ANALISIS KEBIJAKAN PENINGKATAN KAPABILITAS MILITER NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN ABDI KHAIRENDI 1 NIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KEBIJAKAN PENINGKATAN KAPABILITAS MILITER NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN ABDI KHAIRENDI 1 NIM"

Transkripsi

1 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (1): ISSN , ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2014 ANALISIS KEBIJAKAN PENINGKATAN KAPABILITAS MILITER NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN ABDI KHAIRENDI 1 NIM Abstract: Security threats contained in the ASEAN region such as the issue of border disputes, competition over resources and energy, terrorism, human rights and democracy, narcotics, piracy, human trafficking, money laundering, illegal logging, up to natural disasters. To overcome it not possible for a Member State expects full support from other countries. ASEAN also has no special forces to help manage these issues and maintaining regional security, so that ASEAN does not guarantee the national security of every country members. With that each member state requires a powerful military force in order to anticipate security threats and in order to create a national security. To create a capable military force every state did increase in the military budget that is used to strengthen military capabilities. Increased military capabilities is intended to maintain the territorial integrity and national security. In addition to creating a safe area with deterrence strategy, which requires a large military force. But it makes other countries look to be a security threat to the country to regional security, then any further encourage countries to further increase its military strength in terms of quantity and quality that could lead to an arms race in the region and will become a new regional threat. Keywords : ASEAN, Military Capabilities, National Security. Pendahuluan Stabilitas keamanan regional merupakan suatu kondisi di mana sebuah kawasan bebas dari ancaman dan bahaya, baik dari dalam atau luar kawasan. Keamanan regional sangat penting sebagai elemen pembentuk keamanan internasional maupun konflik internasional. Oleh sebab itu, keamanan regional merupakan hal pertama yang perlu diupayakan demi terciptanya stabilitas internasional. Sebuah kawasan yang aman dapat mendukung stabilitas ekonomi maupun politik negaranegara yang berada dalam kawasan tersebut. Sementara itu, kawasan yang penuh 1 Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. khairendi.abdi@gmail.com

2 ejournalilmuhubungan Internasional, Volume 2, Nomor 1, 2014: konflik dapat mengancam keamanan nasional negara di dalamnya hingga mengancam keamanan regional. Ancaman keamanan regional merupakan segala bentuk gangguan baik langsung, tidak langsung, terlihat maupun tidak terlihat terhadap kedaulatan; basis-basis vital regional (ekonomi, militer, dan informasi), penduduk, teritorial, ataupun segala bentuk usaha serangan secara konvensional, non-konvensional, maupun asimetrik terhadap suatu bangsa dalam skala regional. Ancaman keamanan tidak dapat diabaikan karena bukan tidak mungkin isu-isu keamanan tersebut berkembang semakin besar dan kompleks hingga mengganggu stabilitas kawasan. Asia Tenggara tidak terlepas dari bahaya ancaman keamanan regional yang dapat mengganggu stabilitas kawasannya, misalnya berkurangnya intensitas hubungan dan kerjasama antar negara baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, sosial dan budaya, dan bidang lainnya. Dalam konteks stabilitas keamanan regional, sejumlah isu keamanan terdapat dalam negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), baik isu keamanan tradisional (military security) dan isu keamanan non tradisional (nonmilitary security). Isu keamanan tradisional mencakup sengketa wilayah perbatasan, perlombaan persenjataan, dan proliferasi senjata nuklir dan senjata pemusnah massal, Isu keamanan non tradisional seperti terorisme, penegakan HAM & demokrasi, narkotika, piracy, human trafficking, money laundering, illegal logging, hingga bencana alam. Permasalahan ini menyebabkan setiap negara berupaya untuk melakukan peningkatan kekuatan militer yang dipandangnya dapat digunakan untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut. Peningkatan kemampuan persenjataan negara-negara anggota ASEAN dipacu oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan mempertemukannya dengan pemasok senjata yang melihat kawasan Asia Tenggara sebagai pasar untuk menjual produkproduk mereka. Dari tahun anggaran pertahanan negara-negara anggota ASEAN meningkat hingga 42 persen, data tersebut diambil dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI). Karena sebagian besar merupakan negara pesisir, maka peningkatan kapabilitas militer lebih difokuskan pada pertahanan laut dan udara. Peningkatan anggaran untuk militer masingmasing negara anggota ASEAN jika tetap dalam kerangka kerjasama regional, tentu akan memiliki pengaruh yang positif bagi pertahanan dan keamanan kawasan. Namun jika masing-masing negara anggota ASEAN meningkatkan militer secara sendiri-sendiri tanpa melakukan konsultasi di antara sesama negara anggota, hal tersebut akan membuat negara lain merasa terancam sehingga ikut melakukan peningkatan anggaran militernya, dan akan memicu terjadinya perlombaan senjata. Hal ini tentu akan mengancam stabilitas dan kondisi keamanan regional pada masa-masa mendatang. Terlebih lagi dengan adanya sengketa wilayah di antara negara-negara ASEAN. Dengan proses peningkatan kapabilitas militer di kawasan Asia Tenggara dan dengan adanya sengketa wilayah antar negara maka tidak mungkin sebuah negara dengan kekuatan militernya melakukan ancaman bahkan agresi ke negara lain, hal tersebut tentu bertentangan dengan Piagam ASEAN, dan akan mengacaukan stabilitas kawasan. 210

