Tesis. Oleh: OKTI TRIHANDANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tesis. Oleh: OKTI TRIHANDANI"

Transkripsi

1 GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN EMISI OTOAKUSTIK SEBAGAI SKRINING AWAL PENDENGARAN BAYI BARU LAHIR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN DAN BALAI PELAYANAN KESEHATAN DR. PIRNGADI MEDAN Tesis Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Spesialis dalam Bidang Ilmu KesehatanTeling Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Oleh: OKTI TRIHANDANI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BIDANG ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK, BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 Lembar Pengesahan Tanggal 11 April 2009 Disetujui untuk diajukan ke sidang ujian oleh : Pembimbing 1 dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL NIP : Pembimbing 2 dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL NIP : Pembimbing 3 dr. Hafni, Sp.THT-KL(K) NIP : Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Askaroellah Aboet, dr, Sp.THT-KL(K) NIP :

3 Medan, 11 April 2009 Tesis dengan judul GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN EMISI OTOAKUSTIK SEBAGAI SKRINING AWAL PENDENGARAN BAYI BARU LAHIR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN DAN BALAI PELAYANAN KESEHATAN DR. PIRNGADI MEDAN Diketahui oleh Ketua Departemen Ketua Program Studi Prof.dr.Abdul Rachman Saragih,SpTHT-KL(K) Prof.dr.Askaroellah Aboet,SpTHT-KL(K) Telah disetujui dan diterima baik oleh pembimbing Ketua dr. Adlin Adnan, SpTHT-KL Anggota dr. Harry A. Asroel, SpTHT-KL dr. Hafni, SpTHT-KL(K)

4 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata ala atas rahmat, karunia dan hidayahnya, Nabi Muhammad SAW dan para ahli silsilah pewaris Nabi, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan spesialis dalam bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan. Berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : Ayahanda Guru Al Haj. Prof. DR. S. S. Kadirun Yahya M. A., M. Sc, Al Kholidi. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin Panusunan Lubis, dr, Sp.A (K), DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Sumatera Utara. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Gontar Alamsyah, dr, Sp.PD-KGEH dan mantan dekan Prof. Sutomo Kasiman, dr, Sp.JP (K) dan Prof. T. Bahri Anwar, dr, Sp.JP (K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan di Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.

5 Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan bekerja di Rumah Sakit ini. Prof. Abdul Rachman Saragih, dr, Sp.THT-KL (K) sebagai Kepala Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan arahan sejak penulis mengikuti pendidikan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Prof. Askaroellah Aboet, dr, Sp.THT-KL (K) sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan atas bimbingan, arahan, dorongan dan nasehat selama penulis mengikuti pendidikan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL sebagai pembimbing utama tesis, dr. Hafni, Sp.THT-KL(K) dan dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL sebagai pembimbing pendamping tesis, yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, arahan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada semua guru-guru di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, dr. Asroel Aboet, Prof. dr. Ramsi Lutan, Sp.THT-KL (K), dr. Yuritna Haryono, Sp.THT-KL (K), Prof. Askaroellah Aboet, dr, Sp.THT-KL (K), Prof. Abdul Rachman Saragih, dr, Sp.THT-KL (K), Dr. Muzakkir Zamzam, Sp.THT-KL (K), dr. Mangain Hasibuan, Sp.THT-KL, dr. T. Sofia Hanum, Sp.THT-KL (K), Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL (K) dr. Linda I Adenin, Sp.THT-KL, dr. Ida

6 Sjailendrawati H, Sp.THT-KL, dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL, dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL, (Alm) dr. Ainul Mardhiah, Sp.THT-KL, dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL, dr. Andrina YM Rambe, Sp.THT-KL, dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL, dr. Farhat, Sp.THT-KL, dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL, dr. Aliandri, Sp.THT-KL dan dr. Ashri Yudhistira, Sp.THT-KL yang telah memberikan bimbingan, ilmu dan pengetahuan di bidang THT-KL yang bermanfaat bagi penulis di kemudian hari. Yang terhormat dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, staf Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat / Ilmu Kedokteran Komunitas yang telah banyak membantu saya di bidang statistik dalam pengolahan data tesis ini. Bapak Kepala Departemen/Staf Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan dan BPK Dr. Pirngadi Medan yang telah banyak membantu saya dalam mengambil sampel penelitian. Bapak Kepala Departemen/Staf Radiologi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, Kepala Departemen/Staf Anastesiologi dan Reanimasi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, Kepala Departemen/Staf Patologi Anatomi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama menjalani stase pendidikan di Departemen tersebut. Direktur dan seluruh staf THT-KL RSUD Lubuk Pakam, RS PTP XI Tembakau Deli Medan, Rumah Sakit DAM-I/Bukit Barisan Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis untuk belajar selama pendidikan di rumah sakit tersebut. Direktur dan seluruh staf PT. Alat Bantu Dengar Indonesia, yang telah memberi bantuan dalam pengadaan alat penelitian.

7 Kedua orangtua tercinta, Ibunda Wahyu Handayani Mulyaningsih dan ayahanda Sentot Subagio, ayah dan ibu mertua, Ir. H. Kryoadi dan Hj. Rita Farida, serta kakak dan adik, penulis mengucapkan terima kasih atas limpahan kasih sayang dan tak henti-hentinya memberikan dorongan serta doa kepada penulis. Suamiku Aditya, ST terima kasih atas dukungan dan perhatiannya, serta putra tercintaku Muhammad Athallah Rafif yang telah memotivasiku, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Teman-teman sejawat peserta pendidikan Ilmu Kesehatan THT Bedah Kepala Leher terima kasih atas persahabatan dan kerjasama yang terjalin selama mengikuti pendidikan. Paramedis dan karyawan Departemen THT Bedah Kepala Leher FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah membantu dan bekerja sama selama penulis menjalani pendidikan. Semoga segala bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis menjadi amal ibadah. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, dan semoga Allah Subhanahu Wata ala selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Medan, April 2009 Okti Trihandani

8 GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN EMISI OTOAKUSTIK SEBAGAI SKRINING AWAL PENDENGARAN BAYI BARU LAHIR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN DAN BALAI PELAYANAN KESEHATAN DR. PIRNGADI MEDAN Abstrak Latar Belakang: Pendengaran diperlukan untuk kemahiran berbicara. Gangguan pendengaran yang terjadi pada usia prasekolah dapat berpengaruh pada perkembangan berbicara, perkembangan sosial dan emosional, tingkah laku, perhatian dan prestasi akademik. Mengetahui adanya gangguan pendengaran sedini mungkin berpengaruh untuk menentukan kelangsungan hidup individu. Survei Kesehatan indera pendengaran yang dilakukan pada 7 propinsi di Indonesia ( ) mendapatkan prevalensi tuli sejak lahir sebesar 0.1 % dari sample yang diperiksa. The National Institute of Health di Amerika pada tahun 1993 menganjurkan semua bayi baru lahir dilakukan skrining pendengaran, dan sebaiknya dilakukan sebelum bayi meninggalkan rumah sakit. Dengan kemajuan teknologi, kini pemeriksaan pendengaran yang obyektif dapat dilakukan sedini mungkin dengan menggunakan alat yang relatif aman dan mudah digunakan, salah satunya dengan menggunakan alat emisi otoakustik, yang saat ini merupakan pemeriksaan baku emas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran hasil pemeriksaan emisi otoakustik pada skrining awal pendengaran bayi baru lahir di RSUP. H. Adam Malik Medan dan BPK. Dr. Pirngadi Medan.

9 Metode Penelitian: Penelitian dilakukan secara survei yang bersifat deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional study) di RSUP H. Adam Malik Medan dan BPK. Dr. Pirngadi Medan mulai Mei 2008 dan memenuhi kriteria inklusi. Terhadap bayi baru lahir berusia > 24 jam dan sebelum keluar dari rumah sakit dilakukan pemeriksaan emisi otoakustik jenis Transient evoked otoacoustic emissions (TEOAE) pada kedua telinga. Pemeriksaan akan memberikan hasil pass atau refer. Pass dimaksudkan bahwa bayi sementara tidak memerlukan tes lebih lanjut dan refer dimaksudkan bayi harus di tes ulang. Hasil Penelitian: Dari 44 bayi baru lahir yang diperiksa emisi otoakustik, hasil terbanyak adalah bilateral pass yaitu sebanyak 31 bayi (70,45 %), sedangkan yang mendapatkan hasil refer baik bilateral maupun unilateral sebanyak 13 bayi (29,55%). Dari 20 bayi (45,45%) dengan faktor risiko, yang memperoleh hasil emisi otoakustik terbanyak yaitu bilateral pass sebanyak 11 bayi (55%),. Sementara dari 24 bayi (54,55%) tanpa faktor risiko yang memperoleh jumlah terbanyak juga bilateral pass yaitu 20 bayi (83,33). Faktor risiko terbesar yang menghasilkan bilateral refer adalah faktor risiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yaitu sebanyak 4 bayi (57,14%). Berdasarkan jenis kelamin, dari 20 bayi laki laki (45,45%), hasil terbanyak yaitu bilateral pass sebanyak 15 bayi (75%), sedangkan bilateral refer dan unilateral refer sebanyak 5 bayi (35%). Sedangkan dari 24 bayi perempuan (54,55%), hasil terbanyak juga bilateral pass sebanyak 16 bayi (66,66%), sedangkan bilateral refer dan unilateral refer sebanyak 8 bayi (33,34%). Dari keseluruhan jenis persalinan, PSP merupakan jenis persalinan

