KAJIAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MUTU JALAN DI DAERAH PROVINSI BANDAR LAMPUNG. Tedy Murtejo

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MUTU JALAN DI DAERAH PROVINSI BANDAR LAMPUNG. Tedy Murtejo"

Transkripsi

1 KAJIAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MUTU JALAN DI DAERAH PROVINSI BANDAR LAMPUNG Tedy Murtejo Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung surattedy@yahoo.co.id ABSTRAK Dalam pasal 37 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan bahwa hasil penyelenggaraan jalan harus memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan. SPM untuk jaringan jalan perlu dikaji mendalam, karena menyangkut kebutuhan dasar masyarakat akan akses terhadap fasilitas sosial dan ekonomi.pedoman penetapan SPM untuk jalan sangat diperlukan Provinsi dan Kabupaten dalam menetapkan kebijakan penyelenggaraan jalan di wilayahnya masing-masing karena menyangkut komitmen kepada publik untuk mencapainya dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan, prioritas, keuangan, kemampuan kelembagaan dan SDM daerah. Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan suatu kajian SPM untuk Jalan Daerah yang memperhatikan standar pelayanan dasar dan realitas penyediaan prasarana jalan yang ada di Lampung dengan tujuan agar dapat tersedianya suatu pedoman bagi Provinsi dan Kabupaten untuk menilai pencapaian SPM jalan di wilayahnya sesuai kebutuhan dan kemampuan. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah tersedianya satu petunjuk teknis yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah daerah Lampung dalam batas waktu pencapaian tertentu. Mobilitas masyarakat di Propinsi Lampung ditunjang dengan sarana perhubungan darat, laut, dan udara. Sarana perhubungan darat pada tahun 2005 terdiri dari 1.004,16 km jalan negara dan 2.369,97 km jalan propinsi. Dari total jalan tersebut yaitu sepanjang 3.359,25 km, 32,41 persen dalam kondisi baik, 31,69 persen kondisi sedang, dan 25,80 persen kondisi rusak. Sedangkan menurut jenis penggunaannya, 85,23 persen merupakan jalan beraspal, 11,55 persen jalan agregat, dan 4,57 persen jalan tanah. Dengan Indeks aksesibilitas Kebutuhan suplai jaringan jalan sangat tergantung dari setting tata ruang wilayah, sehingga penyediaan dokumen RTRW menjadi sangat penting keberadaan, kesesuaian, dan kebenarannya.spektrum kondisi geografi, demografi, ekonomi, dan kemampuan keuangan daerah merupakan variabel penentu dalam melakukan setting target pencapaian SPM di setiap wilayah. Kata kunci : Standar Pelayanan Minimal, aksesibilitas dan mobilitas 1. PENDAHULUAN Pedoman penyusunan SPM jalan wilayah pernah ditetapkan melalui Kep.Men. Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001, di mana terdapat 5 aspek pelayanan yang ditetapkan SPMnya yakni 3 aspek terkait penyediaan jaringan jalan (aksesibilitas, mobilitas, dan kecelakaan) dan 2 aspek terkait dengan penyediaan ruas jalan (kondisi jalan dan kondisi pelayanan). Pada dasarnya, aspek pelayanan untuk ruas jalan lebih jelas ukurannya, dimana kondisi fisik suatu ruas jalan minimal adalah mantap, yakni tidak rusak (mantap fisik) dan tidak macet (mantap ISBN : XI - 88

2 pelayanan). Peraturan Pemerintah RI No.65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyuunan dan Penerapan SPM menyebutkan di beberapa pasal bahwa SPM disusun oleh Menteri dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib Daerah Propinsi Lampung meliputi areal dataran seluas ,35 km 2 termasuk pulaupulau yang terletak di sebelah tenggara Pulau Sumatera, dan dibatasi oleh:propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di Sebelah Utara, Selat Sunda, di Sebelah Selatan, Laut Jawa, di Sebelah Timur dan Samudra Indonesia, di Sebelah Barat. Pada tahun 1999 wilayah Propinsi Lampung dimekarkan menjadi 7 kabupaten/kota, kemudian dengan diundangkannya UU No.12 Tahun 1999 dimekarkan lagi menjadi 10 kabupaten/kota. Luas wilayah Propinsi Lampung Ha, dengan masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Luas Wilayah Propinsi Lampung Menurut Kabupaten/Kota No. Kabupaten/Kota Luas (Ha) 1 Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Bandar Lampung Metro Sumber: BPS Provinsi Lampung 2006 Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar. SPM untuk jaringan jalan perlu dikaji mendalam, karena menyangkut kebutuhan dasar masyarakat akan akses terhadap fasilitas sosial dan ekonomi. Kebutuhan penyediaan jaringan jalan di Provinsi Lampung dan sekitarnya dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya intensitas dan distribusi populasi, jenis dan skala kegiatan ekonomi, dan konfigurasi tata ruang wilayah, dll. 1.2 MAKSUD, TUJUAN Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan suatu kajian SPM untuk Jalan Daerah yang memperhatikan standar pelayanan dasar dan realitas penyediaan prasarana jalan yang ada di Lampung.Adapun tujuannya adalah tersedianya suatu pedoman bagi Provinsi dan Kabupaten ISBN : XI - 89

3 untuk menilai pencapaian SPM jalan di wilayah Lampung sesuai kebutuhan dan kemampuannya. 1.3 RUANG LINGKUP Dalam melaksanakan lingkup penelitian ini maka beberapa tahapan yang perlu dilakukan antara lain: a. Pekerjaan Persiapan, yaitu kegiatan menyusun rencana kerja dan metode pendekatan kajian dengan cara mengumpulkan data sekunder/informasi awal yang diperlukan yang ada di Direktorat Bina Program dan instansi lainnya di lingkungan Pemerintah Daerah Lampung dan kajian pustaka dan literatur terhadap kajian-kajian yang relevan untuk keperluan kegiatan survei maupun untuk keperluan kompilasi data untuk langkah analisis pada kegiatan berikutnya. b. Pengumpulan Data Sekunder c. Pengumpulan Data Primer antara lain: Survei Wawancara, Survei Kondisi Jalan dan Survei Volume Lalu Lintas dan Kecepatan di wilayah Pemerintah Daerah Lampung d. Analisa Data dengan cara menganalisis semua data yang telah dikumpulkan. 2. METODE PENELITIAN Dalam hal ini penyusunan SPM prasarana jalan merupakan pelaksanaan salah satu fungsi Ditjen Prasarana Wilayah tersebut, sehingga dalam penyusunan SPM ini harus dipastikan posisinya dalam hirarki kebijakan NSPM, sehingga muatannya tidak berbenturan dengan produk peraturan pada hirarki yang berlainan.dalam perangkat pelaksanaan tugas kepemerintahan Standar merupakan bagian dari sistem NSPM (Norma, Standar, Pedoman, dan Manual) Dalam penyelenggaraan jalan, Norma (N) berisi aturan normatif dan cenderung kualitatif yang mendasari konsep penyelenggaraan jalan, kemudian dalam Standar (S) aspek normatif tersebut dicoba dikuantifisir dan dispesifikasi besarannya. Dalam melakukan kegiatan yang diharapkan mampu memenuhi standar secara kuantitatif dan konsep secara normatif, diperlukan suatu Pedoman (P) yang mengatur mekanisme implementasi dalam strategi dan penyusunan program yang dalam Manual (M) didetailkan lebih lanjut dalam men-delivery kegiatan. ISBN : XI - 90