3 Analisis Peningkatan Militer Negara Anggota ASEAN (Abdi Khairendi) Dan penelitian ini akan membahas mengapa negara-negara anggota ASEAN tetap melakukan peningkatan kapabilitas militer sementara telah menyepakati terwujudnya ASEAN Security Community. Kerangka Dasar Konsep 1. Keamanan Nasional Keamanan nasional adalah bagian dari kepentingan nasional yang tak dapat dipisahkan. Bahkan tujuan politik luar negeri untuk mempertahankan kepentingan nasional berkaitan dengan upaya mempertahankan keamanan nasional. Makna keamanan (security) bukan sekedar kondisi aman tenteram tetapi keselamatan atau kelangsungan hidup bangsa dan negara. Pada saat ini, keamanan tidak lagi sebatas menjadikan negara sebagai objek yang harus dijaga tetapi juga harus menjaga dan melindungi rasa aman bangsanya. Barry Buzan mendefinisikan lima sektor utama yang dicakup dalam pengertian keamanan, yaitu The Military Security, The Political Security, The Economic Security, Societal Security dan Enviromental Security. Masing-masing sektor tidak berdiri sendiri melainkan memiliki ikatan satu sama lain. Keamanan harus ditempatkan sebagai barang publik (public goods) yang berhak dinikmati oleh setiap warga baik individu, kelompok, maupun sebagai bangsa dengan menempatkan kewajiban negara untuk mengatur dan mengelolanya. Bagaimanapun juga kebijakan keamanan harus tetap dibuat oleh sebuah negara di mana kebijakan keamanan dapat digolongkan sebagai kesadaran atau rasa aman dalam tingkat individu dan sistem. 2. Deterrence Deterrence merupakan salah satu upaya pencapaian stabilitas internasional dan perdamaian dunia. Strategi deterrence merupakan sebuah strategi yang bertujuan untuk mencegah bertransformasinya suatu negara yang dianggap berpotensial untuk mengungguli negara yang merasa tersaingi dengan cara menimbulkan persepsi pada bangsa lain bahwa melakukan perang terhadap bangsa itu sangat merugikan pihak penyerang. Para ahli mengidentifikasikan 4 jenis deterrence, dua jenis pertama yaitu General dan Immediate deterrence, dilakukan sesuai dengan kerangka waktu strategi, dan dua jenis deterrence yang lain, Primary dan Extended deterrence berhubungan dengan lingkup geografis dari strategi yang dimaksud. Dalam konsep deterrence, defender harus dengan jelas menunjukkan komitmen serta kredibilitasnya untuk mempertahankan kepentingan negaranya, di sisi lain agresor harus memperhitungkan keuntungan serta kerugian dari pembalasan yg dilakukan defender. Karenanya, peran deterrence suatu sangat penting untuk mencegah negara lain untuk melakukan agresi militer bahkan menyatakan perang dengan suatu negara. 211

4 ejournalilmuhubungan Internasional, Volume 2, Nomor 1, 2014: Perlombaan Senjata Perlombaan senjata adalah usaha kompetitif terus menerus (secara militer) yang dilakukan oleh dua atau lebih negara yang masing-masing memiliki kapabilitas untuk membuat senjata lebih banyak dan lebih kuat daripada yang lain. Menurut Buzan, perlombaan senjata menjelaskan bahwa adanya tekanan-tekanan yang memaksa negara untuk mempunyai kekuatan persenjataan dan merubah secara kuantitas dan kualitas yang mereka inginkan. Colin Gray mencatat empat kondisi dasar untuk menunjukkan adanya perlombaan senjata: (1) Harus ada dua atau lebih negara yang bertikai; (2) Negara yang terlibat perlombaan senjata harus menyusun kekuatan bersenjata dengan perhatian terhadap efektifitas angkatan bersenjata dalam menghadapi, bertempur atau sebagai penangkal terhadap peserta lomba senjata; (3) Mereka harus berkompetisi dalam kuantitas (SDM, senjata) dan/atau kualitas (SDM, senjata, organisasi, doktrin); (4) Harus ada peningkatan cepat dalam kuantitas dan/atau peningkatan dalam kualitas. Perlombaan senjata merupakan masalah penting dalam studi hubungan internasional, terutama dalam pengkajian strategi, karena ia menjelaskan apa, mengapa dan bagaimana usaha salah satu negara untuk meningkatkan kemampuan nasionalnya melalui peningkatan kemampuan militer akan dapat mempengaruhi hubungannya dengan negara lain.. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam proposal penelitian ini adalah jenis eksplanatif, yaitu penelitian yang berupaya untuk menjelaskan alasan mengapa negara anggota ASEAN tetap melakukan peningkatan kapabilitas militer. Hasil Penelitian Analisis Kebijakan Peningkatan Kapabilitas Militer Negara-Negara Anggota ASEAN dapat dijelaskan dengan konsep Keamanan Nasional, konsep Deterrence dan konsep Perlombaan Senjata. Berdasarkan konsep Keamanan Nasional maka kebijakan Pemerintah setiap negara anggota ASEAN dalam menangani berbagai macam masalah mengenai keamanan nasional masingmasing. Konsep deterrence menjelaskan tentang tindakan Pemerintah negaranegara anggota ASEAN dalam menghadapi ancaman keamanan yang dapat ditimbulkan oleh negara lain. Konsep Perlombaan Senjata akan menjelaskan apakah peningkatan kapabilitas militer yang dilakukan negara-negara anggota ASEAN dapat dikatakan sebagai perlombaan senjata atau tidak. A. Keamanan Nasional Negara-Negara Anggota ASEAN Beberapa ancaman keamanan yang dihadapi oleh ASEAN berupa isu sengketa wilayah perbatasan, perebutan sumber daya dan energi, terrorism, piracy hingga illegal fishing. Untuk mengatasi permasalahan tersebut tidak memungkinan bagi suatu negara anggota mengharapkan penuh bantuan dari negara lainnya. ASEAN 212

5 Analisis Peningkatan Militer Negara Anggota ASEAN (Abdi Khairendi) juga tidak memiliki pasukan/agen khusus berbasis militer untuk membantu mengatasi isu-isu tersebut dan menjaga keamanan regional, sehingga ASEAN tidak menjamin keamanan nasional setiap negara anggotanya. Selain itu, ASEAN dianggap tidak mampu dalam menyelesaikan berbagai konflik yang ada di kawasan, hal ini terlihat dari kurangnya integritas yang menjadi syarat utama bagi sebuah organisasi kawasan dan juga banyaknya masalah-masalah internal kawasan yang lebih banyak mengandalkan dari pihak lain daripada pihak ASEAN sendiri. Dengan hal tersebut setiap negara anggota membutuhkan kekuatan militer yang mumpuni guna mengantisipasi ancaman keamanan dari dalam maupun luar agar dapat menjaga keamanan nasional masing-masing. Untuk menciptakan kekuatan militer yang mumpuni setiap negara melakukan peningkatan atas anggaran belanja militernya yang digunakan untuk memperkuat kapabilitas militer. Menciptakan keamanan nasional menjadi hal yang lebih berat lagi bagi negara yang terlibat dalam persengketaan wilayah domestik seperti Filipina, Malaysia, Myanmar, Laos dan Thailand. Selain itu terdapat pula persengketaan wilayah internasional yaitu Laut Cina Selatan yang melibatkan Cina, Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei. Klaim atas kepemilikan beberapa pulau di kawasan tersebut tidak terlepas dari latar belakang kepentingan penguasaan berbagai zona maritim, yang memiliki kandungan sumber daya alam potensial. Filipina dan Vietnam melihat sengketa ini sebagai masalah utama kemanan mereka, sedangkan Malaysia dan Brunei cenderung lebih meredam tensi ketegangan. Untuk itu Filipina dan Vietnam menggunakan anggaran militernya untuk kekuatan militer guna memperkuat sistem pertahanan di wilayah sengketa. Indonesia bukan negara pengklaim dalam sengketa wilayah tersebut, namun sebagai entitas negara yang memiliki perairan yang berbatasan dengan wilayah sengketa, perlu melakukan langkah-langkah antisipasi utamanya dalam membangun kesiapan untuk merespon kemungkinan perkembangan sengketa Laut Cina Selatan yang dapat memberikan dampak terhadap keamanan nasional. Terorisme juga merupakan isu yang sering dibahas dalam kawasan Asia Tenggara. Upaya untuk mengatasi terorisme telah berulang kali dilakukan, baik secara unilateral, bilateral, maupun multilateral. Peningkatan keamanan nasional, koordinasi antar perwakilan negara-negara yang bersangkutan, juga pertukaran informasi dilakukan untuk meminimalisir aksi-aksi terorisme dalam kawasan. Pada bulan Mei 2002, Filipina, Malaysia dan Indonesia mendirikan Southeast Asian Trilateral Counter-terrorism. Meskipun upaya unilateral dan bilateral tersebut terus dikembangkan, cara yang paling efektif untuk mengatasi ancaman terorisme adalah dengan adanya kerjasama dan aksi multinasional yang tentu dengan didukung oleh peralatan militer yang canggih. Selain itu diperlukan upaya dari pemerintah untuk mempublikasikan kepada masyarakat agar dapat turut andil dalam upaya melawan terorisme. Peran masyarakat sangat dibutuhkan karena cakupan terorisme sangat luas dan dampaknya berpengaruh langsung pada 213

6 ejournalilmuhubungan Internasional, Volume 2, Nomor 1, 2014: kehidupan masyarakat, sehingga apabila hanya diusahakan oleh pemerintah saja tidak akan maksimal. Piracy (pembajakan) menurut United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) adalah setiap tindakan ilegal berupa kekerasan, penahanan, pembinasaan, yang secara terarah dilakukan untuk tujuan pribadi oleh awak kapal atau penumpang dari suatu kapal atau pesawat pribadi di laut lepas, terhadap kapal lain atau pesawat udara, atau terhadap properti di atas kapal atau pesawat udara di suatu tempat di luar yurisdiksi negara manapun. Kawasan yang rawan pembajakan antara lain Selat Malaka, perairan Filipina, Laut Jawa, Selat Sunda dan Bangkok (Thailand). Dengan adanya kasus ini dilakukan pengamanan-pengamanan di wilayah-wilayah yang rawan oleh negara-negara yang bersangkutan berdasarkan teritorialnya masing-masing. Khusus kawasan Selat Malaka sangat diperhatikan keamanannya oleh negara-negara yang berbatasan langsung, karena Selat Malaka merupakan jalur padat bagi pelayaran dan perdagangan internasional. Indonesia, Malaysia dan Singapura memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadikan Selat Malaka sebagai kepentingan bersama yang bermanfaat secara ekonomi dan politik. Sejauh ini, Selat Malaka membuat pelabuhan-pelabuhan laut seperti di Batam, Bintan, Tanjung Pelepas, Johor menjadi sangat diuntungkan sehingga dapat berkembang dengan pesat secara ekonomi dibandingkan daerah lainnya. Selain keuntungan terdapat pula resiko berupa segala gangguan keamanan di Selat Malaka yang akan menganggu stabilitas perdagangan ketiga negara tersebut. Selain ketiga negara tersebut, Thailand yang berada di ujung Utara Selat Malaka juga menunjukkan minatnya terhadap keamanan di wilayah tersebut. Tujuan Thailand berpartisipasi dalam pengamanan Selat Malaka merupakan upaya untuk meningkatkan peran militernya di kawasan. Gangguan keamanan di Selat Malaka tidak dianggap sebagai isu keamanan regional tetapi telah menjadi isu keamanan internasional sebab banyak negara pengguna (user states) turut merasa khawatir mengingat dampak negatif yang timbul jika Selat Malaka menjadi wilayah yang berbahaya bagi aktifitas pelayaran mereka. Untuk mengatasi masalah pembajakan, pemerintah melakukan pengamanan maritim seperti melakukan patroli rutin di jalur perdagangan dan transportasi yang rawan akan pembajakan. Patroli ini tidak hanya ditujukan untuk mengatasi masalah pembajakan, namun juga dapat ditujukan untuk mengatasi masalah illegal fishing. Illegal fishing termasuk dalam transnational crime karena melibatkan lintas negara sebagai tempat terjadinya kejahatan. Kasus ini bila tidak ditanggapi dengan serius tentu akan menimbulkan kerugian besar yang berkepanjangan. Dampak kerugian yang dialami Indonesia cukup besar. Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (Organisasi Pangan dan Pertanian/FAO), rata-rata potensi kerugian negara dari tindakan illegal fishing mencapai 30 triliun rupiah. Salah satu cara untuk mengurangi hal tersebut, di mana ketika terjadi indikasi pelanggaran laut di perbatasan, masingmasing pihak saling berkoordinasi untuk mengingatkan nelayan masing-masing. Sehingga petugas laut negara bersangkutan segera menghalau nelayannya untuk kembali masuk ke wilayah laut sendiri. 214

7 Analisis Peningkatan Militer Negara Anggota ASEAN (Abdi Khairendi) Indonesia memiliki wilayah terbesar dan garis pantai terpanjang di ASEAN, hal ini mengakibatkan Indonesia harus memiliki postur militer yang kuat dan luas demi menjaga kedaulatan wilayahnya. Dalam kuantitas kekuatan militer Indonesia tergolong memiliki banyak dalam persenjataan. Tetapi bila kuantitas persenjataan yang dimilikinya dilihat proporsi dan persentasenya terhadap jangkauan wilayah operasi, wilayah, dan jumlah penduduk yang harus dilindunginya, profil kekuatannya tampak jauh lebih kecil dibanding sebagian besar negara-negara lainnya. Dalam hal tersebut Indonesia masih perlu melakukan peningkatan kapabilitas militernya untuk menciptakan postur militer yang ideal. Singapura yang merupakan negara kecil memiliki postur militer yang kuat jika dibandingkan dengan luas negaranya. Hal demikian dilakukan Singapura untuk menjaga keamanan nasional serta aset dan investasi dalam negeri yang menyangkut kepentingan nasionalnya. Aset dan investasi yang berada di Singapura termasuk infrastruktur publik dan pengembangan sumber daya manusia dan memastikan pencapaian standar kualitas yang tinggi di kedua bidang. Selain dengan cara meningkatkan kapabilitas militernya, negara-negara ASEAN membentuk kerjasama dan memilih cara yang disebut dengan diplomasi pertahanan. Diplomasi pertahanan selalu berkaitan dengan: Pertama, aktivitas kerjasama yang dilakukan militer dan infrastruktur terkait pada masa damai. Kedua, diplomasi pertahanan melibatkan kerjasama militer dalam isu yang lebih luas, mulai dari peran militer sampai peran non-tradisional, seperti menjaga keamanan, penegakan keamanan, mempromosikan good-governance (tata kelola yang baik) tanggap bencana, melindungi HAM, dll. Ketiga, militer tidak lagi hanya bekerjasama dengan sekutunya, melainkan dengan negara yang sedang bersaing. Diplomasi pertahanan ini digunakan sebagai alat utama dalam menjaga keamanan nasional sebuah negara yang tergolong lemah dalam postur militernya, seperti Brunei, Kamboja dan Laos. Dalam ASEAN Security Community (ASC) hal-hal baru yang menjadi fokus adalah masalah-masalah kelautan yang bersifat lintas batas dan oleh sebab itu harus ditangani secara regional, menyeluruh, integratif serta komprehensif. Pemeliharaan dan peningkatan keamanan dan keselamatan di Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan tanggung jawab ketiga negara pantai yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura. Dapat dilihat dari hal tersebut ASC hanya berperan sebagai wadah untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara diplomasi. Kemudian sepertinya negara anggota melihat kembali sejarah tidak sanggupnya ASEAN dalam menangani konflik-konflik kawasan sebelumnya yang membuat ASEAN harus membawanya ke The International Court of Justice (mahkamah internasional/icj). Sepeti sengketa Preah Vihear Temple yang dipersengketakan Thailand dan Kamboja dan ICJ menyerahkan kepemilikannya kepada Kamboja. Sengketa Sipadan-Ligitan yang melibatkan Indonesia dan Malaysia, dibawa ke ICJ pada tahun 1988 dan kemudian dimenangkan oleh Malaysia pada tahun Kemudian sengketa Pedra Branca antara Singapura dan Malaysia terhadap tiga pulau, yaitu Pedra Branca, Batuan Tengah dan Karang Selatan. Persengketaan 215

8 ejournalilmuhubungan Internasional, Volume 2, Nomor 1, 2014: sebagian sudah diselesaikan oleh ICJ tahun 2008 dengan menegaskan kepemilikan Singapura atas Pedra Branca dan kepemilikan Malaysia atas Batuan Tengah dan Karang Selatan diputuskan tak bertuan. Dengan adanya pandangan seperti itu maka negara anggota lebih memilih untuk meningkatkan kapabilitas militernya masing-masing untuk menjaga keamanan nasional. B. Strategi Deterrence Dalam menghadapi ancaman stabilitas keamanan nasional maupun regional, dibutuhkan strategi dengan menggunakan elemen-elemen negara yaitu militer, diplomasi, ekonomi, perjanjian internasional, dan alat lain dalam mencapai kepentingan nasionalnya. Dalam hal ini negara-negara anggota ASEAN juga menggunakan strategi deterrence. Deterrence yang dijalankan negara anggota ASEAN merupakan upaya untuk mencegah pihak lain dalam memberikan suatu ancaman. Dalam menjalankan strategi ini dibutuhkan postur militer yang kuat agar negara lain melihatnya memiliki kemampuan untuk membalas, sehingga negara lain akan melakukan pertimbangan yang serius jika ingin mengancam kepentingan negara lain. Strategi yang dijalankan negara-negara anggota ASEAN termasuk dalam general deterrence yang merupakan upaya membuat negara lain segan untuk memberikan ancaman dalam bentuk apapun dengan melakukan peningkatan kekuatan dan pengembangan teknologi persenjataan baru. Anggaran pertahanan yang meningkat digunakan untuk modernisasi kekuatan militer agar mencapai postur militer yang kuat sehingga strategi deterrence dapat berjalan dengan baik. Terdapat tiga kepentingan yang ingin dilindungi oleh sebuah negara, yaitu physical security, rules and institution, and prosperity. Dalam melindungi kepentingan tersebut Singapura misalnya, melakukan deterrence dengan meningkatkan anggaran militernya guna memperkuat postur militernya. Singapura yang memiliki kualitas SDM yang tinggi (physical security) dan prosperity di atas rata-rata negara anggota ASEAN lainnya merasa perlu melakukan strategi deterrence. Untuk melaksanakan strategi ini Singapura perlu untuk memperkuat postur mliternya. Dapat dilihat Singapura terus mengalami peningkatan dalam anggaran militernya dari tahun Walaupun negara yang kecil namun kekuatan militer Singapura dapat memberikan pertimbangan dari negara lain jika ingin menyerangnya. Hal ini merupakan sebuah strategi perlindungan yang dapat melindungi komposisi dalam batas-batas geografi kedaulatan negara. Namun negara tetangga melihat Singapura di masa datang dengan kekuatan militernya akan dapat mengancam stabilitas keamanan nasionalnya jika Singapura melakukan agresi, walaupun hal tersebut memiliki kemungkinan yang sangat kecil. Dengan demikian negara tetangga juga turut meningkatkan kemampuan militernya sebagai antisipasi agresi militer negara lain dengan maksud deterrence. Hal tersebut menjadi trend dalam kawasan dan dengan bertambah banyaknya pihak yang ikut meningkatkan kekuatan militernya seperti Malaysia, Thailand, 216

