BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pulpa adalah jaringan lunak yang terletak di bagian tengah gigi. Pulpa memiliki empat fungsi yaitu membentuk dentin, mensuplai nutrisi, mempertahankan gigi, serta sebagai persarafan dan sensori. Sel pulpa yang berfungsi membentuk dentin adalah odontoblas. 4 Odontoblas menghasilkan komponen matriks organik yaitu kolagen, proteoglycans, dan noncollagenous proteins. 23 Odontoblas juga menghasilkan dentin tersier sebagai respon dari injuri akibat trauma. Jaringan pulpa juga mensuplai nutrisi untuk pembentukan dentin. 4 Pemberian nutrisi pada dentin merupakan fungsi odontoblas dan pembuluh darah. Pertukaran nutrisi terjadi melalui pembuluh darah dan menuju ke dentin melalui tubulus dentin. 24 Saraf pada jaringan pulpa dapat merespon terhadap nyeri melalui rangsangan terhadap jaringan atau melalui enamel dan dentin. Saraf pada jaringan pulpa terdiri dari dua tipe saraf sensori yaitu saraf myelinated dan saraf non-myelinated. Stimulasi saraf myelinated cepat dan tajam, sedangkan saraf non-myelinated lambat dan tumpul. 22 Jaringan pulpa adalah jaringan yang terkurung oleh dinding yang kaku dan membentuk suatu keadaan yang low-compliance. Peningkatan tekanan jaringan yang kecil pun, akibat vasodilatasi dan eksudasi pada saat inflamasi, akan menyebabkan kompresi dan kolapsnya venul secara total di area cedera pulpa. Meningkatnya tekanan jaringan, ketidaksanggupan pulpa untuk berekspansi, dan tidak adanya sirkulasi kolateral dapat menyebabkan terjadinya nekrosis pulpa Pulpa Pulpa terdiri dari komponen ekstraseluler, pembuluh darah, saraf, dan sel. 22 Komponen ekstraseluler terdiri dari protein fibril dan substansi dasar. Terdapat dua jenis protein fibril yaitu kolagen dan elastin. Kolagen merupakan komponen

2 terbanyak dari serat kolagen yang memberikan kekuatan pada jaringan. Elastin adalah komponen utama dari serat elastik yang memberikan elastisitas pada jaringan Sel Pulpa Normal Sel yang ada di dalam jaringan pulpa di antaranya adalah sel odontoblas, sel fibroblas, sel mesenkhim, sel dendritik, sel mast, dan sel imunokompeten Sel Odontoblas Odontoblas adalah sel karakteristik pada pulpa, yang membentuk lapisan tunggal pada perifer pulpa, mensintesa matriks, dan mengontrol mineralisasi dentin. Sel odontoblas terdiri dari dua komponen yaitu badan sel dan prosesus odontoblas. Badan sel terletak di bawah matriks dentin yang tidak mengalami mineralisasi (predentin), sedangkan prosesus meluas ke sepertiga bagian dalam dentin. 22 Odontoblas membentuk suatu lapisan di daerah perifer dan mesintesa matriks yang akan menjadi dentin, sehingga sering disebut sel dentinoblas karena sel ini menunjukkan fungsi utamanya membentuk dentin. 25 Odontoblas memproduksi komponen matriks organik predentin dan dentin, termasuk kolagen (umumnya tipe 1) dan proteoglycans. Secara fisiologis, odontoblas primer pada gigi dewasa memproduksi dentin yang baru (dentin sekunder). Ketika odontoblas primer mengalami injuri, produksi dentin dapat dipercepat sebagai suatu pertahanan/perbaikan. Odontoblas ini akan digantikan oleh odontoblas sekunder yang memproduksi matriks dentin yang baru. Dentin baru yang dihasilkan dinamakan dentin tersier Sel Fibroblas Fibroblas merupakan sel yang paling banyak ditemukan di dalam pulpa, dapat berasal dari sel mesenkhim pulpa yang tidak berkembang atau dari bagian fibroblas yang ada. Sel ini berada di seluruh pulpa tetapi cenderung berkonsentrasi pada daerah kaya sel, terutama di bagian koronal. 22 Fungsi utama fibroblas adalah pembuatan substansi dasar dan serabut kolagen, yang merupakan matriks pulpa. Matriks protein yang dihasilkan terlibat dalam proses penyembuhan luka dan perbaikan jaringan epitel. Selain mensintesis juga mempertahankan matriks jaringan ikat yang secara konstan berubah. Fibroblas

3 juga terlibat dalam degradasi kolagen dan deposisi jaringan yang mengalami kalsifikasi. Selain itu dapat membuat dentikel dan dapat berkembang untuk menggantikan odontoblas yang lisis, dengan membentuk dentin reparatif. Fibroblas mempunyai bentuk yang bervariasi, dari bentuk seperti sigaret sampai bentuk seperti bintang dengan cabangnya yang pendek. Hal ini tergantung pada keadaan sel yang meliputi usia, tingkatan vitalitas jaringan pulpa, serta kemampuan daya pertahanan terhadap lingkungan Sel Mesenkhim Sel mesenkhim terdapat pada jaringan pulpa, yang mempunyai fungsi multipoten dan sewaktu-waktu diperlukan sebagai sel pengganti dari berbagai macam sel yang telah rusak atau mati. Penggantian ini terjadi dengan mengadakan diferensiasi antara lain menjadi sel fibroblas, odontoblas, dan dapat juga menjadi makrofag. Makrofag atau histiosit merupakan salah satu sel pertahanan pulpa yang dalam keadaan aktif bergerak menuju ke tempat inflamasi dan berfungsi sebagai sel fagositik terhadap bakteri, benda asing dan sel mati. Lokasi sel ini terutama di sekitar pembuluh darah pada daerah kaya sel dan sukar dikenali. Sel mesenkhim ini biasanya berada di bagian luar pembuluh darah, sebelum ada radang tampak agak memanjang dan pada saat timbul radang sel tersebut berdiferensiasi menjadi makrofag Sel Dendritik Sel dendritik seperti sel makrofag, merupakan sel imunokompeten yang dijumpai pada epidermis, sel membran dan disebut sebagai sel Langerhans. Sel dendritik terutama didapatkan dalam jaringan limfoid, tetapi juga banyak tersebar di jaringan ikat termasuk jaringan pulpa. Sel dendritik disebut sebagai Antigen Presenting Cells (APC), seperti makrofag karena dapat mengekspresikan antigen klas II. Sel dendritik bersama sel makrofag dan limfosit lainnya berperan dalam immunosurvillance jaringan pulpa. Sel ini tersebar dalam jaringan pulpa seperti pada jaringan ikat lainnya, dan mempunyai daya fagositik yang lebih lemah atau sama sekali tidak mempunyai daya fagositik dibandingkan dengan sel lain. 25

4 Sel Imuno Kompeten Sel imuno kompeten yang ditemukan pada jaringan pulpa normal adalah makrofag, limfosit T, limfosit B, dan sel plasma. Sel ini merupakan bagian dari mekanisme pertahanan dan respons awal yang terjadi di dalam jaringan pulpa. Sel ini akan menghancurkan mikroorganisme, imunogen, sel mati dan benda asing. Sel makrofag adalah sel fagosit yang berada dalam jaringan dan berasal dari pembuluh darah yang dikenal sebagai monosit. Limfosit berperan penting dalam sistem imun, yang merupakan derivat dari limfoid stem cell di dalam sumsum tulang. Limfosit mengalami diferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B, kemudian limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma Sel Inflamasi Pulpa Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa iritan sekecil apapun dalam enamel telah mampu menarik sel-sel inflamasi di dalam pulpa. 2 Reaksi tersebut berupa terdapatnya limfosit di jaringan pulpa, dan mulai terlihatnya lapisan odontoblas yang cedera. Bila intensitas rangsang lebih besar, maka dapat timbul cedera pada jaringan pulpa yang lebih luas dan dalam. Pada pulpa, inflamasi dapat terjadi secara akut atau kronis. Kedua tingkat ini dapat dikenal secara histologi atau pemeriksaan mikroskopis. 3 Sel utama inflamasi akut pada pulpa adalah neutrofil polimorfonuklear. Sedangkan pada inflamasi kronis adalah limfosit, sel-sel plasma, dan makrofag Neutrofil Polimorfonuklear Neutrofil polimorfonuklear merupakan sel leukosit yang paling sering dijumpai pada inflamasi pulpa. Neutrofil merupakan sel yang memfagositosis bakteri, fibrin dan debris selular. Selain itu juga ditarik ke daerah inflamasi oleh faktor kemotaktik, yang dihasilkan oleh bakteri atau oleh komplemen, dan merupakan sel pertama yang melakukan migrasi dari pembuluh. 24 Sel ini memiliki bentuk seperti tapal kuda, dengan diameter 9-12μm dan memiliki nukleus yang berisi 2-5 lobus yang terikat oleh benang kromatin. Inti terisi penuh oleh butir kromatin sehingga sangat mengikat zat warna basa menjadi biru atau ungu. 26,27 (Gambar 1)

5 Gambar 1. Sel Neutrofil (panah hitam), memiliki inti sel yang berlobus-lobus Limfosit Limfosit muncul setelah invasi daerah injuri oleh neutrofil. Sel ini berhubungan dengan injuri dan respon imun, berfungsi menghancurkan maupun merusak substansi asing. 24 Terdapat dua jenis limfosit, sel T dan sel B, limfosit T bertindak sebagai imunitas yang dimediasi sel (cell-mediated immune response). Sedangkan limfosit B akan berkembang menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi. Limfosit yang dominan dalam darah memiliki ukuran yang kecil dengan diameter 8-10μm dan berinti bulat dan berwarna gelap. Sitoplasmanya basofilik dan sedikit, serta mengelilingi nukleus. 26 (Gambar 2) Gambar 2. Sel Limfosit, memiliki inti bulat yang gelap. Berukuran lebih kecil dari makrofag dan neutrofil. 28