4 Gambar 2.1 Hirarki NSPM 2.1. Konsep penyusunan SPM PRASARANA JALAN Definisi kata standar dalam penjelasan pasal 3 PP No. 25 Tahun 2000 adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam melakukan kegiatan. Pelayanan (service) menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan memberikan bantuan dan halhal segala urusan yang diperlukan.kata minimum menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah batasan paling kecil atau sekurang-kurangnya. Sehingga dalam konjungsi kata pelayanan minimum dapat diartikan sebagai batasan sekurang-kurangnya dari akomodasi (bantuan) yang diberikan. Prasarana (infrastructure) merupakan definisi teknis yang besar dan sampai saat ini masih dalam perdebatan oleh para ahli. Ir. Ewoud Verhoef (TU Delft, Belanda) melakukan serangkaian kajian pustaka mengenai definisi prasarana menyimpulkan bahwa definisi dari prasarana adalah sebagai berikut: An infrastructure is a large-scale technological system, consisting of immovable physical facilities and delivering (an) essential public or private service(s) through the storage, conversion and/or transportation of certain commodities. The infrastructure includes those parts and subsystems necessary for fulfilling the primary storage, transportation and/or conversion function(s) as well as those supporting a proper execution of the primary function(s). Jalan (dalam UU No. 38 tahun 2004 maupun dalam PP No. 34 tahun 2006) didefinisikan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada ISBN : XI - 91

5 permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air. Dengan merujuk kepada definisi-definisi di atas maka SPM prasarana jalan dapat diterjemahkan sebagai berikut: SPM Prasarana Jalan adalah suatu spesifikasi teknis penyediaan prasarana jalan yang sekurang-kurangnya disediakan pada suatu wilayah untuk keperluan lalulintas agar fungsi dari jaringan jalan dalam memberikan dukungan pelayanan bagi kegiatan masyarakat dapat dilaksanakan dengan baik. SPM prasarana jalan akan terdiri dari 2 induk besaran : (1) kuantitas dan (2) kualitas prasarana jalan. Gambar 2.2. Identifikasi Awal Variabel SPM Prasarana Jalan Sedangkan jika SPM jalan ini dikaitkan dengan kewenangan maka untuk setiap jenjang pemerintahan (Pusat, Propinsi, dan Kab/Kota) harus disediakan SPM-nya. Sehingga kemungkinan format SPM tersebut akan meliputi beberapa hal sebagaimana disampaikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Spektrum SPM Prasarana Jalan dalam Aspek dan Kewenangan Aspek Kuantitas: - Aksesibilitas - Mobilitas Kualitas: - Kondisi jalan - Keselamatan - Kecepatan Kewenangan Pusat (Jalan Nasional) Propinsi (Jalan Propinsi) Kab/Kota (Jalan Kab/Kota) ISBN : XI - 92

6 2.2. Aspek Kuantitas dalam SPM Prasarana Jalan Prinsip utama dalam penyediaan kuantitas prasarana jalan adalah: - Sesuai dengan prinsip ekonomi optimum dimana penyediaan panjang jalan tidak berlebihan (over-supply) namun tetap mencukupi untuk menjadi terpenuhinya kebutuhan dasar sosialekonomi masyarakat tetap dapat memberikan impuls bagi pengembangan ekonomi wilayah, - Merata dan menjangkau seluruh wilayah dengan baik sesuai dengan kondisi geografis, penyebaran penduduk dan pemusatan kegiatan ekonomi (well-distributed/spacing) - jalan harus terhirarki dengan benar sesuai fungsinya (A/K/L dan primer/sekunder) dan membentuk jaringan jalan yang utuh (tidak terputus) (networking by hierarchy) Untuk simplifikasi maka minimal dalam SPM harus ditentukan lebar badan jalan minimal untuk setiap jenis fungsi jalan baik Arteri, Kolektor, Lokal (A, K, L). Sehingga pada dasarnya dengan mengacu kepada konsep aksesibilitas dan mobilitas tersebut di atas, dapat ditentukan persyaratan untuk setiap jenjang kewenangan jalan sebagaimana disampaikan pada Tabel 2.2. Secara umum aksesibilitas wilayah diwakilkan oleh variabel panjang jalan/km 2 area Tabel 2.2 Syarat Aksesibilitas dan Mobilitas sesuai Kewenangan Pada Jalan Nasional dan Propinsi No. Jenis Jalan Syarat Aksesibilitas a. Menghubungkan semua PKN dan antara PKN dengan PKW 1 2 Jalan Nasional (ref: ps 9 (2) UU No. 38/2004) Jalan Propinsi (ref: ps 9 (3) UU No. 38/2004) (ref: ps 7(2) UU No. 38/2004) b. Menghubungkan semua Ibukota Propinsi yang merupakan PKW dan/atau (ref: ps 9 (2) dan ps 9 (4) UU No. 38/2004) c. Menghubungkan wilayah/lokasi strategis Nasional (ref: ps 9 (2) UU No. 38/2004) a. Menghubungkan antara Ibukota Propinsi dengan Ibukota Kab/Kota yang merupakan PKW dan/atau PKL (ref: ps 10 (2) PP No. 34/2006) b. Menghubungkan antar Ibukota Kab/Kota yang merupakan PKW dan/atau PKL (ref: ps 10 (2) PP No. 34/2006) 3 Jalan Kabupaten (ref: ps 9 (4) UU No. 38/2004) c. Menghubungkan wilayah/lokasi strategis propinsi a. Menghubungkan antar PKW dan antara PKW dengan PKL yang bukan Ibukota Propinsi dan Ibukota Kab/Kota (ref: ps 10 (2) PP No. 34/2006) b. Menghubungkan antara PKN dengan PKL, PKW dgn PKL, antar PKL, antara PKL dgn persil & antar persil (ref: ps 10(3) PP No. 34/2006) ISBN : XI - 93

7 4 Jalan Kota (ref: ps 9 (5) UU No 38/2004) c. Menghubungkan KWP dengan KWS I, antar KWS I, KWS I dengan KWS II, antar KWS II, KWS II dengan KWS III, KWS I dengan perumahan, KWS II dengan perumahan, KWS III dengan perumahan (ref: ps. 11 (1,2,3,) PP No. 34/2006) d. Menghubungkan wilayah/lokasi strategis lokal (ref: penjelasan ps. 6(3) RUU) a. Menghubungkan semua KWP, KWS I, KWS II, KWS III, dan perumahan di dalam wilayah Kota (ref: ps. 11(1,2,3) PP No. 34/2006) 2.3. Aspek Kualitas Dalam SPM Prasarana Jalan Kualitas prasarana jalan harus memenuhi syarat kualitas minimal, yakni siap/dapat dioperasikan/ digunakan setiap saat. Secara ekonomi maka kualitas jalan minimal harus memberikan pelayanan yang minimal dengan biaya perjalanan yang relatif murah ditinjau dari konsumsi waktu, BBM, komponen BOK, dlsb.secara umum kualitas pelayanan jalan dapat dijamin dengan: (1) Kualitas fisik jalan yang cukup, atau tidak rusak, (2) Kualitas operasional yang memadai, misalnya dengan variabel kecepatan, biaya operasi kendaraan, dan keselamatan, Kualitas Fisik Jalan Kualitas fisik jalan yang umum digunakan dalam menilai kondisi adalah IRI (yang menyangkut riding-quality) dan RCI (yang menyangkut structural-quality). Secara lebih sederhana maka syarat kondisi fisik jalan adalah tidak rusak. Dalam terminologi penyelenggaraan jalan maka terdapat suatu korelasi antara klasifikasi kondisi fisik jalan (baik, sedang, rusak, rusak berat) dengan kebutuhan penanganan jalan.sebagai contoh untuk jalan standar hubungan tersebut digambarkan sebagaimana pada Gambar 2.3. Klasifikasi kondisi minimal perkerasan jalan dikaitkan dengan lalulintas dan fungsi jalannya secara umum disampaikan pada Tabel 2.3. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum syarat IRI untuk semua fungsi jalan adalah maksimum 8 m/km dan RCI minimal 5,5. Namun hal ini akan juga dipengaruhi oleh lebar aktual jalan dan volume aktual jalan, yang secara umum membutuhkan syarat IRI dan RCI yang lebih baik, sebagaimana disampaikan dalam SPM versi Kepmenkimpraswil No. 543/KPTS/M/2001. Namun sebagai batasan maksimal angka IRI < 8.0 dan RCI>5.5 sudah cukup memberikan kualitas fisik jalan yang dapat menjamin berfungsinya jalan secara minimal. ISBN : XI - 94

8 PEMILIHARAAN BERKALA 4,5 < IRI < 8 RUSAK RINGAN 8 < IRI < 12 RUSAK BERAT IRI>12 < Po PENINGKATAN Pt BATAS KONTRUKSI JALAN LINTASAN IDEAL BATAS KRITIS Iri < 4,5 Iri < 4,5 Iri < 4,5 Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin JIKA TANPA PROGRAM PENINGKATAN JALAN BATAS MASA PELAYANAN TIDAK MAMPU LAGI MELAYANI LOS YANG ADA Keterangan: Po : Service Ability Indeks Awal (PHO) Pt : Service Ability Indeks Akhir (Batas Umur Pelayanan) Nilai Po dan Pt tergantung pada klasifikasi Jalan (N, P, K) danlhr Gambar 2.3. Hubungan antara Kondisi Fisik Jalan dan Kebutuhan Penanganan Jalan Keterangan: RCI = Road Condition Index Tabel 2.3. Syarat Minimal Kondisi Jalan Menurut Fungsi Jalan Fungsi Jalan Lebar Minimal (PP No. 34/2006 Jalan) Minimal Volume Lalulintas Jam Puncak (MKJI 1997) smp/jam LHR = VJP/k (MKJI 1997) smp/hari Syarat Minimal IRI & RCI Jalan (Kepmenkimpraswil No. 543/KPTS/M/2001) Arteri Primer 11 m Diatas 450 Diatas 4100 IRI<8,0 dan RCI>5,5 Kolektor Primer 9 m IRI<8,0 dan RCI>5,5 Lokal Primer 7,5 m IRI<8,0 dan RCI>5,5 Arteri Sekunder 11 m Diatas 500 Diatas 5500 IRI<8,0 dan RCI>5,5 Kolektor Sekunder 9 m IRI<8,0 dan RCI>5,5 Lokal Sekunder 7,5 m IRI<8,0 dan RCI>5, Kualitas Pelayanan/Operasional Jalan a. Kecepatan Operasi Sedangkan dari kualitas pelayanan jalan umumnya diindikasi oleh tingkat pelayanan jalan sesuai dengan kecepatan tempuh yang dihasilkan sebagai trade-offs antara kapasitas jalan dengan volume lalulintas.contoh pengukuran kualitas pelayanan jalan pernah juga disampaikan ISBN : XI - 95

9 oleh Morlok (1991) yang terdiri dari 6 tingkatan A, B, C, D, E, dan F. Gambar 2.4 ditunjukkan hubungan antara kecepatan, tingkat pelayanan dan rasio volume terhadap kapasitas jalan Tabel 2.4. Klasifikasi Kualitas Pelayanan Jalan V/C Tingkat Pelayanan Keterangan < 0,60 A Arus lancar, volume rendah, kecepatan tinggi 0,6 0,7 B Arus stabil, volume sesuai untuk jalan luar kota, kecepatan terbatas 0,7-0,8 C Arus stabil, volume sesuai jalan kota, kecepatan dipengaruhi oleh lalu-lintas 0,8-0,9 D Mendekati arus tidak stabil, kecepatan rendah 0,9-1,0 E Mendekati arus tidak stabil, volume pada/mendekati kapasitas, kecepatan rendah > 1,00 F Arus terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas, banyak berhenti Sumber : Morlok (1991) Dalam MKJI 1997 lalulintas berada pada kondisi normal jika VCR < 0,85, klasifikasi minimalnya D Kecepatan Operasi Tingkat Pelayanan A Tingkat Pelayanan B Tingkat Pelayanan C Tingkat Pelayanan D Tingkat Pelayanan E Tingkat Pelayanan F 0 Rasio Volume per kapasitas 1,0 Sumber : Morlok, 1991 Gambar 2.4 Kecepatan Operasi dan V/C Dengan demikian dapat disampaikan bahwa: syarat kecepatan operasi minimal untuk setiap fungsi ruas jalan dalam SPM Jalan tidak boleh lebih tinggi dari kecepatan rencana minimal dalam RPP Jalan dan juga tidak boleh lebih rendah dari kecepatan operasi minimal dari syarat lebar masing-masing fungsi jalan. Perhitungan mengenai kecepatan operasi minimal dan rekomendasi SPM untuk aspek kecepatan operasi disampaikan pada Tabel 2.5 ISBN : XI - 96

10 Tabel 2.5 Syarat Minimal Kecepatan Operasi setiap Fungsi Jalan Fungsi Jalan Lebar Minimal (PP No. 34/2006 Jalan) Kecepatan Dasar (2/2 UD) Minimal (MKJI 1997) Arteri Primer 11 m 68 Kolektor Primer 9 m 65 Lokal Primer 7,5 m 61 Arteri Sekunder 11 m 61 KolektorSekunder 9 m 55 Lokal Sekunder 7,5 m 50 Minimal Kecepatan Arus Bebas (MKJI 1997) Kecepatan Rencana Minimal (PP No. 34/2006 Jalan) Maksimal Kecepatan Operasi (V/C = 0,85) Rekomendasi Kecepatan Minimal dalam SPM b. Aspek Keselamatan Selanjutnya sebagaimana disampaikan dalam PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan terdapat aspek kualitas operasional yang perlu di SPM-kan, yakni keselamatan lalulintas. Dalam kaitannya dengan kewenangan, maka Departemen/Dinas Kimpraswil hanyalah bertanggungjawab untuk menyediakan prasarana jalan yang layak operasi dengan memperhatikan aspek keselamatan. Sebenarnya jika jalan didesain dengan mengikuti standar perencanaan geometrik jalan yang berlaku serta dilengkapi dengan kelengkapan jalan yang memadai (rambu, marka, penerangan, dll) maka secara umum dapat dikatakan bahwa jika kecelakaan terjadi lebih disebabkan oleh faktor non prasarana jalan, misalnya: faktor pengemudi, faktor kendaraan, dll Beberapa Pertimbangan Penetapan SPM Lainnya Jika SPM prasarana jalan yang dikembangkan harus dikaitkan dengan spektrum variasi kondisi wilayah di Indonesia, maka beberapa sifat dari SPM harus diperhatikan, antara lain: - Dinamis: Bahwa faktor sosial-ekonomi wilayah selalu berkembang, sehingga SPM harus dinamis sifatnya dan - Adjustable: dapat disesuaikan dengan demand-setting setempat, - Bertahap: Pemenuhan SPM melalui program penanganan harus dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan Selanjutnya syarat variabel SPM agar dapat diutilisasi dalam kebijakan dan penyusunan program tahunan penanganan dan pengembangan prasarana jalan, haruslah: - Quantitative atau terukur, Simple atau sederhana ISBN : XI - 97

11 - General/common indicators atau indikator yang sifatnya umum - Operative atau mudah dibentuk dan digunakan. SPM harus dikembangkan dalam kerangka tujuan (objectives) yang benar, sehingga penetapannya akan memberikan dampak yang positif bagi perbaikan penyediaan prasarana jalan di Indonesia. Beberapa prinsip umum tersebut antara lain: - Ekonomi optimum/efficient use of resources: suplai prasarana jalan harus tetap berada pada koridor optimasi biaya, - Pemerataan: dalam jangka panjang SPM diharapkan dapat mengurangi kesenjangan regional (regional disparity) dalam penyediaan jalan di Indonesia, - Sustainability: mendorong manajemen pengelolaan jalan untuk dapat menjamin kuantitas dan kualitas penyediaan jalan, - Realistis: target SPM hendaknya dinamis, realistis sesuai dengan kemampuan pendanaan. Penyelenggaraan jalan di beberapa negara, khususnya negara-negara maju, umumnya didasarkan kepada suatu standar kinerja pelayanan yang harus dipenuhi. Kinerja pelayanan tersebut umumnya diukur dengan suatu indikator kinerja (performance indicators). US FHWA (institusi yang menangani jalan Nasional di Amerika) menyampaikan kinerja (performance) jalan yang diajukan terdiri dari 5 komponen, yakni: keselamatan, mobilitas, produktivitas, lingkungan, manusia, dan alam, serta keamanan nasional yang dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 US FHWA Performance Plan for Fiscal Year2001 Performance Keselamatan Mobilitas Strategic goal Secara kontinu memperbaiki tingkat keselamatan dalam jaringan jalan Secara kontinu meningkatkan akses publik terhadap aktivitas, barang & jasa sepanjang preservasi, peningkatan, dan perluasan sistem transportasi jalan dan penyempurnaan operasi, efisiensi, dan koneksi inter-moda Performance goal Mereduksi jumlah kecelakaan dan fatalitas yang berkaitan dengan jalan Menaikkan %-km jaringan jalan nasional yang sesuai dengan syarat kualitas perke-rasan IRI <2,68 m/km Performance indicators Tingkat fatalitas yang terkait dengan jalan per 100 juta mil perjalanan kendaraan %-km jaringan jalan nasional yang meme-nuhi syarat IRI <2,68 m/km Produktivitas Secara kontinu meningkatkan efisiensi ekonomi dari jaringan jalan nasional untuk meningkatkan posisi negara dalam percaturan ekonomi global Mengurangi biaya perjalanan barang dan orang Biaya perjalanan per orang atau per ton barang untuk setiap satuan panjang perjalanan Lingkungan manusia dan alam Melindungi dan memperbaiki lingkungan alam dan manusia yang terpengaruh oleh transportasi jalan Memperbaiki tingkat peme-nuhan keinginan publik akan sistem & proyek jaringan jalan %-tingkat pemenuhan keinginan komunitas Keamanan nasional Memperbaiki mobilitas bagi pertahanan nasional Memperbaiki akses diantara beberapa instalasi militer yang penting Indikator akan dikembangkan pada tahun 2000 ini ISBN : XI - 98

12 Tabel 2.7. Proposed Performance Indicators For African Roads (World Bank, 2000) Perspective Dimension Accessibility Mobility Safety Environment Equity Community Program Development Program Delivery Program Performance Final Conditions Government Ministry Road Administration Road User Comments 1. Average road user cost (car, truck, trailer truck) 3. Accident risk: fatality and injury accidents/veh-km 8. Rolling multi-year program for construction, maintenance, and operations 9. Percent completion of annual work program 5. Environmental Policy or Program 6. Percentage of population within 10 km of a classified road 10. Data bank for FC roads 11. PMS system distribution of funds by region, functional class, and for prioritizing and rehabilitation and maintenance actions 12. Forecast values of road costs vs. the actual costs 13. Percent of work done by direct labor and parastatals 15. Value of assets 16. Paved road roughness (IRI) 17. Bearing capacity/deflection 18. Thickness of gravel surface 19. Defective bridge deck area 2. Road Network 1. Three part: producer price, tax and tariff for road administration 2. Km/sq. km of arable land or population by region; separately for functionally classified (FC) and community roads. 4. Unprotected road user risk 3. No. of fatalities and injuries 4. Nonmotorized fatalities and injuries 5. Yes or No; elaboration required (e.g. phasing in of non-leaded fuel; treatment of polluting vehicles; etc.) 7. Processes in place 6. Or within 2 hrs. walking time. for customer/road user 7. Yes or No; a method to obtain information of social benefits and feedback costs. 8. Yes or No; elaboration required 9. By program (construction/ maint./oper.) 10. Yes, or no: elaboration required on data collection methods and updating. 11. Yes or No; elaboration of principles 14. Percent of gravel 12. By FC and program (construction, maintenance, operations). roads formed twice or 13. A measure of competition more times a year 20. No. road closings and road closing days By FC 18. Gravel roads only 20. Percent links and percent time closed by FC Possible descriptors are: (1) population (urban/rural); (2) GDP; (3) vehicle fleet by type; (4) fleet without emission control; (5) current road administration budget by program ; (6) veh and ton km of travel and traffic volumes by FC (weighted by link length); (7) modal split for passenger and freight (all road modes); (8) congestion: weighted road-km with Volume/Capacity >1 by FC Selain itu, World Bank (1995) mengajukan sejumlah indikator kunci untuk menilai kinerja sektor transportasi. Indikator tersebut disarankan digunakan hanya sebagai petunjuk dalam mengembangkan indikasi kinerja sistem transportasi (salah satu bagiannya adalah sistem jaringan jalan).yang menarik dari indikator tersebut adalah mengenai aksesibilitas (kuantitas jalan) yang juga diukur dengan menggunakan satuan jumlah jalan beraspal per km 2 area, yang ternyata perlu dikonfirmasikan dengan distribusi dan kepadatan penduduk. Untuk kualitas pelayanan jalan diukur dengan dua variabel utama, yakni: kecepatan lalulintas dan % kondisi jalan yang perlu perbaikan/rusak. Dari beberapa indikator kinerja yang dikembangkan di beberapa negara, terlihat bahwa terdapat beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun SPM prasarana jalan di Indonesia. Beberapa hal yang pantas dicatat dari kajian di beberapa negara tersebut antara lain: (1) Aspek aksesibilitas yang terkait dengan jumlah supply jaringan jalan umumnya muncul dalam indikator kinerja, yang biasanya diwakili oleh variabel km/km 2, dengan catatan nilainya harus ditetapkan dengan memperhatikan: a. Jumlah dan penyebaran penduduk, b. Karakteristik dan penyebaran guna lahan, c. Klasifikasi fungsional jaringan jalan, (2) Aspek kualitas pelayanan jalan umumnya diindikasi oleh beberapa variabel berikut: a. Kondisi fisik jalan (IRI jalan, % jalan rusak) b. Kualitas pelayanan jalan (kecepatan perjalanan) ISBN : XI - 99

13 c. Keselamatan operasi jalan (jumlah kecelakaan) (3) Aspek mobilitas umumnya diukur sebagai kemudahan bergerak yang diwakili oleh variabel yang beragam, seperti kecepatan, biaya perjalanan, dan kondisi jalan, namun tidak satupun yang mengaitkannya dengan penyediaan panjang jalan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari pengolahan data survey yang telah dilaksanakan, maka didapatlah indeks mobilitas diwilayah Lampung seperti yang terlihat pada Tabel 3.1 dan untuk nilai aksesibilitas Jalan Kabupaten di propinsi Lampung seperti yang terlihat pada Tabel 3.2 Tabel 3.1 Karakteristik Penyediaan Prasarana Jalan di Propinsi Lampung No Kabupaten/Kota Kepadatan PDRB konstan'93 PDRB per kapita Indeks Mobilitas (jiwa/km2) (Km/1000 jiwa) 1 Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Bandar Lampung 4, Metro 2, Mobilitas masyarakat di Propinsi Lampung ditunjang dengan sarana perhubungan darat, laut, dan udara. Sarana perhubungan darat pada tahun 2005 terdiri dari 1.004,16 km jalan negara dan 2.369,97 km jalan propinsi. Dari total jalan tersebut yaitu sepanjang 3.359,25 km, 32,41 persen dalam kondisi baik, 31,69 persen kondisi sedang, dan 25,80 persen kondisi rusak. Sedangkan menurut jenis penggunaannya, 85,23 persen merupakan jalan beraspal, 11,55 persen jalan agregat, dan 4,57 persen jalan tanah. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat ruas jalan yang belum memenuhi persyaratan SPM dari aspek kondisi jalan, serta aspek aksesibilitas dan aspek mobilitas pun masih terdapat yang belum memenuhi persyaratan SPM. ISBN : XI - 100

14 Tabel 3.2 Aksesibilitas Jalan Kabupaten di Propinsi Lampung No. Kabupaten/Kota Kepadatan Indeks Aksesibilitas (jiwa/km 2 ) (km/km 2 ) +/- Deviasi Eksisting Minimum 01 Lampung Barat 82 0,24 0,33-0,09 02 Tanggamus 256 0,00 0,43-0,43 03 Lampung Selatan 394 0,00 0,51-0,51 04 Lampung Timur 219 0,38 0,41-0,03 05 Lampung Tengah 243 0,00 0,42-0,42 06 Lampung Utara 214 0,77 0,41 + 0,36 07 Way Kanan 100 0,31 0,34-0,03 08 Tulang Bawang 105 0,18 0,34-0,16 09 Bandar Lampung ,90 2,91-0,01 10 Metro ,24 1,61 + 3,63 Keterangan: Nilai Indeks Berdasarkan Kepmenkimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 Berdasarkan hasil membandingkan antara kondisi real dilapangan dengan batasan minimum untuk masing-masing wilayah di daerah Propinsi Lampung, maka pencapaian SPM Jaringan jalan Kabupaten di Propinsi Lampung untuk indeks aksesibilitas masih dibawah persyaratan SPM, hanya 2 kabupaten saja yang telah memenuhi indeks aksesibilitas diatas SPMnya, yaitu Kabupaten Lampung Utara dan Metro. 4. KESIMPULAN SPM prasarana jalan merupakan instrumen kebijakan yang digunakan untuk menjamin tersedianya pelayanan jalan bagi masyarakat dalam era otonomi daerah. Tugas Pusat (pasal 2 (4) butir b. PP No. 25 Tahun 2000) adalah menyediakan pedoman SPM yang kemudian diacu oleh daerah untuk menetapkan SPM di daerahnya masing-masing sesuai dengan spektrum kondisi ekonomi, geografi, dan demografi wilayah serta memperhatikan kemampuan keuangan daerah. Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan penting, yakni: 1. SPM sebagai suatu standar harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, khususnya UU dan PP tentang Jalan sehingga ketentuan atau besaran yang ditetapkan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang ada pada aturan yang lebih tinggi. 2. Karena penyelenggaraan jalan di Indonesia dilakukan secara berjenjang maka pedoman SPM harus disediakan untuk masing-masing kewenangan penyelenggaraan jalan, yakni: Pedoman SPM Jalan Nasional, Pedoman SPM Jalan Propinsi, Pedoman SPM Jalan Kabupaten, dan Pedoman SPM Jalan Kota. 3. Penetapan SPM prasarana jalan tidak boleh melampaui batas-batas kewenangan dan tugas penyelenggara jalan, artinya variabel yang digunakan hanya terbatas kepada nilainilai yang memang merupakan besaran output dari penyelengaraan jalan (seperti: panjang jalan, kondisi fisik jalan, geometrik jalan), serta indikasi kecukupannya dibandingkan dengan lalulintas jalan (seperti: V/C dan kecepatan). ISBN : XI - 101

15 4. Sarana perhubungan darat pada tahun 2005 terdiri dari 1.004,16 km jalan negara dan 2.369,97 km jalan propinsi. Dari total jalan tersebut yaitu sepanjang 3.359,25 km, 32,41 persen dalam kondisi baik, 31,69 persen kondisi sedang, dan 25,80 persen kondisi rusak. Sedangkan menurut jenis penggunaannya, 85,23 persen merupakan jalan beraspal, 11,55 persen jalan agregat, dan 4,57 persen jalan tanah. Hal ini mengindikasikan bahwa masih terdapat ruas jalan yang belum memenuhi persyaratan SPM dari aspek kondisi jalan, serta aspek aksesibilitas dan aspek mobilitas masih ada yang belum memenuhi persyaratan SPM. DAFTAR PUSTAKA,1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, PP No. 25 Tahun 2000, 2001, Kepmenkimpraswil No. 534/KPTS/M/2001, 2004, Badan Pertanahan Nasional Propinsi Lampung,2004, Panjang Jalan Provinsi SK Men. Kimpraswil No. 375/KPTS/M/2004,, 2004, Panjang Jalan Nasional SK Men.Kimpraswil No.376/KPTS/M/2004,2004, UU No. 38 tahun 2004 maupun dalam PP No. 34 tahun 2006,2006. PP No. 34 tahun 2006,2006, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung Ebby, H, Ismanto,B, JBPTITBPP / 2005 Kajian Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Jalan Di Jawa Barat, Master theses ITB, Bandung Ewoud V. Verhoef, 2002, Design and management of the waste infrastructure, Disertasi Program Doctoral TU-Delft, Belanda Morlock, E Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Erlangga. Jakarta. Performance Plan for Fiscal Year 2001, Federal Highway Administration,US Proposed Performance Indicators For African Roads, SSATP-UNECA Kebijakan Dan Peraturan Departemen Pekerjaan Umum (Pusdata.pu). ISBN : XI - 102

ANALISIS ALOKASI ANGGARAN PEMELIHARAAN TERHADAP PENINGKATAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PRASARANA JALAN DI BANDAR LAMPUNG

ANALISIS ALOKASI ANGGARAN PEMELIHARAAN TERHADAP PENINGKATAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PRASARANA JALAN DI BANDAR LAMPUNG Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 ANALISIS ALOKASI ANGGARAN PEMELIHARAAN TERHADAP PENINGKATAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PRASARANA JALAN DI BANDAR LAMPUNG Tedy Murtejo

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Berdasarkan fungsinya, jalan dibagi lagi menjadi jalan arteri primer yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. III. 2 Tahapan Penelitian Metodologi penelitian untuk studi ini diperlihatkan melalui bagan alir pada Gambar III.1.

BAB III METODOLOGI. III. 2 Tahapan Penelitian Metodologi penelitian untuk studi ini diperlihatkan melalui bagan alir pada Gambar III.1. BAB III METODOLOGI III.1. Umum Metodologi adalah suatu proses, prinsip dan prosedur yang akan digunakan untuk mendeteksi masalah dalam mencari jawaban. Metodologi adalah pendekatan umum untuk mengkaji

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI BAB 2 TINJAUAN TEORI Dalam bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan studi yang dilakukan, yaitu mengenai pebgertian tundaan, jalan kolektor primer, sistem pergerakan dan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen RI No. 34 Tahun 2006 menyatakan bahwa jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN PENANGANAN JARINGAN JALAN DI WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU BERBASIS TINGKAT PELAYANAN. Andytia Pratiwi 1)

ANALISIS KEBUTUHAN PENANGANAN JARINGAN JALAN DI WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU BERBASIS TINGKAT PELAYANAN. Andytia Pratiwi 1) ANALISIS KEBUTUHAN PENANGANAN JARINGAN JALAN DI WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU BERBASIS TINGKAT PELAYANAN Andytia Pratiwi 1) Abstract This study aims to identify patterns of movement in Pringsewu District

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom

I. PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG JALAN DI JAWA BARAT

KAJIAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG JALAN DI JAWA BARAT KAJIAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG JALAN DI JAWA BARAT ABSTRAK KAJIAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG JALAN DI JAWA BARAT Oleh Ebby Hermawan NIM : 25002037 Undang-undang

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PADA PEMBANGUNAN JALAN. Noor Salim

ANALISIS BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PADA PEMBANGUNAN JALAN. Noor Salim ANALISIS BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PADA PEMBANGUNAN JALAN Noor Salim ABSTRACT Improved roads are expected to increase vehicle travel time. The achievement of the travel time in accordance with the plan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan umum yang terjadi di area perkotaan adalah masalah pertumbuhan kegiatan dan kemacetan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menangani masalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun. terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007.

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun. terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007. 31 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini seluruhnya adalah data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diterbitkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Nias adalah salah satu daerah Otonom di Provinsi Sumatera Utara yang secara geografis terletak antara 00 O 12-1 O 32 Lintang Utara (LU) dan 970 O 00-980

Lebih terperinci

TESIS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL BENOA-BANDARA-NUSA DUA A.A. ASTRI DEWI

TESIS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL BENOA-BANDARA-NUSA DUA A.A. ASTRI DEWI TESIS A.A. ASTRI DEWI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012 TESIS A.A ASTRI DEWI NIM 1091561021 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

STUDI POLA PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN KOTA NANGA PINOH DI KABUPATEN MELAWI. Abstrak

STUDI POLA PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN KOTA NANGA PINOH DI KABUPATEN MELAWI. Abstrak STUDI POLA PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN KOTA NANGA PINOH DI KABUPATEN MELAWI Didit Rukmana 1) Komala Erwan 2) dan Said Basalim 2) Abstrak The road is a vital tool that needs to be maintained and enhanced

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Bujur Timur sampai 105º50 (BT) Bujur Timur dan 3º45 (LS) Lintang Selatan

BAB IV GAMBARAN UMUM. Bujur Timur sampai 105º50 (BT) Bujur Timur dan 3º45 (LS) Lintang Selatan 55 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan 103º40 (BT) Bujur Timur sampai 105º50 (BT) Bujur Timur dan 3º45 (LS) Lintang Selatan sampai 6º45 (LS)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 A. Gambaran Umum Provinsi Lampung BAB IV GAMBARAN UMUM Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung tanggal 18 Maret 1964. Secara

Lebih terperinci

STUDI PENANGANAN JALAN RUAS BUNDER LEGUNDI AKIBAT PEKEMBANGAN LALU - LINTAS

STUDI PENANGANAN JALAN RUAS BUNDER LEGUNDI AKIBAT PEKEMBANGAN LALU - LINTAS Program Studi MMTITS, Surabaya 3 Pebruari 2007 STUDI PENANGANAN JALAN RUAS BUNDER LEGUNDI AKIBAT PEKEMBANGAN LALU LINTAS Hery Wiriantoro Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Analisis Volume, Kecepatan, dan Kepadatan Lalu Lintas dengan Metode Greenshields dan Greenberg

Analisis Volume, Kecepatan, dan Kepadatan Lalu Lintas dengan Metode Greenshields dan Greenberg 178 JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 15, No. 2, 178-184, November 212 Analisis Volume, Kecepatan, dan Kepadatan Lalu Lintas dengan Metode Greenshields dan Greenberg (Analysis of The Volume, Speed and

Lebih terperinci

PEDOMAN. Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd.

PEDOMAN. Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-18-2004-B Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel Daftar gambar Prakata.

Lebih terperinci

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda Reka racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda GLEN WEMPI WAHYUDI 1, DWI PRASETYANTO 2, EMMA AKMALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Jalan adalah transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya dan diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan

Lebih terperinci

ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN

ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN Jenis : Tugas Akhir Tahun : 2007 Penulis : Beri Titania Pembimbing : Ir. Denny Zulkaidi, MUP Diringkas oleh : Rezky John

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat secara keseluruhan (Munawar, 2004). Untuk tujuan tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat secara keseluruhan (Munawar, 2004). Untuk tujuan tersebut, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor jalan merupakan salah satu penunjang yang sangat penting bagi kegiatan-kegiatan ekonomi yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan Karangmenjangan Jalan Raya Nginden jika dilihat berdasarkan Dinas PU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan menerangkan bahwa Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam

Lebih terperinci

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA Desy Damayanti Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister Manajemen Aset FTSP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum Transportasi merupakan kegiatan memindahkan atau mengangkut muatan (barang dan manusia) dari suatu tempat ke tempat lain. Kegiatan transportasi dibutuhkan manusia sejak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bagan Alir Metodologi Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan Districk 9 Apartment. Desain proses pengerjaan dokumen perlu dibuat untuk

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Pertumbuhan PDRB Provinsi Sumbar Tahun (%) Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat (2015)

Gambar 1.1 Pertumbuhan PDRB Provinsi Sumbar Tahun (%) Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat (2015) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat terdiri dari 12 kabupaten yang terletak di pesisir barat bagian tengah pulau Sumatera yang terdiri dari dataran rendah di pantai barat dan dataran tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu sektor penting bagi perkembangan perekonomian wilayah dan kehidupan masyarakat. Adanya pertumbuhan dan perkembangan aktivitas di suatu

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS 31 BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS 3.1 Gambaran Umum Kota Bandung Dalam konteks nasional, Kota Bandung mempunyai kedudukan dan peran yang strategis. Dalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan raya merupakan sarana transportasi darat yang membentuk jaringan transportasi untuk menghubungkan daerah-daerah, sehingga roda perekonomian dan pembangunan dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Jalan Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 dan merupakan Daerah Otonomi Baru (DOB) hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus. Ditinjau

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK

ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK U. Winda Dwi Septia 1) Abstrak Jalan-jalan yang ada di Kota Pontianak merupakan salah satu sarana perhubungan bagi distribusi arus lalu lintas, baik angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah/kota berdampak pada perubahan sosial, ekonomi, geografi, lingkungan dan budaya sehingga diperlukan fasilitas penunjang untuk melayani kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG TATA CARA DAN KRITERIA PENETAPAN SIMPUL DAN LOKASI TERMINAL PENUMPANG SERTA LOKASI FASILITAS PERPINDAHAN MODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Studi Daya Guna dan Hasil Guna Jaringan Jalan Kabupaten

Studi Daya Guna dan Hasil Guna Jaringan Jalan Kabupaten Studi Daya Guna dan Hasil Guna Jaringan Jalan Kabupaten Monica Putri 1 dan Zulkarnain A Muis 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl Perpustakaan No 1 Kampus USU Medan Email: momonputri@gmailcom

Lebih terperinci

PEMODELAN SPASIAL TINGKAT KERAWANAN KEMACETAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN KOLEKTOR SEKUNDER KELURAHAN TERBAN KOTA YOGYAKARTA

PEMODELAN SPASIAL TINGKAT KERAWANAN KEMACETAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN KOLEKTOR SEKUNDER KELURAHAN TERBAN KOTA YOGYAKARTA Pemodelan Spasial Tingkat (Muhammad Rizqan Agustiandy Mahardika) 1 PEMODELAN SPASIAL TINGKAT KERAWANAN KEMACETAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN KOLEKTOR SEKUNDER KELURAHAN TERBAN KOTA YOGYAKARTA SPATIAL MODELING

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya dan diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan daerah perkotaan pada dasarnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor manusia, faktor aktivitas manusia, dan faktor pergerakan manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah

I. PENDAHULUAN. 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung berada antara 3º45 dan 6º45 Lintang Selatan serta 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah utara berbatasan dengan Provinsi

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina Abstrak Pertumbuhan jumlah kendaraan yang tinggi berdampak

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Sipil ISSN

Jurnal Teknik Sipil ISSN ISSN 2088-9321 ISSN e-2502-5295 pp. 543-552 TINJAUAN KONDISI PERKERASAN JALAN DENGAN KOMBINASI NILAI INTERNATIONAL ROUGHNESS INDEX (IRI) DAN SURFACE DISTRESS INDEX (SDI) PADA JALAN TAKENGON BLANGKEJEREN

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KESESUAIAN KRITERIA FUNGSI JALAN DAN KONDISI GEOMETRIK SIMPANG AKIBAT PERUBAHAN DIMENSI KENDARAAN RENCANA

PEMERIKSAAN KESESUAIAN KRITERIA FUNGSI JALAN DAN KONDISI GEOMETRIK SIMPANG AKIBAT PERUBAHAN DIMENSI KENDARAAN RENCANA PEMERIKSAAN KESESUAIAN KRITERIA FUNGSI JALAN DAN KONDISI GEOMETRIK SIMPANG AKIBAT PERUBAHAN DIMENSI KENDARAAN RENCANA Angga Marditama Sultan Sufanir Dosen / Jurusan Teknik Sipil / Politeknik Negeri Bandung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa PDRB tiap kabupaten/kota di

III. METODE PENELITIAN. Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa PDRB tiap kabupaten/kota di 40 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan untuk menganalisis pengembangan potensi ekonomi lokal daerah tertinggal sebagai upaya mengatasi disparitas pendapatan di Provinsi

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR

EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR Riyadi Suhandi, Budi Arief, Andi Rahmah 3 ABSTAK Penerapan jalur Sistem Satu Arah (SSA pada ruas jalan yang melingkari Istana Kepresidenan

Lebih terperinci

ANALISIS WAKTU TEMPUH PERJALANAN KENDARAAN RINGAN KOTA SAMARINDA ( Studi Kasus JL. S. Parman- Ahmad Yani I- Ahmad Yani II- DI. Panjaitan- PM.

ANALISIS WAKTU TEMPUH PERJALANAN KENDARAAN RINGAN KOTA SAMARINDA ( Studi Kasus JL. S. Parman- Ahmad Yani I- Ahmad Yani II- DI. Panjaitan- PM. 1 ANALISIS WAKTU TEMPUH PERJALANAN KENDARAAN RINGAN KOTA SAMARINDA ( Studi Kasus JL. S. Parman- Ahmad Yani I- Ahmad Yani II- DI. Panjaitan- PM.Noor ) Faisal 1) Purwanto, ST.,MT 2) Zonny Yulfadly, ST.,MT

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas yang sangat tinggi. Sektor transportasi merupakan hal mutlak untuk mempermudah mobilisasi penduduk

Lebih terperinci

Tidak adanya metode khusus yang digunakan oleh Satuan Kerja Sementara Pemeliharaan Jalan Papua Barat dalam menentukan skala prioritas dalam

Tidak adanya metode khusus yang digunakan oleh Satuan Kerja Sementara Pemeliharaan Jalan Papua Barat dalam menentukan skala prioritas dalam Tidak adanya metode khusus yang digunakan oleh Satuan Kerja Sementara Pemeliharaan Jalan Papua Barat dalam menentukan skala prioritas dalam penyusunan usulan penanganan jaringan jalan Keterbatasan dana

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT PELAYANAN RAMP SIMPANG SUSUN BAROS

EVALUASI TINGKAT PELAYANAN RAMP SIMPANG SUSUN BAROS EVALUASI TINGKAT PELAYANAN RAMP SIMPANG SUSUN BAROS Budi Hartanto Susilo, Ivan Imanuel Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jalan Prof. drg. Suria Sumantri, MPH. No.

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI DAN KINERJA JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN RUAS JALAN SOLO - SRAGEN

ANALISIS EKONOMI DAN KINERJA JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN RUAS JALAN SOLO - SRAGEN ANALISIS EKONOMI DAN KINERJA JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN RUAS JALAN SOLO - SRAGEN Novia Endhianata, Retno Indriyani Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perjalanan yang lancar merupakan idaman setiap warga, dengan semakin banyaknya pengguna jalan raya, lalu lintas menjadi tidak lancar, seiring dengan bertambahnya jumlah

Lebih terperinci

PENGARUH PARKIR ON-STREET TERHADAP KINERJA RUAS JALAN ARIEF RAHMAN HAKIM KOTA MALANG

PENGARUH PARKIR ON-STREET TERHADAP KINERJA RUAS JALAN ARIEF RAHMAN HAKIM KOTA MALANG PENGARUH PARKIR ON-STREET TERHADAP KINERJA RUAS JALAN ARIEF RAHMAN HAKIM KOTA MALANG Dwi Ratnaningsih Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang dwiratna.polinema@gmail.com Abstrak Permasalahan dibidang

Lebih terperinci

MANAJEMEN LALU LINTAS SATU ARAH KAWASAN TIMUR SEMARANG. Agus Darmawan, Angga Ajie Permana, Supriyono *), Eko Yulipriyono

MANAJEMEN LALU LINTAS SATU ARAH KAWASAN TIMUR SEMARANG. Agus Darmawan, Angga Ajie Permana, Supriyono *), Eko Yulipriyono MANAJEMEN LALU LINTAS SATU ARAH KAWASAN TIMUR SEMARANG Agus Darmawan, Angga Ajie Permana, Supriyono *), Eko Yulipriyono Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl.Prof.Soedarto,SH.,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ Undang undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu pasal 3 yang berisi: Transportasi jalan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Peningkatan kinerja..., Suntana Sukma Djatnika, FT UI.,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Peningkatan kinerja..., Suntana Sukma Djatnika, FT UI., BAB I PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan penelitian. 1.1.1. Latar belakang. Jalan merupakan sarana transportasi darat yang mempunyai peranan besar dalam arus lalu lintas barang dan orang, sebagai penghubung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif yaitu penelitian dilakukan

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif yaitu penelitian dilakukan 45 III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif yaitu penelitian dilakukan untuk memperlihatkan dan menguraikan keadaan dari objek penelitian. Menurut

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini.

BAB II DASAR TEORI. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini. BAB II DASAR TEORI 2.1. Umum Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam konektifitas suatu daerah, sehingga kegiatan distribusi barang dan jasa dapat dilakukan secara

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJARUAS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN JATI - PADANG

ANALISIS KINERJARUAS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN JATI - PADANG ANALISIS KINERJARUAS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN JATI - PADANG Wilton Wahab (1), Delvi Gusri Yendra (2) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil 2) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung merupakan Pusat Kegiatan Nasional dan daerah penyangga bagi ibukota Negara yaitu DKI Jakarta. Lokasinya sangat strategis, yaitu terletak pada jalur utama

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan data sekunder yang berasal dari instansi atau dinas terkait.

III. METODE PENELITIAN. menggunakan data sekunder yang berasal dari instansi atau dinas terkait. 41 III. METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Sumber Data Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan metode deskriptif kuantitatif, dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari

Lebih terperinci

PENENTUAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JARINGAN JALAN DI KOTA SUKABUMI

PENENTUAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JARINGAN JALAN DI KOTA SUKABUMI PENENTUAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JARINGAN JALAN DI KOTA SUKABUMI ABSTRAK PENENTUAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JARINGAN JALAN DI KOTA SUKABUMI Oleh Yeyet Hudayat NIM : 25002049 Usaha pembinaan jaringan jalan

Lebih terperinci

KERUGIAN NILAI WAKTU DAN BOK AKIBAT ON STREET PARKING

KERUGIAN NILAI WAKTU DAN BOK AKIBAT ON STREET PARKING KERUGIAN NILAI WAKTU DAN BOK AKIBAT ON STREET PARKING Nindyo Cahyo Kresnanto Program Magister Teknik Sipil Universitas Janabadra Jalan Tentara Rakyat Mataram 57 Yogyakarta Telp: (0274) 543676 mtsftujb@gmail.com

Lebih terperinci

KINERJA OPERASI TRANS METRO BANDUNG KORIDOR III CICAHEUM-SARIJADI DITINJAU DARI WAKTU PERJALANAN DAN FAKTOR MUAT

KINERJA OPERASI TRANS METRO BANDUNG KORIDOR III CICAHEUM-SARIJADI DITINJAU DARI WAKTU PERJALANAN DAN FAKTOR MUAT KINERJA OPERASI TRANS METRO BANDUNG KORIDOR III CICAHEUM-SARIJADI DITINJAU DARI WAKTU PERJALANAN DAN FAKTOR MUAT TINE TRIATI SUHARDI NRP: 1121024 Pembimbing: TAN LIE ING, S.T., M.T. ABSTRAK Kemacetan lalu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas antar suatu daerah dengan daerah lainnya, baik itu barang maupun manusia. Seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota metropolitan yang sedang berkembang menjadi kota jasa, perkembangan tempat komersil terjadi dengan begitu pesat dan hampir merata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Jaringan Jalan Berdasarkan Undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA UTARA

PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA UTARA PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA UTARA Andriyani Indah Sartika Program Magister Sistem dan Teknik Transportasi Jurususan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 1. VISI DAN MISI Sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten Lamandau dalam bidang Perhubungan komunikasi dan Informatika dituntut adanya peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA JALAN KOTA METRO BERDASARKAN NILAI DERAJAT KEJENUHAN JALAN

ANALISIS KINERJA JALAN KOTA METRO BERDASARKAN NILAI DERAJAT KEJENUHAN JALAN ANALISIS KINERJA JALAN KOTA METRO BERDASARKAN NILAI DERAJAT KEJENUHAN JALAN Oleh: Agus Surandono Dosen Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Metro e-mail : agussurandono@yahoo.co.id ABSTRAK Suatu perencanaan

Lebih terperinci

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI Ridwansyah Nuhun Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Haluoleo Jl. HEA.Mokodompit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN)

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN) PRO S ID IN G 20 11 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional. Salah satu bidang yang terus mengalami perkembangan yaitu Bidang

BAB I PENDAHULUAN. Nasional. Salah satu bidang yang terus mengalami perkembangan yaitu Bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terus mengalami perkembangan dalam hal Pembangunan Nasional. Salah satu bidang yang terus mengalami perkembangan yaitu Bidang Transportasi. Salah satu indikasinya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Transportasi khususnya transportasi darat, fasilitas bagi pengguna jalan akan selalu mengikuti jenis dan perilaku moda yang digunakan. Sebagai contoh, kendaraan

Lebih terperinci

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN DAN SIMPANG UNTUK PERSIAPAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR TIMUR - BARAT SURABAYA (STUDI KASUS JL.KERTAJAYA INDAH S/D JL.KERTAJAYA) Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci