Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN :"

Transkripsi

1 Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : i

2 Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : Jurnal AgriSains PENANGGUNGJAWAB Ketua LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta Ketua Umum : Dr. Ir. Ch Wariyah, MP Sekretaris : Awan Santosa, SE., M.Sc Dewan Redaksi : Dr. Ir. Wisnu Adi Yulianto MP Dr. Ir. Sri Hartati Candra Dewi, MP Dr. Ir Bambang Nugroho MP Penyunting Pelaksana : Ir. Wafit Dinarto, M.Si Ir. Nur Rasminati, MP Pelaksana Administrasi : Gandung Sunardi Hartini Alamat Redaksi/Sirkulasi : LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta Jl. Wates Km 10 Yogyakarta Tlpn (0274) Pesawat 133 Fax (0274) lppm.umby@yahoo.com Jurnal yang memuat artikel hasil penelitian ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta, terbit dua kali setiap tahun. Redaksi menerima naskah hasil penelitian, yang belum pernah dipublikasikan baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Naskah harus ditulis sesuai dengan format di Jurnal AgriSains dan harus diterima oleh redaksi paling lambat dua bulan sebelum terbit. ii

3 Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahnya, sehingga Jurnal Agrisains Volume 4, No. 6, Mei 2013 dapat kami terbitkan. Redaksi mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada para penulis yang telah berbagi pengetahuan dari hasil penelitian, untuk dipublikasikan dan dibaca oleh pemangku kepentingan, sehingga memberikan kemanfaatan yang lebih besar bagi perkembangan IPTEKS. Pada jurnal Agrisains edisi Mei 2013, disajikan beberapa hasil penelitian di bidang studi Peternakan, Agroteknologi, Teknik Informatika yang berisi tentang peningkatan kualitas daging unggas, peningkatan produksi tanaman pangan melalui pengurangan hama dan peningkatan kualitas pupuk serta di bidang teknik informasi tentang segmentasi tekstur citra lidah. Redaksi menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam penyajian artikel dalam jurnal yang kami terbitkan. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan, agar penerbitan mendatang menjadi semakin baik. Atas perhatian dan partisipasi semua pihak redaksi mengucapkan terima kasih. Yogyakarta, Mei 2013 Redaksi iii

4 Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : DAFTAR ISI Hal Kata Pengantar Daftar Isi iii iv EVALUASI KINERJA ITIK MANILA JANTAN DAN BETINA PADA PEMBERIAN RANSUM DENGAN ARAS PROTEIN YANG BERBEDA 1-9 FX Suwarta OPTIMALISASI KONSENTRASI MIKROKONIDIUM DALAM FORMULASI AGENS HAYATI FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE AVIRULEN DAN DOSIS PENGGUNAANNYA UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT MOLER PADA BAWANG MERAH Bambang Nugroho PENGARUH NANOKAPSUL EKSTRAK KUNYIT DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS SENSORI DAGING AYAM BROILER Sundari SEGMENTASI TEKSTUR CITRA LIDAH PENDERITA TIFOID MENGGUNAKAN METODE ADAPTIF Supatman KUALITAS KIMIA DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER Sri Hartati Candra Dewi PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK HASIL PENGOMPOSAN LIMBAH PENGOLAHAN KOPI DENGAN MENGGUNAKAN PROBIOTIK URIN SAPI PADA BUDIDAYA TANAMAN SELADA Bambang Sriwijaya PEDOMAN PENULISAN NASKAH 70 iv

5 EVALUASI KINERJA ITIK MANILA JANTAN DAN BETINA PADA PEMBERIAN RANSUM DENGAN ARAS PROTEIN YANG BERBEDA FX Suwarta Program Studi Peternakan, Fakultas AgroIndustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10 Yogyakarta suwartafx@yahoo.co.id. ABSTRACT This experiment aims was to evaluate the performance of male and female muscovy on providing ration with protein levels different. This Research using experimental methods, with completely randomized factorial design (2x2) by sex and protein level different on the ration. This research conducted by experiment method by factorial experiment (2x2) two factors, the first factor was sex (male and female) and second factor was protein level on the ration (18 and 20%). The sixty muscovy ducks consisted 30 male and 39 female alocated by factorial experiment (2x2) following completely Randomized Design, Ration were given isonutrient except protein level (18 and 20 %). The collected data were i.e feed consumption, average daily gain, feed conversion, protein and energy efficiency and performance indeks (PI). The results of this experiment showed feed consumption, gain weight, feed conversion and performance indeks on male muscovy significantly (P<0,05) better than female muscovy. Duck ration with 20% protein showed feed conversion and performance indeks siginificantly (P<0,05) better than duck ration with 18%.. The results concluded, male muscovy have feed consumption, gain weight, feed conversion and performance indeks was better than female ducks. Duck ration with 20% protein have feed conversion and performance indeks was better than duck ration 18%. Performance duck affected by sex interaction and protein level on the ration. Key words: muscovy, sex, protein level, ration, performance. PENDAHULUAN Di Indonesia, unggas air (water fowl) merupakan salah satu unggas yang mempunyai peranan penting dalam menyediakan bahan pangan. Diantara berbagai bangsa unggas air dikenal itik manila (Muscovy). Keunggulan itik manila dibanding unggas air lainnnya adalah ukuran badannya lebih besar sehingga potensial sebagai penghasil daging dengan produksi telur cukup baik. Kandungan protein daging itik manila hampir sama dengan daging ayam dan kandungan lemaknya rendah dengan akumulasi lemak lebih banyak terjadi di bawah kulit. Disamping sebagai penghasil daging, itik manila juga dimanfaatkan sebagai unggas pengeram dan diambil bulunya untuk industri suttle cock. Itik manila mempunyai pertumbuhan lebih cepat dibanding itik, sehingga sangat potensial sebagai unggas pedaging. Itik manila juga mempunyai kemampuan memanfaatkan bahan pakan berserat kasar tinggi secara baik, sehingga pakannya dapat bersumber pada sayuran, rumput dan gulma. Penggunaan tanaman enceng gondok dan teratai sampai delapan persen tidak mengganggu pertumbuhan (Soesiawaningrini, et al., 1979), sedang penggunaan sekam padi sampai lima persen sudah menurunkan kinerja karena tingginya Si (Suwarta, 1996). 1

6 Pertumbuhan itik manila sangat bervariasi diantara itik jantan dan betina, pola pemeliharaan dan keragaman antar individu. Itik manila jantan mempunyai pertumbuhan lebih cepat dibanding itik manila betina. Itik manila jantan dewasa dapat mencapai berat 5,5 kg, sedang pada itik manila betina dewasa hanya mencapai berat 3 kg. Perbedaan dalam cara pemeliharaan pada itik manila juga menghasilkan perbedaan pertumbuhan. Itik manila yang dipelihara secara intensif menggunakan ransum ayam pedaging pada umur 8 minggu dapat mencapai berat badan 1,8 kg (Ermanto, 1986). Dengan pakan ayam petelur periode starter berat badan itik manila pada umur 8 minggu dapat mencapai berat badan 1,64 kg (Antawidjaja, 1990) Pertumbuhan unggas secara umum dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik menentukan potensi kemampuan pertumbuhan itik untuk tumbuh secara optimal, jika mendapatkan nutrien dan perlakuan manajemen secara baik. Pada umumnya pada fase pertama, itik akan mengalami pertumbuhan sangat cepat. Pertumbuhan paling cepat terjadi sejak menetas sampai umur 1,5 bulan. Mulai umur 1,5 bulan sampai 3 bulan kecepatan pertumbuhan secara berangsurangsur akan berkurang, sampai akhirnya pertumbuhan akan berhenti sama sekali. Dengan makanan yang baik, itik manila betina dapat mencapai berat 1,5-1,7 kg pada umur 8 minggu (Leclercq dan de Carville, 1985). Sejak umur 6 sampai 7 minggu, mempunyai pertumbuhan naik hampir linear, kemudian akan mengalami plateu sesudah berumur 8 minggu. Dinyatakan pula terdapat perbedaan pola pertumbuhan dan karkas antara itik manila dan itik, perbedaan tersebut karena garis keturunan. Sejak minggu pertama sampai minggu ketiga itik manila tumbuh lebih lambat dari daripada itik pekin dan sesudah 4 minggu sampai umur 9 minggu, naik secara tajam. Pada umur 9 sampai 13 minggu pertumbuhannya relatif statis. Itik manila betina disamping produksi telurnya rendah, juga mempunyai pertumbuhan lebih lambat dari pada itik jantan. Berat badan itik manila jantan pada umur 13 minggu dapat mencapai 4 kg, sedang itik manila betina hanya mencapai 2,5 kg. Itik manila jantan mempunyai berat dada 700 g atau sekitar persen lebih tinggi daripada itik betina dan 75 persen lebih berat daripada itik pekin jantan. Pertumbuhan itik sangat terkait dengan konsumsi nutriennya, sehingga itik perlu diberi pakan sesai dengan pertumbuhannya yang relatif cepat. Ransum itik harus mengandung nutrien yang dibutuhkan dan mempunyai kecernaan yang baik. Untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, itik manila yang dipelihara secara intensif memerlukan ransum yang formulasinya cukup baik mengandung protein, energi, vitamin, mineral dan nutrien lainnya. Dinyatakan oleh Scott dan Dean (1991) bahwa untuk 2

7 mencapai pertumbuhan normal, itik pekin memerlukan ransum dengan kandungan energi kcal/kg. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan akan menurun dengan pemberian ransum berenergi di bawah 2600 kcal/kg. Ditambahkan oleh Dean dan Shen (1982) bahwa itik pekin yang mendapat ransum dengan kadar protein 22%, metionin 0,47% dan sistin 0,33% menghasilkan pertumbuhan 10% lebih baik jika dibandingkan dengan ransum yang disuplementasi metionin 0,1%. Mengingat belum adanya standard baku kebutuhan nutrien itik manila di Indonesia, untuk menyusun ransum itik biasanya digunakan standard dari ayam pedaging (Srigandono, 1996). Scott dan Dean (1991) menyatakan bahwa mengingat adanya perbedaan yang mencolok antara kandungan lemak tubuh dari itik dan ayam, itik lebih banyak memerlukan energi. Demikian pula mengingat itik manila mempunyai pertumbuhan lebih cepat dari ayam, juga memerlukan protein yang berbeda pula. Dinyatakan oleh Srigandono (1996) bahwa untuk mencapai produksi yang tinggi itik membutuhkan protein 19%, energi termetabolis kcal/kg, Ca 2,5-3,25%, P 0,35-0,45%, lisiin 0,79% dan metionin 0,34%. Dalam ransum biaya protein dapat mencapai 50-60%, sedang harga nutrien lainnya relatif murah. Mengingat adanya perbedaan pertumbuhan yang mencolok antara itik manila jantan dan betina, kebutuhan proteinnya juga berbeda. MATERI DAN METODE PENELITIAN Bahan dan alat Penelitian menggunakan 60 ekor itik manila, umur 1 minggu, terdiri dari itik manila jantan dan betina masing-masing sebanyak 30 ekor. Selama penelitian itik manila ditempatkan dalam kandang kelompok sebanyak 12 kandang masingmasing berukuran panjang 1 m, lebar 80 cm dan tinggi 40 cm.kapasitas setiap kandang 5 ekor. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Ransum yang diberikan selama penelitian disusun dari beberapa bahan pakan yaitu jagung, bekatul, tepung ikan, tepung tulang. Ransum dibedakan atas kandungan proteinnya yaitu 18,1 dan 20,1 %. Macam bahan pakan dan kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum perlakuan tertera pada Tabel 1, sedang susunan dan kandungan nutrien ransum perlakuan tertera pada Tabel 2. Tabel 1. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum Perlakuan Bahan Pakan PK (%) ME (kcal/ kg) Ca (%) P (%) SK (%) Jagung 8, ,02 0,30 2,0 Beketul 12, ,04 1,40 3,0 Bungkil 43, ,32 0,67 6,0 kedele Tepung 60, ,50 2,80 1,0 ikan Tepung tulang ,0 12,0-3

8 Tepung kerang ,0 - - Tabel 2. Susunan dan kandungan nutrien ransum perlakuan Bahan Pakan (%) Ransum Penelitian Ransum I Ransum II Jagung 52,0 48,0 Bekatul 21,0 17,0 Bungkil 20,0 20,0 kedele Tepung 5,0 5,0 ikan Tepung 2,0 2,0 tulang Jumlah 100,0 100,0 PK (%) 18,1 20,1 ME 2681,1 2699,1 (Kcal/kg) SK (%) 2,78 2,93 Ca (%) 1,80 1,82 P (%) 0,90 0,91 Cara Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial (2x2), dengan faktor Jenis kelamin dan aras protein ransum. Enam puluh ekor anak iitik yang terdiri dari 30 ekor itik jantan dan 30 ekor itik betina, dialokasikan ke dalam 12 kandang, masing-masing kandang sebanyak 5 ekor. Setiap tiga kandang yang masing-masing berfungsi sebagai ulangan, digunakan sebagai satu kombinasi perlakuan. Itik dipelihara sampai umur 8 minggu dan diberi ransum sesuai dengan perlakuan secara ad libitum. Data yang diambil meliputi konsumsi pakan, kenaikan berat badan dan konversi pakan diambil seminggu sekali. Rancangan Percobaan Penelitian dirancang dengan rancangan acak lengkap pola faktorial (2x2) dengan faktor jenis kelamin (Jantan dan betina) dan faktor aras protein ransum ( 18% dan 20%). Setiap kombinasi perlakuan, digunakan ulangan tiga kali, masing-masing menggunakan 5 ekor itik. Variabel yang diambil meliputi konsumsi pakan, kenaikan berat badan, konversi pakan dan indeks performan (IP). Analisis data dilakukan dengan analisis variansi dilanjutkan dengan uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Variabel yang diamati selama 8 minggu meliputi konsumsi pakan, pertambahan berat badan,konversi pakan, efisiensi penggunaan protein dan energi serta indeks performan. Konsumsi Pakan Konsumsi pakan rata-rata itik manila jantan sebesar 763,3 g/ekor/minggu secara nyata lebih tinggi daripada itik manila betina yaitu 698,2 g/ekor/minggu. Konsumsi pakan itik pada pemberian ransum dengan kadar protein 18% berbeda tidak nyata dengan kadar protein 20%. Data selengkapnya tertera pada Tabel 3. Itik manila jantan secara nyata (P<0,05) mengkonsumsi pakan lebih tinggi dibanding itik manila betina, disebabkan itik manila jantan secara genetik mempunyai 4

9 pertumbuhan yang lebih cepat sehingga saluran cernanya berukuran lebih besar. Adanya sifat sexual dymorphisme mengakibatkan itik manila jantan mempunyai pertumbuhan lebih cepat (Scott dan Dean, 1991). Konsumsi pakan itik manila pada pemberian ransum dengan kadar protein 18% berbeda tidak nyata dengan kadar protein 20%. Hal ini menunjukkan konsumsi pakan itik manila lebih banyak dikontrol oleh kandungan energi ransumnya dari pada kandungan protein.. Dengan ransum yang mendekati isoenergi (2700 kcal/kg), seperti halnya pada ayam, itik juga akan mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang hampir sama (Anggrodi, 1995). Tabel 3. Konsumsi pakan itik manila dari masing-masing perlakuan (g/ekor/minggu). Protein ransum PK : 18% Ula nga n Jenis Kelamin Jantan Betina 1 796,8 587, ,8 596, ,6 642,5 787,7 608, ,4 592, ,0 637, ,8 623,1 806,7 617,6 (ns) 698,2 712,2 - ns : pada kolom rata-rata menunjukkan berbeda Nyata -a,b : pada baris rerata menunjukkan berbeda nyata - (-) : tidak ada interaksi Pertambahan Berat Badan Rata-rata pertambahan berat badan itik manila jantan sebesar 284,6 g/ekor/minggu secara nyata lebih tinggi dari pada itik manila betina yaitu 211,0 g/ekor/minggu. Rata-rata pertambahan berat badan itik manila pada pemberian ransum dengan kadar protein 18% sebesar 234,9 g/ekor/minggu sedang pada pemberian ransum dengan kadar protein 20% sebesar 260,8 g/ekor/minggu. Data selengkapnya disarikan pada Tabel 4. Tabel 4. Pertambahan berat badan itik manila dari masing-masing perlakuan (g/ekor/minggu). Protein ransum PK : 18% Ula nga n Jenis Kelamin Jantan Betina 1 275,3 209, ,8 202, ,3 189,1 269,1 e 200,6 f 1 291,9 218, ,0 230, ,4 215,2 300,1 g 221,4 h 234,9 a 260,8 b Ratarata Ratarata PK : 20% Ratarata Rerata 763,3 a 613,2 b (-) Keterangan : Ratarata Ratarata PK : 20% Ratarata Rerata 284,6 c 211,0 d (+) Keterangan : -a,b : superskript pada kolom atau baris rerata menunjukkan berbeda nyata - (+) : ada interaksi Itik manila jantan mempunyai pertambahan berat badan lebih tinggi dari pada itik betina. Hal ini sebagai akibat adanya interaksi antara genetik dan lingkungan (pakan). Secara genetik 5

10 sebagai akibat adanya sexual dymorphisme itik manila jantan mempunyai potensi tumbuh lebih cepat (Scott and Dean, 1991). Itik manila jantan juga mempunyai konsumsi pakan lebih tinggi, sehingga ketersediaan nutrien untuk pertumbuhan juga leih baik. Itik manila yang diberi ransum dengan kadar protein 20% secara nyata mempunyai pertumbuhan lebih tinggi.daripada 18%. Hal ini disebabkan karena konsumsi proteinnya meningkat sebagai akibat dari meningkatnya konsumsi pakan dan kandungan protein ransum. Pertumbuhan itik manila secara bersamasama dipengaruhi oleh interaksi antara jenis kelamin dan aras protein. Efisiensi Pemanfaatan Protein Untuk Pertumbuhan Efisiensi pemanfaatan protein untuk pertumbuhan, dihitung berdasarkan kenaikan berat badan dibagi konsumsi protein dikalikan 100%. Data selengkapnya disarikan pada Tabel 5. Dari Tabel 5 diketahui pada itik manila jantan setiap mengkonsumsi 100 g protein mampu meningkatkan pertambahan berat badan 189,41 g, sedang pada itik manila betina meningkatkan berat badan 175,99 g. Ransum dengan kandungan protein 18% menunjukkan pada itik setiap mengkonsumsi 100 g protein akan meningkatkan pertambahan berat badan 184,34 g, sedang pada aras protein 20% akan meningkatkan pertambahan berat badan 182,77 g. Terdapat interaksi antara jenis kelamin dan aras protein. Itik manila jantan yang diberi ransum dengan kadar protein 20% mempunyai efisiensi pemanfaatan sama dengan itik manila betina yang diberi ransum dengan aras protein 18%. Itik manila betina jika diberi ransum dengan kadar protein 20% menunjukkan efisiensi yang rendah. Tabel 5. Efisiensi pemanfaatan protein untuk pertumbuhan pada itik manila (%) Protein ransum Ulan Jenis Kelamin gan Jantan Betina Ratarata (ns) PK : 1 168,40 198,42 18% 2 184,86 189,13 184, ,65 172,59 Ratarata 181,97 a 186,71 b PK : 1 178,55 184,44 20% 2 196,02 181,03 182, ,92 172,68 Ratarata 186,16 b 179,38 c Rerata (ns) 189,41 175,99 (+) Keterangan : ns -a,b : pada kolom atau baris rata-rata menunjukkan perbedaan tidak nyata. : superskript pada kolom atau baris rerata menunjukkan berbeda nyata - (+) : ada interaksi Efisiensi Pemanfaatan Energi Efisiensi pemanfaatan energi untuk pertumbuhan dihitung berdasarkan jumlah energi yang diperlukan untuk setiap kenaikan 1 g berat badan. Data efisiensi 6

11 pemanfaatan energi selengkapnya disarikan pada Tabel 6. Tabel 6. Efisieni pemanfaatan energi untuk pertumbuhan pada itik manila (cal/g pertumbuhan) Protein ransum PK : 18% Ulangan Jenis Kelamin Jantan Betina 1 7,81 7,56 2 8,11 7,93 3 7,79 9,17 7,90 8,22 1 7,56 7,32 2 6,89 7,46 3 7,34 7,81 7,26 7,55 8,05 a 7,40 b -a,b : pada baris atau kolom rerata Menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) - (-) : tidak ada interaksi Hasil analisis variansi menunjukkan itik manila jantan secara nyata mempunyai efisiensi penggunaan energi lebih baik daripada itik betina. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada itik jantan mampu mengkonvesikan energi menjadi pertumbuhan lebih baik, sebagai akibat adanya sifat genetiknya. Efisiensi pemanfaatan energi pada itik manila yang diberi ransum dengan kadar protein 20% lebih baik daripada18 %. Hal ini menunjukkan pada aras tersebut terjadi keseimbangan energi-protein yang optimal untuk pertumbuhan. Ransum dengan aras protein 18% terjadi in- efiesiensi penggunaan energi akibat kurang tersedianya protein. Konversi Pakan Konversi pakan rata-rata itik manila jantan sebesar 2,68, sedang itik manila betina sebesar 2,91. Rata-rata konversi pakan itik pada pemberian ransum dengan kadar protein 18 % sebesar 3.00 sedang pada pemberian ransum dengan kadar protein 20% sebesar 2,74. Data selengkapnya disarikan padatabel 7. Tabel 7. Konversi pakan itik manila dari masing-masing perlakuan (g/ekor/minggu). Protein ransum Ulangan Jenis Kelamin Jantan Betina Ratarata Ratarata PK : 20% Ratarata Rerata 7,58 a 7,89 b (-) Keterangan : Ratarata PK : 1 2,89 2,80 18% 2 2,96 2,94 3,00 c 3 3,06 3,34 Ratarata 2,97 ef 3,34 f PK : 1 2,80 2,71 20% 2 2,55 2,77 2,74 d 3 2,72 2,90 Ratarata 2,69 e 2,79 ef Rerata 2,68 a 2,91 b (+) Keterangan : - ns : pada kolom rata-rata menunjukkan -a,b berbeda nyata : pada baris rerata menunjukkan berbeda nyata - (+) : Ada interaksi Konversi pakan itik manila yang diberi ransum dengan kadar protein 20% secara nyata (P<0,05) lebih baik dibanding dengan itik manila yang diberi ransum 7

12 dengan kadar protein 18%. Tingginya konvesri pakan pada itik manila yang mendapat ransum dengan kadar protein 18% menunjukkan pada ransum dengan kadar protein rendah itik manila kurang optimal mengkonversi pakan menjadi pertumbuhan. Pada itik manila betina juga menghasilkan konversi pakan lebih tinggi, karena secara genetik itik manila betina mempunyai pertumbuhan yang lebih rendah. Konversi pakan itik dipengaruhi oleh interaksi antara jenis kelamin dan aras protein. Indek Performan (IP) Analisis variansi menunjukkan bahwa rata-rata IP itik jantan sebesar 157,11 secara nyata (P<0,05) lebih baik daripada itik manila betina yaitu 116,38. Hal tersebut membuktikan pada umur yang sama itik manila jantan mempunyai kemampuan tumbuh dan mengkonversikan pakan lebih baik daripada itik manila betina. Ransum dengan kadar protein 20% mampu memberikan pertumbuhan lebih baik dan lebih efisien untuk dikonversi menjadi pertumbuhan sehingga dihasilkan IP lebih baik. Tabel 7. IP itik manila dari masing-masing perlakuan (g/ekor/minggu). Protein ransum Ulan Jenis Kelamin gan Jantan Betina Ratarata PK : 1 138,13 116,26 18% 2 133,23 125,13 122, ,77 89,83 0 c Ratarata 134,38 e 110,41 g PK : 1 155,12 124,71 20% 2 174,15 126,85 143, ,62 115,47 9 d Ratarata 164,63 f 122,34 h Rerata 2,57,11 a (+) 116,38 b Keterangan : -a,b : pada baris rerata menunjukkan berbeda nyata - (+) : Terdapat interaksi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan : Dari hasil penelitian disimpulkan : 1. Itik manila jantan mempunyai konsumsi pakan, kenaikan berat badan, efisiensi pemanfaatan protein lebih tinggi daripada itik betina, dengan konversi pakan dan indeks performan lebih baik dari pada itik manila betina. 2. Ransum dengan aras protein 20% memberikan kinerja lebih baik daripada ransum dengan aras protein 18%. 8

13 3. Kinerja itik manila ditentukan oleh jenis kelamin, aras protein ransum dan interaksi keduanya. Saran Disarankan untuk mencapai produktivitas yang optimal peternak dapat memelihara itik manila jantan dengan pemberian ransum berkadar protein 20%. DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R Kemajuan muthakir Dalam Ransum Unggas. UI Press. Jakarta Antawidjaja Tata Meningkatkan peranan ternak entog (Cairina moschata) dalam pembangunan peternakan. Proceeding : Temu tugas sub sektor peternakan. Sub Balitnak, Klepu. Januari, Dean,W.F dan T.F.Shen, Effect of methionine on the chlorine requirement of ucklings. J.Poult. Sci. 61: persilangannya (Mule duck). Karya ilmiah. Fakultas Peternakan, IPB, Bogor. Leclercq, B and H. De Carville Growth and Bodu composition of muscovy duckling, in : Duck production science and world practice. Univ. New England. Scott, M. L and W. F. Dean Nutrition and management ducks. M,L. Scott of Ithaca, New York. Soesiawaningrini, D.P., B. Suwardi and M. Thorari Waterhyacinth (Eichornia crassipes mart) in broiler duck ration. In : Proceedings of the 6th Asian Pasific. Weed Science Society Conference. Jakarta. PP: Suwarta, FX Evaluasi Peranan Seka dan Aras Sekam Padi Dalam Ransum Terhadap Kinerja Itik Manila. Thesis. Pasca Sarjana. UGM. Srigandono, Ilmu Produksi Unggas Air. Gajah Mada University Press. Ermanto, C Perbandingan performan itik tegal (Anas plathyrinchos), itik manila (Cairina moschata) dan hasil 9

14 OPTIMALISASI KONSENTRASI MIKROKONIDIUM DALAM FORMULASI AGENS HAYATI FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE AVIRULEN DAN DOSIS PENGGUNAANNYA UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT MOLER PADA BAWANG MERAH Bambang Nugroho Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10 Yogyakarta b_nugr@yahoo.com ABSTRACT An effective biological control agent, avirulent Fusarium oxysporum f. sp. cepae (Foc33), was developed to control moler disease on shallot and was well formulated in zeolite powder. However, its effectiveness was affected by several factors including dose of application and concentration of microcodia in the formula. This study was carried out to find the appropriate dose of application and microconidia concentration of the agent in controlling moler diseases and giving the best yield of shallot. The research was single factor with three replications arranged in completely randomized design. The treatment was the application of biological control agent of Foc33 formulated in zeolite powder with five levels, i.e. A = Control, B = the dose of 35 kg/ha (0,22 g/polybag) with the concentration of 10 4 spore/ml, C = the dose of 40 kg/ha (0,25 g/polibag) with the concentration of 10 4 spore/ml, D = the dose of 35 kg/ha (0,22 g/polibag) with the concentration of 10 4 spore/ml, E = the dose of 40 kg/ha (0,25 g/polibag) with the concentration of 10 6 spore/ml. Shallot bulb (Kuning variety) was planted in the polybag 25 cm in diameter containing planting medium of soil and cow manure mixture with the ratio of 2:1 v/v. Before planting, Foc33 was applied by placing the zeolite formula in the planting hole as much as the dose used in the treatment. Pathogen inoculation was done before Foc33 application by pouring 20 ml microconidium suspension of virulent Fusarium oxysporum f. sp. cepae with the concentration of 10 6 spore/ml. Moler disease intensity, growth variable (plant height, leaf number, and plant fresh weight), and yield variable (bulb number, bulb diameter, bulb weight after harvest, and bulb sun-dried weight) were observed. Data was analyzed using ANOVA. The results showed that effectiveness of Foc33 in controlling moler disease was affected by its dose and concentration. The higher the dose and concentration, the lower the disease intensity. The best treatment is E (the dose of 40 kg/ha (0,25 g/polibag) and the concentration of 10 6 spore/ml) with lowest disease intensity of 47 per cent. The use of Foc33 could increase the plant height and leaf number but did not improve bulb number and bulb diameter. However, the use of this biological control agent with the appropriate dose and concentration (treatment E) was able to save about 40 per cent of yield loss based on the bulb sun-dried weight. Key words: moler disease, Foc33, application dose, microconidium concentration PENDAHULUAN Penyakit merupakan salah satu kendala utama di lapangan dalam pengembangan bawang merah di Indonesia karena hampir selalu ditemukan di setiap daerah penanaman. Penyakit busuk pangkal umbi (moler) yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. cepae adalah penyakit yang perlu diberi perhatian khusus dalam penanganannya, karena luas serangannya dari tahun ke tahun terus 10

15 bertambah. Pada kumulatif luas tambah serangan penyakit moler adalah 48,1 ha, 116,8 ha, dan 268,1 ha (Anonim, 2006a). Hal ini menunjukkan bahwa upaya pengendalian penyakit moler yang dilakukan selama ini belum efektif, padahal kumulatif luas pengendalian penyakit ini dari tahun ke tahun terus meningkat yaitu 4.569,1 ha (2003), 8.095,8 ha (2004), dan 5.867,2 ha (2005) (Anonim, 2006b). F. oxysporum f. sp. cepae adalah jamur patogen yang mampu bertahan hidup di dalam tanah dalam jangka waktu yang lama. Patogen hidup secara internal di dalam jaringan tanaman inangnya. Kondisi yang demikian menyebabkan penyakit sulit dikendalikan apabila menggunakan fungisida. Tanah yang sudah terinfestasi patogen juga sulit untuk dibebaskan kembali sehingga memungkinkan penyakit senantiasa muncul sepanjang musim. Sementara itu varietas bawang merah yang tahan terhadap penyakit ini belum tersedia. Dengan demikian perlu dikembangkan metode pengendalian yang efektif, murah, mudah diaplikasikan, dan ramah terhadap lingkungan. Pengendalian hayati dengan memanfaatkan agens pengendali biologi merupakan metode yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Agens hayati yang efektif untuk mengendalikan penyakit moler telah diperoleh yaitu varian avirulen dari Fusarium oxysporum f. sp. cepae yang diberi nama Foc33. Agens hayati ini juga sudah diformulasikan dalam bentuk tepung (powder) dengan bahan pembawa zeolit (Nugroho, 2010). Namun demikian, dosis penggunaan yang tepat dan konsentrasi spora yang terbaik di dalam formulasi tersebut perlu diteliti lebih jauh. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan optimasi dosis dan konsentrasi tersebut sehingga mampu meningkatkan efektivitas agens hayati dalam mengendalikan penyakit moler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis penggunaan formulasi dan konsentrasi spora (mikrokonidium) agens hayati Foc33 yang tepat yang memberikan pengaruh terbaik dalam mengendalikan penyakit moler bawang merah dan memberikan hasil bawang merah yang terbaik. MATERI DAN METODE 1. Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan percobaan faktor tunggal yaitu penggunaan agens hayati Fusarium oxysporum f. sp. cepae (Foc33) yang sudah diformulasikan dalam zeolit dengan lima aras perlakuan yaitu: A = Kontrol B = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml C = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml 11

16 D = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml E = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 6 spora/ml Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan. Tiap-tiap satuan perlakuan digunakan 10 polibeg (10 tanaman) sehingga populasi total tanaman sebanyak 5 x 3 x 10 = 150 tanaman. 2. Pembuatan Formulasi Zeolit yang digunakan disterilkan terlebih dahulu dengan cara pengovenan selama 2 jam pada suhu 60 o C. Pembuatan formulasi dilakukan dengan menginokulasi 4 g zeolit yang sudah disterilkan dengan agens pengimbas Foc33 sebanyak 10 ml dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml dan 10 6 spora/ml sesuai dengan perlakuan (Singh et al., 1998). Zeolit yang sudah diinokulasi dibiarkan mengering di dalam cawan petri. Setelah mengering, formulasi tersebut dihancurkan dan dilembutkan dengan kuas steril dan siap digunakan. 3. Persiapan Umbi Bibit dan Penanaman Sebelum ditanam, umbi bibit bawang merah varietas Kuning didisinfeksi dengan direndam dalam NaOCl 1% selama 1 menit, dicuci dengan akuades steril dan ditiriskan semalam di atas kertas koran (Ozer et al., 2004). Umbi yang sudah diperlakukan ditanam dalam polibeg berdiameter 25 cm yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang sapi 2:1 v/v. Setiap polibeg ditanami satu umbi. Tanah yang digunakan disterilkan lebih dahulu dengan cara steaming (pengukusan) selama lebih kurang 2 jam. Untuk menimbulkan penyakit moler, sebelum tanam ke dalam setiap lubang tanam diinokulasi dengan 20 ml suspensi mikrokonidium patogen F. oxysporum f. sp. cepae isolat Bt dengan konsentrasi 10 6 /ml. 4. Pemberian Perlakuan Agens hayati yang sudah diformulasikan dalam zeolit dengan konsentrasi mikrokonidium yang sudah ditentukan, diberikan pada pada setiap polibeg dengan dosis seperti perlakuan. Pemberian dilakukan sebelum umbi bibit ditanam dengan cara menaburkan di lubang tanam. 5. Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi pemupukan, penyiraman, dan penyiangan gulma. Pupuk kandang sapi dicampur secara merata dengan tanah sebagai medium tanam dengan perbandingan 2/1 v/v. Dosis pupuk anorganik yang diberikan masing-masing adalah urea 0,625 g/polibeg (setara dengan 100 kg urea/ha), ZA 1,56 g/polibeg (setara dengan 250 kg ZA/ha), TSP 1,25 g/polibeg (setara dengan 250 kg TSP/ha), dan KCl 0,625 g/polibeg (setara dengan 12

17 100 kg ZA/ha). Pupuk kandang dan TSP diberikan sebelum tanam sebagai pupuk dasar, sedangkan pupuk yang lain diberikan dua kali pada umur 2 dan 5 minggu setelah tanam masing-masing dengan setengah dosis. Penyiraman dilakukan tiap hari untuk menjaga kelembaban tanaman, sedangkan penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi gulma di polibeg. 6. Pengamatan Pengamatan dilakukan untuk memperoleh data-data sebagai berikut: a. Intensitas Penyakit. Intensitas penyakit dihitung sebanyak 6 kali pengamatan dimulai sejak 2 minggu setelah tanam. Pengamatan dilakukan seminggu sekali. Intensitas penyakit dihitung dengan menggunakan rumus: a IP = X 100% b dengan IP = intensitas penyakit, a = jumlah tanaman yang bergejala, dan b =jumlah tanaman yang diamati. b. Variabel pertumbuhan meliputi jumlah daun, tinggi tanaman, dan bobot segar tanaman. Pengamatan dilakukan mulai umur 2 sampai dengan 6 minggu setelah tanam untuk variabel jumlah daun dan tinggi tanaman, sedangkan. bobot segar tanaman ditimbang pada akhir penelitian. Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman. c. Variabel hasil meliputi jumlah umbi per rumpun, diameter umbi, dan bobot umbi. Pengamatan dilakukan setelah panen terhadap 10 tanaman. 7. Analisis Data Data dianalisis dengan analisis varians dan apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan DMRT (Duncan New Multiple Range Test) (p=0,05%). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh perlakuan terhadap intensitas penyakit moler mulai terlihat pada pengamatan minggu ke 4, walaupun pada pengamatan sebelumnya, yaitu minggu kedua dan ketiga intensitas penyakit moler pada kontrol selalu yang tertinggi. Pada minggu kedua (pengamatan pertama), intensitas penyakit moler pada kontrol (perlakuan A) sudah mencapai 50% lebih. Pemberian agens hayati Foc33 mampu menekan intensitas penyakit moler sampai dengan pengamatan terakhir. Pada pengamatan terakhir, intensitas penyakit moler pada perlakuan dengan dosis dan konsentrasi terendah (perlakuan B) tidak berbeda nyata dengan kontrol. Semakin tinggi konsentrasi dan dosis pemakaian agens hayati Foc33, semakin rendah intensitas penyakit molernya. Intensitas terndah diperoleh pada perlakuan E sebesar 47% yang berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 1). 13

18 Tabel 1. Intensitas penyakit moler bawang merah pada masing-masing perlakuan mulai minggu kedua sampai dengan minggu keenam setelah tanam (data ditransformasi ke arc sin) Perlakuan Pengamatan minggu ke A 50,85 a 70,08 a 72,29 a 72,29 a 72,29 a B 41,07 a 52,86 a 52,86 b 57,00 a 61,92 ab C 37,14 a 48,93 a 50,85 b 55,08 a 55,08 b D 26,07 a 47,01 a 48,93 b 55,77 a 54,78 b E 30,93 a 45,08 a 47,30 b 49,22 a 47,01 b Keterangan: A = Kontrol, B = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml, C = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml, D = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml, E = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 6 spora/ml (notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dengan α = 0,05) Efektivitas yang lebih tinggi pada perlakuan E dalam menekan intensitas penyakit moler, berkaitan dengan dosis penggunaan dan konsentrasi mikrokonidium agens hayati yang lebih tinggi yaitu masing-masing sebesar 40 kg/ha dan 10 6 spora/ml. Konsentrasi ini sama dengan konsentrasi mikrokonidium patogennya yang digunakan untuk inokulasi buatan. Hasil penelitian Shishido (2005) menunjukkan hal yang sama. Penelitian ini menguji efektivitas agens hayati F. oxysporum non-patogenik strain Fo-B2 untuk mengendalikan penyakit layu pada tanaman tomat yang disebabkan oleh F. oxysporum f. sp. lycopersici. Konsentrasi spora agens hayati yang digunakan bervariasi dari 10 4 sampai dengan 10 7 /ml, sedangkan konsentrasi spora patogennya dari 10 4 sampai dengan 10 6 /ml. Hasilnya menunjukkan bahwa intensitas penyakit layu semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi spora agens hayati yang digunakan pada setiap konsentrasi spora patogennya. Intensitas penyakit bisa lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol apabila konsentrasi spora agens hayatinya lebih rendah daripada konsentrasi spora patogennya. Hal ini mengindikasikan bahwa agens pengimbas akan bekerja efektif apabila konsentrasi spora yang digunakan lebih tinggi daripada konsentrasi spora patogennya. Peningkatan efektivitas penekanan penyakit oleh agens hayatinya berkaitan dengan kolonisasi akar sebelum terinfeksi patogen. Kemungkinan dengan meningkatnya 14

19 konsentrasi spora agens hayati, kolonisasi akar juga semakin baik. Penurunan intensitas penyakit akibat penggunaan agens pengimbas dengan dosis dan konsentrasi yang tepat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanamannya. Hal ini dapat dilihat pada tinggi tanaman dan jumlah daun. Tanaman yang dikendalikan dengan agens hayati menunjukkan tinggi yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Pada akhir pengamatan, tinggi tanaman pada kontrol hanya 19,484 cm sedangkan pada perlakuan di atas 30 cm (Tabel 2). Sejalan dengan perkembangan intensitas penyakit, perbedaan jumlah daun akibat perlakuan yang diberikan terlihat pada pengamatan minggu keempat (Tabel 3). Pada minggu keempat, jumlah daun terbanyak diperoleh pada perlakuan D, sedangkan yang terendah diperoleh pada kontrol. Pada akhir pengamatan, rerata jumlah daun pada kontrol hanya 7,167 buah, sedangkan pada perlakuan di atas 13 buah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Santosa et al. (2007) yang mendapatkan bahwa pada petak-petak bawang merah yang diinokulasi dengan patogen moler menunjukkan pertumbuhan yang kurang baik dibandingkan dengan petak-petak yang tidak diinokulasi. Intensitas penyakit pada petak-petak yang diinokulasi patogen tersebut lebih tinggi daripada petak-petak yang tidak diinokulasi. Tabel 2. Tinggi tanaman bawang merah pada masing-masing perlakuan mulai minggu kedua sampai dengan minggu keenam setelah tanam (cm) Perlakuan Pengamatan minggu ke A 28,313 a 33,756 a 33,945 a 31,883b c 19,484 b B 29,789 a 38,181 a 38,700 a 41,383 a 39,883 a C 29,100 a 35,890 a 35,187 a 30,107 c 31,093 a D 28,400 a 35,728 a 40,256 a 36,039 abc 35,094 a E 28,450 a 36,362 a 40,942 a 39,428 ab 37,611 a Keterangan: A = Kontrol, B = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml, C = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml, D = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml, E = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 6 spora/ml (notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dengan α = 0,05) 15

20 Tabel 3. Jumlah daun bawang merah dan bobot segar tanaman pada masing-masing perlakuan mulai minggu kedua sampai dengan minggu keenam setelah tanam (cm) Pengamatan minggu ke Berat segar Perlakuan total tanaman (g) A 19,070 a 23,450 a 10,875 b 18,500 a 7,167 a 83,375 a B 19,200 a 29,711 a 22,167 ab 18,833 a 23,500 a 92,577 a C 24,800 a 28,430 a 18,700 ab 12,167 a 13,333 a 127,960 a D 21,200 a 24,680 a 27,170 a 22,222 a 20,833 a 61,480 a E 20,470 a 27,700 a 23,230 ab 16,750 a 15,111 a 131,015 a Keterangan: A = Kontrol, B = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml, C = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml, D = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml, E = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 6 spora/ml (notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dengan α = 0,05) Efektivitas agens hayati dalam menekan penyakit moler belum mampu meningkatkan jumlah umbi per tanaman secara nyata walaupun jumlah umbi pada kontrol lebih rendah daripada jumlah umbi pada seluruh perlakuan. Jumlah umbi dihitung setelah bawang merah dipanen dan dilakukan pada tanaman yang masih hidup hingga akhir penelitian. Tanaman yang masih hidup hingga panen adalah tanaman yang sehat atau tidak menunjukkan gejala penyakit. Hal inilah yang diduga menyebabkan jumlah umbi tidak berbeda nyata antarperlakuan (Tabel 4). 16

21 Tabel 4. Jumlah umbi per tanaman, diameter umbi, jumlah tanaman yang hidup pada saat panen, bobot segar umbi, dan bobot kering matahari umbi pada masingmasing perlakuan Perlakuan Bobot segar Bobot kering Jumlah Jumlah Diameter umbi umbi (g) matahari tanaman umbi (mm) umbi (g) hidup A 4,25 a 16,455 a 37,050 a 24,500 a 4 a B 5,00 a 15,710 a 34,250 a 19,530 a 6 a C 5,50 a 15,875 a 57,200 a 36,800 a 6 a D 4,83 a 13,580 a 20,940 a 10,977 a 6 a E 6,50 a 16,170 a 59,950 a 40,500 a 9 a Keterangan: A = Kontrol, B = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml, C = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml, D = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 4 spora/ml, E = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 6 spora/ml (notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dengan α = 0,05) Perlakuan yang diberikan juga tidak berpengaruh terhadap diameter umbi. Umbi yang diperoleh berukuran relatif kecil karena diameternya tidak mencapai 2 cm. Nugroho (2009) pada penelitian sebelumnya juga mendapatkan hasil yang sama, bahwa walaupun agens hayati yang digunakan efektif dalam menekan perkembangan penyakit moler tetapi tidak berpengaruh terhadap diameter umbi. Perbedaan yang terlihat pada hasil akibat perlakuan yang diberikan lebih disebabkan karena agens hayati mampu menurunkan jumlah tanaman yang mati (mempertahankan jumlah tanaman yang hidup). Pada akhir pengamatan, jumlah tanaman yang masih hidup terendah diperoleh pada kontrol sebanyak empat tanaman, sedangkan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan E sebanyak sembilan tanaman. Hal ini berarti dengan dosis dan konsentrasi penggunaan agens hayati Foc33 yang tepat (perlakuan E) mampu menurunkan kematian tanaman hingga 55% bila dibandingkan dengan kontrol (perlakuan A). Rengwalska dan Simon (1986) menyatakan bahwa patogen F. oxysporum f. sp. cepae memang mampu menyebabkan kematian pada tanaman inang termasuk pada bawang bombay secara cepat karena terjadinya kematian 17

22 jaringan (busuk) pada pangkal batang (basal rot). Patogen ini juga dapat menyebabkan penyakit pada bawang putih. Bobot segar umbi dan bobot kering matahari umbi diperoleh dengan menimbang seluruh umbi dari jumlah tanaman yang masih hidup (Tabel 4). Dengan demikian, maka bobot segar dan bobot kering matahari umbi tertinggi juga diperoleh pada perlakuan E masing-masing sebesar 59,95 g dan 40,5 g. Sementara itu pada kontrol bobot segar dan bobot kering matahari umbi masing-masing adalah 37,05 dan 24,5 g. Hal ini berarti bahwa dengan pemakaian agens hayati dengan dosis dan konsentrasi yang tepat mampu menyelamatkan hasil sebesar kurang lebih 40%. Sementara itu pada penelitian sebelumnya, dengan waktu aplikasi yang tepat penggunaan agens hayati ini mampu menyelamatkan hasil hingga 48% lebih (Nugroho, 2009). KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa: 1. Efektivitas penekanan penyakit moler oleh agens hayati Fusarium oxysporum f. sp. cepae avirulen (Foc33) yang diformulasikan dalam zeolit dipengaruhi oleh dosis penggunaan dan konsentrasi mikrokonidiumnya. Dosis yang paling baik yang diperoleh adalah 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 10 6 spora/ml. 2. Efektivitas Foc33 dalam menekan intensitas penyakit moler dapat diperoleh dengan konsentrasi minimal sama dengan konsentrasi patogennya. 3. Penggunaan agens hayati Foc33 mampu menyelamatkan hasil dalam bentuk bobot kering matahari umbi sebesar 40%. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006a. Kumulatif luas tambah serangan OPT pada tanaman bawang merah Diakses 05/01/ b. Kumulatif luas pengendalian OPT pada tanaman bawang merah Diakses 05/01/07. Nugroho, Bambang Pengembangan Fusarium oxysporum f. sp. cepae varian avirulen sebagai agens pengimbas ketahanan bawang merah terhadap penyakit moler. Laporan Akhir Hasil Penelitian Hibah Bersaing (Tahun II). Tidak dipublikasikan Pengembangan Fusarium oxysporum f. sp. cepae varian avirulen sebagai agens pengimbas ketahanan bawang merah terhadap 18

23 penyakit moler. Laporan Akhir Hasil Penelitian Hibah Bersaing (Tahun III). Tidak dipublikasikan. Ozer, N., N.D. Koychu, G. Chilosi, dan P. Magro Resistance to Fusarium basal rot of onion in greenhouse and field and associated expression of antigungal compounds. Phytoparasitica 32(4): Rengwalska, M. M., and Simon, P. W Laboratory evaluation of pink root and Fusarium basal rot resistance in garlic. Plant Disease 70: Santoso, Suprapto Edy, Loekas Susanto, dan Totok Agung Dwi Haryanto Penenkanan hayati penyakit moler pada bawang merah dengan Trichoderma harzianum, Trichoderma koningii, dan Psudomonas fluorescens P60. J. HPT Tropika 7(1):53-61 Shishido, M., Miwa, C., Usami, T., Amemiya, Y., and Johnson, K. B Biological control efficiency of Fusarium wilt of tomato by nonpathogenic Fusarium oxysporum Fo-B2 in different environments. Phytopathology 95: Singh, P.P., Shin, Y.C., Park, C.S., and Chung, Y.R Biological control of Fusarium wilt of cucumber by chitinolytic bacteria. Phytopathology 89:

24 PENGARUH NANOKAPSUL EKSTRAK KUNYIT DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS SENSORI DAGING AYAM BROILER Oleh : Sundari 1*, Zuprizal 2, Tri-Yuwanta 2, Ronny Martien 3 1 Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta,Jl.Wates km 10,Sedayu- Bantul Fakultas Peternakan,Universitas Gadjah Mada Jl. Fauna 3, Bulaksumur Yogyakarta Fakultas Farmasi,Universitas Gadjah Mada,Sekip Utara Yogyakarta *E -mail: sundari_umby@yahoo.com ABSTRACT This study aimed to evaluate the effect of turmeric-extract nanocapsule levels in the ration on sensory quality and fatty acids composition of broiler chicken meat. This study used a completely randomized design, one way classification. One hundred and twenty male broiler chicks were divided into 10 treatments with 3 replicates, each of 4 birds per replicate. Ten thtreatments are : P1 (BR + Bacitracin 50 ppm), P2 (BR /Basal-Rations /control), P3 (BR + Chitosan 0.1%), P4 (BR + Turmeric-Extract 0.1%), P5 (BR + STTP 0.1%), P6 (BR + Nanocapsule 0.2%), P7 (BR + Nanocapsule 0.4%), P8 (BR + Nanocapsule 0.6%), P9 (BR + Nanocapsule 0.8%), P10 (Commercial-Ration). The variables measured of sensory quality were : color, odor, taste, tenderness, texture and preference panelists and meat fatty acids composition. ANOVA followed LSD was used for data analysis. The results showed that treatments ofthe feed had no significant difference (P>0.05) for color, odor, taste, tenderness, and preference panelists but significantly difference (P<0.05) in the texture of the meat. It was concluded that turmeric extracts nanocapsule can be used in broiler rations a t levels 0.4% yield sensory quality are good in meat broiler chicken. Key words: Turmeric-extract, Nanocapsule, Sensory-quality, Fatty-acids, Broiler-chicken. PENDAHULUAN Sebagian masyarakat mulai enggan untuk mengkonsumsi daging ayam broiler, hal ini antara lain disebabkan oleh adanya bau amis, anyir atau bau yang lainnya yang disebut sebagai off odor disamping takut efek samping adanya residu antibiotik ataupun lemak dalam daging. Antibiotik secara luas digunakan pada budidaya unggas tidak hanya untuk mengobati penyakit tetapi juga untuk memelihara kesehatan, meningkatkan pertumbuhan, dan memperbaiki efisiensi pakan (Gaudin et al., 2004). Pemberian antibiotik yang tidak terkontrol dan tidak terbatas dapat menyebabkan akumulasi atau residu dalam tubuh ternak dan produknya (Wachira et al., 2011). Disamping antibiotik guna mencapai kinerja yang tinggi pada ayam broiler juga dipakai ransum berprotein dan berenergi / berlemak tinggi menyebabkan tingginya kandungan lipid daging terutama asam lemak jenuh dan kolesterol serta off odor. Penyakit jantung dan aterosklerosis merupakan penyebab utama kematian manusia, berhubungan erat dengan konsumsi kolesterol dan asam lemak jenuh (Sacks, 2002 cit. Omojola et al., 2009). Adanya kontroversi penggunaan antibiotik dan ransum berenergi tinggi 20

25 diatas, perlu upaya mencari feed additive dari bahan alami yang mempunyai potensi pengganti fungsi antibiotik, mengurangi off odor sekaligus penurun asam lemak jenuh/kolesterol dalam daging. Beberapa peneliti terdahulu melaporkan bahwa antioksidan merupakan komponen yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Barroeta, 2007). Kurkumin telah terbukti sebagai antioksidan yaitu dapat menangkap radikal hidroksi merupakan salah satu bentuk dari radikal bebas (Nurfina, 1996 cit. Aznam, 2004). Beberapa penelitian secara in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa kunyit mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, antiinflamasi (antiperadangan), antitoksik, antihiperlipidemia, antioksidan dan antikanker, tetapi kurkumin mempunyai bioavailabilitas yang rendah (kelarutan rendah, penyerapan rendah, cepat lewat, tingginya tingkat metabolisme di sel usus, eliminasi cepat) (Anand et al., 2007). Salah satu sebab rendahnya bioavailabilitas kurkumin adalah tidak larut air pada asam atau ph netral, dan ini penyebab sulitnya diabsorpsi (Maiti et al., 2007), sehingga aplikasi kurkumin diperlukan teknologi dan polimer yang mampu membawa dan mengantarkannya untuk dapat terabsorbsi dengan baik, seperti kitosan nanopartikel. Kurkumin atau kunyit cenderung mempunyai muatan negatif. Kitosan pada suasana asam akan terprotonasi. Kedua muatan yang berlawanan jika dicampur akan berikatan ionik (kitosan mengenkapsulasi kurkumin). Sehubungan dengan pemberian nanokapsul ini secara oral dan sifat kitosan yang labil terhadap ph rendah serta protease yang dihasilkan di lambung, agar ikatan ionik antara kitosan dan kurkumin tidak seluruhnya rusak maka diperlukan bahan anion misalnya sodium tripolifosfat (STPP) sebagai cross-linking. Cas yang berlawaanan dari poli elektrolit dapat menstabilkan kompleks inter molekuler untuk enkapsulasi dari makro molekul (Swatantra et al., 2010). Produk nanokapsul ekstrak kunyit ini adalah produk baru, oleh karenanya perlu dipelajari pengaruhnya pada penerimaan konsumen (uji sensoris) terhadap daging hasil aplikasinya. MATERI DAN METODE Penelitian pemeliharaan ternak ayam broiler dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan UGM. Sedangkan uji sensoris dilakukan di Laboratorium sensoris Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan Rancangan AcakLengkap (RAL) pola searah. Susunan 10 kombinasi ransum basal dan feed additive perlakuan adalah sebagai berikut: P1(RB + Bacitracin 50 ppm), P2( RB /Ransum Basal/kontrol), P3(RB + Kitosan 0,1%), P4(RB + Ekstrak Kunyit 0,1%), P5(RB + STTP 0,1%), P6(RB + Nanokapsul 0,2%), P7(RB + Nanokapsul 0,4%), P8(RB + Nanokapsul 0,6%), P9(RB + Nanokapsul 0,8%), P 10(Ransum 21

26 Komersial). Peubah yang diukur : uji sensoris atau organoleptik adalah warna, bau, rasa, keempukan, tekstur dan kesukaan panelis serta kadar asam lemak daging. Seratus dua puluh ekor anak ayam broiler umur 2 minggu dibagi secara acak dalam 10 perlakuan ransum. Setiap perlakuan diulangi 3 kali dan setiap ulangan terdiri dari 4 ekor. Ayam dipelihara di kandang kawat dilengkapi dengan alat makan dan minum serta pemanas listrik dari umur 2-6 minggu. Ransum yang diberikan dalam bentuk mash dan kandungan nutrient disesuaikan dengan kebutuhan ayam broiler (NRC, 1994). Ransum dan air minum diberikan ad libitum. Bahan dan komposisi serta kandungan gizi ransum basal disajikan dalam Tabel 1. Pada umur 6 minggu, tiap ulangan diambil 1 ekor ayam dipotong untuk diambil sampel daging bagian paha atas tanpa kulit untuk keperluan uji sensori. Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien ransum basal *: BAHAN PAKAN PERSENTASE (%) Jagung kuning giling 52,00 Dedak padi 13,00 Bungkil kedelai 19,00 Tepung ikan 9,50 Minyak sawit 5,15 Batu kapur 0,85 Garam NaCl Premix ** L-Lysine HCl DL Metionin 0,25 0,20 0,10 0,05 TOTAL 100,00 KANDUNGAN NUTRIEN Protein kasar (%) 20,21 Metabolizable Energy (kcal/kg) 3199,83 Lemak kasar (%) 4,71 Serat kasar (%) 4,02 Kalsium (%) 0,94 Fosfor tersedia (%) 0,41 Lisin (%) 1,15 Metionin (%) 0,40 Keterangan : *Standar kebutuhan nutrien ayam broiler umur 3-6 minggu (NRC, 1994): protein 20%; Lys 1,0%; Met 0,38%; energy 3200 kcal/kg, Ca 0,9%; P av 0,35%. ** Komposisi premix per kilogram : Ca 32,5%; P 10,0%; Fe 6,0 g; Mn 4 g; Iod 0,075 g; Zn 3,75 g; vit B 12 0,5 mg; vit D IU. Uji kualitas sensoris daging dilakukan dengan sampel daging yang dimasak tanpa garam atau bumbu. Skor aroma, warna, rasa, tekstur, keempukan, 22

27 dan daya terima pada uji sensoris disajikan pada Tabel 2. Pada uji sensoris perebusan daging dilakukan selama 60 menit pada suhu 80ºC. Ukuran panjang, lebar dan tinggi setiap potongan daging adalah 1 x 1 x 1 cm. Panelis yang digunakan dalam uji ini adalah panelis agak terlatih (semi terlatih) sebanyak 15 orang sesuai metode Rayahu,1998 cit. Purba et al., Seluruh panelis bertugas untuk memberikan skor pada setiap sampel yang disajikan ke dalam formulir yang disediakan. Data hasil uji sensoris dianalisis dengan statistic non parametric Kruskal Wallis dan ANOVA untuk yang berbeda nyata dilanjutkan uji LSD menggunakan program computer SPSS versi 16 for Windows. HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian kualitas sensoris atau uji organoleptik Penilaian kualitas sensoris atau uji organoleptik terhadap daging ayam broiler dilakukan dengan uji hedonic. Kualitas sensoris / sifat mutu daging merupakan parameter kualitas daging yang terdiri dari uji aroma, warna, rasa, tekstur, keempukan, dan daya terima / kesukaan keseluruhan panelis terhadap daging yang diuji secara subyektif oleh panelis. Daging yang digunakan untuk uji ini adalah daging bagian paha atas. Panelis diminta untuk memberikan skor 1 (satu) sampai dengan 5 (lima), dengan arti sebagai berikut: 1= sangat suka, 2 = suka, 3 = agak suka, 4 = tidak suka, 5 = sangat tidak suka. (Jadi derajad kesukaan panelis dimulai dari angka kecil dan paling tidak disukai mempunyai skor nilai yang besar). Aroma daging. Aroma merupakan sifat mutu yang penting untuk diperhatikan dalam penilaian organoleptik bahan pangan, karena aroma merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada daya terima konsumen terhadap suatu produk. Aroma merupakan sifat mutu yang sangat cepat memberikan kesan bagi konsumen. Penilaian terhadap aroma dapat dilakukan dari jarak jauh, atau tanpa melihat produk itu sendiri. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap aroma daging antara 2,20 hingga 2,73 yaitu berkisar suka hingga agak suka, dapat dilihat pada Tabel 2. Secara statistik perlakuan penambahan feed additive / nanokapsul ekstrak kunyit berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap aroma daging dibandingkan kontrol ransum basal ataupun ransum komersial. Tetapi jika dilihat dari angka reratanya daging ayam yang diberi ransum komersial atau nanokapsul 0,4% merupakan yang paling disukai aromanya (Gambar 1). Menurut Soeparno (2005) aroma daging dipengaruhi oleh umur ternak, jenis pakan, lama dan kondisi penyimpanan setelah dipotong. Dalam hal ini jenis pakan /nanokapsul ekstrak kunyit setelah sampai di saluran pencernaan ayam sebagian kecil akan didegradasi dan sebagian lagi akan diabsorbsi masuk ke darah dan dibawa ke 23

28 seluruh tubuh (kecernaan kurkumin dalam ransum ayam broiler yang ditambah nanokapsul 0,5% adalah 70,64%). Kurkumin setelah ada di cairan sel akan cepat dimetabolisme dan diubah menjadi senyawa turunannya sehingga sudah kehilangan sifat aslinya yang beraroma enak setelah menjadi daging sehingga memberikan aroma yang tidak berbeda nyata. Aroma amis /fishy (off odor) daging pada seluruh perlakuan tidak tampak, semua daging harum dan enak, disini pemakaian tepung ikan sama yaitu 9,5% (Tabel 1). Gambar 1. Skor nilai aroma daging yang pakannya ditambah nanokapsul. Warna daging. Warna daging merupakan salah satu sifat dari sensoris daging yang utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor warna daging ayam broiler yang diberi pakan dengan penambahan nanokapsul ekstrak kunyit berbeda tidak nyata (P>0,05) yaitu antara 2,20 sampai 2,87/ warna agak kuning sampai putih kekuningan. Hal ini disebabkan karena penambahan nanokapsul ekstrak kunyit tidak mempengaruhi mioglobin (Soeparno, 2005; Fanatico et al., 2007), hemoglobin (Chartrin et al., 2006), dan pigmen heme yang menentukan warna daging. Menurut Soeparno (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi warna daging adalah pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stres (tingkat aktifitas dan tipe otot), ph dan oksigen. Pada penelitian ini kadar hemoglobin dari seluruh perlakuan juga tidak berbeda nyata rerata 5,75 g/dl atau berkisar antara 4,2 9,3 g/dl. Jadi seperti dijelaskan diatas bahwa kurkumin yang merupakan pigmen kuning dari kunyit setelah ada di dalam sel tubuh akan cepat dimetabolisme dan berubah menjadi derivatnya sehingga sudah kehillangan warna aslinya (kuning) sehingga tidak memberikan warna yang berbeda nyata 24

29 pada daging yang ransumnya ditambah ekstrak kunyit. Kalau dilihat dari nilai rerata skor warna yang paling disukai 2,20 adalah P1 (ransum yang ditambah bacitracin 50 ppm) dan P5 (ransum yang ditambah STTP 0,1%) memberikan warna daging putih kekuningan. Warna daging ayam broiler yang pakannya ditambah nanokapsul ekstrak kunyit paling disukai T8 (level NP 0,6%) Gambar 2. Gambar 2. Skor nilai warna daging yang pakannya ditambah nanokapsul. Rasa daging. Rasa merupakan kualitas sensoris daging yang berkaitan dengan indera perasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rasa daging ayam broiler yang diberi pakan dengan penambahan nanokapsul ekstrak kunyit berbeda tidak nyata (P>0,05) yaitu 2,33 sampai 3,07 yaitu berkisar antara rasa agak gurih sampai gurih. Rasa daging ayam broiler relatif sama yaitu gurih, hal ini disebabkan karena penambahan nanokapsul ekstrak kunyit dalam pakan tidak mempengaruhi substansi atsiri (volatil) yang terdapat di dalam daging (Soeparno, 2005) sebagai molekul kecil yang dilepaskan oleh makanan (selama pemanasan, pengunyahan dan lain-lain) yang bereaksi dengan reseptor dalam mulut atau rongga hidung yang menentukan rasa daging dan daging yang berkualitas baik mempunyai rasa yang relatif gurih. Dalam penelitian ini rasa daging paling disukai pada penambahan STTP 0,1% dengan skor 2,33. Rasa daging ayam broiler yang pakannya ditambah nanokapsul ekstrak kunyit paling disukai T9 (level NP 0,8%) Gambar 3. 25

30 Gambar 3. Skor nilai rasa daging yang pakannya ditambah nanokapsul. Tekstur daging. Tekstur merupakan sifat sensoris daging yang berkaitan dengan tingkat kehalusan dari daging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor tekstur daging ayam broiler yang diberi pakan dengan penambahan nanokapsul ekstrak kunyit berbeda nyata (P<0,05) yaitu 1,73 sampai 3,00 yaitu berkisar antara tekstur agak halus sampai halus. Pemakaian nanokapsul 0,4% dan 0,8% memberikan skor tekstur daging yang berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan ransum komersial. Menurut Warris (2010), ada tiga faktor utama yang diketahui mempengaruhi tekstur daging diantaranya panjang sarkomer, jumlah jaringan ikat dan ikatan silangnya serta tingkat perubahan proteolitik yang terjadi selama pelayuan. Luas dan jumlah lemak intramuskular (marbling) juga akan membuat daging lebih empuk, karena lemak lebih lembut dibandingkan otot. 26

31 Gambar 4. Skor nilai tekstur daging yang pakannya ditambah nanokapsul. Keempukan daging. Keempukan adalah parameter utama dalam menentukan kualitas daging yang diuji secara sensoris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor keempukan daging ayam broiler yang diberi pakan dengan penambahan nanokapsul ekstrak kunyit berbeda tidak nyata (P>0,05) yaitu 2,07 sampai 2,87 yaitu berkisar antara agak empuk sampai empuk. Hal ini dapat dipengaruhi oleh jaringan ikat lebih sedikit adalah lebih empuk daripada otot yang mengandung jaringan ikat dalam jumlah yang lebih besar (Soeparno, 2005) dan semakin tinggi lemak marbling akan membuat daging semakin empuk (Dilaga dan Soeparno, 2007). Selain itu, tiga komponen utama daging yang andil terhadap keempukan atau kealotan, yaitu jaringan ikat, serabut serabut otot, dan jaringan adipose (Soeparno, 2005). Disamping itu, daging yang empuk adalah hal yang paling dicari konsumen (Komariah et al., 2004). Pada P4(ekstrak kunyit 0,2%), P9(nanokapsul 0,8%) dan P10(Ransum komersial), dengan skor 2,07 menunjukan keempukan daging yang paling disukai tidak beda nyata (P>0,05%). 27

32 Gambar 5. Skor nilai keempukan daging yang pakannya ditambah nanokapsul. Kesukaan keseluruhan / Daya terima terhadap daging. Daya terima merupakan bagian dari parameter sensoris daging terhadap tingkat penerimaan konsumen terhadap semua sifat sensoris daging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor daya terima daging ayam broiler yang diberi pakan dengan penambahan nanokapsul ekstrak kunyit berbeda tidak nyata (P>0,05) yaitu2,13 sampai 2,87 yaitu berkisar antara agak suka sampai suka. Ransum komersial memberikan skor nilai kesukaan keseluruhan paling baik. Hal ini mengindikasikan bahwa nanokapsul ekstrak kunyit pada level 0,4% dapat dipakai untuk menggantikan ransum komersial yang memakai antibiotik dan bahan kimia lain yang tidak teridentifikasi sebagai pemacu pertumbuhan. Soeparno (2005) menyatakan bahwa nilai daging didasarkan atas tingkat akseptabilitas (daya terima) konsumen. Tingkat daya terima panelis terhadap daging ayam broiler tidak dipengaruhi oleh adanya level penambahan nanokapsul ekstrak kunyit dalam pakan, tetapi kalau dilihat nilai reratanya terendah 2,20 dicapai oleh ayam yang ransumnya ditambah nanokapsul 0,4% (P7) Gambar 6. Hal ini dapat disebabkan karena kepuasan yang berasal dari konsumen daging tergantung pada respons fisiologis dan sensori diantara individu (Soeparno, 2009). 28

33 Gambar 6. Skor nilai kesukaan keseluruhan daging yang pakannya ditambah nanokapsul. KESIMPULAN Pemakaian nanokapsul ekstrak kunyit terbaik pada level 0,4%, mampu memberikan kualitas sensori yang baik dalam daging ayam broiler. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dirjen DIKTI yang telah membantu pendanaan penelitian lewat Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (Multidisiplin UGM) tahun anggaran Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Tim Promotor, Laboran dan semua mahasiswa S1-S2 yang terlibat pada penelitian ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Anand, P.A., A. B. Kunnumakkara, R.A. Newman, and B.B. Aggarwal, 2007.Bioavailability of Curcumin: Problems and Promises. Mol. Pharmaceutics, 2007, 4 (6), DOI: /mp700113r. Aznam, N Uji aktivitas antioksidan ekstrak kunyit (Curcuma domestica, Val). Prosiding Seminar Nasional, Penelitian Pendidikan dan Penerapan MIPA. 2-3 Agustus, Hotel Sahid Raya, Yogyakarta. Halaman: Barroeta, A.C Nutritive value of poultry meat: relationship between vitamin E and PUFA. World s Poult. Sci. J. 63:

34 Bou, R., F. Guardiola, A. Tres, A.C. Barreota and R. Codony Effect of dietary fish oil, α-tocopherol acetate, and zinc supplementation on the composition and consumer acceptability of chicken meat. Poult. Sci. 83: Bou, R., S. Grimpa, F. Guardiola, A.C. Barroeta and Codony R Effects of various fat sources, alpha tocopheryl acetate, and ascorbic acid supplements on fatty acid composition and alpha-tocopherol content in raw and vacuum-packed, cooked dark chicken meat. Poult. Sci. 85: Chartrin, P.K. Me teau, H. Juin, M.D. Bernadet, G. Guy, C. Larzul, H. Re mignon, J. Mourot, M.J. Duclos, and E. Bae za Effects of intramuscular fat levels on sensory characteristics of duck breast meat. Poultry Sci. 85: with outdoor access. Poultry Sci. 86: Gaudin, V., Maris, P., Fusetier, R., Ribouchon, C., Cadieu, N. and Rault, A Validation of a microbiological method: The Star protocol, a five plate test for screening of antibiotic residues in milk. Food Additives and Contaminants 21(5): Omojola, A.B, S.S. Fagbuaro dan A.A. Ayeni Cholesterol Content, Physical and Sensory Properties of Pork from Pigs Fed Varying Levels of Dietary Garlic (Allium sativum). J. World Applied Sci. 7: Komariah, I.I. Arief dan Y. Wiguna Kualitas fisik dan mikrobia daging sapi yang ditambah jahe (Zinger officinale roecoe) pada konsentrasi dan lama penyimpanan yang berbeda. Media Peternakan Vol. 28(2): Dilaga, I.W.S. dan Soeparno Pengaruh pemberian berbagai level Clenbuterol terhadap kualitas daging babi jantan grower. Buletin Peternakan Vol. 31(4): Fanatico, A.C., P.B. Pillai, J.L. Emmert, and C.M. Owens Meat quality of slow- and fastgrowing chicken genotypes fed low-nutrient or standard diets and raised indoors or Maiti, K., K. Mukherjee, A. Gantait, B.P. Saha, P.K. Mukherjee Kurkumin phospholipid complex: Preparation, therapeutic, evaluation and pharmacokinetic studi in rats. Int. J. Pharm. 330(1-2), NRC Nutrient Requirements of Poultry. 9 th Rev.Ed. National Academy Press, Washington DC. 30

35 Park, P.W. and R.E. Goins In Situ Prearation of Fatty Acids Methyl Ester For Analysis of Fatty Acids Composition. Foods Sci. 59(6): Purba, M., E.B. Laconi, P.P. Ketaren, C.H. Wijaya dan P.S. Hardjosworo, Kualitas sensori dan komposisi asam lemak daging itik lokal jantan dengan suplementasi santoquin, vitamin E dan C dalam ransum. JITV Vol. 15(1) : Rebole, A., M.L. Rodriguez, L.T. Ortiz, C. Alzueta, C. Centeno, C. Viveros, A. Brenes and I. Arija Effect of dietary high-oleic acid sunflower seed, palm oil and vitamin E supplementation on broiler performance, fatty acid composition and oxidation susceptibility of meat. Br. Poult. Sci. 47: Soeparno Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Swatantra K.K.S., R. Awani K., S.Satyawan Chitosan: A Platform for Targeted Drug Delivery. Int.J. PharmTech Res.,2(4): Warris,P.D Meat Science : an Introductory Text.2 nd School of Veterinary Science University of Bristol, CABI Publishing. Bristol UK, pp Wachira, W.M., A. Shitandi and R. Ngure, Determination of the limit of detection of penicillin G residues in poultry meat using a low cost microbiological method. International Food Research Journal 18(3):

36 SEGMENTASI TEKSTUR CITRA LIDAH PENDERITA TIFOID MENGGUNAKAN METODE ADAPTIF Supatman Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10 Yogyakarta keliksupatman@yahoo.com Abstract Typhoid and paratyphoid (hereinafter referred to as typhoid) is an acute infectious disease of the small intestine which is included in the category endemic in Indonesia. The disease is classified as infectious diseases listed in Act No. 6 of 1962 on the outbreak. In Indonesia as an epidemic of typhoid rare but more often are sporadic, scattered in an area and rarely cause more than one case in the home and source of infection could not be determined.identification of typhoid disease conducted with a variety of laboratory tests, including tests widal and culture. The results of these tests are used to ascertain the symptoms of typhoid patients within one week. Early identification of typhoid disease can also be done by looking at the condition of the patient's tongue, the tongue is the degree of soiling. Getting dirty tongue then the probability of patients suffering from typhoid will be even greater. 1. Pendahuluan Tifoid dan paratifoid (selanjutnya disebut tifoid) merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang dimasukkan dalam katagori endemik di Indonesia. Penyakit ini digolongkan penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Di Indonesia tifoid jarang sebagai epidemic akan tetapi lebih sering bersifat sporadic, terpencarpencar disuatu daerah dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah serta sumber penularan tidak dapat ditentukan. Identifikasi dini penyakit tifoid secara visual dapat juga dilakukan dengan melihat kondisi lidah pasien, yaitu dengan tingkat kekotoran lidah. Semakin kotor lidah pasien maka probabilitas menderita tifoid akan semakin besar. Proses identifikasi real time melalui tekstur citra lidah dilakukan dengan proses awal preprocessing citra yaitu segmentasi untuk memisahkan citra lidah dari objek lainnya seperti bibir, gigi dan bagian dalam mulut lainnya. 2. Dasar Teori 2.1 Tifoid Tifoid dan paratifoid (selanjutnya disebut tifoid) adalah penyakit infeksi akut usus halus yang merupakan penyakit endemik di Indonesia. Sinonim tifoid adalah typhoid dan patatyphoid fever, enteric fever, typhus dan paratyphus abdominfis. Etiologinya ialah Salmonella typhi, S. paratytphi A., S. paratyphi B., dan S. paratyphi C [25,26]. 32

37 Penularan S. typhi terjadi melalui mulut oleh makanan yang tercemar. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus, mencapai jaringan limfoid lalu berkembang biak. Kuman kemudian masuk aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial hati, limpa dan organ-organ lain. Diprediksi proses ini berjalan pada masa tunas, yang berakhir saat sel-sel retikuloendotelial melepas kuman pada peredaran darah dan menimbulkan bakteri untuk kedua kalinya. Kuman-kuman selanjutnya masuk ke jaringan beberapa organ tubuh, terutama limpa, usus halus dan kandung empedu [25,26]. Ciri-ciri utama penderita demam tifoid berupa tanda-tanda klinis antara lain panas meningkat secara berlahan, gangguan GIT (konstipasi, diare, mualmuntah) dan lidah kotor [29]. 2.2 Citra Format Citra Komponen Citra Digital Citra adalah representasi dua dimensi untuk bentuk fisik nyata tiga dimensi. Citra dalam perwujudannya dapat bermacam-macam, mulai dari gambar hitam-putih pada sebuah foto (yang tidak bergerak) sampai pada gambar berwarna yang bergerak pada pesawat televisi. Proses transformasi dari bentuk tiga dimensi ke bentuk dua dimensi untuk menghasilkan citra akan dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor yang mengakibatkan penampilan citra suatu benda tidak sama persis dengan bentuk fisik nyatanya. Faktor-faktor tersebut merupakan efek degradasi atau penurunan kualitas yang dapat berupa rentang kontras benda yang terlalu sempit atau terlalu lebar, distorsi geometrik, kekaburan (blur), kekaburan akibat obyek yang bergerak (motion blur), noise atau gangguan yang disebabkan oleh interferensi peralatan pembuat citra, baik berupa transduser, peralatan elektronik ataupun peralatan optik. Teknik dan proses untuk mengurangi atau menghilangkan efek degradasi pada citra digital meliputi perbaikan/peningkatan citra (image enhacement), restorasi citra (image restoration), dan tranformasi spasial (spasial transformation). Subyek lain dari pengolahan citra digital diantaranya adalah pengkodean citra (image coding), segmentasi citra (image segmentation), representasi dan deskripsi citra (image representation and description). Karena pengolahan citra dilakukan dengan komputer digital maka citra yang akan diolah terlebih dahulu ditransformasikan ke dalam bentuk besaran-besaran diskrit dari nilai tingkat keabuan pada titik-titik elemen citra. Bentuk citra ini disebut citra digital. Setiap citra digital memiliki beberapa karakteristik, antara lain ukuran citra, resolusi dan format 33

38 lainnya. Umumnya citra digital berbentuk persegi panjang yang memiliki lebar dan tinggi tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam banyaknya titik atau piksel (picture element/pixel). Ukuran citra dapat juga dinyatakan secara fisik dalam satuan panjang (misalnya mm atau inch). Dalam hal ini tentu saja harus ada hubungan antara ukuran titik penyusun citra dengan satuan panjang. Hal tersebut dinyatakan dengan resolusi yang merupakan ukuran banyaknya titik untuk setiap satuan panjang. Biasanya satuan yang digunakan adalah dpi (dot per inch). Makin besar resolusi makin banyak titik yang terkandung dalam citra dengan ukuran fisik yang sama. Hal ini memberikan efek penampakan citra menjadi semakin halus. Format citra digital ada bermacammacam. Karena sebenarnya citra merepresentasikan informasi tertentu, sedangkan informasi tersebut dapat dinyatakan secara bervariasi, maka citra yang mewakilinya dapat muncul dalam berbagai format. Citra yang merepresentasikan informasi yang hanya bersifat biner untuk membedakan 2 keadaan tentu tidak sama citra dengan informasi yang lebih kompleks sehingga memerlukan lebih banyak keadaan yang diwakilinya. Pada citra digital semua informasi tadi disimpan dalam bentuk angka, sedangkan penampilan angka tersebut biasanya dikaitkan dengan warna. Citra digital (digital image) adalah citra kontinyu f(x,y) yang sudah didiskritkan baik koordinat spasial maupun tingkat kecerahannya. Setiap titik biasanya memiliki koordinat sesuai dengan posisinya dalam citra. Koordinat ini biasanya dinyatakan indeks x dan y hanya bernilai bilangan bulat positif, yang dapat dimulai dari 0 atau 1. Citra digital yang selanjutnya akan disingkat citra sebagai matrik ukuran M x N yang baris dan kolomnya menunjukkan titiktitiknya yang diperlihatkan pada persamaan di bawah ini menurut [10]: f(0,0) f,1( 0) X=f(x,y)=... f( M 1,0) f(01,)... f(0, N 1) f 1(1,)... f 1(, N 1) f( M 1,1)... f( M,1 N 1) (1) Setiap titik juga memiliki nilai berupa angka digital yang merepresentasikan informasi yang diwakili titk tersebut. Format nilai piksel sama dengan format citra keseluruhan. Pada kebanyakan sistem pencitraan, nilai ini biasanya berupa bilangan bulat positif Representasi Citra Digital Komputer dapat mengolah isyaratisyarat elektronik digital yang merupakan kumpulan sinyal biner (bernilai dua: 0 dan 1). Untuk itu, citra digital harus mempunyai format tertentu yang sesuai sehingga dapat 34

39 merepresentasikan obyek pencitraan dalam bentuk kombinasi data biner. RGB color yang nantinya akan membentuk citra warna. Citra yang tidak berwarna atau hitam putih dikenal sebagai citra dengan derajat abu-abu (citra graylevel/grayscale). Derajat abu-abu yang dimiliki ini bisa beragam mulai dari 2 derajat abu-abu (yaitu 0 dan 1) yang dikenal juga sebagai citra monochrome, 16 derajat keabuan dan 256 derajat keabuan. Dalam sebuah citra monochrome, sebuah piksel diwakili oleh 1 bit data yang berisikan data tentang derajat keabuan yang dimiliki piksel tersebut. Data akan berisi 0 bila piksel berwarna hitam dan 1 bila piksel berwarna putih. Citra yang memiliki 16 derajat keabuan (mulai dari 0 yang mewakili warna hitam sampai dengan 15 yang mewakili warna putih) direpresentasikan oleh 4 bit data. Sedangkan citra dengan 256 derajat keabuan (nilai dari 0 yang mewakili warna hitam sampai dengan 255 yang mewakili warna putih) direpresentasikan oleh 8 bit data. Dalam citra berwarna, jumlah warna bisa beragam mulai dari 16, 256, atau 16 juta warna yang masing-masing direpresentasikan oleh 4,8,16 atau 24 bit data untuk setiap pikselnya. Warna yang ada terdiri dari 3 komponen utama yaitu nilai merah (red), nilai hijau (green) dan nilai biru (blue). Paduan ketiga komponen utama pembentuk warna tersebut dikenal sebagai Tingkat Abu-abu (Grayscale) Kecerahan dari citra yang disimpan dengan cara pemberian nomor pada tiaptiap pikselnya. Semakin tinggi nomor pikselnya maka makin terang (putih) piksel tersebut. Sedangkan semakin kecil nilai suatu piksel, mengakibatkan warna pada piksel tersebut menjadi gelap. Dalam sistem kecerahan yang umum terdapat 256 tingkat untuk setiap piksel. Scala kecerahan seperti ini dikenal sebagai grayscale. Proses grayscale ini bertujuan untuk merubah citra 24 bit RGB menjadi citra abuabu. Pemilihan pemrosesan pada tingkat abu-abu ini dipilih karena lebih sederhana, yaitu hanya menggunakan sedikit kombinasi warna dan dengan citra abu-abu dirasakan sudah cukup untuk memproses peta yang semula berupa RGB colour dengan liputan abu-abu. Titik1 Titik2 Titik3 Titik4 B G R B G R B G R B G R Gambar 1. Model penyimpanan piksel pada buffer memori[3] Pengubahan citra 24 bit ke citra abuabu YUV dengan mengambil komponen Y (luminance) dapat dilakukan dengan mengalikan komponen R, G, B dari nilai taraf intensitas tiap piksel RGB dengan konstanta (0.299R,0.587G,0.11B). 35

40 Gambar 2. Operasi Pengubahan Citra 24 bit (piksel warna ) ke Citra Abu-Abu YUV [9] Pengambangan Adaptif. Pendekatan langsung dalam metode adaptif adalah dengan membagi citra menjadi beberapa bidang berukuran m x m lalu memilih threshold Tij untuk bagian citra berdasarkan histogram dari bagian ke-ij (1 i,j m). Hasil akhir dari proses ini adalah gabungan dari bagian-bagian citra tadi, yang sebearnya berasal dari sebuah citra yang lebih besar. Sebuah citra dapat dibagi menjadi 4, 6, 9 bagian dan seterusnya tergantung pada ukuran dimensi citra dan besarnya perbedaan latar belakang yang paling gelap dan latar belakang yang paling terang, sehingga bagian-bagian kecil tadi menutup seluruh bagian dari citra asal. Ilustrasi pembagian citra menjadi empat bagian diberikan pada Gambar 2.5 [33]. T 1,1 T1,2 T 2,1 T 2,2 Gambar 3. Pembagian daerah dengan teknik pengambangan adaptif [33]. Nilai ambang lokal dapat dihitung dengan salah satu dari tiga cara berikut [21]: (2) 36

41 atau (3) (4) dengan W : blok yang diposes Nw : banyaknya piksel pada blok W C : konstanta yang dapat ditentukan secara bebas 4. Eksperimen Eksperimen dilakukan menggunakan citra lidah penderita tifoid dengan merubah parameter sub window dan nilai konstanta pada perangkat lunak aplikasi metode adaptif. Digram blok perangkat lunak implementasi metode adaptif ditunjukkan pada Gambar 4 dan perubahan nilai konstan ditunjukkan pada Tabel 1. Citra Lidah Penderita Tifoid Algoritma Metode Adaptif Citra Lidah (tersegmentasi) Gambar 4. Diagram blok implementasi metode adaptif. Tabel 1. Parameter pengujian perangkat lunak implementasi algoritma adaptif Pengujian Sub Window Konstanta 1 4 x x x x x Hasil dan pembahasan Berdasarkan data citra lidah penderita tifoid diperolah hasil uji segmentasi dengan merubah sub window dan nilai konstanta ditunjukkan pada Gambar 5. 37

42 Sub Window : 4x4 Sub Window : 16x16 Sub Window : 19 x 19 Konstanta : 0.14 Konstanta : 0.14 Konstanta : 0.14 Sub Window : 16x16 Sub Window : 16x16 Sub Window : 16 x 16 Konstanta : 0.10 Konstanta : 0.14 Konstanta : 0.19 Gambar 5. Hasil Uji Perangkat Lunak Segmentasi Citra Lidah Menggunakan Metode Adaptif. Berdasarkan Gambar 5. Hasil Uji Perangkat Lunak Segmentasi Citra Lidah Menggunakan Metode Adaptif diperoleh ukuran optimal sub window diperoleh pada nilai 16 x 16 piksel dengan nilai konstanta Semakin rendah nilai konstanta maka segmentasi citra semakin besar (over segmentation) dan semakin besar sub window maka semakin segmentasi citra semakin besar. 6. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang diambil dari analisa dan pengujian segmentasi citra lidah menggunakan metode adaptif pada penderita penyakit tifoid lain : a. Ukuran optimal dalam sub window diperoleh pada nilai 16 x 16 piksel. b. Konstanta optimal pada nilai

43 Daftar Pustaka [1]. Adi Dharma Wibawa, 2005, Early Detection On The Condition Of Pancreas Organ As The Cause Of Diabetes Mellitus By Iris Image Processing Using Modified SOM- Kohonen, ICBME, Singapura. [2]. Ajith Abraham, 2004, Meta learning evolutionary artificial neural networks, Nero Computing. [3]. Andy Song, Vic Ciesielski, 2004 Texture Analysis by Genetic Programming, In Proceedings of the 2004 Congress on Evolutionary, G. Greenwood (Editor), pages , Portland. [4]. B.C. Merki, M.R. Mahfouz, 2005, Unsupervised Three-Dimensional Segmen-tation of Medical Images Using an Anotomical Bone Altas, ICBME, Singapura. [5]. B. Jaganatha Pandian, 2005, AI Based Detection And Classification Of Microca-lcifications In Digital Mammogram, ICBME, Singapura. [6]. Duda., Ricard O, Hart., Peter E, Stork., Peter E, 2000, Pattern Clasification, John Willey & Sons Inc. [7]. Erdogan Çesmeli and DeLiang Wang, 2001, Texture Segmentation Using Gaussian Markov Random Fields and Neural Oscillator Networks, IEEE Transactions On Neural Networks, Vol. 12, No. 2, March. [8]. Fausett, Laurene, 1994, Fundamentals Of Neural Networks, Arcitectures, Algorithms, and Applications, Prentice Hall, Englewood Cliffs. [9]. H.P. Ng., 2005, An Improved Watershed Algorithm For Medical Image Segmentation, ICBME, Singapura.[17] [10]. Ham., Fredric M., Kostanic., Ivica, 2001, Principles of Neurocomputing for Science & Engineering, McGraw- Hill, Inc. [11]. Haryanti Rivai, 2005 Pengenalan ciriciri tekstur kecacatan kain sutera dengan menggunakan metode gaussian markov random field dengan klasifikasi SOM-Kohonen, ITS, Surabaya. [12]. J.T. Pramudito, 2005, Design and Implemtation Of Early Osteoporosis Detection Software System By Clavicular Cortx Thickness Measurement, ICBME, Singapura. [13]. Jin-Hyuk Hong, 2005., The classification of cancer based on DNA microarray data that uses diverse 39

44 ensemble genetic programming, Artificial Itellejence in Medicine. [14]. M.S.G. Tsuzuki, 2005, 4D Thoracic Organ Modelling from Unsunchronized MR Sequential Images, ICBME, Singapura. [15]. Marques de sa, J.P., 2001, Pattern Recognition:Consept, Methods and Applications,Springer. [16]. Matthew J.Langdon,Ph.D, 2003, Classification of Gaussian Markov Random Field (GMRF) with Application to Powder images, University of Leads. [17]. Mei-Gie Lim, 2005, Probability Distribution Maps As Medical Image Labeling Tool Pros and Cons, ICBME, Singapura. [18]. Mori, Shunji., Nishida, Hirobumi., Yamada, Hiromitsu, 1999, Optical Character Recognition, John Willey & Sons Inc. Analisis Citra, dan Tahapan Membangun Aplikasi Biometrika, C.V. Andi Offset, Yogyakarta. [22]. Pratt., William K., 2001, Digital Image Processing, John Willey & Sons. [23]. Rinaldi Munir, 2004, Pengolahan Citra Digital Dengan Pendekatan Algoritmik, Informatika, Bandung. [24]. Russ., John C., 1998, The Image Processing Handbook 3th, A CRC Handbook Published. [25]. Soeparman, 1995., Ilmu penyakit dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. [26]. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 1982., Ilmu kesehatan anak jilid 2, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. [27]. Shao-Jer Chen, 2005, Quantitative Assessment Of Pathological Findings For Breast Cancer through Sonographic Texture Analysis, ICBME, Singapura. [19]. Nicholas V. Swindale and Hans-Ulrich Bauer, 1998, Application of Kohonen's self-organizing feature map algorithm to cortical maps of orientation and direction preference, The royal society. [21]. Putra., Darma, 2009, Sistem Biometrika, Konsep Dasar, Teknik [28]. Steinmetz., Raft, Nahrstedt., Klara, 2002, Multimedia Fundamentals, Media Coding and Content Processing, Prentice-Hall inc. [29]. Supatman, 2008, Identifikasi citra tekstur bubuk susu dengan metode alih-ragam gelombang singkat untuk memprediksi keaslian produk susu, 40

45 Proceedings SITIA2008, ISBN: , tanggal: 8 Mei 2008, ITS Surabaya. Proceedings SITIA2007, ISBN : , tanggal 9 Mei 2007, ITS Surabaya. [30]. Supatman, 2008, Identifikasi Citra Sketsa Figur Manusia Dengan Metode Pulse Coupled Neural Network (PCNN) Untuk Mempredisi Daya Tahan Terhadap Stres, Prosiding Semnasif 2008, ISSN: , Jurusan Teknik Informatika, FTI, UPN Veteran Yogyakarta. [31]. Supatman., Mulyanto, Eko., Purnomo, Mauridy H., 2007, Identifikasi citra tekstur lidah menggunakan metode gaussian markov random field untuk deteksi dini penyakit tifoid, [32]. Supatman, 2006, Ekstraksi ciri citra tekstur lidah menggunakan metode Co-Occurrence Matrik, Prosiding Seminar Nasional Peran Teknologi Pemrosesan Sinyal Diera Global ISBN : , tanggal: 11 November 2006, Fak. Teknik, Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta. [33]. Usman Ahmad, 2005, Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya, Graha Ilmu, Yogyakarta. 41

46 KUALITAS KIMIA DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER Sri Hartati Candra Dewi Program Studi Peternakan, Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10 Yogyakarta sh_candradewi@yahoo,com ABSTRACT This study aims to determine carcass and chemical quality of chicken meat fed concentrate-based broiler ration, Thirty-six chicks 1 week old used in the experiments were conducted as One Way experiment using a completely randomized design with 4 treatments of feed (use 1 BR concentrate as much as 100%, 75%, 50%, and 25%) per treatment with 3 replications, Data were analyzed by ANOVA and Duncan's Multiple Range Test, Parameters measured were moisture content, protein, fat and meat ph, The results showed that the water content and fat content of real influenced by feed treatment, whereas protein content and ph of the meat was not significantly affected by feeding treatment, The study concluded that the chicken-based concentrates fed up with the percentage of concentrate at 75%, does not affect the chemical characteristics of meat, Keywords: chicken, feed-based concentrates, chemical characteristics of meat, PENDAHULUAN Ayam kampung merupakan unggas yang paling digemari oleh masyarakat tanpa memandang usia, Selain itu ayam kampung banyak dipelihara oleh masyarakat baik di desa maupun di kota, Pemeliharaan ayam kampung masih dalam jumlah kecil antara 2 sampai 5 ekor, karena tujuan utamanya adalah untuk kesenangan atau hobi, untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga dan masih sebagai usaha sambilan, Pemeliharaan ayam kampung skala rumah tangga belum memperhatikan kebutuhan nutrisinya, karena hanya memanfaatkan sisa dapur dan hanya ditambah dedak atau bekatul, Oleh karena itu produksi maupun kualitas dagingnya pun masih belum optimal, Dalam rangka meningkatkan produksi dan kualitas dagingnya perlu perbaikan kualitas pakan, hal ini dapat diluhat dari pemberian pakan pada broiler, Dewasa ini masyarakat dalam memilih bahan pangan sudah sangat memperhatikan tentang kualitasnya, termasuk dalam memilih daging yang akan dikonsumsi, Masyarakat tentu akan memilih daging yang mempunyai kualitas baik sesuai dengan biaya yang dikeluarkan, Kebutuhan daging baik daging sapi maupun ayam akan meningkat pada saat-saat tertentu misalnya pada hari-hari besar keagamaan, Pada saat itu harga ayam kampung akan meningkat, hal ini disebabkan karena permintaan tinggi sedang ketersediaan sedikit, Salah satu keuntungan pemeliharaan ayam pedaging kampung 42

47 dengan menggunakan sistem broiller adalah, peternak bisa memproduksi DOC sendiri, Hingga tingkat ketergantungan peternak pada agroindustri modern menjadi terkurangi, Tingkat keuntungan peternak akan semakin tinggi apabila mereka meramu pakan sendiri dengan membeli tepung ikan, jagung giling, bungkil, dedak, tepung tulang, tepung darah dan lain-lain, Peningkatan produksi dan kualitas daging ayam kampung akan dilakukan dengan memberikan pakan berbasis konsentrat ayam broiler dengan penambahan bekatul maupun bahan lain, Penelitian ini bertujuan untuk melihat karkas dan kualitas kimia daging ayam kampung yang diberi ransum berbasis konsentrat broiler, Daging ayam kampung merupakan salah satu komoditi peternakan yang dibutuhkan untuk memenuhi protein hewani asal ternak, dimana protein dagingnya mengandung susunan asam amino yang lengkap, Namun daging dari ayam kampung pada umumnya harganya lebih mahal dari daging broiler, sedangkan bobotnya lebih rendah, Oleh karena itu untuk meningkatkan produksi daging ayam kampung perlu dilakukan perubahan ransum, apakah dengan pemberian konsentrat broiler produksi karkasnya akan meningkat? METODE DAN METODE Materi Ayam kampung umur 1 minggu, Kandang kelompok, Seperangkat alat untuk analisa kimia daging, Seperangkat alat untuk menyembelih ayam, Metode Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan pengacakan lokasi kandang dan anak ayam, Pengacakan lokasi dilakukan sebelum ayam dimasukkan dalam kandang, sedangkan pengacakan anak ayam dilakukan pada ayam unsexed yang dikelompokkan menjadi 4 perlakuan, dengan 3 ulangan masing-masing 3 ekor, Perlakuan yang diberikan adalah : - Perlakuan 1 (R1):100 %konsentrat BR 1 - Perlakuan 2 (R2): 75 %konsentrat BR 1 - Perlakuan 3 (R3): 50 %konsentrat BR 1 - Perlakuan 4 (R4): 25 %konsentrat BR 1 Pemberian Ransum dan Vitamin Ransum yang diberikan disusun seperti yang tertera dalam Tabel 2, Pemberian ransum dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore dalam bentuk pellet, Pada ayam berumur 1 hari ransum yang diberikan adalah BR sampai dengan umur 1 minggu untuk adaptasi, setelah itu baru kemudian diberikan ransum perlakuan selama 10 minggu, Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum 43

48 Kandungan nutrient bahan pakan penyusun ransum pada tabel 1, berikut ini : Tabel 1, Kandungan nutrient bahan pakan penyusun ransum Bahan Pakan ME (Kcal/kg) PK (%) Jagung (1) ,7 Bekatul (1) BR Keterangan : 1) Anggorodi (1995) 2) Hartadi et al, (1986) Tabel 2, Susunan dan kandungan nutrient ransum perlakuan Bahan Pakan Jagung (1) Bekatul (1) P1 P2 P3 P BR Jumlah (kg) ME (Kcal/kg) , ,5 PK (%) 20 18,42 15, ,93 yaitu dengan metode Kosher dengan memotong arteri karotis, vena jugularis dan esophagus (Soeparno, 1994), Sampel daging diambil dari bagian dada, Pengambilan data Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan ph, Perlakuan dalam penelitian ini adalah pemberian ransum berbasis konsentrat broiler (BR 1), Jadi dalam hal ini ada 4 perlakuan yaitu P1, P2, P3 dan P4, Setiap perlakuan diulang 3 kali, setiap ulangan diambil 1 ekor, Data yang diambil adalah kadar air, protein, lemak dan ph daging (AOAC, 1975), Analisis Data Penelitian disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah, dengan 4 perlakuan pakan yaitu penggunaan konsentrat BR 1 sebanyak 100 %, 75 %, 50 %, dan 25 %, dengan 3 kali ulangan untuk masing-masing perlakuan, Data diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi, dan jika ada perbedaan rata-rata, dilanjutkan dengan uji beda jarak berganda dari Duncan s New Multiple Range Test (Astuti, 1980), Pengambilan Sampel Daging Sampel ayam diambil satu ekor secara acak sehingga tiap perlakuan ada 3 ekor, dan dilakukan penimbangan sebelum dipotong, Pemotongan ayam dilakukan sesuai dengan prosedur pemotongan ayam HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kandungan air daging ayam berturut-turut dari P1 sampai dengan P5 seperti tertera pada tabel 3, Hasil penelitian 44

49 menunjukkan bahwa perlakuan pakan mempengaruhi secara nyata pada kadar air daging, Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa keempat perlakuan ransum dengan menggunakan pakan konsentrat terdapat perbedaan yang nyata, Pada perlakuan 100 % pakan konsentrat menghasilkan daging dengan kadar air yang lebih tinggi dibanding perlakuan pakan 75 %, 50 % dan 25 % konsentrat, Hal ini diduga karena ransum P1 mempunyai kandungan nutrient (ME) yang lebih tinggi dibandingkan yang lain, walaupun bahan pakannya berbeda, perbedaan timbunan protein belum cukup untuk menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap kandungan air dagingnya, Tabel 3, Kadar Air daging ayam Kampung (%) Ulangan Perlakuan (% konsentrat) ,31 73,41 75,38 75, ,20 75,12 73,25 74, ,64 74,73 74,89 73,90 Rerata 76,38 a 74,42 b 74,51 b 74,71 b Keterangan : rerata dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), Menurut Soeparno (1994), kandungan air daging antara lain dipengaruhi oleh umur ternak, semakin tua umur ternak maka kandungan airnya akan menurun, dengan kata lain semakin tua umur ternak maka kandungan air daging semakin rendah, bila persentase lemak dalam karkas broiler meningkat maka al. (2001) komposisi kimia daging adalah % merupakan kandungan air, Sedangkan kandungan air daging ayam yang normal berkisar antara 70 % sampai 75 % (Aberle et al,, 2001), Kandungan air dapat berbeda diantara otot, Perbedaan kandungan air pada tubuh hewan dipengaruhi oleh variasi umur dan pakan, kandungan air tubuh berkurang, Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Indarto dkk. (2000) menyebutkan bahwa kadar air ayam broiler yang mendapatkan suplementasi 4% minyak lemuru sebesar 74,87% sedangkan untuk kontrol diperoleh 74,92%, Menurut Aberle et Kadar Protein Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak nyata antara perlakuan ransum, Rerata kandungan protein daging hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 5, Hasil analisis variansi 45

50 menunjukkan adanya perbedaan yang tidak nyata antara perlakuan ransum, Hal ini yang sama, sehingga menyebabkan kandungan protein daging relatif sama, diduga bahwa kandungan asam amino dari ransum perlakuan mempunyai kandungan Tabel 5, Kadar Protein Daging Ayam Kampung (%) Ulangan Perlakuan (% konsentrat) ,53 20,17 20,03 20, ,40 20,37 21,11 20, ,21 21,47 20,67 21,38 Rerata ns 19,38 20,67 20,60 20,68 Keterangan : ns = non signifikan Menurut Aberle et al, (2001) dan Soeparno (1994) kandungan protein daging ayam berkisar antara 16 % sampai 22 %, Daging juga mengandung asam amino esensial yaitu valin, triptopan, treonin, methionin, leusin, isoleusin, lisin dan protein, dan abu tubuh, serta menurunkan lemak tubuh (Soeparno, 1992), Kimia daging dari ternak sangat bervariasi tergantung dari umur, bangsa, spesies, stress, pakan dan jenis kelamin (Lawrie, 1995), histidin, Protein daging dapat dicerna sampai sekitar 95 %, Dengan demikian hasil penelitian ini lebih baik dari kisaran tersebut, Pakan yang dikonsumsi ternak akan mempengaruhi sifat kimia daging yang dihasilkan, Peningkatan protein dalam Kadar Lemak Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan lemak daging ayam berkisar antara 1,32 % sampai 2,64 %, secara lengkap dapat dilihat pada tabel 6, pakan dapat meningkatkan kandungan air, 46

51 Tabel 6, Kadar Lemak Daging Ayam Kampung (%) Ulangan Perlakuan (% konsentrat) ,54 2,70 2,60 2,60 2 1,13 2,58 2,47 2,77 3 1,30 2,47 2,70 2,56 Rerata 1,32 a 2,58 b 2,60 b 2,64 b Keterangan : rerata dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), Dari hasil analisis variansi kandungan lemak daging menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, Menurut Soeparno (1994) bahwa jika seekor ternak mengkonsumsi energi melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan tubuh pada kondisi lingkungan yang menguntungkan, maka dapat diharapkan bahwa ternak tersebut akan menimbun energi sebagai lemak dalam tubuhnya, Dijelaskan pula oleh Anggorodi (1985) bahwa kandungan lemak dalam tubuh ternak diperoleh dari kelebihan energi yang dikonsumsi, Ransum yang dikonsumsi dengan energi yang berlebihan tersebut akan disimpan dalam bentuk lemak sehingga semakin tinggi kandungan energi ransum maka semakin tinggi pula kandungan lemak dalam tubuh, normal, yaitu 1,2 % sampai 12 % ( Aberle et al,, 2001), Lebih lanjut disebutkan bahwa kandungan lemak daging dipengaruhi antara lain oleh bangsa, lokasi otot, macam otot, jenis kelamin dan umur ternak, Menurut Aberle et al. (2001) kandungan lemak daging sebesar 1,5 13 %, Soeparno (1994) menyatakan bahwa persentase lemak pada umumnya bertambah dengan bertambahnya umur tetapi dapat berubah setiap saat tergantung dari zat makanan yang dikonsumsi, Menurut Aberle et al, (2001) kandungan lemak daging bervariasi tergantung dari jumlah lemak eksternal dan lemak intramuscular, Lebih lanjut dijelaskan bahwa ditinjau dari segi nutrisi, komponen lemak yang penting adalah trigliserida, fosfolipida, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak, Hasil penelitian diperoleh kandungan lemak daging ayam termasuk 47

52 ph ayam kampung terdapat perbedaan yang Dari hasil penelitian diperoleh rerata ph daging secara berturut-turut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7, Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa tidak nyata pada ph daging, Wulf et al. (2002) bahwa daging yang dikatakan tidak asam adalah daging yang memiliki ph di atas 5,0. perlakuan ransum berbasis konsentrat pada Tabel 7, ph Daging Ayam Kampung (%) Ulangan Perlakuan (% konsentrat) ,10 5,93 5,09 5,52 2 5,40 5,18 5,26 5,22 3 5,21 5,33 5,32 5,03 Rerata ns 5,23 5,48 5,22 5,26 Keterangan : Keterangan : rerata dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), Nilai ph daging ayam pada penelitian ini termasuk dalam kisaran ph normal, Aberle et al. (2001) menyatakan bahwa pada ph diberi pakan berbasis konsentrat sampai dengan persentase konsentrat sebesar 75 %, ditinjau dari sifat kimia daging, akhir daging mencapai titik isoelektrik (5,2 5,4) jumlah gugus reaktif dari protein otot Saran yang dimuati secara positif dan negatif sama, sehingga gugus tersebut cenderung saling tarik menarik dan hanya gugus yang Pada pemeliharaan ayam kampung dapat diberikan pakan berbasis konsentrat sampai dengan pemberian 75 %, tersisa yang tersedia untuk mengikat air, DAFTAR PUSTAKA KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ayam kampung dapat Aberle, E, D,, C, J, Forest, H, B, Hedrick, M, D, Judge dan R,A, Merkel, 2001, The Principle of Meat Science, W,H, Freeman and Co, San Fransisco, 48

53 AOAC, 1975, Official Methods of Analysis, Association of Official Analytical Chemists, Washington, D,C, Soeparno, 1994, Ilmu dan Teknologi Daging, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Anggorodi, H,R, 1995, Ilmu Makanan Ternak Dasar, PT Gramedia, Jakarta, Astuti, M, 1980, Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik, Bagian I, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indarto, R.E., Zuprizal dan N.M.A. Susenti Pengaruh Penambahan Ampas Tahu Fermentasi Dalam Pakan Berprotein 18 % Terhadap Performan Broiler. Buletin Peternakan Edisi Tambahan. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta. Hartadi, H,, S, Reksohadiprodjo, A, D, Tillman, 1986, Tabel Komposisi Bahan Pakan untuk Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Lawrie, R,A, 1995, Ilmu Daging, UI Press, Jakarta, Wulf DM, Emnett RS, Leheska JM, Moeller SJ Relationships among glycolytic potential, dark-cutting (dark, firm and dry) beef, and cooked beef palatibility. J. Anim. Sci. 80:

54 PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK HASIL PENGOMPOSAN LIMBAH PENGOLAHAN KOPI DENGAN MENGGUNAKAN PROBIOTIK URIN SAPI PADA BUDIDAYA TANAMAN SELADA Bambang Sriwijaya Program Studi Agroteknologi, Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10 Yogyakarta jaya_syifa@yahoo.co.id ABSTRACT The research was aimed to know the effect of composting product of coffee processing waste with cow urine as probiotic sourse on yield quantity and quality of lettuce. The research was done in the experimental garden of University of Mercu Buana Yogyakarta with the elevation of 100 m above sea level. The research was single faktor arranged in CRD (Completely Randomiced Design). The treatnents were compost with 0,5 l cow urine probiotic / 10 kg coffee processing waste, compost with 1,0 l cow urine probiotic / 10 kg coffee processing waste, compost with 1,5 l cow urine probiotic / 10 kg coffee processing waste, compost with 0,5 l EM4 probiotic / 10 kg coffee processing waste, compost with 1,0 l EM4 probiotic / 10 kg coffee processing waste, and compost with 1,5 l EM4 probiotic / 10 kg coffee processing waste. The results showed that there was no difference in the lettuce yield between the use of cow urine and EM4 probiotics. The treatment of compost with 0,5 l cow urine probiotic / 10 kg coffee processing waste to give the better quality and quntity of lettuce yield. Key word: coffee processing waste, probiotic and compost PENDAHULUAN Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan kesehatan semakin lama semakin meningkat. Kebutuhan vitamin dan mineral untuk menunjang kesehatan mendapatkan perhatian. Vitamin dan mineral banyak terdapat dalam sayuran, sehingga komoditas ini sekarang semakin menjadi perhatian dan dibutuhkan oleh masyarakat. Selain vitamin dan mineral dalam sayuran juga terdapat serat yang sangat baik untuk membantu pencernaan. Pada saat ini sayuran banyak yang tercemar pestisida dan bahan kimia yang lain. Sayuran yang sehat bisa dihasilkan dengan budidaya secara organik, yaitu dengan menggunakan bahan-bahan organik untuk mendukung pertumbuhan sayuran yang dibudidayakan. Tanaman selada (Lactuca sativa) merupakan tanaman yang biasa ditanam di daerah dingin maupun tropis. Tanaman selada merupakan tanaman semusim yang banyak mengandung air. Tanaman ini dimanfaatkan sebagai lalapan oleh masyarakat Indonesia, karena rasanya enak dan lembut (Rukmana, 1994). Selada dapat tumbuh baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Selada juga dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, baik lempung berpasir, lempung berdebu, namun yang paling baik (ideal) adalah lempung berpasir yang diberi pupuk 50

55 organik (Sugeng, 1983). Pracaya (2011) juga menyampaikan bahwa bertanam selada itu mudah selama tersedia bahan organik pada tanah dan cukup sinar matahari serta tidak tergenang air. Budidaya sayuran secara organik tidak lepas dari penggunaan pupuk organik. Selama ini pupuk organik yang banyak digunakan oleh petani adalah pupuk kandang. Sedangkan saat ini pupuk kandang tidak hanya digunakan pada lahan sawah, tetapi juga digunakan pada budidaya jamur, tanaman hias, perikanan, dan lain-lain. Oleh karena itu keberadaan pupuk kandang saat ini semakin langka. Kelangkaan pupuk kandang harus dicarikan anternatif penggantinya. Salah satu caranya dengan menggunakan pupuk kompos yang dibuat dari sampah atau limbah yang saat ini keberadaannya sangat melimpah. Setiap manusia ataupun makhluk hidup dalam aktivitasnya selalu menghasilkan sampah. Pada penelitian ini dicoba penggunaan pupuk kompos yang dihasilkan dari pengomposan limbah pengolahan kopi dengan menggunakan berbagai dosis probiotik urin sapi pada tanaman selada. Sebagai pembanding digunakan pupuk kompos hasil pengolahan limbah pengolahan kopi menggunakan berbagai dosis probiotik EM4. Limbah yang dihasilkan dari pabrik pengolahan kopi maupun petani kopi sampai saat ini belum dimanfaatkan dan belum tertangani dengan baik. Limbah pengolahan kopi jumlahnya cukup besar dan dibiarkan menggunung dalam tumpukan. Hal ini akan menimbulkan bau yang tidak sedap, menjadi sumber penyakit, mengakibatkan pencemaran dan mengganggu kesehatan serta keindahan lingkungan. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya dengan judul Pemanfaatan Limbah Pengolahan Kopi Melalui Pengomposan Dengan Menggunakan Probiotik Urin Sapi Menjadi Pupuk Organik. Pupuk organik (kompos) yang dihasilkan pada penelitian tersebut diuji di lapangan dengan menggunakan tanaman selada. Perumusan Masalah Sayur adalah komoditas yang selalu dibutuhkan oleh masyarakat. Setiap hari sayuran selalu dikonsumsi, bahkan sudah dapat dipastikan kebutuhan atau permintaan sayuran akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Tanaman sayuran dengan kandungan vitamin, mineral, dan serat yang tinggi sangat dibutuhkan oleh manusia untuk menjaga kesehatannya. Pada budidaya tanaman sayuran sangat dibutuhkan pupuk organik untuk menunjang pertumbuhan tanaman sayuran 51

56 tersebut menjadi baik. Pupuk organik yang banyak digunakan adalah pupuk kandang. Keberadaan pupuk kandang semakin lama semakin langka, karena semakin banyak bidang yang memanfaatkannya. Perlu alternatif mencari sumber pupuk organik lain sebagai pengganti pupuk kandang. Pupuk kompos yang dihasilkan dari pengomposan limbah pengolahan kopi dengan berbagai dosis probiotik urin sapi perlu dicoba pada tanaman selada. Sebagai pembanding digunakan Pupuk kompos yang dihasilkan dari pengomposan limbah pengolahan kopi dengan berbagai dosis probiotik buatan pabrik (EM4). Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta mulai bulan Juni sampai dengan Agustus Lokasi penelitian terletak di Dukuh Gunung Bulu, Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul; pada ketinggian 100 meter di atas permukaan laut. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan meliputi pupuk kompos limbah pengolahan kopi hasil pengomposan dengan probiotik urin sapi dan EM4, pupuk kandang, tanah, pasir, benih selada, polibag, Furadan 3G dan paranet. Pada kompos dengan probiotik urin sapi dosis berapa yang bisa menghasilkan selada dengan kuantitas maupun kualitas yang terbaik belum diketahui. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh pupuk kompos dari hasil pengomposan limbah pengolahan kopi menggunakan urin sapi sebagai sumber probiotik pada pengomposan, 2. Mengetahui pupuk kompos limbah pengolahan kopi pada dosis probiotik urin sapi berapa yang bisa memberikan hasil selada dengan kuantitas dan kualitas yang terbaik. MATERI DAN METODE PENELITIAN Alat yang digunakan antara lain penggaris, timbangan analitik, oven, gelas ukur, gunting, dan pisau potong. Metode Penelitian Penelitian merupakan percobaan yang dilakukan di Lapangan menggunakan rancangan perlakuan faktor tunggal yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor yang diteliti sebagai berikut: K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. Tempat dan Waktu Penelitian 52

57 K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan 3 kali, sehingga ada 21 unit perlakuan. Masing-masing perlakuan diberikan dengan dosis 200 gram per polibag. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan sidik ragam taraf nyata 5%. Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, dilakukan uji lanjut dengan Duncan s Multiple Range Test (DMRT) taraf nyata 5%. Pelaksanaan Penelitian Tahapan yang dilakukan meliputi : 1. Persiapan bibit a. Penyiapan media semai Media semai berupa campuran tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan volume 1:1:1. Sebelum dicampur masing-masing bahan diayak (saring) untuk mendapatkan ukuran butiran yang seragam. Setelah dicampur media semai dimasukkan ke dalam polibag ukuran kecil sampai 3/4 bagian. b. Penyemaian benih Benih ditanam pada media dalam polibag dengan dua benih tiap polibag. Setelah selesai penanaman, dilakukan penyiraman media untuk melekatkan akar dengan media tanam. 2. Penanaman a. Penyiapan media tanam Media tanam dibuat sama dengan media untuk penyemaian, yaitu campuran tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan volume 1:1:1. Setelah dicampur, media tanam dimasukkan ke dalam polibag ukuran besar (20 cm x 30 cm) sampai 3/4 bagian. Pupuk kandang dan kompos sebanyak 100 g ditambahkan ke masing-masing media tanam dalam polibag sesuai dengan perlakuan, kemudian dicampur dengan merata. Media siap untuk ditanami. b. Penanaman bibit Setelah bibit berumur tiga minggu sudah siap untuk dipindah tanam ke dalam media penanaman yang permanen. Sebelum bibit dipindah tanam, media pada bibit disiram dengan sedikit air. Setelah air merata pada media, polibag dipotong 53

58 bagian bawahnya. Bibit ditanam pada media tanam dan ditimbun setengah tinggi polibag. Polibag ditarik ke atas pelan-pelan dan dibuang. Penimbunan dilanjutkan sampai pada pangkal akar. Setelah selesai dilakukan penyiraman untuk menyatukan media bibit dengan media tanam. 3. Pemeliharaan a. Penyiraman Penyiraman dilakukan 1-2 kali per hari dengan melihat kondisi media tanam. Apabila media tanam masih lembab tidak dilakukan penyiraman. b. Penyulaman Penyulaman dilakukan maksimal tanaman berumur satu minggu setelah tanam. Bahan untuk penyulaman menggunakan bibit yang sudah disiapkan. c. Penyiangan Penyiangan dilakukan mulai tanaman berumur dua minggu setelah tanam. Bersamaan dengan penyiangan dilakukan pembuangan daundaun yang telah membusuk. d. Pemupukan Satu bulan setelah penanaman dilakukan pemupukan susulan dengan pupuk kandang dan pupuk kompos sesuai perlakuan. Setiap polibag diberikan dengan dosis 100 gram. e. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan jalan menjaga kebersihan lingkungan pertanaman. Selama penelitian tidak ada serangan hama dan penyakit yang berarti; sehingga penggunaan pestisida hanya dilakukan pada awal penanaman saja, yaitu pemberian Furadan 3G. 4. Pemanenan Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur tiga bulan. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut semua bagian tanaman termasuk akarnya. Pengamatan Pada setiap unit perlakuan ada enam tanaman. Pengamatan dilakukan pada empat tanaman sampel untuk setiap unit perlakuan. Variabel pengamatan meliputi : 1. Tinggi tanaman Pengamatan tinggi tanaman dilakukan mulai tanaman berumur dua minggu setelah tanam sampai panen. Interval waktu pengamatan satu minggu satu kali. Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal akar sampai dengan ujung daun tertinggi saat ditangkupkan. 2. Jumlah daun 54

59 Penghitungan jumlah daun dilakukan mulai umur tanaman dua minggu setelah tanam sampai panen. Interval waktu pengamatan satu minggu satu kali. Semua daun yang telah membuka dihitung jumlahnya. 3. Bobot segar tajuk tanaman Tanaman dicabut dan dibersihkan dari kotoran, kemudian dipisahkan antara tajuk dan akarnya. Tajuk tanaman ditimbang untuk mengetahui bobot segarnya. 4. Bobot kering tajuk tanaman Setelah diketahui bobot segarnya, tajuk tanaman dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105 o C. Penimbangan mulai dilakukan setelah 24 jam dalam oven. Setelah ditimbang dimasukkan lagi ke dalam oven, dan setiap delapan jam ditimbang lagi sampai diperoleh bobot konstan. 5. Bobot segar akar tanaman Akar tanaman yang telah dipisahkan dari tajuknya ditimbang untuk mengetahui bobot segarnya. 6. Bobot kering akar tanaman Setelah diketahui bobot segarnya, akar tanaman dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105 o C. Penimbangan mulai dilakukan setelah 24 jam dalam oven. Setelah ditimbang dimasukkan lagi ke dalam oven, dan setiap delapan jam ditimbang lagi sampai diperoleh bobot konstan. 7. Bobot segar tajuk layak jual Tajuk dibersihkan dari daun-daun yang rusak dan tidak layak dikonsumsi. Setelah itu ditimbang bobotnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar tajuk tanaman, bobot kering tajuk tanaman, bobot segar akar tanaman, bobot kering akar tanaman dan bobot segar tajuk layak jual. Hasil analisis data variabel yang diamati disajikan dalam bentuk tabel berikut: 1. Tinggi tanaman 55

60 Tabel 1. Tinggi tanaman (cm) umur satu sampai dengan tujuh minggu setelah tanam Perlakuan Umur (Minggu) K0 2,42 a 2,79 a 3,25 a 3,98 a 5,50 a 8,73 a 16,16 a K1 2,59 a 3,28 a 3,96 a 5,30 a 8,03 a 13,17 a 22,00 a K2 2,71 a 3,76 a 4,40 a 6,03 a 8,67 a 13,67 a 26,22 a K3 2,83 a 3,17 a 4,20 a 5,59 a 9,01 a 14,32 a 26,03 a K4 2,73 a 3,39 a 3,58 a 4,05 a 5,86 a 14,49 a 16,25 a K5 3,04 a 3,51 a 4,26 a 5,71 a 8,59 a 15,02 a 27,00 a K6 2,59 a 3,31 a 3,83 a 5,01 a 7,75 a 12,06 a 21,34 a Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%. K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. Hasil analisis tinggi tanaman umur satu minggu sampai dengan tujuh minggu setelah tanam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan. Purata hasil pengamatan disajikan pada Tabel Jumlah daun Hasil analisis jumlah daun tanaman umur satu minggu sampai dengan tujuh minggu setelah tanam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan. Purata hasil pengamatan disajikan pada Tabel 2. 56

61 Tabel 2. Jumlah daun tanaman (helai) umur satu sampai tujuh minggu setelah tanam Perlakuan Umur (Minggu) K0 3,75 a 3,42 a 4,92 a 7,00 a 9,75 a 13,67 a K1 3,92 a 4,33 a 5,42 a 7,67 a 11,75 a 15,50 a K2 3,58 a 4,42 a 4,75 a 7,58 a 10,58 a 14,25 a K3 4,00 a 4,58 a 5,25 a 7,08 a 9,58 a a 13,08 a K4 3,08 a 3,58 a 4,92 a 5,83 a 8,33 a a 12,42 a K5 3,42 a 5,00 a 5,33 a 7,67 a 11,58 a 14,75 a K6 3,50 a 4,33 a 5,42 a 6,92 a 9,83 a 14,42 a Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%. K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. 57

62 3. Bobot segar tajuk tanaman Tabel 3. Bobot segar tajuk tanaman (g) Perlakuan Ulangan I II III Purata K0 71,30 94,88 115,57 93,92 a K1 113,08 134,00 142,47 129,85 a K2 49,25 143,91 142,54 111,90 a K3 18,75 72,74 111,28 67,59 a K4 49,42 106,95 71,54 75,97 a K5 153,02 110,83 129,37 131,07 a K6 110,85 143,67 87,72 114,08 a Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%. K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. Hasil analisis bobot segar tajuk tanaman menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan. Purata hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3. 58

63 2. Bobot kering tajuk tanaman Hasil analisis bobot kering tajuk tanaman menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan. Purata hasil pengamatan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Bobot kering tajuk tanaman (g) Perlakuan Ulangan I II III Purata K0 3,24 5,23 6,01 4,83 a K1 4,11 6,97 8,73 6,60 a K2 1,56 6,07 6,91 4,85 a K3 1,30 4,89 6,20 4,13 a K4 2,59 5,41 3,41 3,80 a K5 3,63 6,00 7,55 5,73 a K6 4,95 5,67 3,55 4,72 a Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%. K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. 59

64 3. Bobot segar akar tanaman Hasil analisis bobot segar akar tanaman menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan. Purata hasil pengamatan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Bobot segar akar (g) Perlakuan Ulangan I II III Purata K0 7,45 9,48 9,38 8,77 a K1 7,64 11,35 12,75 10,58 a K2 4,92 14,27 12,32 10,50 a K3 2,54 8,50 11,15 7,40 a K4 5,09 11,36 4,96 7,14 a K5 11,91 11,46 10,69 11,35 a K6 9,59 11,21 7,60 9,47 a Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%. K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. 60

65 4. Bobot kering akar tanaman Hasil analisis bobot segar akar tanaman menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan. Purata hasil pengamatan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Bobot kering akar (g) Perlakuan Ulangan I II III Purata K0 0,26 0,90 0,79 0,65 a K1 0,42 1,01 0,87 0,77 a K2 0,16 0,75 0,83 0,58 a K3 0,24 0,64 0,91 0,60 a K4 0,42 0,71 0,53 0,55 a K5 0,60 0,70 1,12 0,81 a K6 0,62 0,74 0,59 0,65 a Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%. K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. 61

66 5. Bobot segar tajuk tanaman layak jual beda nyata antar perlakuan. Purata hasil pengamatan disajikan pada Tabel 7. Hasil analisis bobot segar tajuk tanaman layak jual menunjukkan tidak ada Tabel 7. Bobot segar tajuk tanaman layak jual (g) Perlakuan Ulangan I II III Purata K0 76,94 106,71 90,53 91,39 a K1 133,30 102,72 105,68 113,90 a K2 37,14 103,41 109,14 83,23 a K3 22,68 117,06 90,64 76,79 a K4 55,62 81,10 62,93 66,55 a K5 111,07 82,46 107,66 100,40 a K6 120,49 99,99 76,60 99,03 a Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%. K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. Pembahasan Usaha pemeliharaan tanaman untuk meningkatkan hasilnya sebaiknya mengacu pada tuntutan kehidupan tanaman di lapangan, sehingga kebutuhan hara maupun lingkungan (habitat) hidupnya harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Pada penelitian ini unsur hara yang diperlukan tanaman diberikan melalui pemupukan menggunakan pupuk organik hasil pengomposan. Seperti pada media lainnya, bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman selalu diperlukan unsur unsur hara baik makro maupun mikro. Unsur hara makro yang diperlukan dalam jumlah banyak 62

67 antara lain C, H, O, N, S, P, K, Ca, dan Mg; sedangkan unsur makro yang hanya diperlukan dalam jumlah sedikit, tetapi harus selalu tersedia bagi tanaman antara lain adalah Cl, B, Mo, Mn, Zn, Fe, dan Cu. Berdasarkan hasil analisis terhadap variabel tinggi tanaman dan jumlah daun umur 1 7 minggu setelah tanam (Tabel 1dan 2), perlakuan pemberian pupuk kompos hasil pengomposan dengan probiotik urin sapi maupun EM4 memberikan hasil yang sama. Hal ini ada kemungkinan karena kandungan hara dalam pupuk kompos sangat rendah, terutama kandungan hara nitrogen, sehingga kurang mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman. Pada fase vegetatif atau pertumbuhan tanaman berkonsentrasi untuk menumbuhkan akar, batang, dan daun, sehingga diperlukan unsur nitrogen yang cukup. Ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Rosmarkam dan Yuwono (2002), unsur nitrogen sangat penting untuk pembentukan protein dan merupakan penyusun dari asam amino, koenzim, dan molekul protein. Unsur nitrogen juga merangsang pertumbuhan vegetatif, menambah tinggi tanaman dan merangsang terbentuknya tunas anakan. Kalau kita lihat pada Gambar 1, walaupun tidak beda nyata menurut analisis statistik, nampak bahwa pada perlakuan kompos hasil pengomposan dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi, probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi dan dengan probiotik EM4 1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi pada akhir pengamatan (minggu ke 7) cenderung memberikan tinggi tanaman yang hampir sama dan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Sedangkan pada variabel jumlah daun hasil yang banyak ada pada perlakuan kompos hasil pengomposan dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi dan dengan probiotik EM4 1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi. 63

68 Gambar 1. Grafik tinggi tanaman dari umur satu minggu sampai dengan tujuh minggu setelah tanam Keterangan: K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. Pertumbuhan tanaman dapat didefinisikan sebagai bertambah besarnya tanaman yang diikuti oleh peningkatan bobot kering yang terjadi pada jaringan tumbuh tanaman, yaitu jaringan meristem baik itu pada ujung akar maupun ujung dahan yang aktifitasnya menyebabkan pertumbuhan ke atas dan ke bawah (Harjadi, 1993). Bobot kering merupakan indikator yang penting untuk mengetahui proses fotosintesis. Tanaman terdiri dari bahan kering dan cairan (air). Bobot kering terdiri dari bahan organik dan bahan mineral. Bagian cair pada umumnya, terutama yang masih segar, jauh lebih banyak dibandingkan dengan bagian kering. Untuk pembentukan 1 kg bahan kering diperlukan sekitar 150 liter air (Morachan, 1978). Hasil analisis variabel bobot segar dan bobot kering tajuk tanaman (Tabel 3 dan 4) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk kompos hasil pengomposan dengan probiotik urin sapi maupun EM4 tidak berpengaruh. Ini juga 64

69 terjadi pada bobot segar dan bobot kering akar tanaman (Tabel 5 dan 6). Hal ini mungkin disebabkan karena kandungan hara nitrogen pada kompos hasil pengolahan limbah pengolahan kopi sangat rendah. Gambar 2. Grafik jumlah daun tanaman dari umur satu minggu sampai dengan tujuh minggu setelah tanam Keterangan: K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), daripada lainnya, dapat dihasilkan protein nitrogen merupakan unsur hara utama bagi lebih banyak, dan daun dapat lebih lebar. pertumbuhan tanaman, sebab merupakan Oleh karena itu fotosintesis lebih banyak. penyusun dari semua protein dan asam Semakin tinggi pemberian nitrogen semakin nukleik, dan dengan demikian merupakan cepat sintesis, karbohidrat banyak dan penyusun protoplasma secara keseluruhan. diubah menjadi protein dan protoplasma. Marschner (1986) mengatakan, apabila Pada Gambar 3 terlihat bahwa nitrogen yang tersedia lebih banyak perlakuan kompos hasil pengomposan 65

70 dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi dan dengan probiotik EM4 1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi cenderung memberikan bobot segar tajuk tanaman yang sama dan lebih berat dibanding dengan perlakuan yang lainnya. Sedangkan untuk Bobot kering tajuk tanaman perlakuan kompos hasil pengomposan dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi lebih berat dibandingkan dengan probiotik EM4 1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi. Hal ini menunjukkan bahwa efektifitas fotosintesis pada perlakuan kompos hasil pengomposan dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi lebih baik (efektif) dibandingkan dengan kompos hasil pengomposan dengan probiotik EM4 1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi. Gambar 3. Grafik bobot segar tajuk tanaman Keterangan: K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. 66

71 Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa efektifitas fotosintesis pada perlakuan kompos hasil pengomposan dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kompos hasil pengomposan dengan probiotik EM4 1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi, oleh karenanya bobot kering perlakuan kompos hasil pengomposan dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi lebih tinggi dibanding perlakuan kompos hasil pengomposan dengan probiotik EM4 1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi. Karena bobot segarnya sama, maka kandungan air pada perlakuan kompos hasil pengomposan dengan probiotik EM4 1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kompos hasil pengomposan dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. Ada kemungkinan kandungan air yang tinggi ini yang menyebabkan daun banyak yang busuk atau rusak, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi atau dijual. Gambar 4. Grafik bobot kering tajuk tanaman Keterangan: K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. 67

EVALUASI KINERJA ITIK MANILA JANTAN DAN BETINA PADA PEMBERIAN RANSUM DENGAN ARAS PROTEIN YANG BERBEDA

EVALUASI KINERJA ITIK MANILA JANTAN DAN BETINA PADA PEMBERIAN RANSUM DENGAN ARAS PROTEIN YANG BERBEDA EVALUASI KINERJA ITIK MANILA JANTAN DAN BETINA PADA PEMBERIAN RANSUM DENGAN ARAS PROTEIN YANG BERBEDA FX Suwarta E-mail : suwartafx@yahoo. co.id. Program Studi Peternakan, Fakultas AgroIndustri, Universitas

Lebih terperinci

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN :

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : OPTIMALISASI KONSENTRASI MIKROKONIDIUM DALAM FORMULASI AGENS HAYATI FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE AVIRULEN DAN DOSIS PENGGUNAANNYA UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT MOLER PADA BAWANG MERAH Bambang Nugroho

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani menjadi hal penting yang harus diperhatikan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari produk peternakan

Lebih terperinci

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta ABSTRACT This research was conducted to investigate the effect

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta ABSTRACT This research was conducted to investigate

Lebih terperinci

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) The Effect of Continued Substitution of Tofu on Basal Feed (BR-2) on The

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD Pinky R. P 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN YANG DISUPLEMENTASI EKSTRAK KULIT MANGGIS DALAM RANSUM

PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN YANG DISUPLEMENTASI EKSTRAK KULIT MANGGIS DALAM RANSUM PERFORMAN AYAM BROILER JANTAN YANG DISUPLEMENTASI EKSTRAK KULIT MANGGIS DALAM RANSUM Jurusan/Program Studi Peternakan Oleh : ALI MAKSUM H0508004 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS EFFECT OF EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DOSAGE ADDED IN DRINKING WATER ON BODY WEIGHT OF LOCAL CHICKEN

Lebih terperinci

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004 PENGARUH PROTEIN RANSUM PADA FASE PRODUKSI TELUR II (UMUR 52 64 MINGGU) TERHADAP KUALITAS TELUR TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK ITIK TEGAL SAMPAI UMUR SATU MINGGU (Effects of Protein Ratio a Phase II of Eggs

Lebih terperinci

Pengaruh Beberapa Level Daging Itik Manila dan Tepung Sagu terhadap Komposisi Kimia dan Sifat Organoleptik Bakso

Pengaruh Beberapa Level Daging Itik Manila dan Tepung Sagu terhadap Komposisi Kimia dan Sifat Organoleptik Bakso Pengaruh Beberapa Level Daging Itik Manila dan Tepung Sagu terhadap Komposisi Kimia dan Sifat Organoleptik Bakso Effect of Manila Duck Meat and Cassava Powder on Chemical Composition and Organoleptic Properties

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI DAN INTERVAL APLIKASI EKSTRAK DAUN INSULIN (Thitonia difersifolia) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH

PENGARUH KONSENTRASI DAN INTERVAL APLIKASI EKSTRAK DAUN INSULIN (Thitonia difersifolia) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH PENGARUH KONSENTRASI DAN INTERVAL APLIKASI EKSTRAK DAUN INSULIN (Thitonia difersifolia) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) SKRIPSI Oleh : Khoirul Abdul Anam NIM:2013-41-026

Lebih terperinci

PENGARUH SUPLEMENTASI ASAM AMINO DL-METIONIN DAN L-LISIN KADALUARSA DALAM PAKAN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER

PENGARUH SUPLEMENTASI ASAM AMINO DL-METIONIN DAN L-LISIN KADALUARSA DALAM PAKAN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER PENGARUH SUPLEMENTASI ASAM AMINO DL-METIONIN DAN L-LISIN KADALUARSA DALAM PAKAN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER Oleh : 2005/187249/PT/04996 SKRIPSI Diserahkan guna memenuhi sebagian syarat yang diperlukan

Lebih terperinci

PENGARUH KERAPATAN DAN KEDALAMAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.)

PENGARUH KERAPATAN DAN KEDALAMAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) PENGARUH KERAPATAN DAN KEDALAMAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) EFFECT OF DENSITY AND PLANTING DEPTH ON THE GROWTH AND RESULTS GREEN BEAN (Vigna radiata L.) Arif Sutono

Lebih terperinci

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Pengaruh Penggunaan Talas (Colocasia esculenta) Terhadap Kualitas Telur Itik Talang Benih The Effect of Taro (Colocasia esculenta) in Feed on Talang Benih Duck Egg Quality Kususiyah, Urip Santoso, dan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N. EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM S.N. Rumerung* Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115 ABSTRAK

Lebih terperinci

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN [STUDY ON THREE EGG PLANT VARIETIES GROWN ON DIFFERENT COMPOSITION OF PLANT MEDIA, ITS EFFECT ON GROWTH

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL THE EFFECT OF TOFU WASTE MEAL IN RATIONS ON SLAUGHTER WEIGHTS, CARCASS WEIGHTS

Lebih terperinci

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707 Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707 Dede Risnajati 1 1Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Bandung Raya Jalan

Lebih terperinci

PERFORMAN PRODUKSI AYAM PEDAGING UMUR HARI YANG DIBERI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus costaricensis)

PERFORMAN PRODUKSI AYAM PEDAGING UMUR HARI YANG DIBERI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus costaricensis) SKRIPSI PERFORMAN PRODUKSI AYAM PEDAGING UMUR 15-35 HARI YANG DIBERI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus costaricensis) OLEH : MERZA CHANDRA 10881003149 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT

SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) YANG DIPENGARUHI OLEH JENIS LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA DENGAN FREKUENSI YANG BERBEDA Oleh: JenniKania 10982005365 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower. Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 77-81 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower Dede Risnajati Jurusan

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Tampubolon, Bintang, P.P. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail : ktgmusical@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PENGARUH SUPLEMENTASI MINYAK IKAN LEMURU DAN L-KARNITIN DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN LEMAK KASAR ITIK LOKAL JANTAN (Anas plathyrynchos)

PENGARUH SUPLEMENTASI MINYAK IKAN LEMURU DAN L-KARNITIN DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN LEMAK KASAR ITIK LOKAL JANTAN (Anas plathyrynchos) PENGARUH SUPLEMENTASI MINYAK IKAN LEMURU DAN L-KARNITIN DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN LEMAK KASAR ITIK LOKAL JANTAN (Anas plathyrynchos) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD Danang A. Y 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN. PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN Wa Ode Rosmiati 1, Natsir Sandiah 2, dan Rahim Aka 2 1 Mahasiswa Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG PUPA ULAT SUTRERA (Bombyx mori) UNTUK PAKAN PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) JANTAN

PEMANFAATAN TEPUNG PUPA ULAT SUTRERA (Bombyx mori) UNTUK PAKAN PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) JANTAN PEMANFAATAN TEPUNG PUPA ULAT SUTRERA (Bombyx mori) UNTUK PAKAN PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) JANTAN Sri Hartati Candra Dewi 1) dan J. Setiohadi 2) Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu

Lebih terperinci

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Aplikasi Kandang dan Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of Farmyard Manure and SP-36 Fertilizer on Phosphorus Availability

Lebih terperinci

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Abdul Azis, Anie Insulistyowati, Pudji Rahaju dan Afriani 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan produksi

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan Sulastri Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof.

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN FITASE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BURUNG PUYUH PETELUR (Coturnix coturnix japonica)

PENGARUH PENAMBAHAN FITASE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BURUNG PUYUH PETELUR (Coturnix coturnix japonica) PENGARUH PENAMBAHAN FITASE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BURUNG PUYUH PETELUR (Coturnix coturnix japonica) yang dipersiapkan dan disusun oleh : FAJAR KRISTIAWAN H0509029 telah dipertahankan di depan Dewan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR DAN MACAM VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.

PENGARUH KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR DAN MACAM VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L. PENGARUH KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR DAN MACAM VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muria Kudus

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI OLEH : NORI ANDRIAN / 110301190 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KETELA RAMBAT (Ipomea Batatas L) SEBAGAI SUMBER ENERGI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING FASE FINISHER

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KETELA RAMBAT (Ipomea Batatas L) SEBAGAI SUMBER ENERGI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING FASE FINISHER PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KETELA RAMBAT (Ipomea Batatas L) SEBAGAI SUMBER ENERGI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING FASE FINISHER Heli Tistiana dan Osfar Sjofjan Jurusan Nutrisi dan Pakan Ternak

Lebih terperinci

PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI MENCIT (Mus musculus) LEPAS SAPIH HASIL LITTER SIZE PERTAMA

PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI MENCIT (Mus musculus) LEPAS SAPIH HASIL LITTER SIZE PERTAMA PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI MENCIT (Mus musculus) LEPAS SAPIH HASIL LITTER SIZE PERTAMA SKRIPSI RIKA PANDA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK MENOPANG PEREKONOMIAN RAKYAT

MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK MENOPANG PEREKONOMIAN RAKYAT i ISBN 978-602-18810-0-2 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FAKULTAS AGROINDUSTRI MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK MENOPANG PEREKONOMIAN RAKYAT Yogyakarta, 12 Sepetember 2012 Tim Penyunting:

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H

SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H0709085 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

PERFORMAN PRODUKSI AYAM PEDAGING YANG DIBERI PENAMBAHAN TEPUNG KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DALAM RANSUM

PERFORMAN PRODUKSI AYAM PEDAGING YANG DIBERI PENAMBAHAN TEPUNG KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DALAM RANSUM SKRIPSI PERFORMAN PRODUKSI AYAM PEDAGING YANG DIBERI PENAMBAHAN TEPUNG KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DALAM RANSUM OLEH: HIKMI RIYANTI 11081203597 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler Abstrak Oleh Sri Rikani Natalia Br Sitepu, Rd. HerySupratman, Abun FakultasPeternakanUniversitasPadjajaran

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI SKRIPSI Ajeng Widayanti PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

PENGARUH DUA JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativa L.) YANG DI TANAM PADA MEDIA GAMBUT DAN TANAH MINERAL

PENGARUH DUA JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativa L.) YANG DI TANAM PADA MEDIA GAMBUT DAN TANAH MINERAL SKRIPSI PENGARUH DUA JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativa L.) YANG DI TANAM PADA MEDIA GAMBUT DAN TANAH MINERAL Oleh: Nurpita Dewi 11082201728 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

KUALITAS KIMIA DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER

KUALITAS KIMIA DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER KUALITAS KIMIA DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER Sri Hartati Candra Dewi Program Studi Peternakan, Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogyakarta e-mail : sh_candradewi@yahoo,com

Lebih terperinci

UJI EFISIENSI PUPUK MAJEMUK DAN PUPUK TUNGGAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TERUNG (Solanum melongena, L) PADA TANAH GAMBUT DAN MINERAL

UJI EFISIENSI PUPUK MAJEMUK DAN PUPUK TUNGGAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TERUNG (Solanum melongena, L) PADA TANAH GAMBUT DAN MINERAL SKRIPSI UJI EFISIENSI PUPUK MAJEMUK DAN PUPUK TUNGGAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TERUNG (Solanum melongena, L) PADA TANAH GAMBUT DAN MINERAL Oleh: Wan Juli Pramono 11082100069 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM DAN POSISI RUAS STEK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) SKRIPSI

PENGARUH JARAK TANAM DAN POSISI RUAS STEK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) SKRIPSI PENGARUH JARAK TANAM DAN POSISI RUAS STEK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) SKRIPSI Oleh Ahmad Fitriyanto NIM 091510501143 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vo.1, No.1, April 2005 Performans Ayam Broiler yang Diberi Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum (Performance of Broiler Applied by Various Levels of Animal Protein

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KUDA-KUDA (Lannea coromandelica) TERHADAP PERUBAHAN BOBOT BADAN ITIK PEKING (Anas platyrinchos)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KUDA-KUDA (Lannea coromandelica) TERHADAP PERUBAHAN BOBOT BADAN ITIK PEKING (Anas platyrinchos) Jurnal EduBio Tropika, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016, hlm. 1-52 Cut Meurah Meriana Prodi Magister Pendidikan Biologi PPs Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Safrida Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

PERUBAHAN TERHADAP KADAR AIR, BERAT SEGAR DAN BERAT KERING SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

PERUBAHAN TERHADAP KADAR AIR, BERAT SEGAR DAN BERAT KERING SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI PERUBAHAN TERHADAP KADAR AIR, BERAT SEGAR DAN BERAT KERING SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI Change of Water Content, Fresh Weight and Dry Weight of Complete Feed Silage

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI DOSIS PUPUK KANDANG AYAM DAN SP 18 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG DAUN PADA ANDOSOL

PENGARUH KOMBINASI DOSIS PUPUK KANDANG AYAM DAN SP 18 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG DAUN PADA ANDOSOL PENGARUH KOMBINASI DOSIS PUPUK KANDANG AYAM DAN SP 18 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG DAUN PADA ANDOSOL Haryanto, Kartini dan A.H. Syaiful Anwar Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman

Lebih terperinci

Peran Media Tanam dan Dosis Pupuk Urea, SP36, KCl Terhadap Pertumbuhan Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) dalam Polybag. Oleh: Susantidiana

Peran Media Tanam dan Dosis Pupuk Urea, SP36, KCl Terhadap Pertumbuhan Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) dalam Polybag. Oleh: Susantidiana Peran Media Tanam dan Dosis Pupuk Urea, SP36, KCl Terhadap Pertumbuhan Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) dalam Polybag Oleh: Susantidiana Abstract The objective of this research is to evaluate

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG DIBERI PUPUKKANDANG AYAM DENGAN KERAPATAN TANAM BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG DIBERI PUPUKKANDANG AYAM DENGAN KERAPATAN TANAM BERBEDA SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG DIBERI PUPUKKANDANG AYAM DENGAN KERAPATAN TANAM BERBEDA Oleh: Arif Budi Kusuma 11082100216 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Sumber : 1) Hartadi et al. (2005)

Sumber : 1) Hartadi et al. (2005) III. MATERI METODE A. Materi Penelitian Penelitian ini menggunakan 240 ekor puyuh betina umur 3 hari yang dibagi dalam lima macam perlakuan dan empat ulangan, setiap ulangan terdiri dari 12 ekor puyuh

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at : On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP) DAN EFISIENSI EKONOMIS PEMELIHARAAN AYAM BROILER JANTAN YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG Salvinia molesta RAWA PENING

Lebih terperinci

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Effectiveness of Various Probiotics Product on the Growth and Production of Quail (Coturnix

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JAHE GAJAH (Zingiber officinale var. Officinale) YANG DITANAM MENGGUNAKAN BEBERAPA DOSIS PUPUK BOKASHI DAN PUPUK ANORGANIK

PERTUMBUHAN JAHE GAJAH (Zingiber officinale var. Officinale) YANG DITANAM MENGGUNAKAN BEBERAPA DOSIS PUPUK BOKASHI DAN PUPUK ANORGANIK SKRIPSI PERTUMBUHAN JAHE GAJAH (Zingiber officinale var. Officinale) YANG DITANAM MENGGUNAKAN BEBERAPA DOSIS PUPUK BOKASHI DAN PUPUK ANORGANIK UIN SUSKA RIAU Oleh: Dwi Budiarti 11082200275 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : SAMUEL T Z PURBA AGROEKOTEKNOLOGI ILMU TANAH

SKRIPSI OLEH : SAMUEL T Z PURBA AGROEKOTEKNOLOGI ILMU TANAH DAMPAK PEMBERIAN PUPUK TSP DAN PUPUK KANDANG AYAM TERHADAP KETERSEDIAAN DAN SERAPAN FOSFOR SERTA PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG PADA TANAH INCEPTISOL KWALA BEKALA SKRIPSI OLEH : SAMUEL T Z PURBA 120301078

Lebih terperinci

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 29-34 ISSN 2303 1093 Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Rukmiasih 1, P.R.

Lebih terperinci

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 41-47 ISSN 2303 1093 Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower F.N.L. Lubis 1*, S. Sandi

Lebih terperinci

Ade Trisna*), Nuraini**)

Ade Trisna*), Nuraini**) Pengaruh Pemakaian Campuran Biomassa Lalat Hijau (Lucilia illustris) dengan Faeses dan Dedak dalam Ransum Terhadap Performa Broiler (The Effect of The Biomass Mixed Usage of Fly [Lucilia illustris] Culture

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN UREA-MINYAK DALAM RANSUM TERHADAP ph, KECERNAAN BAHAN KERING,BAHAN ORGANIK, DAN KECERNAAN FRAKSI SERAT PADA SAPI PO

PENGARUH PENGGUNAAN UREA-MINYAK DALAM RANSUM TERHADAP ph, KECERNAAN BAHAN KERING,BAHAN ORGANIK, DAN KECERNAAN FRAKSI SERAT PADA SAPI PO PENGARUH PENGGUNAAN UREA-MINYAK DALAM RANSUM TERHADAP ph, KECERNAAN BAHAN KERING,BAHAN ORGANIK, DAN KECERNAAN FRAKSI SERAT PADA SAPI PO Oleh: Adi Susanto Setiawan H0506018 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN SELADA (Lactuca sativa L.) MENGGUNAKAN BEBERAPA JENIS PUPUK ORGANIK DENGAN DUA KALI PENANAMAN SECARA VERTIKULTUR

RESPON TANAMAN SELADA (Lactuca sativa L.) MENGGUNAKAN BEBERAPA JENIS PUPUK ORGANIK DENGAN DUA KALI PENANAMAN SECARA VERTIKULTUR SKRIPSI RESPON TANAMAN SELADA (Lactuca sativa L.) MENGGUNAKAN BEBERAPA JENIS PUPUK ORGANIK DENGAN DUA KALI PENANAMAN SECARA VERTIKULTUR Oleh: Darniati 10982005491 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konversi pakan ayam arab (Gallus turcicus) ini bersifat eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN. konversi pakan ayam arab (Gallus turcicus) ini bersifat eksperimental dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang pengararuh pemberian ransum dengan suplementasi tepung kaki ayam broiler terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan

Lebih terperinci

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (2): 69-74 ISSN 1410-5020 Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan The Effect of Ration with

Lebih terperinci

Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola

Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola The Effect of Three Kind Manure (Cow, chicken, and goat) to The Vegetative

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias Studi Penggunaan Talas (Colocasia esculenta) dalam Ransum terhadap Produksi Telur Itik Talang Benih The Use of Taro (Colocasia esculenta) in Feed on Egg Production of Talang Benih Duck Kususiyah, Urip

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Rumput Kebar (Biophytum petsianum Clotzch) dalam Konsentrat Berdasarkan Kandungan Protein Kasar 19% terhadap Penampilan Kelinci

Pengaruh Penggunaan Rumput Kebar (Biophytum petsianum Clotzch) dalam Konsentrat Berdasarkan Kandungan Protein Kasar 19% terhadap Penampilan Kelinci Sains Peternakan Vol. 10 (2), September 2012: 64-68 ISSN 1693-8828 Pengaruh Penggunaan Rumput Kebar (Biophytum petsianum Clotzch) dalam Konsentrat Berdasarkan Kandungan Protein Kasar 19% terhadap Penampilan

Lebih terperinci

RINGKASAN. : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc. : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.

RINGKASAN. : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc. : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. RESPON KONSUMSI DAN EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM PADA MENCIT (Mus musculus) TERHADAP PEMBERIAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) YANG DIDETOKSIFIKASI SKRIPSI HADRIYANAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) SKRIPSI OLEH : HENDRIKSON FERRIANTO SITOMPUL/ 090301128 BPP-AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Penggunaan Pupuk pada Tanaman Bawang Merah

Penggunaan Pupuk pada Tanaman Bawang Merah EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PUPUK P DAN TRIAKONTANOL PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) Oleh 1 Ngajiman T he research to know the effectivity of P fertilizer and triacontanol application on onion

Lebih terperinci

2ooG KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM BROILER YANG RANSUMNYA DIBERI PENAMBAHAN MINYAK IKAN YANG MENGANDUNG OMEGA3 SKRIPSI MAD TOBRI

2ooG KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM BROILER YANG RANSUMNYA DIBERI PENAMBAHAN MINYAK IKAN YANG MENGANDUNG OMEGA3 SKRIPSI MAD TOBRI 2ooG 0 17 KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM BROILER YANG RANSUMNYA DIBERI PENAMBAHAN MINYAK IKAN YANG MENGANDUNG OMEGA3 SKRIPSI MAD TOBRI PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH Buana Sains Vol 6 No 2: 165-170, 2006 165 PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH Fauzia Hulopi PS Budidaya Pertanian, Fak. Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

SKRIPSI BERAT HIDUP, BERAT KARKAS DAN PERSENTASE KARKAS, GIBLET

SKRIPSI BERAT HIDUP, BERAT KARKAS DAN PERSENTASE KARKAS, GIBLET SKRIPSI BERAT HIDUP, BERAT KARKAS DAN PERSENTASE KARKAS, GIBLET DAN LEMAK ABDOMINAL ITIK PEDAGING FASE FINISHER YANG DIBERI AMPAS SAGU SEBAGAI PENGGANTI DEDAK HALUS Oleh: Nurhapizoh 10981006626 JURUSAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH DENGAN PENGOLAHAN TANAH YANG BERBEDA DAN PEMBERIAN PUPUK NPK

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH DENGAN PENGOLAHAN TANAH YANG BERBEDA DAN PEMBERIAN PUPUK NPK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH DENGAN PENGOLAHAN TANAH YANG BERBEDA DAN PEMBERIAN PUPUK NPK Growth and yield of shallot on Different Soil Tillage and Giving NPK fertilizer Romayarni Saragih 1*,

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

PENGARUHKOMPOSISI MEDIA TANAM DANTAKARAN AIR CUCIAN BERASTERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KUBIS BUNGA. (Brassica oleracea botrytis L.

PENGARUHKOMPOSISI MEDIA TANAM DANTAKARAN AIR CUCIAN BERASTERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KUBIS BUNGA. (Brassica oleracea botrytis L. PENGARUHKOMPOSISI MEDIA TANAM DANTAKARAN AIR CUCIAN BERASTERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KUBIS BUNGA (Brassica oleracea botrytis L.) SKRIPSI Oleh Samsul Arifin NIM : 2010-41-038 PROGAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK

PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK (Effect of Cloves (Syzygium aromaticum) Leaves Powder on The Growth and Yield of Organik Tomatoes (Solanum lycopersicum )) Evita

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER

PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER Sofyan Arifin 1, H. Sunaryo 2 dan Umi Kalsum 2 1)MahasiswaFakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

Roesdiyanto, Rosidi dan Imam Suswoyo Fakultas Peternakan, Unsoed

Roesdiyanto, Rosidi dan Imam Suswoyo Fakultas Peternakan, Unsoed KUALITAS TELUR ITIK TEGAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DENGAN BERBAGAI TINGKAT KOMBINASI METIONIN-LANCANG DALAM PAKAN (EGG QUALITY OF INTENSIVELY MANAGED TEGAL DUCKS FED DIFFERENT LEVELS OF METHIONINE

Lebih terperinci

PROPORSI DAGING, TULANG DAN LEMAK KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN AKIBAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DENGAN ARAS YANG BERBEDA

PROPORSI DAGING, TULANG DAN LEMAK KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN AKIBAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DENGAN ARAS YANG BERBEDA PROPORSI DAGING, TULANG DAN LEMAK KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN AKIBAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DENGAN ARAS YANG BERBEDA (Proportion of Muscle, Bone and Fat of Carcass of Male Thin Tail Sheep Fed Tofu By-product)

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH. (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil)

PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH. (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil) PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (Roxb) Havil) EFFECT OF PLANTING MEDIA ON RED JABON (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil) Yusran Ilyas ¹, J. A.

Lebih terperinci

PERFORMA DAN NILAI EKONOMIS AYAM BROILER YANG DIBERI FEED ADDITIVE "SIGI LNDAH" DALAM AIR MINUM SKRIPSI TITISARI

PERFORMA DAN NILAI EKONOMIS AYAM BROILER YANG DIBERI FEED ADDITIVE SIGI LNDAH DALAM AIR MINUM SKRIPSI TITISARI PERFORMA DAN NILAI EKONOMIS AYAM BROILER YANG DIBERI FEED ADDITIVE "SIGI LNDAH" DALAM AIR MINUM SKRIPSI TITISARI PROGRAM STUD1 NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PEMBERIAN EVAGROW PADA PAKCOY (BRASSICA CHINENSIS) SECARA VERTIKULTUR PARALON

SKRIPSI PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PEMBERIAN EVAGROW PADA PAKCOY (BRASSICA CHINENSIS) SECARA VERTIKULTUR PARALON SKRIPSI PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PEMBERIAN EVAGROW PADA PAKCOY (BRASSICA CHINENSIS) SECARA VERTIKULTUR PARALON Oleh Usman Avandi H0709120 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PUPUK MAJEMUK DAN KETINGGIAN PERMUKAAN MEDIA HIDROPONIK SISTEM DRIP TERHADAP HASIL DAN KANDUNGAN NUTRISI RUMPUT GAJAH SKRIPSI

PENGARUH DOSIS PUPUK MAJEMUK DAN KETINGGIAN PERMUKAAN MEDIA HIDROPONIK SISTEM DRIP TERHADAP HASIL DAN KANDUNGAN NUTRISI RUMPUT GAJAH SKRIPSI PENGARUH DOSIS PUPUK MAJEMUK DAN KETINGGIAN PERMUKAAN MEDIA HIDROPONIK SISTEM DRIP TERHADAP HASIL DAN KANDUNGAN NUTRISI RUMPUT GAJAH SKRIPSI Oleh Meida Wulandari NIM 091510501104 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN POLLARD DAN ASAM AMINO SINTETIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP KONSUMSI PAKAN, KONVERSI PAKAN, DAN PRODUKSI TELUR

PENGARUH PENGGUNAAN POLLARD DAN ASAM AMINO SINTETIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP KONSUMSI PAKAN, KONVERSI PAKAN, DAN PRODUKSI TELUR Buana Sains Vol 6 No 2: 199-203, 2006 199 PENGARUH PENGGUNAAN POLLARD DAN ASAM AMINO SINTETIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP KONSUMSI PAKAN, KONVERSI PAKAN, DAN PRODUKSI TELUR Nonok Supartini PS Produksi

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Green House (GH) dan Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada bulan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN POLLARD DENGAN ASAM AMINO SINTESIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KUALITAS FISIK TELUR

PENGGUNAAN POLLARD DENGAN ASAM AMINO SINTESIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KUALITAS FISIK TELUR 17 Buana Sains Vol 9 No 1: 17-23, 2009 PENGGUNAAN POLLARD DENGAN ASAM AMINO SINTESIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KUALITAS FISIK TELUR Nonok Supartini PS. Produksi Ternak, Fak. Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN CAMPURAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN ONGGOK TERFERMENTASI OLEH

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN CAMPURAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN ONGGOK TERFERMENTASI OLEH PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN CAMPURAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN ONGGOK TERFERMENTASI OLEH Aspergillus niger DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN AYAM PEDAGING [The Effect of Usage Level of Fermented Palm Kernel

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicuml.) MENGGUNAKAN MEDIA DAN BAHAN TANAM BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicuml.) MENGGUNAKAN MEDIA DAN BAHAN TANAM BERBEDA SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicuml.) MENGGUNAKAN MEDIA DAN BAHAN TANAM BERBEDA Oleh: AtrisinaAllamah 11082200215 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci