas akan mengarah menjadi nol (Zero Tax), seperti pada Free Trade Area Agreements ASEAN China, ASEAN-India, ASEAN-Korea, ASEAN-Australia-New Zealand (AANZ), Indonesia-European Union (EU) dan FTA yang lainnya. Instrumen perdagangan non-tariff akan mengedepankan pemenuhan komitmen dalam World Trade Organization (WTO) yang disepakati dalam Technical Barriers to Trade (TBT) yang mengatur 3 (tiga) hal penting, yaitu: peraturan teknis atau regulasi, standar dan penilaian kesesuaian (Standards and Conformity Assesment atau SCA). Pada sisi lain, ketentuan dalam Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 1

18 WTO juga mengatur Sanitary and Phyto-sanitary (SPS) sebagai bagian yangtak terpisahkan atas standar mutu untuk produk pertanian dan olahannya. Instrumen tersebut secara jelas bertujuan memberikan jaminan kepada konsumen agar memperoleh barang yang tidak hanya terjangkau dari segi harga dan waktu, namun juga berkualitas dan memenuhi standar kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan (K3L). Dalam kaitannya dengan pasar dalam negeri, pemerintah telah menetapkan Undangan-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang diturunkan salah satunya melalui penetapan Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 tahun 2009 tentang Pengawasan Barang dan/atau Jasa Yang Beredar Di Pasar yang merupakan mandat bagi Kementrian Perdagangan. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa salah satu parameter pengawasannya menggunakan instrumen Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi produk dalam negeri atau barang impor. Penggunaan SNI sebagai instrumen pengawasan barang beredar dan/atau jasa juga diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan N0.30/M-DAG/PER/7/2007 Tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan dan Peraturan Menteri Perindustrian No. 86/M-IND/PER/9/2009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri. Dari hasil pelaksanaan pengawasan terhadap barang yang beredar dipasar, ditemukan adanya pelanggaran yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis dan SNI. Hasil Pengawasan yang telah dilakukan pada tahun 2012, terdapat 621 jenis produk/barang di pasar domestik yang tidak sesuai dengan ketentuan dimana 31% dari jumlah tersebut merupakan produk yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis dan SNI. Pelanggaran tersebut didominasi oleh barang yang berasal dari impor sebesar 61% dan produk lokal sebesar 39%. Berdasarkan kategori barang yang melanggar ketentuan, sebanyak 39% merupakan barang elektronika dan alat listrik, 20% barang alat rumah tangga, 13% barang suku cadang kendaraan, serta sisanya adalah barang bahan bangunan, barang makanan minuman dan Tekstil dan Barang Tekstil (TPT). Melihat dominasi produk impor yang belum sesuai dengan ketentuan, Herjanto (2008) menjelaskan bahwa, standarisasi yang dalam konteks lain disebut sebagai standar dan penilaian kesesuaian (standards and conformity assessment), dapat juga berfungsi sebagai alat kontrol teknis dalam melindungi kepentingan domestik. Standar dapat dipergunakan sebagai persyaratan teknis (spesifikasi Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 2

19 teknis) minimum yang harus dipenuhi oleh barang impor untuk memasuki pasar domestik, sekaligus berfungsi sebagai alat perlindungan konsumen, khususnya bagi barang-barang yang menyangkut kesehatan, keamanan, keselamatan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup (K3L). Untuk melindungi konsumen dari barang-barang tidak memenuhi unsur K3L, pemerintah perlu melakukan pengembangan SNI yang mendorong penerapan SNI Wajib. Namun dalam pelaksanaannya juga harus memperhatikan kepentingan pelaku usaha dalam negeri, terutama usaha kecil dan menengah (UKM), mengingat ketentuan terkait standar tidak boleh melanggar ketentuan national treatment dalam the World Trade Organization (WTO), dimana standar tidak boleh bersifat diskriminatif antara industri dalam negeri dan importir. Terkait hal tersebut, Kementerian Perdagangan akan meningkatkan pengawasan barang beredar di pasar dengan target sebanyak 600 barang setiap tahunnya sebagai upaya dalam perlindungan sekaligus pemberdayaan konsumen. Hal tersebut juga bersinergi dengan rencana Kementerian Perindustrian tentang pemberlakuan SNI secara wajib tahun sebanyak 521 produk. Sebagai dasar hukum untuk mendorong pengembangan SNI, pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 dimana dalam Pasal 12 ayat (3) dijelaskan Dalam hal Standar Nasional Indonesia berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup (K3L) dan atau pertimbangan ekonomis, instansi teknis dapat memberlakukan secara wajib sebagian atau seluruh spesifikasi teknis dan atau parameter dalam Standar Nasional Indonesia. Berdasarkan latar belakang tersebut, yaitu masih banyaknya produk yang beredar di pasar, baik produk dalam negeri maupun impor yang tidak memenuhi ketentuan, maka perlu diupayakan langkah-langkah yang bertujuan melindungi konsumen dari K3L dimana salah satunya melalui pengembangan SNI antara lain pemberlakuan SNI secara wajib. Oleh karena itu, dengan menurunnya bea masuk impor sebagai dampak FTA, hambatan teknis melalui pemberlakuan SNI secara wajib merupakan salah satu cara untuk menghambat laju produk impor. Namun, sampai saat ini pemberlakuan SNI secara wajib baru 91 SNI. Fakta ini dirasakan kurang memadai untuk menghambat laju produk impor, sehingga untuk mempercepat pelaksanaan pengembangan SNI maka dalam analisis ini akan difokuskan pada upaya untuk Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 3

20 pemberlakuan SNI yang bersifat sukarela menjadi SNI yang diberlakukan secara wajib. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian tentang pengembangan SNI ini dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan penelitian berikut ini: a. Bagaimana pemahaman dan penilaian konsumen terhadap penerapan SNI suatu produk secara wajib? b. Bagaimana kemampuan dan kesiapan industri dalam negeri dalam memenuhi parameter-parameter yang akan diwajibkan dalam SNI? c. Bagaimana kesiapan sarana pendukung dalam pemberlakuan SNI secara wajib? 1.2 Tujuan Analisis a. Mengidentifikasi pemahaman dan penilaian konsumen terhadap pemberlakuan SNI pada produk yang beredar di pasaran. b. Mengidentifikasi kemampuan industri dalam negeri dalam memenuhi parameter-parameter yang akan diwajibkan dalam SNI c. Mengidentifikasi kesiapan Lembaga sertifikasi Produk (LsPro) dan Laboratorium pengujian dalam pemberlakuan SNI secara wajib. d. Merumuskan kebijakan pengembangan SNI dalam rangka pengawasan barang beredar. 1.3 Keluaran Analisis a. Gambaran pemahaman dan penilaian konsumen terhadap produk yang ber- SNI. b. Gambaran tentang kemampuan industri dalam negeri dalam memenuhi parameter-parameter yang akan diwajibkan dalam SNI c. Kesiapan Lembaga sertifikasi Produk (LsPro) dan Laboratorium pengujian dalam pemberlakuan SNI secara wajib d. Rumusan kebijakan pengembangan SNI dalam rangka pengawasan barang beredar 1.4 Ruang Lingkup a. Produk yang diteliti : Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 4

21 Peralatan listrik rumah tangga dan peralatan listrik serupa tentang persyaratan khusus untuk Pengatur Udara dan mesin cuci dengan SNI sebagai berikut : SNI IEC :2009 Peralatan listrik rumah tangga dan peralatan listrik serupakeselamatan-bagian 2-40: Persyaratan khusus untuk Pengatur Udara SNI IEC :2009 Peranti listrik rumah tangga dan sejenis - Keselamatan - Bagian 2-7: Persyaratan khusus untuk mesin cuci SNI IEC Peranti listrik rumah tangga dan sejenisnya - Keselamatan - Bagian 2-24: Persyaratan khusus untuk peranti pendingin, peranti es krim dan pembuat es Alasan pemilihan komoditi adalah (1) Produk-produk tersebut mengandung unsur K3L; (2) meningkatnya impor produk elektronik; dan (3) Kebutuhan masyarakat banyak. Berikut justifikasi lainnya terkait produk yang dianalisis. 1) Impor produk elektronika selama tahun meningkat dengan tren sebesar 6,28% dan nilai total mencapai US$ 76 miliar. Jika diperinci, produk elektronik dengan kode Harmonized System (HS) yang tercantum dalam konsep Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pemberlakuan SNI Pendingin Ruangan, Lemari Pendingin, dan Mesin Cuci Secara Wajib, tren impor produk elektronik seperti mesin cuci, lemari pendingin, dan Pendingin Udara memiliki rentang dari hanya 5,03% hingga 95,32% (BPS, 2013). 2) Sebanyak 33,67% produk impor tersebut berasal dari Cina yang dikhawatirkan belum memenuhi ketentuan di Indonesia. b. Aspek Kebijakan: peraturan dan kebijakan yang terkait dengan standardisasi dan pengawasan barang beredar di pasar, antara lain : 1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 2) Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional 3) Peraturan Menteri Perdagangan N0.30/M-DAG/PER/7/2007 Tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan 4) Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 tahun 2009 tentang Pengawasan Barang dan/atau Jasa Yang Beredar Di Pasar. 5) Peraturan Menteri Perindustrian No. 86/M-IND/PER/9/2009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 5

22 6) Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2012 tentang Jenis Jenis Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Perdagangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2011 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Perindustrian c. Aspek kinerja standar termasuk infrastruktur meliputi antara lain prosedur, parameter-parameter SNI, kompetensi SDM, ketersediaan dan kemampuan laboratorium penguji, lembaga sertifikasi produk. d. Aspek Kelembagaan: instansi dan lembaga yang terlibat dalam perumusan dan pengawasan SNI, pelaku usaha dan asosiasi. e. Daerah Kajian akan dilakukan di 3 (tiga) daerah yaitu Tangerang, Bandung dan Bekasi. Pertimbangan pemilihan daerah penelitian adalah keberadaan produsen elektronik, LsPro, Laboratorium pengujian dan konsumen. f. Responden Penelitian Responden penelitian adalah: Pelaku usaha/produsen, konsumen, laboratorium uji, LsPro dan key person dari Dinas Perindag, Direktorat Standardisasi, Badan Standardisasi Nasional, dan Komite Akreditasi Nasional. 1.5 Sistematika Penulisan Laporan analisis ini terdiri dari lima bab sebagai berikut: BAB I BAB II : Pendahuluan. Bab ini mendeskripsikan latar belakang, tujuan, keluaran, dampak dan ruang lingkup analisis yang dilakukan. : Tinjauan Pustaka. Bab ini menjelaskan tinjauan literatur yang akan digunakan sebagai referensi dalam analisis ini meliputi Pengertian standar, Pengembangan standar di Indonesia, Pengawasan SNI pada Barang Beredar di Pasar dan best practices. BAB III : Metodologi Penelitian menjelaskan metode yang BAB IV digunakan dalam analisis ini meliputi kerangka pemikiran, metode analisis data, serta sumber data dan teknik pengumpulan data. : Hasil dan Pembahasan. Pada bab ini memuat hasil temuan lapangan, analisis deskriptif dan assessment model Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 6

23 BAB V of standard readiness survey. : Kesimpulan dan Rekomendasi. Memberikan kesimpulan dan saran untuk usulan kebijakan pengembangan SNI dalam hal pemberlakuan SNI Wajib bagi produk mesin cuci, Pendingin Udara, dan lemari pendingin. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 7

24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian SNI Standar adalah dokumen yang memuat ketentuan dan/atau karakteristik dari suatu produk yang dibuat secara konsensus dan ditetapkan oleh lembaga berwenang (BSN, 2000). Sedangkan dalam PP No. 102 Tahun 2000, yang dimaksud standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Standar Nasional Indonesia (SNI) dibuat oleh pemerintah Indonesia sebagai standar nasional hasil consensus para pemangku kepentingan. SNI ini ditetapkan oleh Badan Standar Nasional (BSN). Pada prinsipnya standar dilakukan secara sukarela, khususnya dipergunakan oleh produsen sebagai acuan dalam pengendalian mutu internal atau untuk kepentingan promosi bahwa produk yang diproduksi memiliki kualitas baik dan terjamin. Penerapan dan pemberlakuan Standar Nasional Indonesia adalah keputusan pimpinan instansi teknis yang berwenang untuk memberlakukan Standar Nasional Indonesia secara wajib terhadap produk apabila dipandang bahwa produk menyangkut dengan keselamatan, keamanan, kesehatan dan kelestarian lingkungan (K3l). SNI bertujuan untuk memperlancar transaksi perdagangan dan melindungi kepentingan konsumen serta meningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global, karena pasar global menekankan pentingnya menerapkan standar mutu produk (BSN, 2005). 2.2 Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) Adanya kerjasama di bidang ekonomi antara negara-negara di dunia, seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA), Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dan World Trade Organization (WTO), telah menciptakan sistem perdagangan dunia yang bebas (free trade). Sistem ini nantinya akan memperluas dan mempermudah gerak arus transaksi barang dan atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 8

25 negara. Sehingga pasar nasional nantinya akan bersifat terbuka terhadap barang dan atau jasa impor. Untuk mendukung pasar nasional dalam menghadapi proses globalisasi perdagangan tersebut, maka dipersiapkan perangkat hukum nasional di bidang standardisasi (PP No 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional) yang tidak saja mampu menjamin perlindungan terhadap masyarakat khususnya di bidang keselamatan, keamanan, kesehatan, dan lingkungan hidup, tetapi juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Lebih lanjut, di dalam Perjanjian World Trade Organization (WTO), sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, khususnya mengenai Agreement on Technical Barrier to Trade (TBT) yang mengatur mengenai standardisasi ditegaskan bahwa negara anggota, dalam hal ini Pemerintah Indonesia, diwajibkan untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional di bidang standardisasi. Standardisasi dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup, serta untuk membantu kelancaran perdagangan dan mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan. Di samping itu, Drajad Irianto (2013), juga mengemukakan bahwa penerapan standardisasi juga dimaksudkan untuk membendung arus barang impor yang masuk ke Indonesia. Menurut Drajad, jumlah SNI untuk produk-produk yang diterapkan di Indonesia masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan Negara-negara tetangga seperti Malaysia, Jepang, dan Singapura yang cenderung lebih ketat dalam masalah standardisasi. Akibatnya, barang-barang Indonesia sulit masuk ke luar negeri (ekspor), sementara barangbarang luar negeri lebih mudah untuk masuk ke Indonesia, terlebih barang-barang tersebut adalah produk tidak berkualitas. Sasaran utama dalam pelaksanaan standardisasi adalah meningkatnya ketersediaan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mampu memenuhi kebutuhan industri dan pekerjaan instalasi guna mendorong daya saing produk dan jasa dalam negeri. Dengan adanya standardisasi nasional maka akan ada acuan tunggal dalam mengukur mutu produk dan/atau jasa di dalam perdagangan, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI), sehingga dapat meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 9

26 Hal serupa juga dikemukakan oleh Bambang Prasetya (2013),. Menurut Bambang, SNI membuat produk yang dihasilkan menjadi efisien dan proses produksi yang optimal seperti mereduksi limbah serta menghemat biaya. Cara ini membuat produk yang dihasilkan berkualitas dan berdaya saing tinggi. Setiadi (2011), juga menambahkan bahwa standard juga membantu perusahaan melalui: (1) penghubung penting rantai pasokan global, (2) underpin international trade and access to market, (3) mengurangi hambatan dan mendukung perdagangan internasional, (4) membangkitkan kepercayaan nasional dalam pemulihan ekonomi, (5) mempengaruhi budaya bisnis, (6) membantu perusahaan mengadopsi environmental management, social responsibility, life cycle assessment for products, energy efficiency and management, etc, (7) membantu alokasi sumber daya lebih efisien, serta (8) menjadi jembatan untuk kesenjangan pengetahuan dan inovasi. Terkait dengan besarnya peranan penerapan standardisasi bagi pembangunan nasional tersebut, Dewi Odjar Ratna Komala mengatakan bahwa menerapkan standardisasi bukan diharuskan, tapi dibutuhkan. Oleh karena itu, industri yang ada di Indonesia harus menyadari betapa dibutuhkannya standar untuk meningkatkan kualitas mutu dari produk. Hal ini dilakukan agar produk industri tersebut bisa bersaing dengan negara lain. Dalam rangka menghadapi era perdagangan bebas dan melindungi produk lokal, Gerakan Nasional Penerapan SNI (GENAP SNI) diluncurkan. Program yang diprakarsai oleh lembaga pemerintah non kementerian, Badan Standardisasi Nasional (BSN), ini berwujud pencantuman sertifikasi produk tanda SNI pada suatu produk, termasuk produk pelayanan jasa dan proses. Sertifikasi produk tanda SNI adalah kegiatan oleh pihak ketiga yang independen dalam memberikan jaminan tertulis yang menyatakan bahwa suatu produk (termasuk proses dan jasa) telah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI). Tanda ini dibubuhkan pada barang, kemasan barang dan/atau label (Kemenristek, 2010). BSN menyatakan bahwa pembubuhan tanda SNI pada sebuah produk memberikan manfaat tak hanya bagi produsen saja tetapi juga bagi konsumen, pelaku bisnis dan pemerintah yang antara lain sebagai berikut: Memberi informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan suatu produk bahwa produk tersebut telah memenuhi SNI; Untuk mengatasi kekhawatiran konsumen, pengguna dan semua pihak yang berkepentingan akan kualitas suatu produk; Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 10

27 Meningkatkan keberterimaan produk oleh konsumen; serta Meningkatkan daya saing suatu produk karena kualitas produk tersebut lebih terjamin Penerapan SNI, seperti halnya standar lain, pada prinsipnya dilakukan secara sukarela, khususnya dipergunakan oleh produsen sebagai acuan dalam pengendalian mutu internasional, atau untuk kepentingan promosi bahwa produk terkait memiliki kualitas yang baik/terjamin. Penerapan standar dapat bersifat wajib manakala menyangkut keselamatan, kesehatan, keamanan, atau kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pemberlakuan standar secara wajib ditetapkan oleh Menteri teknis terkait dengan mempertimbangkan berbagai factor, yaitu kesiapan standar yang bersangkutan, kesiapan industri dalam negeri, kesiapan infrastruktur teknis penilaian kesesuaian, dan kesiapan pengawasan oleh pemerintah, serta tidak bertentangan dengan kesepakatan internasional (Herjanto dan Rahmi, 2010). Proses perumusan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi kebijakan terutama yang terkait dengan kepentingan public tidak lepas dari peran pemerintah, baik pusat maupun daerah, serta berbagai pihak yang terikat dan merasakan dampak penerapan SNI Wajib. Peran masing-masing stakeholders yang terlibat dalam standardisasi secara garis besar dibagi beberapa fungsi utama, yaitu: (1) Fungsi Regulator, yaitu lembaga perumus berbagai kebijakan nasional maupun lembaga yang menyusun regulasi teknis terkait dengan aturan dan prosedur pelaksanaan kebijakan, contoh: Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Komite Akreditasi Nasional (KAN); (2) Fungsi Implementor, yaitu pelaksana kebijakan baik untuk instansi teknis maupun produsen dan berbagai pihak terkait untuk melaksanakan kebijakan standardisasi, contoh: Pusat Standardisasi Kementerian Teknis dan Ditjen Bea dan Cukai; (3) Fungsi Pembina, yaitu lembaga atau berbagai pihak yang terlibat dalam pembinaan, pengawasan, maupun bertugas untuk mengevaluasi kebijakan yang diterapkan, contoh: Instansi Teknis dan Lembaga Pelatihan (Herjanto dan Rahmi, 2010). Sementara itu, untuk mendukung peningkatan daya saing produk nasional, sistem standardisasi nasional harus terus dikembangkan mengikuti standar internasional yang juga terus berkembang. Setiadi (2011) menjelaskan bahwa pengembangan sistem standardisasi nasional tersebut meliputi tiga pilar dasar infrastruktur mutu, yaitu metrologi, standardisasi, dan penilaian kesesuaian. Pilar metrologi antara lain meliputi metrologi ilmiah, terapan, dan legal. Sementara itu Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 11

28 pilar standardisasi meliputi pengembangan dan penerapan SNI. Sedangkan pilar penilaian kesesuaian mencangkup akreditasi, sertifikasi, pengujian, dan inspeksi. Dalam penerapannya, pengembangan ketiga pilar tersebut membutuhkan adanya kerjasama antar stakeholders, sosialisasi kepada pelaku usaha, serta adanya penelitian dan pengembangan mengenai standar produk tersebut yang juga didukung oleh peraturan perundangan yang berlaku untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik itu tujuan bisnis (perdagangan, mutu, keuntungan, distribusi, pembelian, penggunaan, spesifikasi, dan kontrak) maupun tujuan sosial (kesehatan, keamanan, keselamatan, kelestarian lingkungan hidup, ekonomi yang maju, perdagangan yang adil, serta perlindungan konsumen). Pilar-pilar pengembangan infrastruktur mutu tersebut digambarkan dalam gambar 2.1 berikut ini. Gambar 2.1. Pilar-Pilar Infrastruktur Mutu Nasional Sumber: Setiadi, 2011 Dalam Gambar 2.1 terlihat bahwa pilar standardisasi merupakan pilar utama dalam hal pengembangan dan penerapan standard. Menurut Setiadi (2011), proses pengembangan standardisasi meliputi lima tahapan, yakni dimulai dari pemrograman, perancangan, konsensus nasional dan finalisasi, penetapan, dan pemeliharaan. Pada tahapan pemrograman meliputi kegiatan melihat kebutuhan pasar, mengajukan usulan program SNI, serta penetapan program SNI. Tahap Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 12

29 drafting meliputi kegiatan verifikasi data dan perumusan program yang kemudian akan dilakukan kegiatan konsensus nasional dan perumusan final. Selanjutnya, akan dilakukan kegiatan penetapan SNI dan publikasi kepada masyarakat. Pada tahap akhir (pemeliharaan), akan dilakukan kaji ulang terhadap SNI yang telah diterapkan oleh para pelaku usaha untuk mengetahui kelemahan maupun keunggulan produk yang telah beredar di masyarakat. Alur pengembangan SNI dapat dilihat berdasarkan gambar 2.2 berikut ini. Gambar 2.2. Alur Pengembangan SNI Sumber: Setiadi (2011) Sesuai dengan PP Nomor 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, pengembangan SNI yang juga mencakup kelembagaan dan proses yang berkaitan dengan perumusan, penetapan, publikasi dan pemeliharaan SNI harus memenuhi kaidah dalam WTO code of good practice agar memperoleh keberterimaan yang luas diantara para stakeholder. Kaidah-kaidah tersebut meliputi dimensi: Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 13

30 Keterbukaan: Terbuka bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI; Transparansi : Transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya. Selain itu, semua stakeholder juga dapat dengan mudah memperoleh semua informasi yang berkaitan dengan pengembangan SNI; Konsensus dan tidak memihak : Tidak memihak dan konsensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil; Efektif dan Relevan : Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Koheren : Koheren dengan pengembangan standar internasional agar perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan internasional; serta Dimensi Pembangunan : Berdimensi pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Selain itu, dalam perumusan SNI juga harus mempertimbangkan kepentingan usaha kecil dan menengah dan juga daerah dengan memberikan peluang untuk dapat ikut berpartisipasi di dalamnya. Pengembangan SNI akan berhasil jika standar tersebut diterapkan oleh pelaku usaha. Dewasa ini, penerapan standar menjadi sangat penting guna mendukung terwujudnya jaminan mutu barang, jasa, proses, sistem atau personil sehingga memberi kepercayaan pelanggan dan pihak terkait bahwa suatu organisasi, individu, barang dan/atau jasa yang diberikan telah memenuhi standar yang telah ditetapkan. Selain itu, penerapan standar juga dilakukan untuk menjamin peningkatan produktivitas, daya guna dan hasil guna serta perlindungan terhadap Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 14

31 konsumen, tenaga kerja, dan masyarakat dalam hal keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan (BSN, 2013). Setiadi (2012), juga menjelaskan bahwa pengembangan dan penerapan SNI perlu didukung oleh pilar penilaian kesesuaian yang mencakup kelembagaan dan proses penilaian untuk menyatakan kesesuaian suatu kegiatan atau suatu produk terhadap SNI tertentu. Penilaian kesesuaian dapat dilakukan oleh pihak pertama (produsen), pihak kedua (konsumen), atau pihak ketiga (pihak selain produsen dan konsumen), sejauh pihak tersebut memiliki kompetensi untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BSN. Sesuai dengan PP No. 102 tahun 2000, pelaksanaan tugas BSN di bidang penilaian kesesuaian ditangani oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang dibentuk oleh pemerintah untuk keperluan menjamin kompetensi pelaksana penilaian kesesuaian melalui proses akreditasi. KAN sebagai Badan Akreditasi Nasional mempunyai tugas untuk memberikan akreditasi kepada lembaga penilaian kesesuaian (Lembaga Inspeksi, Laboratorium Penguji dan Laboratorium Kalibrasi dan Lembaga Sertifikasi). Lembaga Penilaian Kesesuaian yang telah diakreditasi oleh KAN mempunyai hak untuk menerbitkan sertifikat sesuai dengan lingkup akreditasinya, yaitu yang berkaitan dengan sistem manajemen, produk, dan personel. Laboratorium penguji dan laboratorium kalibrasi mempunyai wewenang untuk melakukan pengujian terhadap sampel/peralatan. Sementara itu, Lembaga Inspeksi akan melakukan pengawasan terhadap barang, jasa, proses, dan sistem. Mekanisme pelaksanaan penilaian kesesuaian yang ditangani oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dapat dilihat melalui gambar 2.4 di bawah ini. Seperti halnya dengan pengembangan SNI, penilaian kesesuaian juga harus memenuhi sejumlah norma sebagai berikut (BSN, 2013): a. terbuka bagi semua pihak yang berkeinginan menjadi lembaga pelaksana penilaian kesesuaian; b. transparan agar semua persyaratan dan proses yang diterapkan dapat diketahui dan ditelusuri oleh pemangku kepentingan; c. tidak memihak dan kompeten agar pelaksanaan penilaian kesesuaian dapat dipercaya dan berwibawa; d. efektif karena memperhatikan kebutuhan pasar dan peraturan perundangundangan yang berlaku; dan e. konvergen dengan pengembangan penilaian kesesuaian internasional. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 15

32 Gambar 2.3. Mekanisme Pelaksanaan Penilaian Kesesuaian SNI Sumber: Setiadi, 2011 Suatu produk atau komoditi dianggap siap untuk diberlakukannya penerapan SNI secara wajib jika memenuhi kriteria sebagai berikut (Herjanto dan Rahmi, 2010). a. Standar (atau dokumen teknis) yang akan diacu telah ada, tersedia dalam Bahasa Indonesia, dan mudah untuk diakses. b. Mayoritas produsen domestik mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang terdapat dalam dokumen yang diacu. c. Lembaga Penilaian Kesesuaian, khususnya laboratorium uji, lembaga sertifikasi, lembaga penilaian system mutu, dan lembaga sertifikasi produk tersedia dan diperkirakan mampu untuk memenuhi permintaan industri. 2.3 Kebijakan Terkait Pemberlakuan SNI Regulasi teknis dibuat oleh suatu Negara agar persyaratan yang mencakup suatu produk atau ketentuan teknis yang berhubungan dengan suatu produk diterapkan secara efektif di suatu Negara. Regulasi teknis dapat dibuat oleh Pemerintah atau berdasarkan suatu standar nasional yang telah disepakati oleh pelaku usaha terkait. Artikel 20 GATT (General Agreement on Tariff and Trade) Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 16

33 mengijinkan Pemerintah menggunakan standar dalam regulasi teknis dalam rangka melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan, atau tumbuhan, dengan tidak membeda-bedakannya dengan produk yang berasal dari luar negeri (Herjanto dan Rahmi, 2010). Berdasarkan ketentuan di atas, maka pokok-pokok pikiran penerapan SNI secara wajib dapat diuraikan sebagai berikut (Herjanto dan Rahmi, 2010). a. Suatu kebijakan yang mengikat banyak pihak akan berlaku efektif bila kebijakan tersebut dirumuskan dalam suatu aturan yang jelas dan pasti tidak berpihak pada kepentingan tertentu. b. Hukum dan peraturan yang mengikat sangat penting sebagai dasar untuk pijakan semua pihak dalam mengemban sebuah tugas serta membagi hak dan wewenang sebagai pihak yang terikat dalam peraturan tersebut. Hal yang sama juga berlaku untuk kebijakan penerapan dan pemberlakuan SNI Wajib terhadap suatu produk. Kebijakan standardisasi nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah No 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional dan implementasinya diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan RI No: 14/M-DAG/PER/3/2007 Tentang Standarisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan. Kebijakan pengawasan terhadap standar barang yang beredar atas dasar pertimbangan kesehatan, keselamatan, keamanan serta lingkungan (K3L). Dengan demikian pelaksanaan pengawasan tersebut didasarkan pada UU perlindungan konsumen, serta UU lainnya seperti UU pangan, UU kesehatan, UU Jasa Kelistrikan, UU Pertanian, UU Jasa Telekomunikasi dan lainnya. Peraturan dan kebijakan yang terkait dengan standardisasi dan pengawasan barang beredar di pasar, antara lain : 1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. UU No. 8 Tahun 1999 ini mengatur tentang segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. UU ini lahir bahwa meskipun pasar nasional semakin terbuka sebagai akibat dari adanya proses globalisasi ekonomi, namun harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepatian atas mutu, jumlah dan keamanan barang dan/ atau jasa yang diperolehnya di pasar. Dengan demikian, perlindungan konsumen ini bertujuan untuk (1) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 17

34 kemandirian konsumen untuk melindungi diri; (2) mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; (3) meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; (4) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hokum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; (5) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; serta (6) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Sehubungan dengan berbagai tujuan dalam rangka perlindungan konsumen tersebut, disamping membahas mengenai poin-poin yang menjadi hak dan kewajiban bagi konsumen serta pelaku usaha, UU ini juga membahas mengenai larangan bagi pelaku usaha, berbagai ketentuan yang menjadi tanggung jawab dan kewajiban pelaku usaha, dan juga kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pembinaan dan pengawasan yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. 2) Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. PP No. 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi pada dasarnya mengatur tentang kelembagaan yang melakukan pengembangan dan pembinaan standardisasi, perumusan, penerapan dan pengawasan SNI untuk mencapai tujuan: (i) Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat lainnya untuk kesehatan, keselamatan, keamanan serta lingkungan; (ii) Membantu kelancaran perdagangan; (iii) Mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan. Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai lembaga yang dibentuk dengan Keppres bertanggung jawab dalam pengembangan dan pembinaan dibidang standardisasi nasional. Perumusan rancangan standar nasional maupun revisi dilakukan oleh Panitia Teknis dan konsensus standar yang disepakati ditetapkan menjadi Standar Nasional Indonesia oleh BSN. Standar Nasional Indonesia yang telah ditetapkan berlaku untuk seluruh Indonesia. SNI yang berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 18

35 kesehatan, lingkungan hidup dan pertimbangan ekonomis dapat diberlakukan secara wajib oleh instansi teknis. Pemberlakuan SNI wajib dinotifikasikan BSN kepada organisasi Perdagangan Dunia setelah memperoleh persetujuan instansi teknis. SNI yang diberlakukan secara wajib dikenakan sama terhadap barang atau jasa produksi dalam negeri maupun impor. Kemudian SNI yang bersifat sukarela diterapkan oleh pelaku usaha. Pembinaan terhadap pelaku usaha yang menyangkut konsultasi, pendidikan, pelatihan dan pemasyarakatan standardisasi dan pengawasan pelaku usaha yang memperoleh SNI dilakukan oleh pimpinan instansi teknis atau Pemerintah Daerah. Kemudian pengawasan terhadap unjuk kerja pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda SNI dilakukan oleh lembaga sertifikat produk yang menerbitkan sertifikat dimaksud. 3) Peraturan Menteri Perdagangan N0.30/M-DAG/PER/7/2007 Tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan. Permendag ini mengatur tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan. Dalam kebijakan tersebut pada dasarnya mengatur tentang pengawasan, lembaga kesesuaian, pembinaan dan sanksi. Pengawasan SNI wajib terhadap barang yang diperdagangkan dilakukan terhadap barang produksi dalam negeri maupun impor. Pengawasan terhadap barang tersebut dilakukan melalui pengawasan pra pasar dan di pasar. Pengawasan pra pasar dilakukan terhadap barang yang telah diberlakukan SNI wajib dan telah dinotifikasikan ke organisasi perdagangan dunia. Pengawasan prapasar dilakukan terhadap barang sebelum beredar di pasar dan pengawasan di pasar dilakukan pada saat barang beredar di pasar. Pengawasan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri c.q. Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang. Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang menerbitkan sertifikat kesesuaian merupakan Lembaga Sertifikasi Produk di dalam negeri maupun di luar negeri yang didukung oleh laboratorium penguji dan/atau lembaga inspeksi terakreditasi. LPK di dalam negeri diakreditasi oleh KAN. LPK yang belum terakreditasi oleh KAN, dapat melakukan Penilaian Kesesuaian apabila ditunjuk oleh Pimpinan Instansi Teknis. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 19

36 4) Peraturan Pemerintah N0. 47 Tahun 2011 Tentang Jenis tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Perindustrian Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Perindustrian meliputi penerimaan dari jasa pelayanan meliputi jasa pelayanan: teknis pengujian dan kalibrasi; pelatihan teknis; inspeksi teknik; teknis mesin; teknis sertifikasi; dan teknis konsultansi. Berikut beberapa ketentuan dalam Permen dimaksud. Tabel 2.1 Tarif Sertfikasi Produk di Kementerian Perindustrian Jenis Penerimaan Satuan Tarif Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu 1. Dalam negeri a. Permohonan b. Jasa auditor untuk audit stage I 1) Komoditi umum (diluar komoditi khusus) 2) Komoditi khusus (baja canai panas, baja canai dingin, tron dan hous) c. Jasa auditor untuk audit stage II 1) Jasa auditor/tenaga ahli/petugas Pengambil Contoh (PPC) : a) Auditor Kepala b) Auditor c) Tenaga ahli d) Petugas pengambil contoh (khusus untuk Sertifikasi produk penggunaan tanda SNI) 2) Jasa perdiem untuk auditor kepala, auditor, tenaga ahli dan PPC Sumber: PP No 47 (2011) per permohonan per permohonan per permohonan per orang/hari per orang/hari per orang/hari per orang/hari per orang/hari Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 5) Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 tahun 2009 tentang Pengawasan Barang dan/atau Jasa Yang Beredar Di Pasar. Pengawasan, menurut Permendag No.20/M-DAG/ PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa adalah serangkaian kegiatan yang diawali pengamatan kasat mata, pengujian, penelitian dan survei terhadap barang atau jasa, pemenuhan ketentuan standar, pencantuman label, klausula baku, cara menjual, pengiklanan, serta pelayanan purna jual barang dan jasa beredar di pasar adalah barang atau jasa yang ditawarkan, dipromosikan, diiklankan, diperdagangkan, dipergunakan, atau dimanfaatkan konsumen di Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 20

37 wilayah Indonesia baik produksi dalam negeri maupun luar negeri. Ruang lingkup pengawasan yang dilakukan meliputi barang dan/atau jasa yang beredar di pasar, barang yang dilarang beredar di pasar, barang yang diatur tata niaganya, perdagangan barang-barang dalam pengawasan, serta distribusi. Pengawasan pemenuhan ketentuan standar dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar, yang telah diberlakukan SNI wajib, SNI yang diterapkan oleh pelaku usaha, atau persyaratan teknis lain yang diberlakukan wajib oleh instansi teknis yang berwenang. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya pelanggaran tersebut dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), yang tugasnya selain menyelesaikan sengketa, juga melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku. 6) Peraturan Menteri Perindustrian No. 86/M-IND/PER/9/2009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri. Permenperin tentang SNI bidang Industri ini membahas mengenai perumusan dan penerapan SNI, pemberlakuan SNI/spesifikasi teknis secara wajib, penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK), pembinaan dan pengawasan SNI, serta sanksi yang diberikan terhadap LSPro dan pelaku usaha yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan. Terkait dengan hal tersebut, pemberlakuan SNI secara wajib atas barang dan atau jasa di bidang industri (produksi dalam negeri atau import yang diperdagangkan dalam wilayah Indonesia) harus terkait dengan aspek keselamatan, keamanan, dan kesehatan masyarakat, pelestarian lingkungan hidup, pertimbangan ekonomis dan atau kepentingan nasional lainnya serta mengacu pada SSN, pedoman yang ditetapkan oleh BSN, peraturan perundangundangan dan perjanjian internasional bidang standardisasi yang telah diratifikasi Pemerintah, serta ditetapkan dengan peraturan menteri. BPPI juga melaksanakan pembinaan dan pengembangan terhadap LPK dalam rangka pengujian, inspeksi, sertifikasi, dan akreditasi. Pembinaan tersebut meliputi bantuan teknis, konsultasi, pendidikan dan pelatihan, fasilitasi, serta pemasyarakatan standadisasi. Selain itu, Pemerintah (dalam hal ini Direktorat Jenderal Pembina Industri) juga melakukan pengawasan barang atau jasa yang diberlakukan SNI wajib secara berkala dan atau secara khusus di lokasi produksi dan di luar lokasi produksi sekurang-kurangnya sebanyak satu kali dalam dua tahun. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 21

38 2.4. Pengawasan Terhadap Produk Ber-SNI Pengawasan, menurut Permendag No.20/M-DAG/ PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa adalah serangkaian kegiatan yang diawali pengamatan kasat mata, pengujian, penelitian dan survei terhadap barang atau jasa, pencantuman label, klausula baku, cara menjual, pengiklanan, serta pelayanan purna jual barang dan jasa beredar di pasar adalah barang atau jasa yang ditawarkan, dipromosikan, diiklankan, diperdagangkan, dipergunakan, atau dimanfaatkan konsumen di wilayah Indonesia baik produksi dalam negeri maupun luar negeri. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran tersebut dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), yang tugasnya selain menyelesaikan sengketa, juga melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku. Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan, pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Pengawasan pemerintah dilaksanakan menteri dan/atau menteri teknis terkait. Pengawasan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar. Tanggung jawab hukum yang dikenakan bagi pelaku usaha yang berkaitan dengan pengenaan beberapa sanksi, yang meliputi sanksi perdata, pidana, administrasi, ataupun sosial. Secara teoritis, sanksi pidana merupakan ultimum remidium. Namun, bagi pelaku usaha yang membandel, bahkan melakukan perlawanan, sebaiknya sanksi pidana lebih diprioritaskan. Kewajiban pelaku usaha antara lain adalah memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan, memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Namun, ganti rugi tersebut tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut. Sanksi pidana dalam UUPK adalah penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak dua miliar rupiah. Dapat pula dijatuhkan hukuman tambahan, berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 22

39 ganti rugi, perintah penghentian kegiatan yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha. Selain itu, ketentuan pasal 202, 203, 204, 205, 263, 364, 266, 382 bis, 383, 388 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur pemidanaan terhadap perbuatan-perbuatan pelaku usaha terhadap konsumen. Pada dasarnya pengawasan barang beredar bukan untuk mematikan usaha pelaku usaha. Sebaliknya, pengawasan dapat mendorong iklim berusaha yang sehat dan melahirkan perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/jasa berkualitas. Upaya pengawasan penting dioptimalkan karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha. Pengawasan terhadap standar barang yang beredar di pasar maupun terhadap barang yang belum dipasarkan (pra-pasar) diatur dalam Permendag 14 Tahun 2007 Tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib Terhadap Barang dan jasa yang Diperdagangkan. Dalam pasal 7 disebutkan bahwa pengawasan SNI wajib terhadap barang produksi dalam negeri atau impor yang diperdagangkan di dalam negeri, dilakukan melalui pengawasan pra pasar dan pengawasan di pasar. Pengawasan pra pasar dilakukan terhadap barang yang telah diberlakukan SNI wajib dan telah dinotifikasi kepada Organisasi Perdagangan Dunia. Pengawasan pra pasar dilakukan sebelum barang beredar di pasar. Pengawasan di pasar dilakukan pada saat barang beredar di pasar. Pengawasan pra pasar terhadap barang produksi dalam negeri yang diperdagangkan dilakukan melalui NRP. Pengawasan pra pasar terhadap barang impor dilakukan melalui SPB yang di dalamnya terdapat NPB. NRP dan SPB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri c.q. Direktur Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang. Pengawasan pra pasar dikecualikan terhadap pangan olahan, obat, kosmetik, dan alat kesehatan. Pengawasan mutu barang produksi dalam negeri yang akan diperdagangkan yang telah diberlakukan SNI wajib, dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri c.q. Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang melalui NRP. Pengawasan mutu barang impor yang telah diberlakukan SNI wajib dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri c.q. Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang melalui SPB sebagai dokumen impor yang di dalamnya terdapat NPB. Pelaksanaan pengawasan terhadap barang beredar di pasar yang telah diberlakukan SNI wajib dilakukan oleh Petugas Pengawas Barang dan Jasa (PPBJ) Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 23

40 dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK). Pengawasan dilakukan terhadap kewajiban pelaku usaha antara lain dalam pemenuhan kesesuaian standar terhadap barang dan/atau jasa. Ketentuan dan tata cara pengawasan dilakukan berdasarkan peraturan Menteri yang mengatur tentang ketentuan dan tata cara pengawasan barang dan jasa yang beredar di pasar. Pelaksanaan pengawasan terhadap barang beredar di pasar yang telah diberlakukan SNI wajib dilakukan oleh Petugas Pengawas Barang dan Jasa (PPBJ) dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK). Pengawasan dilakukan terhadap kewajiban pelaku usaha antara lain dalam pemenuhan kesesuaian standar terhadap barang dan/atau jasa. Ketentuan dan tata cara pengawasan dilakukan berdasarkan peraturan Menteri yang mengatur tentang ketentuan dan tata cara pengawasan barang dan jasa yang beredar di pasar. Pejabat yang berwenang untuk memerintahkan penarikan barang dari peredaran adalah Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri atas nama Menteri Perdagangan. Penarikan barang dari peredaran oleh Pelaku Usaha dilakukan dengan batasan waktu penarikan yang disesuaikan dengan kondisi dan geografis masing-masing daerah. Sejak tanggal penerbitan surat perintah penarikan barang dari peredaran, Pelaku Usaha dilarang untuk memperdagangkan barang. Kepala Dinas yang mempunyai tugas dan tanggungjawab di bidang perdagangan Propinsi/Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan instansi teknis terkait melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan penarikan barang dari peredaran. Pelaku Usaha yang tidak melaksanakan penarikan barang dari peredaran dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha dan/atau tanda pendaftaran yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang di bidang perdagangan. Pelaku usaha yang tidak melaksanakan re-ekspor atau pemusnahan barang dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha dan/atau tanda pendaftaran yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang di bidang perdagangan. Pencabutan ijin usaha dilakukan oleh pejabat yang berwenang menerbitkan ijin. Pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak memenuhi kesesuaian standar dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Undang Undang yang berlaku. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 24

41 2.5 Perkembangan Impor Produk Elektronik Seiring dengan adanya globalisasi ekonomi, serbuan produk impor yang masuk ke Indonesia seakan semakin tak terbendung lagi. Tercatat selama periode lima tahun terakhir saja ( ), laju peningkatan impor akan produk elektronik mencapai 26 persen atau sebesar US$ Tingginya impor produk elektronika ini didominasi oleh enam Negara, yaitu Republik Rakyat China (RRC), Singapura, Jepang, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan yang secara keseluruhan menguasai sekitar 74 persen pangsa impor produk elektronika Indonesia pada tahun Bahkan, meskipun juga mengalami peningkatan di atas 20 persen, nilai ekspor produk elektronik Indonesia masih lebih kecil dari nilai impornya. Pada tahun 2012 misalnya, nilai ekspor untuk produk elektronika Indonesia adalah sebesar US$ (722 HS) berada jauh di bawah nilai impornya yang sebesar US$ (730 HS), atau secara keseluruhan berarti nett ekspor produk elektronika Indonesia adalah minus (-) US$ Dengan demikian, rasio antara nett ekspor produk elektronika Indonesia terhadap total nilai ekspornya pada tahun 2012 adalah sebesar minus (-) 74 persen. Adapun Negara tujuan ekspor utama produk elektronika Indonesia adalah Singapura, Amerika Serikat, Jepang, dan Hongkong. Sementara itu, terdapat beberapa kode Harmonized System (HS) yang dicantumkan dalam konsep Peraturan Menteri Perindustrian Tentang Pemberlakuan SNI Pendingin Ruangan, Lemari Pendingin, dan Mesin Cuci secara Wajib, antara lain HS , , , , , , , , , , , , , , serta Selama tahun 2008 hingga tahun 2013, trend pertumbuhan nilai dan volume impor untuk pendingin ruangan masing-masing sebesar 25,54% dan 20,42%. Untuk produk mesin cuci, trend pertumbuhan nilai dan volume impor lima tahun terakhir masing-masing sebesar 20,96% dan 14,81%. Sedangkan untuk produk lemari pendingin, trend pertumbuhan nilai dan volume impor masing-masing sebesar 15,92% dan 12,46%. Secara lebih detail, perkembangan impor produk Pendingin Udara, mesin cuci, dan lemari pendingin dapat dilihat berdasarkan tabel 2.2 berikut ini. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 25

42 Tabel 2.2 Perkembangan Impor Produk Pendingin Udara, Mesin Cuci, dan Lemari Pendingin URAIAN NILAI : US$ Jan-Mar 2013 Pendingin Udara Mesin Cuci Lemari Pendingin URAIAN VOLUME : KG Jan-Mar 2013 Pendingin Udara Mesin Cuci Lemari Pendingin Sumber : BPS 2013 (diolah) 2.6 Parameter Pengujian SNI Produk Elektronik SNI yang diterapkan pada masing-masing produk elektronik berbeda-beda satu sama lain, tergantung pada jenis produknya. Untuk produk Pengatur Udara misalnya, SNI yang dipergunakan adalah SNI IEC :2009, berbeda dengan SNI IEC :2009 yang dipergunakan pada produk mesin cuci serta SNI IEC yang dipergunakan pada produk lemari pendingin. Namun, meski standar yang diterapkan pada masing-masing produk elektronik berbeda-beda, parameter yang diujikan tetaplah sama. Dalam SNI produk elektronik, terdapat 25 klausul yang menjadi parameter pengujian. Diantara ke-25 parameter tersebut, sebanyak 17 parameter harus diuji dengan menggunakan alat ukur dan sebanyak 8 parameter sisanya tidak perlu diuji menggunakan alat ukur. Parameter yang harus diuji menggunakan alat ukur antara lain parameter perlindungan bagian bertegangan, pengukuran arus dan adaya input, pemanasan/kenaikan temperatur, pengukuran arus bocor dan kekuatan dielektrik pada operasi normal, pengujian transien beban lebih, pengujian ketahanan terhadap suhu dan kelembaban, pengukuran arus bocor dan kekuatan dielektrik, pengukuran beban lebih pada trafo dan sirkuit terkait, operasi abnormal, kestabilan dan bahaya mekanis, kuat mekanis, hubungan supply dan kabel senur fleksibel, terminal, ketentuan pembumian, sekrup dan sambungan, jarak rambat, jarak bebas, dan Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 26

43 jarak melalui insulasi, serta ketahanan terhadap panas dan api. Total alat ukur yang dipergunakan untuk melakukan pengujian SNI produk elektronik ini adalah sejumlah 60 alat ukur. Sementara itu parameter yang tidak perlu diuji menggunakan alat uji antara lain klasifikasi, penandaan/marking, daya tahan, konstruksi, pengawatan internal, komponen, ketahanan terhadap karat, serta ketahanan terhadap bahaya radiasi, racun, dan sejenisnya. Berbagai parameter serta alat ukur yang dipergunakan dalam pengujian SNI produk elektronik (Pengatur Udara, mesin cuci, dan lemari pendingin) ini diuraikan lebih lengkap dalam tabel 2.3 berikut ini. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 27

