KOMPETISI MILITER DI ASIA TENGGARA MENJELANG ASEAN SECURITY COMMUNITY (ASC) 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMPETISI MILITER DI ASIA TENGGARA MENJELANG ASEAN SECURITY COMMUNITY (ASC) 2015"

Transkripsi

1 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2016, 4 (1) ISSN , ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2016 KOMPETISI MILITER DI ASIA TENGGARA MENJELANG ASEAN SECURITY COMMUNITY (ASC) 2015 Aisya Hilmi 1 Nim Abstract ASEAN establish ASC (ASEAN security community) that aims to reduce conflicts and strengthen regional cooperation delivered. However, in the region of Southeast Asia happened several threats such as terrorism, human trafficking, and military competition. in the era of globalization began to pass sophisticated military competition that resulted in a security dilemma in the region of Southeast Asia. The competition is intended to maintain the military capability of the territorial integrity and national security. In addition to creating a safe area with a prevention strategy, which requires a great military power. But it makes other countries look to be a security threat to the country for regional security, then further encourage countries to further increase its military strength in terms of quantity and quality which can lead to an arms race in the region and will become a new regional threat. Keywords: ASEAN, security dilemma, military competition. Pendahuluan Kawasan Asia Tengggara secara geografis berada dalam kawasan yang sangat strategis. Karena Asia Tenggara menduduki posisi silang di antara dua benua dan dua samudera yang menjadikan titik pusat perhubungan dan lalu lintas dari barat ke timur dan utara ke selatan. Di sebelah barat, Indonesia berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan Samudera Pasifik, sebelah utara berbatasan dengan Benua Asia dan sebelah selatan berbatasan dengan Benua Australia. Ditambah dengan kekayaan alamnya yang sangat dibutuhkan oleh seluruh dunia membuat Asia Tenggara menjadikan sangat penting secara ekonomi, politik dan militer. Sejak terbentuknya komunitas ASEAN ini bermaksud untuk meningkatkan kerjasama antar negara dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi serta lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi berbasis pada 3 pilar, yaitu: komunitas keamanan ASEAN (ASEAN security community), komunitas ekonomi ASEAN ( ASEAN economic community), komunitas sosial budaya ASEAN ( ASEAN socio-cultural community). Diantara ketiga pilar tersebut penelitian ini lebih fokuskan pada komunitas keamanan ASEAN (ASEAN security community). 1 Mahasiswa Program S1 Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. aisyahilmi29@gmail.com

2 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: Stabilitas keamanan regional merupakan suatu kondisi di mana sebuah kawasan bebas dari ancaman dan bahaya, baik dari dalam atau luar kawasan. Keamanan kawasan sangat penting sebagai elemen pembentuk keamanan internasional maupun konflik internasional, hal ini karena kawasan tersebut saling berhubungan dengan negaranegara atau aktor lain di luar kawasan sehingga interaksi tersebut dapat menimbulkan potensi konflik. Oleh sebab itu, keamanan regional merupakan hal pertama yang perlu diupayakan demi terciptanya stabilitas internasional. Dalam konteks stabilitas keamanan regional, sejumlah isu keamanan terdapat dalam negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), baik isu keamanan tradisional ( military security) dan isu keamanan non tradisional (non-military security). Isu keamanan tradisional mencakup sengketa wilayah perbatasan, perlombaan persenjataan, dan proliferasi senjata nuklir dan senjata pemusnah massal, Isu keamanan non tradisional seperti terorisme, penegakan HAM & demokrasi, narkotika, piracy, human trafficking, money laundering, illegal logging, hingga bencana alam. Membangun kepercayaan dan meningkatkan kerjasama antarnegara dalam kawasan dalam mengatasi masalah-masalah ini terus dilaksanakan. Namun permasalahan ini menyebabkan setiap negara berupaya untuk melakukan peningkatan kekuatan militer yang dipandangnya dapat digunakan untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut. Peningkatan senjata-senjata tersebut digunakan untuk kemampuan suatu negara yang menentukan arah perlombaan senjata dan sampai seberapa jauh peningkatan kemampuan pertahanan suatu negara mampu meningkatkan ketahanan nasionalnya. Peningkatan persenjataan bersifat menyerang atau peningkatan kekuatan militer akan menjadi masalah jika disalah persepsikan sebagai bentuk ancaman bagi keamanan di kawasan. Terjadinya peningkatan persenjataan negara-negara anggota ASEAN dipicu oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan mempertemukannya dengan pemasok senjata yang melihat kawasan Asia Tenggara sebagai pasar untuk menjual produkproduk mereka. Peningkatan anggaran untuk militer masing-masing negara anggota ASEAN jika tetap dalam kerangka kerjasama regional, tentu akan memiliki pengaruh yang positif bagi pertahanan dan keamanan kawasan. Namun jika masing-masing negara anggota ASEAN meningkatkan militer secara sendiri-sendiri tanpa melakukan konsultasi di antara sesama negara anggota, hal tersebut akan membuat negara lain merasa terancam sehingga ikut melakukan peningkatan anggaran militernya, akan memicu terjadinya perlombaan senjata dan terjadinya security dilemma. Hal ini tentu akan mengancam stabilitas dan kondisi keamanan regional pada masa-masa mendatang. Kerangka Dasar Teori dan Konsep Keamanan Nasional Keamanan nasional adalah bagian dari kepentingan nasional yang tak dapat dipisahkan. Bahkan tujuan politik luar negeri untuk mempertahankan kepentingan nasional berkaitan dengan upaya mempertahankan keamanan nasional. Makna keamanan ( security) bukan sekedar kondisi aman tenteram tetapi keselamatan atau kelangsungan hidup bangsa dan negara. 186

3 Kompetisi Militer di Asia Tenggara Menjelang ASC 2015 (Aisya Hilmi) Barry Buzan mendefinisikan lima sektor utama yang dicakup dalam pengertian keamanan, yaitu The Military Security, The Political Security, The Economic Security, Societal Security dan Enviromental Security. Masing-masing sektor tidak berdiri sendiri melainkan memiliki ikatan satu sama lain. Keamanan harus ditempatkan sebagai barang publik ( public goods) yang berhak dinikmati oleh setiap warga baik individu, kelompok, maupun sebagai bangsa dengan menempatkan kewajiban negara untuk mengatur dan mengelolanya. Bagaimanapun juga kebijakan keamanan harus tetap dibuat oleh sebuah negara di mana kebijakan keamanan dapat digolongkan sebagai kesadaran atau rasa aman dalam tingkat individu dan sistem. Keamanan Regional Complex Regional Security Complex menurut Buzzan adalah suatu teori keamanan regional yang memungkinkan suatu negara menganalisa dan menjelaskan perkembangan negara-negara yang berada di satu kawasan.regional Security Complex muncul sebagai suatu konsep baru untuk struktur keamanan internasional sebagai dimensi yang menghubungkan pola kehidupan antar negara di kehidupan internasional pada saat sebelum perang dingin, saat terjadi perang dingin dan pasca perang dingin.regional Security Complex memberikan pandangan yang berbeda serta beragam namun memiliki pengaruh yang cukup teoritis. Regional Security Complex ada untuk mendukung pemetaan dalam menganalisis keamanan dalam tingkat kawasan sebab tingkat kawasan adalah tempat bertemunya interaksi keamanan secara global maupun nasional dan tempat dimana aktifitas negara lebih banyak terjadi. Regional Security Complex ditentukan oleh dua pola hubungan yaitu amity dan enmity (permusuhan dan persahabatan). Pola ini terjadi akibat adanya interaksi dari struktur anarki dan menjadi bagian dari balance of power, namun di sisi lain bisa terjadi akibat dari tekanan geografis. Amity dan enmity ada dalam bentuk subglobal, maksudnya adalah dilihat dari keadaan geografisnya, sistem keamanan regional menimbulkan ketergantungan satu sama lain. Biasanya hubungan amity dan enmity ada karena munculnya ketakutan dari apa yang dilakukan oleh negara tetangganya serta kuatnya interaksi keamanan di sektor militer, politik, sosial dan lingkungan regional itu sendiri. Perlombaan Senjata Perlombaan senjata adalah usaha kompetitif terus menerus (secara militer) yang dilakukan oleh dua atau lebih negara yang masing-masing memiliki kapabilitas untuk membuat senjata lebih banyak dan lebih kuat daripada yang lain. Menurut Buzan, perlombaan senjata menjelaskan bahwa adanya tekanan-tekanan yang memaksa negara untuk mempunyai kekuatan persenjataan dan merubah secara kuantitas dan kualitas yang mereka inginkan. Menurut Colin Gray mencatat empat kondisi dasar untuk menunjukkan adanya perlombaan senjata: (1) Harus ada dua atau lebih negara ya ng bertikai; (2) Negara yang terlibat perlombaan senjata harus menyusun kekuatan bersenjata dengan perhatian terhadap efektifitas angkatan bersenjata dalam menghadapi, bertempur atau sebagai penangkal terhadap peserta lomba senjata; (3) Mereka harus berkom petisi 187

4 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: dalam kuantitas (SDM, senjata) dan/atau kualitas (SDM, senjata, organisasi, doktrin); (4) Harus ada peningkatan cepat dalam kuantitas dan/atau peningkatan dalam kualitas. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplanatif. Jenis data adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data adalah studi literatur. Teknik analisa data adalah teknik kualitatif. Hasil Penelitian Kompetisi militer di Asia Tenggara menjelang ASEAN security community (ASC) 2015 dapat dijelaskan dengan konsep keamanan nasional, konsep keamanan regionaldan konsep perlombaan senjata. Berdasarkan konsep keamanan nasional maka kebijakan pemerintah setiap negara anggota ASEAN dalam menangani berbagai macam masalah mengenai keamanan nasional masing-masing. Konsep keamanan regionalmenjelaskan tentang tindakan pemerintah menciptakan comprehensive security agar berjalan koperatif bertujuan membangun kerjasama yang semakin erat di antar kawasan ASEAN. Konsep perlombaan senjata akan menjelaskan apakah peningkatan kapabilitas militer yang dilakukan negara-negara anggota ASEAN dapat dikatakan sebagai perlombaan senjata atau tidak. Dan jika kawasan ASEAN bersepakat untuk saling maintenance senjata dan modernization senjata saja, agar tidak terjadi penumpukan senjata yang mengakibatkan konflik atau perang terbuka di kawasan. Persaingan Untuk mengetahui dinamika persenjataan negara-negara Asia Tenggara dapat dilihat melalui tiga indikator utama terdiri atas : 1. Pengeluaran anggaran belanja militer/pertahanan, 2. Pengembangan kekuatan personel angkatan bersenjata, 3. Dinamika kepemilikan/akuisisi dan penggelaran senjata. 1. Persaingan anggaran belanja militer/pertahanan Anggaran militer merupakan ekpresi paling gamblang dari upaya satu bangsa untuk membayar keamanan. Belanja militer adalah komitmen atau organisasi sumber dana untuk tujuan-tujuan mengamankan dan meningkatkan keamanan negara dari ancaman militer, apakah fisik, internal maupun internal. Dalam menelaah kekuatan angkatan bersenjata yang akan dilihat bukan sematamata angkatan bersenjata aktif, tetpi juga komponen-komponen pendukung kekuatan angkatan bersenjata (pasukan cadangan dan pasukan para - militer), komposisi/perimbangan kekuatan angkatan bersenjata per angkatan, distribusi dan proporsinya dengan jumlah penduduk dan luas wilayah. 2. Persaingan akusisi persenjataan 1. Jumlah Personel Militer aktif Jika dicermati, dimensi postur pertahanan, kekuatan dan kemampuan militer masing-masing negara di Asia Tenggara, khususnya dari aspek jumlah personel militer aktif Angkatan darat, angkatan laut, dan angkutan udara, terlihat sangat bervariasi. Dalam tabel 4.2 peneliti mebandingkan jumlah personel militer aktif masing-masing negara di Asia Tenggara. 188

5 Kompetisi Militer di Asia Tenggara Menjelang ASC 2015 (Aisya Hilmi) Vietnam merupakan negara dengan jumlah personel militer aktif terbanyak di kawasan Asia Tenggara yaitu personel, menyusul Myanmar dengan 406 personel. Sementara selisih jumlah personel militer aktif antara Thailand dan Indonesia terlihat relatif tipis. Thailand kini memliki jumlah personel militer aktif sebanyak dan Indonesia sebesar personel. Adapun Brunei Darussalam adalah negara di Asia Tenggara yang paling minim jumlah personel aktifnya yaitu di angka Angkatan Darat Selain jumlah personel militer aktif, variasi kekuatan dan kemampuan militer juga dimiliki oleh angkatan darat. Dari tabel 4.3 berikut ini memperlihatkan jumlah kekuatan militer yang dimiliki oleh angkatan darat masing-masing negara di Asia Tenggara. Terlihat bahwa Vietnam adalah negara dengan jumlah persenjataan AVC terbanyak, yakni unit, disusul Singapura sebesar Dari tabel di atas Singapura tampak sebagai negara yang memiliki persenjataan di hampir semua variasi. Indonesia bahkan berada di bawah Malaysia, Filipina dan Thailand. Khusus dalam hal artileri, kemampuan militer TNI AD masih di bawah rata-rata Vietnam (3.040) dan Thailand (2.473). 3. Angkatan Laut Kekuatan militer juga bisa dilihat dari kekuatan Angkatan Laut. Hanya empat negara di Asia Tenggara yang memiliki kapal selam. Indonesia, Malaysia, dan Vietnam terlihat berimbang karena masing-masing mempunyai dua unit. Sementara, Singapura berada di urutan teratas dalm jumlah kapal selam yaitu sebanyak empat unit. Indonesia memiliki tiga puluh unit, menyusul Thailand dengan dua puluh unit, kemudian Malaysia dan Singapura berimbang di angkat dua belas unit. Thailand unggul dalam jumlah patrol and coastal combatants, yaitu 90 unit, disusul oleh Filipina (62 unit), Myanmar (50 unit) dan Indonesia (41 unit). Indonesia pun harus mengakui Malaysia dalam hal jumlah peralatan amfibi terbanyak di Asia Tenggara yaitu 115 unit. 4. Angkatan Udara Dalam hal jumlah persenjataan udara, Vietnam adalah yang terbanyak 219 unit, disusul oleh Thailand 165 unit, Myanmar 125 unit dan Singapura. Sementara, Indonesia 96 unit berada sedikit di atas Malaysia 125 unit berada sedikit di atas Malaysia yang memiliki 74 unit pesawat tempur. Akan tetapi, Filipina unggul dalam hal jumah helikopter 106 unit, menyusul kemudian adalah Vietnam 87 unit, dan Myanmar 66 unit. Indonesia 38 unit setara dengan Malaysia 37 unit, tetapi berada di bawah jumlah kekuatan helikopter Singapura 64 unit dan Thailand 47 unit. Peringkat yang mengalami peningkatan persenjataan di kawasan Asia Tenggara seperti Singapura, Indonesia, Thailand, Malaysia, Kamboja yang mengalami peningkatan yang signifikan. Sedangkan negara seperti Vietnam, Philipina, Brunei Darussalam, Myanmar, dan Laos tidak mengalami peningkatan yang terlalu signifikan. 189

6 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: Untuk mengetahui apakah benar yang dilakukan oleh negara-negara anggota ASEAN merupakan perlombaan senjata dapat ditinjau melalui empat kondisi dasar oleh Colin Gray yang menunjukkan adanya perlombaan senjata. Pertama, harus ada dua atau lebih negara yang bertikai. Dalam hal ini terdapat beberapa negara anggota yang terlibat dalam konflik, beberapa di antara konflik Thailand-Kamboja atas kuil Preah Vihear, Thailand-Laos mengenai perbatasan wilayah, Malaysia- Filipina mengenai klaim Filipina atas wilayah Sabah, Malaysia-Singapura tentang kepemilikan Pulau Batu Putih (Pedra Branca), Indonesia-Malaysia tentang Sipadan dan Ligitan serta perbatasan maritim di Ambalat.Walaupun sebagian merupakan konflik historis dan saat ini masing-masing negara menjalani masa damai. Negara anggota secara terbuka tidak berlawanan satu sama lain, bahkan saling bekerjasama dalam ASEAN. Kedua, negara yang terlibat perlombaan senjata harus menyusun kekuatan bersenjata dengan perhatian terhadap efektifitas angkatan bersenjata dalam menghadapi, bertempur atau sebagai penangkal terhadap peserta lomba senjata. Dalam konteks ini negara-negara anggota ASEAN memiliki fokus terhadap sistem pertahanan ( defense) seperti pesawat pengintai dan pesawat tanpa awak untuk menjaga keamanan udara, kapal patroli yang dilengkapi dengan senjata ringan dan sistem radar. Hal tersebut menjadi sangat penting mengingat kondisi geografis negara-negara ASEAN yang pada umumnya memiliki wilayah laut. Ketiga, mereka harus berkompetisi dalam kuantitas (SDM, senjata) atau kualitas (SDM, senjata, organisasi, doktrin). Dalam hal ini masing-masing negara jelas terlihat meningkatkan kuantitas dan kualitas baik dalam SDM (jumlah personil) dan persenjataan. Peningkatan kuantitas jelas dapat dilihat seiring berjalannya waktu. Namun peningkatan kuantitas dan kualitas militer yang terjadi tidak mengandung adanya kompetisi di antara negara. Peningkatan tersebut ditujukan untuk keperluan menjaga keamanan baik itu keamanan ekonomi, keamanan lingkungan dan keamanan masyarakat. Keempat, harus ada peningkatan cepat dalam kuantitas danpeningkatan dalam kualitas. Hanya beberapa negara yang memenuhi kondisi tersebut. Di antaranya Indonesia, Thailand dan Vietnam. Berdasarkan empat kondisi di atas, peningkatan kapabilitas militer yang dilakukan oleh negara-negara angota ASEAN dapat dikatakan sebagai perlombaan senjata. Perlombaan senjata tentu memiliki tujuan politik (peningkatan persenjataan disesuaikan unt uk menyeimbangkan atau menandingi kekuatan negara lain). Namun perlu diperhatikan bahwa peningkatan belanja militer yang cepat oleh dua atau lebih negara bertetangga dilakukan untuk persaingan dalam waktu singkat untuk memperbaiki atau mempertahankan kekuatan relatif dan pengaruhnya. Hal yang perlu diperhatikan adalah kompetisi militer di antara negara anggota ASEAN tersebut sebelumnya dikonsultasikan di dalam ARF. Konsultasi tersebut dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kecurigaan yang dapat mengganggu stabilitas hubungan antar negara. 190

7 Kompetisi Militer di Asia Tenggara Menjelang ASC 2015 (Aisya Hilmi) Menurut teori dinamika persenjataan dari Barry Buzan dan Eric Herring, interaksi akan terjadi jika suatu negara meningkatkan kemampuan pertahanan dan persenjataannya. Menurut Buzan, dinamika berupa pembangunan persenjataan juga disebut sebagai rangsangan kepada suatu negara, bahwa persaingaan militer antar negara di mana usaha meningkatkan kemampuan pertahanan salah satu pihak akan menimbulkan ancaman baru bagi pihak lain. Buzan memaparkan juga bahwa peningkatan kemampuan sistem persenjataan suatu negara tidak selamanya berlangsung dalam satu proses kompetisi yang ketat dan tidak selalu dimaksudkan untuk mencapi kemenangan. Tetapi, misalnya bisa saja ditujukan menjadi simbol superioritas suatu negara. Buzan menjelaskan bahwa dinamika persenjataan dapat dijelaskan melalui tiga model: The action-reaction model, domestic structure model dan technological imperative model. Dari ketiga model menurut Barry Buzan penulis fokus menganalisis dengan menggunakan the action reaction model dengan penjelasan sebagai berikut: Model aksi reaksi dipahami sebagai tindakan suatu negara yang meningkatkan kekuatan militernya dan meningkatkan level ancaman sehingga negara lain melihatnya sebagai ancaman dan bereaksi serupa. Selanjutnya hal ini akan menciptakan suatu kondisi dilema keamanan pada suatu negara, dan pada akhirnya akan meningkatkan perlombaan senjata di kawasan.model aksi reaksi dalam kawasan Asia Tenggara dapat dilihat pada beberapa fenomena. Ketika Indonesia, Singapura dan Thailand dilengkapi dengan pesawat tempur F-16, Malaysia melengkapi armada angkatan udaranya dengan multi-role Tornado, F/A18s, MIG 29 jetfighters, dan SU-30 bomber fighter. Ketika Singapura memiliki Scorpene Submarine, hal ini menjadi dorongan bagi Malaysia untuk melengkapi armada angkatan lautnya dengan kapabilitas yang sama yaitu memperoleh French-made Scorpene Submarine. Tahun 2011 Myanmar memperoleh MIG 29 jetfighters, dan hal ini merupakan perkembangan yang mengejutkan, pesawat tempur jenis ini digunakan untuk menangkal pesawat tempur F-16 milik Thailand. Didalam model ini, Model aksi reaksi ini kemudian lebih mengarah kepada arms race antar negara besar. Tujuan dari model ini lebih mengarah kepada reaksi yang ditanggapai oleh negara terhadap aksi pembangunan senjata (arms build-up) negara lain. Oleh sebab itu sebagian besar instrumen militer digunakan untuk tujuan yang bersifat offensive maupun defensive. Terdapat tiga variabel di dalam proses aksi-reaksi yaitu: Magnitude (kedua belah pihak negara memiliki jumlah peralatan militer yang hampir sama). Timming (respon salah satu negara atas peningkatan militer yang hampir sama) Awareness (tingkatkan dimana masing-masing pihak menyadari akan dampak yang mereka perbuat terhadap satu sama lain). Tingkat kesadaran sangat diperlukan dalam meningkatkan atau menurunkan sistem militer, namun seringkali tingkatan kesadaran dalam hal meningkatkan atau menurunkan sistem militer tingkatan kesadaran dalam hal meningkatkan atau menurunkan sistem militer hanya mengacu kepada ancaman dari pihak luar, sehingga 191

8 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: ancaman yang diciptakan oleh diri sendiri kadang terabaikan. Persepsi yang tidak seimbang inilah yang kemudian dijadikan sebagai elemen kunci didalam security dilemma. Jika sebuah negara sangat peka dengan perilaku antar negara dengan mengharapkan sebuah keseimbangan dan mencegah reaksi yang berlebihan. Dengan penjelasan tiga indikator action-reaction modeldi seperti diatas yaitu magnitude, timming dan awareness, penelitian penulis menganalisis menggunakan indikator timming dengan kategori maintenance persenjataan dan modernization persenjataan agar menghindari penumpukan pembelian senjata yang berlebihan dan menghindarkan persepsi ancaman di kawasan ASEAN agar tidak terjadinya konflik atau perang terbuka. Dengan menggunakan analisis indikator timming, ASEAN security community 2015 berjalan dengan baik tanpa adanya konflik atau perang terbuka serta dapat mewujudkan ASEAN security community yang bersifatcomprehensive security di kawasan yang lebih komprehensif untuk mengatasi masalah keamanan secara kooperatif yang bertujuan membangun kerjasama antar negara kawasan ASEAN dan terciptanya rasa percaya di antar negara ASEAN, baik yang berasal dari dalam maupun luar kawasanyang sesuai dengan prinsip-prinsip security regime dan security community sebagai berikut. Prinsip security regime: 1. Terdapat kesepakatan bersama terhadap norma-norma, prinsip-prinsip dan aturan main yang harus dihormati bersama di antara negara-negara yang membentuk rejim keamanan di kawasan. 2. Pengembangan kapabilitas militer masih diperbolehkan namun tetap dalam kerangka penghormatan terhadap nilai-nilai pencegahan konflik terbuka yang telah disepakati bersama. 3. Memfasilitasi proses perdamaian negativ atau bersifat sementara. 4. Pencegahan perang yang bersifat sementara. Prinsip security community: 1. Tidak boleh terjadi lagi perang atau perencanaan perang untuk jangka waktu yang lama. 2. Memfasilitasi perdamaian yang bersifat positif atau jangka panjang. 3. Negara-negara yang sepakat membentuk komunitas keamanan harus dapat menyelesaikan perselisihan diantara mereka dengan cara-cara damai. 4. Pembentukan identitas bersama. Kesimpulan Penelitian ini berusaha untuk mengambil kesimpulan kompetisi militer di Asia Tenggara menjelang ASEAN security community Pada prinsipnya kekuatan militer menjadi salah satu karakteristik yang tidak akan pernah hilang di politik global dan regional. Beberapa negara khususnya di Asia Tenggara akan selalu mempertimbangkan faktor kekuatan militer karena dapat menjadi sarana atau alat untuk mencapai tujuan dan kepentingan nasional, terutama mempertahankan kedaulatan negara. Karena terjadinya kompetisi di kawasan ASEAN mengakibatkan dilema keamanan/ security dilemma. Dengan berkembangnya teknologi, memodernisasinya persenjataan tidak dapat dihindari akan terjadinya security dilemma. 192

9 Kompetisi Militer di Asia Tenggara Menjelang ASC 2015 (Aisya Hilmi) Untuk menghindarinya dibutuhkan transparansi dan kepercayaan. Langkah ASEAN untuk mewujudkan ASEAN security community merupakan upaya untuk menciptakan comprehensive security di kawasan. Langkah ini diambil karena dinilai lebih komprehensif dalam menjawab tantangan-tantangan yang muncul dengan dasar nilainilai dan kepentingan yang sama untuk mengatasi masalah keamanan secara koperatif yang bertujuan membangun kerjasama antar negara dengan menata aturan dan mekanisme untuk menghadapi tantangan-tantangan keamanan, baik yang berasal dari dalam maupun luar kawasan. Namun dengan terbentuknya ASEAN security community tidak menjamin akan keamanan nasional setiap negara anggota, dikarenakan ASEAN security community sendiri tidak memiliki peraturan yang kuat untuk memberikan hukuman kepada negara-negara yang meningkatkan persenjataan. ASEAN security community hanya bersifat non binding seperti ARF dan ASEAN. Dengan menggunakan teori arms dynamic negara-negaraasean perlu untuk maintenance dan modernization persenjataan militernya masing-masing agar tidak terjadinya penumpukan persenjataan yang mengakibatkan terjadinya konflik atau perang terbuka. Saran Sebelum menuju komunitas ASEAN 2015, sebaiknya setiap pemerintah negara harus memiliki kesepakatan untuk menyelesaikan konflik secara internal terlebih dahulu dengan membangun kepercayaan terhadap masing-masing negara ASEAN. Apabila terdapat konflik antar dua negara, sebisa mungkin diselesaikan melalui penyelesaian bilateral. Jika tidak bisa, ASEAN harus mampu menjadi penengah antara negara yang berselisih. Sebisa mungkin kasus perselisihan tidak sampai ke The International Court of Justice, cukup diselesaikan dalam lingkup ASEAN saja. Daftar Pustaka Acharya, Amitav An arms race in post-cold war southeast asia? Prospect for control. Singapura: ISEAS.. Andi, Widjajanto Dinamika persenjataan di Asia Tenggara, GATRA Andre, H. Pareira Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional. Bandung: Pt. Citra Aditya Bakti. Bambang, Cipto Hubungan Internasional di Asia Tenggara: Teropong Terhadap Dinamika dan Masa di Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Buzan, Barry An Introduction to strategic studies: Military technology and International relations. London: Macmillan., and Herring The Arms Dynamic in World Politics. London: Macmilan Press. Bitzinger, A. Richard. (2005). COME THE REVOLUTION Naval War College Review. 193

10 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: Gray S, Collin, The Arms Race Phenomenon, World Politics, Vol.24. Jervis, Robert Cooperation under security dilemma. New York. World Politics. Mochtar, Masoed Ilmu hubungan internasional: disiplin dan metodologi. Jakarta: PT. Pustaka Sinar Harapan. Moh, Mahfud, MD. Sistem pertahanan-keamanan dalam perspektif Indonesia baru, terdapat dalam Moh. Raga, Saputra Pohan Dinamika peresenjataan di Asia Timur anatar China dan Jepang. Tidak dipublikasikan. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Nasrullah, Mirza and M, Sadiw Agreement: Impacts on deterrence stability in South Asia. London: South Asian Strategic Stability Institute. Prasetyo, ASEAN-PRC Political and Security Cooperation: Asian Survey 33. Rudy, T. May Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem International Pasca Perang Dingin. Bandung: Refika. SIPRI Military Expenditure Database, terdapat di 194

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENINGKATAN KAPABILITAS MILITER NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN ABDI KHAIRENDI 1 NIM

ANALISIS KEBIJAKAN PENINGKATAN KAPABILITAS MILITER NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN ABDI KHAIRENDI 1 NIM ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (1): 209-220 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2014 ANALISIS KEBIJAKAN PENINGKATAN KAPABILITAS MILITER NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN 2002-2012

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap BAB V PENUTUP Sejak reformasi nasional tahun 1998 dan dilanjutkan dengan reformasi pertahanan pada tahun 2000 sistem pertahanan Indonesia mengalami transformasi yang cukup substansial, TNI sebagai kekuatan

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar 80% merupakan wilayah lautan. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai jalur alur

Lebih terperinci

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI Introduksi Perbedaan Latar belakang sejarah, status ekonomi, kepentingan nasional,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni Pengertian Dasar & Jenisnya Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional By Dewi Triwahyuni Definisi : Keamanan (security) secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan mempertahankan diri (survival) dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekuatan militer merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga stabilitas negara. Semua negara termasuk Indonesia membangun kekuatan militernya untuk menjaga keamanan

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Selama kurun waktu tahun 2000 hingga 2004 atau berdasarkan tahun pelaksanaan Rencana Strategis (RENSTRA) Pembangunan Pertahanan Tahun 2000-2004, pertumbuhan anggaran pertahanan

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

Lingkungan Strategis XXI

Lingkungan Strategis XXI Lingkungan Strategis XXI Balance of Power ARMS Trade Strategic Environment Force Deployment RMA Unipolar Moment-Concert of Power Differentiation of Distribution of Power Imperial Overstretch Limit of Innovation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN DEPLU RI, ASEAN Selayang Pandang, Deplu RI, 2007

BAB I PENDAHULUAN. Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN DEPLU RI, ASEAN Selayang Pandang, Deplu RI, 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tesis ini akan membahas mengenai bagaimana dinamika keamanan antar negara dikawasan Asia Tenggara pada masa pasca Perang Dingin dengan menggunakan analisis security

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : Pertama, terkait Pengaruh Penerapan ASEAN Community

Lebih terperinci

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL PENDAHULUAN Kajian tentang strategi keamanan juga melandaskan diri pada perkembangan teori-teori keamanan terutama teori-teori yang berkembang pada masa perang dingin

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan BAB V KESIMPULAN Secara keseluruhan, upaya kelima negara China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Korea Utara dalam meningkatkan kekuatan pertahanannya dilakukan untuk memberikan daya gentar terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir menjadi semakin buruk. Penyebabnya adalah pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Laut Cina Selatan sebagai jalur perairan utama dalam kebanyakan ekspedisi laut, yang juga berada diantara negara-negara destinasi perdagangan, dan terlebih lagi

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang terus bertambah tiap tahunnya. Berdasarkan data Departemen

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang terus bertambah tiap tahunnya. Berdasarkan data Departemen 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang terkenal dengan jumlah penduduk yang terus bertambah tiap tahunnya. Berdasarkan data Departemen Perdagangan AS, melalui sensus

Lebih terperinci

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) A. Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) 1. Lahirnya ASEAN (Association of South East Asian Nations) Kerja sama antarbangsa dalam satu kawasan perlu dijalin. Hal itu sangat membantu kelancaran

Lebih terperinci

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA 2008 DAFTAR 151 PEN D A H U l U A N... 1 Latar Belakang Buku Putih.................................. 1 Esensi Buku Putih..............................4

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

MI STRATEGI

MI STRATEGI ------...MI STRATEGI KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, buku "Strategi Pertahanan Negara" yang merupakan salah satu dari produk-produk strategis di bidang pertahanan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Analisa penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan jawaban awal yang telah dirumuskan. Penelitian ini menjelaskan alasan Venezeula menggunakan

Lebih terperinci

STRATEGI MODERNISASI MILITER INDONESIA DALAM PENYEIMBANGAN KEKUATAN MILITER DENGAN NEGARA-NEGARA DI ASIA TENGGARA TAHUN

STRATEGI MODERNISASI MILITER INDONESIA DALAM PENYEIMBANGAN KEKUATAN MILITER DENGAN NEGARA-NEGARA DI ASIA TENGGARA TAHUN STRATEGI MODERNISASI MILITER INDONESIA DALAM PENYEIMBANGAN KEKUATAN MILITER DENGAN NEGARA-NEGARA DI ASIA TENGGARA TAHUN 2008-2014 Oleh : Nanda Iskandar Email : niskandar51@yahoo.com Pembimbing : Pazli,

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR : 7 TAHUN 2008 TANGGAL : 26 JANUARI 2008 KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA A. UMUM. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan usaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON THE FRAMEWORK FOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013 Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PRASETYA PERWIRA TENTARA NASIONAL INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kajian Hubungan-Internasional, hubungan bilateral maupun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kajian Hubungan-Internasional, hubungan bilateral maupun BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul. Dalam kajian Hubungan-Internasional, hubungan bilateral maupun multilateral antar negara biasanya mengalami suatu kondisi dinamika pasangsurut yang disebabkan

Lebih terperinci

MEMBANGUN TIM EFEKTIF

MEMBANGUN TIM EFEKTIF MATERI PELENGKAP MODUL (MPM) MATA DIKLAT MEMBANGUN TIM EFEKTIF EFEKTIVITAS TIM DAERAH DALAM MEMASUKI ERA ASEAN COMMUNITY 2016 Oleh: Dr. Ir. Sutarwi, MSc. Widyaiswara Ahli Utama BPSDMD PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang BAB V KESIMPULAN Fenomena hubungan internasional pada abad ke-20 telah diwarnai dengan beberapa konflik. Terutama di Kawasan Asia Pasifik atau lebih tepatnya kawasan Laut China Selatan. Laut China Selatan

Lebih terperinci

BENTUK KERJA SAMA ASEAN

BENTUK KERJA SAMA ASEAN BENTUK KERJA SAMA ASEAN Hubungan kerja sama negara-negara anggota ASEAN dilakukan di berbagai bidang, antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan lainlain. Hubungan kerja sama ini

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN Dewi Triwahyuni International Relation Department, UNIKOM 2013 Backgroud History 1950an 1980an Hubungan internasional di Asia Tenggara pada

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan hukum internasional sebagai bagian dari hukum yang sudah tua, yang mengatur hubungan antar negara tak dapat dipisahkan dari keberadaannya yang saat ini

Lebih terperinci

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa

Lebih terperinci

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI]

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2015 1 HISTORICAL BACKGROUND 2 Secara geografis kawasan Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE MEMBER STATES OF ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) AND

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 B. Buzan & O. Waever, Regions and Powers: The Structure of International Security, Cambridge University

BAB I PENDAHULUAN. 1 B. Buzan & O. Waever, Regions and Powers: The Structure of International Security, Cambridge University BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan pemilihan judul Tesis ini akan menjelaskan tentang kompleksitas keamanan di kawasan Asia Timur dan implikasinya terhadap peningkatan kekuatan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara-negara dalam melakukan hubungan-hubungan yang sesuai kaidah hukum internasional tidak terlepas dari sengketa. Seperti halnya manusia sebagai makhluk individu,

Lebih terperinci

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA Salah satu langkah penting dalam diplomasi internasional adalah penyelenggaraan KTT Luar Biasa ke-5 OKI untuk penyelesaian isu Palestina

Lebih terperinci

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi.

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi. 1 HARMONISASI KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Oleh I Gusti Ayu Agung Ratih Maha Iswari Dwija Putri Ida Bagus Wyasa Putra Ida Bagus Erwin Ranawijaya Program Kekhususan Hukum Internasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 STATE Miriam Budiardjo: Negara sebagai suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Senin, 14 Februari 2011 PIDATO DR. R.M MARTY M. NATALEGAWA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA I. UMUM Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.403, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHAN. Pengamanan. Wilayah Perbatasan. Kebijakan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGAMANAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb No.580, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengamanan Perbatasan. Pengerahan Tentara Nasional Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGERAHAN

Lebih terperinci

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA by: Dewi Triwahyuni INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT COMPUTER UNIVERSITY OF INDONESIA (UNIKOM) BANDUNG 2013 1 SOUTHEAST ASIA (SEA) 2 POSISI GEOGRAFIS

Lebih terperinci

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi

BAB I. Tenggara dengan luas wilayah sebesar km 2 serta terletak di posisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan luas wilayah sebesar 1.904.569 km 2 serta terletak di posisi strategis yang diapit

Lebih terperinci

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat Kesimpulan Amerika Serikat saat ini adalah negara yang sedang mengalami kemunduran. Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat relatif; karena disaat kemampuan ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta km² dan mempunyai kedalaman sekitar meter. 1 Laut China Selatan

BAB I PENDAHULUAN. juta km² dan mempunyai kedalaman sekitar meter. 1 Laut China Selatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laut China Selatan terletak di antara Samudera Pasifik di sebelah Timur dan Samudera Hindia di sebelah Barat. Laut China Selatan memiliki luas 3.447 juta km²

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja,

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.200, 2015 PERTAHANAN. Pertahanan Negara. 2015-2019 Kebijakan Umum. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE MATERI: ASEAN COMMUNITY DAN REALITAS BANGSA

TERM OF REFERENCE MATERI: ASEAN COMMUNITY DAN REALITAS BANGSA Hari, tanggal : TERM OF REFERENCE MATERI: ASEAN COMMUNITY DAN REALITAS BANGSA Tujuan : Mencapai profil poin 1 1. A. Mahasiswa memahami secara umum salah satu aspek; sosial, ekonomi, budaya, teknologi,

Lebih terperinci

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS DR. Mhd. Saeri, M.Hum (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah wadah bagi negara-negara Asia Tenggara untuk memperjuangkan

Lebih terperinci

Executive Summary. PKAI Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik

Executive Summary. PKAI Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik Executive Summary P emberantasan korupsi di Indonesia pada dasarnya sudah dilakukan sejak empat dekade silam. Sejumlah perangkat hukum sebagai instrumen legal yang menjadi dasar proses pemberantasan korupsi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Perang Dunia Pertama terjadi, tren utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua terjadi Amerika

Lebih terperinci

NATIONAL INSECURITY ; THREATS AND VULNERABILITIES (Ketidakamanan Nasional : Ancaman-Ancaman dan Kemudahan-Kemudahan (peluang) Untuk Diserang)

NATIONAL INSECURITY ; THREATS AND VULNERABILITIES (Ketidakamanan Nasional : Ancaman-Ancaman dan Kemudahan-Kemudahan (peluang) Untuk Diserang) NATIONAL INSECURITY ; THREATS AND VULNERABILITIES (Ketidakamanan Nasional : Ancaman-Ancaman dan Kemudahan-Kemudahan (peluang) Untuk Diserang) Ketidakamanan (insecurity) merupakan perpaduan dari threats

Lebih terperinci