PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN AKTIVITAS MAKAN BAJING TIGA WARNA (Callosciurus prevostii) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN SKRIPSI DAYANI PANDANWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN AKTIVITAS MAKAN BAJING TIGA WARNA (Callosciurus prevostii) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN SKRIPSI DAYANI PANDANWATI"

Transkripsi

1 PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN AKTIVITAS MAKAN BAJING TIGA WARNA (Callosciurus prevostii) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN SKRIPSI DAYANI PANDANWATI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN DAYANI PANDANWATI. D Perilaku yang Berhubungan dengan Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna (Callosciurus prevostii) pada Siang Hari di Penangkaran. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, MRur.Sc. : Dr. Wartika Rosa Farida Bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) termasuk satwa liar yang perlu dilindungi dari kepunahan. Salah satu cara untuk mencegah penurunan populasi dan kepunahan bajing tiga warna diperlukan usaha penangkaran. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara deskriptif mengenai perilaku yang berhubungan dengan aktivitas makan bajing tiga warna pada siang hari di penangkaran. Materi yang digunakan dalam penelitian adalah tiga ekor bajing tiga warna berjenis kelamin betina (1 ekor) dan jantan (2 ekor). Penelitian ini menggunakan analisis data secara deskriptif dengan menggunakan metode one zero sampling yaitu memberikan nilai satu apabila terjadi aktivitas dan nilai nol apabila tidak terjadi aktivitas. Pengamatan dimulai dari pukul WIB sampai dengan pukul WIB dengan interval waktu pengamatan selama 15 menit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh bajing tiga warna pada siang hari dari yang tertinggi ke terendah adalah istirahat (68,62%), lokomosi (13,34%), makan (8,10%), minum (4,05%), grooming (4,53%), defekasi (1,22%) dan urinasi (0,15%). Bajing betina merupakan bajing yang paling aktif jika dibandingkan dengan kedua bajing jantan. Bajing jantan A lebih sedikit melakukan aktivitas daripada kedua bajing lainnya. Jenis pakan yang diberikan selama penelitian adalah biji bunga matahari, jagung, jambu, kelapa, markisa, pepaya. Dari jenis pakan yang disajikan, jambu biji dan pepaya merupakan pakan yang paling disukai. Kata kunci : Bajing tiga warna, perilaku makan, penangkaran

3 ABSTRACT Behaviour related to feeding Activity of Prevost's Squirrel (Callosciurus prevostii) during Daylight in the Captivity D. Pandanwati, A. S. Tjakradidjaja, and W. R. Farida Prevost's squirrel (Callosciurus prevostii) is included in protected wild species list. Concervation is an alternative way to save this species from being extinct. The purpose of this experiment was to obtain information about behaviour that related to feeding activity of prevost's squirrel. The experiment was conducted at capture breeding, Zoology Division, Research Centers for Biology LIPI, Cibinong. The observation were divided into three periods, that were morning, afternoon, and evening. Each of the observation period was further divided into interval time in every 15 minutes. Data were analyzed using one zero sampling method. The results indicated that the activites of prevost's squirrel during daylight from the highest to the lowest are resting activity (68.62%), locomotion (13.34%), eating (8.10%), drinking (4.05%), grooming (4.53%), defecation (1.22%) and urination (0.15%). Resting activity is the highest activity which is done by the squirrel. During daylight feeds given are sunflower seed, sweet corn, guava, coconut, poison fruit and papaya. From all of these feeds, squirrel likes guava and papaya very much. Key Word : Callosciurus prevostii, feeding behaviour, captivity

4 PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN AKTIVITAS MAKAN BAJING TIGA WARNA (Callosciurus prevostii) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN DAYANI PANDANWATI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN AKTIVITAS MAKAN BAJING TIGA WARNA (Callosciurus prevostii) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN Oleh : DAYANI PANDANWATI D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 10 September 2009 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Anita S. Tjkradidjaja, MRur. Sc. Dr. Wartika Rosa Farida NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr. NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 21 Januari 1986 dan merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Djonny Harijanto dan Ibu Nanik Hariani. Pendidikan Penulis diawali dari Sekolah Dasar Negeri Kandangan V Kediri pada tahun 1992 kemudian dilanjutkan ke SDN Jombang 2 Ciputat pada tahun Penulis menempuh pendidikan lanjutan di SLTP Negeri 3 Kediri tahun 1998 dan lulus dari SMUN 1 Kediri tahun Setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah menengah atas, Penulis melanjutkan pendidikan untuk memperoleh gelar sarjana pada tahun 2004 di Institut Pertanian Bogor, program studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur SPMB.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas karunia dan nikmat-nya sehingga skripsi yang berjudul Perilaku yang Berhubungan dengan Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna (Callosciurus prevostii) pada Siang Hari di Penangkaran ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian di Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong mulai dari bulan Juli 2008 sampai bulan Agustus Bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) termasuk dalam daftar satwa liar yang dilindungi. Penangkaran sebagai salah satu upaya penyelamatan satwa liar dari kepunahan, namun informasi mengenai perilaku bajing tiga warna di penangkaran masih terbatas sehingga mendorong dilakukannya penelitian ini. Informasi mengenai aktivitas makan dan pemilihan pakan dapat membantu keberhasilan dan pemeliharan satwa liar selama di penangkaran. Apabila keberhasilan tersebut tercapai maka secara tidak langsung dapat membantu kelestarian dari ekosistem satwa liar yang ada di Indonesia. Akhir kata Penulis berharap semoga skripsi yang masih jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Sehingga nantinya dapat dijadikan pembanding bagi penelitian penelitian mengenai perilaku bajing tiga warna lebih lanjut maupun sebagai referensi bagi pembaca. Amin. Bogor, Agustus 2009 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Bajing tiga warna... 3 Perilaku... 4 Konsumsi Pakan... 5 Jenis Pakan... 6 Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus)... 6 Jagung Manis (Zea mays)... 7 Jambu Biji (Psidium guajava)... 7 Kelapa (Cocos nucifera)... 7 Markisa (Passiflora flavicarva)... 8 Pepaya (Cacarica papaya)... 8 Penangkaran... 9 METODE Waktu dan Lokasi Materi Hewan Penelitian Kandang Peralatan Bahan Pakan Rancangan Peubah Yang Diamati Prosedur Pengamatan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Penangkaran ii iii iv v vi viii ix x

9 Aktivitas Bajing Tiga Warna Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Aktivitas Makan Aktivitas makan Aktivitas Minum Aktivitas Defekasi Aktivitas Urinasi Aktivitas yang Mempengaruhi Aktivitas Makan Aktivitas Istirahat Aktivitas Lokomosi Aktivitas Grooming Pemilihan Pakan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 35

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Urutan Pemilihan Pakan Bajing Tiga Warna selama di Penangkaran Kandungan Nutrisi Pakan Penelitian Bajing Tiga Warna... 27

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bajing Tiga Warna di Penangkaran Persentase Aktivitas Bajing Tiga Warna (C. prevostii) Selama Pengamatan Persentase Aktivitas Bajing Tiga Warna (C. prevostii) Jantan dan Betina Persentase Aktivitas yang Berhubungan Langsung Dengan Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna Persentase Aktivitas yang Berhubungan Langsung Dengan Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Persentase Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Persentase Aktivitas Minum Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Persentase Aktivitas Defekasi Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Persentase Aktivitas Urinasi Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Persentase Aktivitas yang Mempengaruhi Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna Persentase Aktivitas yang Mempengaruhi Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Persentase Aktivitas Istirahat Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Persentase Aktivitas Lokomosi Bajing Tiga Warna Persentase Aktivitas Grooming Bajing Tiga Warna... 25

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data Suhu dan Kelembaban Selama Pengamatan Rataan Aktivitas Bajing Tiga Warna Betina di Penangkaran Persentase Rataan Aktivitas Bajing Tiga Warna Betina di Penangkaran Rataan Aktivitas Bajing Tiga Warna Jantan A di Penangkaran Persentase Rataan Aktivitas Bajing Tiga Warna Jantan A di Penangkaran Rataan Aktivitas Bajing Tiga Warna Jantan B di Penangkaran Persentase Rataan Aktivitas Bajing Tiga Warna Jantan A di Penangkaran Rataan Aktivitas Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina di Penangkaran Persentase Aktivitas Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina di Penangkaran. 41

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan yang luas. Keragaman flora dan fauna menyebar secara merata di seluruh kepulauan Indonesia. Perkembangan zaman, pertambahan jumlah penduduk dan pembukaan hutan telah menyebabkan populasi satwa liar di hutan semakin menurun. Penyebab lainnya adalah pemanfaatan hutan sebagai lahan pertanian, pemukiman, pemburuan liar yang tidak terkontrol, pembalakan hutan dan kebakaran hutan yang telah merusak ekosistem hutan. Pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan menjadi ancaman utama dalam kepunahan satwa liar. Satwa liar merupakan salah satu komponen dalam ekosistem hutan sehingga kerusakan hutan akan mempunyai dampak yang besar terhadap kelestarian satwa liar. Pola konservasi satwa liar bertujuan untuk melestarikan kehidupannya melalui sistem pengelolaan yang berimbang antara habitat dengan populasinya. Kehidupan satwa dapat dilestarikan apabila memiliki habitat yang cocok, baik untuk tempat tinggal, mencari makan, minum, tempat berlindung maupun untuk berkembang biak. Bagi beberapa daerah, satwa liar bebas diburu dan dianggap sebagai hama yang sering mengganggu tanaman di lading. Bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) termasuk jenis satwa liar yang dilindungi dari kepunahanan. Penangkaran merupakan salah satu cara penyelamatan satwa liar dari kepunahan. Pemeliharaan hewan di dalam penangkaran merupakan salah satu sistem pelestarian secara ex situ. Dalam hal ini perlu diupayakan habitat yang mendekati habitat aslinya yang meliputi lingkungan untuk tempat tinggal, berlindung, istirahat dan tersedia pakan yang sesuai dengan kebutuhan. Satwa liar mempunyai tingkah laku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tingkah laku makan secara umum meliputi menangkap, makan, mengunyah dan menelan. Tingkah laku makan meliputi aktivitas makan dan minum. Informasi mengenai perilaku makan bajing di penangkaran hingga saat ini sangat terbatas sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai aktivitas makan bajing tiga warna.

14 Perumusan Masalah Bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) merupakan satwa liar yang dilindungi dari kepunahan. Penangkaran merupakan salah satu cara untuk mencegah penurunan populasi dan kepunahan bajing tiga warna. Informasi mengenai perilaku yang berhubungan dengan aktivitas makan bajing tiga warna di penangkaran sangat terbatas sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat menunjang sistem pemeliharaan bajing tiga warna agar menjadi lebih baik sehingga dapat mempertahankan populasinya di masa yang akan datang. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara deskriptif mengenai perilaku yang berhubungan dengan aktivitas makan bajing tiga warna pada siang hari di Penangkaran Mamalia Kecil, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong.

15 TINJAUAN PUSTAKA Bajing Tiga Warna Bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) merupakan jenis mamalia pengerat yang termasuk famili Sciuridae. Bajing tiga warna dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Prevost s squirrel atau Asian tri-colored squirrel (Oakland Zoo, 2001). Bajing dan tupai memiliki perbedaan, tupai sepintas mirip dengan bajing, tetapi berbeda anatomi dan perilakunya. Tupai mempunyai moncong lebih panjang (bagian muka, mulut dan hidung), sedangkan bajing tidak demikian (Agus, 2007). Menurut Hoffman (2003), klasifikasi bajing tiga warna adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Famili : Sciuridae Genus : Callosciurus Species : Callosciurus prevostii (Desmarest, 1822) Gambar 1. Bajing tiga warna di Penangkaran Foto : Dayani (2008) Bajing ini tersebar luas di bagian selatan Thailand, di beberapa bagian kepulauan Indonesia, terutama Sumatera dan Kalimantan, dan banyak pulau kecil di Asia Tenggara serta Semenanjung Malaysia (Corbett dan Hill, 1992). Bajing juga ditemukan di utara Sulawesi dimana telah diperkenalkan oleh Musser pada tahun 1987 (Duckworth dan Hedges, 2008).

16 Menurut Duckworth dan Hedges (2008), bajing tiga warna merupakan hewan diurnal yang aktif sepanjang pagi dan siang hari. Selain itu, bajing juga merupakan jenis hewan arboreal karena hampir sepanjang hidupnya dihabiskan di atas pohon. Bajing hanya akan turun ke bawah pada saat mencari makanan. Bajing membuat sarang di atas pohon dengan menggunakan ranting atau dedaunan. Bajing tiga warna memiliki tiga macam warna rambut yang berbeda. Punggung berwarna hitam, dengan sisi berwarna putih, dan sisi bawah berwarna merah-coklat (Heaney, 1978). Bajing memiliki ukuran panjang tubuh antara 15 sampai 25 cm (Oakland Zoo, 2001). Bahan pakan bajing terdiri atas kacangankacangan, buah-buahan dan biji-bijian dan juga serangga beserta telurnya (Heaney, 1978). Musim perkawinan bajing tiga warna adalah sepanjang tahun, namun demikian puncaknya adalah antara bulan Juni dan Agustus. Lama kehamilannya adalah 40 hari dan tiap kali beranak menghasilkan 3-4 ekor anak (Nowak, 1999). Perilaku Perilaku satwa adalah respon atau ekspresi satwa oleh adanya rangsangan atau stimulus atau agent yang mempengaruhinya. Ada dua macam rangsangan yaitu rangsangan dalam dan rangsangan luar. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi, dorongan alat insentif sebagai akibat aktivititas. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis dan rangsangan kimia (Mukhtar, 1986). Perilaku hewan adalah gerak gerik hewan dan cenderung dianggap sebagai gerak atau perubahan gerak, termasuk dari bergerak ke tidak bergerak (Tinbergen, 1969). Perilaku merupakan cara hewan itu berinteraksi secara dinamik dengan lingkungannya, baik dengan mahluk lain maupun dengan benda-benda (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985). Menurut Prijono dan Handini (1998), perilaku juga dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan. Salah satu yang mempengaruhi munculnya perilaku hewan adalah adanya rangsangan yang berasal dari dalam tubuh hewan tersebut ataupun dari lingkungannya. Perilaku seekor hewan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam (hormon dan sistem saraf) dan faktor dari luar (cahaya, suhu dan kelembaban). Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969).

17 Menurut Alikodra (1990), fungsi utama tingkah laku adalah untuk memungkinkan seekor hewan menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan keadaan, baik dari luar maupun dari dalam. Tingkah laku ini berkembang sesuai dengan perkembangan dari proses belajar. Satwa liar mempunyai tingkah laku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk mempertahankan hidupnya, satwa liar melakukan kegiatan-kegiatan yang agresif, melakukan persaingan dan bekerja sama untuk mendapatkan makanan, perlindungan, pasangan untuk kawin, reproduksi dan sebagainya. Mukhtar (1986) menyatakan bahwa pola perilaku dapat dikelompokkan ke dalam 9 sistem perilaku yaitu sebagai berikut : 1. Perlaku ingestif, yaitu perilaku makan dan minum 2. Shelter seeking (mencari perlindungan), yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya. 3. Perilaku agonistik, yaitu perilaku persaingan atau persaingan antara dua satwa sejenis, umum terjadi selama musim kawin. 4. Perilaku seksual, yaitu perilaku peminangan (courtship behaviour), kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan antara satwa jantan dan betina satu jenis. 5. Care giving atau epimelitik atau perilaku pemeliharaan, yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour) dan memberi bantuan kepada individu lain yang menderita tekanan (succorant behaviour). 6. Care soliciting atau et-epimelitik atau perilaku meminta dipelihara, yaitu perilaku individu muda untuk dipelihara dan diperhatikan oleh yang dewasa. 7. Perilaku eliminatif, yaitu perilaku membuang kotoran. 8. Perilaku allelometik, yaitu perilaku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan. 9. Perilaku investigatif, yaitu perilaku memeriksa lingkungan Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan dan yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi (Tillman et al., 1991). Sedangkan Parakkasi (1999) menyatakan tingkat konsumsi (voluntary feed intake)

18 adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan secara ad libitum. Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah hewan itu sendiri, pakan yang diberikan dan lingkungan. Kategori sumber pakan menurut Fleagle (1988) ada tiga yaitu : 1. Struktural, yaitu bagian tumbuhan yang meliputi daun, batang, cabang dan materi tumbuhan lainnya yang mengandung struktur karbohidrat (selulosa); 2. Bagian reproduktif, yaitu organ tumbuhan seperti tunas bunga, bunga dan buah (matang atau mentah); 3. Materi dari hewan, yaitu makanan yang berasal dari hewan baik vertebrata maupun invertebrata. Menurut Tilman et al. (1991), nutrisi yang terkandung dalam pakan yang dikonsumsi akan sangat penting bagi setiap bentuk kehidupan, karena dapat digunakan untuk bertahan hidup, pertumbuhan, produksi dan reproduksi. Dari segi nutrisi perlu diperhatikan bahan kering, protein, energi dan mineral. Kebutuhan hewan untuk tumbuh normal, tergantung pada banyak hal seperti spesies, umur, jenis kelamin, fase pertumbuhan dan fase reproduksi. Menurut Sutardi (1980), selera makan hewan mempengaruhi konsumsi, dimana selera makan merupakan faktor internal yang merangsang rasa lapar pada hewan, faktor lain yang mempengaruhi konsumsi adalah kesehatan hewan. Ditambahkan pula oleh Parakkasi (1986) bahwa faktor makanan yang meliputi sifat fisik dan komposisi kimia akan mempengaruhi tingkat konsumsi. Jenis Pakan Pakan memegang peranan penting dalam suatu usaha penangkaran. Menurut Prijono dan Handini (1998), untuk menjaga kesehatan dan mempertahankan hingga umur yang panjang, dibutuhkan pakan yang kaya akan zat makanan. Beberapa zat makanan utama yang terdapat dalam bahan makanan adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta air. Oleh karena itu, pemberian pakan yang bervariasi sangat dianjurkan daripada hanya satu atau dua jenis pakan. Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus) Bagian yang paling banyak dimanfaatkan dari bunga matahari adalah bijinya. Selain itu bagian akar, bunga dan daun juga mempunyai khasiat tersendiri. Biji dari

19 tanaman bunga matahari kaya akan serat dan asam lemak tak jenuh, kandungan senyawa yang terdapat di dalamnya antara lain : minyak, tannin, vitamin B1, vitamin B3, dan vitamin B6, juga vitamin E yang sangat penting untuk kesehatan dan juga kaya akan kalsium dan zat besi. Komposisi gizi biji bunga matahari per 100 gram adalah air 1 g, energi 619 kcal, protein 17,21 g, total lemak 56,8 g, karbohidrat 20,59 g, serat 11,5 g dan ampas 4,4 g (Dewayanie, 2007). Jagung (Zea mays) Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda. Kandungan nutrisi jagung manis per 100 gram adalah kadar air 75,9 %, protein 3,22 g, lemak 1,18 g, energi 86 (kkal) (Maynard dan Loosli, 1993). Jambu Biji (Psidium guajava) Buah jambu biji bulat menyerupai bentuk pir atau berry, berdiameter 5 cm. Kulit buah jambu biji tipis, berwarna kuning kehijauan. Daging buah dapat berwarna putih, kuning, merah muda atau dapat pula berwarna merah. Buah bervariasi dalam ukuran, intensitas aroma dan rasa (Bourke, 1976). Jambu biji mengandung berbagai zat gizi yang dapat digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Kandungan kadar gizi yang terdapat dalam 100 g buah jambu biji masak segar adalah kalori 49 kal, vitamin A 25 SI, vitamin B1 0,05 mg, vitamin C 87 mg, kalsium 14 mg, hidrat arang 12,2 g, fosfor 28 mg, besi 1,1 mg, protein 0,9 mg, lemak 0,3 g, dan air 86 g (Departemen Pertanian, 2002). Kelapa (Cocos nucifera) Kelapa (Cocos nucifera) termasuk jenis tanaman palma yang mempunyai buah berukuran cukup besar. Batang pohon kelapa umumnya berdiri tegak dan tidak

20 bercabang, dan dapat mencapai meter lebih. Daunnya berpelepah, panjangnya dapat mencapai 3-4 meter lebih dengan sirip-sirip lidi yang menopang setiap helaian. Buahnya terbungkus dengan serabut dan batok yang cukup kuat sehingga untuk memperoleh buah kelapa harus dikuliti terlebih dahulu. Kelapa yang sudah besar dan subur dapat menghasilkan 2-10 buah kelapa setiap tangkainya (Ronans, 2009). Kandungan gizi kelapa per 100 g adalah air 83,3 g, protein 1 g, lemak 0,9 g, energy 68 kcal, karbohidrat 14 g, dan vitamin 4 g (Rindengan dan Novarianto, 2004). Markisa (Passiflora flavicarva) Markisa adalah tanaman yang menjalar. Buah markisa mengeluarkan sulur paut dari pangkal daun. Bentuk daunnya bulat membujur dan rata di tepi, berukuran kira-kira 6-7 cm dan mempunyai berat sebesar 8 g. Warna buah berwarna hijau muda pada mulanya dan kemudian akan berubah menjadi ungu tua atau kuning ketika masak. Markisa mempunyai rasa dan bau yang sedap apabila matang (Ahmad, 1999). Markisa banyak mengandung asam-asam organik seperti sitrat, malat, suksinat, malonat, askorbat, dan asam-asam volatile (mudah menguap). Setiap 100 g markisa mengandung : air 75 g, protein 2,2-2,5 g, karbohidrat g, kanji 2,5-3,5 g, lemak 0,75-1,5 g, abu 0,6-0,8 g, unsur surih 1,5-2,5 g, vitamin A 500 i.u, vitamin B1,8 mg, vitamin C20-30 mg, gula penurun 6,5-8,0 g, gula bukan penurun 1,5-3,0 g (Ahmad, 1999). Selain mempunyai citarasa dan aroma yang unik, markisa merupakan sumber pro-vitamin A, vitamin C, niacin, dan riboflavin. Kulit buah markisa dapat dijadikan makanan ternak (Ahmad, 1999). Pepaya (Carica papaya) Buah pepaya dimakan dagingnya, baik ketika muda maupun masak. Pepaya dimanfaatkan pula daunnya sebagai sayuran dan pelunak daging. Getah pepaya (dapat ditemukan di batang, daun, dan buah) mengandung enzim papain, semacam protease, yang dapat melunakkan daging dan mengubah konformasi protein lainnya. Daun pepaya juga berkhasiat obat dan perasannya digunakan dalam pengobatan tradisional untuk menambah nafsu makan (Setiawan, 2006). Buah pepaya mengandung enzim papain, alkaloid karpaina, pseudo karpaina, glikosid, karposid, saponin, beta karotene, pectin, d-galaktosa, l-arabinosa, papain,

21 papayotimin papain, vitokinose, glucoside cacirin, karpain, papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, siklotransferase (Setiawan, 2006). Penangkaran Penangkaran satwa liar adalah pembiakan dan pemeliharaan satwa liar dalam keadaan terkurung oleh manusia untuk mencapai sasaran tertentu (Alikodra, 1993). Penangkaran adalah salah satu proses menuju domestikasi yang prinsipnya adalah pemeliharaan dan perkembangan sejumlah satwa liar yang sampai batas-batas tertentu dapat diambil dari alam, tetapi untuk selanjutnya pengembangannya hanya diperkenankan mengambil dari keturunan-keturunan yang berhasil ditangkarkan. Menurut Thohari (1987), penangkaran adalah suatu kegiatan untuk mengembangbiakkan jenis-jenis satwa liar dan tumbuhan alam yang tujuannya untuk memperbanyak populasi dengan mempertahankan kemurnian jenisnya sehingga kelestarian dan keberadaanya di alam dapat dipertahankan. Jenis satwa liar yang perlu ditangkarkan adalah yang secara alami populasinya mengalami penurunan secara tajam dari waktu ke waktu sehingga terancam punah. Satwa yang mempunyai nilai potensi ekonomi dan tingkat pemanfaatan bagi manusia terus bertambah sehingga terancam kelestariannya. Berdasarkan tujuannya penangkaran dibagi menjadi dua yaitu penangkaran untuk budidaya dan penangkaran untuk konservasi (Kartika, 2000).

22 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Juli hingga akhir Agustus 2008 di Penangkaran Mamalia Kecil, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong. Materi Hewan Penelitian Hewan penelitian yang digunakan adalah tiga ekor bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) berjenis kelamin betina (1 ekor) dan jantan (2 ekor). Ketiga bajing tiga warna berasal dari pulau Belitung dengan umur rata - rata 1,5 tahun. Kandang Kandang yang digunakan berbentuk kandang individu sebanyak tiga buah kandang. Kandang tersebut memiliki ukuran panjang, lebar dan tinggi masingmasing adalah 2 X 2 X 2,5 m. Sistem perkandangan yang digunakan adalah sistem kandang setengah tertutup (semi closed). Udara dapat keluar masuk dengan bebas. Sinar matahari pun dapat masuk kandang. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum, batang bambu yang dipasang bersilang untuk bermain dan kotak tidur yang berukuran panjang x lebar x tinggi yaitu 37 X 32 X 41 cm. Peralatan Peralatan yang digunakan adalah termohigrometer (untuk mengukur suhu dan kelembaban udara), tempat pakan, tempat minum, jam atau pencatat waktu (untuk membatasi interval pengamatan), peralatan untuk kebersihan, timbangan digital dan alat tulis. Bahan Pakan Bahan pakan yang diberikan berupa buah-buahan segar dan biji-bijian seperti biji bunga matahari (Helianthus annuus), jagung (Zea mays), jambu biji (Psidium guajava), kelapa (Cocos nucifera), markisa (Passiflora flavicarva) dan pepaya (Carica papaya). Pakan diberikan untuk memenuhi kebutuhan bajing tiga warna. Bahan pakan ini berasal dari pasar tradisional yang ada di sekitar pusat penangkaran.

23 Pakan dan air minum diberikan satu kali dalam sehari saat pagi hari dan diberikan ad libitum. Rancangan Peubah yang Diamati Peubah yang diamati selama penelitian adalah : 1. Aktivitas yang berhubungan langsung dengan aktivitas makan, meliputi : Makan : Memilih, mencium, menggigit pakan, memasukkan makanan ke mulut, mengunyah, menelannya, kemudian memuntahkan dan memakannya kembali Minum : Memasukkan cairan ke dalam mulut dan menelannya Urinasi : Mengeluarkan kotoran dalam bentuk cairan Defekasi : Mengeluarkan kotoran dalam bentuk padat 2. Aktivitas yang mempengaruhi aktivitas makan, terdiri dari : Lokomosi : Bergerak atau melompat, bergelayutan, berpindah tempat, bergeser, berjalan, bangun tidur, menguap, meregangkan tubuh, bersuara Grooming : Membersihkan atau merawat diri, menggaruk-garuk dan menjilati setiap bagian tubuh Istirahat : Diam, sama sekali tidak melakukan aktivitas 3. Pengamatan pemilihan dan urutan pengambilan jenis pakan yang dikonsumsi Prosedur Pengamatan Penelitian diawali terlebih dahulu penelitian preliminary yaitu penelitian pendahuluan yang dilakukan selama satu minggu. Pengamatan dilakukan mulai pukul WIB. Waktu pengamatan dibagi tiga periode yaitu pagi ( WIB), siang ( WIB) dan sore hari ( WIB). Setiap periode pengamatan dibagi lagi dengan interval waktu selama 15 menit. Aktivitas yang diamati kemudian dicatat. Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan setiap hari pada pagi, siang, dan sore hari. Pengamatan pada pemilihan pakan dilakukan dengan cara melihat urutan

24 jenis pakan yang dimakan dari semua jenis pakan yang diberikan. Preferensi bajing terhadap pakan yang diberikan juga diamati dan kemudian dicatat. Analisis Data Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan deskriptif. 1. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui persentase aktivitas bajing tiga warna dengan menggunakan metode one zero sampling yaitu angka satu apabila ada aktivitas dan angka nol apabila tidak ada aktivitas pada periode pengamatan (Martin dan Bateson, 1988). Penghitungan persentase aktivitas setiap individu adalah sebagai berikut : X Persentase perilaku = X 100 % Y Keterangan : X = Frekuensi satu perilaku yang diamati dalam pengamatan Y = Frekuensi seluruh perilaku yang diamati dalam pengamatan 2. Analisis Deskriptif Data yang sudah dianalisis secara kuantitatif kemudian dianalisis secara deskriptif dengan cara dibuat dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam suatu kalimat yang dapat menjelaskan dan menyimpulkan hasil penelitian.

25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Penangkaran Secara umum kondisi lingkungan yang ada di sekitar kandang mempengaruhi aktivitas bajing tiga warna, seperti kondisi kandang, cuaca, suhu, kelembaban dan tingkat kebisingan. Penangkaran terletak di Desa Sampora, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Letak kandang bajing tiga warna dekat dengan perkampungan penduduk, namun cukup jauh dari jalan utama yang sering dilalui kendaraan dan pejalan kaki. Keadaan ini tidak terlalu berpengaruh pada aktivitas bajing tiga warna, karena satwa tersebut telah beradaptasi dengan lingkungan kandang. Ukuran kandang yang luas dengan ruang ventilasi yang cukup membuat bajing tiga warna bebas bergerak dan udara bebas keluar masuk kandang sehingga tidak menimbulkan kepengapan di dalam kandang. Menurut Tillman et al. (1991), kandang yang berventilasi baik dapat menjamin aliran udara yang terus menerus melewati kandang dan sekitar hewan. Menurut Anggraeni (2006), ventilasi yang baik juga akan mencegah seminimal mungkin debu dan kadar bau-bauan yang dapat mempengaruhi kesehatan hewan secara langsung. Rataan suhu yang tercatat selama penelitian adalah pada pagi 25,3 0 C, siang 30,8 0 C dan sore 30,1 0 C serta kelembaban masing - masing sebesar 82,2%; 63,7% dan 65%. Kondisi suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada pagi hari serta suhu tinggi dan kelembaban rendah pada siang hari akan berpengaruh terhadap kondisi dan aktivitas bajing tiga warna. Suhu di penangkaran hampir mendekati suhu asal bajing tiga warna hidup yaitu Pulau Belitung dimana suhu maximum 29,9 0 C dan suhu minimumnya 24,9 0 C serta kelembaban sebesar 83,1%. Aktivitas Bajing Tiga Warna Peubah yang diamati selama pengamatan bajing tiga warna di penangkaran meliputi aktivitas makan, minum, urinasi, defekasi, grooming, lokomosi, dan istirahat. Secara keseluruhan aktivitas bajing tiga warna yang diamati terdiri dari dua macam yaitu aktivitas yang berhubungan langsung dengan aktivitas makan (makan, minum, urinasi, dan defekasi) dan aktivitas yang mempengaruhi aktivitas makan (lokomosi, grooming, dan istirahat). Gambar 2 menunjukkan persentase aktivitas bajing tiga warna.

26 70,00 68,62 Persentase Aktivitas (%) 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 Defekasi 1,22 Grooming 4,53 Istirahat Lokomosi 13,34 Makan Aktivitas Harian 8,10 Minum 4,05 Urinasi Gambar 2. Persentase Aktivitas Bajing Tiga Warna (C. prevostii) Selama Pengamatan Aktivitas harian tertinggi bajing tiga warna selama pengamatan adalah istirahat sebesar 68,62% dari total seluruh aktivitas (Gambar 2). Anggraeni (2006) menyatakan perilaku istirahat yang dominan tidak mengindikasikan rendahnya aktivitas selama di penangkaran. Hal ini dikarenakan setiap kali bajing tiga warna melakukan aktivitas makan, minum, defekasi, urinasi, grooming dan lokomosi selalu diselingi dengan aktivitas istirahat. Selain itu, mungkin disebabkan pengaruh suhu yang tinggi sebesar 30,82% sehingga udara terasa panas pada siang hari. Kondisi ini menyebabkan bajing lebih banyak menghabiskan waktunya untuk beristirahat. Lokomosi merupakan aktivitas tertinggi kedua yang kemudian diikuti dengan aktivitas makan, minum, grooming, defekasi dan aktivitas terendah adalah urinasi sebesar 0,15 %. 0,15 Persentase Aktivitas (%) 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 1,64 Defekasi 0,58 1,29 6,66 Grooming 1,08 5,06 Istirahat 64,46 82,56 62,14 Lokomosi 9,10 15,58 Aktivitas Harian 14,37 Makan 6,33 10,11 7,48 Minum 1,45 0,14 Urinasi 0,11 9,49 0,21 Betina Jantan A Jantan B 0,16 Gambar 3. Persentase Aktivitas Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina

27 Selama pengamatan diketahui persentase aktivitas istirahat merupakan yang tertinggi dari semua aktivitas yang dilakukan oleh ketiga bajing tiga warna tersebut. Bajing jantan A lebih sedikit melakukan aktivitas jika dibandingkan ke dua bajing lainnya. Aktivitas istirahat jantan A lebih besar dibandingkan jantan B dan betina. Ini dikarenakan sifat jantan A berbeda dengan kedua bajing lainnya. Bajing A lebih banyak menghabiskan waktunya dengan bersembunyi di dalam kotak tidur dan akan keluar jika merasa lapar. Berdasarkan Gambar 3 diketahui bajing betina merupakan bajing yang aktif jika dibandingkan dengan kedua ekor bajing jantan. Ini dibuktikan dengan tingginya aktivitas lokomosi bajing betina daripada kedua bajing jantan. Tingginya aktivitas lokomosi ini diimbangi dengan meningkatnya aktivitas makan dan grooming. Aktivitas lokomosi yang tinggi menyebabkan peningkatan aktivitas makan (Indarwati, 2007). Kondisi ini dikarenakan kebutuhan energi bajing yang banyak terkuras setelah aktivitas lokomosi sehingga melakukan aktivitas makan. Hal ini juga akan mempengaruhi peningkatan aktivitas grooming dikarenakan saat melakukan aktivitas makan selalu diselingi dengan aktivitas grooming. Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Aktivitas Makan Aktivitas yang berhubungan langsung dengan aktivitas makan meliputi aktivitas makan, minum, urinasi dan defekasi. Persentase aktivitas yang berhubungan dengan aktivitas makan yang tertinggi merupakan aktivitas makan sebesar 8,10%, kemudian diikuti dengan aktivitas minum, defekasi dan yang terendah urinasi sebesar 0,15% seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Persentase Aktivitas (%) 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 8,1 4,05 1,22 0,15 Makan Minum Defekasi Urinasi Aktivitas Harian Gambar 4. Persentase Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna

28 Persentase Aktivitas (%) 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 10,11 6,33 7,48 1,45 0,14 9,49 1,64 0,58 1,29 0,11 0,21 Betina Jantan A Jantan B 0,16 0,00 Makan Minum Defekas i Urinas i Aktivitas Harian Gambar 5. Persentase Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa aktivitas makan bajing betina merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan kedua jantan yaitu sebesar 10,11% dari total seluruh aktivitas harian dan kemudian diikuti dengan aktivitas defekasi, minum dan urinasi. Aktivitas minum jantan B merupakan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan jantan A dan betina. Sedangkan jantan A lebih sering melakukan aktivitas urinasi daripada jantan B dan betina. Hal ini dapat dikarenakan sifat dari jantan A yang mudah terkejut sehingga menimbulkan aktivitas urinasi. Aktivitas Makan Tingkah laku makan dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu lingkungan, jenis makanan yang tersedia dan habitat (Warsono, 2002). Sebelum melakukan aktivitas makan, biasanya bajing tiga warna akan memilah pakan terlebih dahulu. Untuk pakan jenis buah-buahan terlebih dahulu digigit dan dijilati untuk menyerap air buah, setelah itu bajing akan menyemburkan biji-bijian yang ada dalam buah. Biji bunga matahari sebelum dimakan terlebih dahulu dipegang dengan kedua tangannya, kemudian kulitnya dikelupas dengan bantuan gigi. Menurut Fraser (1974), perilaku makan pada hewan umumnya meliputi aktivitas makan dan minum, mencari sumber pakan yang potensial, pemilihan pakan, memakan dan menelannya. Bajing tiga warna betina lebih senang makan dengan posisi menggantung terbalik di atas tempat pakan. Berbeda dengan jantan A yang sebelum makan selalu melihat sekeliling terlebih dahulu. Jantan ini sangat pemalu karena itu aktivitas makannya lebih cepat dari kedua bajing lainnya. Sedangkan

29 jantan B, lebih suka makan dengan posisi duduk (berjongkok). Biasanya hewan ini akan makan di samping tempat pakan. Persentase Aktivitas (%) 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0, Betina Jantan A Jantan B Waktu Pengamatan Gambar 6. Persentase Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Aktivitas makan bajing tiga warna selama di penangkaran sebesar 8,10% dari total seluruh aktivitas harian. Pada Gambar 6 diketahui aktivitas makan tertinggi yang diamati selama di penangkaran terjadi pada pukul WIB. Tingginya aktivitas makan ini berhubungan erat dengan waktu pemberian pakan yang diberikan pada pagi hari. Kondisi ini juga dapat disebabkan pada malam hari bajing tiga warna tidak melakukan aktivitas makan sehingga merasakan rasa lapar pada pagi hari dan mendorong terjadinya aktivitas makan yang tinggi pada pagi hari. Alikodra (1990) menyatakan bahwa terjadinya aktivitas makan disebabkan oleh adanya makanan (rangsangan dari luar) dan rasa lapar (rangsangan dari dalam). Pada pukul WIB aktivitas makan ketiga bajing mengalami penurunan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi suhu lingkungan yang tinggi sehingga mengurangi aktivitas makan bajing tiga warna. Menurut Hafez (1968), kebutuhan zat makanan pada hewan dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, pada suhu dan kelembaban tinggi dapat menyebabkan penurunan konsumsi pakan. Sedangkan Williamson dan Payne (1978) menyatakan penurunan konsumsi pakan akan disertai dengan menurunnya daya cerna diikuti kehilangan berat badan dan menurunnya resistensi terhadap penyakit. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sutardi (1980) bahwa suhu lingkungan yang tinggi akan menyebabkan selera makan menurun.

30 Pada sore hari sekitar pukul WIB, aktivitas makan bajing akan kembali meningkat. Menurut Ratnaningrum (2002), peningkatan aktivitas makan pada sore hari dapat dikarenakan penurunan suhu lingkungan dan kondisi perut yang kosong. Pada sore hari suhu lingkungan yang mulai turun dapat menjadi salah satu alasan bajing untuk melakukan aktivitas makan. Aktivitas makan betina lebih tinggi daripada kedua jantan. Aktivitas Minum Konsumsi air minum bajing tiga warna sangatlah sedikit. Aktivitas minum bajing tiga warna selama di penangkaran adalah 4,05% dari total seluruh aktivitas harian. Aktivitas minum jantan B merupakan yang tertinggi daripada aktivitas minum betina dan jantan A. Berdasarkan Gambar 7 memperlihatkan aktivitas minum tertinggi jantan B terjadi pada pukul WIB dan betina pada sore hari pukul WIB. Persentase Aktivitas (%) Betina Jantan A Jantan B Waktu Pengamatan Gambar 7. Persentase Aktivitas Minum Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Rendahnya aktivitas minum bajing tiga warna disebabkan kadar air dalam buah-buahan yang dimakan cukup untuk mengganti kebutuhan air dalam tubuh bajing tiga warna. Rendahnya aktivitas minum pada bajing tiga warna ini mirip dengan yang terjadi pada bajing kelapa sesuai dengan yang diungkapkan Bandanaji (2009) bahwa rendahnya bahan kering pakan bajing kelapa dikarenakan bahan pakan berupa buah-buahan segar sehingga kadar air yang terkandung pada setiap bahan pakan tinggi. Hal ini menyebabkan bajing kelapa tidak banyak minum karena kebutuhan airnya sudah terpenuhi dari bahan pakan berupa buah-buahan segar

31 seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2. Menurut McDonald et al. (1995), air dalam tubuh hewan berasal dari tiga sumber yaitu air yang berasal dari air minum, air yang terkandung dari bahan pakan, dan air metabolik yang didapat sebagai hasil dari oksidasi makanan. Suhu dan kelembaban kandang yang berubah-ubah juga dapat menyebabkan konsumsi air minum yang sedikit. Pada saat akan melakukan aktivitas minum, biasanya bajing terlebih dahulu mendekati tempat minum perlahan lahan kemudian memegang bagian depan wadah dan sedikit memiringkan posisi wadah supaya memudahkan bajing untuk minum. Oleh karena itu, tempat minum harus diikat atau dikaitkan pada kawat dinding dengan kuat sehingga tidak mudah tumpah. Terkadang bajing jantan B melakukan aktivitas minum dengan posisi menggantung di atas tempat minum. Menurut Mahardika (2008), aktivitas minum sangat berhubungan dengan aktivitas makan dan juga aktivitas lokomosi. Semakin tinggi aktivitas makan maka aktivitas minumnya akan semakin kecil. Aktivitas Defekasi Menurut Indarwati (2007), aktivitas defekasi merupakan aktivitas membuang sisa pencernaan pakan yang sudah tidak digunakan dalam bentuk padat (feces). Defekasi terjadi setelah aktivitas makan atau pada saat aktivitas lokomosi. Terkadang juga terjadi saat terkejut dan merasakan adanya bahaya. Aktivitas defekasi dapat terjadi karena adanya akumulasi bahan pakan yang tidak dapat dicerna secara sempurna oleh organ pencernaan (Mahardika, 2008). Persentase aktivitas defekasi selama pengamatan sebesar 1,22% dari total seluruh aktivitas harian bajing tiga warna. Pada saat melakukan aktivitas defekasi, bajing terkadang terlihat sedikit tegang dan sedikit mengangkat ekornya ke atas. Feces bajing tiga warna berwarna merah seperti warna daging buah pepaya. Berukuran sedang dan keras serta berbentuk lonjong. Setelah cukup lama, warna feces akan berubah menjadi kehitaman dan kering. Tempat bajing defekasi selama seharian tidak pernah berubah, selalu di pojok kandang atau di dekat tempat makan.

32 Persentase Aktivitas (%) 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0, Betina Jantan A Jantan B Waktu Pengamatan Gambar 8. Persentase Aktivitas Defekasi Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Pada pagi hari pukul WIB aktivitas defekasi jantan A merupakan yang tertinggi. Aktivitas defekasi meningkat pada pukul WIB bersamaan dengan dilakukannya aktivitas makan pagi hari (Gambar 6 dan Gambar 8). Tingginya aktivitas defekasi, dikarenakan feces yang dikeluarkan merupakan sisa hasil pencernaan pakan pada hari sebelumnya yang tidak dicerna dan tidak digunakan lagi oleh tubuh sehingga harus dikeluarkan pada pagi hari (Indarwati, 2007). Pada siang hari mulai pukul WIB aktivitas defekasi bajing betina dan jantan B cukup tinggi dibanding dengan jantan A. Ini dikarenakan kedua bajing aktif lokomosi dan terkadang melakukan aktivitas makan juga pada siang hari. Sore hari pukul WIB menunjukkan aktivitas defekasi betina yang tertinggi daripada kedua jantan. Tingginya aktivitas defekasi betina ini dapat dipengaruhi oleh besarnya aktivitas makan dan lokomosi yang terjadi pada sore hari. Aktivitas Urinasi Aktivitas urinasi adalah aktivitas membuang kotoran dalam bentuk cair (Indarwati, 2007). Bajing tiga warna jarang sekali melakukan aktivitas urinasi. Aktivitas urinasi terjadi pada siang hari pada saat istirahat atau bersamaan dengan aktivitas defekasi. Urinasi terjadi di atas kotak tidur dalam kandang atau di sekitar papan penyangga kotak tidur. Aktivitas urinasi merupakan aktivitas yang terendah dari seluruh aktivitas harian bajing tiga warna sebesar 0,15%. Hewan yang bergerak membutuhkan energi, untuk itu perlu perombakan zat-zat makanan dalam tubuh. Jika

33 kelembaban tinggi, umumnya hewan tidak dapat mengeluarkan keringat, akibat air metabolik yang didapat banyak dikeluarkan melalui urine (Anggraeni, 2006). Aktivitas urinasi bajing jantan A merupakan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan jantan B dan betina, terutama pada pukul dan WIB. Tingginya aktivitas urinasi bajing A dikarenakan bajing tersebut mudah sekali terkejut sehingga mendorong terjadinya aktivitas urinasi. Kondisi ini biasa terjadi saat bajing jantan A keluar dari kotak tidur untuk mengambil pakan. Urinasi biasa terjadi pada siang dan sore hari atau terkadang pada pagi hari sebelum pengamatan dimulai. Selain tingkat konsumsi air minum, suhu dan kelembaban juga berpengaruh dalam tinggi rendahnya aktivitas urinasi. Persentase Aktivitas (%) 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0, Betina Jantan A Jantan B Waktu Pengamatan Gambar 9. Persentase Aktivitas Urinasi Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Pada pagi hari aktivitas urinasi bajing tiga warna betina ( dan WIB) dan jantan B ( dan WIB) cukup tinggi sedangkan jantan A tidak menunjukkan adanya aktivitas urinasi pagi hari. Oleh karena aktivitas minum bajing cukup rendah maka aktivitas urinasi yang tinggi dapat berkaitan dengan pengeluaran produk metabolisme zat makanan. Aktivitas urinasi yang tinggi pada pagi hari diperkirakan merupakan sisa metabolisme pakan pada malam hari yang harus dikeluarkan pada pagi hari. Pengeluaran urin ini merupakan salah satu cara untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuh (Indarwati, 2007). Pada siang hari bajing jantan B melakukan aktivitas urinasi pukul WIB sebagai akibat dari adanya aktivitas minum yang tinggi pada pukul WIB. Bajing betina sangat sedikit melakukan aktivitas urinasi pada siang hari dan sore hari. Banyaknya aktivitas urinasi pada bajing jantan A di siang hari

34 dikarenakan kondisi stress yang terjadi pada bajing sebagai akibat dari sifat bajing yang mudah terkejut. Aktivitas yang Mempengaruhi Aktivitas Makan Aktivitas yang mempengaruhi aktivitas makan meliputi aktivitas istirahat, lokomosi dan grooming. Persentase aktivitas yang dapat mempengaruhi aktivitas makan tertinggi merupakan aktivitas istirahat sebesar 68,62%, kemudian diikuti dengan aktivitas lokomosi dan aktivitas grooming yang terendah sebesar 4,53% seperti yang ditunjukkan Gambar 10. Persentase Aktivitas (%) ,62 13,34 4,53 Istirahat Lokomosi Grooming Aktivitas Harian Gambar 10. Persentase Aktivitas yang Mempengaruhi Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna Gambar 11 menunjukkan perbandingan aktivitas yang mempengaruhi aktivitas makan bajing jantan dan betina dimana aktivitas istirahat merupakan yang tertinggi daripada aktivitas lokomosi dan Grooming. Persentase Aktivitas (%) 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 64,46 82,56 62,14 15,58 9,10 14,37 6,66 Istirahat Lokomosi Grooming 1,08 5,06 Betina Jantan A Jantan B Aktivitas Harian Gambar 11. Persentase Aktivitas yang Mempengaruhi Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina

35 Aktivitas istirahat bajing jantan A lebih tinggi 82,56% jika dibandingkan jantan B dan betina. Bajing jantan A lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bersembunyi di dalam kotak tidur dibandingkan melakukan aktivitas lokomosi seperti kedua bajing lainnya karena itu aktivitas lokomosi bajing jantan A lebih rendah seperti yang terlihat pada Gambar 11. Rendahnya aktivitas lokomosi juga mempengaruhi rendahnya aktivitas grooming. Aktivitas Istirahat Persentase aktivitas istirahat merupakan aktivitas yang paling tinggi dari seluruh aktivitas bajing tiga warna selama di penangkaran sebesar 68,62%. Menurut Kinnaird (1997), istirahat merupakan kegiatan hewan tanpa melakukan aktivitas apapun dan terkadang diselingi dengan merawat tubuh (grooming). Perilaku istirahat bajing tiga warna dilakukan dengan cara merenggangkan semua bagian tubuh, berdiam diri di atas kotak tidur, di sela pintu kandang, dan di atas batang bambu serta di atas palang besi segitiga yang ada di bagian atas dalam kotak tidur. Aktivitas istirahat biasanya dilakukan setelah aktivitas makan, disela-sela aktivitas makan dan aktivitas lokomosi. Persentase Aktivitas (%) Betina Jantan A Jantan B Waktu Pengamatan Gambar 12. Persentase Aktivitas Istirahat Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Aktivitas istirahat bajing jantan A merupakan yang tertinggi dibandingkan kedua bajing lainnya. Pada Gambar 10 diketahui tingginya aktivitas istirahat dikarenakan selama aktivitas lain berlangsung selalu diselingi dengan istirahat.

36 Selain itu dikarenakan sifat bajing A yang relatif pemalu sehingga bajing selalu berada di dalam kotak tidur dan tidak melakukan aktivitas lainnya. Aktivitas istirahat dibagi menjadi dua kelompok yaitu aktivitas istirahat pada siang hari (istirahat pendek) dan istirahat pada menjelang malam hari (istirahat panjang atau tidur). Menurut Pasang (1989), terdapat perbedaan kuantitas antara istirahat dalam periode tidak aktif (malam hari) dan istirahat pada periode aktif (siang hari). Aktivitas istirahat malam hari dikatakan istirahat panjang, karena hanya aktivitas tidur yang dilakukan; sedangkan siang hari, aktivitas istirahat terjadi di sela aktivitas bersuara, makan dan bergerak (lokomosi). Istirahat demikian disebut istirahat pendek. Dengan demikian istirahat yang dilakukan oleh ketiga bajing ini adalah istirahat pendek karena dilakukan pada saat bajing dalam kondisi beraktivitas di siang hari. Aktivitas Lokomosi Lokomosi merupakan aktivitas yang sering dilakukan selain aktivitas makan, dan beristirahat. Lokomosi terjadi saat bajing tiga warna akan melakukan aktivitas makan, minum, bermain, atau saat berpindah tempat untuk istirahat. Bajing tiga warna dapat berjalan di antara kawat-kawat pembatas kandang dengan mengandalkan cengkraman kuku-kuku kakinya. Persentase Aktivitas (%) 2,5 2 1,5 1 0, Waktu Pengamatan Betina Jantan A Jantan B Gambar 13. Persentase Aktivitas Lokomosi Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Aktivitas lokomosi terkadang diiringi juga dengan bermain. Aktivitas bermain termasuk kedalam aktivitas lokomosi. Aktivitas lokomosi bajing tiga warna

ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECEFUVAAN PAKAN BAJING KELAPA (Callosciurus notatus) DI PENANGKARAN - - RANGGA BANDANAJI

ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECEFUVAAN PAKAN BAJING KELAPA (Callosciurus notatus) DI PENANGKARAN - - RANGGA BANDANAJI I : ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECEFUVAAN PAKAN BAJING KELAPA (Callosciurus notatus) DI PENANGKARAN - - RANGGA BANDANAJI PROGRAM STUD1 ILMU NUTRISI DAN MAKANAN 'I'ERNAK FAKULTAS PETERNAICAN INSTITUT

Lebih terperinci

PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI

PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI SKRIPSI YESI MAHARDIKA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI - BOGOR SKRIPSI AI NURI PRATIWI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Penangkaran Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor terletak di Jalan Raya Bogor-Jakarta KM 46, Desa Sampora, Kecamatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI Oleh : Nama : Rudi Novianto NIM : 10.11.3643 STRATA SATU TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 A. Abstrak Jambu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

Aktivitas yang Berhubungan dengan Perilaku Makan Oposum Layang (Petaurus breviceps) di Penangkaran pada Malam Hari

Aktivitas yang Berhubungan dengan Perilaku Makan Oposum Layang (Petaurus breviceps) di Penangkaran pada Malam Hari B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 6, Nomor 4 Oktober 2005 Halaman: 259-262 Aktivitas yang Berhubungan dengan Perilaku Makan Oposum Layang (Petaurus breviceps) di Penangkaran pada Malam Hari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Sub-divisi: Angiospermae,

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan protein yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan protein yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan protein yang tinggi, rendah kolestrol dan lemak. Kelinci mempunyai kemampuan tumbuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutan merah yang berhasil dijinakkan. Akibat dari proses evolusi dan domestikasi maka terciptalah ayam kampung

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Keadaan Umum

HASIL DA PEMBAHASA. Keadaan Umum Kondisi Hewan HASIL DA PEMBAHASA Keadaan Umum Kondisi kancil betina selama penelitian secara keseluruhan dapat dikatakan baik dan sehat. Kondisi yang sehat dapat dilihat dari bulunya yang mengkilat, cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko dan Amerika Selatan, kemudian menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk Indonesia sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beruang Madu (Helarctos malayanus) Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di beberapa negara bagian Asia Tenggara dan Asia Selatan, yaitu Thailand,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman mentimun berasal dari kaki pegunungan Himalaya. Domestikasi dari tanaman liar ini berasal dari India utara dan mencapai Mediterania pada 600 SM. Tanaman ini dapat tumbuh

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao TANAMAN PERKEBUNAN Kelapa Melinjo Kakao 1. KELAPA Di Sumatera Barat di tanam 3 (tiga) jenis varietas kelapa, yaitu (a) kelapa dalam, (b) kelapa genyah, (c) kelapa hibrida. Masing-masing mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman setelah perkecambahan. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA WAKTU PANEN DAN KADAR GULA BIJI JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt)

KORELASI ANTARA WAKTU PANEN DAN KADAR GULA BIJI JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt) KORELASI ANTARA WAKTU PANEN DAN KADAR GULA BIJI JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt) Oleh : Surtinah Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning Program Studi Agroteknologi Jl. D.I.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN AIR PERASAN WORTEL (Daucus carota L) UNTUK MEMPERTAHANKAN KADAR VITAMIN A DALAM PENGASINAN TELUR SKRIPSI

EFEK PEMBERIAN AIR PERASAN WORTEL (Daucus carota L) UNTUK MEMPERTAHANKAN KADAR VITAMIN A DALAM PENGASINAN TELUR SKRIPSI 0 EFEK PEMBERIAN AIR PERASAN WORTEL (Daucus carota L) UNTUK MEMPERTAHANKAN KADAR VITAMIN A DALAM PENGASINAN TELUR SKRIPSI Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Nilai Gizi Pakan Gizi pakan rusa yang telah dianalisis mengandung komposisi kimia yang berbeda-beda dalam unsur bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1 1. Akar tumbuhan selalu tumbuh ke bawah. Hal ini dipengaruhi oleh... Cahaya matahari Tekanan udara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar masyarakat Jatisrono berwirausaha sebagai pedagang ayam, para pedagang tersebut menjualnya dalam bentuk daging mentah dan ada pula yang matang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Lemak dan minyak merupakan makanan yang sangat penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian studi perilaku dan pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Studi Satwa Primata IPB dan Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmiati Tsaniah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmiati Tsaniah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menyumbang devisa yang tinggi bagi suatu Negara. Sektor inipun dimanfaatkan dalam meningkatkan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccarata L.) atau yang lebih dikenal dengan

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccarata L.) atau yang lebih dikenal dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung manis (Zea mays saccarata L.) atau yang lebih dikenal dengan nama sweet corn sudah lama dikenal di India dan Amerika. Jagung manis di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoae batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato atau dalam bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoae batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato atau dalam bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar (Ipomoae batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato atau dalam bahasa lokal disebut Erom berasal dari Benua Amerika. Para akhli botani dan pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penampilan Produksi Sapi Madura Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) dengan sapi PO maupun sapi Brahman, turunan dari Bos indicus. Sapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa 22 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Budidaya tanaman pada dasarnya akan meninggalkan limbah baik limbah kimia maupun limbah organik, limbah organik biasanya berupa sisa tanaman seperti sisa batang dan daun tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum 2.1.1. Klasifikasi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama

Lebih terperinci

Gambar 2. Induk Babi Bunting yang Segera Akan Beranak

Gambar 2. Induk Babi Bunting yang Segera Akan Beranak METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2009 di Peternakan Babi Rachel Farm yang berada di Kampung Cina, Desa Tajur Halang, Kecamatan Tajur Halang, Kabupaten

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan kebutuhan gizi dan bertambahnya tingkat pendapatan mayarakat, menyebabkan permintaan bahan pangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) Jagung manis termasuk dalam famili Graminae dari ordo Maydae. Berdasarkan tipe bijinya, jagung dapat diklasifikasikan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan (TMR), DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September November 2011. 3.2 Materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dadih adalah produk olahan susu khas Minangkabau fermentasi anaerob terbuat dari susu kerbau pada bambu dengan daun pisang sebagai penutup. Dadih mimiliki cita rasa,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 %

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 % BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan yaitu pembuatan alat pemeras madu (Gambar 1 & 2) dan penyaring madu (Gambar 3). Pelaksanaan pembuatan ruang khusus pengolahan madu (Gambar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Di seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

PRODUK LEBAH MADU PROPOLIS ROYAL JELLY POLLEN

PRODUK LEBAH MADU PROPOLIS ROYAL JELLY POLLEN PRODUK LEBAH MADU PROPOLIS ROYAL JELLY POLLEN MADU MADU ADALAH SUBSTANSI PEMANIS BUATAN ALAMI YANG DIPRODUKSI OLEH LEBAH MADU YANG BERASAL DARI BEBERAPA BUNGA ATAU SEKRESI TUMBUHAN. Kandungan Madu Gula

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Jambu biji disebut juga Jambu Klutuk (Bahasa Jawa), Jambu Siki, atau Jambu Batu yang dalam bahasa Latin disebut Psidium Guajava. Tanaman jambu biji merupakan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar Kompos merupakan bahan organik yang telah menjadi lapuk, seperti daundaunan, jerami, alang-alang, rerumputan, serta kotoran hewan. Di lingkungan alam,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 3 1.3.Tujuan

Lebih terperinci

UJI VITAMIN DAN MINERAL PADA TELUR ASIN HASIL PENGASINAN TANPA GARAM DAPUR

UJI VITAMIN DAN MINERAL PADA TELUR ASIN HASIL PENGASINAN TANPA GARAM DAPUR UJI VITAMIN DAN MINERAL PADA TELUR ASIN HASIL PENGASINAN TANPA GARAM DAPUR SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi Disusun Oleh : Siti

Lebih terperinci