44 Tabel 2.3 Parameter Pengujian dan Alat Ukur SNI Produk Elektronik No. Parameter Pengujian Spesifikasi Metode Pengujian Nama Standar/Alat Ukur Karakteristik Yang Dikendalikan Batas Keberterimaan 1. Klasifikasi Klausul Penandaan/Marking Klausul Perlindungan bagian Klausul 8 Test Finger Set, Push Pull, - - bertegangan Gauge 4. Pengukuran arus dan Klausul 10 Digital Power Meter, Stavol Arus (A), Daya Limit standar daya input Regulator, Stabilizer (W) 5. Pemanasan/Kenaikan Klausul 11 Digital Thermorecorder, Suhu ( o C) Limit standar temperatur Thermocopel, Hi Looger 6. Pengukuran arus bocor Klausul 13 WI Tester, CE Multitester, Arus Bocor (ma) Limit standar dan kekuatan dielektrik Leakage Current Tester pada operasi normal 7. Pengujian transien beban Klausul 14 EFT Fast Transient, Surge - lebih Test 8. Pengujian ketahanan Klausul 15 Walk In Chamber, Temp & Suhu ( o C) Limit standar terhadap suhu dan Hum Chamber kelembaban 9. Pengukuran arus bocor Klausul 16 WI Tester, CE Multitester, Arus Bocor (ma) Limit standar dan kekuatan dielektrik Leakage Current Tester 10. Pengukuran beban lebih Klausul 17 Digital Multimeter, Sort - - pada trafo dan sirkit terkait Circuit Machine 11. Daya tahan Klausul Operasi abnormal Klausul 19 Digital Multimeter, Sort Circuit Machine, Hi Looger Suhu ( o C) Limit standar 13. Kestabilan dan bahaya mekanis Klausul 20 Inclined Table Kuat mekanis Klausul 21 Impact Spring Tester, Push Pull, Torque Wrench Konstruksi Klausul Pengkawatan internal Klausul Komponen Klausul Hubungan Suplai dan Klausul 25 Flexing Cable Tester, Plug - - kabel senur fleksibel Flexing 19. Terminal Klausul 26 Push Pull, Torque Wrench Ketentuan pembumian Klausul 27 Earth Continuity Tester Sekrup dan sambungan Klausul 28 Torque Wrench Jarak rambat, jarak bebas, Klausul 29 Thickness Gauge, Pocket Jarak (mm) Limit standar dan jarak melalui insulasi Comparator 23. Ketahanan terhadap Klausul 30 Bal Pressure Tester, Oven, Ball pressure Limit standar panas dan api Glow Wire (mm) 24. Ketahanan terhadap karat Klausul Ketahanan terhadap bahaya radiasi, racun, dan sejenisnya Klausul Sumber : PT Sucofindo (Persero) Unit Laboratorium Cibitung Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 28

45 Pengujian terhadap berbagai parameter SNI tersebut dilakukan oleh beberapa orang tenaga penguji. Pada unit laboratorium PT Sucofindo yang berlokasi di Cibitung misalnya, pengujian terhadap produk Pengatur Udara ini dilakukan oleh 9 orang tenaga penguji yang memiliki keahlian (kompetensi) di bidang listrik dan mekanik. Untuk itu, tenaga penguji laboratorium tersebut harus memiliki kualifikasi latar belakang pendidikan minimal STM atau D3 Teknik Elektro. 2.7 Kajian Terdahulu Kajian mengenai kesiapan pemberlakuan SNI secara wajib telah dilakukan oleh Eddy Herjanto dan Dwinna Rahmi pada tahun Berbeda dengan studi yang saat ini tengah dilakukan, kajian yang dilakukan oleh Herjanto dan Rahmi ini menitikberatkan pada pemberlakuan SNI wajib pada produk mainan anak-anak. Permasalahan yang melatarbelakangi adanya kajian ini adalah karena tingginya kecelakaan pada anak-anak yang disebabkan produk mainan yang mengandung bahan berbahaya untuk kesehatan. Di samping itu, produsen juga banyak yang tidak menyadari penggunaan bahan dasar dan bahan pembantu yang berpotensi berbahaya bagi keselamatan anak. Selain itu, banyaknya produk impor yang menguasai pasar domestik, berharga rendah, namun diragukan kualitasnya serta tidak diketahuinya kesiapan infrastruktur standarisasi dalam pemberlakuan penerapan standar produk mainan anak secara wajib juga melatarbelakangi kajian yang dilakukan oleh Herjanto dan Rahmi tersebut. Dampak bahaya mainan anak terhadap penggunanya dapat terjadi baik karena bentuknya yang kecil, tajam, lancip, mudah terbakar, maupun akibat bahan pewarna atau bahan kimia lain yang terkandung dalam mainan tersebut. Sehubungan dengan bahaya tersebut, berbagai Negara telah melakukan tindakan pencegahan dan bahkan menarik dari peredaran produk mainan yang diketahui menimbulkan masalah, seperti produk mainan dari China yang memiliki kandungan timbal dalam kadar yang sangat tinggi dalam cat mainan tersebut (detikfinance, 2009). Tingginya kandungan timbal tersebut berbahaya bagi anak-anak karena dapat menyebabkan kelainan otak dan darah. Saat ini, jumlah standar terkait mainan anak berjumlah 3 buah, yaitu ISO :2009 mengenai spesifikasi sifat fisik dan mekanik, ISO :2007 untuk sifat mudah terbakar, serta ISO :1997 untuk perpindahan unsur/elemenelemen tertentu. Selain itu, di tingkat internasional juga ada beberapa standar atau regulasi teknis tentang mainan anak yang banyak digunakan dalam produksi dan Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 29

46 perdagangan, seperti US Consumer Product Safety Commission (US-CPSC), versi 14 Oct 2008; American Society for Testing and Material (ASTM) F963-08, A Standar Consumer Safety Spesification on Toys; European Standard (EN) 71, Toy Safety Standards; EU Safety of toys directive, 2009/48/EC; serta Canadian Hazardouz Products (Toys) Regulations, CRC c931. Sementara itu, saat ini SNI khusus mainan anak terdapat sebanyak 4 buah, yaitu SNI (Spesifikasi sifat fisis dan mekanis), SNI (Spesifikasi sifat mudah terbakar), SNI (Spesifikasi perpindahan unsur/elemen-elemen tertentu), serta SNI (Spesifikasi peralatan percobaan kimia dan aktivitas terkait). Metode yang dipergunakan oleh Herjanto dan Rahmi (2010) untuk menganalisis kesiapan SNI adalah dengan membandingkan ketersediaan SNI dengan mengacu pada standar internasional. Kesiapan produsen dianalisis dari jawaban kuesioner yang disebarkan pada 75 perusahaan mainan anak, dilengkapi dengan hasil uji terhadap 20 jenis produk mainan anak, dari berbagai tipe mainan dan skala industry, terhadap persyaratan standar. Sementara itu, kesiapan LPK ditinjau dari data KAN dan kuesioner yang disebarkan kepada 50 lembaga sertifikasi dan laboratorium uji. Hasil penelitian Herjanto dan Rahmi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia siap menerapkan SNI mainan anak secara wajib, meskipun harus menunggu selesainya revisi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang saat ini berlaku. Revisi SNI tersebut lebih sesuai dengan persyaratan internasional dan tersedia dalam Bahasa Indonesia sehingga mudah dipahami dan diakses. Hasil uji produk menunjukkan sebagian besar produsen memiliki kesiapan dalam menerapkan standar, meskipun diperlukan pembinaan bagi kalangan industri kecil. Dari sisi LPK, terdapat 2 laboratorium uji yang mampu menguji semua elemen dalam standar serta beberapa laboratorium uji lainnya mampu melakukannya secara parsial. Namun pada saat ini belum ada lembaga sertifikasi produk untuk mainan anak yang terakreditasi. Saran dari hasil penelitian tersebut, masih ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam rangka pemberlakuan secara wajib SNI mainan anak, yaitu: (1) perlu dilakukannya pembinaan yang lebih intensif dan berkelanjutan terhadap industri skala kecil dan menengah untuk peningkatan kemampuan secara teknis dalam memenuhi persyaratan mutu; (2) perlu dilakukannya sosialisasi yang luas kepada para produsen mengingat produsen yang telah menerapkan sistem manajemen mutu relative masih rendah; (3) perlu dipertimbangkannya bantuan fasilitas peralatan uji bagi beberapa laboratorium; serta (4) perlu informasi ke Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 30

47 lembaga penilaian kesesuaian agar menyiapkan diri menjadi lembaga terakreditasi, khususnya LSPro yang saat ini belum ada. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 31

48 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kebijakan pemerintah dalam pengembangan SNI diharapkan dapat memberikan keuntungan ekonomi dan manfaat sebesar mungkin pada pelaku usaha maupun dalam melindungi keamanan, kesehatan, keselamatan serta lingkungan hidup bagi masyarakat. Berdasarkan arah kebijakan dan strategi Badan Standardisasi Nasional, pengembangan SNI diharapkan dapat menjadi solusi yang mendorong pelaku usaha untuk menerapkan SNI pada produk mereka yang berarti pemberlakuan SNI secara Wajib (Indepth interview dengan Badan Standardisasi Nasional, 2013). Saat ini, pengembangan SNI yang menjadi fokus pemerintah adalah pemberlakuan SNI Wajib dimana Kementerian Perindustrian akan memberlakukan SNI Wajib bagi sejumlah produk elektronik dari yang sebelumnya hanya bersifat sukarela dengan tujuan peningkatan daya saing produk lokal, pembendungan produk impor, sekaligus sebagai sarana optimalisasi perlindungan dan pemberdayaan konsumen dalam kaidah K3L. Untuk mendukung langkah tersebut, Kementerian Perdagangan semakin meningkatkan pengawasan barang beredar dengan parameter penerapan SNI Wajib pada produk sebagai landasan pengawasan. Namun demikian, untuk mendukung langkah tersebut, diperlukan kesiapan pelaku usaha dalam penerapan SNI Wajib tersebut sekaligus dukungan infrastruktur SNI seperti lembaga sertifikasi dan laboraturium uji. Selain itu, informasi mengenai kebutuhan konsumen atas pemberlakuan SNI Wajib terhadap produk juga diperlukan sehingga pelaku usaha mendapat gambaran yang jelas tentang pentingnya penerapan SNI Wajib dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri (2012) melakukan analisis penerapan SNI sukarela pada produk makanan dimana dalam penjelasannya disebutkan bahwa beberapa perusahaan belum memahami pentingnya penerapan SNI walaupun masih bersifat sukarela. Hasil analisis menunjukkan bahwa baru perusahaan skala besar yang menerapkan SNI Sukarela. Hal ini dikarenakan beberapa faktor penentu seperti pemahaman pelaku usaha akan materi SNI dan lembaga penunjang seperti lembaga sertifikasi produk dan pengawas mutu sudah dimiliki oleh perusahaan skala besar. Hasil analisis juga menjelaskan bahwa Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 32

49 perusahaan pada dasarnya menyadari pentingnya SNI dalam meningkatkan corporate profile yang pada akhirnya akan berdampak pada baiknya image produk dan perusahaan di mata konsumen. Berikut ini pada Gambar 3.1 menggambarkan kerangka atau alur analisis ini. Pengawasan Barang Beredar Untuk Perlindungan Konsumen Daya Saing dan Kebutuhan Konsumen Kebijakan Standardisasi Pengembangan SNI : Pemberlakuan SNI secara Wajib Analisis Deskriptif dan Assessment model of Standard Readiness Survey Tuntutan Pasar (Konsumen) Kemampuan Pelaku Usaha Kesiapan Insfrastruktur Kebijakan Pemerintah: Pemberlakuan SNI secara Wajib Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran 3.2 Metodologi Metode Pengumpulan Data Dalam analisis ini digunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu Badan Standardisasi Nasional (BSN), Pusat Standardisasi Kementerian Perindustrian, Direktorat Standardisasi Kementerian Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 33

50 Perdagangan, BPS, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, studi pustaka, hasil kajian terkait SNI dan lain sebagainya, sedangkan data primer diperoleh dari hasil survei lapangan dengan responden pelaku usaha elektronik dan konsumen di tiga daerah survey yaitu Bandung, Tangerang, dan Bekasi. Di samping itu, data primer menyangkut kesiapan sarana pendukung (dalam penelitian ini akan melihat kesiapan laboratorium uji) akan diukumpulkan dengan melakukan wawancara dengan key person yang ada di dalam laboratorium uji. Metode pengumpulan data secara purposive sampling melalui penyebaran kuesioner dan wawancara (indepth interview) dengan menggunakan kuesioner Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan melakukan inventarisasi SNI sukarela pada produk elektronika, yaitu pegatur udara, mesin cuci, dan Lemari Pendingin untuk selanjutnya ditentukan SNI yang akan menjadi lingkup analisis berdasarkan rencana pemberlakuan SNI Wajib pada produk tersebutci. Kemudian, dilakukan identifikasi kesiapan pelaku usaha produk tersebut terhadap pemberlakuan SNI Wajib, pemahaman dan penilaian konsumen terhadap produk yang ber-sni, serta kesiapan sarana pendukung SNI seperti laboraturium penguji dan lembaga sertifikasi produk dalam penerapan SNI Wajib Lokasi Penelitian Penelitian ini akan mengambil sampel produsen yang memproduksi mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin serta lembaga pendukung infrastruktur SNI yang berlokasi di Tangerang, Bekasi dan Bandung. 3.3 Metode Analisis Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan metode deskriptif análisis ini adalah karena dalam penelitian tersebut ingin memperoleh gambaran langsung dari pelaku usaha mengenai penerapan SNI Sukarela menjadi Wajib. kesiapan mereka dalam Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 34

51 Tujuan Analisis Mengidentifikasi pemahaman dan penilaian konsumen terhadap produk yang ber- SNI Mengidentifikasi kemampuan industri dalam negeri dalam memenuhi parameterparameter yang akan diwajibkan dalam SNI Tabel 3.1. Analisis Data Metode Analisis kuesioner, analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif: assessment model of Standard Readiness Survey Mengidentifikasi kesiapan analisis deskriptif Lembaga sertifikasi Produk kualitatif dan (LsPro) dan Laboratorium kuantitatif pengujian dalam pemberlakuan SNI secara wajib. Merumuskan kebijakan pengembangan SNI dalam rangka pengawasan barang beredar Sintesa 1 dan 2 Metode Pengumpul an dan Jenis Data Survey lapangan, data primer dan sekunder Survey lapangan data primer dan sekunder Survey lapangan, data primer dan sekunder Primer dan sekunder Sumber Primer: konsumen Primer: Pelaku usaha Sekunder: BSN, Kemenperin, Kemendag, BPS, Primer: Infrastruktur SNI Sekunder: BSN, Kemenperin, Kemendag, BPS Pasar Industri Lembaga Pendukung Output Pemahaman konsumen kemampuan industri dalam memenuhi parameter yang akan diwajibkan dalam SNI Kesiapan infrastruktur SNI dan Sumber Daya Manusia Rumusan kebijakan dalam Pemberlakuan SNI secara wajib Di samping itu, analisis deskriptif juga akan digunakan untuk mengetahui kesiapan sarana pendukung, khususnya lembaga laboratorium uji serta penilaian konsumen terhadap produk yang ber-sni yang beredar di pasaran sebagai acuan kebutuhan standard. Analisis kuantitatif akan digunakan secara khusus untuk melihat kesiapan pelaku usaha dalam menerapkan SNI wajib dengan menggunakan model penilaian kesiapan (assessment model of Standard Readiness Survey - SRS). Model ini merupakan aplikasi model e-learning Readiness Survey (e-lrs) yang dikembangkan oleh Aydin dan Tasci (2005) yang dipakai untuk melihat kesiapan pelaku usaha dalam menerapkan e-learning dengan menggunakan skala likert. Secara umum, penilaian dilakukan secara kuantitatif dengan menghitung nilai tengah (mean) atau nilai rata-rata faktor kesiapan yang diperoleh berdasarkan penilaian persepsi individu yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan di organisasi atau institusinya. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 35

52 Tabel 3.2 Faktor dan Item Penyusun (Construct) dalam Penilaian Kesiapan Penerapan SNI (Perusahaan dan Laboratorium Uji) Technology Kelengkapan Sarana Pengujian Human Resources Self-Development Resources Skill Attitude Ketersedian Penguasaan Sikap terhadap sarana dan standard dan penggunaan prasarana standar penerapannya sarana dan Keberadaan dan kelengkapan sarana lab uji : - Akreditasi - Tenaga penguji dalam perusahaan - Pihak luar (pendukung) Anggaran (untuk penerapan SNI) Management Kemampuan lab uji Jangka waktu pengujian Kemampuan untuk melakukan pengujian Kemampuan alokasi anggaran Kemampuan management prasarana Sikap terhadap lab uji Sikap terhadap pengujian barang Sikap terhadap pengalokasian anggaran Sikap manajemen terhadap SNI wajib Pengawasan SDM Kemampuan lembaga pengawas Sikap terhadap pengawasan barang Tabel 3.3 Faktor dan Item Penyusun (Construct) Konsumen dalam menilai Produk yang ber-sni Resources Attitude Pengetahuan tentang standar Informasi public tentang SNI, sosialisasi produk ber-sni Sikap terhadap produk yang ber-sni Self-Development Daya beli (untuk belanja produk ber-sni dan kompetitornya) Sikap terhadap pengalokasian anggaran Dalam menilai kesiapan penerapan SNI wajib, maka digunakan angka dengan skala Likert antara 1 dan 5. Di mana angka 1 (sangat tidak siap) dan 5 (sangat siap). Sebagai angka rata-rata kesiapan, maka nilai tingkat kesiapan adalah 3.4. Angka 3.4 ini adalah angka minimal yang diperlukan untuk mengatakan bahwa perusahaan, laboratorium uji, termasuk konsumen siap dengan adanya penerapan SNI. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 36

53 Gambar 3.2 Assessment Model of Standard Readiness Survey - SRS Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 37

54 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Pemahaman Konsumen Terhadap Standard dan SNI Standar (SNI) merupakan jaminan bagi konsumen mengenai mutu dan kualitas barang yang tersedia di pasar. Dengan adanya SNI, konsumen dapat melakukan evaluasi terhadap barang yang akan dibeli sehingga dapat melindungi dirinya dari bahaya yang mengancam keamanan, keselamatan, serta kesehatan. Saat ini, pemahaman dan pengetahuan konsumen, khususnya untuk produk mesin cuci, Pengatur Udara, dan lemari pendingin, mengenai standar produk dan juga SNI cukup baik yang ditunjukkan oleh skor Likert sebesar 3,4. Seiring dengan itu, konsumen juga berpendapat bahwa standar produk itu penting yang ditunjukkan dengan skor sebesar 3,7. Penilaian terhadap kriteria selanjutnya menunjukkan bahwa konsumen cukup memperhatikan keberadaan label pada produk yang sudah mendapatkan SNI yang didukung dengan hasil perhitungan skor Likert dengan skor 3,7. Kemudian, ada atau tidaknya label SNI pada suatu produk dirasakan cukup penting bagi konsumen untuk memberikan persepsi mutu atau kualitas tertentu yang diindikasikan oleh skor 3,7 untuk kriteria nomor 4. Lebih lanjut, konsumen menganggap bahwa ada tidaknya label SNI pada produk akan mempengaruhi keputusan mereka dalam membeli. Dengan demikian, label SNI dapat merepresentasikan standar kualitas yang baik dari suatu produk. Hal ini dibuktikan dengan skor Likert sebesar 3,7 pada kriteria nomor 5. Hasil ini dapat berbeda dengan persepsi produsen dimana pada umumnya produsen memiliki persepsi bahwa SNI belum menjadi preferensi konsumen dan mempengaruhi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian. Hasil perhitungan skor Likert pada kriteria terakhir yang sebesar 3,7 mengindikasikan bahwa konsumen setuju harga dapat menunjukkan kualitas atau standar mutu produk. Jika suatu produk bermutu baik yang ditandai dengan SNI, maka harganya relatif lebih mahal daripada produk sejenis yang belum atau tidak ber-sni. Dengan demikian, standar mutu atau kualitas merupakan salah satu faktor penting dalam mempengaruhi keputusan konsumen untuk memilih dan membeli suatu produk. Tidak hanya melalui brand image yang diciptakan oleh produsen, konsumen juga dapat memperoleh persepsi tertentu tentang standar mutu atau kualitas melalui label SNI yang terdapat pada produk. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 38

55 Tabel 4.1 Pemahaman dan pengetahuan konsumen tentang SNI No Kriteria Skor Likert 1 Pengetahuan konsumen tentang standar dan SNI (1=sangat tidak tahu; 5=sangat tahu) 3,4 2 Persepsi konsumen tentang pentingnya standar (1=sangat tidak penting; 5=sangat penting) 3,7 3 Perhatian konsumen terhadap label pada produk yang sudah mendapat SNI 3,7 (1=sangat tidak memperhatikan; 5=sangat memperhatikan) 4 Persepsi konsumen tentang pentingnya pencantuman label standar pada produk 3,7 (1=sangat tidak penting; 5=sangat penting) 5 Pendapat konsumen apakah produk yang ber-sni akan lebih dipilih dibanding yang tidak 3,7 (1=sangat tidak setuju; 5=sangat setuju) 6 Pendapat konsumen apakah produk yang mendapat SNI harganya lebih mahal dibanding produk sejenis yang belum/tidak mendapat SNI 3,7 (1=sangat tidak setuju; 5=sangat setuju) Sumber : Data Primer (2013), diolah Penilaian Tentang Penerapan SNI Wajib Untuk Produk Mesin Cuci, Pengatur Udara, dan Lemari Pendingin Pada bagian ini, dilakukan penilaian bagaimana persepsi konsumen jika SNI untuk produk mesin cuci, Pengatur Udara, dan lemari pendingin diberlakukan secara wajib. Hasilnya menunjukkan bahwa konsumen setuju jika SNI ketiga produk tersebut menjadi SNI wajib dengan skor masing-masing 3,7, 3,7, dan 3,6. Dengan kata lain, konsumen merasa siap dengan pemberlakuan SNI secara wajib karena konsumen merasa perlu ada jaminan mengenai mutu atau kualitas untuk barang-barang elektronik tersebut. Tabel 4.2 Penilaian Konsumen Mengenai Penerapan SNI Secara Wajib Kriteria Skor Likert Pendapat konsumen apakah produk Mesin Cuci perlu diberlakukan SNI wajib 3,7 (1=sangat tidak setuju; 5=sangat setuju) Pendapat konsumen apakah produk Pengatur Udara (AC) perlu diberlakukan SNI wajib 3,7 (1=sangat tidak setuju; 5=sangat setuju) Pendapat konsumen apakah produk Lemari Pendingin (Lemari Pendingin) perlu diberlakukan SNI wajib 3,6 (1=sangat tidak setuju; 5=sangat setuju) Sumber : Data Primer (2013), diolah Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 39

56 4.1.2 Penilaian Konsumen Tentang Kriteria Utama Pada Mesin Cuci Yang Perlu Diwajibkan Dalam Standar Pada dasarnya, konsumen menilai bahwa masing-masing kriteria utama yaitu K3L, kualitas bahan, penggunaaan daya listrik dan model harus dimasukkan dalam penetapan SNI secara wajib dan menganggap semua kriteria sama pentingnya. Hal tersebut terbukti dari nilai skor yang sama untuk tiap kriteria pada produk mesin cuci yaitu sebesar 3,7 (Tabel 3). Kriteria K3L mencakup hal-hal yang dapat melindungi konsumen dari bahaya, sedangkan kualitas bahan merepresentasikan durabilitas pemakaian suatu produk. Sebagai alat rumah tangga dengan frekuensi pemakaian yang cukup tinggi, dua kriteria tadi dirasa penting. Penggunaan daya listrik merupakan salah satu kriteria dalam mendukung kriteria K3L dan menjadi unsur daya saing suatu produk dalam hal keekonomisan biaya pakai. Terakhir, konsumen setuju model produk dimasukkan dalam kriteria yang perlu diwajibkan dalam standar karena model yang baik atau sesuai standar dapat memberikan kemudahan bagi konsumen dalam hal pemakaian (ergonomis). Dengan demikian, berdasarkan assessment model of standard readiness survey, maka dapat disimpulkan bahwa nilai 3,7 tersebut berarti konsumen menganggap keempat kriteria tersebut sama penting dan perlu untuk diwajibkan dalam standar. Tabel 4.3 Kriteria Utama Pada Mesin Cuci Yang Perlu Diwajibkan Dalam Standar Menurut Konsumen Kriteria utama pada produk mesin cuci yang perlu diwajibkan dalam standar? (1=sangat tidak setuju; 5=sangat setuju) Skor Likert Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan (K3L) 3,7 Kualitas bahan 3,7 Penggunaan daya listrik 3,7 Model 3,7 Sumber : Data Primer (2013), diolah Penilaian Konsumen Tentang Kriteria Utama Pada Pengatur Udara Yang Perlu Diwajibkan Dalam Standar Pada penilaian selanjutnya untuk produk Pengatur Udara, konsumen setuju bahwa semua kriteria harus diwajibkan dalam penetapan standar dan menganggap kriteria yang pertama yaitu keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan paling penting sehingga mendapatkan skor paling tinggi yaitu 3,8 (Tabel 4). Hal ini karena penggunaan Pengatur Udara diasosiasikan dengan penggunaan zat freon Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 40

57 yang dapat merusak lapisan ozon di udara, sehingga dipandang perlu menstandarisasikan kriteria tersebut dalam rangka pelestarian lingkungan. Konsumen juga setuju penggunaan daya listrik untuk produk Pengatur Udara harus distandarkan dengan skor 3,7, dan urutan selanjutnya adalah kualitas bahan dan model produk dengan skor masing-masing 3,6 dan 3,5. Tabel 4.4 Kriteria Utama Pada Pengatur Udara Yang Perlu Diwajibkan Dalam Standar Menurut Konsumen Kriteria utama pada produk Pengatur Udara yang perlu diwajibkan dalam standar (1=sangat tidak setuju; 5=sangat setuju) Skor Likert Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan 3.8 Kualitas bahan 3.6 Penggunaan daya listrik 3.7 Model 3.5 Sumber : Data Primer (2013), diolah Penilaian Konsumen Tentang Kriteria Utama Pada Lemari Pendingin Yang Perlu Diwajibkan Dalam Standar Selanjutnya untuk produk lemari pendingin atau Lemari Pendingin, kriteria K3L dan kualitas bahan memiliki skor yang sama yaitu sebesar 3,7 (Tabel 5). Hal ini berarti dua kriteria tersebut dianggap lebih perlu diwajibkan dalam standar menurut konsumen dibandingkan dengan penggunaan daya listrik yang skornya sebesar 3,6. Kemudian, serupa dengan hasil penilaian unutk produk Pengatur Udara, kriteria model untuk lemari pendingin menempati urutan terakhir dalam hal kepentingannya untuk diwajibkan dalam standar. Berdasarkan assessment model of standard readiness survey, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum konsumen menganggap keempat kriteria tersebut penting dan perlu dimasukkan dalam standar, namun demikian perbedaan skor antara satu kriteria dengan kriteria lainnya menunjukkan adanya perbedaan dalam persepsi mana kriteria yang lebih perlu dan penting dibandingkan dengan yang lainnya. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 41

58 Tabel 4.5 Kriteria Utama Pada Lemari Pendingin Yang Perlu Diwajibkan Dalam Standar Menurut Konsumen Kriteria utama pada produk Lemari Pendingin yang perlu diwajibkan dalam standar (1=sangat tidak setuju; 5=sangat setuju) Skor Likert Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan 3.7 Kualitas bahan 3.7 Penggunaan daya listrik 3.6 Model 3.5 Sumber : Data Primer (2013), diolah 4.2 Kesiapan Pelaku Usaha Terhadap Pemberlakuan SNI Industri elektronik untuk produk Pendingin Udara, Lemari Pendingin, dan mesin cuci didominasi oleh perusahaan besar dengan kapasitas produksi yang sudah memenuhi skala ekonomi dan memiliki daya saing yang baik. Hal ini dikarenakan setiap perusahaan telah menerapkan standar perusahaan (private standard) pada proses produksi dan inovasi produk. Dalam pengembangan produksinya di Indonesia, perusahaan elektronik yang memproduksi Pendingin Udara, Lemari Pendingin, dan mesin cuci merupakan perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia. Dalam kaitannya dengan penerapan SNI Wajib bagi produk mesin cuci, Pendingin Udara, dan Lemari Pendingin, pelaku usaha juga mempertimbangkan beberapa hal seperti kebutuhan pasar, ketersediaan sarana dan prasarana yang berhubungan langsung dengan kegiatan industri, serta kesiapan sumberdaya manusia yang bertanggung jawab terhadap pengawasan mutu produk dan kesesuaian terhadap peraturan standard di Indonesia Pandangan Produsen Terhadap Konsumen Tentang Standard Kebutuhan pasar merupakan aspek yang penting bagi perusahaan dalam menentukan strategi untuk pengembangan produk. Sebagai perusahaan besar, produsen elektronik khususnya bagi produk mesin cuci, Pendingin Udara, dan Lemari Pendingin, sangat memperhatikan aspek kualitas produk yang meliputi keamanan dan keselamatan (safety needs) dan keunggulan produknya (performance needs) bagi konsumen. Hal ini sesuai dengan nilai persepsi responden produsen terhadap pentingnya standard bagi produk mereka dimana nilai skala likert menunjukkan nilai 4,8. Artinya, responden produsen memandang Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 42

59 bahwa standard merupakan hal yang penting bagi produk mereka. Selama ini, standard yang diacu oleh responden produsen disesuaikan dengan pabrikan negara asal seperti standard yang diberlakukan oleh Thai Industrial Standard Institute (TISI) dalam ISO/TC di Thailand, standard acuan yang disesuaikan dengan Semco di Uni Eropa, dan China Compulsory Certificate (CCC mark) untuk produk yang berasal dari Cina. Selain standard negara acuan, responden produsen juga menerapkan standard produk yang dikembangkan dalam skala korporasi yang pada umumnya bersifat private. Dalam kaitannya dengan pemahaman konsumen terhadap standard dan SNI, responden produsen mempersepsikan bahwa selama ini konsumen lebih memperhatikan merk produk yang mereka beli (brand image perception) yang umumnya diasosiasikan dengan kualitas. Responden produsen tidak terlalu yakin bahwa konsumen sudah memperhatikan keberadaan standard yang biasanya dikomunikasikan melalui label standard, baik ISO maupun SNI, pada produk. Hal ini ditunjukkan dengan nilai skala likert sebesar 2,9 dalam hal pentingnya label standard pada produk dan perhatian konsumen terhadap label standard yang sebesar 3,1. Hal ini dapat diartikan bahwa persepsi responden produsen tentang perhatian konsumen dan pentingnya label standard pada produk menurut konsumen masih rendah. Sementara itu dalam kaitannya dengan SNI, responden produsen juga berpersepsi bahwa produk yang sudah ber-sni belum menjadi preferensi konsumen dinama nilai likert hanya sebesar 3,1. Pertimbangan responden produsen sejalan dengan pemahaman bahwa penerapan standard akan berdampak pada biaya yang pada akhirnya akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli suatu produk. Terkait dengan penerapan SNI Wajib, responden produsen memiliki persepsi bahwa akan ada biaya tambahan yang pada akhirnya juga akan dibebankan kepada konsumen, dimana nilai skala likert sebesar 4,4. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 43

60 Tabel 4.6 Persepsi Responden Produsen Tentang Pemahaman Konsumen Terhadap Standar Kriteria Pengetahuan Produsen tentang standar dan SNI? (1=sangat tidak tahu; 5=sangat tahu) Skor Likert 4,3 Pendapat Produsen tentang pentingnya standar (1=sangat tidak penting; 5=sangat penting) Pendapat produsen tentang perhatian konsumen terhadap label pada produk yang sudah mendapat SNI (1=sangat tidak memperhatikan; 5=sangat memperhatikan) Pendapat produsen apakah konsumen sangat mementingkan pencantuman label standar pada produk (1=sangat tidak penting; 5=sangat penting) Pendapat produsen apakah konsumen lebih memilih produk yang sudah mendapat SNI dibanding yang tidak (1=sangat tidak setuju; 5=sangat setuju) Pendapat produsen tentang produk yang mendapat SNI harganya lebih mahal dibanding produk sejenis yang belum/tidak mendapat SNI? (1=sangat tidak setuju; 5=sangat setuju) 4,8 3,1 2,9 2,9 4,4 Sumber : Data Primer (2013), diolah Kesiapan Produsen Terhadap Pemberlakuan SNI Wajib Pada dasarnya responden produsen sudah menerapkan standard perusahaan dalam sistem produksi dan inovasinya dimana secara normatif, responden juga memiliki persepsi bahwa standard yang digunakan dalam pengembangan produknya memiliki pengakuan di pasar internasional. Sementara itu, SNI dipersepsikan sebagai standard minimal yang harus dipenuhi produsen yang pada umumnya merupakan hasil adopsi dari standard internasional. Dengan demikian, responden produsen mengasosiasikan kepatuhan terhadap standard internasional akan mudah diterapkan pada SNI. Beberapa standard internasional yang diacu bahkan bersifat spesifik berdasarkan komponen yang digunakan. Sebagai contoh, untuk beberapa komponen yang digunakan dalam produk Pendingin Udara, Lemari Pendingin, dan mesin cuci sudah memenuhi standard UL, CB, CE marking, dan SAA yang merupakan standard yang diadopsi dari negaranegara pasar elektronik seperti Uni Eropa, Asia (Jepang, Korea, dan Cina), dan Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 44

61 Australia. Sementara untuk standard tambahan yang berkaitan dengan performance seperti ramah lingkungan dan hemat energi, beberapa perusahaan telah mengadopsi standard internasional seperti Semco di Uni Eropa, CCC Marking di Cina, dan CQC di Inggris. Dengan pertimbangan tersebut, respnden produsen menilai bahwa kesiapan pemberlakuan SNI Wajib untuk produk mesin cuci, Pendingin Udara, dan Lemari Pendingin sudah dapat dipenuhi dengan peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan penyesuaian sistem kepatuhan (conformity system) dengan pabrik di negara produsen. Hal ini sesuai dengan hasil nilai likert di mana responden produsen menilai kesiapan dalam menghadapi pemberlakuan SNI Wajib sudah optimal. Tabel 4.7 Nilai Kesiapan Responden Produsen Terhadap Penerapan SNI Wajib Mesin Cuci, Pendingin Udara, dan Lemari Pendingin Kriteria Kesiapan Skor Likert Penerapan Teknologi Ketersedian sarana dan prasarana standar 4,3 Penguasaan standar dan penerapannya 4,4 Sumber Daya Manusia Tenaga penguji dalam perusahaan 4,4 Pihak luar pendukung 4,5 Kemampuan untuk melakukan pengujian 4,1 Self-Development Anggaran untuk menerapkan SNI 4,4 Manajemen dalam penerapan SNI 4,4 Pengawasan SDM di bidang pengawasan 4,4 Kemampuan lembaga pengawas 4,4 Sumber : Data Primer (2013), diolah Dalam Tabel 4.7 telihat bahwa beberapa aspek yang dianalisa seperti: Penerapan Teknologi, Sumber Daya Manusia, Self-Development, dan Pengawasan memperoleh nilai likert yang cukup tinggi. Berdasarkan Assessment Model of Standard Readiness Survey, jika nilai likert lebih tinggi dari 4,2 maka dapat disimpulkan bahwa responden produsen sudah mengoptimalkan kesiapan pemberlakuan SNI Wajib. Beberapa langkah untuk optimasi kesiapan antara lain melalui investasi peralatan yang mendukung produksi dan inovasi, penentuan supplier komponen yang dapat mendukung penerapan SNI, peningkatan kemampuan sumber daya manusia, serta optimasi anggaran terkait pengembangan Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 45

62 mutu produk. Namun, dari sisi kemampuan untuk melakukan pengujian masih memiliki nilai likert 4,1 yang berarti belum sepenuhnya siap dan masih diperlukan beberapa perbaikan. Ketidaksiapan ini bukan merupakan kelemahan internal responden produsen mengingat dalam penerapan SNI Wajib, pemerintah akan menunjuk laboraturium uji yang dapat digunakan dalam pengujian SNI. Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia yang khusus menangani SNI tidak sepenuhnya dilakukan oleh produsen. Oleh karena itu, responden produsen akan mengoptimasi kesiapan sarana dan prasara serta penguasaan standar dan penerapannya. Terkait dengan dukungan pihak luar pendukung, responden produsen memiliki persepsi kesiapan yang tinggi dengan nilai likert sebesar 4,5 karena kemitraan dengan Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan supplier yang selama ini telah terjalin, walaupun masih terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki. Dalam kaitannya dengan pengetahuan terhadap SNI Wajib mesin cuci, Lemari Pendingin, dan Pendingin Udara yang masing-masing berupa SNI IEC peralatan listrik serupa Keselamatan - Bagian 2-7: Persyaratan khusus untuk Mesin Cuci, SNI IEC Peranti listrik rumah tangga dan sejenisnya - Keselamatan - Bagian 2-24: Persyaratan khusus untuk peranti pendingin, peranti es krim dan pembuat es, serta SNI IEC peralatan listrik rumah tangga dan peralatan serupa - keselamatan - Bagian 2-40: Persyaratan Khusus untuk pompa kalor listrik, pengkondensi udara dan pengering udara, belum seluruh responden perusahaan mengetahui kepastian penerapannya, walaupun sudah pernah memperoleh informasi tentang parameter yang harus dipenuhi. Hal ini sejalan dengan nilai likert pengetahuan responden produsen tentang penerapan SNI Wajib tersebut yang bernilai 3,5 yang dapat diartikan bahwa responden produsen tidak memperoleh kepastian informasi mengenai penerapan SNI Wajib tersebut. Berdasarkan hasil survey, sebagian besar responden produsen sudah tidak mendapatkan informasi mengenai penerapan SNI Wajib setelah tahun Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 46

63 Tabel 4.8 Pengetahuan Tentang Penerapan SNI Wajib Kriteria Pengetahuan Produsen tentang penerapan SNI IEC :2009 (1=sangat tidak tahu; 5=sangat tahu) Pendapat Produsen tentang penerapan SNI IEC : 2009 (1=sangat tidak tahu; 5=sangat tahu) Pendapat Produsen tentang penerapan SNI IEC : 2009 (1=sangat tidak tahu; 5=sangat tahu) Skor Likert 3,5 3,5 3,5 Sumber : Data Primer (2013), diolah Pandangan Produsen Terhadap Pihak Pendukung Dalam Pemberlakuan SNI Wajib Dalam penerapan SNI Wajib, produsen tidak hanya mengandalkan kesiapan internalnya namun juga bergantung pada peran pihak pendukung mengingat dalam peraturannya diperlukan pihak ketiga (third party) yang bersifat independen. Beberapa pihak pendukung bagi produsen yang terlibat dalam penerapan SNI Wajib antara lain Kementerian Teknis sebagai regulator, Badan Akreditasi yang mengawasi Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro), Laboraturium Uji maupun Kalibrasi, dan Distributor. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 47

64 INSTANSI TEKNIS BADAN AKREDITASI AKREDITASI LAB UJI KALIBRASI LAB KALIBRASI SERTIFIKASI TESTING KALIBRASI STANDAR Pabrik PRODUK OPERASI DISTRIBUTOR PRODUK INFORMASI Konsumen Sumber : Data Primer (2013), diolah Gambar 4.1 Skema Umum Sertifikasi Produk Seperti pada Gambar 4.1, standard termasuk SNI Wajib, akan melekat pada pabrik atau produsen sehingga pihak yang paling berhak dan bertanggung jawab terhadap kepatuhan standard adalah produsen atau Importir Produsen (IP). Namun dalam penerapannya, produsen berhubungan dengan pemerintah sebagai pembuat kebijakan standard di mana akan ditentukan Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) dan Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang akan diatur dalam Peraturan Menteri. Dengan demikian, produsen akan memerlukan dukungan LSPro dan LPK atau laboraturium uji agar pelaksanaan penerapan SNI Wajib dapat berjalan sesuai dengan ketentuan. Selain itu, kemitraan dengan distributor dan mitra kerja juga menjadi perhatian produsen dalam penerapan SNI Wajib Pandangan Produsen Terhadap Kementerian Teknis Pada prinsipnya, responden produsen sangat mendukung penerapan SNI Wajib yang diinisiasi oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) selaku Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 48

65 kementerian teknis. Hal ini dikarenakan semangat penerapan SNI Wajib sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 Tentang Standar Nasional Indonesia yaitu dalam rangka peningkatan daya saing dan perlindungan konsumen. Tahapan pemberlakuan SNI Wajib dinilai sudah memenuhi aspek transparansi dan national differences dimana aspek kejelasan informasi mengenai tujuan pemberlakuan standard dan kemampuan produsen sudah dipertimbangkan. Selain itu, parameter SNI Wajib yang akan diberlakukan untuk produk mesin cuci, Pendingin Udara, dan Lemari Pendingin sudah mempertimbangkan kondisi pasar dalam negeri sehingga pemenuhannya tidak akan memberatkan produsen. Namun demikian, responden produsen mengharapkan agar waktu pelaksanaan penerapan SNI Wajib dapat diperjelas, mengingat produsen perlu melakukan penyesuaian dalam proses bisnisnya agar penerapan SNI dapat berjalan dengan baik. Selain itu, kejelasan tentang periode penyesuaian selama masa uji coba juga diperlukan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pengawasan Pandangan Produsen Terhadap LSPro dan Laboratorium Uji Kemitraan antara reponden produsen dengan LSPro dan Laboratorium Uji sudah berlangsung sejak diterapkannya SNI Wajib bagi beberapa produk elektronik seperti TV Tabung, seterika, lampu swaballast, dan pompa air. Hal ini dikarenakan beberapa responden produsen mesin cuci, Pendingin Udara, dan Lemari Pendingin juga merupakan produsen elektronik yang produknya sudah diberlakukan SNI Wajib. Secara deskriptif, terdapat beberapa hal yang dianggap sebagai permasalahan yang harus diatasi dalam menjalin kemitraan dengan LSPro dan Laboratorium Uji seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 49

66 Sumber : Data Primer (2013), diolah Gambar 4.2 Permasalahan Dalam Kemitraan Dengan LSPro dan Laboratorium Uji Dalam Gambar 4.2 terlihat bahwa hal yang menjadi permasalahan bagi responden produsen dalam menjalankan kemitraan dengan LSPro dan Laboratorium Uji adalah biaya, waktu sertifikasi, dan waktu uji. Sebanyak 75% responden produsen menyebutkan biaya menjadi kendala dalam proses Sertifikai Produk Pengguna Tanda SNI (SPPT-SNI) karena memiliki dampak terhadap pelayanan proses SPPT-SNI. Sebagai contoh, bagi responden produsen yang menggunakan jasa LSPro dan laboratorium uji milik pemerintah membayar biaya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan jasa LSPro dan laboratorium non pemerintah. Namun, pada umumnya hal tersebut akan berdampak pada lamanya waktu uji dan pelayanan purna jual yang diperoleh responden produsen. Dengan demikian, prinsip price equals quality berlaku bagi responden produsen dalam memilih jasa LSPro dan Laboratorium Uji. Bagi produsen, penambahan biaya dalam pengurusan SNI akan berdampak pada harga jual produk. Kemudian, Waktu Sertifikasi dan Waktu Uji juga dianggap sebagai permasalahan karena beberapa LSPro dan Laboratorium Uji memerlukan waktu yang melebihi dari ketentuan yang seharusnya. Sebagai contoh, dalam kondisi normal disebutkan bahwa waktu uji yang diperlukan bagi produk tertentu adalah 21 hari kerja, namun dalam beberapa kasus diperlukan waktu hingga 2 (dua) bulan hanya untuk pengujian. Dampaknya, waktu yang diperlukan dalam proses sertifikasi Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 50

67 akan bertambah menjadi hingga 3 (tiga) bulan. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 4.2 dimana 62,5% responden produsen mengeluhkan waktu uji dan sertifikasi. Sementara untuk lokasi, responden produsen tidak mengeluhkan keberadaan LSPro dan Laboratorium Uji yang tidak berada dalam satu lokasi atau kawasan industri. Hal tersebut dikarenakan proses pengambilan sampel dan hasil uji tidak terlalu sulit Pandangan Produsen Terhadap Distributor dan Supplier Distributor dan supplier merupakan bagian yang tidak kalah penting dalam penerapan SNI Wajib. Hal ini dikarenakan dalam proses pengembangan produk, produsen akan melibatkan supplier dalam pengadaan komponen (parts) pendukung serta distributor untuk menjual produknya ke konsumen. Secara teknis, penerapan standard oleh produsen pada proses produksi sudah dimulai sejak penentuan penggunaan komponen pendukung. Sebagai ilustrasi, untuk memproduksi mesin cuci, diperlukan beberapa komponen elektronika dasar yang umumnya diperoleh dari supplier, baik lokal maupun impor. Dengan demikian, produsen harus memastikan bahwa komponen yang diperoleh dari supplier sudah memenuhi standard yang ditetapkan. Dengan demikian, responden produsen juga akan memastikan bahwa supplier dapat memenuhi ketentuan dalam SNI Wajib. Sementara untuk distributor, dukungan kesiapan dalam penerapan SNI Wajib lebih difokuskan pada peredaran produk di pasar. Mengacu pada konsep (draft) Peraturan Menteri Perindustrian Tentang Pemberlakuan SNI Pendingin Ruangan, Lemari Pendingin, dan Mesin Cuci Secara Wajib, dalam Pasal 4 dan 5 dijelaskan bahwa penandaan tanda SNI pada produk yang juga dicantumkan tanggal, bulan, dan tahun produksi menjadi aspek penting bagi pengawasan. Dalam peraturan juga disebutkan bahwa SNI Wajib akan berlaku mulai 9 (sembilan) bulan sejak tanggal diundangkan yang berarti pihak distributor juga harus memperhatikan stok dan aliran barang. Dengan demikian, produk yang dijual sudah sesuai dengan ketentuan dan memudahkan pelaksanaan pengawasan. 4.3 Kesiapan LsPro dan Laboratorium Pengujian Pada dasarnya, SNI tidak wajib dan bersifat sukarela, namun bila regulator mengadopsi ke dalam spesifikasi teknis regulasi, maka SNI menjadi wajib dan Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 51

68 mengikat bagi industri yang ingin mencantumkan tanda SNI pada produknya. Untuk bisa memperoleh SNI, perusahaan harus lulus uji pemeriksaan pemilihan bahan baku, proses produksi, standar mutu, termasuk aspek keamanan, kesehatan, dan lingkungan yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional - KAN (BSN, 2010). Jika produk Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin akan diberlakukan secara wajib tentunya perlu memenuhi kriteria kesiapan dari industri/produsen juga lembaga penilaian kesesuaian khususnya laboratorium uji, lembaga sertikasi, lembaga penilaian system mutu dan lembaga sertifikasi produk yang mampu memenuhi permintaan industri/produsen. Hal ini untuk menghindari dari tidak efektifnya penerapan standar karena terganggunya arus masuk barang impor karena keterbatasan laboratorium uji, mahalnya biaya sertifikasi karena terbatasnya lembaga yang berwenang mengeluarkan sertikasi dan lain-lainnya. Secara keseluruhan terdapat sekitar 400 laboratorium yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Dari 400 laboratorium, sebanyak 71 buah merupakan laboratorium uji produk industri (KAN, 2008) yang terdiri dari laboratorium uji milik pemerintah, 7 milik BUMN dan 12 dikelola swasta (BPPKI,2012). Di sektor industri, lembaga yang membina dan mengawasi adalah Kementerian Perindusrian c/q Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri khususnya untuk standar yaitu pada Pusat Standarisasi Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri - Kementerian Perindustrian. Pustan ini mempunyai tugas pokok yaitu penyiapan dan perumusan RSNI, penerapan dan pengawasan SNI Wajib, pembinaan standarisasi serta kerjasama standarisasi di bidang industri Ketersedian Laboratorium dan Kemampuan Uji Dari 71 buah laboratorium uji maka teridentifikasi sebanyak 9 (Sembilan) buah laboratorium yang memungkinkan dapat menguji dan mensertifikasi produk Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin yaitu terdiri dari 5 buah milik pemerintah, 1 buah milik BUMN dan 3 buah dikelola oleh swasta (Tabel 4.8). Dari 8 laboratorium ini hanya dua yang hanya sebagai laboratorium uji yaitu PT. Panasonic Gobel dan PT. Polytron. Namun belum semua laboratorium tersebut mempunyai fasilitas dan kemampuan untuk menguji semua parameter uji ketiga produk elektronik yang akan diberlakukan wajib. Disamping itu, belum semua laboratorium tersebut sudah Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 52

69 terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk produk tersebut, hal ini karena belum diberlakukannya SNI secara wajib dan dianggap bahwa untuk akreditasi tidak membutuhkan waktu yang lama. Seperti diketahui bahwa SNI untuk produk Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin selama ini masih bersifat sukarela sehingga permintaan untuk pengujian produk tersebut belum diminati sehingga beberapa laboratorium belum melengkapi fasilitas ujinya. Sebagai contoh, Laboratorium di Pusat Pengujian Mutu Barang (PPMB) Kementerian Perdagangan belum memiliki alat uji double chamber untuk pengujian AC yang harganya relatif mahal. Dari peta lokasi keberadaan laboratorium yang mempunyai prospek menguji tiga produk tersebut adalah menyebar di beberapa wilayah walaupun semua masih berlokasi di pulau Jawa, namun sebaliknya keberadaan industri Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin mayoritas berlokasi di Kawasan Industri di Jabodetabek khususnya di wilayah Cikarang-Bekasi. Hanya PT. Sucofindo yang berlokasi relatif dekat dengan lokasi produsen. Berikut analisis deskriptif 5 (lima) laboratorium uji sebagai responden untuk mengetahui kesiapan pemberlakuan SNI secara wajib produk Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin. b. Pusat Pengawasan Mutu Barang (PPMB) Pusat Pengawasan Mutu Barang, Kementerian Perdagangan merupakan tempat penerbitan sertifikat: pengujian produk ekpor & impor, SNI, serta tempat pengurusan SPB & NPB (impor produk) dan NRP (lokal produk). Penetapan SNI Wajib untuk produk elektronik dilakukan oleh Instansi Teknis terkait dalam hal ini adalah Menteri Perindustrian yang selanjutnya pengawasan dilakukan oleh Pusat Pengawasan Mutu Barang, Kementerian Perdagangan sesuai dengan Permendag N0 30/M-DAG/PER/7/2007 tentang perubahan Permendag No 14/M- DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan. PPMB sebagai LPK khususnya untuk laboratorium Pengujian dan Laboratorium sertfikasi produk untuk produk elektronik mempunyai SDM sejumlah 17 orang yang dapat menguji berbagai produk eletronika yang menjadi ruang lingkup uji. c. Laboratorium Uji P2SMTP LIPI Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 53

70 Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2SMTP-LIPI) memiliki tugas pokok melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, pemberian bimbingan teknis, penyusunan rencana dan program Metrology, Standard, Testing and Quality (MSTQ), pelaksanaan penelitian sistem mutu dan pelayanan pengujian serta evaluasi dan penyusunan laporan. Namun di sisi lain, dengan kelengkapan fasilitas laboratorium yang dimilikinya, P2SMTP LIPI juga menyediakan jasa laboratorium uji produk kepada industri. Sehubungan dengan fungsi tersebut, P2SMTP LIPI telah memiliki akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk melakukan pengujian terhadap produkproduk elektronika dan mekanika. Khusus untuk jenis produk elektronika yang akan diberlakukan SNI wajib, P2SMTP LIPI menyatakan mampu dan siap untuk mengadakan pengujian terhadap produk Mesin cuci, namun masih belum mampu untuk melakukan pengujian terhadap produk Air Conditioner (AC). Hal ini dikarenakan belum lengkapnya fasilitas peralatan uji yang dimiliki oleh laboratorium P2SMTP LIPI. Jenis peralatan yang masih belum dimiliki untuk melakukan pengujian produk AC tersebut adalah alat Dual Chamber. Adapun pengadaan alat tersebut masih belum dimungkinkan karena harganya yang sangat mahal, yaitu mencapai milyaran rupiah. Dari sisi SDM, jumlah tenaga penguji laboratorium P2SMTP LIPI berjumlah empat (4) orang. Jumlah yang terbatas ini diakui masih mencukupi untuk menguji produk-produk dalam laboratorium uji. Kendalanya justru terjadi salah satunya berkaitan dengan tupoksi dari P2SMTP yang berkaitan dengan penelitian dan pengembangan, bukan sebagai jasa pengujian produk. Akibatnya, petugas penguji cenderung lebih concern untuk melakukan penelitian ketimbang memberikan jasa kepada industri. Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pengujian terhadap produk mesin cuci adalah sebesar Rp 6 juta. Jumlah ini diakui cukup rendah jika dibandingkan dengan laboratorium uji lainnya. Hal ini dikarenakan rendahnya biaya modal terkait pembelian alat pengujian. Pengadaan alat pengujian selain menggunakan dana APBN, juga diperoleh dari Asian Development Bank (ADB) melalui skema peminjaman. Selain itu, P2SMTP LIPI juga membuat sendiri beberapa alat pengujian yang dipergunakan untuk menguji produk. Terkait dengan waktu pengujian, waktu yang dibutuhkan oleh P2SMTP LIPI untuk melakukan pengujian produk Mesin cuci biasanya mencapai 6 bulan (hanya Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 54

71 pengujian saja). Hal ini dikarenakan proses pengujian yang harus dilaksanakan secara step by step, konfirmasi kepada produsen untuk melakukan improvement terhadap produk yang diuji apabila gagal di pengujian, serta juga karena adanya kendala akibat keterbatasan SDM yang melakukan pengujian d. Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Balai Besar Bahan dan Barang Teknik ( B4T ) No LPK: LP 007 IDN sebagai salah satu Institusi Penelitian dan Pengembangan di bawah Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian RI, telah berpengalaman lebih dari 95 tahun di bidang Pengujian dan Kepastian Mutu Bahan dan Barang Teknik. Lembaga sertifikasi produk atau B4T-LSPro telah mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN). Sertifikasi produk ditujukan untuk memberikan jaminan kepastian mutu produk kepada konsumen sesuai persyaratan dan spesifikasi teknik yang berlaku. Berdasarkan indept interview dengan kepala bidang sertifikasi, di B4T yang bertugas menangani pengujian dan sertifikasi adalah bidang standardisasi dan bidang sertifkasi. Jumlah seluruh pegawai di B3T sebanyak 70 orang dan di bidang elektronik sebanyak 20 orang yang telah mempunyai kompetensi dibidangnya. Untuk meningkatkan kompetensi telah dididik melalui berbagai pendidikan, pelatihan, workshop dll, seperti pelatihan ke PT Panasonic, dikirim ke Jepang dan Eropa. Sedangkan jumlah auditor sebanyak 15 orang. Infrastruktur yang dimiliki B4T untuk menguji ke tiga produk Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin sudah cukup memadai dan siap apabila diberlakukan wajib. Kesiapan inipun sejak 2 tahun lalu bahwa produk tersebut akan diberlakukan wajib mulai dari prosedur sampai sertifikasinya. Terkait waktu dan biaya pengujian dan sertfikasi adalah mengacu pada ketentuan yang berlaku pada PP N0 47 tahun Waktu yang diperlukan untuk pengujian pada kondisi normal adalah dua bulan dan untuk sertifikasi 41 hari. Namun apabila ditemukan masalah dalam pengujian seperti bahan dan tidak sesuai spesifikasi, kabel, tusuk kontak tidak ber SNI maka waktu pengujian membutuhkan waktu yang lama, bahkan bisa sampai enam bulan. Untuk itu perlu ada kerjasama produsen untuk memenuhi ketentuan SNI. Sedangkan tariff/biaya uji berdasarkan ketentuan, ada perbedaan untuk produk impor lebih mahal dibandingkan produk lokal. Besarnya tarif sertifikasi yaitu sekitar Rp. 22,5 juta untuk produk lokal dan Rp. 150 juta untuk produk ex-impor. Tarif ini Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 55

72 diluar biaya pengujian dimana biaya pengujian dikenakan berdasarkan tipe dan varian dari produknya. Adanya kekhawatiran dari para produsen terhadap kesiapan LPK terutama dari sisi waktu memang diakui tetapi hal seperti ini adalah biasa pada produk yang baru diberlakukan wajib. Pada awalnya akan membutuhkan waktu antrian namun untuk tahap selanjutnya apabila produk-produk tersebut sudah sesuai SNI akan kembali normal. Usulan atau saran untuk mencegah terjadinya over load tersebut adalah kerjasama antar LsPro untuk mendistribusikan produk ke laboratorium penguji yang lain yang tidak over load. Selain itu, perlunya mendorong Forum Komunikasi LPK untuk meningkatkan kompetensi dan keakuratan hasil pengujian. e. PT. Sucofindo PT. Sucofindo merupakan Lembaga Peniliaian Kesesuaian milik BUMN yang memberikan jasa terhadap pelayanan dalam sertifikasi produk dan pengujian produk. Lembaga ini mempunyai 7 (tujuh) laboratorium besar, salah satunya untuk pengujian produk elektronika termasuk produk Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin. Jumlah produk yang sudah terakreditasi sebanyak 55 produk termasuk tiga produk elektronik tersebut. Jika Produk Mesin cuci dengan SNI IEC :2009, AC SNI IEC :2009 dan Lemari Pendingin SNI IEC : 2009 diberlakukan wajib, maka PT. Sucofindo menyatakan kesiapannya, hal ini ditunjukkan dengan keseriusan dengan mempersiapkan baik dari sisi SDM maupun sarana laboratorium. Pada bagian laboratorium listrik dan elektronik, SDM yang sudah ada berjumlah 20 orang dengan memiliki kompetensi di bidangnya. Untuk alat uji sudah dapat menguji ketiga produk tersebut bahkan telah ditambah alat double chamber sehingga berjumlah dua buah, sedangkan ruang labaoratorium diperluas tiga kali lipat yang ditargetkan pada bulan Juli 2013 selesai. Waktu yang dibutuhkan dalam pengujian Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin secara normal masing-masing berkisar antara hari, namun hal ini juga perlu ada kerjasama dari pihak produsen dalam merespon jika terdapat part yang tidak memenuhi parameter SNI. Lamanya pengujian dari sisi PT. Sucofindo tidak merupakan masalah karena kapasitas SDM dalam pengujian rata-rata 1 orang mampu menyelesaikan 15 jenis produk pada tahapan proses uji yang dilakukan secara parallel. PT. Sucofindo yang berinisiatif mencoba melakukan pengujian produk PT. LG, PT. Sharp, PT. Shanken dan PT. Denpoo. Sebagian sudah dapat Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 56

73 memenuhi SNI dan sebagian belum seperti PT. Denpoo untuk Mesin cuci yaitu pada kabel stop kontaknya yang perlu dipenuhi. Biaya uji produk baik Mesin cuci, AC maupun Lemari Pendingin sama tergantung banyaknya. Varian dari produk tersebut. Sebagai contoh Mesin cuci dua tabung, untuk typenya (base unit) sebesar Rp ,-ditambah dengan setiap varian 1 (25%), varian 2 (25%) sehingga biaya uji sebesar Rp ,-+ 25%+25% = Rp. Rp ,- Selanjutnya proses untuk melakukan sertifikasi produk untuk mendapatkan SPPT SNI, tergantung pada produk lokal atau produk impor. Kebijakan pengenakan tariff atau biaya uji dan sertifikasi pada PT. Sucofindo yag merupakan milik BUMN berbeda dengan milik pemerintah. LPK milik pemerintah mengacu pada PP N0. 45 Tahun 2010, sedangkan PT. Sucofindo mempunyai kebijakan sendiri dimana biayanya relatif lebih mahal dibandingkan milik pemerintah. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa produsen bahwa perbedaan biaya yang tidak tinggi bukan menjadi masalah tetapi dari sisi waktu maupun kapastian PT, Sucofindo mempunyai kelebihan. Beberapa kelebihan dari PT.. Sucofindo antara lain : (1) letaknya tidak jauh dari industrinya, (2), waktu relatif tidak lama, (3). Terbuka dan akomodatif, (4) lebih teliti. Waktu yang dibutuhkan untuk menerbitkan sertifikat SNI baik Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin untuk produk ex-impor berkisar antara 2-3 bulan, sedangkan produk local waktunya berkisar 2 bulan. Hal ini karena produk ex-impor diperlukan waktu untuk melakukan audit ke negara asal, Lamanya waktu inipun tergantung dari respond an kerjasama dengan produsen dalam memenuhi kesesuaian dengan persyaratan SNI. Biaya atau tariff untuk sertifikasi ini pihak PT. Sucofindo belum menetapkan besarannya namun diperkirakan antara Rp. 20 juta sampai dengan Rp.25 juta. SDM untuk mengaudit (auditor) sebanyak 80 orang yang dinyatakan sudah cukup dan mampu karena memiliki kompetensi dibidangnya. f. PT. Panasonic Manufacturing Indonesia Laboratorium PT Panasonic telah terakreditasi merupakan laboratorium yang dikelola oleh swasta dan berpotensi utuk melakukan pengujian produk elektronik termasuk Lampu Swabalas dan Balast elektronik. Dari hasil indept interview, pihak perusahaan telah mengetahui akan diberlakukan SNI wajib untuk produk Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin dan menyatakan kesiapannya dalam Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 57

74 pengujian produk tersebut. Walaupun kendalanya adalah belum dimilikinya dual chamber. Disamping itu dari sisi SDM yang kompeten sudah mencukupi. alat Tabel 4.9 Laboratorium Uji dan LsPro Untuk Produk Mesin Cuci, AC dan Lemari Pendingin No Nama LPK Produk Laboratorium Pusat Pengawasan Mutu Barang Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2SMTP-LIPI) Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Balai Riset dan Standardisasi Industri dan Perdagangan Surabaya 5 PT. Sucofindo 6 PT. TUV 7 PT. Panasonic Manufacturing Indonesia PT. Polytron/ HIT (Hartomo 8 Istana) Sumber : Data Primer (2013), diolah Mesin Cuci Mesin cuci Mesin cuci AC Lemari Pendingin Mesin Cuci, AC dan Lemari Pendingin Mesin Cuci dan Lemari Pendingin Mesin cuci Lab uji LsPro Lab Uji LsPro Lab Uji Lspro Lab Uji LsPro Lab Uji LsPro Lab Uji LsPro Lab Uji Lab Uji Lama uji & sertifikasi 2 minggu 3 bulan 6 bulan sampai mendapat sertifikasi 2-6 bln 41 hari 10 hari 2 bulan SDM 22 orang 50 orang 20 org 15 org 17 org 5 orang Keterangan Jl. Raya Bogor Ciracas Serpong Jl. Sangkuriang No. 14, Kotak Pos 32.Bandung, Jawa Barat40135 Jl. Jagir Wonokromo 360Surabay a, Jawa Timur Cibitung Pasar Minggu Jl. Raya Bogor Kudus Semarang Kesiapan LSPro dan Laboratorium Uji Terhadap Pemberlakuan SNI Secara Wajib Analisis kesiapan Laboratorium Uji dan LSPro juga dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan assessment model of Standard Rreadiness Survey di mana beberapa kriteria seperti penerapan teknologi, sumberdaya manusia (SDM), self-development dan dan pengawasan yang diterapkan oleh LSPro dan Laboratorium Uji dinilai dengan menggunakan skala likert. Dalam analisis, nilai likert yang diharapkan adalah minimal 3,4 dan jika nilai likert mencapai 4,2 maka dapat Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 58

75 disimpulkan bahwa institusi telah memiliki tingkat kesiapan yang optimal berdasarkan persepsi mereka. Tabel 4.10 Kesiapan Laboratorium Uji Dalam Penerapan SNI Kriteria Kesiapan Skor Likert Penerapan Teknologi Ketersedian sarana dan prasarana standar 4,0 Penguasaan standar dan penerapannya 4,4 Sumber Daya Manusia Tenaga penguji dalam perusahaan 4,4 Pihak luar pendukung 4,4 Kemampuan untuk melakukan pengujian 4,6 Self-Development Anggaran untuk menerapkan SNI 4,2 Manajemen dalam penerapan SNI 4,4 Pengawasan SDM di bidang pengawasan 4,4 Kemampuan lembaga pengawas 4,4 Sumber : Data Primer (2013), diolah Dalam Tabel 4.9 telihat bahwa beberapa aspek yang seluruh kriteria yang diteliti memperoleh nilai likert yang cukup tinggi. Bahkan kriteria seperti tenaga penguji, kemampuan untuk melakukan pengujian, manajemen dalam penerapan SNI dan pengawasan memiliki nilai di atas 4,2 yang dinilai siap dalam penerapan SNI Wajib. Hal ini, menurut responden LSPro dan Laboratorium Uji pemenuhan SDM selalu dilakukan melalui proses rekrutmen berkala dan peningkatan kompetensi yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat oleh tenaga uji. Selain itu, kemitraan dengan beberapa institusi internasional juga sudah dilakukan untuk meningkatkan kapasitas SDM yang lebih kompeten dan adaptif terhadap pengetahuan standard internasional. Dukungan pihak lain seperti pemerintah dalam hal pembinaan dan pengawasan serta komunikasi antar LSPro dan Laboratorium uji juga sudah dilakukan melalui pembentukan Forum Komunikasi. Namun ada beberapa kriteria dengan nilai likert di bawah 4,2 yaitu ketersediaan sarana dan prasarana standard dengan nilai likert 4,0. Beberapa responden belum melakukan persiapan terkait dengan penerapan SNI Wajib seperti perluasan laboratorium dan penambahan alat uji. Menurut responden, kepastian waktu pemberlakuan SNI Wajib akan menjadi landasan keputusan apakan akan dilakukan investasi penambahan alat uji dan perluasan sarana laboratorium. Hal tersebut sejalan dengan kesiapan responden terkait penyediaan anggaran yang Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 59

76 belum disesuaikan karena belum mendapat kepastian tentang pemberlakuan SNI Wajib Kebijakan Pemberlakuan dan Pengawasan Terhadap SNI Pengawasan barang beredar merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam penerapan SNI Wajib karena penerapan SNI Wajib tidak akan efektif tanpa dukungan pengawasan yang efektif. Pada prinsipnya, responden produsen, LSPro, dan Laboratorium Uji lebih menitikberatkan kebijakan dan pelaksanaan pengawasan SNI Wajib terhadap barang yang beredar di pasaran agar dapat dipastikan bahwa ketentuan dalam SNI Wajib sudah dipatuhi oleh seluruh pemangku kepentingan Kebijakan Pengawasan Terhadap Produk ber-sni Sistem pengawasan barang dan/atau jasa yang beredar di pasar yang diatur melalui Peraturan Menteri Perindag No. 20/M-DAG/PER/5/2009 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pengawasan Barang dan Jasa sudah relatif baik, namun belum efektif dilaksanakan di lapangan. Penyebab tidak efektifnya sistem adalah belum lengkapnya pengaturan tindak lanjut dari Undang-undang Perlindungan Konsumen seperti pengaturan klausula baku, cara menjual, dan Pengiklanan. Sedangkan pengawasan SNI sudah ada pengaturannya, namun belum banyak barang yang beredar yang sudah diberlakukan SNI wajib, jumlah SNI wajib yang diawasi oleh Kementerian Perdagangan sebanyak 91 produk. Untuk produk atau barang yang beredar di pasaran harus juga di dukung dengan Petunjuk Teknis setiap komoditi. Hal ini mengingat setiap produk mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sehingga penanganan pengawasan produk yang satu berbeda dengan komoditi lainnya. Kondisi tersebut masih ditambah dengan belum cukupnya dukungan infrastruktur laboratorium uji, pendanaan dan sumber daya manusia pelaksana sistem baik di pusat maupun di daerah (Puslibang PDN, 2009). Salah satu parameter pengawasan barang beredar adalah pengawasan produk yang ber SNI. Jika produk Mesin cuci, AC dan Lemari Pendingin ditetapkan dan diberlakukan secara wajib maka pengawasan juga perlu dilakukan. Industri ketiga produk tersebut akan diberi tenggang waktu untuk melakukan persiapan penyesuaian produknya dalam memenuhi SNI. Berdasarkan informasi dari ketua Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 60

77 Asosiasi Gabungan Pengusaha Elektronik, dari hasil konsensus rapat direncanakan waktu yang akan diberikan selama 27 bulan dengan perincian 9 bulan untuk produk ex-impor yang sudah diproses impornya dan produk lokal yang sudah proses produksi dan 18 bulan untuk produk yang beredar di pasaran. Dalam rangka perlindungan konsumen, selain parameter pengawasan barang elektronik yang ber SNI, juga dilakukan terhadap parameter label berbahasa Indonesia melalui pemberian informasi tentang produk elektronika, telah dikeluarkan kebijakan kewajiban pencantuman petunjuk penggunaan (manual) dan kartu garansi dalam bahasa Indonesia. Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 547 tahun 2001 tentang Pedoman Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Dalam Bahasa Indonesia bagi Produk Teknologi Informasi dan Elektronika. Kebijakan tersebut dikeluarkan dengan pertimbangan untuk melindungi industri elektronika dalam negeri dari masuknya barang elektronika impor yang membanjir di pasar. Barang Produk Luar Negeri Barang Produksi Dalam Negeri Wilayah Pabean RI : Label berbahasaindonesia Harus ada SPPT SNI dari Lembaga Sertifikasi Produk(LS Pro) Ada Surat Pendaftaran Barang (SPB) dan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) dari PPMB, SetjenKemendag ProduksiDalamNegeri : Label berbahasaindonesia Harus ada SPPT SNI dari Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro) Ada Nomor Registrasi Produk(NRP) darippmb, SetjenKemendag Dit. Pengawasan Barang dan Jasa Beredar Produk Beredar Di Pasaran Sumber : Dit Pengawasan Barang Beredar, 2012 Gambar 4.3 Pengawasan Terhadap Produk Yang Ber SNI Wajib Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 61

78 4.4.2 Pengawasan Produk Elektronik Bagi responden produsen, pengawasan baik pra- dan pasca- pasar memiliki peranan yang strategis untuk memastikan sejauh mana penerapan SNI Wajib sudah memiliki fungsi sebagai instrumen perdagangan yang dapat melindungi sekaligus meningkatkan daya saing produk lokal terhadap produk impor. Gambar 4.3 secara deskriptif menunjukkan pandangan responden produsen terhadap pelaksanaan pengawasan barang beredar terhadap produk yang sudah ber-sni Wajib seperti TV Tabung, seterika, lampu swaballast, dan pompa air. Tidak 12,5% Ya 37,5% Kurang 50% A. Pihak Pengawas C. Peran Pemerintah Dalam Pembinaan Standar Satu Kali (12,5%) Dua Kali (12,5%) > Dua Kali (75%) B. Kesan Terhadap Pelaksanaan Pengawasan D. Pelaksanaan Pengawasan Sumber : Data Primer (2013), diolah Gambar 4.4 Pelaksaan Pengawasan Pada Produsen Elektronik Pada Gambar 4.4 bagian A terlihat bahwa responden produsen mendapat pengawasan dari dua institusi yaitu pemerintah dan asosiasi produsen. Berdasarkan hasil survey, 87,5% responden produsen menerima pengawasan dari pemerintah yang meliputi pengawasan pra-pasar dan pasca-pasar. Pengawasan pra-pasar biasanya berupa inspeksi oleh Kementerian Perindustrian untuk memastikan proses produksi tetap memperhatikan ketentuan dalam SNI Wajib sedangkan pengawasan pasca-pasar dilakukan oleh Kementerian Perdagangan dan Dinas terkait di daerah Analisis Pengembangan SNI Dalam Rangka Pengawasan Barang Beredar 62

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi,

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 199, 2000 BADAN STANDARISASI. Standarisasi Nasional. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR : 1 TAHUN 20118.A/PER/BSN/2/2010 TANGGAL : 1 Februari 2011 Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.921, 2013 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pendingin Ruangan. Lemari Pendingin. Mesin Cuci. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/M-IND/PER/7/2013

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) PENDINGIN RUANGAN, LEMARI PENDINGIN, DAN MESIN CUCI SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman. No.105, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN STANDARDISASI NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.308, 2009 DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 86/M-IND/PER/9/2009 TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI)

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI) BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) CERMIN KACA LEMBARAN BERLAPIS PERAK SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di dalam bab-bab sebelumnya mengenai pengaturan pengaturan technical barrier to trade sebagai salah satu perjanjian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KACA UNTUK BANGUNAN BLOK KACA SPESIFIKASI DAN METODA UJI SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PENERAPAN SNI PADA UKM DAN KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR MUTU DI BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG

PENERAPAN SNI PADA UKM DAN KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR MUTU DI BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG PENERAPAN SNI PADA UKM DAN KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR MUTU DI BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG Oleh : Dr. HARI ADI PRASETYA BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI PALEMBANG 2014 Dasar Hukum Peraturan Menteri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR YANG SNI NYA DIBERLAKUKAN SECARA WAJIB

KEBIJAKAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR YANG SNI NYA DIBERLAKUKAN SECARA WAJIB KEBIJAKAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR YANG SNI NYA DIBERLAKUKAN SECARA WAJIB JAKARTA, 16 SEPTEMBER 2014 DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL 1 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Standar adalah spesifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG. PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KALSIUM KARBIDA (CaC 2 ) SECARA WAJIB

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG. PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KALSIUM KARBIDA (CaC 2 ) SECARA WAJIB PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KALSIUM KARBIDA (CaC 2 ) SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang : Standardisasi Nasional Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA MESIN PENGHANCUR (CRUSHER) BAHAN BAKU PUPUK ORGANIK - SYARAT MUTU DAN CARA UJI SECARA WAJIB DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KOMPOR GAS TEKANAN RENDAH JENIS DUA DAN TIGA TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK SECARA WAJIB DENGAN

Lebih terperinci

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks No.565, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Standadisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/M-DAG/PER/4/2016 TENTANG STANDARDISASI BIDANG PERDAGANGAN DENGAN

Lebih terperinci

- 7 - BAB III STANDARDISASI. Bagian Kesatu Perencanaan

- 7 - BAB III STANDARDISASI. Bagian Kesatu Perencanaan - 7 - BAB III STANDARDISASI Bagian Kesatu Perencanaan Pasal 10 (1) Perencanaan perumusan SNI disusun dalam suatu PNPS. (2) PNPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat program perumusan SNI dengan judul

Lebih terperinci

2011, No Pedoman Standardisasi Nasional tentang panduan keberterimaan regulasi teknis, standar dan prosedur penilaian kesesuaian untuk produk pe

2011, No Pedoman Standardisasi Nasional tentang panduan keberterimaan regulasi teknis, standar dan prosedur penilaian kesesuaian untuk produk pe BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.106, 2011 BADAN STANDARDISASI NASIONAL. Pedoman Standardinasi Nasional. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Regulator. LPG. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/M-IND/PER/1/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

OLEH: METRAWINDA TUNUS Kepala Pusat Pendidikan dan Pemasyarakatan Standardisasi BSN. Jakarta, 21 Mei 214

OLEH: METRAWINDA TUNUS Kepala Pusat Pendidikan dan Pemasyarakatan Standardisasi BSN. Jakarta, 21 Mei 214 OLEH: METRAWINDA TUNUS Kepala Pusat Pendidikan dan Pemasyarakatan Standardisasi BSN Jakarta, 21 Mei 214 TUJUAN STANDARDISASI NASIONAL Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BADAN STANDARDISASI NASIONAL Jakarta, November 2013

BADAN STANDARDISASI NASIONAL Jakarta, November 2013 BADAN STANDARDISASI NASIONAL Jakarta, November 2013 latar belakang: INFRASTRUKTUR PASAR GLOBAL BIPM Ketertelusuran Pengukuran WTO; OIML Regulasi Penilaian Kesesuaian PASAR GLOBAL Akreditasi ILAC; IAF Standar

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.494, 2015 KEMENPERIN. Standar Nasional Indonesia. Kompor Gas. Sistem Pemantik. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/M-IND/PER/3/2015

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Produk Melamin. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/M-IND/PER/2/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA KERTAS DAN KARTON UNTUK KEMASAN PANGAN SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 111, 214 KEMENPERIN. Standar Nasional Indonesia. Ban. Wajib. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 68/M-IND/PER/8/214

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.261, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Baja Tulangan Beton. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/M-IND/PER/ 2/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... Daftar Isi... BAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 6

Daftar Isi. Kata Pengantar... Daftar Isi... BAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 6 RENCANA STRATEGIS PUSAT AKREDITASI LABORATORIUM DAN LEMBAGA INSPEKSI KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dalam rangka

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe No.1451, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Helm. Kendaraan Bermotor Roda Dua. Wajib. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/M-IND/PER/9/2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA MOTOR BAKAR PENYALAAN KOMPRESI GERAK BOLAK-BALIK UNTUK KEGUNAAN UMUM - SPESIFIKASI, UNJUK KERJA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) PIPA SARINGAN UNTUK SUMUR AIR TANAH SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.692, 2014 KEMENPERIN. Baja Batangan. BJKU. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/M-IND/PER/5/2014 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.227, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Pupuk Anorganik Majemuk. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/M-IND/PER/2/2014 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1417, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Kompor Gas. LPG. Pemantik. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/M-IND/PER/11/2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.152,2012 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/M-IND/PER/1/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KATUP TABUNG BAJA LPG SECARA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA ALAT PEMELIHARAAN TANAMAN SPRAYER GENDONG SEMI OTOMATIS SYARAT MUTU DAN METODE UJI SECARA WAJIB

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.154, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Ban. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/M-IND/PER/1/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Semen. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/M-IND/PER/2/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BAJA LEMBARAN TIPIS LAPIS TIMAH ELEKTROLISA (Bj LTE) SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P No.1730, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. SNI. Air Mineral Demineral. Air Mineral CAlami. Air Minum Embun. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215,2012 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/M-IND/PER/2/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) SELANG KARET UNTUK KOMPOR

Lebih terperinci

2015, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2

2015, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2 No.1452, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Kaca. Wajib.SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80/M-IND/PER/9/2015 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/2007................... TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1503, 2014 KEMENPERIN. SNI. Baja. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84/M-IND/PER/10/2014 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR

Lebih terperinci

2015, No Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan

2015, No Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1449, 2015 KEMENPERIN. Melamin Perlengkapan Makan Minum. Wajib. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/M-IND/PER/9/2015 TENTANG

Lebih terperinci

2014, No Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Ke

2014, No Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Ke No.225, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Regulator. Tabung Baja LPG. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/M-IND/PER/2/2014 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

2016, No Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan L

2016, No Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan L No.17, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. LPK Terdaftar ASEAN. Sertifikat Produk. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No. 1083, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Tepung Terigu. Standar Nasional Indonesia. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/M-IND/PER/7/2015

Lebih terperinci

BADAN STANDARDISASI NASIONAL RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

BADAN STANDARDISASI NASIONAL RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN BADAN STANDARDISASI NASIONAL RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dengan telah ditetapkannya Undang-Undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1452, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Asam Sulfat. Teknis. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/M-IND/PER/12/2013/ TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : T E N T A N G PEMBERLAKUAN SECARA WAJIB STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BATERAI PRIMER

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : T E N T A N G PEMBERLAKUAN SECARA WAJIB STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BATERAI PRIMER PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : T E N T A N G PEMBERLAKUAN SECARA WAJIB STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BATERAI PRIMER MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.856, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Kloset Duduk. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83/M-IND/PER/8/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL SALINAN LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR : 3401/BSN-I/HK.71/11/2001 TANGGAL : 26 November 2001 SISTEM STANDARDISASI NASIONAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.479, 2013 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. SNI. Regulator Tekanan Rendah. Tabung Baja. LPG. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/M-IND/PER/3/2013

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KONSEP TGL. 9-4-2003 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Bab

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Riwayat Perusahaan Departemen perdagangan adalah departemen dalam pemerintahan indonesia yang membidangi urusan perdagangan. Departemen perdagangan dipimpin oleh

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 281, 2016 KEMENPERIN. SNI. Pipa Saluran Air. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/M-IND/PER/2/2016 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1455, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Seng Oksida. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66/M-IND/PER/12/2013 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN STANDARDISASI KETENAGALISTRIKAN DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

KEBIJAKAN STANDARDISASI KETENAGALISTRIKAN DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEBIJAKAN STANDARDISASI KETENAGALISTRIKAN Disampaikan pada Sosialisasi Regulasi Teknik Ketenagalistrikan Medan, 29 Maret 2007 DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DASAR HUKUM (1) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212,2012 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/M-IND/PER/2/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) PUPUK ANORGANIK TUNGGAL SECARA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN SNI SEBAGIAN PARAMETER UNTUK HANDUK SECARA WAJIB

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN SNI SEBAGIAN PARAMETER UNTUK HANDUK SECARA WAJIB PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN SNI SEBAGIAN PARAMETER UNTUK HANDUK SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.857, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Ubin. Keramik. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84/M-IND/PER/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

- 2 - Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

- 2 - Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: - 2 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN. BAB I

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

DRAFT PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :

DRAFT PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : DRAFT PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) MINYAK GORENG SAWIT SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) PRODUK KAWAT BAJA BETON PRA-TEKAN UNTUK KEPERLUAN KONSTRUKSI BETON SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel Pedoman KAN 801-2004 Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel Komite Akreditasi Nasional Kata Pengantar Pedoman ini diperuntukkan bagi lembaga yang ingin mendapat akreditasi sebagai Lembaga Sertifikasi

Lebih terperinci

Isu Prioritas - Standar (SNI)

Isu Prioritas - Standar (SNI) 1 Isu Prioritas - Standar (SNI) Melindungi hak konsumen dan memaksimalkan kepuasan pelanggan adalah bagian dari tujuan utama perusahaanperusahaan di seluruh dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1169, 2013 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Lembaga Penilaian Kesesuaian. SNI. Pendingin Ruangan. Lemari Pendingin. Mesin Cuci. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN SNI SEBAGIAN PARAMETER PERSYARATAN KADAR FORMALDEHIDA DAN LOGAM TEREKSTRAKSI PADA TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL SECARA WAJIB

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.777, 2012 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan SNI. Zat Warna Azo. Formaldehida. Kain Pakain Bayi. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/M-IND/PER/7/2012

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : Final 18 November 2011 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BAJA BATANGAN UNTUK KEPERLUAN UMUM (BjKU) SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan STANDARDISASI KETENAGALISTRIKAN 2.1. Umum Kerja sama di bidang ekonomi antara negara-negara di dunia, seperti Asean Free Trade Area (AFTA), Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dan World Trade Organization

Lebih terperinci

JAKARTA, 19 SEPTEMBER

JAKARTA, 19 SEPTEMBER PEMBACAAN RUMUSAN DAN SAMBUTAN PENUTUPAN SEKRETARIS DITJEN PADA SINKRONISASI KEBIJAKAN JAKARTA, 19 SEPTEMBER 2017 PEMBACAAN RUMUSAN DAN SAMBUTAN PENUTUPAN SEKRETARIS DITJEN PADA SINKRONISASI KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.856, 2015 KEMENPERIN. SNI. Kaca. Bangunan. Blok Kaca. Wajib. Pemberlakuan. NGANPERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-IND/PER/6/2015 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci