MENENTUKAN KOEFISIEN REAKTIVITAS TEMPERATUR BAHAN BAKAR SILISIDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENENTUKAN KOEFISIEN REAKTIVITAS TEMPERATUR BAHAN BAKAR SILISIDA"

Transkripsi

1 1 MENENTUKAN KOEFISIEN REAKTIVITAS TEMPERATUR BAHAN BAKAR SILISIDA Oleh : Tubagus Alpha N. A. ( G ) PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

2 2 MENENTUKAN KOEFISIEN REAKTIVITAS TEMPERATUR BAHAN BAKAR SILISIDA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Oleh : Tubagus Alpha N. A. ( G ) Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor 2005

3 3 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Menentukan koefisien reaktivitas temperatur bahan bakar silisida. Nama : Tubagus Alpha N. A. Nrp : G Menyetujui : Pembimbing I, Pembimbing II, M. Nur Indro, M.Sc TukiranSurbakti, S.Si NIP NIP Mengetahui : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S NIP Tanggal Lulus :

4 4 ABSTRAK SI Faktor keselamatan dari suatu reaktor nuklir merupakan kajian yang sangat penting dalam bidang fisika reaktor karena layak tidaknya suatu reaktor nuklir bergantung pada hal ini. Salah satu besaran yang mempengaruhi keselamatan dari suatu reaktor nuklir ialah koefisien reaktivitas temperatur bahan bakar. Nilai dari koefisien ini menunjukan pengaruh temperatur terhadap reaktivitas dari material bahan bakar. Dalam penelitian ini diteliti nilai dari koefisien reaktivitas bahan bakar silisida pada muatan 400 gram dan 500 gram, yang dioperasikan pada reaktor RSG- GAS Batan Serpong. Hasil yang diperoleh, ternyata koefisien reaktivitas temperatur memiliki nilai yang negatip. Dengan kata lain menunjukan reaktivitas bahan bakar yang berkurang terhadap kenaikan temperatur bahan bakar silisida 400 gram. Sementara itu nilai koefisien reaktivitas temperatur untuk bahan bakar silisida pada muatan 500 gram tidak diperoleh karena ketiadaan data teras setimbang untuk bahan bakar silisida muatan 500 gram.

5 5 PRAKARTA Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmatnya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan tak lupa semoga shalawat serta salam tetap dipanjatkan kepada Rasul ullah SAW, keluarga dan sahabatnya yang setia hingga akhir zaman. Tak lupa saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini diantaranya ialah : 1. Kedua Orang Tua dan adik saya yang tak lelah memberikan dukungan moril dan materiil. 2. Bpk. Tukiran Surbakti, selaku pembimbing kedua yang membimbing jalannya penelitian saya secara langsung. 3. Bpk. M. Nur Indro, selaku pembimbing pertama yang selalu memberikan dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan penelitian. 4. Bpk. Tagor Malem Sembiring, seorang peneliti Batan yang turut mengoreksi hasil dari penelitian yang saya kerjakan. 5. Bpk. Rokhmadi, seorang peneliti Batan yang membantu saya dalam mendapatkan judul penelitian. 6. Bpk. Hanedi Darmasetiawan, selaku komdik yang mendukung dan memberi perhatian kepada jalannya penelitian yang saya kerjakan. 7. Bpk. Akhiruddin Maddu dan Bpk. Irmansyah, yang telah berkenan menjadi dosen penguji pada seminar usul penelitian. 8. Ms Ria yang telah mengizinkan saya untuk menggunakan komputer, printer dan sarana internet di Best Center. 9. Ubink, penunggu Best Center yang sudah nungguin saya ngetik di Best Center sampai larut malam. 10. Mang Krisye dan Bi Geugeu di taman cimanggu yang mengizinkan untuk menggunakan komputer, printer dan sarana internet. 11. Richie dan Wawiko, rekan yang memberikan dukungan moril dam materiil dalam mengerjakan penelitian. 12. Mas Wokib dan Mas Jumali, terima kasih atas literaturnya. 13. Bpk. Firman, yang selalu memberikan informasi akademik dan membantu dalam urusan administrasi akademik. 14. Bpk. Maulana yang menjaga perpustakaan dan memudahkan saya saat pencarian literatur. 15. Kepada ahmi, yang selalu tak lupa meminjamkan VCD anime terbaru sebagai sarana untuk bersantai. 16. Kepada Didi, Rika, Supri, Poetri, Tarpiah, Enda, Yayat, Sigit, Ade, Epi, Mogie, Erus, Cucu, Doddy, Hasan, Gerald, Ain, Yerry, La ode, Ki Agus, Reza, Didit, dan seluruh mahasiswa jurusan Fisika dan Eltek yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Tak lupa saya berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak Batan pada khususnya sebagai pertimbangan penggunaan bahan bakar silisida muatan 400 gram. Dan Mahasiswa pada umumnya sebagai salah satu sumber informasi bagi bidang fisika reaktor.

6 6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 10 april 1982 sebagai anak kesatu dari tiga bersaudara pasangan dr.tb. Merdeka G. A. dan Sufiati Wirasenjaya. Pindah ke Bogor pada tahun 1988 dan mengawali pendidikan di SDN POLISI V Bogor dan melanjutkan ke SLTPN I Bogor. Tahun 2001 penulis lulus dari SMAN I Bogor dan lulus seleksi masuk IPB melalui jalur UMPTN. Penulis memilih Program Studi Fisika pada Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan kampus. Pada tahun 2003 penulis menjabat sebagai ketua departemen material pada kepengurusan HIMAFI dan menjabat sebagai presiden pada kepengurusan PEC. Selain itu, penulis turut aktif dalam kegiatan BEM Fakultas MIPA. Dalam waktu senggang penulis biasanya melakukan beberapa hobi kesukaannya yaitu menonton anime dan film box office, mendengarkan musik anime jepang atau membaca novel harry potter.

7 7 DAFTAR ISI Halaman COVER LUAR i COVER DALAM ii LEMBAR PENGESAHAN iii ABSTRAKSI iv PRAKARTA v RIWA YAT HIDUP vi DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN A. Latar Belakang 2 B. Tujuan Penelitian 2 C. Tempat dan waktu penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Bahan Bakar Silisida 2 B. Siklus Neutron dalam Reaktor 2 C. Koefisien Reaktivitas 4 D. Koefisien Reaktivitas Temperatur Bahan Bakar 4 E. Efek Doppler 5 F. Persamaan Difusi 6 G. Deskripsi RSG-GAS 7 H. Deskripsi Program 8 METODE PENELITIAN A. Tahap Perhitungan dengan Program WIMS D4 8 B. Tahap Perhitungan dengan Program BATAN 2DIFF 9 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Output Program WIMS D4 13 B. Nilai Reaktivitas Temperatur bahan bakar silisida muatan 400 gram 16 KESIMPULAN DAN SARAN 18 DAFTAR PUSTAKA 18 LAMPIRAN 18

8 8 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tampang lintang serapan neutron resonan tiap temperatur pada muatan bahan bakar silisida 400 gram 14 Tabel 2. Nilai kinf tiap temperatur pada muatan uranium silisida 400 gram 15 Tabel 3. Tampang lintang makroskopik nu-fisi neutron termal tiap temperatur pada muatan silisida 400 gram 15 Tabel 4. Nilai koefisien reaktivitas temperatur bahan bakar silisida muatan 400 gram 17 Tabel 5. Nilai koefisien reaktivitas temperatur bahan bakar silisida muatan 250 gram 17 Tabel 6. Perbandingan muatan bahan bakar silisida 250 dan 400 gram 17 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema siklus neutron 3 Gambar 2. Tampang lintang U Gambar 3. Ilustrasi efek Doppler 4 Gambar 4. Skema teras reaktor RSG GAS 7 Gambar 5. Diagram alir program BATAN-2DIFF 10 Gambar 6. Diagram alir program WIMS D4 11 Gambar 7. Urutan eksekusi program WIMS D4 12 Gambar 8. Konfigurasi teras untuk bahan bakar silisida muatan 400 gram 13

9 9 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Input Program WIMS D4 untuk bahan bakar silisida muatan 400 gram 20 Lampiran 2. Card penurunan temperatur T = 20 C 26 Lampiran 3. Card penaikan temperatur T = 100 C 26 Lampiran 4. Card penaikan temperatur T = 150C 27 Lampiran 5. Card penaikan temperatur T = 200 C 27 Lampiran 6. Tampang lintang makroskopik neutron termal dari bahan bakar silisida muatan 500 gram T = 20 C 28 Lampiran 7. Tampang lintang makroskopik neutron termal dari bahan bakar silisida muatan 500 gram T = 100 C 28 Lampiran 8. Tampang lintang makroskopik neutron termal dari bahan bakar silisida muatan 400 gram T = 100 C 29 Lampiran 9. Tampang lintang makroskopik neutron termal dari bahan bakar silisida muatan 400 gram T = 150 C 29 Lampiran 10. Input program BATAN-2DIFF untuk teras reaktor bahan bakar silisida muatan 400 gram dengan T = 20 C 30 Lampiran 11. Skema slab bahan bakar pada teras reaktor RSG GAS 33 Lampiran 12. Komposisi bahan bakar silisida muatan 400, 450, dan 500 gram 34 Lampiran 13. Permodelan teras reaktor RSG GAS Serpong 34 Lampiran 14. Diagram alir penelitian 35 34

10 2 BAB I. PENDA HULUAN A. Latar Belakang Reaktor RSG -GAS yang terdapat di Batan merupakan suatu reaktor nuklir dari jenis reaktor riset, dengan daya 30 MWt. Pada reaktor ini terjadi reaksi nuklir fisi, dimana pada prosesnya suatu bahan bakar reaktor (inti uranium) ditembak oleh neutron termal sehingga terbelah menjadi inti-inti yang lebih ringan disertai dengan pelepasan energi sebesar 200 MeV per reaksi fisi dan pemancaran neutron-neutron baru yang dapat melangsungkan proses-proses fisi berikutnya (reaksi berantai). (1) Suatu perhatian khusus terhadap populasi neutron dalam reaktor harus dilakukan, karena apabila neutron tersebut tidak dapat dikendalikan dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang sangat fatal. (1) Potensi bahaya yang terkandung di dalam reaktor tentu bergantung pada jenis reaktor itu sendiri, tingkat daya yang dihasilkan, karakteristik dari bahan bakar dan teras reaktor, dan lain sebagainya. (2) Dengan mengetahui potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya, reaktor selalu dirancang dengan pertimbangan tertent u agar keselamatan reaktor dapat terjamin. Maka dari itu, suatu analisis terhadap parameter keselamatan RSG-GAS perlu dilakukan untuk mendukung keamanan dari operasi reaktor. Parameter tersebut antara lain adalah koefisien reaktivitas temperatur ( α Τ ), void (uap), serta parameter kinetik. (1) Parameter yang akan dibahas pada makalah ini ialah Koefisien reaktivitas temperatur yang berguna dalam mengamati faktor multiplikasi efektif (k eff) neutron termal pada setiap perubahan suhu dalam ter as reaktor. Pada penelitian ini akan dilakukan perhitungan koefisien reaktivitas temperatur untuk elemen bakar berbahan silisida sebesar 400 gram dengan kerapatan 4.9 gram/cc dan 500 gram dengan kerapatan 5.8 gram/cc. Nilai dari α Τ dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam pemuatan bahan bakar dengan kuantitas yang sebelumnya telah disebutkan. B. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui nilai koefisien reaktivitas temperatur bahan bakar uranium silisida sebesar 400 gram dan 500 gram pad a beberapa nilai temperatur, yang terkait dengan informasi kestabilan dan keselamatan dari reaktor RSG-GAS. C. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan september febuari Tahap awal penelitian yaitu pemograman dengan program WIMS-D4 dilaksanakan di Bogor, tepatnya di kediaman peneliti. Sementara itu tahap akhir penelitian yaitu pemograman dengan program BATAN-2DIFF dilaksanakan di Lab P2TR BATAN, Serpong. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bahan bakar Silisida Elemen bakar biasanya dibuat dalam bentuk oksida atau paduan logam. Contoh komposisi elemen bahan bakar yang banyak dipakai reaktor sekarang ini ialah : UO2, U3 O8-Al, U-ZrH.. dan lain-lain. (3) Tujuan utama dari pembuatan paduan tersebut ialah agar diperoleh bahan bakar yang memiliki nilai bakar yang tinggi, titik leleh yang tinggi, konduktivitas termal yang baik, tahan korosi, tidak mudah retak dan mampu menahan produk fisi yang terlepas. (3) Pada dasawarsa terakhir telah dikembangkan bahan bakar uranium silisida (U3-Si2Al) dalam pengoperasian reaktor nuklir. Bahan bakar uranium silisida dikembangkan dalam rangka mencari bahan bakar yang memiliki tingkat pengkayaan yang rendah namun dengan densitas uranium yang tinggi. (3) Bahan bakar uranium silisida dinyatakan memiliki titik leleh dan konduktivitas termal yang lebih tinggi dari bahan bakar uranium oksida, selain itu bahan bakar ini memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menahan produk fisi yang terlepas, dan pemuaiannya lebih kecil daripada bahan bakar oksida saat temperatur tinggi. (3) Dengan memakai bahan bakar uranium silisida, suatu reaktor nuklir diharapkan memiliki kinerja yang lebih baik. B. Siklus Neutron Dalam Reaktor Pada reaktor nuklir fisi energi diperoleh dari reaksi pembelahan inti (reaksi fisi). Dimana suat u neutron termal (energi neutron < 0.1eV) menumbuk inti atom berat yang dalam hal ini ialah U-235, sehingga menghasilkan 2 inti yang lebih ringan dan disertai dengan pelepasan energi termal. (5) Ilustrasi dari reaksi fisi ditunjukan sebagai berikut : X + n X1 + X2 + (2 atau 3) n + Q +radiasi