6 Sel Plasma Secara morfologis sel plasma dikenal melalui inti selnya yang berbentuk radier, yang letaknya ke tepi, sehingga sitoplasmanya terlihat agak luas. Sel plasma merupakan diferensiasi limfosit B yang dipicu oleh subset limfosit T helper. 26 Sel plasma memiliki bentuk lonjong dan besar, diameter 20μm dengan nukleus yang terletak eksentris, dengan heterokromatin yang mengelilingi nukleus dan terlihat terang. Sitoplasmanya basofilik yang merupakan hasil dari banyaknya retikulum endoplasma yang kasar. 26,27 (Gambar 3) Gambar 3. Sel Plasma (panah hitam), memiliki inti esentris dan bulat Makrofag Makrofag merupakan salah satu sel mononuklear fagosit yang berperan pada proses radang kronik. Setelah 24 jam, sel monosit akan bermigrasi dari pembuluh darah ke tempat tujuan di berbagai jaringan dan disana berdiferensiasi sebagai makrofag. Makrofag adalah sel fagositik yang mencerna debris seluler, mikroorganisme, dan bahan particulate (tersusun dari partikel terpisah). Makrofag mensekresi mediator inflamasi tertentu, seperti enzim lisosomal, komplemen protein, dan prostaglandin. Makrofag adalah sel bernukleus tunggal, yang dapat menyatu dengan makrofag lain untuk memproduksi sel besar yang bernukleus banyak yang disebut giant cells. 26,27 Makrofag mempunyai ukuran 10 sampai 30μm dan memiliki bentuk ireguler, dengan nukleus berbentuk seperti ginjal yang terletak eksentris. 27 (Gambar 4)

7 Gambar 4. Sel Makrofag (panah hitam), memiliki bentuk seperti ginjal, sering berada di satu sisi dari sel Sel Mast Sel mast merupakan sel lain pada pulpa yang tersebar di dalam jaringan ikat, dan berada dalam kelompok kecil pada pulpa normal. Pada jaringan pulpa yang mengalami peradangan, sel tersebut penting sehubungan dengan perannya pada reaksi inflamasi. 25 Sel mast memiliki bentuk oval, dengan diameter 20-30μm. Sitoplasmanya basofilik dengan inti berada di tengah dan seringkali tertutup oleh granul sitoplasma. 27 Terdapat banyak granula di sitoplasma, dimana granula mengandung heparin, histamin, neutral protease, aryl sulfatase, eosinophil chemotactic factor (ECF), dan neutrophil chemotactic factor (NCF). Substansisubstansi tersebut dinamakan mediator primer. Selain substansi yang ditemukan di granul, sel mast juga mensintesa beberapa mediator dari asam arakidonat, seperti leukotrien (LTC 4, LTD 4, LTE 4 ), dan thromboksan (TXA 2 dan TXB 2 ), dan prostaglandin (PG). Selain itu sitokin lain juga dihasilkan, seperti platelet-activating factor (PAF), bradikinin, interleukin (IL-4, IL-5, IL-6), dan tumor necrosis factoralpha (TNF-α). Semua mediator tersebut dinamakan mediator sekunder. 26,27 Peradangan dimulai ketika sel mast membebaskan kandungan intraseluler selama cedera jaringan, terpajan pada toksin, pengaktifan protein pada jenjang komplemen, dan pengikatan antigen antibodi. Proses pelepasan kandungan sel mast disebut degranulasi sel mast. Pada proses ini, histamin, serotonin, dan bahan lain yang disintesis oleh sel mast, merupakan penyebab vasodilatasi, peningkatan permeabilitas

8 kapiler dan penarikan sel-sel darah putih dan trombosit ke daerah yang mengalami jejas Inflamasi Pulpa Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan tubuh terhadap jejas. Keadaan ini bukanlah suatu penyakit namun merupakan manifestasi adanya penyakit. Reaksi ini merupakan upaya pertahanan tubuh baik untuk menghilangkan penyebab jejas maupun akibat jejas. Tanpa reaksi radang, maka penyebab jejas misalnya bakteri akan menyebar ke seluruh tubuh atau suatu luka tidak akan sembuh. 6 Berbagai sebab terjadinya inflamasi pulpa adalah karena fisik/mekanik, bakteri dan kimia, namun umumnya disebabkan karena bakteri ataupun toksinnya, lewat proses karies. Apabila ada kerusakan enamel dan dentin karena proses karies atau fraktur mahkota sampai ke bagian dentin maka bakteri beserta toksinnya akan masuk ke dalam ruang pulpa baik melalui tubulus dentin atau melalui perforasi atap pulpa sehingga akan terjadi suatu proses inflamasi atau infeksi pada jaringan pulpa, dan mekanisme respons imun ini sama seperti pada jaringan tubuh lain yang mengalami inflamasi. 25 Selain iritasi oleh bakteri, jaringan pulpa atau periradikuler dapat pula mengalami iritasi mekanik. Preparasi kavitas yang dalam, pembuangan struktur gigi tanpa pendingin merupakan iritan mekanik dan suhu yang berperan terhadap jaringan pulpa. Jika tindakan kewaspadaan diabaikan, preparasi kavitas atau mahkota akan merusak odontoblas. Makin dekat ke pulpa, jumlah tubulus per unit permukaan serta diameternya akan makin meningkat. Akibatnya, permeabilitas dentin akan lebih besar di daerah yang lebih dekat ke pulpa. Oleh karena itu, jika lebih banyak dentin terbuang, potensi iritasi pulpa makin besar pula. 2 Inflamasi dibagi menjadi dua tahap yaitu inflamasi akut dan kronis. 3 Secara makroskopis, tanda-tanda utama inflamasi akut dari Celcus yaitu tumor (pembengkakan), rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (sakit). Selain itu dapat pula terjadi functiolaesa (hilangnya fungsi). Secara mikroskopis, berkaitan dengan perubahan-perubahan di dalam pembuluh darah, aliran darah, dan aktivitas leukosit. 5 Pada reaksi peradangan akut terdapat dua stadium yaitu vaskular dan selular. Stadium

9 vaskular peradangan dimulai setelah cedera atau ketika terjadi infeksi atau terpajan toksin. 29 Mula-mula akan terjadi vasokonstriksi yaitu penyempitan pembuluh darah terutama pembuluh darah kecil (arteriol), mungkin disebabkan oleh reflek neurogenik setempat yang dapat berkembang, tetapi hanya bertahan dalam beberapa menit. Kemudian terjadi dilatasi arteriol berkepanjangan, maka aliran darah bertambah (hiperemi) sehingga pembuluh darah itu penuh berisi darah dan tekanan hidrostatik meningkat, yang selanjutnya dapat menyebabkan keluarnya cairan plasma. Aliran darah menjadi lambat karena permeabilitas kapiler bertambah, maka cairan darah dan protein akan keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan viskositas darah. 6,29 Stadium seluler peradangan dimulai setelah sel PMN berpindah ke area infeksi atau cedera. Pada fase awal yaitu dalam 24 jam pertama, sel yang paling banyak bereaksi adalah sel neutrofil atau leukosit polimorfonukleus (PMN). Sesudah fase awal yang bisa berlangsung sampai 48 jam, mulailah sel makrofag dan sel yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh seperti limfosit dan sel plasma bereaksi. PMN berfungsi menelan dan merusak bakteri, kompleks imun dan debris yang berasal dari jaringan nekrotik. Selain itu leukosit juga dapat mengeluarkan enzim dan radikal beracun yang dapat menyebabkan makin luasnya reaksi radang atau makin banyaknya kerusakan jaringan. Urutan kejadian yang dialami oleh leukosit dimulai dari pergerakan leukosit ke pembuluh darah (margination), lalu leukosit melekat pada dinding pembuluh darah (sticking), lalu leukosit keluar dari pembuluh darah (emigration). 25 Hal ini mengakibatkan pengumpulan eksudat di jaringan untuk proses fagositosis, keadaan ini disebut pulpitis akut yang secara klinik merupakan pulpitis reversibel. 3 Inflamasi kronis terjadi apabila penyembuhan pada radang akut tidak sempurna, bila penyebab jejas menetap, atau bila penyebab ringan dan timbul berulang-ulang. Dapat pula diakibatkan oleh reaksi imunologik. Berbeda dengan inflamasi akut, radang kronik ditandai dengan infiltrasi sel mononuklear, yaitu makrofag monosit, histiosit yang aktif, limfosit dan sel plasma, kemudian kerusakan jaringan, dan terbentuknya jaringan granulasi dengan proliferasi fibroblas dan pengendapan kolagen. Bila sel utama pada radang akut ialah neutrofil maka pada

10 radang kronik ialah sel makrofag. Sel makrofag dapat berasal dari pembuluh darah dan monosit yang mengalami proliferasi setelah keluar dari pembuluh darah atau sel monosit yang menetap pada tempat radang. 3,6 Inflamasi pulpa secara klinis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pulpitis reversibel dan pulpitis ireversibel. Pulpitis reversibel adalah suatu radang pulpa pada tingkat ringan sampai sedang, yang disebabkan oleh suatu rangsangan dan sistem pertahanan jaringan pulpa masih mampu mengatasinya, dan dapat sembuh kembali bila rangsangan dihilangkan. 25 Gejala pada pulpitis reversibel ditandai oleh rasa sakit yang tajam namun sebentar saat adanya rangsangan misalnya pada saat makan atau minum, namun rasa sakit akan hilang apabila rangsangan dihilangkan. Pada pulpitis reversibel rasa sakit tidak terjadi secara spontan. 3 Pulpitis ireversibel dapat terjadi bila rangsangan terhadap pulpa berlangsung lama dan merupakan perkembangan lebih lanjut dari pulpitis reversibel. Rasa nyeri tidak mereda walaupun penyebabnya dihilangkan. Keadaan ini disebabkan oleh bakteri atau toksin pada proses karies yang mengakibatkan reaksi inflamasi Bahan Bahan Pereda Inflamasi Eugenol Pereda nyeri yang biasanya digunakan pada saluran akar adalah eugenol. Eugenol banyak digunakan dalam dunia kedokteran gigi. Eugenol adalah derivat fenol yang bersifat sebagai antibakteria. Sifat antibakteria ini dapat menekan pertumbuhan bakteri sehingga mengurangi pertumbuhan metabolit yang toksin yang mungkin menimbulkan inflamasi. 30 Selain itu eugenol juga memiliki efek antiinflamasi dan analgesik. Eugenol dapat menghambat prostaglandin E2 (PGE 2 ) dan leukotrien (LTs). PGE 2 dan LTs merupakan produk dari metabolisme asam arakidonat yang merupakan prekursor sejumlah besar mediator inflamasi. 9 Akan tetapi, eugenol dapat bersifat sitotoksin berupa alergenitas dan dapat menyebabkan iritasi. 8,30 Sifat ini dapat mengubah jaringan menjadi zat asing yang nantinya membahayakan jaringan pulpa dan periapeks. 30 Eugenol juga dapat menyebabkan terjadinya nekrosis sementum, tulang, dan peradangan periapikal. 10

11 2.3.2 Glukosteroid Steroid yang sering digunakan adalah glukosteroid. Glukosteroid dapat mengurangi rasa sakit dan inflamasi pulpa. Steroid telah menunjukkan bahwa material ini dapat menurunkan nyeri pasca perawatan. Steroid akan mengubah respon inflamasi dan vaskuler yang cukup menurunkan tingkatan nyeri. Namun steroid tidak dapat menurunkan nyeri parah. Dalam aplikasi endodontik, kerja obat ini hanya mengatasi nyeri yang derajatnya ringan. Glukosteroid memiliki kelemahan yang mempunyai efek imunosupresan Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe) Menurut taksonominya, Zingiber officinale diklasifikasikan dalam: 31 Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Zingiber Spesies : Zingiber Officinale Ciri umum tanaman jahe adalah tumbuh berumpun. Batang semu, tidak bercabang, berbentuk bulat, tegak, tersusun dari lembaran pelepah daun, berwarna hijau pucat dengan pangkal batang kemerahan, tinggi dapat mencapai 1 meter. Bunga majemuk terdiri atas kumpulan bunga yang berbentuk kerucut kecil, warna kelopak putih kekuningan. 31 Jahe merah memiliki nama latin Zingiber officinale Roscoe. Jahe merah merupakan tanaman dengan rimpang kuat dan menjalar. Jahe merah berbatang semu dan berwarna hijau kemerahan. Batang terdiri atas pelepah daun di pinggir yang posisinya berhadapan. Jahe merah mempunyai rimpang kecil berlapis-lapis dengan aroma yang sangat tajam, berwarna jingga muda sampai merah. 32 Jahe memiliki efek farmakologis yang berkhasiat sebagai obat yang mampu memperkuat khasiat obat yang dicampurkannya. Menurut Lantera (2002), dari ketiga

12 jenis jahe, jahe merah lebih banyak digunakan sebagai obat karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya paling tinggi dibandingkan dengan jahe jenis lainnya. 33 Minyak atsiri yang terkandung pada jahe merah sekitar 2,58-2,72%, termasuk volatile oil atau minyak yang mudah menguap. Minyak atsiri merupakan komponen yang memberikan bau atau aroma yang khas. Sementara itu, oleoresin termasuk nonvolatile oil atau minyak yang tidak mudah menguap. 32 Jahe merah memiliki efek antiinflamasi. Efek ini disebabkan komponen aktif jahe merah yang terdiri dari gingerol dan zingeron yang berfungsi menghambat leukotrien dan prostaglandin yang merupakan mediator radang. 32 Beberapa senyawa diantaranya gingerol, shogaol, dan zingeron memberi aktivitas farmakologi dan fisiologis seperti efek antioksidan, antiinflamasi, analgetik, antikarsinogenik, dan kardiotonik. 15 Jahe merah menghambat proses siklooksigenase-2 (COX2) dan lipooksigenase. 18,34 Kandungan yang mempunyai efek antiinflamasi tersebut adalah gingerol dan shogaol. 15 Gingerol dan shogaol mempunyai efek dalam menghambat produksi PGE 2. Kandungan [6]-gingerol,[8]-gingerol,[10]-gingerol, dan [6]-shogaol mempunyai efek farmakologi mencakup antioksidan dan antiinflamasi. Kandungan [6]-shogaol lebih poten dibanding [6]-gingerol dalam menujukkan efek antiinflamasi. Kandungan yang mempunyai efek antiinflamasi [6]-shogaol > [10]-gingerol > [8]- gingerol > [6]-gingerol. 18 Gingerol dan shogaol merupakan turunan alkaloid. 35 Jahe merah juga mengandung saponin, tanin, dan flavonoid. 36 Jahe memiliki efek antibakteri dan antifungal yaitu gingerol dan shogaol. Menurut penelitian rimpang jahe dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif diantaranya Porphyromonas gingivalis, Porphyromonas endodontalis, dan Prevotella intermediate yang dapat menyebabkan penyakit periodontal. Kandungan [10]-gingerol dan [12]-gingerol dapat menghambat beberapa bakteri di rongga mulut. 16

13 2.5 Kelinci (Oryctolagus Cuniculus) Sebagai Hewan Coba Hewan coba memiliki peran penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan biomedis khususnya. Kelinci merupakan salah satu jenis hewan coba. Kelinci telah banyak digunakan pada penelitian biomedis. Penggunaan kelinci diperluas karena kemudahan dalam menangani dan harganya yang relatif murah. 37 Seekor kelinci yang normal mempunyai intuisi, aktif, ingin tahu, memiliki bulu yang lebat dan kondisi tubuh yang baik (Gambar 5). Ketika kelinci dilakukan percobaan yang menyebabkan nyeri, kelinci akan menunjukkan perubahan jalan, penarikan diri dan perlindungan dari cedera, postur yang canggung, menjilat, menggosok, atau menggaruk areanya, atau bahkan penurunan nafsu makan. 37 Gambar 5. Kelinci (Oryctolagus cuniculus) Kelinci memiliki densitas tulang yang mirip dengan manusia. 37 Rumus gigi kelinci adalah 2 x (I2/2 C0/0 P3/2 M3/3). Kelinci memiliki 6 gigi insisivus. Terdapat 4 gigi insisivus maksila, 2 pada sisi labial yang memiliki groove vertikal pada garis tengahnya, dan 2 gigi rudimeter pada sisi palatalnya. Terdapat diastema yang besar diantara gigi insisivus dengan gigi premolar. Gigi premolar memiliki bentuk yang mirip dengan gigi molar, keduanya sering disebut gigi pipi. 38

14 2.6 Kerangka Teori

15 Injuri pada pulpa mengakibatkan inflamasi pulpa. Inflamasi terbagi menjadi akut dan kronis. Pada fase awal yaitu dalam 24 jam pertama, sel yang paling banyak bereaksi adalah sel neutrofil atau leukosit polimorfonukleus (PMN). Sesudah fase awal yang bisa berlangsung sampai 48 jam, mulailah sel makrofag dan sel yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh seperti limfosit dan sel plasma bereaksi. PMN berfungsi menelan dan merusak bakteri, kompleks imun dan debris yang berasal dari jaringan nekrotik. Selain itu PMN juga dapat mengeluarkan enzim dan radikal beracun yang dapat menyebabkan makin luasnya reaksi radang atau makin banyaknya kerusakan jaringan. Urutan kejadian yang dialami oleh leukosit dimulai dari leukosit bergerak ke pembuluh darah (margination), lalu perlekatan, leukosit melekat pada dinding pembuluh darah (sticking), lalu diapedesis, leukosit keluar dari pembuluh darah (emigration), dan fagositosis, leukosit menelan bakteri dan debris jaringan. Inflamasi akut yang berlangsung lama dapat menjadi inflamasi kronis dimana sel-sel yang berperan adalah limfosit, sel-sel plasma, dan makrofag. Pereda nyeri yang biasanya digunakan dalam kedokteran gigi dalam permasalahan endodontik adalah eugenol. Eugenol adalah derivat fenol yang bersifat sebagai antibakteria dimana dapat mengurangi pertumbuhan metabolit yang toksin yang mungkin menimbulkan inflamasi. Akan tetapi, eugenol dapat bersifat sitotoksin berupa alergenitas dan dapat menyebabkan iritasi. Sifat ini dapat mengubah jaringan menjadi zat asing yang nantinya membahayakan jaringan pulpa dan periapeks. Jahe merah memiliki efek anti radang. Efek ini disebabkan komponen aktif jahe merah yang terdiri dari gingerol dan zingeron yang berfungsi menghambat leukotrien dan prostaglandin yang merupakan mediator radang dengan menekan proses siklooksigenase dan lipoksigenase. Gingerol dan shogaol mempunyai efek dalam menghambat produksi prostaglandin yang diekspresikan oleh sel makrofag dan sel mast, sedangkan leukotrien diekspresikan oleh sel mast, neutrofil, eosinofil, dan basofil sehingga jahe merah mempunyai efek antiinflamasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal, laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi pulpa dapat disebabkan oleh iritasi mekanis. 1 Preparasi kavitas yang dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cedera pulpa dapat menyebabkan inflamasi pulpa. Tanda inflamasi secara makroskopis diantaranya tumor (pembengkakan), rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nyeri Pulpa Nyeri adalah suatu fenomena fisiologik dan psikologik yang kompleks. Komponen fisiologi dari persepsi nyeri dan reaksi nyeri terdiri atas komponen kognitif, emosional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulpitis merupakan salah satu penyakit pulpa (Ingle dkk., 2008) yang cukup banyak terjadi di Indonesia. Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian didapatkan dari perhitungan jumlah fibroblas dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Alur Pikir Eugenol. Jahe Merah

LAMPIRAN 1 Alur Pikir Eugenol. Jahe Merah LAMPIRAN 1 Alur Pikir Eugenol Jahe Merah Eugenol adalah bahan yang sering digunakan sebagai pereda nyeri pulpa. Eugenol mempunyai sifat sebagai antiinflamasi namun dapat bersifat sitotoksin. Eugenol adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Udema (Inflamasi) Inflamasi merupakan respon pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing, kerusakan jaringan. Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering

Lebih terperinci

FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI. Sartika Puspita *

FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI. Sartika Puspita * FUNGSI JARINGAN PULPA DALAM MENJAGA VITALITAS GIGI Sartika Puspita * * Pogram Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRAK Pulpa memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

Etiologi Nyeri pada Penyakit Pulpa dan Periapikal serta Mekanismenya 1. Nyeri 1.1 Definisi Nyeri 1.2 Klasifikasi Nyeri

Etiologi Nyeri pada Penyakit Pulpa dan Periapikal serta Mekanismenya 1. Nyeri 1.1 Definisi Nyeri 1.2 Klasifikasi Nyeri Etiologi Nyeri pada Penyakit Pulpa dan Periapikal serta 1. Nyeri 1.1 Definisi Nyeri Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan atau penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi ujung-ujung

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Beer dkk., 2006; Walton dan Torabinejad, 2008). gejalanya, pulpitis dibedakan menjadi reversible pulpitis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Beer dkk., 2006; Walton dan Torabinejad, 2008). gejalanya, pulpitis dibedakan menjadi reversible pulpitis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan salah satu masalah gigi dan mulut yang sering terjadi dan berpotensi untuk menyebabkan masalah gigi dan mulut lainnya. Prevalensi karies gigi di

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas sel dan jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma (Fedi dkk., 2004). Luka dapat disebabkan oleh trauma mekanis, suhu dan kimia (Chandrasoma

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. serta akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. serta akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Inflamasi adalah respon fisiologis tubuh terhadap suatu injuri dan gangguan oleh faktor eksternal. 23 Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar. Inflamasi akut adalah radang yang

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radang (Inflamasi) adalah suatu mekanisme proteksi dari dalam tubuh terhadap gangguan luar atau infeksi (Wibowo & Gofir, 2001). Pada keadaan inflamasi jaringan

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan suatu reaksi inflamasi karena adanya proses yang terhambat, atau proses penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulpitis adalah penyebab utama di antara seluruh jenis nyeri yang dirasakan oleh pasien (Kidd dkk., 2003). Kondisi akut penyakit pulpitis menyebabkan nyeri sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses. Tabel 1. Hasil Perhitungan Angka Neutrofil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses. Tabel 1. Hasil Perhitungan Angka Neutrofil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian gel biji jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses penyembuhan luka gingiva.

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI Daya Tahan tubuh Adalah Kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit agar terhindar dari penyakit 2 Jenis Daya Tahan Tubuh : 1. Daya tahan tubuh spesifik atau Immunitas 2.

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan di bidang kedokteran juga semakin berkembang. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun bagi manajemennya. Diperlukan suatu pengetahuan dan keterampilan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun bagi manajemennya. Diperlukan suatu pengetahuan dan keterampilan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedaruratan endodonsia merupakan tantangan baik bagi penegak diagnosis maupun bagi manajemennya. Diperlukan suatu pengetahuan dan keterampilan dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit rongga mulut dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, prevalensi penyakit periodontal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Istilah asma berasal dari bahasa Yunani yang artinya terengahengah dan berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi (Flaws dan Sionneau, 2001). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi, PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingivitis adalah peradangan pada gingiva, yang merupakan suatu respon imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur dibawahnya dari trauma mastikasi, dan mencegah masuknya mikroorganisme (Field dan Longman, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuester)

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

PROSES PENYEMBUHAN JEJAS PADA JARINGAN PULPA. Sartika Puspita *

PROSES PENYEMBUHAN JEJAS PADA JARINGAN PULPA. Sartika Puspita * PROSES PENYEMBUHAN JEJAS PADA JARINGAN PULPA Sartika Puspita * * Pogram Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRAK Pulpa gigi dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG Osteomielitis adalah inflamasi yang terjadi pada tulang dan sumsum tulang, infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi adalah reaksi imunologis (reaksi peradangan) yang diakibatkan oleh alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi di dalam saluran akar dan menciptakan lingkungan yang asepsis sehingga tidak dapat bertahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN MEMAR. vaskularisasijaringanyang terkena tumbukan

PENDAHULUAN MEMAR. vaskularisasijaringanyang terkena tumbukan HISTOPATOLOGI MEMAR PENDAHULUAN MEMAR Memar adalahsuatu keadaan dimana terjadipengumpulan darahdalam jaringan yang terjadi dikarenakan pecahnya pembuluh darahkapiler akibat kekerasan benda tumpul yang

Lebih terperinci

Tujuan : memusnahkan, melarutkan atau membatasi agen penyebab jejas dan merintis jalan untuk pemulihan jaringan yg rusak pada tempat itu.

Tujuan : memusnahkan, melarutkan atau membatasi agen penyebab jejas dan merintis jalan untuk pemulihan jaringan yg rusak pada tempat itu. R A D A N G REAKSI PERADANGANϖ GAMBARANϖ MAKROSKOPIS PERADANGAN AKUT ASPEK CAIRAN PERADANGAN ϖ ASPEK SELULARϖ PERADANGAN JENIS DAN FUNGSI LEUKOSITϖ BENTUK PERADANGANϖ PEMULIHANϖ JARINGAN A. Reaksi Peradangan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel

Lebih terperinci

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

Migrasi Lekosit dan Inflamasi Migrasi Lekosit dan Inflamasi Sistem kekebalan bergantung pada sirkulasi terusmenerus leukosit melalui tubuh Untuk Respon kekebalan bawaan - berbagai limfosit, granulosit, dan monosit dapat merespon Untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Hasil pengujian skrining fitokimia menunjukan bahwa ekstrak yang dioleskan pada hewan coba mengandung tannin, saponin, dan flavonoid (Tabel 1). Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA. odontoblast. Pada tahap awal perkembangannya, odontoblast juga. pertahanan (Walton & Torabinejad, 2008).

BAB II TINJUAN PUSTAKA. odontoblast. Pada tahap awal perkembangannya, odontoblast juga. pertahanan (Walton & Torabinejad, 2008). BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pulpa Pulpa gigi adalah suatu jaringan lunak yang terletak di daerah tengah pulpa. Jaringan pulpa membentuk, mendukung, dan dikelilingi oleh dentin. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulut yang sering terjadi di Indonesia adalah karies dengan prevalensi karies aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulut yang sering terjadi di Indonesia adalah karies dengan prevalensi karies aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan gigi dan mulut di Indonesia khususnya karies cukup tinggi, Kementerian Kesehatan RI (2008) menyatakan bahwa salah satu masalah gigi dan mulut yang sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan jaringan ikat fibrosa, ditutupi epitel yang mengelilingi dan melekat ke gigi dan tulang alveolar dan meluas ke pertautan mukogingiva (Harty,2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi terjadi di dalam tubuh dimediasi oleh berbagai macam mekanisme molekular. Salah satunya yang sangat popular adalah karena produksi nitrit oksida (NO) yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi yang biasa disebut juga dengan peradangan, merupakan salah satu bagian dari sistem imunitas tubuh manusia. Peradangan merupakan respon tubuh terhadap adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun bangsa (Taringan, 2006). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun bangsa (Taringan, 2006). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan salah satu penyakit infeksius yang sering terjadi pada manusia dan terdapat di seluruh dunia tanpa memandang usia, ekonomi, maupun bangsa (Taringan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Prevalensi penyakit terkait inflamasi di Indonesia, seperti rematik (radang sendi) tergolong cukup tinggi, yakni sekitar 32,2% (Nainggolan, 2009). Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulserasi adalah lesi berbentuk seperti kawah pada kulit atau mukosa mulut. Ulkus adalah istilah yang digunakan untuk menyebut luka pada jaringan kutaneus atau mukosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlukaan merupakan rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan suhu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis ulseratif (KU) merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam Inflammatory Bowel Disease (IBD), yaitu penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberhasilan suatu perawatan endodontik bergantung pada triad endodontik yang terdiri dari preparasi, pembentukan dan pembersihan, sertaobturasi dari saluran akar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup seseorang, mengingat fungsi gigi dan mulut yang sangat berpengaruh dalam fungsi pencernaan,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

DENTIN PULPA ENDODONTIK ATAU OPERATIVE DENTISTRY? Hubungan yang sangat erat antara dentin dan pulpa. Perlindungan jaringan pulpa terhadap iritasi luar

DENTIN PULPA ENDODONTIK ATAU OPERATIVE DENTISTRY? Hubungan yang sangat erat antara dentin dan pulpa. Perlindungan jaringan pulpa terhadap iritasi luar PULPO DENTINAL KOMPLEKS Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG DENTIN PULPA ENDODONTIK ATAU OPERATIVE DENTISTRY? Hubungan yang sangat erat antara dentin dan pulpa. Perlindungan jaringan pulpa terhadap iritasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel sel darah primitif dibentuk dalam saccus vitelinus. Sel sel darah disini masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel sel darah primitif dibentuk dalam saccus vitelinus. Sel sel darah disini masih BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembentukan Sel Darah (hemopoiesis) Terdiri dari 3 fase hemopoesis : 1. Fase mesoblastik Sel sel darah primitif dibentuk dalam saccus vitelinus. Sel sel darah disini masih serupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingiva merupakan bagian mukosa oral yang menutupi prosesus alveolaris dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan gingiva

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat sudah dilakukan dari dulu, sejak peradaban manusia itu ada. Tumbuhan dapat digunakan sebagai obat untuk berbagai penyakit. Tumbuhan yang

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

MIKROBIOLOGI SALURAN AKAR

MIKROBIOLOGI SALURAN AKAR MIKROBIOLOGI SALURAN AKAR Ilmu yang mempelajari mikroorganisme yang berada dalam saluran akar Pembahasan : Penelitian mikrobiologi saluran akar Pengaruh bakteri terhadap jar. akar Jalur masuk bakteri ke

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIKUM HISTOLOGI II MODUL 2.3 KARDIOVASKULER DAN HEMATOLOGI DARAH

PANDUAN PRAKTIKUM HISTOLOGI II MODUL 2.3 KARDIOVASKULER DAN HEMATOLOGI DARAH PANDUAN PRAKTIKUM HISTOLOGI II MODUL 2.3 KARDIOVASKULER DAN HEMATOLOGI DARAH Tujuan pembelajaran: 1. Mahasiswa mampu memahami istilah plasma, serum, hematokrit 2. Mahasiswa mampu memahami komposisi plasma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktik dokter sehari-hari. Nyeri juga dapat diderita semua orang tanpa memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap diferensiasi leukosit mencit (Mus musculus) yang diinfeksi P. berghei, setelah diberi infusa akar tanaman kayu kuning (C. fenestratum) sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Luka adalah salah satu dari kasus cedera yang sering terjadi. Luka didefinisikan sebagai hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Penyebab dari luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan. Angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan. Angka kejadian luka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan. Angka kejadian luka memiliki prevalensi mencapai jutaan kasus per tahunnya. Penyembuhan luka yang terganggu

Lebih terperinci