10 dimana persentase bilateral refer dan unilateral refer paling besar, yaitu dari 18 bayi yang lahir secara PSP,4 bayi (22,22%) dengan bilateral refer dan 2 bayi (11,11%) dengan unilateral pass/refer. Kata Kunci: Bayi baru lahir, skrining awal pendengaran, emisi otoakustik ABSTRACT Background: hearing was needed for conversation expertness. Hearing disturbance in preschool age lead to speaking development, social and emotional development, behavior, attention, and academic performance. Understanding of early hearing distrubance influence for the individual viability. Hearing medical survey in 7 province in indonesia ( ) found out deafness prevalence about 0,1% of sample. The National Institute of Health in Unites States of America on 1993 have recommendation for screening newborn hearing, and proposed before leaving the hospital. With the advancement of technology, early objective hearing examination by use of safety tools and easy of used, one of the tools are otoacoustic emission, for the gold standard examination. This study has purposed to understand visible image of the otoacoustic examination for the early screening of newborn in Adam Malik hospital and Medical service centre pirngadi hospital in Medan. Method: this study was made of cross sectional study with a survey in Adam malik hospital and medical service centre (MSC) pirngadi hospital from May 2008 for inclusion criteria. This study was investigated by using transient evoked

11 otoacoustic emission (TEOAE) of newborn >24 hours in age and before come out of hospital. Pass or refer was given by this examination. Pass was intended unneded test furthermore of the baby, while refer was intended to repetition test. Result: from 44 newborn babies by using OAE test, the most result was 31 babies (70,45%) of bilateral pass, and for a refer cases was made of 13 babies (29,55%) both unilateral or bilateral refer. About 20 babies (45,45%) with a risk factor, the most result was 11 babies (55%) of bilateral pass. Meanwhile about 24 babies (54,55%) without risk factor getting the bilateral pass about 20 babies (83,33%). The greatest risk factor is getting of bilateral refer for the low newborn weight about 4 babies (57,14%). According to the gender of the babies, 20 babies are male (45,45%), in cases where 15 babies (75%) was bilateral pass, whereas 5 babies (35%) both unilateral and bilateral refer. Meanwhile from 24 female babies (54,55%), 16 babies (66,66%) was bilateral pass, and whereas 8 babies (33,34%) both unilateral and bilateral refer. All of the labor, spontaneous delivery has the greatest percentage both bilateral and unilateral refer, 18 babies of the spontaneous delivery, is getting of 4 babies (22,22%) bilateral refer, and 2 babies (11,11%) has unilateral pass/refer. Keywords: Newborn, early hearing screening, otoacoustic emissions

12 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... i v ix BAB 1: PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian... 6 BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA EMBRIOLOGI TELINGA DALAM ANATOMI TELINGA DALAM KOKLEA FISIOLOGI PERKEMBANGAN MERESPON SUARA Respon Neonatal Respon pada bayi di bawah 4 bulan Respon pada usia 4 6 bulan Respon pada usia 7 9 bulan Respon pasa usia bulan Respon pada usia bulan.. 15

13 Respon pada usia lebih dari 2 tahun PATOGENESIS GANGGUAN PENDENGARAN EMISI OTOAKUSTIK Anatomi dan fisiologi dasar emisi otoakustik Tujuan pemeriksaan Syarat syarat untuk menghasilkan emisi otoakustik Pembagian Emisi Otoakustik Spontaneous Otoacoustic Emissions Transient Evoked Otoacoustic Emission Distortion product Otoacoustic Emissions Sustained Frequency Otoacoustic Emissions Aplikasi Klinis Pemeriksaan Otoacoustic Emissions Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi emisi otoakustik Keadaan yang tidak mempengaruhi koklea Kondisi-kondisi yang menggambarkan abnormal emisi Otoakustik Kondisi yang menyebabkan normal emisi otoakustik Skrining Pendengaran Bayi Faktor Risiko Gangguan Pendengaran 29 BAB 3 : KERANGKA KONSEP BAB 4 : METODE PENELITIAN Jenis dan Rancangan Penelitian Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi Sampel Besar Sampel Teknik Pengambilan Sampel Variabel Penelitian Klasifikasi Variabel Penelitian... 33

14 4.3.2 Definisi Operasional Variabel Alat dan Bahan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Kerangka Kerja Cara Analisis Data BAB 5 : HASIL PENELITIAN BAB 6 : PEMBAHASAN BAB 7 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA.. 54 LAMPIRAN. 56 Lampiran 1. Data Sampel Penelitian. 56 Lampiran 2. Status Penelitian. 59 Lampiran 3. Lembar Penjelasan Kepada Subyek Penelitan 63 Lampiran 4. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan. 64 Lampiran 5. Persetujuan Komite Etik Penelitian.. 65 RIWAYAT HIDUP.. 66

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendengaran diperlukan untuk kemahiran berbicara. Gangguan pendengaran yang terjadi pada usia prasekolah dapat berpengaruh pada perkembangan berbicara, perkembangan sosial dan emosional, tingkah laku, perhatian dan prestasi akademik, karena itu mengetahui adanya gangguan pendengaran sedini mungkin penting untuk menentukan kelangsungan hidup individu (Gomella et al, 2004; Haddad Jr. J., 2004). Di tiga negara bagian Amerika Serikat dari tahun , bayi baru lahir yang mengalami tuli bilateral berkisar 1-3 bayi per 1000 bayi pada bayi yang sehat dan sebanyak 2-4 bayi per 1000 bayi pada bayi yang dirawat secara intensif. Connolly pada tahun 2005, menemukan gangguan pendengaran sebanyak 1 dari 811 kelahiran tanpa faktor risiko dan 1 dari 75 kelahiran dengan faktor risiko (Michele et al, 2005; Sokol & Hyde, 2002). Di Bulacan-Philipina, dari 724 bayi baru lahir dijumpai 708 (97,8%) bayi dengan pendengaran normal, 7 (1,0%) bayi mengalami tuli unilateral, 8 (1,1%) bayi mengalami tuli ringan bilateral dan 1 (0,1%) bayi mengalami tuli berat bilateral (Chiong C, 2007).

16 Survei Kesehatan indera pendengaran yang dilakukan pada 7 propinsi di Indonesia ( ) mendapatkan prevalensi tuli sejak lahir sebesar 0.1 % dari sample yang diperiksa. Dari angka tersebut dapat kita perkirakan berapa jumlah penderita ketulian penduduk Indonesia saat ini (Hendarmin H, 2006). Suleh & Djelantik (1999) di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung melaporkan, dari 212 bayi yang dilakukan pemeriksaan emisi otoakustik, ditemukan 3 bayi dengan hasil refer pada kedua telinganya. Di Liguria, Italy, dari 3238 bayi baru lahir yang dilakukan pemeriksaan emisi otoakustik, sebanyak 3180 bayi (98,2%) memberikan hasil pass dan sebanyak 58 bayi (1,8%) memberikan hasil refer (Calevo M. G. et al, 2007). Gangguan pendengaran sering diabaikan karena orangtua tidak langsung sadar anaknya menderita gangguan, kadang - kadang anak dianggap sebagai anak autis atau hiperaktif karena sikapnya yang sulit diatur. Oleh karena itu diagnosa dini gangguan pendengaran sangatlah penting. Menemukan gangguan pendengaran pada bayi tidaklah mudah, seringkali baru diketahui setelah usia 2 3 tahun. Menurut Sininger di AS tanpa program skrining pendengaran gangguan pendengaran baru diketahui pada usia bulan. Di Poliklinik THT Komunitas RSCM ( ) didapatkan 3087 bayi/anak tuli saraf berat bilateral usia terbanyak adalah 1 3 tahun (43,70%) dan 6,41% yang berusia di bawah 1 tahun (Suwento, 2007).

17 Tujuan skrining pendengaran bayi baru lahir adalah menemukan gangguan pendengaran sedini mungkin sehingga dapat dilakukan habilitasi segera, menggunakan pemeriksaan elektrofisiologik; bersifat obyektif, praktis, otomatis dan non invasive (Suwento, 2007). The National Institute of Health di Amerika pada tahun 1993 menganjurkan semua bayi baru lahir dilakukan skrining pendengaran, dan sebaiknya dilakukan sebelum bayi meninggalkan rumah sakit. Bayi yang mengalami hasil tes refer agar dilakukan evaluasi fungsi pendengaran secara komprehensif sebelum umur 6 bulan ( Suardana W., 2008 ). Skrining pendengaran pada bayi baru lahir atau Newborn Hearing Screening (NHS) dibedakan menjadi: Universal Newborn Hearing Screening (pada semua bayi) dan Targeted Newborn Hearing Screening (hanya bayi berisiko tinggi). Seharusnya skrining dilakukan pada seluruh bayi baru lahir, karena deteksi yang dilakukan pada bayi yang dengan faktor risiko hanya menemukan 50% kasus dengan ketulian, sedangkan telah dibuktikan bahwa 50% lagi bayi dengan ketulian terjadi pada bayi normal tanpa risiko (Suardana, 2008; Suwento, 2007 ). Deteksi gangguan pendengaran sebetulnya dapat dilakukan oleh orangtua secara sederhana, misalnya dengan memperdengarkan sumber bunyi ke bayi dan mengamati ada atau tidak respons bayi terhadap suara, namun pemeriksaan tersebut bersifat subyektif. Kini dengan kemajuan teknologi, pemeriksaan pendengaran yang obyektif dapat dilakukan sedini mungkin dengan menggunakan alat yang relatif aman dan mudah

18 digunakan, salah satunya dengan menggunakan alat emisi otoakustik, yang saat ini merupakan pemeriksaan baku emas. Tentu saja dengan adanya deteksi dini diharapkan habilitasi menggunakan alat bantu dengar juga dilakukan sesegera mungkin untuk memperoleh hasil yang lebih baik sehingga terjadi perbaikan dalam hal perkembangan bahasa dan pertambahan kosa kata seorang anak (Zizlavsky, 2008). Emisi otoakustik merupakan suara dengan intensitas rendah yang dihasilkan pada koklea yang normal, baik secara spontan maupun respon dari rangsang akustik ( Norton & Stover, 1994; Hall & Antomelli, 2006 ). Banyak pandangan yang mendukung pemeriksaan emisi otoakustik diantaranya : 1) Merupakan transmisi sinaptik indenpenden dan preneural. Hal itu berarti, jika aktivitas nervus VIII terhambat baik secara kimia maupun fisika, emisi otoakustik dapat diukur meskipun respon neural terhadap suara tidak ada; 2) Tidak dipengaruhi oleh stimulus, tidak seperti respon neural; 3) Dapat mendeteksi adanya kerusakan koklea yang disebabkan obat-obat ototoksik, bising dan hipoksia ( Norton & Stover, 1994 ). Skrining pendengaran pada bayi-bayi dapat dilakukan dengan baik dengan menggunakan alat emisi otoakustik, karena metoda ini : obyektif, aman, tidak memerlukan prosedur yang invasif atau pengobatan sebelum dilakukan pemeriksaan; pemeriksaannya cepat, hanya memerlukan waktu beberapa detik sampai menit; caranya mudah, dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa memerlukan keahlian khusus; biaya alat yang relatif murah (Lee K. J. & Peck J. E, 2003; Suleh S. & Djelantik, 1999).

19 Di RSUP. H. Adam Malik Medan dan BPK. Dr. Pirngadi Medan, sejauh ini belum ada evaluasi skrining pendengaran pada bayi baru lahir baik di SMF THT-KL maupun di divisi perinatologi SMF Ilmu Kesehatan anak. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : a. Bagaimana gambaran hasil pemeriksaan emisi otoakustik pada skrining awal pendengaran bayi baru lahir di RSUP. H. Adam Malik Medan dan BPK. Dr. Pirngadi Medan. b. Bagaimana gambaran hasil pemeriksaan emisi otoakustik pada skrining awal pendengaran bayi baru lahir dengan faktor risiko dan tanpa faktor risiko. c. Bagaimana karakteristik faktor risiko pada skrining awal pendengaran bayi baru lahir yang dilakukan pemeriksaan emisi otoakustik. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui gambaran hasil pemeriksaan emisi otoakustik pada skrining awal pendengaran bayi baru lahir di RSUP. H. Adam Malik Medan dan BPK. Dr. Pirngadi Medan.

20 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran hasil pemeriksaan emisi otoakustik pada skrining awal pendengaran bayi baru lahir di RSUP. H. Adam Malik Medan dan BPK. Dr. Pirngadi Medan. b. Mengetahui gambaran hasil pemeriksaan emisi otoakustik pada skrining awal pendengaran bayi baru lahir dengan faktor risiko dan tanpa faktor risiko. c. Mengetahui karakteristik faktor risiko pada skrining awal pendengaran bayi baru lahir pada pemeriksaan emisi otoakustik. d. Mengetahui distribusi jenis kelamin bayi baru lahir yang dilakukan pemeriksaan emisi otoakustik. e. Mengetahui karakteristik jenis persalinan pada bayi baru lahir yang dilakukan pemeriksaan emisi otoakustik. 1.4 Manfaat Penelitian a. Dapat mengetahui faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi fungsi koklea sehingga dapat dilakukan pencegahan gangguan pendengaran sedini mungkin. b. Sebagai pengembangan keilmuan di bidang Ilmu Penyakit Telinga Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher, divisi Neurootologi dan divisi THT Komunitas c. Sebagai dasar penelitian selanjutnya dalam skrining pendengaran pada bayi baru lahir sebagai upaya deteksi dini gangguan pendengaran.

21 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 EMBRIOLOGI TELINGA DALAM Telinga adalah organ fungsi pendengaran dan pengatur keseimbangan, yang dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam (Soetirto, 2001). Telinga dalam adalah organ pertama dari tubuh yang dalam perkembangannya telah terbentuk secara sempurna baik dalam ukuran maupun konfigurasinya yaitu pada umur kehamilan trimester kedua. Diferensiasi telinga dalam dimulai pada awal minggu ketiga, perkembangan intra uterine yang ditandai dengan tampaknya plakode auditori ektoderm pada setingkat myelencephalon. Plakode auditori berinvaginasi membentuk lubang (pit) auditori sepanjang minggu ke 4, yang kemudian menjadi vesikula auditori (Mattox, 1991; Austin, 1997). Perkembangan prenatal dibagi dalam sejumlah periode yang terpisah. Periode pertama mulai dari waktu implantasi, perkembangan blastosit di dalam dinding uterus sampai sirkulasi intra embrionik berkembang. Selama periode pendahulu ini kurang lebih 25 hari, pelapisan dari ektoderm, mesoderm, endoderm, berkembang membentuk lempeng yang mengandung notocord.

22 Periode kedua sekitar 35 hari yaitu sampai akhir minggu ke 8, yang disebut periode embrionik. Selama waktu ini, ada pertumbuhan yang cepat dan diferensiasi sel sehingga menjelang hari ke 56, semua sistem utama organ dibentuk dan embrio mempunyai bentuk luar yang dikenal sebagai manusia (Wright, 1997) ANATOMI TELINGA DALAM Berdasarkan bentuknya, telinga dalam disebut sebagai labirin. Labirin terdiri dari labirin bagian membran dan labirin bagian tulang. Labirin bagian membran berisi cairan endolimfe yang tinggi kalium dan rendah natrium, sedang labirin bagian tulang berisi cairan perilmfe yang tinggi natrium dan rendah kalium. Labirin bagian tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan bagian koklear. Bagian vestibularis berhubungan dengan keseimbangan, sementara bagian koklearis merupakan organ pendengaran (Austin D. F., 1997; Liston S.L. & Duvall A.J., 1994) KOKLEA Bagian inferior labirin berbentuk spiral dengan 2 ½ sampai 2 ¾ putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi berkas saraf dan suplai arteri dari arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suatu

23 lamina tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai selsel sensorik organ Corti. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis yang panjangnya 35mm dan berisi cairan endolimfe (Austin D. F., 1997; Liston S.L. & Duvall A.J., 1994). Bagian atas adalah skala vestibuli berisi cairan perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membran Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani juga mengandung cairan perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis oseus dan membran basilaris. Cairan perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus koklearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai helikotrema. Membran basilaris sempit pada basisinya (nada tinggi) dan melebar pada apeks (nada rendah) (Austin D. F., 1997; Liston S.L. & Duvall A.J., 1994). Terletak di atas membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ Corti, yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam ( ) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkatjungkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf

24 aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus (Austin D. F., 1997; Liston S.L. & Duvall A.J., 1994). Gambar 2. 1 Koklea (Leblane A., 2000)

25 Gambar 2. 2 Pemnampang koklea potongan melintang (Leblane A., 2000) 2. 3 FISIOLOGI Getaran suara dihantarkan lewat liang telinga dan telinga tengah ke telinga dalam melalui stapes, menimbulkan suatu gelombang yang berjalan di sepanjang membran basilaris dan organ Corti. Puncak gelombang yang berjalan di sepanjang membran basilaris yang panjangnya 35mm tersebut, ditentukan oleh frekuensi gelombang suara. Hal ini berakibat membengkoknya stereosilia oleh kerja pemberat membran tektoria, dengan demikian menimbulkan depolarisasi sel rambut dan menciptakan potensial aksi pada serabut-serabut saraf pendengaran yang melekat padanya. Di sinilah gelombang suara mekanis diubah menjadi energi elektrokimia agar dapat ditransmisikan melalui saraf kranialis ke-8 (Liston S.L. & Duvall A.J., 1994; Mills J. et al, 2006).

26 Paling tidak sebagian analisis frekuensi telah terjadi pada tingkat organ Corti. Peristiwa listrik pada organ dapat diukur dan dikenal sebagai mikrofonik koklearis. Peristiwa listrik yang berlangsung dalam neuron juga dapat diukur dan disebut sebagai potensial aksi (Liston S.L. & Duvall A.J., 1994; Mills J. et al, 2006) PERKEMBANGAN MERESPON SUARA Respon Neonatal Selama minggu pertama kehidupan, respon bayi terhadap suara keras dengan refleks terkejut. Respon ini termasuk aural palpebra reflex, perubahan pada denyut jantung dan pola dari pernapasan, sentakan kepala ke belakang, respon menangis, gerakan tubuh (Refleks Morrow) atau kadang-kadang penghentian aktifitas. Respon-respon ini tidak terjadi dengan suara yang tenang dan intensitas suara yang rendah. Nada murni antara Hz dengan intensitas db dapat menimbulkan refleks ini pada neonates sampai umur 2 minggu. Adanya suatu respon sangat tergantung pada keadaan psikofisiologikal anak. Untuk alasan ini maka tidak mungkin untuk menilai ambang pendengaran neonatal secara akurat dengan teknik perilaku (Bellman S. & Vanniasegaram I., 1997; Feldman A. S & Grimes C. T., 1997).

27 Respon pada bayi di bawah 4 bulan Pada usia ini mulai memperhatikan suara dan merespon dengan diam dan mendengarkan. Pada usia 4 bulan, bayi diam dan tersenyum untuk merespon suara orang tuanya, bahkan ketika sumber suara tidak terlihat. Respon ini terutama dijumpai pada suara keras dan tidak tetap pada suara yang lebih tenang, sehingga dapat digunakan untuk perkiraan ambang dengar (Bellman S. & Vanniasegaram I., 1997) Respon pada usia 4 6 bulan Pada usia ini bayi mulai menggerakkan kepala ke sumber suara dengan lebih konsisten. Respon ini tidak hanya lebih nyata, tetapi juga terjadi pada intensitas suara rendah. Jadi perkiraan ambang pendengaran dengan menggunakan teknik perilaku terkadang mungkin untuk dilakukan. Bagaimanapun juga, perubahan respon terhadap lokalisasi suara yang tepat terlihat pada bayi yang lebih tua ( Bellman S. & Vanniasegaram I., 1997 ). Mengarah ke arah sumber rangsangan suara seringkali terlambat dan memerlukan pemberian rangsangan suara yang lama tanpa meningkatkan intensitas suara. Anak pada usia ini mungkin belajar melokalisasi suara pada arah suara pertama, tetapi kemudian hanya mengarahkan pada arah ini dimanapun sumber suara (Bellman S. & Vanniasegaram I., 1997).

28 Respon pada usia 7 9 bulan Pada usia ini anak dapat menentukan lokasi suara intensitas rendah secara tepat pada arah horizontal. Sebagian besar anak masih belum mampu untuk menentukan sumber suara dari arah bawah dan diatas kepalanya. Anak akan bergerak ke arah suara orang tuanya yang berada diluar kamar dan mencari sumber suara yang menarik perhatiannya. Anak juga akan berceloteh nyaring dan mulai untuk meniru suara-suara dengan lebih jelas ( Bellman S. & Vanniasegaram I., 1997 ) Respon pasa usia bulan Pada usia ini anak dapat melokalisasi suara intensitas rendah pada berbagai tempat bila ia tidak terlalu sibuk dengan kegiatan lain. Pengucapan kata-kata berkembang untuk kata-kata tunggal seperti namanya, kata tidak, dan objek-objek yang telah dikenal baik olehnya. Pada saat perkembangan vokalisasi sampai ulang tahunnya yang pertama, beberapa anak mencoba untuk berkata-kata dan mengulang beberapa kata ( Bellman S. & Vanniasegaram I., 1997 ) Respon pada usia bulan Anak pada usia ini mampu melokalisasi suara secara cepat tetapi mulai dapat mengantisipasi dan mengamati sumber suara selama uji tingkah laku dilakukan. Terjadi perkembangan dalam

29 pemahaman kata-kata, juga pada beberapa anak usia 18 bulan dapat mengenali beberapa bagian tubuh. Pada usia 2 tahun, anak akan selalu memungut mainannya ketika terjatuh. Perbendaharaan kata kata anak berkembang setelah tahun kedua kehidupan dan anak mulai menggabungkan dua kata secara bersamaan pada usia bulan (Bellman S. & Vanniasegaram I., 1997) Respon pada usia lebih dari 2 tahun Pada usia ini anak biasanya akan bereaksi terhadap rangsangan suara yang pertama diberikan, dan akan mengabaikan suara yang diberikan berikutnya. Pada tahap ini sangat sulit dilakukan pemeriksaan, play audiometry dengan menggunakan tempat seluas mungkin dapat dicoba untuk dilakukan. Pada beberapa anak sudah dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni pada usia 3 tahun ( Bellman S. & Vanniasegaram I., 1997 ) PATOGENESIS GANGGUAN PENDENGARAN Gangguan pendengaran pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh karena kegagalan perkembangan satu atau lebih dari bagian sistem auditori atau terhentinya proses perkembangan pada tahap tertentu. Selain itu, terdapat juga beberapa faktor yang dapat menyebabkan degenerasi mekanisme perkembangan pendengaran.

30 Ormerod (1960) mengelompokkan patologi tuli kongenital sebagai berikut (Friedmann I., 1997). a. Kegagalan atau terhentinya perkembangan akibat adanya faktor genetik, atau pengaruh toksik yang didapatkan semasa kehamilan trimester pertama. (aplasia) b. Terhentinya pertumbuhan c. Degenerasi bagian sistem auditori yang telah mencapai kematangan (abiotrofi) : 1) Duktus koklearis atau skala media 2) End organ sensoris 3) Serabut serabut syaraf 2. 6 EMISI OTOAKUSTIK Emisi otoakustik pertama kali ditemukan oleh Gold pada tahun 1948 dan diperkenalkan oleh Kemp pada tahun Emisi otoakustik merupakan suara dengan intensitas rendah yang diproduksi oleh koklea baik secara spontan ataupun menggunakan stimulus, yang disebabkan oleh gerakan sel-sel rambut luar di telinga bagian dalam. Gerakangerakan ini adalah hasil mekanisme sel yang aktif, yang dapat terjadi baik secara spontan, maupun oleh rangsangan bunyi dari luar (Suleh S. & Djelantik, 1999). Bunyi click dengan intensitas sedang atau kombinasi yang sesuai dari dua tone dapat mencetuskan pergerakan sel rambut luar, kemudian

31 terjadi biomekanik dari membran basilaris sehingga menghasilkan amplifikasi energi intrakoklear dan tuning koklear. Pergerakan sel rambut luar menimbulkan energi mekanis dalam koklea yang diperbanyak keluar melalui sistem telinga tengah dan membran timpani menuju liang telinga. Getaran dari membrana timpani menghasilkan sinyal bunyi (Emisi otoakustik), yang dapat diukur dengan mikrofon (Bellman S. & Vanniasegaram I., 1997; Hall & Antonelli, 2006) Anatomi dan fisiologi dasar emisi otoakustik Ketika suara digunakan untuk memperoleh emisi, ditransmisikan melalui telinga luar, pada saat rangsang auditori dirubah dari sinyal akustik menjadi sinyal mekanik di membran timpani dan ditransmisikan melalui tulang-tulang pendengaran pada telinga tengah; footplate dari tulang stapes akan bergerak pada foramen ovale yang akan menyebabkan pergerakan gelombang cairan pada koklea. Pergerakan gelombang cairan tersebut menggetarkan membrana basilaris dimana setiap bagian dari membran basilaris sensitif terhadap frekuensi yang terbatas dalam rentang tertentu. Bagian yang paling dekat dengan foramen ovale lebih sensitif terhadap rangsang suara dengan frekuensi tinggi, sementara bagian yang jauh dari foramen ovale lebih sensitif terhadap rangsang suara dengan frekuensi rendah. Pada emisi otoakustik, respon pertama yang kembali dan direkam

32 menggunakan mikrofon berasal dari bagian koklea dengan frekuensi paling tinggi (Campbell K.C.M., 2006). Pada saat membran basilaris bergetar, sel-sel rambut turut bergerak dan respon elektromekanik terjadi, pada saat yang bersamaan sinyal aferen ditransmisikan dan sinyal eferen diemisikan. Sinyal eferen ditransmisikan kembali melalui jalur auditori dan sinyal tersebut diukur pada liang telinga (Campbell K.C.M., 2006; Moller A. R., 2006). Dasar-dasar dari timbulnya keaktifan emisi ini adalah kemampuan telinga dalam untuk mengadakan kompresi dinamis sinyal bunyi. Dengan kompresi ini tekanan dinamik suara dapat diteruskan telinga bagian dalam kira-kira sebesar 0,7% ke sistem saraf yang mempunyai kapasitas dinamis yang jauh lebih kecil. Kompresi ini merupakan kemampuan sel-sel rambut yang tidak linear. Sel-sel rambut dalam yang sebenarnya adalah bagian aferen untuk sistem pendengaran, baru terangsang pada tekanan bunyi yang lebih kecil, sel-sel rambut luar secara serentak menambah energi kepada sel-sel rambut dalam dengan cara gerakan mekanis. Proses gerakan inilah yang diperkirakan merupakan sumber aktifitas emisi telinga bagian dalam (Suleh S. & Djelantik, 1999; Moller A. R., 2006).

33 Tujuan pemeriksaan Tujuan utama pemeriksaan emisi otoakustik adalah guna menilai keadaan koklea, khususnya fungsi sel rambut. Hasil pemeriksaan dapat berguna untuk : (Campbell K.C.M., 2006) a. Skrining pendengaran (khususnya pada neonatus, infan atau individu dengan gangguan perkembangan). b. Memperkirakan sensitivitas pendengaran dalam rentang tertentu. c. Membedakan gangguan sensori dan neural pada gangguan pendengaran sensorineural. d. Pemeriksaan pada gangguan pendengaran fungsional (berpurapura). Pemeriksaan dapat dilakukan pada pasien yang sedang tidur, bahkan pada keadaan koma, karena hasil pemeriksaan tidak memerlukan respon tingkah laku Syarat syarat untuk menghasilkan emisi otoakustik (Campbell K.C.M., 2006) a. Liang telinga luar tidak obstruksi b. Menutup rapat-rapat liang telinga dengan probe c. Posisi optimal dari probe d. Tidak ada penyakit telinga tengah e. Sel rambut luar masih berfungsi f. Pasien kooperatif g. Lingkungan sekitar tenang.

34 Audiometri nada murni dapat memeriksa telinga luar, telinga tengah, koklea, nervus cranial VIII dan system auditori sentral. Emisi otoakusik hanya dapat menilai sistem auditori perifer, meliputi telinga luar, telinga tengah dan koklea. Respon memang berasal dari koklea, tetapi telinga luar dan telinga tengah harus dapat mentransmisikan kembali emisi suara sehingga dapat direkam oleh mikrofon. Pemeriksaan emisi otoakustik sering digunakan untuk skrining menentukan ada atau tidaknya fungsi koklea, meskipun sebenarnya pemeriksaan dapat dilakukan pada daerah koklea dengan frekuensi tertentu. Emisi otoakustik tidak dapat digunakan untuk menentukan ambang dengar individu (Campbell K.C.M. 2006). Emisi otoakustik dapat terjadi spontan sebesar 40-60% pada telinga normal, tetapi secara klinis yang memberikan respon baik adalah evoked otoacoutic emissions (Bellman S. & Vanniasegaram I., 1997) Pembagian Emisi Otoakustik Emisi otoakustik dibedakan menjadi 4 jenis, diantaranya : (Norton & Stover, 1994; Campbell K.C.M., 2006; Lee K. J. & Peck J. E., 2003) a. Spontaneous otoacoustic emissions (SOAEs), merupakan emisi suara tanpa adanya rangsangan bunyi ( secara spontan).

35 b. Transient otoacoustic emission (TOAEs) atau Transient evoked otoacoustic emissions (TEOAEs), merupakan emisi suara yang dihasilkan oleh rangsangan bunyi menggunakan durasi yang sangat pendek, biasanya bunyi click, tetapi dapat juga tonebursts. c. Distortion product otoacoustic emission (DPOAEs), merupakan emisi suara sebagai respon dari dua rangsang yang berbeda frekuensi. d. Sustained-frequncy otoacoustic emission (SFOAEs), merupakan emisi suara sebagai respon dari nada yang berkesinambungan (kontinyu) Spontaneous Otoacoustic Emissions Respon non stimulus ini biasanya diukur dalam rentang frekuensi perekaman yang sempit ( < 30 Hz bandwidth) dalam liang telinga luar. Diperlukan perekaman multiple untuk memastikan kemampuan replikasi dan untuk membedakan respon dari tingkat bising. Perekaman SOAEs biasanya berada dalam rentang frekuensi Hz (Campbell K.C.M. 2006). Pada umumnya, SOAEs terjadi hanya pada 40-50% individu dengan pendengaran normal. Pada dewasa sekitar 30-60%, pada neonatus sekitar 25-80%. SOAEs tidak ditemukan pada individu dengan ambang dengar >30 db HL. Karena itu tidak adanya

36 SOAEs bukan pertanda adanya ketidaknormalan pendengaran dan biasanya tidak berhubungan dengan adanya tinitus. (Campbell K.C.M., 2006). SOAEs biasanya terjadi pada frekuensi Hz, amplitudo antara -5 dan 15 db SPL. SOAEs biasanya terjadi secara bilateral, jika terjadi unilateral, biasanya lebih sering terjadi pada sebelah kanan dibandingkan sebelah kiri, dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria (Campbell K.C.M., 2006) Transient Evoked Otoacoustic Emission TEOAE merupakan tes emisi otoakustik yang pertama kalinya digunakan dalam klinik. Stimulus yang dipakai pada TEOAE adalah click, yang dapat merangsang seluruh partisi koklea sehingga menghasilkan respons yang melibatkan beberapa frekuensi. Stimulus diberikan sekitar db SPL (Abiratno S.F., 2003). Dalam tes TEOAE, suara Emisi otoakustik direkam selama waktu yang tenang antara dua stimulus yang berlangsung pendek, sehingga status sel rambut luar dalam keadaan relaks dapat dinilai. Seperti koklea pada umumnya yang dirangsang dengan klik, stimulus akan diterima secara simultan di beberapa area di organ corti. TEOAE menunjukkan kondisi beberapa bagian koklea dan sekaligus menilai status fungsi koklea pada tingkatan mendekati ambang stimulus (Abiratno S.F., 2003).

37 Transducer Signal Generation Amplifier/ Filter Time Domain Averaging Gambar 2. 3 Diagram skematik dari sistem representatif alat transient evoked otoacoustic emissions (Norton & Stover, 1994) Distortion Product Otoacoustic Emissions Stimulus terdiri dari dua bunyi murni pada dua frekuensi (contoh : f1, f2; f2>f1) dan dua level intensitas (contoh : L1, L2). Hubungan antara L1-L2 dan f1-f2 menunjukkan respon frekuensi. Suatu rasio f1/f2 menghasilkan DPOAEs terbesar pada 1,2 untuk frekuensi tinggi dan rendah pada 1,3 untuk frekuensi medium. Untuk menghasilkan respon optimal, atur instensitasnya sehingga L1 menyamai atau melebihi L2. Merendahkan intensitas absolut dari stimulus yang dibuat, DPOAE menjadi lebih sensitif terhadap

38 abnormalitas. Setting 65/55 db SPL L1-L2 adalah yang sering digunakan. Respon biasanya lebih bagus atau kuat dan direkam pada frekuensi yang dipancarkan dari 2f1-f2, hal tersebut dibuat dalam bentuk grafik sesuai dengan f2, karena kawasan tersebut memperkirakan regio frekuensi koklea yang menghasilkan respon (Campbell K.C.M., 2006). DPOAEs dapat memperoleh frekuensi yang spesifik dan dapat digunakan untuk merekam frekuensi yang lebih tinggi daripada TEOAEs. DPOAEs dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan koklea akibat obat-obat ototoksik dan akibat bising (Campbell K.C.M., 2006) Sustained Frequency Otoacoustic Emissions SPOAEs merupakan emisi suara sebagai respon dari nada yang berkesinambungan (kontinyu). Secara klinis tidak digunakan karena antara rangsang bunyi dan emisi otoakustik tumpang tindih di liang telinga (overlap), sehingga mikrofon merekam keduanya (Campbell K.C.M., 2006).

39 Aplikasi Klinis Pemeriksaan Emisi Otoakustik Aplikasi Klinis dari pemeriksaan emisi otoakustik terfokus untuk identifikasi gangguan sensorineural perifer, walaupun diketahui bahwa kelainan di telinga luar dan telinga tengah sangat mempengaruhi transmisi hantaran suara (Agustian R. A., 2008). Pemeriksaan emisi otoakustik secara klinis dapat dibagi dalam beberapa kategori yaitu: (Agustian R. A., 2008; Ballenger J.J., 2003; Hall & Antonelli, 2006) a. Aplikasi klinis Pada Anak 1) Skrining pendengaran bayi baru lahir 2) Diagnostik audiologi pediatrik 3) Monitoring ototoksik 4) Pengukuran gangguan proses auditori 5) Pengukuran kemungkinan tuli fungsional (nonorganik) b. Aplikasi klinis Pada Dewasa 1) Deteksi dini dari disfungsi koklear akibat bising 2) Monitoring status koklear pada potensial ototoksik 3) Membedakan disfungsi koklear dengan retrokoklear 4) Pengukuran kemungkinan tuli fungsional (nonorganik) 5) Konfirmasi adanya disfungsi koklear pada pasien dengan tinitus

40 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi emisi otoakustik (Campbell K.C.M., 2006) a. Nonpatologi 1) Kesalahan meletakkan probe 2) Serumen yang menghalangi probe 3) Debris atau benda asing pada liang telinga 4) Vernix caseosa pada neonatus 5) Pasien yang tidak kooperatif b. Patologi 1) Telinga luar : a) Stenosis b) Otitis eksterna c) Kista 2) Membrana timpani: Perforasi 3) Telinga tengah a) Tekanan telinga tengah yang abnormal b) Otosklerosis c) Disartikulasi telinga tengah d) Kolesteatoma e) Kista f) Otitis media

41 4) Koklea a) Pemaparan obat-obat ototoksik atau pemaparan bising b) Patologi koklear lainnya Keadaan yang tidak mempengaruhi koklea (Campbell K.C.M., 2006) a. Patologi nervus VIII b. Gangguan auditory sentral Kondisi-kondisi yang menggambarkan abnormal emisi otoakustik (Campbell K.C.M., 2006) a. Tinitus b. Paparan bunyi bising yang berlebihan c. Ototoksik d. Kelainan vestibular Kondisi yang menyebabkan normal emisi otoakustik (Campbell K.C.M., 2006) a. Kehilangan pendengaran fungsional b. Autisme c. Neuropati pendengaran d. Kerusakan pada sel rambut dalam tapi tidak pada sel rambut luar

42 2. 7 Skrining Pendengaran Bayi Skrining pendengaran pada bayi tidak saja dilakukan pada bayi lahir dengan faktor risiko, tetapi seharusnya dilakukan pada seluruh bayi baru lahir. Hal ini karena dengan deteksi dilakukan pada bayi dengan faktor risiko hanya menemukan 50% kasus dengan ketulian, sedangkan telah dibuktikan bahwa 50% lagi bayi dengan ketulian terjadi pada bayi normal tanpa faktor risiko (UNHS, 2002). The Joint Committee on Infant Hearing (JCIH) mengeluarkan prinsip dan panduan untuk deteksi dan intervensi terhadap bayi, dimana evaluasi audiologi dan klinis secara lengkap dilaksanakan sampai umur 3 bulan dan intervensi dilakukan sebelum umur 6 bulan. Program ini disebut Early Hearing Detection and Intervention (EHDI) yang merupakan program berbasis keluarga dan komunitas yang dilaksanakan secara komprehensif, terkoordinir dan didasarkan kepada semua bayi (JCIH, 2000). Untuk melaksanakan skrining pendengaran bayi haruslah menggunakan alat yang obyektif dan bersifat fisiologis. Tes yang dapat dipertanggung jawabkan dengan kriteria tersebut adalah Emisi Otoakustik dengan teknik transient evoked (TEOAE) atau distortion product (DPOAE). Tes ini dapat dilaksanakan pada bayi dan klinisi tidak perlu mempunyai pengetahuan untuk interpretasi hasil. Dengan hasil pass/refer maka klinisi dapat merencanakan tindak lanjut dari hasil skrining. Tes kedua yang dianjurkan adalah dengan menggunakan auditory brainstem response (ABR) (Suardana W., 2008).

43 Hasil skrining dinyatakan pass/refer. Pass dimaksudkan bahwa bayi sementara tidak memerlukan tes lebih lanjut dan refer dimaksudkan bayi harus di tes ulang (Suardana W., 2008) Faktor Risiko Gangguan Pendengaran dari Joint Commite on Infant Hearing (Ballenger J. J, 2003; Konvensi HTA, 2006) a. Riwayat keluarga dengan tuli sejak lahir b. Infeksi prenatal, TORCH c. Kelainan anatomi pada kepala dan leher d. Sindroma yang berhubungan dengan tuli kongenital e. Berat badan lahir rendah ( BBLR ) f. Meningitis bakterialis g. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi darah h. Asfiksia berat i. Pemberian obat ototoksik j. Menggunakan alat bantu pernapasan / ventilasi mekanik > 5 hari

44 Skrining pendengaran bayi (Usia >24 jam & sebelum keluar dari RS) Emisi Otoakustik Pass Refer Faktor risiko Usia 3 bulan : 1. Evaluasi otoskopi 2. Timpanometri 3. DPOAE 4. AABR Tidak Ya Pass Refer Tidak perlu ditindaklanjuti - Audiologic assessment - ABR click + tone burst 500Hz atau ASSR Pemantauan speech development Pemantauan audiologi sekurangkurangnya tiap 6 bulan selama 3 tahun Rehabilitasi sebelum 6 bulan Gambar 2. 4 (Konvensi HTA, 2006)

45 BAB 3 KERANGKA KONSEP Kelainan koklea faktor risiko (+) Riwayat keluarga TORCH Kelainan anatomi Sindroma tuli kong. BBLR Meningitis bakterialis Hiperbilirubinemia (memerlukan tarnsfusi darah) Asfiksia berat Obat ototoksik Alat bantu pernapasan > 5 hari Gerakan sel rambut luar (-) Emisi (-) Emisi Otoakustik Refer faktor risiko (-) Gambar Kerangka konsep penelitian

46 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Survei yang bersifat deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional study). 4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi Seluruh bayi yang lahir di RSUP H. Adam Malik Medan dan BPK. Dr. Pirngadi Medan mulai Mei 2008 dan memenuhi kriteria inklusi Sampel Sampel penelitian adalah seluruh bayi yang lahir di RSUP H. Adam Malik Medan dan BPK. Dr. Pirngadi Medan mulai Mei 2008 Desember 2008 dan memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: a. Bayi yang dirawat di divisi Perinatologi SMF Ilmu Kesehatan Anak berumur > 24 jam dan sebelum keluar dari RS. b. Tidak mengalami obstruksi pada kedua liang telinga. c. Tidak mengalami infeksi pada kedua telinga. d. Mendapat izin dari orang tua untuk ikut dalam penelitian.

47 4.2.3 Besar Sampel Besar sampel ditentukan berdasarkan waktu mulai bulan Mei Desember Teknik Pengambilan Sampel Semua bayi baru lahir yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan dan BPK. Dr. Pirngadi Medan yang dirawat di divisi Perinatologi SMF Ilmu Kesehatan Anak dan memenuhi kriteria inklusi. Dilakukan pemeriksaan emisi otoakustik pada kedua telinga, kemudian hasil dicatat. 4.3 Variabel Penelitian Variabel Penelitian Variabel yang diamati adalah hasil pemeriksaan emisi otoakustik yaitu: pass dan refer, faktor risiko, jenis kelamin, jenis persalinan Definisi Operasional Variabel a. Bayi yang diperiksa adalah seluruh bayi yang lahir di RSUP H. Adam Malik Medan dan BPK. Dr. Pirngadi Medan yang dirawat di divisi perinatologi dan memenuhi kriteria inklusi mulai Mei 2008 b. Faktor Risiko Gangguan Pendengaran berdasarkan Joint Commite on Infant Hearing (Konvensi HTA, 2006) :

48 1) Riwayat keluarga dengan tuli sejak lahir mulai dari kakek dan nenek, ayah dan ibu serta saudara kandung. 2) Infeksi prenatal, TORCH TORCH merupakan akronim dari Toxoplasmosis; Others, yaitu sipilis, hepatitis B, coxsackievirus, Epstein-Barr, varicella-zoster virus (VZV) dan human parvovirus; Rubella virus; Cytomegalovirus (CMV); Herpes simpleks virus (HSV).(Gomella et al, 2004) 3) Kelainan anatomi pada kepala dan leher. (misal: kraniostosis, kelainan morfologi daun telinga dan liang telinga) 4) Sindroma yang berhubungan dengan tuli kongenital (misal: sindroma Waardenburg dan sindroma Usher s) 5) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Bayi dikatakan BBLR jika berat badan lahir < 1500 g (Gomella et al, 2004). 6) Meningitis bakterialis Diagnosa meningitis bakterialis ditegakkan berdasarkan kultur cairan serebrospinal (Gomella et al, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Studi yang dilakukan pada bayi baru lahir didapatkan 2-3/1000 bayi lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Studi yang dilakukan pada bayi baru lahir didapatkan 2-3/1000 bayi lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Studi yang dilakukan pada bayi baru lahir didapatkan 2-3/1000 bayi lahir dengan gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran yang terjadi pada bayi baru lahir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan indera pendengaran merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah membuat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Embriologi Telinga Dalam Telinga pada manusia terdiri atas tiga daerah yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar pada dasarnya merupakan corong pengumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hearing loss atau kurang pendengaran didefinisikan sebagai kurangnya

BAB I PENDAHULUAN. Hearing loss atau kurang pendengaran didefinisikan sebagai kurangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hearing loss atau kurang pendengaran didefinisikan sebagai kurangnya pendengaran lebih dari 40 desibel (db) dari pendengaran normal orang dewasa (lebih dari 15 tahun)

Lebih terperinci

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN 1 Skala vestibuli, berisi perilimf Helikotrema Skala tympani, berisi perilimf Foramen rotundum bergetar Menggerakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. bayi dengan faktor risiko yang mengalami ketulian mencapai 6:1000 kelahiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. bayi dengan faktor risiko yang mengalami ketulian mencapai 6:1000 kelahiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tuli kongenital merupakan masalah yang cukup serius dalam dunia kedokteran saat ini. Diperkirakan dalam 1000 bayi baru lahir terdapat 1 bayi menderita tuli kongenital

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLIP NASAL DENGAN FUNGSI TELINGA TENGAH BERDASARKAN GAMBARAN TIMPANOGRAM. Tesis

HUBUNGAN POLIP NASAL DENGAN FUNGSI TELINGA TENGAH BERDASARKAN GAMBARAN TIMPANOGRAM. Tesis HUBUNGAN POLIP NASAL DENGAN FUNGSI TELINGA TENGAH BERDASARKAN GAMBARAN TIMPANOGRAM Tesis Oleh: dr. Fathma Dewi PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Pendengaran adalah salah satu indera yang memegang peran sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Pendengaran adalah salah satu indera yang memegang peran sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pendengaran adalah salah satu indera yang memegang peran sangat penting karena perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi. Kesehatan indera pendengaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. US Preventive Service Task Force melaporkan bahwa prevalensi gangguan

BAB I PENDAHULUAN. US Preventive Service Task Force melaporkan bahwa prevalensi gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pendengaran dapat terjadi pada neonatus. Prevalensi gangguan pendengaran bilateral kongenital sedang sampai sangat berat pada neonatus berkisar antara 1 dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bulan terbukti dapat mencegah segalakonsekuensi tersebut. The Joint

BAB I PENDAHULUAN. bulan terbukti dapat mencegah segalakonsekuensi tersebut. The Joint BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan gangguan berbicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional. Identifikasi gangguan pendengaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat ketidak matangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, badan kurang 2500 gram (Surasmi dkk, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. akibat ketidak matangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, badan kurang 2500 gram (Surasmi dkk, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi prematur merupakan bayi yang lahir dengan usia kehamilan < 32 minggu, mempunyai risiko kematian 70 kali lebih tinggi, karena mereka mempunyai kesulitan untuk beradaptasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN. Tesis

HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN. Tesis HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN Tesis Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah satu Syarat untuk Mencapai Spesialis dalam Bidang Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

GAMBARAN UKURAN TIMPANOGRAM PADA ORANG DEWASA NORMAL DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Tesis

GAMBARAN UKURAN TIMPANOGRAM PADA ORANG DEWASA NORMAL DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Tesis GAMBARAN UKURAN TIMPANOGRAM PADA ORANG DEWASA NORMAL DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Tesis Oleh: Dr. Meiza Ningsih PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA

Lebih terperinci

INTENSITAS KEBISINGAN HARIAN DISKOTIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PEKERJA ( STUDI KASUS DISKOTIK A DAN B DI KOTA MEDAN ) Tesis

INTENSITAS KEBISINGAN HARIAN DISKOTIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PEKERJA ( STUDI KASUS DISKOTIK A DAN B DI KOTA MEDAN ) Tesis INTENSITAS KEBISINGAN HARIAN DISKOTIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PEKERJA ( STUDI KASUS DISKOTIK A DAN B DI KOTA MEDAN ) Tesis Oleh Naek Silitonga 087109009 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil WHO Multi Center

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil WHO Multi Center BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang sangat penting karena perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi pada manusia sangat tergantung

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR RISIKO TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN BAYI BARU LAHIR BERDASARKAN PEMERIKSAAN DISTORTION PRODUCT OAE

PENGARUH FAKTOR RISIKO TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN BAYI BARU LAHIR BERDASARKAN PEMERIKSAAN DISTORTION PRODUCT OAE PENGARUH FAKTOR RISIKO TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN BAYI BARU LAHIR BERDASARKAN PEMERIKSAAN DISTORTION PRODUCT OAE Oleh : Andi Dwi Saputra Pembimbing: Dr. Luh Made Ratnawati, Sp.THT Dr. Made Tjekeg, Sp.THT

Lebih terperinci

Pengembangan Sentra Diagnostik dan Gangguan Pendengaran dan Komunikasi di RSUP Fatmawati Jakarta

Pengembangan Sentra Diagnostik dan Gangguan Pendengaran dan Komunikasi di RSUP Fatmawati Jakarta Pengembangan Sentra Diagnostik dan Gangguan Pendengaran dan Komunikasi di RSUP Fatmawati Jakarta Rully Ferdiansyah 1 Heditya Damayanti I 2 Diana Rosalina 3 Sjafruddin 1 1 Divisi Neurootologi, 2 Divisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS) menunjukkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS) menunjukkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan pendengaran atau tuli merupakan salah satu masalah yang cukup serius dan banyak terjadi di seluruh negara di dunia. Gangguan pendengaran adalah hilangnya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Bedah Kepala dan Leher subbagian Neuro-otologi. Perawatan Bayi Resiko Tinggi (PBRT) dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

BAB IV METODE PENELITIAN. Bedah Kepala dan Leher subbagian Neuro-otologi. Perawatan Bayi Resiko Tinggi (PBRT) dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak subbagian Perinatologi dan Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TUMOR GANAS TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA DAN LEHER DI SMF THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI 2006 DESEMBER 2010.

KARAKTERISTIK TUMOR GANAS TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA DAN LEHER DI SMF THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI 2006 DESEMBER 2010. KARAKTERISTIK TUMOR GANAS TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA DAN LEHER DI SMF THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI 2006 DESEMBER 2010 Tesis Oleh: dr. Merza Maulana Muzakkir PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER

Lebih terperinci

Frekuensi suara Frekuensi suara yang dapat didengar adalah antara 20 dan Hz. Orangtua hanya dapat mendengar sampai frekuensi 10 khz. Diatas 20

Frekuensi suara Frekuensi suara yang dapat didengar adalah antara 20 dan Hz. Orangtua hanya dapat mendengar sampai frekuensi 10 khz. Diatas 20 Bunyi,telinga dan pendengaran. Gelombang bunyi adalah suatu getaran mekanis dalam suatu gas,cairan dan benda padat yang merambat/berjalan menjauhi sumber. Kita dapat melihat pada gambar tentang diafragma

Lebih terperinci

EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA KARSINOMA HIDUNG DAN SINUS PARANASAL. Tesis

EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA KARSINOMA HIDUNG DAN SINUS PARANASAL. Tesis EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA KARSINOMA HIDUNG DAN SINUS PARANASAL Tesis Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah satu Syarat untuk Mencapai Spesialis dalam Bidang Ilmu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang bertanggung jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau labirin

Lebih terperinci

HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012.

HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012. HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012 Oleh: DENNY SUWANTO 090100132 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, BIOAKUSTIK Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia. Bahasan bioakustik: proses pendengaran dan instrumen

Lebih terperinci

HEARING DISORDERS ON NEWBORN WITH PREMATURE RISK FACTORS AT GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN FAKTOR

HEARING DISORDERS ON NEWBORN WITH PREMATURE RISK FACTORS AT GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN FAKTOR HEARING DISORDERS ON NEWBORN WITH PREMATURE RISK FACTORS AT HOSPITAL OF PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN FAKTOR RISIKO PREMATUR DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan Hasil Karakteristik neonatus pada penelitian ini: berat lahir, usia saat pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 gram) lebih berat daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telinga adalah organ penginderaan yang berfungsi ganda untuk pendengaran dan keseimbangan dengan anatomi yang kompleks. Indera pendengaran berperan penting dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Anatomi Telinga Luar Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula

Lebih terperinci

PROFIL TUMOR YANG BERASAL DARI KAVUM NASI DAN SINUS PARANASAL BERDASARKAN HISTOPATOLOGIS DI THT-KL RSUP H

PROFIL TUMOR YANG BERASAL DARI KAVUM NASI DAN SINUS PARANASAL BERDASARKAN HISTOPATOLOGIS DI THT-KL RSUP H PROFIL TUMOR YANG BERASAL DARI KAVUM NASI DAN SINUS PARANASAL BERDASARKAN HISTOPATOLOGIS DI THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI 2009 DESEMBER 2011 Oleh Cut Elvira Novita PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah test. Test penala nada tinggi dan nada rendah

Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah test. Test penala nada tinggi dan nada rendah TEST PENALA & AUDIOMETRI NADA MURNI Yusa Herwanto Departemen THT-KL FK USU/ Rs.Adam Malik Medan GARPU PENALA (Turning Fork) Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah

Lebih terperinci

12/3/2010 DEPARTEMEN THT-KL FK USU / RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Fisiologi pendengaran

12/3/2010 DEPARTEMEN THT-KL FK USU / RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Fisiologi pendengaran BRAINSTEM EVOKED RESPONSE PEMERIKSAAN AUDIOMETRY BERA YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU / RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Fisiologi pendengaran 1 Skala vestibuli, berisi perilimf Helikotrema Skala tympani,

Lebih terperinci

Pemeriksaan Pendengaran

Pemeriksaan Pendengaran Komang Shary K., NPM 1206238633 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia LTM Pemicu 4 Modul Penginderaan Pemeriksaan Pendengaran Pendahuluan Etiologi penurunan pendengaran dapat ditentukan melalui pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral.

Lebih terperinci

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat

Lebih terperinci

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Audiometri dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Definisi Audiogram adalah suatu catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan menggunakan alat berupa audiometer, yang berisi grafik batas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang bertanggung jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau labirin terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan serta keselamatan kerja merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional di tempat kerja. Dengan berkembangnya industrialisasi di Indonesia maka

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 60 pasien geriatri di Poliklinik Geriatri dan

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 60 pasien geriatri di Poliklinik Geriatri dan 60 BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada 60 pasien geriatri di Poliklinik Geriatri dan Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher (THT-KL) RSUD dr. Moewardi Surakarta untuk dilakukan

Lebih terperinci

SELAMAT PAGI NEUROBIOPHYSIK PENDENGARAN DISUSUN OLEH KELAS A : KELOMPOK 2

SELAMAT PAGI NEUROBIOPHYSIK PENDENGARAN DISUSUN OLEH KELAS A : KELOMPOK 2 SELAMAT PAGI NEUROBIOPHYSIK PENDENGARAN DISUSUN OLEH KELAS A : KELOMPOK 2 Nama Kelompok : Achmad Kadhafi (13-250-0020) Ferdirika Pormau (13-250-0021) Vikriya Fardiani (13-250-0025) Selly Lodarmase (13-250-0028)

Lebih terperinci

HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh : ANNISA DWI ANDRIANI

HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh : ANNISA DWI ANDRIANI HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012 Oleh : ANNISA DWI ANDRIANI 090100056 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 HUBUNGAN DIABETES

Lebih terperinci

DETEKSI DINI GANGGUAN PENDENGARAN PADA ANAK

DETEKSI DINI GANGGUAN PENDENGARAN PADA ANAK DETEKSI DINI GANGGUAN PENDENGARAN PADA ANAK Azwar Abstrak. Gangguan pendengaran pada anak perlu dideteksi sedini mungkin mengingat pentingnya peranan fungsi pendengaran dalam proses perkembangan bicara.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Telinga Dalam Perkembangan telinga embrio terbagi tiga : (a) telinga luar, organ pengumpul bunyi; (b) telinga tengah, konduktor bunyi dari telinga luar ; dan (c)

Lebih terperinci

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya

Lebih terperinci

BISING VALENSIA PUTRA UTARA. Universitas Sumatera Utara

BISING VALENSIA PUTRA UTARA. Universitas Sumatera Utara KUALITAS HIDUP PENDERITA TINITUSS PADA PEKERJA PANDAI BESI YANG TERPAJAN BISING DI KOTA MEDAN VALENSIA PUTRA 100100047 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 KUALITAS HIDUP PENDERITA

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya subbagian Perinatologi. Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP/ RS

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya subbagian Perinatologi. Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP/ RS BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu kesehatan Anak, khususnya subbagian Perinatologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan peradangan dan infeksi kronis pada telinga tengah dan rongga mastoid yang ditandai dengan adanya sekret yang keluar terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lansia, menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. lansia, menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan patologik pada organ auditorik akibat proses degenerasi pada lansia, menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada kelompok

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK. Oleh : YULI MARLINA

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK. Oleh : YULI MARLINA GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 Oleh : YULI MARLINA 080100034 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 GAMBARAN FAKTOR RISIKO

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Telinga

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Telinga BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher, Ilmu Kesehatan Anak, serta Ilmu Kebidanan

Lebih terperinci

PROFIL BAKTERI YANG DIJUMPAI PADA ANAK PENDERITA GLOMERULONEFRITIS AKUT DARI ASPIRASI TONSIL DAN TONSIL DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TESIS.

PROFIL BAKTERI YANG DIJUMPAI PADA ANAK PENDERITA GLOMERULONEFRITIS AKUT DARI ASPIRASI TONSIL DAN TONSIL DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TESIS. PROFIL BAKTERI YANG DIJUMPAI PADA ANAK PENDERITA GLOMERULONEFRITIS AKUT DARI ASPIRASI TONSIL DAN SWAB TONSIL DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TESIS Oleh dr. MUHAMMAD TAUFIK PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

Lebih terperinci

asuhan keperawatan Tinnitus

asuhan keperawatan Tinnitus asuhan keperawatan Tinnitus TINNITUS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang bertanggung jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau labirin terdiri

Lebih terperinci

AKURASI GEJALA KLINIS KRITERIA TASK FORCE TERHADAP INDEKS LUND-MACKAY TOMOGRAFI KOMPUTER. Tesis

AKURASI GEJALA KLINIS KRITERIA TASK FORCE TERHADAP INDEKS LUND-MACKAY TOMOGRAFI KOMPUTER. Tesis AKURASI GEJALA KLINIS KRITERIA TASK FORCE TERHADAP INDEKS LUND-MACKAY TOMOGRAFI KOMPUTER Tesis Oleh: dr. Emilda Dewi PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA

Lebih terperinci

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RSUP. HAJI ADAM MALIK, MEDAN PERIODE JANUARI 2009-DESEMBER 2009

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RSUP. HAJI ADAM MALIK, MEDAN PERIODE JANUARI 2009-DESEMBER 2009 PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RSUP. HAJI ADAM MALIK, MEDAN PERIODE JANUARI 2009-DESEMBER 2009 Oleh : Hairil Azhar Bin Mohamad Nordin 070100444 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ZAMILAH ASRUL

PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ZAMILAH ASRUL PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2014 Oleh: ZAMILAH ASRUL 120100167 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI

Lebih terperinci

Oleh: KHAIRUN NISA BINTI SALEH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Universitas Sumatera Utara

Oleh: KHAIRUN NISA BINTI SALEH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Universitas Sumatera Utara PREVALENSI PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS DENGAN RIWAYAT MEROKOK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK (RSUP HAM) MEDAN PERIODE JANUARI 2009 DESEMBER 2009 Oleh: KHAIRUN NISA BINTI SALEH 070100443

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Karakteristik Penderita Otitis Media Akut pada Anak yang Berobat ke Instalasi Rawat Jalan SMF THT Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009 Oleh: TAN HONG SIEW 070100322 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu SDM yang berkualitas. Salah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu SDM yang berkualitas. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) mengamanatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu SDM yang berkualitas. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementrian

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri ABSTRAK Gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Deteksi dini berupa pemeriksaan audiometri banyak digunakan

Lebih terperinci

Faktor Risiko Gangguan Pendengaran pada Skrining Pendengaran Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Faktor Risiko Gangguan Pendengaran pada Skrining Pendengaran Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Faktor Risiko Gangguan Pendengaran pada Skrining Pendengaran Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hearing Impairment Risk Factors of Newborn Hearing Screening at PKU Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Memasuki

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Memasuki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari

Lebih terperinci

TRAUMA AKUSTIK YANG DISEBABKAN LETUSAN SENJATA SS1 R5 PADA PRAJURIT YONIF 100 RAIDER KODAM I BUKIT BARISAN

TRAUMA AKUSTIK YANG DISEBABKAN LETUSAN SENJATA SS1 R5 PADA PRAJURIT YONIF 100 RAIDER KODAM I BUKIT BARISAN TRAUMA AKUSTIK YANG DISEBABKAN LETUSAN SENJATA SS1 R5 PADA PRAJURIT YONIF 100 RAIDER KODAM I BUKIT BARISAN Tesis Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Spesialis

Lebih terperinci

Tesis. Oleh: WIJAYA JUWARNA NIM

Tesis. Oleh: WIJAYA JUWARNA NIM FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING DAN HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH (Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebersihan rumah tangga dan lingkungan, serta meningkatnya pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. kebersihan rumah tangga dan lingkungan, serta meningkatnya pendapatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya kebersihan rumah tangga dan lingkungan, serta meningkatnya pendapatan dan akses ke pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

PREVALENSI XEROSTOMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PREVALENSI XEROSTOMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PREVALENSI XEROSTOMIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh:

Lebih terperinci

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan.

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. _Bio Akustik_01 Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. Apa sih yang dimaksud gelombang itu? dan apa hubungannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.

Lebih terperinci

POLA KUMAN AEROB DAN UJI SENSITIFITAS PADA PENYAKIT OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) DI RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN TESIS

POLA KUMAN AEROB DAN UJI SENSITIFITAS PADA PENYAKIT OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) DI RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN TESIS POLA KUMAN AEROB DAN UJI SENSITIFITAS PADA PENYAKIT OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) DI RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN TESIS Oleh: dr. Sri Novita. Br. Sembiring PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Subjek Penelitian

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Subjek Penelitian Lampiran 1 Lembar Penjelasan Subjek Penelitian Hubungan Gejala Klinis Dengan Hasil Tes Cukit Kulit Pada Pasien Dengan Rinitis Alergi di RS. H. Adam Malik Medan Bapak/Ibu/Sdr./i yang sangat saya hormati,

Lebih terperinci

GAMBARAN BAYI BARU LAHIR DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RSUP H.ADAM MALIK PADA TAHUN Oleh : PRIYA DARISHINI GUNASEGARAN

GAMBARAN BAYI BARU LAHIR DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RSUP H.ADAM MALIK PADA TAHUN Oleh : PRIYA DARISHINI GUNASEGARAN GAMBARAN BAYI BARU LAHIR DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RSUP H.ADAM MALIK PADA TAHUN 2011 Oleh : PRIYA DARISHINI GUNASEGARAN 090100399 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 GAMBARAN BAYI

Lebih terperinci

AUDIOLOGI. dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL BAGIAN THT KL FK USU MEDAN 2009

AUDIOLOGI. dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL BAGIAN THT KL FK USU MEDAN 2009 AUDIOLOGI dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL BAGIAN THT KL FK USU MEDAN 2009 Definisi : Ilmu yang mempelajari pendengaran MENDENGAR diperlukan 1.Rangsang yg Adekuat bunyi 2.Alat penerima rangsang telinga BUNYI

Lebih terperinci

Oleh : MILISA MESIANA S. Universitas Sumatera Utara

Oleh : MILISA MESIANA S. Universitas Sumatera Utara PERBANDINGAN NILAI APGAR PADA PERSALINAN NORMAL DAN PERSALINAN DENGAN TEKNIK SECTIO CAESAREA PADA BULAN JANUARI 2010 DESEMBER 2010 DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK Oleh : MILISA MESIANA S 080100066

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development Goals (MDGs) yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, bagi masyarakat, swasta maupun pemerintah untuk mencapai tujuan akhirnya yaitu kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERIODONTITIS DENGAN KELAHIRAN BAYI PREMATUR BERBERAT BADAN LAHIR RENDAH DITINJAU DARI ASPEK KEBERSIHAN RONGGA MULUT

HUBUNGAN ANTARA PERIODONTITIS DENGAN KELAHIRAN BAYI PREMATUR BERBERAT BADAN LAHIR RENDAH DITINJAU DARI ASPEK KEBERSIHAN RONGGA MULUT 1 HUBUNGAN ANTARA PERIODONTITIS DENGAN KELAHIRAN BAYI PREMATUR BERBERAT BADAN LAHIR RENDAH DITINJAU DARI ASPEK KEBERSIHAN RONGGA MULUT SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE-2 DENGAN TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN. Tesis. Oleh: LILIA YARISMAN

HUBUNGAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE-2 DENGAN TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN. Tesis. Oleh: LILIA YARISMAN HUBUNGAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE-2 DENGAN TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN Tesis Oleh: LILIA YARISMAN PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN BEDAH ILMU KESEHATAN TELINGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pabrik speaker (pengeras suara) menggunakan mesin yang menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat membuat pekerja disekitar mesin produksi

Lebih terperinci

SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh

SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi Oleh Diar Arsyianti ( 406112402734) Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 Kedokteran Umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 Kedokteran Umum FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG BERPENGARUH TERHADAP SENSORINEURAL HEARING LOSS (SNHL) PADA PENDERITA SPEECH DELAY Studi di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi Semarang LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun

Lebih terperinci

PROFIL PENDERITA ASPIRASI BENDA ASING DI TRAKTUS TRAKHEOBRONKIAL DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN TESIS

PROFIL PENDERITA ASPIRASI BENDA ASING DI TRAKTUS TRAKHEOBRONKIAL DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN TESIS PROFIL PENDERITA ASPIRASI BENDA ASING DI TRAKTUS TRAKHEOBRONKIAL DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010 TESIS OLEH: dr. FADHLIA PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG

Lebih terperinci

Tahun : Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23

Tahun : Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23 Matakuliah Tahun : 2009 : L0044/Psikologi Faal Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23 TELINGA saraf kranial VIII (n. auditorius) terdiri dari 3 bagian : telinga luar, tengah dan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. praktik kedokteran keluarga (Yew, 2014). Tinnitus merupakan persepsi bunyi

BAB 1 PENDAHULUAN. praktik kedokteran keluarga (Yew, 2014). Tinnitus merupakan persepsi bunyi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tinnitus merupakan salah satu keluhan yang banyak ditemukan dalam praktik kedokteran keluarga (Yew, 2014). Tinnitus merupakan persepsi bunyi yang diterima oleh telinga

Lebih terperinci

Skrining dan Edukasi Gangguan Pendengaran pada Anak Sekolah

Skrining dan Edukasi Gangguan Pendengaran pada Anak Sekolah Endang Martini* 1 2 3 Sumardiyono 4 1 IJMS Indonesian Journal On Medical Science Volume 4 No 1 - Januari 2017 Skrining dan Edukasi Gangguan Pendengaran pada Anak Sekolah *e-mail: endmartini@gmail.com speech

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pendengaran merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi satu sama lain. Dalam ilmu kedokteran,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tuli Kongenital Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tuli Kongenital Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul 35 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuli Kongenital Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat lahir (Victor, Rosa Andrea & Silvia 2012). Tuli kongenital merupakan ketulian yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Berdasarkan WHO (2012), rubela adalah penyakit. infeksi virus RNA yang menular dan belum ada pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Berdasarkan WHO (2012), rubela adalah penyakit. infeksi virus RNA yang menular dan belum ada pengobatan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Berdasarkan WHO (2012), rubela adalah penyakit infeksi virus RNA yang menular dan belum ada pengobatan khusus untuk infeksi rubela. Virus rubela bersifat teratogen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Dalam Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut sebagai labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT ATRIAL SEPTAL DEFECT DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT ATRIAL SEPTAL DEFECT DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT ATRIAL SEPTAL DEFECT DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI 2007-31 DESEMBER 2009 Renaldy, 2010 Pembimbing I :dr. Sri Nadya Saanin M.Kes Pembimbing II :dr. Evi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA i HUBUNGAN PENYUMBATAN CERUMEN DENGAN KEMAMPUAN MENDENGAR PADA SISWA-SISWI DI BEBERAPA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN DAN KECAMATAN MEDAN LABUHAN TAHUN 2012 Oleh : CASSANDRA ETANIA 090100268 FAKULTAS

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: WULAN MELANI

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: WULAN MELANI KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011 Oleh: WULAN MELANI 090100114 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 HALAMAN PERSETUJUAN Proposal

Lebih terperinci

PROPORSI BERAT BADAN LAHIR RENDAH PADA BAYI KEMBAR YANG LAHIR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ANDRIO GULTOM

PROPORSI BERAT BADAN LAHIR RENDAH PADA BAYI KEMBAR YANG LAHIR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ANDRIO GULTOM PROPORSI BERAT BADAN LAHIR RENDAH PADA BAYI KEMBAR YANG LAHIR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2008-2012 Oleh: ANDRIO GULTOM 100100337 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 LEMBAR

Lebih terperinci

ABSTRAK. Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah

ABSTRAK. Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah ABSTRAK Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah Dini Nur Muharromah Yuniati Diabetes melitus (DM) merupakan suatu

Lebih terperinci

1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH

1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH TES GARPU TALA Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran individu secara kualitatif dengan menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala frekuensi rendah sampai tinggi 128

Lebih terperinci

PREVALENSI PATENT DUKTUS ARTERIOSUS PADA PASIEN NEONATUS YANG DI RAWAT DI UNIT NEONATOLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK TAHUN

PREVALENSI PATENT DUKTUS ARTERIOSUS PADA PASIEN NEONATUS YANG DI RAWAT DI UNIT NEONATOLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK TAHUN PREVALENSI PATENT DUKTUS ARTERIOSUS PADA PASIEN NEONATUS YANG DI RAWAT DI UNIT NEONATOLOGI RSUP HAJI ADAM MALIK TAHUN 2009-2012 Oleh: SARAH SUCI YURICA 100100235 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : LORA INVESTISIA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : LORA INVESTISIA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER TERHADAP PENYAKIT YANG DIDERITANYA DI POLIKLINIK KARDIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN KARYA TULIS ILMIAH Oleh : LORA INVESTISIA 090100230

Lebih terperinci

GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN

GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012-2013 Oleh : IKKE PRIHATANTI 110100013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat

Lebih terperinci