11 3 dengan, X : Inti target, biasanya U-235 n : neutron termal, penembak inti target X1 : Inti anak hasil belahan. X2 : Inti anak hasil belahan. n : neutron cepat, dihasilkan sebanyak 2-3 buah Q dengan energi 2 MeV. : Energi termal sebesar 200 MeV. Dari setiap reaksi pembelahan akan dihasilkan 2-3 neutron cepat. Neutron yang dihasilkan pada setiap reaksi pembelahan dapat menyebabkan reaksi pembelahan berikutnya sehingga menimbulkan suatu reaksi berantai. (6) Neutron cepat yang dihasilkan tidak bisa langsung dipakai untuk melakukan reaksi fisi berikutnya karena tidak mampu bereaksi dengan U-235 untuk menghasilkan reaksi fisi. Neutron cepat harus mengalami moderasi terlebih dahulu oleh moderator. Neutron cepat akan mengalami pengurangan energi secara bertahap pada moderator melalui tumbukan dengan inti-inti moderator sampai akhirnya mencapai energi neutron termal yang kurang dari 0.1 ev. (6) Neutron termal yang terbentuk ini akan menumbuk inti U-235 untuk menimbulkan reaksi fisi selanjutnya. Akan tetapi pada reaktor nuklir proses yang terjadi tidak berlangsung sesederhana itu. Seluruh neutron yang dihasilkan tidak serta merta dapat dipakai untuk memicu reaksi fisi lainnya. Terdapat beberapa fenomena yang terjadi pada neutron yaitu, penghamburan neutron oleh inti material fisil (U-235); penangkapan neutron yang menyebabkan fisi; penangkapan neutron yang tidak menyebabkan reaksi fisi; penangkapan neutron oleh material tidak dapat belah dalam teras; dan kebocoran neutron ke lingkungan. (6) gambar 1. Skema siklus neutron (9) Fenomena siklus neutron yang terjadi di atas dinyatakan dalam faktor multiplikasi. Faktor multiplikasi ini memberikan informasi mengenai perban dingan jumlah neutron yang dihasilkan pada suatu siklus terhadap jumlah neutron pada awal siklus. Faktor multiplikasi dibagi dalam 2 macam yaitu; faktor multiplikasi tak hingga (k ) dan faktor multiplikasi efektif (keff). (4) Faktor multiplikasi tak hingga (k ) ialah jumlah neutron hasil pembelahan pada suatu siklus terhadap jumlah neutron yang diserap pada siklus sebelumnya. Faktor ini dipengaruhi oleh pertambahan dan pengurangan fluks neutron dalam teras reaktor yang besarnya tak berhingga. (6) Faktor ini dinyatakan dengan persamaan : = k jumlah neutron hasilpembelahan padasatu siklus jumlah neutron yangdiserappadasiklussebelumnya.. (1) Sebaliknya, faktor multiplikasi efektif (keff) menggambarkan siklus neutron yang sebenarnya pada reaktor nuklir. (6) Faktor ini mengikut sertakan jumlah neutron yang hilang akibat kebocoran. Fakt or ini dinyatakan dalam persamaan : k eff = jumlah jumlah generasi neutron serapan yang sebelumnya neutron diproduksi pada dari pembelahan pada jumlah neutron yang + generasi sebelumnya satu bocor generasi pada... (2)

12 4 Jika nilai faktor multiplikasi efektif sama dengan satu (keff = 1), jumlah neutron termal yang dihasilkan pada akhir siklus akan sama dengan jumlah neutron termal yang diserap pada awal siklus sehingga daya reaktor cenderung konstan dan reaktor dinyatakan berada dalam keadaan kritis. (6) Sementara pada saat k eff > 1, maka populasi neutron cenderung meningkat tiap siklus sehingga daya reaktor naik seiring waktu dan reaktor berada dalam keadaan superkritis. (6) Sedangkan kondisi pada saat keff < 1 disebut sebagai kondisi subkritis karena jumlah neutron termal semakin berkurang sehingga daya reaktor makin menurun dan akhirnya mengalami shut down. (5) C. Koefisien Reaktivitas Reaktivitas menyatakan perubahan faktor multiplikasi efektif teras reaktor yang disebabkan oleh kondisi reaktor. (1) Reaktivitas teras akan berubah jika terjadi perubahan pada kondisi operasi reaktor, misalnya perubahan posisi batang kendali, modifikasi reflektor atau susunan teras, masuknya sumber neutron atau penyerap neutron ke dalam teras. (1) Secara matematis reaktivitas dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : keff 1 = keff ρ... (3) dengan, ρ : reaktivitas keff : faktor multiplik asi efektif Reaktivitas dapat pula didefinisikan sebagai perubahan populasi neutron dalam satu siklus per populasi neutron pada akhir siklus. (6) Reaktor mempunyai faktor-faktor inherent (internal) yang dapat merubah reaktivitas walaupun reaktor dirancang untuk beroperasi pada daya konstan. (2) Faktor-faktor inherent yang paling berpengaruh terhadap perubahan reaktivitas tersebut adalah perubahan suhu, meningkatnya konsentrasi Xenon ( produk samping fisi ), perubahan jumlah bahan bakar di dalam teras reaktor, terjadi void (uap) di dalam moderator atau pendingin. Perubahan reaktivitas yang disebabkan oleh faktor-faktor di atas dinyatakan dalam besaran koefisien reaktivitas (α). (4) D. Koefisien Reaktivitas Temperatur Bahan Bakar Koefisien reaktivitas temperatur (ατ) didefinisikan sebagai turunan parsial reaktivitas terhadap perubahan temperatur. (1) α Τ = δρ / δt... (4) δρ : perubahan reaktivitas δt : perubahan temperatur Nilai dari koefisien reaktivitas temperatur akan menentukan kestabilan reaksi nuklir dalam reaktor. Pada kasus koefisien reaktivitas temperatur yang bernilai positip, maka hal tersebut akan menyebabkan bertambahnya reaktivitas bila terjadi kenaikan temperatur, sehingga mengakibatkan peningkatan daya pada reaktor. Sebaliknya apabila koefisien reaktivitas temperatur bernilai negatip, maka kenaikan temperatur akan menyebabkan penurunan reaktivitas dan berlanjut dengan penurunan daya reaktor sehingga reaktor cenderung dalam keadaan aman. (1) Salah satu efek yang umum terjadi pada reaktor nuklir ialah efek Doppler. Efek Doppler ialah fenomena pelebaran daerah neutron resonan pada tampang lintang energi neutron seiring dengan kenaikan suhu pada bahan bakar. Pelebaran daerah resonan mempunyai efek yang sangat penting dal am fenomena penyerapan neutron resonan. Seperti yang telah diketahui bahwa tampang lintang makroskopik dari U-238 menunjukan penyerapan yang tinggi pada kelompok energi neutron resonan (neutron dengan bentuk kurva energi yang tajam ). Sebagai akibatnya laju serapan neutron resonansi di elemen bakar bertambah. Kenaikan temperatur pada elemen bakar meningkatkan laju serapan neutron resonansi pada U-238 dan mengakibatkan menurunnya reaktivitas temperatur bahan bakar diikuti dengan menurunnya daya dari reaktor. (2) Koefisien reaktivitas temperatur elemen bakar dinyatakan sebagai perubahan reaktivitas persatuan perubahan temperatur elemen bakar, dimana: (1) α Τf = δρ / Τf δ (5) Koefisien reaktivitas αtf dapat dihitung dengan melakukan pendekatan: (1) α Τf = ρ / Τ f (6)

13 5 Nilai tersebut juga tergantung pada jenis dan suhu bahan bakar. (1) Koefisien reaktivitas temperatur yang bernilai negatip menunjang kualitas keselamatan operasi reaktor, dimana daya reaktor akan berkurang dengan kenaikan suhu. E. Efek Doppler Efek Doppler ialah peristiwa pelebaran puncak energi neutron resonan, yaitu neutron dengan bentuk kurva energi yang tajam berupa puncak dan lembah yang terlihat jelas pada kurva tampang lintang serapan mikroskopik dari U-238 pada gambar 2. (6) Pelebaran ini terjadi akibat meningkatnya temperatur teras reaktor selama reaksi fisi berlangsung. Seperti diketahui bahwa neutron resonan yang berada pada rentang energi 7eV - 200eV memiliki tampang lintang reaksi yang cukup tinggi terhadap U-238 ( karena memiliki nilai energi yang sesuai dengan nilai energi eksitasi inti U-238 ) sehingga pelebaran dari puncak neutron resonan akan meningkatkan serapan neutron oleh U-238 dan mengakibatkan berkurangnya jumlah neutron termal yang diserap oleh U- 235 sehingga keff menjadi berkurang. (6) Gambar 2. Tampang lintang U-238 (7) Adapun pengaruh peningkatan temperatur terhadap melebarnya puncak neutron resonan ialah karena gerakan termal dari inti target yang meningkatkan probabilitas penyerapan neutron. Inti target berosilasi terhadap posisi normalnya akibat peningkatan temperatur, sehingga tidak hanya neut ron dengan energi tertentu saja yang terserap melainkan juga neutron lain yang memiliki energi yang berada pada interval energi neutron yang sebelumnya akan memiliki probabilitas absorbsi yang besar. (6) Hal ini disebabkan karena apabila inti target berge rak terhadap neutron datang maka neutron dengan energi yang lebih kecil dari energi yang seharusnya akan diserap sementara itu hal sebaliknya akan terjadi apabila inti target begerak pada arah yang sama dengan neutron datang. Sehingga puncak-puncak resonan akan lebih lebar pada temperatur yang tinggi. (6) Dengan meningkatnya temperatur teras reaktor maka energi termal dari inti target bertambah dan oleh karenanya neutron dengan energi yang lebih rendah dan lebih tinggi dari nilai energi eksitasi inti target akan dengan mudah diserap. (6) Gambar 3. Ilustrasi efek doppler Pelebaran dari puncak resonan ( doppler broadening ) akan menyebabkan perubahan reaktivitas bahan bakar. Seperti diketahui bahwa proses fisi menghasilkan neutron berenergi tinggi yang kemudian dimoderasi melalui tumbukan-tumbukan dengan partikelpartikel moderator dan neutron akan mengalami pengurangan energi secara bertahap. Dan pada saat neutron -neutron tersebut mencapai nilai interval energi resonan maka probabilit as terserapnya neutron oleh inti U-238 akan sangat besar, sementara hal sebaliknya terjadi pada U-235. (6) Peristiwa ini mendorong terjadinya penurunan reaktivitas reaktor. Efek doppler dinyatakan dalam persamaan : 2 σ γ π σ (, ) exp ( E E ) 1Γ 1 γ E T = 2.. (7) 2Γ D Γ D dengan, σ γ ΓD Γ γ : tampang lintang serapan U-238 hasil doppler broadening : lebar doppler : lebar radiasi E / E1 : energi neutron / energi serapan resonan U- 238 : tampang lintang serapan U-238 saat T = 0K σ 1

14 6 Dimana ΓD dinyatakan dengan : dengan, Γ D 1/ E kt = A... (8) E 1 : energi serapan resonan U-238 k : konstanta Boltzmann T : Temperatur A : Nomor massa U-238 Persamaan diatas menunjukan bahwa tampang lintang serapan U-238 pada daerah resonansi menurun terhadap kenaikan temperatur, meskipun demikian fluks neutron pada daerah resonansi menjadi semakin besar, sehingga berpengaruh secara langsung terhadap serapan neutron termal oleh U-235. F. Persamaan Difusi Pergerakan neutron dalam teras reaktor sangat rumit, karena neutron bergerak secara acak dan terjadi tumbukan berulang-ulang dengan inti target maupun moderator ( H2O ). (5) Sebagai akibat dari pergerakan ini, neutron yang sebelumnya berada pada satu bagian dari reaktor dan bergerak pada arah dan dengan energi tertentu, pada saat yang lain akan muncul di bagian yang lain dengan arah gerakan dan energi yang berbeda. (5) Dalam kasus ini neutron dikatakan ditransport dari daerah ruang dan energi awal ke daerah ruang dan energi kedua. Kajian dari fenomena ini sering disebut sebagai teori transport. (5) Pada kenyataannya persamaan transport sangat sulit untuk diselesaikan, dan oleh karena itu dikembangkan suatu bentuk persamaan lain sebagai bentuk pendekatan terhadap teori transport yaitu persamaan difusi. (5) Penurunan persamaan difusi menggunakan konsep keseimbangan jumlah neutron yang masuk dengan neutron yang keluar. Solusi dari persamaan difusi ini memberikan bentuk distribusi fluks neutron terhadap ruang. Pada persamaan ini energi neutron diasumsikan memiliki grup -grup energi mulai dari kelompok energi neutron lambat hingga neutron cepat. (5) Persamaan difusi secara umum dinyatakan dengan bentuk :. D g ( r). φ g ( r) + g t ( r) φ g ( r) = G g ' = 1 g' g s ( r) φ g '? ( r) + k g G v eff g ' = 1 g ' f ( r) φ g' ( r) (9) dengan, G = jumlah grup energi g = indeks grup energi r = Posisi g φ = fluks neutron di dalam grup g D g = tetapan difusi grup g (1/3 g tr ) ' g s = tampang lintang hamburan (transfer) dari g ke g? g = fraksi sumber fisi kelompok g k eff = faktor multiplikasi efektif g tr = tampang lintang transport grup g v g = tampang lintang sumber fisi dari grup g f g t g a = tampang lintang total grup g a g' = 1 g G = + g g ' = tampang lintang absorpsi grup g s

15 7 Dari penurunan persamaan difusi dapat diperoleh solusi berupa nilai keff teras reaktor. Faktor multiplikas i teras (keff) dapat dicari melalui persamaan : (10) (n) (n) Produksi k eff = (n) (n) Serapan + Kebocoran... (10) dengan, Produksi (n) G = g g,( n) v r dv g f ( r) φ ( ) = 1 (11) Serapan (n) G = g g,( n) a (r) φ (r)dv (12) g = 1 Kebocoran (n) G g g,( n) = D (r). φ ( r) da (13) Og = 1 Persamaan (11), (12), dan (13) merupakan solusi dari penurunan persamaan difusi. G. Deskripsi RSG-GAS Reaktor RSG -GAS yang terletak di kawasan serpong merupakan jenis reaktor penelitian yang dibuat untuk memanfaatkan fluks neutron yang diperoleh dari fisi nuklir, sementara energi panas yang dihasilkan reaksi fisi dilepaskan melalui sistem pendingin ke lingkungan. (3) Sesuai dengan namanya yaitu Reaktor Serba Guna, reaktor tersebut juga dimanfaatkan sebagai : Fasilitas produksi Radioisotop berupa Mo-99, Ir-192, dan Iodine. Uji material untuk elemen bakar PLTN. Fasilitas produksi Silicon Fasilitas analisa aktivasi neutron dan radiografi neutron. (3) Reaktor RSG -GAS bertipe reaktor kolam dengan daya operasi sebesar 30 MW. (3) Jenis bahan bakar yang digunakan ialah Uranium diperkaya (19.8%) dalam senyawa oksida U3O8-Al, dan baru-baru ini telah dikembangkan bahan bakar silisida U3Si2-Al yang memiliki performa lebih baik dibanding senyawa oksida. (3) Elemen bakar tersebut disusun dalam plat dalam bentuk bun del rektangular, dengan jumlah 21 plat tiap bundelnya. (3) Teras reaktor berbentuk segi empat dengan 100 posisi yang terdiri atas; 40 posisi untuk elemen bakar, 8 posisi elemen kendali, 4 posisi sentral untuk fasilitas CIP, 4 posisi iradiasi IP dan selebihnya diisi dengan elemen reflektor (berilium) dan fasilitas iradiasi rabbit system. Baik komponen pendingin dan moderator menggunakan H2O, sementara reflektor menggunakan bahan berilium. (3) Skema dari teras reaktor RSG -GAS beserta komponen penunjangnya dilampirkan pada gambar 4. K BS B B P B B B BS B B J B BS B R T F B B B B BS B H B B B BS G B 3 8 IP CE B BS B F 2 2 CE CE B PN RS E D 3 5 CE 6 IP 4 8 CIP 6 4 IP CE B B HY RS HY RS C 2 7 CE CE B HY RS B BS NS 6 8 CE 8 IP 8 4 B B HY RS A B B BS B Beryllium Block Reflector Gambar 4. Skema teras reaktor RSG -GAS (3)

16 8 Keterangan : B BS CIP/IP = Beryllium Element. = Beryllium Element with plug. = Central Irradiation Position. PNRS/HYRS = Pneumatic/ Hydraulic Rabbit System. = Fuel Element. CE = Cell Element. PRTF = Power Ramp Test Facilities. H. Deskripsi Program Program WIMS adalah suatu paket program yang dikembangkan oleh badan penelitian Winfirth dari United Kingdom Atomic Energy Authority, Ingris. Versi pertama telah digunakan untuk aplikasi desain reaktor pada tahun Setelah lebih dari 20 tahun dilakukan pengembangan metode, model dan teknik pemograman, WIMS versi D4 adalah paket program yang paling populer digunakan untuk perhitungan reaktor secara luas. Sedangkan, paket program BATAN- 2DIFF merupakan paket program standar untuk perhitungan-perhitungan manajemen bahan bakar teras reaktor nuklir berdasarkan teori difusi netron banyak kelompok 2 dimensi. Berbagai opsi perhitungan disediakan dalam program ini, misalnya pencarian teras setimbang, pencarian soal nilai eigen adjoint, perhitungan parameter kinetik, dan perhitungan perubahan reaktivitas berdasarkan teori pertubasi. Keluaran paket program ini memberikan informasi dan data terinci yang memudahkan pengguna untuk memperoleh data yang diinginkan. Program ini dikembangkan sebagai kode berbahasa FORTRAN 77 dalam komputer DEC AXP BAB III METODE PENELITIAN A. Tahap perhitungan dengan program WIMS-D4 Paket program WIMS-D4 ialah paket program yang digunakan pada tahap perhitungan sel bahan bakar. Program ini berfungsi untuk mengolah input dari teras rektor untuk menghasilkan keluaran berupa konstanta tampang lintang makroskopik material teras reaktor. Dalam program ini elemen teras reaktor RSG GAS dimodelkan sebagai kumpulan pelat-pelat yang tersusun atas meat, cladding, moderator, dan extra region. (11) Input yang dipersiapkan untuk paket program WIMS-D4 ialah be rupa komposisi elemen bakar reaktor RSG GAS, variasi nilai temperatur elemen bakar ( 20 C, 100 C, 150 C dan 200 C ), perkiraan nilai burn-up (fraksi bakar) tiap nilai temperatur dan perkiraan nilai buckling tiap nilai temperatur. Program di run hingga didapat nilai perkiraan burn up yang sesuai dengan nilai burn-up teras dan nilai perkiraan buckling yang sesuai dengan nilai buckling teras Skema umum diagram alir program WIMS-D4 ditunjukan pada gambar 6. Sementara itu urutan eksekusinya ditunjukan pada gambar 7. Secara garis besar perhitungan program WIMS-D4 terdiri atas 3 bagian yaitu perhitungan banyak kelompok, transport utama, dan blok edit. Pada bagian pertama, dihitung spektrum neutron dalam geometri sederhana dan kelompok yang bersesuaian dengan pustakan program ( 69 kelompok ), dan menggunkannya untuk meringkas jumlah tenaga menjadi hanya 4 grup ( few groups ) yaitu : 1. Neutron cepat, kelompok 1-5 dengan energi 0,821 MeV< E 10 MeV. 2. Neutron perlambatan, kelompok 6-15 dengan energi 5,531 KeV< E 0,821 MeV. 3. Neutron resonansi, kelompok dengan energi 0,625 KeV< E 5,531 KeV. 4. Neutron termal, kelompok dengan energi < 0,615 ev. (11) Tampang lintang makroskopik tenaga neutron, yang diperlukan sebagai koefisien persamaan banyak kelompok, diperoleh langsung dari kerapatan atom isotop yang diberikan pada input program serta tampang lintang mikroskopik dari pustaka program. (11) Pada bagian kedua dilakukan perhitungan banyak kelompok. Analisanya diberikan dengan permodelan sel tunggal dalam koordinat planar maupun annular. Sel ini tersusun atas 4 region, dimana indeks 1 untuk region bahan bakar (meat), indeks 2 untuk kelongsong (cladding), indeks 3 untuk moderator, dan indeks 4 untuk extra region. Dimensi dan komposisi dari tiap region berasal dari input program. Setelah diperoleh spektrum banyak kelompok di keempat region, konstanta banyak kelompok diringkas menjadi 4 kelompok (few groups). (11)

17 9 Empat rutin dengan metode berlainan digunakan dalam perhitungan transport utama, yaitu PIJ, DSN, PERSEUS, dan PRIZE. Pada perhitungan model sel tunggal dipakai salah satu rutin: DSN dengan metode differential transport dan PERSEUS dengan metode integral transport. Perhitungan di sel tunggal tersebut dilakukan dengan memberi syarat batas pantulan, dimana terjadi kesetimbangan arus neutron pada batas sel. (11) Pada bagian edit diberikan koreksi atas syarat batas ini dengan menghitung fluks bocoran. Perhitungan dilakukan dengan pendekatan harga buckling pada masukan program untuk tiap nilai temperatur sel bahan bakar. (11) B. Tahap perhitungan dengan program BATAN -2DIFF Data input program BATAN-2DIFF berupa tampang lintang makroskopik bahan bakar silisida pada setiap kondisi temperatur teras yang telah diberikan oleh program WIMS dimasukan ke dalam sub program INP, setelah itu diubah kedalam format CIT agar terbaca oleh program BATAN-2DIFF. Selain itu terdapat data masukan lainnya berupa : 1. Geometri reaktor, syarat batas, kondisi dan pembangkitan panas termal. 2. Data elemen bahan bakar 3. Pendefinisian syarat batas dan lebar mesh. 4. Buckling ke arah axial untuk geometri x-y. 5. Panjang periode pembakaran teras. 6. Pilihan perhitungan xenon dan samarium. 7. Tebakan awal untuk k eff. 8. Pengendalian iterasi dalam dan luar. 9. Pengendalian keluaran. Kemudian subprogram INP akan menghitung dimensi mesh, susunannya pada domain ruang dan persiapan yang lain. (12) Fungsi utama dari subprogram CUBIC adalah unt uk menyediakan tampang lintang dengan metoda cubic spline dan menandakannya ke dalam mesh-mesh yang telah ditentukan. Data masukan elemen bakar, seperti tingkat burn up dan pemuatan bahan fisil dari subprogram INP digunakan sebagai parameter untuk interpolasi. Penandaan tampang lintang untuk setiap mesh diperlukan oleh subprogram DIFF yang melakukan perhitungan difusi neutron banyak kelompok 2 dimensi. Waktu komputasi yang diperlukan oleh subprogram DIFF adalah yang paling panjang dibandingkan dengan subprogram yang lain. Hasil yang penting dari perhitungan difusi tersebut ialah distribusi rapat daya ( rerata elemen bakar ) yang diperlukan pada perhitungan fraksi bakar selanjutnya. (12) Dengan menggunakan distribusi rapat daya rerata elemen bakar dri hasil perhitungan difusi sebelumnya, subprogram BURN mensimulasikan pembakaran elemen bakar untuk waktu pembakaran yang telah ditentukan dan menghitung tingkat burn up akhir pembakaran untuk setiap elemen bakar. Subprogram FUEL menyimpan hasil-hasil perhitungan burn up. Jika perhitungan burn up diterukan maka tingkat fraksi bakar elemen bakar dimasukan ke subprogram CUBIC sehingga tampang lintang yang baru dapat ditemukan melalui interpolasi data pustaka. (12) Perhitungan pembakaran akan berhenti apabila waktu yan g dispesifikasi pengguna tercapai, kemudian perhitungan difusi dan burn up dicetak oleh subprogram PRINT. Data keluaran utama dari paket program BATAN 2DIFF adalah : 1. Faktor perlipatan teras pada awal dan akhir siklus pembakaran ( keff teras ). 2. Fluks neutron kelompok dan distribusi rapat daya untuk awal dan akhir siklus pembakaran. 3. Tingkat burn up awal dan akhir untuk setiap elemen bakar yang dimasukan di dalam perhitungan burn up. 4. Rapat nuklida rerata elemen bakar untuk bahan fisil, xenon dan samarium. 5. Keseimbangan neutron untuk seluruh reaktor dan setiap jenis material teras. 6. Hasil perhitungan lain berupa distribusi fluks neutron adjoint, perubahan reaktivitas berdasarkan teori pertubasi, parameter kinetik integral dll. (12) Dalam tahap ini data yang akan diambil ialah data keff dan reaktivitas teras pada setiap kondisi temperatur yang diinginkan ( 20ºC, 100ºC, 150ºC, 200ºC ). Kemudian untuk menghitung nilai perubahan reaktivitas elemen bakar tiap kenaikan temperatur, dapat diambil rentang keadaan temperatur misalnya pada T=20 C dan T=50 C, maka dapat diperoleh nilai perubahan reaktivitas temperatur elemen bahan bakar ( ρ) melalui persamaan (14). keff (20) - keff (50) = ρ (20-50) keff (20) X keff (50).. (14) Dari hasil tersebut dapat kita peroleh nilai koefisien reaktivitas temperatur dari bahan bakar uranium silisida ( αtf ) melalui persamaan (6).

18 10 START INPUT DATA INP LIB CUBIC DIFF BURN FUEL Y CONT? N PRINT OUTPUT END Gambar 5. Diagram alir program BATAN-2DIFF

19 Pustaka WIMS D4 Data input geometri dan 11 komposisi Perlakuan thd resonansi Perhitungan Banyak kelompok Tampang lintang makroskopik untuk 69 kelompok tenaga, geometri sederhana Perhitungan spektrum tenaga neutron Tampang lintang makroskopik hasil few groups PERHITUNGAN Cluster? ya tidak TRANSPOR UTAMA Smeared fuel? geometri Tidak differensial Penyelesaian integral (r,z) Transport PIJ DSN PERSEUS PRIZE EDIT Koreksi Transport tidak Difusi anisotropik ya ya Koreksi jalan neutron tidak Benoist Ariadne B1 Buckling Teori Difusi Keff, B² kritis Laju reaksi Burn up Sesuai? tidak ya Stop Gambar 6. Diagram alir program WIMS-D4

20 12 Wims. INP Perhitungan dan update data masukan Card POWERC Run Wims Wims. Out Run Step Burn Run Read Burn % burn up benar? tidak ya Run Update Buck Wims. OUT ya Bz² benar? tidak Update critical-buckling Run LibDat Grafik dan dokumen Run Link Dif Konstanta sel Gambar 7. Urutan eksekusi program WIMS-D4

21 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Output program WIMS D4 Pada penelitian ini telah diteliti nilai koefisien reaktivitas temperatur dari bahan bakar uranium silisida pada muatan sebesar 400 dan 500 gram. Muatan uranium silisida 400 dan 500 gram jelas memiliki kandungan U-235 (bahan bakar fisil ) yang lebih besar daripada pada muatan 250 gram yang pada saat ini masih digunakan oleh reaktor RSG - GAS Batan Serpong. Sehingga secara teori penggunaan U-235 yang lebih besar akan menghasilkan daya yang lebih besar dibandingkan bahan bakar terdahulu. Dalam penelitian ini parameter yang diubah dalam program WIMS-D4 ialah parameter temperatur dari bahan bakar siliisida 400 gram, sehingga faktor faktor yang mempengaruhi penelitian berasal dari perilaku fisik bahan bakar tersebut. Dalam penelitian ini terdapat perubahan yang dilakukan pada teras reaktor. Yaitu ditempatkannya 2 buah batang kendali pengaman pada grid G-10 dan B-3 menggantikan elemen berilium (Be). Keberadaan Batang kendali Pengaman ini tak lain ialah untuk mengantisipasi reaktivitas lebih dari reaktor, mengingat jumlah dari U- 235 yang lebih besar dibandingkan pada muatan 250 gram. Posisi dari kedua batang kendali pengaman tersebut berada dalam keadaan stand by ( posisi di atas teras reaktor ), dalam perhitungan BATAN 2DIFF grid G-10 dan B-3 diisi dengan elemen moderator ( H2O ). Konfigurasi teras yang baru dapat diamati pada gambar dibawah ini. Meskipun terdapat penambahan batang kendali, hal ini dipastikan tidak akan mempengaruhi fenomena yang berlangsung pada sel bahan bakar karena posisi kedua batang kendali pengaman berada di atas teras sehingga tidak terjadi penyerapan neutron oleh batang kendali. gambar 8. Konfigurasi teras untuk bahan bakar silisida muatan 400 gram. Keterangan : B = Beryllium Element BS = Beryllium Element with plug CIP/IP = Central Irradiation Position PNRS/HYRS = Pneumatic/ Hydraulic Rabbit System = Fuel Element CE = Cell Element W = Water element PRTF = Power Ramp Test Facilities

22 14 Tabel 1. Tampang lintang serapan neutron resonan tiap temperatur pada muatan uranium silisida 400 gram Step Burn-up ( % ) 0 0,1 0, Tampang Lintang Serapan T = 20 C ( cm 1 ) E E E E E E E E E E E E E E E E E-02 Tampang Lintang serapan T = 100 C ( cm 1 ) E E E E E E E E E E E E E E E E E-02 Tampang Lintang serapan T = 150 C ( cm 1 ) E E E E E E E E E E E E E E E E E-02 Tampang Lintang serapan T = 200 C ( cm 1 ) E E E E E E E E E E E E E E E E E-02 Melalui perhitungan dengan paket program WIMS-D4 diperoleh keluaran berupa tampang lintang makroskopik dari material bahan bakar. Dimana untuk selanjutnya keluaran tersebut akan dipakai sebagai data masukan dalam tahap perhitungan dengan paket program BATAN-2DIFF untuk mendapatkan data reaktivitas dan keff teras. Secara umum keluaran program WIMS- D4 memperlihatkan tampang lintang makroskopik yang terdiri atas tampang lintang difusi, absorbsi, nu-fisi dan hamburan dari 4 grup energi neutron beserta nilai kinf tiap -tiap step burn-up. Nilai kinf belum bisa dijadikan sebagai gambaran dari keff teras, karena keluaran dari program WIMS hanya menampilkan keadaan dari sel bahan bakar bukan teras reaktor secara keseluruhan. Pada Tabel 1 ditampilkan tampang lintang makroskopik serapan dari grup energi neutron ketiga ( neutron resonan ) pada setiap kondisi temperatur sel bahan bakar yang diujikan. Perlu diketahui bahwa serapan terhadap neutron resonan akan mempengaruhi reaksi fisi dari U-235 seiring den gan kenaikan temperatur dari bahan bakar. Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa nilai tampang lintang serapan neutron resonan meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur teras. Data yang dibandingkan ialah data step burn-up yang sama pada nilai temper atur yang berbeda, dalam program WIMS-D4 kenaikan nilai step burn-up tidak berkaitan dengan nilai perubahan temperatur teras melainkan hanya menunjukan kuantitas bahan bakar yang telah terbakar. Secara teori tampang lintang serapan neutron resonan pada bahan bakar U-238 akan menurun terhadap kenaikan temperatur namun bukan berarti fluks neutron resonan yang diserap menurun, karena pelebaran doppler ( doppler broadening ) yang terjadi justru meningkatkan fluks neutron resonan yang diserap oleh U-238. Sehingga mengurangi intensitas serapan neutron termal oleh U-235. Data pada tabel di atas menunjukan nilai tampang lintang serapan yang meningkat terhadap kenaikan temperatur. Hal ini terjadi karena keluaran dari program WIMS-D4 pada tampang lintang makroskopik serapan dari neutron resonan tidak hanya mewakili serapan oleh U-238, melainkan mewakili serapan neutron resonan oleh seluruh material teras. Untuk lebih jelas, pada Tabel 2 ditunjukan nilai kinf dari sel bahan bakar silisida muatan 400 gram pada setiap nilai temperatur bahan bakar. Pada data tersebut terlihat bahwa nilai kinf sel bahan bakar menurun seiring dengan kenaikan temperatur dari sel bahan bakar. Hal ini menyatakan bahwa pada sel bahan bakar telah terjadi penurunan reaksi fisi dari neutron termal seiring dengan kenaikan nilai temperatur, dan penurunan tersebut dapat diamati pada Tabel 3 yang memperlihatkan penurunan tampang

23 15 lintang makroskopik nu-fisi dari neutron termal setiap nilai temperatur pada sel bahan bakar. Dengan menurunnya tampang lintang makroskopik nu-fisi dari neutron termal maka laju reaksi dari reaksi fisi yang terjadi pada U-235 akan semakin berkurang sekaligus memberikan kontribusi yang negatip terhadap reaktivitas temperatur bahan bakar uranium silisida. Tabel 2. Nilai k inf tiap temperatur pada muatan uranium silisida 400 gram Step Burn-up ( % ) 0 0,1 0, K- INF ( T = 20 C ) K-INF ( T = 100 C ) K-INF ( T = 150 C ) K- INF ( T = 200 C ) Tabel 3. Tampang lintang makroskopik nu-fisi neutron termal tiap temperatur pada muatan silisida 400 gram Step Burn-up ( % ) 0 0,1 0, Tampang Lintang nu -fisi T = 20 C ( cm 1 ) E E E E E E E E E E E E E E E E E-02 Tampang Lintang nu-fisi T = 100 C ( cm 1 ) E E E E E E E E E E E E E E E E E-02 Tampang Lintang nu-fisi T = 150 C ( cm 1 ) E E E E E E E E E E E E E E E E E-02 Tampang Lintang nu -fisi T = 200 C ( cm 1 ) E E E E E E E E E E E E E E E E E-02

24 16 Selain itu terdapat data tampang lintang difusi dan hamburan neutron termal ( data tampang lintang difusi dapat dilihat pada lampiran ). Nilai dari tampang lintang difusi berbanding lurus dengan fluks kebocoran neutron. Sementara itu nilai tampang lintang hamburan akan berbanding lurus dengan populasi neutron energi rendah dalam teras reaktor. Dari keluaran WIMS-D4 nilai tampang lintang difusi meningkat secara lambat terhadap kenaikan temperatur bahan bakar. Hal ini menyatakan kebocoran neutron termal yang semakin bertambah dan turut memberikan kontribusi pada negatipnya nilai reaktivitas temperatur bahan bakar. Sementara itu nilai dari tampang lintang hamburan neutron termal relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan, sehingga pengaruhnya tidak begitu besar tehadap nilai reaktivitas temperatur bahan bakar. Sementara itu penelitian terhadap bahan bakar silisida dengan muatan 500 gram tidak dapat diteruskan karena tidak tersedianya data step burn up elemen bakar pada keadaan reaktor setimbang. Data ini diperlukan dalam proses interpolasi yang memberikan keluaran berupa tampang lintang makroskopik material bahan bakar pada teras reactor. Sehingga nilai keff yang dibutuhkan dalam mencari nilai koefisien reaktivitas silisida tidak dapat diperoleh. Meskipun demikian keluaran dari program WIMS-D4 untuk muatan 500 gram memberikan nilai kinf yang menurun pada setiap kenaikan temperatur bahan bakar, sehingga nilai reaktivitas temperatur bahan bakarnya memiliki kemungkinan bernilai negatip. B. Nilai Reaktivitas Temperatur bahan bakar silisida muatan 400 gram. Dari penelitian ini didapatkan hasil berupa nilai keff dari tiap -tiap temperatur yang diujikan beserta nilai reaktivitas, perubahan reaktivitas dan nilai koefisien reaktivitas temperatur bahan bakar silisida untuk bahan bakar silisida muatan 400 gram yang akan menjadi pokok bahasan dalam makalah ini. Hasil-hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 di baw ah. Nilai keff dan nilai ρ merupakan keluaran langsung dari program BATAN-2DIFF, sementara itu ρ dan αtf merupakan hasil turunan dari data awal yang diselesaikan dengan persamaan (12) dan persamaan (6). Nilai dari perubahan reaktivitas ( ρ ) dari tiap -tiap kondisi temperatur bahan bakar ialah selisih reaktivitas tiap temperatur dengan temperatur 20 C. Dengan demikian nilai koefisien reaktivitas temperatur bahan bakar silisida dihitung terhadap kondisi temperatur 20 C. Nilai negatip yang tertera pada data di atas menunjukan kondisi reaktivitas yang menurun terhadap temperatur bahan bakar. Dari penelitian ini ternyata didapatkan hasil yang ternyata sesuai dengan teori. Dimana nilai dari reaktivitas temperatur bahan bakar silisida berkurang seiring dengan kenaikan temperatur pada material bahan bakar tersebut, sehingga faktor perlipatan neutron dalam teras reaktor nilainya semakin kecil, selain itu nilai dari koefisien reaktivitas temperatur bahan bakar silisida memiliki nilai yang negatip. Nilai tersebut sesuai dengan nilai yang disyaratkan kepada setiap jenis bahan bakar nuklir yang akan digunakan pada reaktor penelitian maupun reaktor daya. Secara umum fenomena perubahan reaktivitas yang bernilai negatip disebabkan oleh 3 hal yaitu : 1. Peristiwa efek Doppler, dimana spektrum energi neutron resonansi diserap oleh bahan bakar fertil U-238 dengan tampang lintang yang besar. 2. Ekspansi termal pada bahan bakar U- 235 sehingga densitasnya berkurang, Hal tersebut mempengaruhi probabilitas dari penangkapan neut ron termal yang menghasilkan reaksi fisi. 3. Pergeseran spektrum energi neutron akibat peningkatan energi termal pada teras. Energi panas yang dihasilkan oleh reaksi fisi akan mengakibatkan spektrum neutron termal bergeser ke spektrum neutron resonan. Sehingga probabilitas serapan pada U-235 menjadi berkurang. Hal-hal diatas merupakan faktor penyebab berkurangnya reaktivitas bahan bakar. Efek Doppler merupakan faktor yang memberikan kontribusi cukup besar pada nilai koefisien reaktivitas temperatur bahan bakar yang negatip. Sementara itu, kurang lebih pada tahun 1997, tim peneliti P2T2R telah melakukan riset yang kurang lebih sama pada bahan bakar silisida muatan 250 gram. Riset tersebut menghasilkan data yang serupa yaitu nilai perubahan reaktivitas dan koefisien reaktivitas temperatur bahan bakar yang bernilai negatip. Temperatur yang diujikan ialah pada C. Data data hasil penelitian tersebut ditampilkan secara lengkap pada Tabel 5.

25 17 Tabel 4. Nilai koefisien reaktivitas temperatur bahan bakar silisida muatan 400 gram T ( C ) Bahan bakar uranium silisida muatan 400 gram 20 keff r Dr ( ,928 % - ) atf ( 10 5 ) ,753 % - 17,5-2, ,652 % - 27,6-2, ,556 % - 37,2-2,06 Tabel 5. Nilai koefisien reaktivitas bahan bakar silisida muatan 250 gram. T ( C ) Bahan bakar uranium silisida muatan 250 gram 20 keff 1, Dr ( 10 4 ) - atf ( 10 5 ) , ,6129-2, , ,8026-1, , ,8179-1, , ,7516-1,827 Tabel 6. Perbandingan muatan bahan bakar silisida 250 dan 400 gram Muatan ( gram ) 250 U-235 ( atom/ barn cm ) E-03 U-238 ( atom/ barn cm ) E-03 Pu-239 ( atom/ barn cm ) E E E E-27 Apabila data dari kedua penelitian tersebut dibandingkan, ternyata koefisien reaktivitas temperatur bahan bakar silisida muatan 400 gram bernilai lebih negatip. Dengan kata lain derajat penurunan reaktivitasnya lebih besar terhadap penurunan reaktivitas bahan bakar silisida muatan 250 gram. Perbandingan ini cukup menarik mengingat bahan bakar silisida muatan 400 gram memiliki densitas U-235 yang lebih besar dibanding muatan 250 gram. Sehingga ada kemungkinan bahwa probabilitas reaksi fisi akan menjadi lebih besar dan perubahan reaktivitas yang terjadi akan bernilai lebih positip terhadap muatan 250 gram. Data yang tertera pada Tabel 6. menunjukan perbandingan densitas antara U- 235 dengan U-238 pada muatan 400 gram lebih besar daripada muatan 250 gram. Sehingga peluang terjadinya reaktivitas yang bernilai lebih positip menjadi lebih besar. Namun tampaknya, penyerapan neutron resonan oleh U-238 mengakibatkan nilai reaktivitas temperatur yang justru bernilai lebih negatip daripada muatan 250 gram. Fenomena ini dapat juga disebabkan oleh pergeseran spektrum neutron lambat ke spektrum neutron resonan akibat energi termal sehingga diserap oleh material U-238. Sementara itu ekspansi termal bahan bakar

MENENTUKAN KOEFISIEN REAKTIVITAS TEMPERATUR BAHAN BAKAR SILISIDA

MENENTUKAN KOEFISIEN REAKTIVITAS TEMPERATUR BAHAN BAKAR SILISIDA 1 MENENTUKAN KOEFISIEN REAKTIVITAS TEMPERATUR BAHAN BAKAR SILISIDA Oleh : Tubagus Alpha N. A. ( G74101040 ) PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH DENSITAS PAD A KOEFISIEN REAKTIVIT AS TEMPERA TUR BAHAN BAKAR

ANALISIS PENGARUH DENSITAS PAD A KOEFISIEN REAKTIVIT AS TEMPERA TUR BAHAN BAKAR Tukiran S. ISSN 0216-3128 285 ANALISIS PENGARUH DENSITAS PAD A KOEFISIEN REAKTIVIT AS TEMPERA TUR BAHAN BAKAR Tukiran S. Pusat Teknologi Reaklor dan Keselamatan Nuklir-BATAN ABSTRAK ANALISIS PENGARUH DENSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS KOEFISIEN REAKTIVITAS TEMPERATUR MODERATOR PWR DENGAN WIMS-ANL

ANALISIS KOEFISIEN REAKTIVITAS TEMPERATUR MODERATOR PWR DENGAN WIMS-ANL 186 ISSN 0216-3128 Tukiran, dkk. ANALISIS KOEFISIEN REAKTIVITAS TEMPERATUR MODERATOR PWR DENGAN WIMS-ANL Tukiran S. Rokhmadi PTRKN - BATAN ABSTRAK ANALISIS KOEFISIEN REAKTIVITAS TEMPERATUR MODERATOR PWR

Lebih terperinci

KONSEP DESAIN NEUTRONIK REAKTOR AIR TEKAN BERBAHAN BAKAR PLUTONIUM-URANIUM OKSIDA (MOX) DENGAN INTERVAL PENGISIAN BAHAN BAKAR PANJANG ASIH KANIASIH

KONSEP DESAIN NEUTRONIK REAKTOR AIR TEKAN BERBAHAN BAKAR PLUTONIUM-URANIUM OKSIDA (MOX) DENGAN INTERVAL PENGISIAN BAHAN BAKAR PANJANG ASIH KANIASIH KONSEP DESAIN NEUTRONIK REAKTOR AIR TEKAN BERBAHAN BAKAR PLUTONIUM-URANIUM OKSIDA (MOX) DENGAN INTERVAL PENGISIAN BAHAN BAKAR PANJANG ASIH KANIASIH DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS HASIL PERHITUNGAN DESAIN HTTR

BAB IV DATA DAN ANALISIS HASIL PERHITUNGAN DESAIN HTTR BAB IV DATA DAN ANALISIS BAB IV DATA DAN ANALISIS HASIL PERHITUNGAN DESAIN HTTR 4.1 Parameter Desain Teras Reaktor 4.1.1 Komposisi bahan bakar pada teras reaktor Dalam pendesainan reaktor ini pertama kali

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geometri Aqueous Homogeneous Reactor (AHR) Geometri AHR dibuat dengan menggunakan software Visual Editor (vised).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geometri Aqueous Homogeneous Reactor (AHR) Geometri AHR dibuat dengan menggunakan software Visual Editor (vised). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan dengan membuat simulasi AHR menggunakan software MCNPX. Analisis hasil dilakukan berdasarkan perhitungan terhadap nilai kritikalitas (k eff )

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BURN UP BAHAN BAKAR REAKTOR RSG-GAS MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM BATAN-FUEL. Mochamad Imron, Ariyawan Sunardi

PERHITUNGAN BURN UP BAHAN BAKAR REAKTOR RSG-GAS MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM BATAN-FUEL. Mochamad Imron, Ariyawan Sunardi Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Aplikasi Reaktor Nuklir PRSG Tahun 2012 ISBN 978-979-17109-7-8 PERHITUNGAN BURN UP BAHAN BAKAR REAKTOR RSG-GAS MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM BATAN-FUEL Mochamad Imron,

Lebih terperinci

ANALISIS NEUTRONIK TERAS SILISIDA DENGAN KERAPATAN 5,2 g U/cc REAKTOR RSG-GAS Lily Suparlina *)

ANALISIS NEUTRONIK TERAS SILISIDA DENGAN KERAPATAN 5,2 g U/cc REAKTOR RSG-GAS Lily Suparlina *) ANALISIS NEUTRONIK TERAS SILISIDA DENGAN KERAPATAN 5,2 g U/cc REAKTOR RSG-GAS Lily Suparlina *) ABSTRAK ANALISIS NEUTRONIK TERAS SILISIDA DENGAN KERAPATAN 5,2 g U/cc REAKTOR RSG-GAS. Perhitungan kritikalitas

Lebih terperinci

EFEK PENGGUNAAN ELEMEN BAKAR SILISIDA KE- RAPATAN 4,8 gu/cc TERHADAP SIFAT KINETIKA REAKTOR RSG-GAS

EFEK PENGGUNAAN ELEMEN BAKAR SILISIDA KE- RAPATAN 4,8 gu/cc TERHADAP SIFAT KINETIKA REAKTOR RSG-GAS ISSN 0 - Setiyanto, dkk. EF PENGGUNAAN ELEMEN AKAR SILISIDA KE- RAPATAN, gu/cc TERHADAP SIFAT KINETIKA REAKTOR G-GAS Setiyanto, Tagor M. Sembiring, Surian Pinem Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi 3.1 Konfigurasi Teras Reaktor Spesifikasi utama dari HTTR diberikan pada tabel 3.1 di bawah ini. Reaktor terdiri

Lebih terperinci

Analisis Neutronik pada Gas Cooled Fast Reactor (GCFR) dengan Variasi Bahan Pendingin (He, CO 2, N 2 )

Analisis Neutronik pada Gas Cooled Fast Reactor (GCFR) dengan Variasi Bahan Pendingin (He, CO 2, N 2 ) Analisis Neutronik pada Gas Cooled Fast Reactor (GCFR) dengan Variasi Bahan Pendingin (He, CO 2, N 2 ) Riska*, Dian Fitriyani, Feriska Handayani Irka Jurusan Fisika Universitas Andalas *riska_fya@yahoo.com

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER REAKTOR BERBAHAN BAKAR UO 2 DENGAN MODERATOR H 2 O DAN PENDINGIN H 2 O

STUDI PARAMETER REAKTOR BERBAHAN BAKAR UO 2 DENGAN MODERATOR H 2 O DAN PENDINGIN H 2 O Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 18, No. 3, Juli 2015, hal 95-100 STUDI PARAMETER REAKTOR BERBAHAN BAKAR UO 2 DENGAN MODERATOR H 2 O DAN PENDINGIN H 2 O Very Richardina 1*, Wahyu Setia Budi 1 dan Tri

Lebih terperinci

PERHITUNGAN INTEGRAL RESONANSI PADA BAHAN BAKAR REAKTOR HTGR BERBENTUK BOLA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VSOP

PERHITUNGAN INTEGRAL RESONANSI PADA BAHAN BAKAR REAKTOR HTGR BERBENTUK BOLA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VSOP PERHITUNGAN INTEGRAL RESONANSI PADA BAHAN BAKAR REAKTOR HTGR BERBENTUK BOLA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VSOP Elfrida Saragi PPIN BATAN Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan, Indonesia 15310 Email

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN FRAKSI BAKAR BUANG UNTUK EFISIENSI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2 -Al 2,96 gu/cc DI TERAS RSG-GAS

ANALISIS PENINGKATAN FRAKSI BAKAR BUANG UNTUK EFISIENSI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2 -Al 2,96 gu/cc DI TERAS RSG-GAS 176 ISSN 0216-3128 Lily Suparlina ANALISIS PENINGKATAN FRAKSI BAKAR BUANG UNTUK EFISIENSI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2 -Al 2,96 gu/cc DI TERAS RSG-GAS Lily suparlina Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan

Lebih terperinci

BAB III DESAIN REAKTOR DAN METODE PERHITUNGAN

BAB III DESAIN REAKTOR DAN METODE PERHITUNGAN BAB III DESAIN REAKTOR DAN METODE PERHITUNGAN 3.1 Spesifikasi Umum Desain Reaktor Pada penelitian ini, penulis menggunakan data-data reaktor GCFR yang sedang dikembangkan oleh para ilmuwan dari Argonne

Lebih terperinci

ANALISIS KOEFFISIEN REAKTIVITAS TERAS RSG-GAS BERBAHAN BAKAR U 3 Si 2 -Al 4,8gU/cc DENGAN KAWAT KADMIUM MENGGUNAKAN SRAC ABSTRAK

ANALISIS KOEFFISIEN REAKTIVITAS TERAS RSG-GAS BERBAHAN BAKAR U 3 Si 2 -Al 4,8gU/cc DENGAN KAWAT KADMIUM MENGGUNAKAN SRAC ABSTRAK ANALISIS KOEFFISIEN REAKTIVITAS TERAS RSG-GAS BERBAHAN BAKAR U 3 Si 2 -Al 4,8gU/cc DENGAN KAWAT KADMIUM MENGGUNAKAN SRAC Oleh Jati Susilo Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir ABSTRAK Analisis

Lebih terperinci

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

REAKTOR PEMBIAK CEPAT REAKTOR PEMBIAK CEPAT RINGKASAN Elemen bakar yang telah digunakan pada reaktor termal masih dapat digunakan lagi di reaktor pembiak cepat, dan oleh karenanya reaktor ini dikembangkan untuk menaikkan rasio

Lebih terperinci

ANALISIS POLA MANAJEMEN BAHAN BAKAR TERAS REAKTOR RISET TIPE MTR

ANALISIS POLA MANAJEMEN BAHAN BAKAR TERAS REAKTOR RISET TIPE MTR ANALISIS POLA MANAJEMEN BAHAN BAKAR TERAS REAKTOR RISET TIPE MTR Lily Suparlina, Tukiran Surbakti Pusat Teknologi Keselamatan Reaktor Nuklir, PTKRN-BATAN Kawasan PUSPIPTEK Gd. No. 80 Serpong Tangerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa mendatang penggunaan bahan bakar berbasis minyak bumi harus dikurangi karena semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan dampak

Lebih terperinci

JURNAL FISIKA Himpunan Fisika Indonesia

JURNAL FISIKA Himpunan Fisika Indonesia Volume A6 No. 0205 ISSN 0854-3046 Reprint dari JURNAL FISIKA Himpunan Fisika Indonesia Analisis Pengaruh Lebar Kanal Pendingin Terhadap Muatan Bahan Bakar Teras RSG-GAS Tukiran Surbakti, J. Fis. HFI A6

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS MATERIAL REFLEKTOR TERHADAP FAKTOR KELIPATAN EFEKTIF REAKTOR TEMPERATUR TINGGI PROTEUS

PENGARUH JENIS MATERIAL REFLEKTOR TERHADAP FAKTOR KELIPATAN EFEKTIF REAKTOR TEMPERATUR TINGGI PROTEUS PENGARUH JENIS MATERIAL REFLEKTOR TERHADAP FAKTOR KELIPATAN EFEKTIF REAKTOR TEMPERATUR TINGGI PROTEUS Disusun oleh : TEGUH RAHAYU M0209052 SKRIPSI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III.3. Material Fisil dan Fertil III.4. Persamaan Diferensial Bateman III.5. Efek Umpan Balik Reaktivitas Suhu dan Void III.6.

III.3. Material Fisil dan Fertil III.4. Persamaan Diferensial Bateman III.5. Efek Umpan Balik Reaktivitas Suhu dan Void III.6. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN TUGAS... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR

Lebih terperinci

PENENTUAN FRAKSI BAKAR PELAT ELEMEN BAKAR UJI DENGAN ORIGEN2. Kadarusmanto, Purwadi, Endang Susilowati

PENENTUAN FRAKSI BAKAR PELAT ELEMEN BAKAR UJI DENGAN ORIGEN2. Kadarusmanto, Purwadi, Endang Susilowati PENENTUAN FRAKSI BAKAR PELAT ELEMEN BAKAR UJI DENGAN ORIGEN2 Kadarusmanto, Purwadi, Endang Susilowati ABSTRAK PENENTUAN FRAKSI BAKAR PELAT ELEMEN BAKAR UJI DENGAN ORIGEN2. Elemen bakar merupakan salah

Lebih terperinci

Analisis Neutronik Teras RSG-Gas Berbahan Bakar Silisida

Analisis Neutronik Teras RSG-Gas Berbahan Bakar Silisida Kontribusi Fisika Indonesia Vol. No., Juli 00 Analisis Neutronik Teras G-Gas Berbahan Bakar Silisida Tukiran S dan Tagor MS BPTR-PTRR Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) Serpong, Tangerang e-mail : tukiran@batan.go.id

Lebih terperinci

DISTRIBUSI FLUKS NEUTRON SEBAGAI FUNGSI BURN-UP BAHAN BAKAR PADA REAKTOR KARTINI

DISTRIBUSI FLUKS NEUTRON SEBAGAI FUNGSI BURN-UP BAHAN BAKAR PADA REAKTOR KARTINI Youngster Physics Journal ISSN : 2303-7371 Vol. 3, No. 2, April 2014, Hal 107-112 DISTRIBUSI FLUKS NEUTRON SEBAGAI FUNGSI BURN-UP BAHAN BAKAR PADA REAKTOR KARTINI Fatkhiyatul Athiqoh 1), Wahyu Setia Budi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah dilakukan beberapa riset reaktor nuklir diantaranya di Serpong

I. PENDAHULUAN. Telah dilakukan beberapa riset reaktor nuklir diantaranya di Serpong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan listrik di Indonesia semakin meningkat, sedangkan bahan bakar fosil akan segera habis. Oleh karena itu dibutuhkan pembangkit listrik yang dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

Diterima editor 10 Agustus 2010 Disetujui untuk dipublikasi 28 September 2010

Diterima editor 10 Agustus 2010 Disetujui untuk dipublikasi 28 September 2010 Vol. No. Oktober 00, Hal. - ISSN 0X Nomor : /AU/PMI/0/00 ANALISIS PARAMETER KINETIK DAN TRANSIEN TERAS KOMPAK REAKTOR G-GAS Iman Kuntoro ), Surian Pinem ), Tagor Malem Sembiring. Pusat Teknologi ahan Industri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Komposisi Masukan Perhitungan dilakukan dengan menjadikan uranium, thorium, plutonium (Pu), dan aktinida minor (MA) sebagai bahan bakar reactor. Komposisi Pu dan MA yang

Lebih terperinci

Analisis Neutronik Super Critical Water Reactor (SCWR) dengan Variasi Bahan Bakar (UN-PuN, UC-PuC dan MOX)

Analisis Neutronik Super Critical Water Reactor (SCWR) dengan Variasi Bahan Bakar (UN-PuN, UC-PuC dan MOX) Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 1, Januari 2016 ISSN 2302-8491 Analisis Neutronik Super Critical Water Reactor (SCWR) dengan Variasi Bahan Bakar (UN-PuN, UC-PuC dan MOX) Nella Permata Sari 1,*, Dian Fitriyani,

Lebih terperinci

MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN

MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN Muhammad Ilham, Annisa Khair, Mohamad Yusup, Praba Fitra Perdana, Nata Adriya, Rizki Budiman 121178, 12115, 121177, 121118, 12116, 12114 Program Studi Fisika, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia kepada tingkat kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia kepada tingkat kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dewasa ini, termasuk juga kemajuan dalam bidang teknologi nuklir telah mengantarkan umat manusia kepada

Lebih terperinci

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA PENDAHULUAN Disamping sebagai senjata nuklir, manusia juga memanfaatkan energi nuklir untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu pemanfaatan energi nuklir secara

Lebih terperinci

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM 3.1. Siklus Bahan Bakar Nuklir Siklus bahan bakar nuklir (nuclear fuel cycle) adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR PUNCAK DAYA TERAS RSG-GAS BERBAHAN BAKAR U 3 SI 2 -AL. Jati Susilo, Endiah Pudjihastuti Pusat Teknologi Reaktor Dan Keselamatan Nuklir

ANALISIS FAKTOR PUNCAK DAYA TERAS RSG-GAS BERBAHAN BAKAR U 3 SI 2 -AL. Jati Susilo, Endiah Pudjihastuti Pusat Teknologi Reaktor Dan Keselamatan Nuklir ANALISIS FAKTOR PUNCAK DAYA TERAS RSG-GAS BERBAHAN BAKAR U 3 Si 2 -Al 4,8 gu/cc DENGAN KAWAT KADMIUM Jati Susilo, Endiah Pudjihastuti Pusat Teknologi Reaktor Dan Keselamatan Nuklir Diterima editor 02 September

Lebih terperinci

ANALISA KESELAMATAN REAKTOR CEPAT DENGAN DAUR ULANG AKTINIDA. Mohammad Taufik *

ANALISA KESELAMATAN REAKTOR CEPAT DENGAN DAUR ULANG AKTINIDA. Mohammad Taufik * ANALISA KESELAMATAN REAKTOR CEPAT DENGAN DAUR ULANG AKTINIDA Mohammad Taufik * ABSTRAK ANALISA KESELAMATAN REAKTOR CEPAT DENGAN DAUR ULANG AKTINIDA. Telah dilakukan simulasi untuk melakukan analisa keselamatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN TUGAS... iv KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMBANG

Lebih terperinci

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) RINGKASAN Reaktor Grafit Berpendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) adalah reaktor berbahan bakar uranium alam dengan moderator grafit dan berpendingin

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN BAKAR UN-PuN, UC-PuC DAN MOX TERHADAP NILAI BREEDING RATIO PADA REAKTOR PEMBIAK CEPAT

PENGARUH BAHAN BAKAR UN-PuN, UC-PuC DAN MOX TERHADAP NILAI BREEDING RATIO PADA REAKTOR PEMBIAK CEPAT PENGARUH BAHAN BAKAR UN-PuN, UC-PuC DAN MOX TERHADAP NILAI BREEDING RATIO PADA REAKTOR PEMBIAK CEPAT Meiby Astri Lestari, Dian Fitriyani Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, Padang e-mail : meibyasri@gmail.com

Lebih terperinci

PENGARUH DAYA TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI STEADY STATE

PENGARUH DAYA TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI STEADY STATE PENGARUH DAYA TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI STEADY STATE EDY SULISTYONO PUSAT TEKNOLOGI BAHAN BAKAR NUKLIR ( PTBN ), BATAN e-mail: edysulis@batan.go.id ABSTRAK PENGARUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reaktor Kartini merupakan reaktor nuklir tipe TRIGA Mark II (Training Research and Isotop Production by General Atomic) yang mempunyai daya maksimum 250 kw dan beroperasi

Lebih terperinci

DESAIN KONSEPTUAL TERAS REAKTOR RISET INOVATIF BERBAHAN BAKAR URANIUM-MOLIBDENUM DARI ASPEK NEUTRONIK

DESAIN KONSEPTUAL TERAS REAKTOR RISET INOVATIF BERBAHAN BAKAR URANIUM-MOLIBDENUM DARI ASPEK NEUTRONIK J. Tek. Reaktor. Nukl. Vol. 14 No.3 Oktober 2012, Hal. 178-191 ISSN 1411 240X DESAIN KONSEPTUAL TERAS REAKTOR RISET INOVATIF BERBAHAN BAKAR URANIUM-MOLIBDENUM DARI ASPEK NEUTRONIK Tukiran S, Surian Pinem,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN NEUTRONIK DESAIN TERAS SETIMBANG UNTUK MENDUKUNG TERBENTUKNYA TERAS REAKTOR RISET INOVATIF

PERHITUNGAN NEUTRONIK DESAIN TERAS SETIMBANG UNTUK MENDUKUNG TERBENTUKNYA TERAS REAKTOR RISET INOVATIF Tukiran, dkk. ISSN 0216-3128 25 PERHITUNGAN NEUTRONIK DESAIN TERAS SETIMBANG UNTUK MENDUKUNG TERBENTUKNYA TERAS REAKTOR RISET INOVATIF Tukiran S, Tagor MS Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012),

I. PENDAHULUAN. penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012), 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012), maka peningkatan kebutuhan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan program sarjana pada Departemen Fisika Institut Teknologi Bandung.

TUGAS AKHIR. Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan program sarjana pada Departemen Fisika Institut Teknologi Bandung. STUDI AWAL DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR DALAM BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM DENGAN MODEL BURNUP STANDAR MENGGUNAKAN MODUL PERHITUNGAN SEL PIJ DARI CODE SRAC 2002 TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN KOEFISIEN KEHITAMAN PADA PERANGKAT KRITIS HITACHI TRAINING REACTOR MENGGUNAKAN BATAN-2DIFF 1

ANALISIS PERHITUNGAN KOEFISIEN KEHITAMAN PADA PERANGKAT KRITIS HITACHI TRAINING REACTOR MENGGUNAKAN BATAN-2DIFF 1 ANALISIS PERHITUNGAN KOEFISIEN KEHITAMAN PADA PERANGKAT KRITIS HITACHI TRAINING REACTOR MENGGUNAKAN BATAN-2DIFF 1 TA Budiono 2, Tagor M. Sembiring 3, Zuhair 4, R. Muhammad Subekti 3 ABSTRAK ANALISIS PERHITUNGAN

Lebih terperinci

EVALUASI FLUKS NEUTRON THERMAL DAN EPITHERMAL DI FASILITAS SISTEM RABBIT RSG GAS TERAS 89. Elisabeth Ratnawati, Jaka Iman, Hanapi Ali

EVALUASI FLUKS NEUTRON THERMAL DAN EPITHERMAL DI FASILITAS SISTEM RABBIT RSG GAS TERAS 89. Elisabeth Ratnawati, Jaka Iman, Hanapi Ali Buletin Pengelolaan Reaktor Nuklir. Vol. 13 No. 1, April 2016 EVALUASI FLUKS NEUTRON THERMAL DAN EPITHERMAL DI FASILITAS SISTEM RABBIT RSG GAS TERAS 89 Elisabeth Ratnawati, Jaka Iman, Hanapi Ali ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Memperoleh energi yang terjangkau untuk rumah tangga dan industri adalah aktivitas utama pada masa ini dimana fisi nuklir memainkan peran yang sangat penting. Para

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI KOEFISIEN REAKTIVITAS SUHU BAHAN BAKAR DAN MODERATOR PADA HTR-10

ANALISIS NILAI KOEFISIEN REAKTIVITAS SUHU BAHAN BAKAR DAN MODERATOR PADA HTR-10 ANALISIS NILAI KOEFISIEN REAKTIVITAS SUHU BAHAN BAKAR DAN MODERATOR PADA HTR-10 RADINA QISMA JABAR SASMITA M0213073 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

KARAKTERISTIKA TERAS RSG-GAS DENGAN BAKAR BAKAR SILISIDA. Purwadi Pusat Reaktor Serba Guna - BATAN

KARAKTERISTIKA TERAS RSG-GAS DENGAN BAKAR BAKAR SILISIDA. Purwadi Pusat Reaktor Serba Guna - BATAN KARAKTERISTIKA TERAS RSG-GAS DENGAN BAKAR BAKAR SILISIDA Purwadi Pusat Reaktor Serba Guna - BATAN ABSTRAK KARAKTERISTIKA TERAS RSG-GAS DENGAN BAHAN BAKAR SILISIDA. RSG-GAS sudah beroperasi 30 tahun sejak

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI DAN LINEARITAS DETEKTOR START-UP DALAM PENGUKURAN FRAKSI BAKAR RSG-GAS PADA KONDISI SUBKRITIS. Purwadi

PENGARUH POSISI DAN LINEARITAS DETEKTOR START-UP DALAM PENGUKURAN FRAKSI BAKAR RSG-GAS PADA KONDISI SUBKRITIS. Purwadi Sigma Epsilon, ISSN 3-913 PENGARU POSISI DAN LINEARITAS DETEKTOR START-UP DALAM PENGUKURAN FRAKSI BAKAR RSG-GAS PADA KONDISI SUBKRITIS Purwadi Pusat Reaktor Serba Guna (PRSG) BATAN ABSTRAK PENGARU POSISI

Lebih terperinci

Penentuan Dosis Gamma Pada Fasilitas Iradiasi Reaktor Kartini Setelah Shut Down

Penentuan Dosis Gamma Pada Fasilitas Iradiasi Reaktor Kartini Setelah Shut Down Berkala Fisika ISSN : 141-9662 Vol.9, No.1, Januari 26, hal 15-22 Penentuan Dosis Gamma Pada Fasilitas Iradiasi Reaktor Kartini Setelah Shut Down Risprapti Prasetyowati (1), M. Azam (1), K. Sofjan Firdausi

Lebih terperinci

BAB II RADIASI PENGION

BAB II RADIASI PENGION BAB II RADIASI PENGION Salah satu bidang penting yang berhubungan dengan keselamatan radiasi pengukuran besaran fisis radiasi terhadap berbagai jenis radiasi dan sumber radiasi. Untuk itu perlu perlu pengetahuan

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Di Susun Oleh: 1. Nur imam (2014110005) 2. Satria Diguna (2014110006) 3. Boni Marianto (2014110011) 4. Ulia Rahman (2014110014) 5. Wahyu Hidayatul

Lebih terperinci

APLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON. Ade S. Dwitama

APLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON. Ade S. Dwitama APLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON Ade S. Dwitama PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi energi listrik dunia dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam hal ini industri memegang peranan penting dalam kenaikan konsumsi listrik dunia. Di Indonesia,

Lebih terperinci

PROGRAM PERHITUNGAN PENGARUH REAKTIVITAS FEEDBACK TERHADAP DINAMIKA REAKTOR MENGGUNAKAN METODA MONTE CARLO. Dra. Dwi Purwanti, MS ABSTRAK

PROGRAM PERHITUNGAN PENGARUH REAKTIVITAS FEEDBACK TERHADAP DINAMIKA REAKTOR MENGGUNAKAN METODA MONTE CARLO. Dra. Dwi Purwanti, MS ABSTRAK 2 Jurnal Teknik Elektro Vol. 3 No. PROGRAM PERHITUNGAN PENGARUH REAKTIVITAS FEEDBACK TERHADAP DINAMIKA REAKTOR MENGGUNAKAN METODA MONTE CARLO Dra. Dwi Purwanti, MS ABSTRAK Daya reaktor sebanding dengan

Lebih terperinci

Desain Reaktor Air Superkritis (Supercritical Cooled Water Reactor) dengan Menggunakan Bahan Bakar Uranium-horium Model Teras Silinder

Desain Reaktor Air Superkritis (Supercritical Cooled Water Reactor) dengan Menggunakan Bahan Bakar Uranium-horium Model Teras Silinder JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika Vol. 04, No.01, Januari Tahun 2016 Desain Reaktor Air Superkritis (Supercritical Cooled Water Reactor) dengan Menggunakan Bahan Bakar Uranium-horium Model Teras Silinder

Lebih terperinci

Bab 2 Interaksi Neutron

Bab 2 Interaksi Neutron Bab 2 Interaksi Neutron 2.1 Pendahuluan Perilaku neutron fisi ketika berinteraksi dengan bahan menentukan fenomena reaksi neutron berantai yang terjadi. Untuk dapat mempertahankan reaksi berantai, minimal

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH DENSITAS BAHAN BAKAR TERDAHAP FLUKS NEUTRON PADA TERAS REAKTOR RISET TIPE MTR

ANALISIS PENGARUH DENSITAS BAHAN BAKAR TERDAHAP FLUKS NEUTRON PADA TERAS REAKTOR RISET TIPE MTR ISSN 0 - Tukiran S., dkk. ANALISIS PENGARUH DENSITAS AHAN AKAR TERDAHAP FLUKS NEUTRON PADA TERAS REAKTOR RISET TIPE MTR Tukiran S. dan Lily Suparlina Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir - ATAN

Lebih terperinci

Analisis Termal Hidrolik Gas Cooled Fast Reactor (GCFR)

Analisis Termal Hidrolik Gas Cooled Fast Reactor (GCFR) Bab 2 Analisis Termal Hidrolik Gas Cooled Fast Reactor (GCFR) 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Prinsip kerja dari pembangkit listrik tenaga nuklir secara umum tidak berbeda dengan pembangkit listrik

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Proses tumbukan dua inti atomik dan partikel penyusunnya, lalu menghasilkan

BAB II TEORI DASAR. Proses tumbukan dua inti atomik dan partikel penyusunnya, lalu menghasilkan BAB II TEORI DASAR 2.1. Reaksi Nuklir 2.1.1. Pendahuluan Proses tumbukan dua inti atomik dan partikel penyusunnya, lalu menghasilkan produk yang berbeda dari partikel awalnya dikenal dengan istilah reaksi

Lebih terperinci

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Lecture Presentation NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY By : NANIK DWI NURHAYATI, S,Si, M.Si Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mekanisme yang banyak digunakan untuk menghasilkan energi nuklir melalui

II. TINJAUAN PUSTAKA. mekanisme yang banyak digunakan untuk menghasilkan energi nuklir melalui 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Reaktor Secara umum, energi nuklir dapat dihasilkan melalui dua macam mekanisme, yaitu pembelahan inti atau reaksi fisi dan penggabungan beberapa inti melalui reaksi

Lebih terperinci

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar - Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan stasiun pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik. - PLTN dikelompokkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH FRAKSI BAKAR TERHADAP FLUX NEUTRON PADA DESAIN TERAS REAKTOR RISET TIPE MTR

ANALISIS PENGARUH FRAKSI BAKAR TERHADAP FLUX NEUTRON PADA DESAIN TERAS REAKTOR RISET TIPE MTR 96 ISSN 0216-3128 Lily Suparlina, dkk. ANALISIS PENGARUH FRAKSI BAKAR TERHADAP FLUX NEUTRON PADA DESAIN TERAS REAKTOR RISET TIPE MTR Lily Suparlina dan Tukiran Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir

Lebih terperinci

ANALISIS JUMLAH PRODUK MOLYBDENUM-99 ( 99 Mo) SEBAGAI FUNGSI WAKTU BURN-UP PADA NILAI KRITIKALITAS OPTIMUM PADA AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR (AHR)

ANALISIS JUMLAH PRODUK MOLYBDENUM-99 ( 99 Mo) SEBAGAI FUNGSI WAKTU BURN-UP PADA NILAI KRITIKALITAS OPTIMUM PADA AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR (AHR) ANALISIS JUMLAH PRODUK MOLYBDENUM-99 ( 99 Mo) SEBAGAI FUNGSI WAKTU BURN-UP PADA NILAI KRITIKALITAS OPTIMUM PADA AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR (AHR) Disusun oleh: KHODIJAH AMINI M0211043 SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

RISET KARAKTERISTIK RADIASI PADA PELET BAHAN BAKAR

RISET KARAKTERISTIK RADIASI PADA PELET BAHAN BAKAR RISET KARAKTERISTIK RADIASI PADA PELET BAHAN BAKAR RINGKASAN Selama beropersinya reaktor nuklir, pelet bahan bakar mengalami iradiasi neutron pada suhu tinggi dan memproduksi produk fisi. Akibatnya pelet

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan selama tiga bulan, yaitu mulai dari bulan Februari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan selama tiga bulan, yaitu mulai dari bulan Februari 19 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan selama tiga bulan, yaitu mulai dari bulan Februari 2013 sampai dengan bulan Mei 2013. Adapun tempat dilaksanakannya

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER BURNUP SEL BAHAN BAKAR BERBASIS THORIUM NITRIDE PADA REAKTOR CEPAT BERPENDINGIN HELIUM

STUDI PARAMETER BURNUP SEL BAHAN BAKAR BERBASIS THORIUM NITRIDE PADA REAKTOR CEPAT BERPENDINGIN HELIUM DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.tpn.01 STUDI PARAMETER BURNUP SEL BAHAN BAKAR BERBASIS THORIUM NITRIDE PADA REAKTOR CEPAT BERPENDINGIN HELIUM Ridha Mayanti 1,a), Menik Ariani 2,b), Fiber Monado 2,c)

Lebih terperinci

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 10, Oktober 2007

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 10, Oktober 2007 PERHITUNGAN PEMBUATAN KADMIUM-109 UNTUK SUMBER RADIASI XRF MENGGUNAKAN TARGET KADMIUM ALAM Rohadi Awaludin Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR), BATAN Kawasan Puspiptek, Tangerang, Banten ABSTRAK PERHITUNGAN

Lebih terperinci

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR RINGKASAN Daur bahan bakar nuklir merupakan rangkaian proses yang terdiri dari penambangan bijih uranium, pemurnian, konversi, pengayaan uranium dan konversi ulang menjadi

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN BATANG KENDALI REAKTOR RSG-GAS DENGAN PENGGANTIAN BAHAN PENYERAP

PENINGKATAN KEMAMPUAN BATANG KENDALI REAKTOR RSG-GAS DENGAN PENGGANTIAN BAHAN PENYERAP PENINKATAN KEMAMPUAN ATAN KENDALI REAKTOR RS-AS DENAN PENANTIAN AHAN PENYERAP Iman Kuntoro dan Tagor Malem Sembiring Pusat Pengembangan Teknologi Reaktor Riset - ATAN ASTRACT THE IMPROVEMENT OF THE RS-AS

Lebih terperinci

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Lebih terperinci

Disusun oleh: SUSANTI M SKRIPSI

Disusun oleh: SUSANTI M SKRIPSI PENGARUH VARIASI KONSENTRASI URANIUM DALAM BAHAN BAKAR URANIL NITRAT (UO 2 (NO 3 ) 2 ) DAN URANIL SULFAT (UO 2 SO 4 ) TERHADAP NILAI KRITIKALITAS AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR (AHR) Disusun oleh: SUSANTI

Lebih terperinci

ANALISIS REAKTIVITAS BATANG KENDALI TERAS SETIMBANG SILISIDA RSG-GAS DENGAN SRAC-

ANALISIS REAKTIVITAS BATANG KENDALI TERAS SETIMBANG SILISIDA RSG-GAS DENGAN SRAC- 74 ISSN 0216-3128 Jati Susilo, dkk. ANALISIS REAKTIVITAS BATANG KENDALI TERAS SETIMBANG SILISIDA RSG-GAS DENGAN SRAC- CITATION Jati Susilo, Rohmadi Pusat Teknologi Reaktor Dan Keselamatan Nuklir - BATAN

Lebih terperinci

ANALISIS NEUTRONIK PADA REAKTOR CEPAT DENGAN VARIASI BAHAN BAKAR (UN-PuN, UC-PuC DAN MOX)

ANALISIS NEUTRONIK PADA REAKTOR CEPAT DENGAN VARIASI BAHAN BAKAR (UN-PuN, UC-PuC DAN MOX) ANALISIS NEUTRONIK PADA REAKTOR CEPAT DENGAN VARIASI BAHAN BAKAR (UN-PuN, UC-PuC DAN MOX) Dina Cinantya N, Dian Fitriyani Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas e-mail: cinantyad@yahoo.com ABSTRAK Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Komputasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta dengan

Lebih terperinci

Bab II. Prinsip Fundamental Simulasi Monte Carlo

Bab II. Prinsip Fundamental Simulasi Monte Carlo Bab II Prinsip Fundamental Simulasi Monte Carlo Metoda monte carlo adalah suatu metoda pemecahan masalah fisis dengan menirukan proses-proses nyata di alam memanfaatkan bilangan acak/ random. Jadi metoda

Lebih terperinci

5. KIMIA INTI. Kekosongan elektron diisi elektron pada kulit luar dengan memancarkan sinar-x.

5. KIMIA INTI. Kekosongan elektron diisi elektron pada kulit luar dengan memancarkan sinar-x. 1 5. KIMIA INTI A. Unsur Radioaktif Unsur radioaktif secara sepontan memancarkan radiasi, yang berupa partikel atau gelombang elektromagnetik (nonpartikel). Jenis-jenis radiasi yang dipancarkan unsur radioaktif

Lebih terperinci

PERHITUNGAN DEFLESI BAHAN BAKAR TERAS PWR

PERHITUNGAN DEFLESI BAHAN BAKAR TERAS PWR PERHITUNGAN DEFLESI BAHAN BAKAR TERAS PWR Elfrida Saragi, Tukiran S ABSTRAK PERHITUNGAN DEFLESI BAHAN BAKAR TERAS PWR. Perhitungan deflesi bahan bakar sangat berkaitan dengan keselamatan tempat penyimpanan

Lebih terperinci

PRODUKSI IODIUM-125 MENGGUNAKAN TARGET XENON ALAM

PRODUKSI IODIUM-125 MENGGUNAKAN TARGET XENON ALAM PRODUKSI IODIUM-125 MENGGUNAKAN TARGET XENON ALAM Rohadi Awaludin Pusat Pengembangan Radioisotop dan Radiofarmaka (P2RR), BATAN ABSTRAK PRODUKSI IODIUM-125 MENGGUNAKAN TARGET XENON ALAM. Iodium- 125 merupakan

Lebih terperinci

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI Disusun Oleh : ERMAWATI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA 1999 1 ABSTRAK Dalam mendesain semua sistem nuklir, pelindung radiasi, generator isotop, sangat tergantung dari jalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah energi merupakan salah satu hal yang sedang hangat dibicarakan saat ini. Di Indonesia, ketergantungan kepada energi fosil masih cukup tinggi hampir 50 persen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.534, 2011 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Operasi Reaktor Nondaya. Prosedur. Pelaporan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2. Prinsip kerja dan Komponen Utama PLTN

2. Prinsip kerja dan Komponen Utama PLTN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) DAN JENIS-JENIS REAKTOR PLTN (Yopiter L.A.Titi, NRP:1114201016, PascaSarjana Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November (ITS Surabaya) 1. Pendahuluan Nuklir

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 21% dari seluruh kematian

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BURN UP PADA REAKTOR SUB KRITIS BERDAYA SEDANG BERPENDINGIN Pb - Bi BURN UP CALCULATION OF Pb Bi COOLED MEDIUM SIZED SUBCRITICAL CORE

PERHITUNGAN BURN UP PADA REAKTOR SUB KRITIS BERDAYA SEDANG BERPENDINGIN Pb - Bi BURN UP CALCULATION OF Pb Bi COOLED MEDIUM SIZED SUBCRITICAL CORE Prosidin Semirata2015 bidan MIP BKS-PTN Barat PERHITUNGN BURN UP PD REKTOR SUB KRITIS BERDY SEDNG BERPENDINGIN Pb - Bi BURN UP CLCULTION OF Pb Bi COOLED MEDIUM SIZED SUBCRITICL CORE Nur ida* UIN Syarif

Lebih terperinci

Asisten : Astari Rantiza/ Tanggal Praktikum : 24 Februari 2015

Asisten : Astari Rantiza/ Tanggal Praktikum : 24 Februari 2015 MODUL FNB 1 MODUL ANALISIS KESELAMATAN PLTN Ali Akbar, Ahmad Sibaq Ulwi, Anderson, M Jiehan Lampuasa, Qiva Chandra Mahaputra, Sarah Azzahwa 121299, 12127, 121286, 121262, 121265, 121219 Program Studi Fisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di dunia, yang menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang besar. PLTN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit dimana pembelahan sel tidak terkendali dan akan mengganggu sel sehat disekitarnya. Jika tidak dibunuh, kanker dapat menyebar ke bagian

Lebih terperinci

Diterima editor 11 November 2013 Disetujui untuk publikasi 10 Januari 2014

Diterima editor 11 November 2013 Disetujui untuk publikasi 10 Januari 2014 ISSN 1411 240X Desain teras alternatif untuk reaktor... (Iman Kuntoro) DESAIN TERAS ALTERNATIF UNTUK REAKTOR RISET INOVATIF (RRI) DARI ASPEK NEUTRONIK Iman Kuntoro, Tagor Malem Sembiring Pusat Teknologi

Lebih terperinci

PENGARUH DENSITAS URANIUM TERHADAP UMUR DAN BURN UP BAHAN BAKAR NUKLIR DI DALAM REAKTOR RSG-GAS DITINJAU DARI ASPEK NEUTRONIK

PENGARUH DENSITAS URANIUM TERHADAP UMUR DAN BURN UP BAHAN BAKAR NUKLIR DI DALAM REAKTOR RSG-GAS DITINJAU DARI ASPEK NEUTRONIK p ISSN 0852 4777; e ISSN 2528 0473 PENGARUH DENSITAS URANIUM TERHADAP UMUR DAN BURN UP BAHAN BAKAR NUKLIR DI DALAM REAKTOR RSG-GAS DITINJAU DARI ASPEK NEUTRONIK Saga Octadamailah, Supardjo Pusat Teknologi

Lebih terperinci

VERIFIKASI DISTRIBUSI FAKTOR PUNCAK DAYA RADIAL TERAS 60 BOC REAKTOR RSG-GAS

VERIFIKASI DISTRIBUSI FAKTOR PUNCAK DAYA RADIAL TERAS 60 BOC REAKTOR RSG-GAS VERIFIKASI DISTRIBUSI FAKTOR PUNCAK DAYA RADIAL TERAS 60 BOC REAKTOR RSG-GAS Daddy Setyawan Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)

Lebih terperinci

TUGAS. Di Susun Oleh: ADRIAN. Kelas : 3 IPA. Mengenai : PLTN

TUGAS. Di Susun Oleh: ADRIAN. Kelas : 3 IPA. Mengenai : PLTN TUGAS Mengenai : PLTN Di Susun Oleh: ADRIAN Kelas : 3 IPA MADRASAH ALIYAH ALKHAIRAT GALANG TAHUN AJARAN 2011-2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam

Lebih terperinci

Analisis Kemampuan Breeding Ratio dan Void Reactivity Reaktor Termal Air Berat Berbahan Bakar Thorium

Analisis Kemampuan Breeding Ratio dan Void Reactivity Reaktor Termal Air Berat Berbahan Bakar Thorium Analisis Kemampuan Breeding Ratio dan Void Reactivity Reaktor Termal Air Berat Berbahan Bakar Thorium Muhammad Ilham 1,a), Sidik Permana 1,b) 1 Laboratorium Fisika Nuklir, Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir

Lebih terperinci

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) RINGKASAN Reaktor Air Didih adalah salah satu tipe reaktor nuklir yang digunakan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Reaktor tipe ini menggunakan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI BAHAN PENDINGIN JENIS LOGAM CAIR TERHADAP KINERJA TERMALHIDROLIK PADA REAKTOR CEPAT

PENGARUH VARIASI BAHAN PENDINGIN JENIS LOGAM CAIR TERHADAP KINERJA TERMALHIDROLIK PADA REAKTOR CEPAT PENGARUH VARIASI BAHAN PENDINGIN JENIS LOGAM CAIR TERHADAP KINERJA TERMALHIDROLIK PADA REAKTOR CEPAT Nevi Haryani, Dian Fitriyani Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas e-mail: neviharya31@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi Radiasi adalah pancaran energi yang berasal dari proses transformasi atom atau inti atom yang tidak stabil. Ketidak-stabilan atom dan inti atom mungkin

Lebih terperinci