NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN"

Transkripsi

1 NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 910/MoU.9 - Huk/2014 NOMOR : 161/10/DPRD/ VIII/2014 TANGGAL : 29 Agustus 2014 TENTANG KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015

2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM APBD Sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, pemerintah daerah wajib menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), juga merupakan pedoman dalam menyusun Rancangan Kebijakan Umum APBD sebagai bahan pembahasan dalam rapat pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) untuk disepakati bersama antara DPRD Provinsi dengan Pemerintah Provinsi menjadi Kebijakan Umum APBD (KUA). Kebijakan Umum Anggaran Tahun Anggaran 2015 yang juga merupakan kebijakan politik pemerintahan daerah dirumuskan dengan maksud agar proses penyusunan APBD dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta mampu secara komprehensif mengakomodir dinamika pembangunan pusat dan daerah sehingga dapat mempertahankan sinergitas pencapaian tujuan pembangunan pemerintah pusat dan daerah, sekaligus menjadi indikator kinerja yang akan digunakan dalam menilai efektivitas pelaksanaannya selama kurun waktu satu tahun ke depan. I - 1

3 Selanjutnya Kebijakan Umum Anggaran Tahun Anggaran 2015 merupakan dasar dalam menyusun Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 201 5, serta Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA -SKPD) Tahun Anggaran 2015 di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten dalam menyelenggarakan pembangunan selama satu tahun anggaran, yang disusun dengan mengacu pada kebijakan pemerintah pusat yang tertuang dalam RKP tahun 2015 dan kebijakan pemerintah daerah dalam RKPD tahun Berdasarkan hal tersebut di atas, dan sejalan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah untuk kedua kali dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2015 memuat pernyataan tentang kondisi ekonomi makro daerah, asumsi penyusunan APBD, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan daerah dan strategi pencapaiannya. Strategi pencapaian dimaksud perlu memuat langkah-langkah kongkrit dalam mencapai target yang ditetapkan melalui program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah TUJUAN PENYUSUNAN KUA Tujuan penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Provinsi Banten Tahun Anggaran 2015 adalah : I - 2

4 1. Sebagai dasar untuk menentukan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2015; 2. Sebagai landasan untuk penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2015; 3. Sebagai dasar bagi Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk menilai Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Banten Tahun Anggaran 2015; 4. Merupakan dasar dalam pelaksanaan pengawasan terhadap Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran DASAR HUKUM PENYUSUNAN KUA Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2015 disusun dengan berlandaskan pada peraturan perundang-undangan sebagai berikut : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); I - 3

5 4. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); I - 4

6 9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republi k Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat I - 5

7 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4693); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lem baran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lemb aran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Master Plan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia ; 19. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5272); 20. Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 101); I - 6

8 21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 517); 23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015; 25. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2007 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2007 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Banten Nomor 4); I - 7

9 26. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2011 Nomor 1); 27. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2011 Nomor 9); 28. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pembangunan Infrastruktur Jalan dengan Penganggaran Tahun Jamak (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2012 Nomor 2); 29. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2012 Nomor 3); 30. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Banten Tahun (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2012 Nomor 4); 31. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pembentukan PT. Penjaminan Kredit Daerah Banten; 32. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 4 Tahun 2013 tentang Penyertaan Modal Daerah Dalam PT. Penjaminan Kredit Daerah Banten; 33. Peraturan Gubernur Banten Nomor 16 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Banten Tahun I - 8

10 BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran berdasarkan pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Banten Tahun 2015, akan digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran Kerangka Ekonomi Makro Daerah serta Kerangka Kebijakan Penganggaran Pembangunan Daerah Tahun Anggaran 2015 sebagaimana tertuang dalam RKPD Tahun 2015 memberikan gambaran perkembangan dan kerangka perekonomian daerah Provinsi Banten yang telah dicapai sampai tahun 2013 dan perkiraan capaian tahun 2014, serta langkah langkah kebijakan pokok dalam penganggaran daerah Tahun Kerangka ekonomi makro daerah Tahun 2015 tidak dapat dilepaskan dari arah kebijakan dan perkembangan berbagai kinerja ekonomi makro tahun berjalan 2014, dan prospeknya dalam tahun 2015, yang sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja makro ekonomi nasional dan daerah tahun-tahun sebelumnya. 2.1 PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI MAKRO DAERAH TAHUN 2013 Perkembangan indikator makro dalam KUA-PPAS Tahun Anggaran 2015 sesuai dengan RPJMD tahun meliputi : Pertumbuhan ekonomi, Pengangguran, dan Kemiskinan. Namun demikian, akan dilengkapi dengan investasi dan inflasi. Kinerja ekonomi sangat dipengaruhi perkembangan inflasi yang terjadi dan bagaimana II -1

11 pengendalian inflasi dilaksanakan oleh pemerintah. Pengaruh inflasi, selain terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi sangat memberikan dampak terhadap ketenagakerjaan/pengangguran dan kemiskinan. (1) Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Besaran PDRB Banten tahun 2013 atas dasar harga konstan mencapai 105,86 triliun rupiah naik 5,87 triliun rupiah dibandingkan tahun 2012 (sebesar 99,99 triliun rupiah). Pertumbuhan ekonomi tahun 2013 sebesar 5,86 persen ini lebih rendah dibandingkan tahun 2012 sebesar 6,15 persen. Secara year on year, penurunan kinerja ekonomi Banten mulai dirasakan pada triwulan kedua kemudian melambat lagi pada triwulan ketiga di tahun Walaupun kinerja perekonomian Banten pada triwulan ke empat mulai membaik namun secara kumulatif setahun tidak mampu menyalip pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya. Tahun 2013 seluruh sektor PDRB Banten tumbuh secara positif, sektor bangunan menjadi sektor dengan pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 9,68 persen. Pertumbuhan ini dicapai sebagai akibat dari maraknya pembangunan gedung, ruko, perumahan serta pelebaran jalan yang terjadi hampir di semua wilayah Banten. Walau pertumbuhannya tertinggi namun sektor ini hanya mampu menyumbang 0,28 poin dari total pertumbuhan yang terjadi di tahun tersebut. Pertumbuhan tertinggi ke dua dicapai oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang tumbuh 8,52 persen. II -2

12 Subsektor sewa bangunan menjadi penopang utama tingginya pertumbuhan sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan. Dengan pertumbuhan tersebut, sektor ini hanya menyumbang pertumbuhan 0,32 poin. Selanjutnya sektor jasa-jasa menjadi sektor dengan pertumbuhan tertinggi ke tiga yakni sebesar 8,45 persen. Meningkatnya subsektor jasa hiburan dan rekreasi, jasa pemerintahan umum serta jasa perorangan dan rumahtangga menjadi penyebab tingginya pertumbuhan di sektor jasa-jasa. Namun sumbangan yang diberikan oleh sektor jasa-jasa hanya sebesar 0,38 poin dari total pertumbuhan. Sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 7,91 persen dengan sumbangan yang mencapai 1,59 poin terhadap total pertumbuhan Banten. Sementara itu, sektor industri pengolahan hanya tumbuh 3,92 persen namun sumbangan yang diberikan merupakan yang tertinggi, yakni mencapai 1,90 poin dari total pertumbuhan Banten. PDRB atas dasar harga berlaku Provinsi Banten pada tahun 2013 adalah sebesar Rp. 244,55 triliun, sedangkan pada tahun 2012 sebesar Rp. 213,20 triliun, atau terjadi peningkatan sebesar Rp.31,35 triliun. Peranan tiga sektor utama yakni sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta pengangkutan dan komunikasi terhadap total perekonomian Banten pada tahun 2013 sekitar 74,39 persen. II -3

13 Selama tahun 2013, menurut PDRB atas dasar harga berlaku, sektor ekonomi yang menghasilkan nilai tambah bruto produk barang dan jasa terbesar adalah sektor industri pengolahan senilai Rp. 111,46 triliun, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 47,48 triliun, dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. 22,98 triliun. Sebutan Banten yang terkenal dengan kawasan industrinya terutama baja tercermin dari struktur perekonomian Banten yang diukur dengan PDRB menurut kelompok lapangan usaha. Sekitar 53,07 persen PDRB Banten berasal dari sektor sekunder (sektor industri pengolahan; sektor bangunan;sektor listrik, gas dan air bersih), kemudian sebesar 38,84 persen berasal dari sektor tersier (sektor perdagangan, hotel dan restoran;sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan,persewaan dan jasa perusahaan; sektor jasa-jasa). Sementara itu sebesar 8,08 persen berasal dari sektor primer (sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian). (2) Tingkat Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan salah satu indikator ekonomi yang sering digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga (inflasi/deflasi) di tingkat konsumen, khususnya didaerah perkotaan. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket komoditas yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Mengawali tahun 2013 harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat di Banten secara umum kembali mengalami kenaikan yang cukup signifikan, II -4

14 hal ini terlihat dari naiknya angka Indeks Harga Konsumen (IHK) yang sebesar 112,56 pada bulan Desember 2013 menjadi 113,95 pada bulan Januari 2014 atau terjadi perubahan indeks (inflasi) 1,23 persen. Laju inflasi tahun kalender (2014) pada awal tahun akan bernilai sama dengan Januari 2014 yaitu sebesar 1,23 persen. Inflasi Year on Year (IHK Januari 2014 terhadap IHK Januari 2013) yaitu tercatat sebesar 10,96 persen. (3) Penduduk Miskin Garis kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Sampai dengan tahun 2012, jumlah dan persentase penduduk miskin di Banten menunjukkan trend menurun. Pada bulan Maret 2013 jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan, diakibatkan oleh inflasi umum yang relatif tinggi yaitu sebesar 3,80 persen. Kemudian pada September 2013 jumlah penduduk miskin di Banten kembali mengalami kenaikan sebesar 4,03 persen. Jumlah penduduk miskin di Banten pada bulan September 2013 mencapai 682,71 ribu orang (5,89 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2013, maka selama enam bulan tersebut terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 26,47 ribu orang (4,03 perse n). Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret September 2013 penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sebesar 50,66 ribu orang (13,93 persen), sementara penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang sebesar 24,2 ribu orang (8,27 persen). II -5

15 Tabel 2.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret-September 2013 Daerah/Tahun Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin Perkotaan Maret ,76 September ,27 Perdesaan Maret ,72 September ,22 Kota+Desa Maret ,74 September ,89 Beberapa faktor terkait peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret September 2013 di perkotaan: a. Selama periode Maret-September 2013 inflasi umum relatif tinggi, yaitu sebesar 5,76 persen akibat kenaikan harga bbm pada bulan Juni b. Upah buruh konstruksi secara riil turun sebesar 3,15 persen dari Rp ,- menjadi Rp ,-. Beberapa faktor terkait dengan penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret September 2013 di perdesaan : a. Upah riil buruh pertanian meningkat dari Rp ,- menjadi Rp ,- pada September b. Pertumbuhan sektor pertanian pada Triwulan I ke Triwulan III 2013 menunjukkan angka positif yaitu sebesar 2,11 persen. II -6

16 Pada September 2013, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan adalah beras yaitu sebesar 21,75 persen di perkotaan dan 37,31 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (14,82 persen di perkotaan dan 7,05 persen di perdesaan). Komoditi makanan lainnya yang memberikan sumbangan paling besar di perkotaan adalah telur ayam ras, mie instan dan daging ayam ras dengan sumbangan masing-masing sebesar 3,86 persen; 2,69 persen dan 2,48 persen. Di perdesaan komoditi makanan lain yang sumbangan cukup besar pada Garis Kemiskinan adalah mie instan (2,99 persen), tempe (2,51 persen) dan dan telur ayam ras (2,47 persen). Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan terbesar untuk Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan adalah biaya perumahan (9,21 persen di perkotaan dan 7,10 persen di perdesaan). Sedangkan sumbangan komditi non makanan lainnya ada perbedaan antara di perkotaan dan di perdesaan. Di perkotaan, biaya listrik; pendidikan dan bensin menjadi penyumbang terbesar berikutnya sebesar 2,86 persen, 2,72 persen dan 2,67 persen. Di perdesaan, setelah perumahan, komoditi non makanan penyumbang terbesar pada Garis Kemiskinan adalah biaya pendidikan (1,92 persen), pakaian jadi anak-anak (1,88 persen) dan pakaian jadi perempuan dewasa (1,52 persen). Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan II -7

17 adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan yang terkait dengan kesejahteraan penduduk miskin. Pada periode Maret September 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami peningkatan. Hal ini memberikan gambaran bahwa penduduk miskin semakin terpuruk. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 0,695 pada Maret 2013 menjadi 1,021 pada September Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan juga naik dari 0,158 menjadi 0,293 pada periode yang sama. Peningkatan nilai kedua indeks mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar. (4) Ketenagakerjaan dan Pengangguran Data ketenagakerjaan semakin diperlukan, terutama untuk evaluasi dan perencanaan pembangunan di bidang ketenagakerjaan. Pada bulan Februari 2014, terjadi penurunan jumlah penduduk yang aktif secara ekonomi, tercatat jumlah angkatan kerja mencapai orang atau turun sebesar orang dibanding keadaan bulan yang sama di tahun Dengan berkurangnya jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2014, terlihat dalam satu tahun terakhir juga terjadi penurunan II -8

18 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 2,30 persen yaitu dari 68,77 persen menjadi 66,47 persen pada Februari Pada periode Februari 2013 Februari 2014, jumlah penduduk yang terserap dalam dunia kerja juga turun sebesar orang menjadi sebesar orang pada Februari Pada sisi lain, penduduk yang menganggur mengalami kenaikan sebanyak orang menjadi orang pada Februari Kenaikan jumlah penduduk yang menganggur terlihat pula pada Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang naik dari 9,63 persen (Februari 2013) menjadi 9,87 persen pada Februari Struktur penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama selama satu tahun terakhir tidak mengalami perubahan. Penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor Perdagangan yang menyerap orang atau 25 persen penduduk yang bekerja (25,65 persen) disusul kemudian oleh sektor industri yang menyerap pekerja sebanyak orang (22,04 persen) dan sektor jasa kemasyarakatan menyerap sebanyak orang (19,01). Penurunan jumlah penduduk yang bekerja secara total, tidak disertai denga penurunan jumlah orang bekerja di setiap sektor. Selama periode Februari 2013 Februari 2014, jumlah penduduk yang bekerja di sektor Pertanian, Industri dan Lembaga Keuangan masih mengalami kenaikan. II -9

19 Tabel 2.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Lapangan/Pekerjaan/Utama Februari Agustus Februari Agustus Februari Pertanian Industri Konstruksi Perdagangan Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi Keuangan Jasa Kemasyarakatan Lainnya Jumlah Dari tujuh jenis status pekerjaan yang terekam pada Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas 2014), dapat diidentifikasi 2 kelompok utama terkait kegiatan ekonomi formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu. Pekerja yang berstatus buruh/karyawan memiliki jumlah yang tertinggi dibandingkan dengan status pekerjaan yang lain yaitu sebesar Angka ini meningkat sebesar orang dibandingkan dengan keadaan Februari Secara keseluruhan pekerja formal meningkat dari orang (56,47 persen) pada Februari 2013 menjadi orang (60,87 persen) pada Februari Penyerapan tenaga kerja hingga Februari 2014 masih didominasi oleh penduduk bekerja berpendidikan rendah yaitu SD ke bawah orang (37,74 persen) dan Sekolah Menengah Atas Umum sebanyak orang (18,15 persen). Penduduk bekerja berpendidikan tinggi hanya sebanyak orang II -10

20 mencakup orang (4,08 persen) berpendidikan Diploma dan sebanyak orang (10,52 persen) berpendidikan Universitas. Perbaikan kualitas pekerja ditunjukkan oleh kecenderungan menurunnya penduduk bekerja berpendidikan rendah (SMP kebawah) dan meningkatnya penduduk bekerja berpendidikan tinggi (Diploma). Dalam setahun terakhir, penduduk bekerja berpendidikan rendah menurun dari orang (57,71 persen) pada Februari 2013 menjadi orang (54,02 persen) pada Februari Sementara penduduk bekerja berpendidikan tinggi Universitas menurun dari orang (10,66 persen) pada Februari 2013 menjadi orang (10,52 persen) pada Februari Jumlah pengangguran pada Februari 2014 mencapai orang, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 9,87 persen. Baik dari sisi jumlah maupun tingkat pengangguran mengalami peningkatan dibandingkan dengan keadaan Februari Tabel 2.3 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (persen) Pendidikan Tinggi yang Ditamatkan Februari Agustus Februari Agustus Februari SD Kebawah 7,44 7,84 8,28 6,84 10,97 Sekolah Menengah Pertama 16,05 12,21 13,83 12,54 15,22 Sekolah Menengah Atas 15,04 11,27 11,41 11,84 10,44 Sekolah Menengah Kejuruan 10,19 11,85 11,33 13,39 6,97 Diploma I/II/III 6,24 7,65 10,43 5,05 2,33 Universitas 5,02 8,05 2,52 5,59 1,66 Jumlah 10,39 9,83 9,63 9,54 9,87 II -11

21 (5) Investasi Investasi merupakan salah satu komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi. Secara sederhana, investasi diartikan sebagai pengeluaran barang modal yang diarahkan untuk menunjang kegiatan produksi atau perluasan produksi. Ini menjadikan investasi mempunyai multiplier effect yang luas karena tidak hanya mendorong sisi produksi, namun juga menstimulasi sisi konsumsi. Laju pertumbuhan PDRB Banten menurut penggunaan selama tahun 2013 tumbuh sebesar 5,86 persen. Pertumbuhan pada tahun 2013 ini didukung oleh pertumbuhan komponen PMTB yang tumbuh lebih besar dari komponen lainnya yaitu sebesar 14,61 persen dan memberikan andil sebesar 2,72 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Banten Selanjutnya komponen ekspor meningkat dari 8,96 persen tahun 2012 menjadi 10,47 persen di tahun 2013, dan dapat memberikan andil signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten tahun 2013 dengan andil sebesar 11,92 persen. Sebaliknya, komponen impor sebagai faktor pengurang dalam pertumbuhan selama tahun 2013 juga tumbuh sebesar 15,54 persen dengan andil hingga 11,36 persen terhadap pertumbuhan, dengan demikian komponen net ekspor memberikan andil sebesar 0,56 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Banten tahun Selanjutnya komponen konsumsi rumah tangga dan lembaga nonprofit selama tahun 2013 tumbuh sebesar 5,74 persen dengan andil sebesar 2,01 basis poin terhadap pertumbuhan, diikuti oleh komponen II -12

22 konsumsi pemerintah dan perubahan inventori yang memberikan andil masing-masing sebesar 0,40 persen dan 0,05 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Banten tahun Distribusi PDRB menurut pengeluaran selama tahun 2013 terbesar masih diserap oleh komponen konsumsi rumahtangga dan lembaga non profit yang menggunakan nilai PDRB Banten 2013 hingga 45,03 persen, atau sedikit melambat dibanding tahun 2012 yang sebesar 45,24 persen. Komponen kedua adalah komponen PMTB dengan konstribusi dalam PDRB penggunaan hingga 36,55 persen, lebih besar dibanding tahun 2012 yang menyerap hingga 34,94 persen. Pertumbuhan proyek-proyek konstruksi baru di pemukiman serta pusat perdagangan dan industri, serta penyelesaian kegiatan ekspansi usaha yang dilakukan selama tahun 2013 menjadi salah satu penyebab peningkatan kontribusi PMTB dalam struktur ekonomi Banten. Komponen net ekspor merupakan komponen berikutnya yang mengambil porsi cukup besar dalam struktur ekonomi Provinsi Banten tahun 2013 yaitu sebesar 12,79 persen atau lebih rendah 1,84 persen dibanding tahun 2012 yang sebesar 14,63 persen. Sedangkan kontributor terkecil terjadi pada komponen perubahan inventori dan konsumsi pemerintah yang masing-masing memberikan porsi sebesar 0,50 persen dan 5,13 persen terhadap total penggunaan PDRB Banten tahun Berdasarkan data BKPM RI terbaru, tercatat Penanaman Modal Asing (PMA) di wilayah Banten sampai dengan triwulan III tahun 2013 jauh melebihi tahun Jumlah realisasi PMA pada tahun II -13

23 2013 mencapai 447 proyek dengan nilai investasi sebesar USD 2,928.6 juta, sementara itu tahun 2012 hanya sebanyak 405 proyek dengan nilai USD 2,716.3 juta atau terdapat peningkatan sebanyak 42 proyek atau senilai USD 0,212 juta. Di sisi lain, realisasi investasi dalam negeri di Banten mengalami penurunan dari sebanyak 66 proyek pada tahun 2012 (Rp 5,117.5 milyar) menjadi sebanyak 64 proyek (senilai Rp 3,349.7 milyar) pada tahun 2013 sampai dengan triwulan III. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa investor yang berminat di wilayah Banten cenderung berasal dari investor luar negeri. Selanjutnya, upaya peningkatan investasi melalui perbaikan proses kemudahan perijinan, kesiapan lahan industri dan infrastruktur serta promosi investasi tidak saja dilakukan untuk investor luar negeri tetapi juga perlu ditujukan bagi investor dalam negeri. Tabel 2.4 Perkembangan Investasi Provinsi BantenTahun Tahun Proyek PMDN PMA Total Investasi Investasi Investasi PMA dan PMDN Proyek (milyar rupiah) (US$. Juta) Investasi (rupiah) , , , , , , TW III Sumber: BKPM RI Tahun 2013 Perkembangan investasi dapat dilihat juga dari neraca perbankan yang membandingkan antara dana pihak ketiga yang disimpan di lembaga perbankan dibandingkan dengan posisi pinjaman yang diberikan berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Banten. Jumlah II -14

24 dana pihak ketiga yang disimpan di Bank Umum di Banten pada tahun 2013 sebesar 105,44 trilyun rupiah dan jumlah pinjaman yang diberikan berdasarkan lokasi proyek sebesar 181,234 trilyun rupiah. Hal ini dapat disimpulkan terjadi aliran modal atau investasi dari luar wilayah Provinsi Banten ke wilayah Provinsi Banten sebesar 75,794 trilyun rupiah. Investasi terbesar berada di Kabupaten Tangerang, dimana pinjaman berdasarkan lokasi proyek sebesar 91,220 trilyun rupiah dan dana pihak ketiga sebesar 40,801 trilyun rupiah, sehingga jumlah investasi yang masuk sebesar 50,419 trilyun. Investasi terbesar kedua berada di Kota Cilegon, dimana jumlah pinjaman yang diberikan oleh bank umum berdasarkan lokasi proyek sebesar 22,859 trilyun rupiah, sementara dana simpanan pihak ketiga sebesar 6,972 trilyun rupiah, sehingga investasi yang masuk sebesar 15,887 trilyun rupiah. Investasi terbesar ketiga berada di Kabupaten Serang, dimana jumlah pinjaman yang diberikan oleh Bank umum sebesar 14,468 trilyun rupiah, sementara dana simpanan pihak ketiga sebesar 3,775 trilyun rupiah, sehingga investasi yang masuk sebesar 10,693 trilyun rupiah. Investasi mengalir juga ke Kabupaten Lebak sebesar 6,475 trilyun rupiah dan ke Kabupaten Pandeglang sebesar 4,581 trilyun rupiah. Walaupun Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang aktivitas ekonomi utamanya di sektor pertanian, terjadi pula peningkatan investasi yang relatif besar dibandingkan dengan jumlah simpanan dana pihak ketiga dimana Kabupaten Lebak II -15

25 investasi masuk lebih dari lima belas kali lipat, dimana dana simpanan pihak ketiga Kabupaten Lebak sebesar 457 miliar rupiah dan posisi pinjaman sebesar 6,932 trilyun rupiah, sedangkan Kabupaten Pandeglan investasi masuknya lebih dari delapan kali lipat dimana dana simpanan pihak ketiga Kabupaten Pandeglang sebesar 626 miliar rupiah, sementara posisi pinjaman yang diberikan bank umum sebesar 5,2017 trilyun rupiah RENCANA TARGET EKONOMI MAKRO DAERAH TAHUN 2015 Dalam merumuskan prospek perekonomian daerah Tahun 2015 mendatang, tentunya perlu memperhatikan perkembangan dan prospek ekonomi Indonesia Tahun 2015 sebagaimana dirumuskan dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun Berbagai hambatan di dalam negeri yang belum terselesaikan serta kemungkinan cuaca ekstrem di dalam negeri akan dihadapi dengan berbagai langkah yang tepat, antara lain: (i) penguatan ekonomi domestik melalui investasi agar daya beli meningkat (ii) meningkatkan efektivitas belanja negara, baik dari arah belanja negara tersebut maupun dari penyerapannya, terutama yang terkait dengan prioritas belanja negara untuk infrastruktur, serta (iii) peningkatan efektivitas penerimaan negara dengan sekaligus pengurangan defisit anggaran. Dengan langkahlangkah ini, secara keseluruhan momentum pembangunan yang sudah dicapai pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 dapat dipertahankan pada tahun 2014, dan dapat ditingkatkan pada tahun II -16

26 Dengan kemajuan yang dicapai pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 dan masalah yang diperkirakan masih dihadapi hingga tahun 2014, maka tantangan pokok yang dihadapi Indonesia pada tahun 2015 adalah sebagai berikut : 1) Memantapkan Perekonomian Nasional. Dorongan akan diberikan pada peningkatan investasi, industri pengolahan nonmigas, daya saing ekspor, peningkatan efektivitas penerimaan negara, penguatan penyerapan belanja negara, serta pemantapan ketahanan pangan dan energi. 2) Menjaga Stabilitas Ekonomi. Perhatian akan diberikan pada langkah-langkah yang terpadu untuk menjaga stabilitas harga di dalam negeri dan nilai tukar, yang dihadapkan pada tingginya resiko harga komoditi baik migas maupun non-migas, serta pengendalian arus modal yang dapat membahayakan perekonomian. 3) Mempercepat Pengurangan Pengangguran dan Kemiskinan. Langkah-langkah akan dipusatkan pada upaya-upaya yang mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih besar serta menjangkau masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan dengan program-program pemberdayaan yang tepat. Selanjutnya dengan memperhatikan kondisi ekonomi makro nasional tahun 2013 dan perkiraan di tahun 2014 serta tantangan pokok yang akan dihadapi pada tahun 2015, maka sasaran pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2015 ditargetkan untuk tumbuh sebesar 5,5-6,3 persen, laju inflasi 3,0-5,0 persen, II -17

27 pengangguran terbuka 5,0-5,5 persen dan penduduk miskin 6,5-8,0 persen. Untuk lebih jelasnya tentang perkembangan dan sasaran ekonomi makro tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Perkembangan dan Sasaran Ekonomi Makro Nasional Tahun URAIAN NO INDIKATOR 1 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) ,23 5,66 6,4-6,9 5,5-6,3 2 Laju Inflasi 4,3 9,93 5,0 3,0-5,0 3 Penduduk Miskin 11,96 11,7 8,0-10,0 6,5-8,0 4 Pengangguran Terbuka 6,14 6,25 5,6-6,0 5,0-5, Pertumbuhan Ekonomi PDRB Banten triwulan I tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) tumbuh positif 0.87 persen, setelah triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan minus 0,06 persen. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan sektor dengan pertumbuhan tertinggi yang mencapai 5,23 persen. a. Pertumbuhan year on year (y on y) pada triwulan I tahun 2014 mencapai 5,20 persen, lebih rendah dari pertumbuhan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 6 persen. Sektor konstruksi merupakan sektor dengan pertumbuhan tertinggi yang mencapai 18,36 persen. b. Nilai nominal PDRB Banten triwulan I tahun 2014 atas dasar harga berlaku mencapai Rp. 65,62 triliun, sedangkan atas dasar harga II -18

28 konstan mencapai Rp. 27,11 triliun. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, nilai nominal tersebut mengalami peningkatan baik atas dasar harga berlaku maupun konstan. c. Secara year on year, sumber pertumbuhan berasal dari sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,50 persen, industri pengolahan 1,17 persen serta sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 0,82 persen. d. Menurut penggunaannya, PDRB Banten atas dasar harga berlaku pada triwulan I tahun 2014 sebagian besar digunakan untuk konsumsi rumahtangga termasuk konsumsi lembaga non profit yaitu sebesar Rp. 29,75 triliun dan konsumsi pemerintah Rp. 2,79 triliun. Kemudian sebanyak Rp. 24,24 triliun digunakan untuk PMTB dan perubahan stok sebesar Rp. 307,39 miliar. Nilai transaksi ekspor Banten pada triwulan ini sebesar Rp. 61,44 triliun, sedangkan nilai impor sebesar Rp. 52,91 triliun.sehingga net ekspor Banten masih mengalami surplus senilai Rp. 8,53 triliun. e. Pada triwulan I tahun 2014 secara q to q, komponen PDRB menurut penggunaan yang mengalami pertumbuhan positif adalah komponen konsumsi rumahtangga dan LNP sebesar 1,04 persen, komponen perubahan inventori sebesar 1,06 persen, dan komponen ekspor sebesar 0,87 persen. Sedangkan konsumsi pemerintah dan PMTB terkontraksi hingga 36,42 persen dan 1,16 persen. Secara year on year, semua komponen PDRB menurut pengeluaran pada triwulan ini tumbuh positif dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen impor sebesar 18,63 persen. II -19

29 f. Sumber pertumbuhan komponen PDRB menurut penggunaan secara quarter to quarter disumbangkan oleh andil komponen net ekspor sebesar 2,31 persen, sedangkan menurut year on year berasal dari konsumsi rumahtangga dan lembaga non profit sebesar 2,29 persen. Berdasarkan perkembangan tersebut di atas, yang menunjukkan arah kinerja yang lebih baik, maka target pertumbuhan ekonomi Tahun 2015 sebesar 6,7 6,8 % Inflasi Mulai Januari 2014, pengukuran inflasi di Indonesia menggunakan IHK tahun dasar 2012=100. Ada beberapa perubahan yang mendasar dalam penghitungan IHK baru (2012=100) dibandingkan IHK lama (2007=100), khususnya mengenai cakupan kota, paket komoditas, dan diagram timbang. Perubahan tersebut didasarkan pada Survei Biaya Hidup (SBH) 2012 yang dilaksanakan oleh BPS, yang merupakan salah satu bahan dasar utama dalam penghitungan IHK. Hasil SBH 2012 sekaligus mencerminkan adanya perubahan pola konsumsi masyarakat dibandingkan dengan hasil SBH sebelumnya. SBH 2012 dilaksanakan di 82 kota, yang terdiri dari 33 ibukota provinsi dan 49 kota besar lainnya. Survei ini hanya dilakukan di daerah perkotaan (urban area). Untuk Banten, terpilih 3 kota yaitu kota Serang sebagai ibukota provinsi beserta kota besar tambahan yaitu kota Cilegon dan kota Tangerang. Memasuki bulan Mei 2014, harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat di Banten secara umum mengalami sedikit II -20

30 kenaikan, hal ini terlihat dari naiknya angka Indeks Harga Konsumen (IHK) yang sebesar 115,00 pada bulan April 2014 menjadi 115,15 pada bulan Mei 2014 atau terjadi perubahan indeks (inflasi) 0,13 persen. Inflasi ini terjadi karena naiknya Indeks 6 (enam) dari 7 (kelompok) yang ada pada kelompok pengeluaran yakni : kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau naik 0,29 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar naik 0,44 persen; kelompok sandang 0,20 persen; kelompok kesehatan 0,11 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,11 persen serta kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan naik 0,79 persen. Sementara pada kelompok bahan makanan kembali mengalami penurunan sebesar -0,95 persen. Laju inflasi tahun kalender 2014 tercatat sebesar 2,29 persen. Berdasarkan laju inflasi Tahun 2014 sampai bulan Mei sebesar 2,29 persen, maka target inflasi Tahun 2015 di Provinsi Banten sebesar 4 ± 1 % Ketenagakerjaan Jumlah angkatan kerja pada Februari 2014 mencapai orang, berkurang sebesar orang dibandingkan jumlah angkatan kerja pada Februari 2013 yang sebesar orang. Jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2014 sebesar orang, berkurang orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari Selama setahun terakhir (Februari 2013 Februari 2014), hampir semua sektor mengalami penurunan jumlah pekerja, kecuali sektor pertanian, sektor industri dan Lembaga Keuangan. Lapangan usaha II -21

31 dengan penyerapan tenaga kerja terbanyak terdapat di sektor Perdagangan yang menyerap orang atau lebih dari seperempat penduduk yang bekerja (25,65 persen). Berdasarkan jumlah jam kerja pada Februari 2014, sebanyak orang (80,98 persen) berkerja di atas 35 jam per minggu. Sedangkan penduduk yang bekerja kurang dari 15 jam per minggu sebanyak orang (3, 06 persen). Pada Februari 2014, penduduk bekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih mendominasi yaitu sebanyak orang (37,74%), sedangkan penduduk bekerja dengan pendidikan Diploma sebanyak orang (4,08%) dan penduduk bekerja dengan pendidikan Universitas sebanyak (10,52%). Berdasarkan perkembangan tersebut, serta mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi maka target jumlah pengangguran sebesar 9,24 % Penanggulangan Kemiskinan Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan) di Banten pada bulan September 2013 mencapai 682,71 ribu orang (5,89%) meningkat 26,47 ribu orang, dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang sebesar 656,24 ribu orang (5,74%). Selama periode Maret September 2013, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah 50,66 ribu orang (dari 363,80 ribu orang pada Maret 2013 menjadi 414,46 ribu orang pada September 2013), sementara di daerah perdesaan berkurang 24,20 ribu orang (dari 292,45 ribu orang pada Maret 2013 menjadi 268,25 ribu orang pada September 2013). II -22

32 Sedangkan dari prosentasenya, Pada Maret 2013 hingga September 2013, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami peningkatan, sementara di daerah perdesaan mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2013 sebesar 4,76 persen, meningkat menjadi 5,27 persen pada September Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan menurun dari 7,72 persen pada Maret 2013 menjadi 7,22 persen pada September Pada periode Maret-September 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kenaikan. Kenaikan P1 mapun P2 di perkotaan cukup tinggi, hal ini memberikan indikasi bahwa penduduk miskin di perkotaan semakin terpuruk. Sementara itu, kondisi di perdesaan tidak terlalu berubah secara signifikan. Selain itu, diperlukan upaya untuk menghadapi tantangan utama penanggulangan kemiskinan seperti diantaranya pertumbuhan penduduk masih cukup besar, petani dan nelayan dihadapkan pada lahan usaha yang semakin terbatas, peluang usaha dan pengembangan usaha masyarakat miskin yang terbatas, urbanisasi yang memperparah kemiskinan perkotaan, rendahnya kualitas sdm, khususnya usia muda, rendahnya penyerapan tenaga kerja sektor industri, masih banyak daerah terisolir, dengan akses pelayanan dasar yang rendah, serta belum tersedianya jaminan perlindungan sosial yang komprehensif. Akibat kondisi kemiskinan saat ini dan tantangan ke depan diperlukan rencana khusus untuk percepatan penurunan kemiskinan, diantaranya II -23

33 melalui pendekatan perlindungan sosial yang universal, pengembangan pelayanan dasar, dan pengembangan penghidupan yang berkelanjutan melalui sinergitas program/kegiatan dari pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, sesuai kondisi wilayah. MP3KI ini dilakukan melalui strategi Perluasan jangkauan programprogram bersasaran (targeted) untuk penduduk miskin dan rentan, Pengembangan penghidupan masyarakat miskin dan rentan berdasarkan koridor pulau dan kawasan khusus, dan Pengarusutamaan (mainstreaming) penanggulangan kemiskinan diseluruh kebijakan dan program pembangunan. Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut di atas, maka makro ekonomi ditargetkan sesuai dengan RPJMD Provinsi Banten tahun Tabel 3.2 Asumsi Ekonomi Makro Provinsi Banten Tahun 2015 NO INDIKATOR EKONOMI TARGET 1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,7-6,8 2. Tingkat Inflasi (%) 4,5 3. Pengangguran terbuka (%) 9,24 4. Penduduk miskin (%) 5,1-4,8 II -24

34 BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH 3.1. ASUMSI DASAR DALAM RAPBN 2015 Dengan memperhatikan pencapaian kemajuan tahun 2011 sampai dengan 2013 dan mempertimbangkan masalah yang dihadapi hingga tahun 2014, maka tantangan dan kebijakan pokok yang dihadapi pada tahun 2015 adalah sebagai berikut: 1) Memantapkan Perekonomian Nasional. Perhatian akan di tujukan pada peningkatan investasi, industri pengolahan nonmigas, daya saing ekspor, peningkatan efektivitas penerimaaan negara, penguatan penyerapan belanja negara, dan pemantapan ketahanan pangan dan energi; 2) Menjaga Stabilitas Ekonomi. Dorongan akan diberikan pada langkah-langkah yang terpadu untuk menjaga stabilitas harga di dalam negeri dan nilai tukar resiko fluktuasi harga komoditi baik migas maupun nonmigas, serta pengendalian arus modal; III - 1

35 3) Mempercepat Pengurangan Pengangguran Dan Kemiskinan. Upaya akan ditujukan dalam rangka menciptakan lapangan kerja yang lebih besar serta dapat menjangkau masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan dengan programprogram pemberdayaan yang tepat dan terpadu. Dengan arah kebijakan ekonomi makro di atas serta dengan memperhatikan lingkungan eksternal dan internal, pertumbuhan ekonomi tahun 2015 ditargetkan untuk tumbuh sekitar 5,8 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan stabilitas ekonomi yang terjaga tersebut, Sasaran Kuantitatif tingkat pengangguran terbuka tahun 2015 diperkirakan sebesar 5,5-5,7 persen pada tahun 2015 dan jumlah penduduk miskin menjadi berkisar antara 9,0-10,0 persen pada tahun Kebijakan ekonomi makro pada tahun 2015 diarahkan sejalan dengan tema pembangunan nasional RKP 2015 yaitu Melanjutkan Reformasi bagi Percepatan Pembangunan Ekonomi yang Berkeadilan. Dengan arah kebijakan ekonomi makro di atas serta dengan memperhatikan lingkungan eksternal dan internal, pertumbuhan ekonomi tahun 2015 ditargetkan untuk tumbuh sebesar 5,5-6,3 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan stabilitas ekonomi yang terjaga tersebut, pengangguran terbuka akan menurun menjadi berkisar antara 5,7-5,9 persen dari angkatan kerja dan jumlah penduduk miskin menjadi berkisar antara 9,0-10,0 persen pada tahun III - 2

36 Selanjutnya dengan memperhatikan kondisi ekonomi makro nasional tahun 2014 dan perkiraan ditahun 2015 di atas serta tantangan pokok yang akan dihadapi pada tahun 2015, maka sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2015 ditargetkan untuk tumbuh sebesar 5,5-6,3 persen, laju inflasi 3,0-5,0 persen, pengangguran terbuka 5,0-5,5 persen dan penduduk miskin 6,5-8,0 persen. Untuk lebih jelasnya tentang perkembangan dan sasaran ekonomi makro tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Asumsi Ekonomi Makro Nasional Tahun 2015 NO INDIKATOR EKONOMI Target Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,5 6,3 2. Tingkat Inflasi (%) 3,0 5,0 3. Pengangguran terbuka (%) 5,0-5,5 4. Penduduk miskin (%) 6,5 8,0 Sumber : BPS Provinsi Banten dan RPJMD Provinsi Banten Tahun ASUMSI DASAR PADA RAPBD 2015 Pada Tahun 2015, pembangunan perekonomian daerah Provinsi Banten diarahkan untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi agar mampu memecahkan permasalahan sosial mendasar terutama kemiskinan dan pengangguran. Oleh karena itu, diperlukan partisipasi aktif masyarakat dan swasta (dunia usaha) sebagai pilar dan pelaku utama pembangunan ditunjang oleh kebijakan pengendalian inflasi dan kredit bagi pengembangan usaha kecil dan menengah. Dalam kaitan tersebut diatas, pertumbuhan ekonomi didorong terutama dengan meningkatkan investasi. Peningkatan investasi dilakukan III - 3

37 dengan mengurangi hambatan-hambatan yang ada yaitu dengan menyederhanakan prosedur perijinan, memberikan kemudahan kredit/pinjaman usaha terutama bagi kelompok usaha kecil menengah, mempersiapkan tenaga kerja terlatih di bidang industri, pemilihan komoditas unggulan untuk diproduksi massal yang dapat menciptakan forward linkage dan backward linkage yang besar bagi perekonomian masyarakat banten, meningkatkan penyediaan infrastruktur dan energi, dan lain-lain Pertumbuhan Ekonomi Gini Rasio (GR) sebagai alat ukur ketimpangan pendapatan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Pada 2012 GR sebesar 0,38, kemudian pada 2013 sudah meningkat menjadi 0,41. Artinya, ketimpangan pendapatan kian meningkat. Dengan didasarkan pada konsep membangun kerjasama. Pembangunan ekonomi diarahkan sebagai bidang yang mampu menggerakan bidang lain melalui percepatan transformasi ekonomi agar kesejahteraan rakyat lebih cepat terwujud. Ditargetkan melalui kerangka MP3EI bahwa pada tahun 2025 Indonesia sudah menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita antara USD USD dan nilai total perekonomian (PDB) antara USD 4,0 4,5 triliun. Syarat pencapaiannya adalah pertumbuhan ekonomi riil yang tinggi dan konsisten disertai pengendalian inflasi. Pertumbuhan ekonomi riil yang diharapkan sebesar 6,4-7,5 % pada tahun dan 8,0-9,0% pada periode , sedangkan inflasinya ditekan hingga mencapai 3,0% pada tahun Untuk mempercepat III - 4

38 pertumbuhan ekonomi, pemerintah baik pusat maupun daerah perlu berkolaborasi dengan dunia usaha baik investor domestik maupun mancanegara. Salah satunya dengan membuat regulasi yang memungkinkan terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan baru. Sebagai prasyarat terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan baru adalah peran aktif pemerintah pusat dan daerah, pelibatan dunia usaha, reformasi kebijakan keuangan negara, reformasi birokrasi, penciptaan konektivitas antar wilayah, kebijakan ketahanan pangan, air dan energi, serta jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan Penciptaan Lapangan Kerja Penciptaan lapangan pekerjaan di Provinsi Banten pada tahun 2015 menjadi target kinerja prioritas, mengingat pada tahun 2013, beban Tingkat Pengangguran terbuka masih sebesar 9,87 % ditambah jumlah tenaga kerja yang setengah bekerja atau bekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 35 jam per minggu sebesar 15,7 %. Sehingga beban nyata dalam penyediaan lapangan pekerjaan mencapai 25,6 %. Daya saing ketenagakerjaan memiliki beban, mengingat penduduk bekerja yang memiliki pendidikan SD ke bawah masih tetap mendominasi, yaitu sebesarq 39 % atau sebanyak 1.807,3ribu orang. Sedangkan penduduk bekerja dengan pendidikan SLTP sebesar 866 ribu orang (19%), SLTA keatas sebesar 1.437,5 ribu orang (31%) sementara penduduk bekerja dengan pendidikan tinggi sebesar 526,2 ribu orang yang terdiri dari pendidikan diploma 143,2 ribu orang (3,1%) dan penduduk yang bekerja dengan pendidikan universitas sebesar 383 ribu orang (8,3%). III - 5

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/36/Th. VIII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian Banten pada triwulan IV-2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 No. 40/08/36/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 PDRB Banten triwulan II tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2,17 persen,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN III-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN III-2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN III-2014 No. 53/11/36/Th.VIII, 5 November 2014 PDRB Banten triwulan III 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2 persen, melambat

Lebih terperinci

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 910/MoU.15 - Huk/2011 NOMOR : 164/09/DPRD/ XI/2011902/2010 TANGGAL : 17 November 2011 2009

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014 No.22/05/36/Th.VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014 PDRB Banten triwulan I tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) tumbuh positif 0.87 persen, setelah triwulan sebelumnya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 No.11/02/63/Th XVII, 5 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2012 tumbuh sebesar 5,73 persen, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor konstruksi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 No. 28/05/72/Thn XVII, 05 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 Perekonomian Sulawesi Tengah triwulan I-2014 mengalami kontraksi 4,57 persen jika dibandingkan dengan triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN NOVEMBER 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN NOVEMBER 2014 No. 55/11/36/Th.VIII, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN NOVEMBER 2014 Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2014 mencapai 5,3 juta orang, bertambah sebesar 156 ribu orang dibandingkan jumlah

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta, 18 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI 2 Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/08/72/Th. XIV, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No. 47/08/72/Thn XVII, 05 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 27 / VIII / 16 Mei 2005 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PDB INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2005 TUMBUH 2,84 PERSEN PDB Indonesia pada triwulan I tahun 2005 meningkat sebesar 2,84 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013 No. 04/01/36/Th.VIII, 2 Januari 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 682,71 RIBU ORANG Pada bulan September 2013, jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2015 No. 56/11/36/Th.IX, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN BANTEN AGUSTUS 2015 Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2015 mencapai 5,34 juta orang, turun sebesar tiga ribu orang dibandingkan jumlah angkatan

Lebih terperinci

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 46/08/73/Th. VIII, 5 Agustus 2014 KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan II tahun 2014 yang dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015 DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN Edisi 07 Agustus 2015 Buku saku ini dalam upaya untuk memberikan data dan informasi sesuai dengan UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 No. 45/08/72/Th. XVI, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Utara Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Utara Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD Dengan dilantiknya Dr. H. Irianto Lambrie dan H. Udin Hianggio, B.Sc sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Utara periode jabatan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III/2012

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III/2012 No. 61/11/72/Th. XV, 05 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III/2012 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas

Lebih terperinci

PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001

PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001 No. 07/V/18 FEBRUARI 2002 PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001 PDB INDONESIA TAHUN 2001 TUMBUH 3,32 PERSEN PDB Indonesia tahun 2001 secara riil meningkat sebesar 3,32 persen dibandingkan tahun 2000. Hampir

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Tahun 2016 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro tahun 2016 sebagaimana yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Kaltim, sebelumnya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 38/08/14/Th.XIV, 2 Agustus 2013 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas Triwulan II Tahun 2013 mencapai 2,68 persen Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan II tahun 2013, yang diukur dari

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 34/08/34/Th. XIII, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2011 SEBESAR -3,89 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

ESI TENGAH. sedangkan PDRB triliun. konstruksi minus. dan. relatif kecil yaitu. konsumsi rumah modal tetap. minus 5,62 persen.

ESI TENGAH. sedangkan PDRB triliun. konstruksi minus. dan. relatif kecil yaitu. konsumsi rumah modal tetap. minus 5,62 persen. No. N 28/05/72/Th. XVI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAW ESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012 No. 27/05/72/Thn XV, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014 No. 68/11/71/Th. VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014 Perekonomian Sulawesi Utara yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada ulan III/2014

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN 2010 No. 46/11/51/Th. IV, 5 Nopember PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN PDRB Provinsi Bali I meningkat sebesar 2,65 persen dibanding triwulan sebelumnya (q-to-q). Peningkatan terjadi di hampir semua

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 08/02/34/Th. XI, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN No. 50/11/Th.XVII, 5 November Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan III- secara triwulanan (q-to-q) mencapai

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2010 No. 01/02/53/Th. XIV, 07 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2010 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2010

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 77/12/Th. XIII, 1 Desember 2010 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2010 AGUSTUS 2010: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 7,14 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008 BADAN PUSAT STATISTIK No.43/08/Th. XI, 14 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II- Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II-

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG No. 03/14/Th.IV, 15 September 2014 TINJAUAN PDRB MENURUT KONSUMSI MENCAPAI 69,42 Triliun Rupiah, Net Ekspor 53,44 Triliun Rupiah Dari Harga Berlaku Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

B A P P E D A D A N P E N A N A M A N M O D A L P E M E R I N T A H K A B U P A T E N J E M B R A N A

B A P P E D A D A N P E N A N A M A N M O D A L P E M E R I N T A H K A B U P A T E N J E M B R A N A S alah satu implikasi adanya otonomi daerah adalah daerah memiliki wewenang yang jauh lebih besar dalam mengelola daerahnya baik itu dari sisi pelaksanaan pembangunan maupun dari sisi pembiayaan pembangunan.

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 11/02/73/Th. VIII, 5 Februari 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN IV 2013 BERKONTRAKSI SEBESAR 3,99 PERSEN Kinerja perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan IV tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III/2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III/2014 No. 63/11/72/Th. XVII, 05 November PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III/ Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG No. 05/6474/Th.V, 28 Desember 2016 TINJAUAN PDRB KOTA BONTANG MENURUT PENGGUNAAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Penggunaan Kota Bontang dalam tahun 2015

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 No. 08/02/31/Th. XI, 16 Februari 2009 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

3.1.1.Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2013 dan Perkiraan Tahun. perekonomian regional, perekonomian nasional bahkan

3.1.1.Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2013 dan Perkiraan Tahun. perekonomian regional, perekonomian nasional bahkan 3.1.1.Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2013 dan Perkiraan Tahun 2014 Perekonomian suatu daerah tidak dapat terlepas dengan perekonomian regional, perekonomian nasional bahkan perekonomian global. Ada faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 74/11/Th. XIV, 7 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2011 AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,56 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2012 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan pertumbuhan sebesar

Lebih terperinci

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka Kata pengantar Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun 2012 merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen data terhadap data-data yang sifatnya strategis, dalam

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016 No. 08/11/Th.X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,78 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Tenggara pada Februari 2016 mencapai 1.212.040

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 29/05/32/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 22,64 juta orang, naik sekitar 0,46 juta orang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XVI, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.24/05/33/Th.IV, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2010 PDRB Jawa Tengah pada triwulan I tahun 2010 meningkat sebesar 6,5 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 64/11/61/Th. XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2014 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2014 TUMBUH 4,45 PERSEN Besaran Produk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA No. 18/05/31/Th. XI, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2009 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No.09/02/Th.XVI, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN IV-dan TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan IV-2012 secara triwulanan (q-to-q)

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK No. 07/02/53/TH.XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR 5,62 Y on Y 2,37 Q to Q Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2013 Tumbuh sebesar 5,62% (Y on Y) dan 2,37%

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014 No. 31/07/36/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 622,84 RIBU ORANG Pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

hal- ii Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) Tahun Anggaran 2017

hal- ii Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) Tahun Anggaran 2017 DAFTAR ISI Hal. Nota Kesepakatan Daftar Isi i BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 2 1.3. Dasar Hukum... 3 BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 8 2.1. Perkembangan Indikator Ekonomi

Lebih terperinci