9 Analisis Peningkatan Militer Negara Anggota ASEAN (Abdi Khairendi) Indonesia dan Filipina, hal tersebut dinilai secara tidak langsung sebagai perlombaan senjata yang dapat mengganggu stabilitas kawasan dan dapat menjadi ancaman keamanan yang baru. C. Trend Modernisasi Militer Menciptakan postur militer yang profesional, efisien dan efektif, adalah keharusan tiap negara yang tidak dapat diabaikan. Hal inipun kemudian didukung oleh pertimbangan-pertimbangan lain yang juga penting. Pertama, walaupun sedang dalam kesulitan ekonomi, peningkatan pembangunan persenjataan tetap penting dilaksanakan, walaupun pelaksanaannya tentu saja disesuaikan dengan kemampuan melalui bentuk peningkatan secara bertahap. Dengan demikian, hal tersebut akan dapat menghindarkan kemungkinan negara pada posisi pacuan senjata dengan diri sendiri (self-arms race). Penghindaran dari self-arms race merupakan hal penting, karena selain menghindari penumpukan pembelian senjata pada waktu tertentu yang akan memakan biaya yang sangat besar, juga dapat menghindarkan kekhawatiran negara tetangga dan pihak-pihak domestik yang kritis terhadap keberadaan militer sebuah negara. Kedua, walaupun ancaman serangan militer (konvensional) secara langsung sudah hampir tidak dimungkinan lagi, tetapi menjaga keamanan wilayah dan kedaulatan tetap harus dilakukan, dan untuk itu diperlukan modernisasi persenjataan. Sekecil apapun faktor ancaman konvensional yang mungkin terjadi, dalam penyusunan defense planning (perencanaan pertahanan) tetap harus diperhitungkan. Hal ini sejalan definisi umum fungsi pertahanan yang dianut NATO, bahwa kekuatan pertahanan dilaksanakan untuk menghadapi fungsi-fungsi pertahanan, yaitu: (1) Menjaga pertahanan dan kedaulatan wilayah walaupun tidak ada ancaman dari luar; (2) Menjaga negara dari ancaman musuh; dan (3) Ikut menjaga perdamaian dunia (peace keeping operations). Terdapat beberapa faktor mengapa terjadi trend modernisasi militer pada negaranegara anggota ASEAN, yaitu: (1) Terdapat masalah perbatasan yang tumpang tindih di perairan teritorial yang sangat sensitif sebab menyangkut kedaulatan suatu negara. Sementara persoalan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) menyangkut kepentingan energi dan sumberdaya suatu negara. Persoalan Laut Cina Selatan juga menimbulkan ketegangan di antara sesama anggota ASEAN dan juga di luar ASEAN seperti Cina dan Taiwan. Kepentingan Cina di Asia Tenggara tidak hanya terkait dengan negara-negara Asia Tenggara pengklaim Laut Cina Selatan namun juga menyangkut pasokan energi Cina yang 60 persen melalui perairan Asia Tenggara. Modernisasi militer Cina membuat beberapa negara anggota ASEAN turut melakukan modernisasi militer; (2) Perubahan kebutuhan militer menuntut kemampuan proyeksi kekuatan baru. Misalnya untuk operasi bersama dan mengawasi ketertiban regional; dan (3) Kondisi ekonomi negara-negara anggota ASEAN yang mengalami peningkatan menyebabkan penetapan anggaran militer untuk akuisisi senjata. 217

10 ejournalilmuhubungan Internasional, Volume 2, Nomor 1, 2014: Untuk mengetahui apakah benar yang dilakukan oleh negara-negara anggota ASEAN dalam meningkatkan kapabilitas militernya merupakan perlombaan senjata dapat ditinjau melalui empat kondisi dasar oleh Colin Gray yang menunjukkan adanya perlombaan senjata. Pertama, harus ada dua atau lebih negara yang bertikai. Dalam hal ini terdapat beberapa negara anggota yang terlibat dalam konflik, beberapa di antara konflik Thailand-Kamboja atas kuil Preah Vihear, Thailand-Laos mengenai perbatasan wilayah, Malaysia-Filipina mengenai klaim Filipina atas wilayah Sabah, Malaysia-Singapura tentang kepemilikan Pulau Batu Putih (Pedra Branca), Indonesia-Malaysia tentang Sipadan dan Ligitan serta perbatasan maritim di Ambalat. Walaupun sebagian merupakan konflik historis dan saat ini masing-masing negara menjalani masa damai. Negara anggota secara terbuka tidak berlawanan satu sama lain, bahkan saling bekerjasama dalam ASEAN. Namun perdamaian tersebut dapat dinilai sebagai negative peace. Negative peace adalah kondisi di mana situasi perdamaian mengandung unsur konflik atau suasana di mana konflik sebelumnya masih terasa dan memiliki potensi menghasilkan konflik baru jika tidak ditangani dengan tuntas. Kedua, negara yang terlibat perlombaan senjata harus menyusun kekuatan bersenjata dengan perhatian terhadap efektifitas angkatan bersenjata dalam menghadapi, bertempur atau sebagai penangkal terhadap peserta lomba senjata. Dalam konteks ini negara-negara anggota ASEAN memiliki fokus terhadap sistem pertahanan (defense) seperti pesawat pengintai dan pesawat tanpa awak untuk menjaga keamanan udara, kapal patroli yang dilengkapi dengan senjata ringan dan sistem radar. Hal tersebut menjadi sangat penting mengingat kondisi geografis negara-negara ASEAN yang pada umumnya memiliki wilayah laut. Seperti yang dilakukan oleh Malaysia. Malaysian Air Force harus dapat berpatroli sepanjang garis pantai dan mempertahankan kedaulatannya di perbatasan yang sangat rentan terhadap perompakan, penyelundupan dan imigran gelap dari Selatan Filipina. Dengan perlengkapan yang canggih dapat mendukung sistem pertahanan yang kuat. Misalnya keberadaan pesawat pengintai Beechcraft Super King Air milik Malaysia dan Super Tanaco milik Indonesia yang menjadi andalan untuk melakukan patroli dan pengintaian. Untuk keamanan laut, Indonesia memiliki total 50 kapal patroli dan 48 kapal pendukung. Sistem pertahanan juga dilengkapi dengan militer bersifat ofensif seperti jet tempur, helikopter tempur, kapal penghancur kelas fregat, kapal selam serta battle tank. Namun hal tersebut digunakan sebagai sarana untuk menunjang keberhasilan strategi penangkal (deterrence). Ketiga, mereka harus berkompetisi dalam kuantitas (SDM, senjata) dan/atau kualitas (SDM, senjata, organisasi, doktrin). Dalam hal ini masing-masing negara jelas terlihat meningkatkan kuantitas dan kualitas baik dalam SDM (jumlah personil) dan persenjataan. Peningkatan kuantitas jelas dapat dilihat seiring berjalannya waktu. Peningkatan personil militer Singapura misalnya, pada tahun Singapura memiliki personil aktif. Kemudian pada tahun

11 Analisis Peningkatan Militer Negara Anggota ASEAN (Abdi Khairendi) Singapura memiliki personil aktif. Sistem pertahanan Singapura juga mengalami peningkatan baik dalam kuantitas dan kualitas. Pada mengganti satu skuadron A-4S dengan 20 unit F-16 ditambah dengan 12 unit F- 15. Vietnam dalam mengakuisisi 118 unit pesawat tempur jenis Sukhoi dan Mirage, 6 unit korvet dan 2 unit fregat. Peningkatan secara kuantitas dan kualitas memang perlu dilakukan melihat besarnya cakupan wilayah sebuah negara serta adanya teknologi canggih saat ini yang dapat disalahgunakan oleh suatu pihak seperti teroris. Namun peningkatan kuantitas dan kualitas militer yang terjadi tidak mengandung adanya kompetisi di antara negara. Peningkatan tersebut ditujukan untuk keperluan menjaga keamanan baik itu keamanan ekonomi, keamanan lingkungan dan keamanan masyarakat. Keempat, harus ada peningkatan cepat dalam kuantitas dan/atau peningkatan dalam kualitas. Beberapa negara yang memenuhi kondisi tersebut. Di antaranya Indonesia, Thailand dan Vietnam. Indonesia mengalami peningkatan kapabilitas militernya pada tahun Dalam jangka waktu tersebut Indonesia telah mengakuisisi 25 helikopter tempur, 44 unit tank amfibi, 4 unit korvet, 5 unit Sukhoi, 2 unit kapal selam dan beberapa alat pertahanan lainnya. Thailand mengalami peningkatan yang signifikan pada Dalam jangka waktu tersebut Thailand telah mendapatkan 16 unit pesawat tempur Mirage, 20 unit main battle tank, 108 unit kendaraan lapis baja, 6 unit jet tempur Gripen, 6 unit utility helicopter dan 3 unit korvet. Fokus pertahanan dan keamanan Thailand adalah memelihara keamanan internalnya karena meningkatnya aktivitas terorisme, demonstrasi massal dan instabilitas internal. Sementara Vietnam mengalami peningkatan signifikan pada tahun Dalam jangka waktu 5 tahun tersebut Vietnam telah mengakuisisi 118 unit pesawat tempur jenis Sukhoi dan Mirage, 6 unit korvet dan 2 fregat. Vietnam memiliki fokus terhadap integritas teitorialnya. Adanya konflik Laut Cina Selatan menempatkan Vietnam sebagai negara pengklaim di sebagian wilayah Laut Cina Selatan yaitu Spartly Island. Selain itu Vietnam memiliki masalah perbatasan dengan Kamboja dan Laos. Berdasarkan empat kondisi di atas, peningkatan kapabilitas militer yang dilakukan oleh negara-negara angota ASEAN dapat dikatakan sebagai perlombaan senjata. Perlombaan senjata tentu memiliki tujuan politik (peningkatan persenjataan disesuaikan untuk menyeimbangkan atau menandingi kekuatan negara lain). Namun perlu diperhatikan bahwa peningkatan belanja militer yang cepat oleh dua atau lebih negara bertetangga bukan berarti dimaksudkan untuk perlombaan militer atau perlombaan senjata. Pembangunan kekuatan dilakukan untuk persaingan dalam waktu singkat untuk memperbaiki atau mempertahankan kekuatan relatif dan pengaruhnya. Hal yang perlu diperhatikan adalah peningkatan kapabilitas militer di antara negara anggota ASEAN tersebut sebelumnya dikonsultasikan di dalam ARF. Konsultasi tersebut dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kecurigaan yang dapat mengganggu stabilitas hubungan antar negara. 219

12 ejournalilmuhubungan Internasional, Volume 2, Nomor 1, 2014: Kesimpulan Peningkatan kapabilitas militer yang terjadi pada negara-negara anggota ASEAN pada tahun dapat dikategorikan sebagai perlombaan senjata. Namun peningkatan kapabilitas militer tersebut sebelumnya dikonsultasikan di dalam ARF. Hal tersebut yang berbeda dengan kawasan lainnya, seperti Asia Timur dan Asia Tengah yang tidak memiliki forum keamanan untuk membahas masalah stabilitas keamanan regional. Pembangunan kekuatan militer merupakan hal yang wajar bagi sebuah negara karena merupakan bagian dari pembangunan nasional dan suatu kewajiban untuk menciptakan keamanan nasional. Yang menjadi permasalahan bukan peningkatan kapabilitas militer, tetapi tujuannya. Di negaranegara anggota ASEAN, tujuan pembangunan kekuatan pada umumnya adalah sebagai strategi penangkal (deterrence) yang bersifat defensif, bukan ofensif. Peningkatan kapabilitas militer akan menjadi masalah ketika menyebabkan salah persepsi dan kecurigaan antar negara dan kawasan. Untuk menghindarinya dibutuhkan transparansi dan kepercayaan. Langkah ASEAN untuk mewujudkan ASEAN Security Community merupakan upaya untuk menciptakan collective security di kawasan. Langkah ini diambil karena dinilai lebih komprehensif dalam menjawab tantangan-tantangan yang muncul dengan dasar nilai-nilai dan kepentingan yang sama untuk mengatasi masalah keamanan secara kooperatif yang bertujuan membangun kerjasama antar negara dengan menata aturan dan mekanisme untuk menghadapi tantangan-tantangan keamanan, baik yang berasal dari dalam maupun luar kawasan. Namun dengan terbentuknya ASEAN Security Community tidak menjamin akan keamanan nasional setiap negara anggota, dikarenakan komunitas tersebut tidak memiliki pakta milier sendiri. Sehingga negara-negara anggota ASEAN merasa perlu untuk memperkuat kapabilitas militernnya masing-masing. Referensi Buku Cipto, Bambang, 2006, Hubungan Internasional di Asia Tenggara: Teropong terhadap Dinamika, Realitas, dan Masa Depan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rudy, May, 2001, Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, Bandung: Refika., 2003, Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-masalah Global Isu, Konsep, Teori dan Paradigma, Bandung: Refika. Soesasiro, Hadi, 2004, Small is (not) Beautiful: the Problem of small arms in Southeast Asia, Jakarta: CSIS. Internet Illegal Fishing Costs indonesia 3 Billion Dollars a Year Modernisasi Militer Asia Tenggara: Destabilitas Keamanan Regional? 220

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap BAB V PENUTUP Sejak reformasi nasional tahun 1998 dan dilanjutkan dengan reformasi pertahanan pada tahun 2000 sistem pertahanan Indonesia mengalami transformasi yang cukup substansial, TNI sebagai kekuatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk

Lebih terperinci

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI Introduksi Perbedaan Latar belakang sejarah, status ekonomi, kepentingan nasional,

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar 80% merupakan wilayah lautan. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai jalur alur

Lebih terperinci

KOMPETISI MILITER DI ASIA TENGGARA MENJELANG ASEAN SECURITY COMMUNITY (ASC) 2015

KOMPETISI MILITER DI ASIA TENGGARA MENJELANG ASEAN SECURITY COMMUNITY (ASC) 2015 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2016, 4 (1) 185-194 ISSN 2477-2623, ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2016 KOMPETISI MILITER DI ASIA TENGGARA MENJELANG ASEAN SECURITY COMMUNITY (ASC) 2015 Aisya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1 ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Selama kurun waktu tahun 2000 hingga 2004 atau berdasarkan tahun pelaksanaan Rencana Strategis (RENSTRA) Pembangunan Pertahanan Tahun 2000-2004, pertumbuhan anggaran pertahanan

Lebih terperinci

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI]

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2015 1 HISTORICAL BACKGROUND 2 Secara geografis kawasan Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang terus bertambah tiap tahunnya. Berdasarkan data Departemen

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang terus bertambah tiap tahunnya. Berdasarkan data Departemen 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang terkenal dengan jumlah penduduk yang terus bertambah tiap tahunnya. Berdasarkan data Departemen Perdagangan AS, melalui sensus

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh BAB V KESIMPULAN Laut memiliki peranan penting baik itu dari sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban

Lebih terperinci

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Perang Dunia Pertama terjadi, tren utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua terjadi Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir menjadi semakin buruk. Penyebabnya adalah pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) yang semakin

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan BAB V KESIMPULAN Secara keseluruhan, upaya kelima negara China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Korea Utara dalam meningkatkan kekuatan pertahanannya dilakukan untuk memberikan daya gentar terhadap

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

MI STRATEGI

MI STRATEGI ------...MI STRATEGI KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, buku "Strategi Pertahanan Negara" yang merupakan salah satu dari produk-produk strategis di bidang pertahanan

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diakibatkan dari Illegal Fishing yang dari tahun ketahun terus mengalami

BAB V PENUTUP. diakibatkan dari Illegal Fishing yang dari tahun ketahun terus mengalami BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Sejak meningkatnya ancaman kejahatan maritim di kawasan Selat Malaka pada tahun 2000, dan juga mempertimbangkan dampak dan kerugian yang diakibatkan dari Illegal Fishing yang

Lebih terperinci

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA 2008 DAFTAR 151 PEN D A H U l U A N... 1 Latar Belakang Buku Putih.................................. 1 Esensi Buku Putih..............................4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang BAB V KESIMPULAN Fenomena hubungan internasional pada abad ke-20 telah diwarnai dengan beberapa konflik. Terutama di Kawasan Asia Pasifik atau lebih tepatnya kawasan Laut China Selatan. Laut China Selatan

Lebih terperinci

PERAN ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALAM KEAMANAN PERAIRAN DI ASIA TENGGARA

PERAN ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALAM KEAMANAN PERAIRAN DI ASIA TENGGARA http://labhi.staff.umm.ac.id/2011/05/12/peran-asean-maritime-forum-amf-dalam-keamanan-peraira n-di-asia-tenggara/ PERAN ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALAM KEAMANAN PERAIRAN DI ASIA TENGGARA Penciptaan keamanan

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.200, 2015 PERTAHANAN. Pertahanan Negara. 2015-2019 Kebijakan Umum. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR : 7 TAHUN 2008 TANGGAL : 26 JANUARI 2008 KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA A. UMUM. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan usaha untuk

Lebih terperinci

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) Dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nation

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : Pertama, terkait Pengaruh Penerapan ASEAN Community

Lebih terperinci

PENEGAKAN YURISDIKSI TERITORIAL NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DALAM PENCAPAIAN ASEAN PHYSICAL CONNECTIVITY

PENEGAKAN YURISDIKSI TERITORIAL NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DALAM PENCAPAIAN ASEAN PHYSICAL CONNECTIVITY PENEGAKAN YURISDIKSI TERITORIAL NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DALAM PENCAPAIAN ASEAN PHYSICAL CONNECTIVITY Oleh Renfred Valdemar Ida Ayu Sukihana Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. 243 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan batas wilayah

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Disampaikan pada Diskusi Publik Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Medan, 12 Mei 2016 PASAL 1 BUTIR 2 UU NO 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA I. UMUM Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah

Lebih terperinci

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6181 PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 12) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni Pengertian Dasar & Jenisnya Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional By Dewi Triwahyuni Definisi : Keamanan (security) secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan mempertahankan diri (survival) dalam

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS YURISDIKSI INDONESIA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN PENENGGELAMAN KAPAL ASING YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA Oleh : Kadek Rina Purnamasari I Gusti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara-negara dalam melakukan hubungan-hubungan yang sesuai kaidah hukum internasional tidak terlepas dari sengketa. Seperti halnya manusia sebagai makhluk individu,

Lebih terperinci

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si ZONASI LAUT TERITORIAL Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas. Untuk landas kontinen negara Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON THE FRAMEWORK FOR

Lebih terperinci

Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional

Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan nasional

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada

Lebih terperinci

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Tabel 1. Potensi Ancaman Perang Asimetris di Indonesia Ditinjau dari Berbagai Aspek Pelaku Sasaran Skala Metode Motif Dampak

Tabel 1. Potensi Ancaman Perang Asimetris di Indonesia Ditinjau dari Berbagai Aspek Pelaku Sasaran Skala Metode Motif Dampak PERANG ASIMETRIS (Disarikan dari Nugraha, A & Loy, N 2013, Pembangunan Kependudukan untuk Memperkuat Ketahanan Nasional dalam Menghadapi Ancaman Asymmetric War, Direktorat Analisis Dampak Kependudukan,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa: The state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja,

Lebih terperinci

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN)

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN) LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN) 1 2 3 4 5 1. INDONESIA MALAYSIA. Garis batas laut dan 1. Departemen Pertahanan (Action - Anggaran

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010. 100 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Rusia adalah salah satu negara produksi energi paling utama di dunia, dan negara paling penting bagi tujuan-tujuan pengamanan suplai energi Eropa. Eropa juga merupakan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Analisa penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan jawaban awal yang telah dirumuskan. Penelitian ini menjelaskan alasan Venezeula menggunakan

Lebih terperinci

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja,

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA Lampiran Surat Nomor: Tanggal: PENANGGUNGJAWAB: KEMENTERIAN LUAR NEGERI RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA 2016 2019 NO. A. BATAS MARITIM, RUANG LAUT, DAN DIPLOMASI MARITIM A.1 PERUNDINGAN DAN PENYELESAIAN

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA Oleh : Dr. Dina Sunyowati,SH.,MHum Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum-Universitas Airlangga Email : dinasunyowati@gmail.com ; dina@fh.unair.ac.id Disampaikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010 Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENGENAI DINAMIKA HUBUNGAN indonesia - MALAYSIA DI MABES

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar ketiga di dunia yang memiliki luas laut mencapai 7.827.087 km 2 dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau. Garis pantainya

Lebih terperinci

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial Hak Lintas Damai di Laut Teritorial A. Laut Teritorial HAK LINTAS DAMAI DI LAUT TERITORIAL (KAJIAN HISTORIS) Laut teritorial merupakan wilayah laut yang terletak disisi luar dari garis-garis dasar (garis

Lebih terperinci

KONFLIK CHILE-ARGENTINA PADA KASUS BEAGLE CHANNEL

KONFLIK CHILE-ARGENTINA PADA KASUS BEAGLE CHANNEL RESUME SKRIPSI LATAR BELAKANG KONFLIK CHILE-ARGENTINA PADA KASUS BEAGLE CHANNEL Disusun oleh: DAHLIA NUR FARIDA NIM. 151040188 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013 Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PRASETYA PERWIRA TENTARA NASIONAL INDONESIA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting

Lebih terperinci

ANATOMI KEAMANAN NASIONAL

ANATOMI KEAMANAN NASIONAL ANATOMI KEAMANAN NASIONAL Wilayah Negara Indonesia Fungsi Negara Miriam Budiardjo menyatakan, bahwa setiap negara, apapun ideologinya, menyeleng garakan beberapa fungsi minimum yaitu: a. Fungsi penertiban

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN (The Protection and the Conservation of Fishery Resources in the Economic Exclusive Zone Among the Asean States)

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP Bab ini bertujuan untuk menjelaskan analisa tesis yang ditujukan dalam menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesa. Proses analisa yang berangkat dari pertanyaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 3 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

MEMBANGUN BUDAYA MARITIM DAN KEARIFAN LOKAL DI INDONESIA: PERSPEKTIF TNI ANGKATAN LAUT 1

MEMBANGUN BUDAYA MARITIM DAN KEARIFAN LOKAL DI INDONESIA: PERSPEKTIF TNI ANGKATAN LAUT 1 MEMBANGUN BUDAYA MARITIM DAN KEARIFAN LOKAL DI INDONESIA: PERSPEKTIF TNI ANGKATAN LAUT 1 Laksamana TNI Agus Suhartono, S.E. 1. Pendahuluan. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak pada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar pertama di dunia disusul Madagaskar diurutan kedua. Hal ini juga

BAB I PENDAHULUAN. terbesar pertama di dunia disusul Madagaskar diurutan kedua. Hal ini juga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kepulauan terbesar pertama di dunia disusul Madagaskar diurutan kedua. Hal ini juga dipertegas dengan perhitungan

Lebih terperinci