DUKUNGAN INDONESIA TERHADAP RESOLUSI DK PBB 1747 TENTANG PROGRAM NUKLIR IRAN EKKY NUGRAHA 1 NIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DUKUNGAN INDONESIA TERHADAP RESOLUSI DK PBB 1747 TENTANG PROGRAM NUKLIR IRAN EKKY NUGRAHA 1 NIM"

Transkripsi

1 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (2): ISSN , ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2014 DUKUNGAN INDONESIA TERHADAP RESOLUSI DK PBB 1747 TENTANG PROGRAM NUKLIR IRAN EKKY NUGRAHA 1 NIM Abstract The result of this research showed that development of reactor nuclear which is run by Iran had many conflicted from the international because of increasing core of nuclear reactors owned by the state. Conflicts occurred made the relationship between Iran and western countries in high tension. Two factors of Indonesia s support to the United Nations Security Council Resolution 1747, are Internal Setting which is Indonesia's involvement in formulation of the UN Security Council in 1747, and Indonesia's support to the nuclear-free zone in the Middle East. And External Setting which are violations committed by Iran, Iran's escalating tensions with western countries, increasing the number of nuclear reactors developed by Iran, pressure from other countries, and offer incentives in the form of cooperation on Iran. Key Words : Nuclear Iran, Indonesia Government, UNSC Resolution 1747 Pendahuluan Program nuklir Iran dimulai setelah terjadinya revolusi Islam dan runtuhnya kekuasaan kekaisaran di Iran dan digantikan dengan kepemimpinan Shah. Pemerintahan Iran dikuasai oleh Shah Mohammad Reza Pahlevi. Pada 1957 pemerintah Iran dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian kerjasama nuklir sipil sebagai suatu bagian dari program nuklir untuk perdamaian milik Amerika Serikat. Salah satu institut pengembangan nuklir internasional dibawah naungan CENTO (Central Treaty Organization), memindahkan kegiatan pengembangan nuklirnya dari Baghdad Irak ke Teheran Iran. Dan Shah Mohammad Reza Pahlavi pada tahun 1959 memerintahkan untuk membangun pusat penelitian nuklir di Universitas Teheran. Amerika Serikat menjadi negara utama yang mensuplai segala kebutuhan negara tersebut untuk pengembangan reaktor nuklirnya. Pada tahun 1960 Iran membangun instalasi penelitian nuklir dengan kekuatan 5 megawat di di 1 Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. boxcar_is_racer@yahoo.com

2 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014 : Universitas Teheran. Bibit reaktor nuklir tersebut diperoleh pemerintah Iran dari Amerika Serikat. Pada 11 Februari 1961, para pemimpin staff pertahanan keamanan Amerika Serikat mengusulkan untuk menempatkan senjata nuklir di Iran sebagai bagian dari timbal balik dari kedekatan hubungan antara Iran dan AS. September 1967, Amerika Serikat mensuplai kg untuk pengembangan uranium, dimana kg diantaranya mengandung isotop yang dapat digunakan Iran sebagai bahan bakar dalam penelitian reaktor tersebut. Namun karena terjadinya Revolusi Islam dan berakhirnya masa pemerintahan Shah Pahlevi pada Februari 1979, semua kegiatan pengayaan uranium dan nuklir yang dikembangkan oleh pemerintah Iran dihentikan. Karena banyaknya pertentangan dari warga Iran sendiri dan terlebih setelah terjadinya serangan terhadap keduataan Amerika Serikat oleh mahasiswa Iran yang mendapatkan dukungan dari pemerintahan syeh yang berkuasa. Setelah terjadinya revolusi Islam, Iran kembali berusaha untuk mengembangkan program tersebut. Pada Juli 1989 presiden Iran Akbar Hashemi-Rafsanjani menandatangani sepuluh poin kerjasama dengan Rusia dalam ulitisasi damai material dan peralatan nuklir yang terkait. Selain menjalin kerjasama dengan Rusia, Iran juga bekerjasama dengan China untuk memperoleh bibit uranium yang baru. Selanjutnya pada 13 Desember 1993, pihak pemerintah Jerman setuju untuk melanjutkan pembangunan power plant nuklir dari perusahaan Siemens di daerah Bushehr, meskipun hal tersebut mendapatkan pertentangan dari AS yaitu dengan Bill Clinton yang berusaha untuk meyakinkan presiden Rusia Boris Yeltsin untuk mengentikan kerjasama pembangunan kembali power plant tersebut. Pertentangan terhadap pengembangan reaktor nuklir Iran kembali terjadi setelah Agustus 2002 pihak oposisi Iran Mujahidin dan dewan pembalasan nasional Iran melaporkan bahwa pemerintah Iran kembali membangun dua pusat pengayaan uranium di daerah Natanz dan heavy water plant di Arak. Oposisi Mujahidin melaporkan bahwa penambahan pengayaan uranium Iran bersifat rahasia dan tidak aman karena penambahan program tersebut tidak pernah dilaporkan oleh pemerintah Iran kepada pihak IAEA. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplanatif, dimana penulis akan mejelaskan mengenai penyebab suatu peristiwa dengan menjelaskan dasar atau landasan sebagai alat untuk melakukan penelitian. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperoleh dari interpretasi data, buku, jurnal, artikel dari studi telaah pustaka dan browsing internet. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah himpunan data yang diperoleh dari Library Research. Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik Content Analysis yang diperoleh dari data sekunder. Dalam penelitian ini data tersebut tergolong sebagai data kualitatif sehingga penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. 402

3 Dukungan Indonesia Terhadap Resolusi DK PBB 1747 (Ekky Nugraha) Landasan Teori dan Konsep Decision-Making Theory Dalam pembuatan kebijakan terdiri dari interaksi yang terbuka dan dinamis antar para pembuat kebijakan dengan lingkungannya. Interaksi yang terjadi dalam bentuk masukan dan keluaran (inputs dan outputs). Kekuatan-kekuatan yang timbul dari dalam lingkungan dan mempengaruhi suatu kebijakan politik dipandang sebagai masukan-masukan (inputs). Sedangkan hasil-hasil yang dikeluarkan oleh sistem politik yang merupakan tanggapan terhadap tuntutantuntutan tadi dipandang sebagai keluaran (outputs) dari kebijakan sistem politik. Gambar 1.1 Model Decision-Making Menurut Snyder, Bruck, dan Sapin A Internal Setting of Decision-Making F External Setting of Decision-Making 1 Non-Human Environment 1 Non-Human Environment 2 Society 2 Other Cultures 3 Human Environment Culture Population 3 4 Other Societies Societies Organized and Functioning as States. Government Action. B Social Structure and Behavior 1 Major Common Value Orientations D Major Institutional Patterns Major Characteristics of Social Organizations Role Differentiation And Specialization Groups: Kinds and Functions Relevant Social Processes a) Opinion Formation b) Adult Socialization c) Political Decision-Making Process Decision-Makers E Action Menurut gambar diatas pembuatan kebijakan atau decision making merupakan proses atau suatu situasi yang terdiri dari kombinasi selektif faktor yang relevan dalam pengaturan internal dan eksternal sebagai hasil dari pentafsiran oleh para pengambil keputusan. Diagram ini dirancang hanya untuk menjadi rancangan awal sebuah proses kebijakan. Terdapat tiga faktor utama dalam pembuatan 403

4 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014 : kebijakan menurut Snyder yaitu antara lain pengaturan internal pengambilan keputusan atau internal setting of decision making, pengaturan eksternal pengambilan keputusan atau external setting of decision making, struktur sosial dan perilaku atau social structure and behavior. Dalam faktor internal setting of decision making terdapat tiga hal pokok dalam pengaturan pengambilan kebijakan secara internal yaitu istilah lingkungan nonmanusia, masyarakat, lingkungan manusia, budaya, dan populasi. Internal setting of decision making merupakan faktor internal bagi suatu negara untuk menentukan sebuah kebijakan yang akan dihasilkan, karena sebelum proses perumusan kebijakan dilaksanakan suatu negara akan mempertimbangkan aspek masyarakat yaitu tuntutan masyarakat, kebudayaan atau kebiasaan dari masyarakatnya serta perilaku masyarakat itu sendiri terhadap isu yang akan dibicarakan dalam proses pembuatan kebijakan oleh para pembuat kebijakan. Dalam external setting of decision making ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan dalam proses pembuatan kebijakan oleh suatu negara yaitu lingkungan non-manusia dari negara lain, kebudayaan atau kebiasaan yang berkembang dari wilayah lain, masyarakat lain, masyarakat yang teroganisir dan fungsi negara, serta tindakan pemerintah. External setting of decision making terdapat tuntutan masyarakat atau suatu organisasi atau sekelompok tertentu mengenai isu yang dibahas dalam pembuatan kebijakan. Tuntutan tersebut menjadi sebuah acuan bagi para pembuat kebijakan atau negara untuk menentukan tujuan kebijakan yang sedang diproses. Faktor ketiga dalam decision making process menurut Snyder adalah social structure and behavior atau strukur sosial dan perilaku sosial. Posisi para pembuat kebijakan atau negara dalam struktur sosial dan sikap juga berpengaruh terhadap proses pembuatan kebijakan. Para pembuat kebijakan harus memiliki persamaan mendasar nilai orientasi dalam merumuskan kebijakan. Memiliki pola kelembagaan yang utama, memiliki karakteristik yang utama dalam organisasi atau kelompok kepentingan tertentu, memiliki perbedaan peran dan spesifikasi tertentu dalam proses pembuatan kebijakan. Memilki fungsi dan jenis keterlibatan, memilki proses sosial yang relevan yaitu memilki formasi atau bentuk pendapat tersendiri dan politik. Social structure and behavior saling mempengaruhi dalam internal setting of decision making pada bagian kebudayaan atau kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat. Baik internal setting of decision making maupun external setting of decision making merupakan faktor utama yang mempengaruhi para pembuat kebijakan dalam proses perumusan suatu kebijakan. Hasil dari proses pembuatan kebijakan tesebut juga akan mempengaruhi external setting of decision making dari suatu isu yang dibahas para pembuat kebijakan tersebut, jika kebijakan yang telah disepakati telah diimplementasikan. Kebijakan yang dihasilkan akan turut mempengaruhi perilaku dan struktur sosial dari pembuat kebijakan dalam politik internasional dimana mereka melibatkan diri. 404

5 Dukungan Indonesia Terhadap Resolusi DK PBB 1747 (Ekky Nugraha) Hasil Penelitian Karena laporan yang diberikan oleh pihak oposisi, Amerika Serikat menyatakan bahwa Iran telah melampaui ketentuan tentang pengayaan uranium untuk tujuan damai sesuai dengan ketentuan NPT dan menganggap Iran mengembangkan senjata pemusnah masal dengan menambah jumlah pengayaan uraniumnya. AS meminta pihak IAEA untuk melakukan penyelidikan mengenai penambahan reaktor nuklir yang dimiliki oleh Iran. dan meminta negara tersebut menghentiakn semua kegiatan tersebut. pada November 2004 Iran setuju untuk menghentikan sementara proses produksi dan pengujian sentrifugal sebagai bagian dari Paris Agreement dengan tiga negara Uni Eropa. Karena hasil kesepakatan tersebut pemerintah Iran mengijinkan PBB untuk menyegel semua pabrik yang melakukan proses pengayaan uraniumnya. Namun pemerintah Iran telah membuka segel larangan pada semua pabrik pengayaan uranium yang diberikan oleh PBB. Pada 10 Januari 2006 Iran membuka kembali pengayaan uraniumnya di wilayah Natanz dan kembali melakukan penelitian bahan bakar nuklir dibawah pengawasan IAEA. Sejak dibukanya kembali pabrik pengayaan uraniumnya. Presiden baru Iran yaitu Mahmoud Ahmadinejad menyatakan bahwa Iran telah berhasil melakukan pengayaan uranium sebesar 3,6 persen. Ahmadinejad mengumumkan bahwa pengayaan uranium yang berhasil digunakan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir, dan juga telah bekerjasama dengan beberapa negara yaitu China, Perancis, Jerman, India, Jepang, Belanda, Pakistan, dan Rusia dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir. Dengan banyaknya aduan yang diterima oleh PBB dan adanya laporan yang diberikan oleh lembaga IAEA pada Maret 24, 2007 Dewan Keamanan PBB kembali menyetujui Resolusi 1747untuk memberikan sanksi lebih lanjut terhadap Iran. Resolusi juga meminta IAEA untuk melaporkan dalam waktu 60 hari pada apakah Iran telah menghentikan upaya pengayaan uranium di atau tidak. Resolusi itu juga menekankan pentingnya zona bebas nuklir di Timur Tengah, dalam referensi tidak langsung ke senjata nuklir Israel. Dalam resolusi 1747 tersebut terdapat kembali memuat kebijakan untuk membekukan asset dari beberapa pihak baik individu maupun lembaga untuk menghentikan sementara kerjasama pengayaan uranium yang mereka jalankan dengan pemerintah Iran ketentuan tersebut terdapat dalam Annex I Resolusi DK PBB 1747 tahun Indonesia merupakan salah satu negara yang menyetujui resolusi DK PBB Pemerintah Indonesia setuju jika Iran harus mematuhi isi ketentuan dalam resolusi tersebut. Secara resmi pemerintah Indonesia menyatakan setuju untuk menjatuhkan sanksi kepada Iran pada Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa menyatakan bahwa Indonesia memberikan dukungan kepada pemerintah Iran untuk program pengayaan uraniumnya dengan berkomitment untuk mematuhi ketentuan dari DK PBB dan IAEA. Karena banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh Iran dan karena kekhawatiran akan adanya ancaman kemanan internasional terhadap program 405

6 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014 : tersebut pada 23 Desember 2006 Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat menyetujui resolusi 1737, memberlakukan sejumlah sanksi terhadap Iran karena menolak menghentikan pengayaan uranium, yang bertujuan menekan Teheran untuk kembali ke perundingan dan memperjelas ambisi nuklirnya. Resolusi itu memerintahkan semua negara yang bekerjasama dengan pemerintah Iran untuk berhenti memasok Iran dengan bahan dan teknologi yang dapat berkontribusi terhadap program nuklir dan rudalnya. Isi resolusi tersebut antara lain, pada pasal 1 meminta kepada iran untuk melakukan penundaan lebih lanjut pengembangn nuklir yang dilakukan untuk meberikan kesampatan bagi penyelididk IAEA melakukan investigasi penting untuk membangun kepercayaan dalam tujuan eksklusif program nuklir untuk kepentingan damai. Selain melakukan penyelidikan pada pasal 2 resolusi tersebut meminta Iran untuk Memutuskan, dalam konteks ini, bahwa Iran akan tanpa penundaan lebih lanjut menagguhkan kegiatan nuklir berikut kegiatan proliferasi. semua kegiatan pengayaan terkait dan pengolahan termasuk penelitian dan pembangunan, yang akan diverifikasi oleh IAEA. Dan bekerja pada semua proyek yang berhubungan dengan nuclear water plant, termasuk pembangunan reaktor riset dimoderatori nuclear water plant, juga harus diverifikasi oleh IAEA. Namun banyak negara yang menolak resolusi tersebut salah satunya adalah Indonesia. Dalam voting yang dilakukan oleh PBB Indonesia memilih untuk absen dan tidak terlibat dalam proses voting tersebut. Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa tidak kebijakan tersebut tidak adil bagi peemrintah Iran, bahwa sanksi yang diberikan tersebut akan mengubah kebijakan nuklir Iran mejadi lebih baik karena negara tersebut tetap melakukan kerjasma dengan IAEA dalam melakukan pengembangan nuklirnya. Indonesia menyatakan bahwa secara resmi menolak resolusi tersebut dan mendukung pengembangan nuklir Iran untuk tujuan damai sesuai dengan isi ketentuan NPT dan dibawah pengawasan IAEA. Karena meningkatnya jumlah inti atom yang digunakan, IAEA kembali melakukan penyelidikan, tetapi hal tersebut tidak mandapatkan tanggapan positif dari pemerintah Iran. Selama proses penyelidikan IAEA menilai Iran tidak kooperatif dalam membantu lembaga tersebut untuk mempercepat proses penyelidikan. IAEA menyetakan bahwa program pengayaan uranium yang dilakukan oleh Iran bersifat rahasia dan tidak transparan serta dapat mengancam kemanan di wilayah Timur Tengah. Perubahan sikap Indonesia dilatarbelakangi adanya faktor internal (internal setting) dan faktor eksternal (external setting). A. Internal Setting Dukungan Indonesia dalam memberikan sanksi kepada Iran adalah adanya internal setting yaitu antara lain: 1. Keterlibatan Indonesia dalam perumusan DK PBB 1747, pemerintah Indonesia terlibat dalam proses perumusan isi kebijakan tersebut dan menilai bahwa isi resolusi 1747 tidak akan memberatkan pemerintah Iran. pemerintah Indonesia sangat aktif dalam membantu Iran agar negara tersebut dapat memilki 406

7 Dukungan Indonesia Terhadap Resolusi DK PBB 1747 (Ekky Nugraha) hubungan diplomatik dengan negara-negara lain khususnya negara-negara barat dengan terlibat dalam proses perumusan kebijakan sebagai salah satu langkah mediasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangi ketegangan beberapa pihak dengan pemerintah Iran. 2. Dukungan Indonesia terhadap wilayah bebas nuklir di Timur Tengah, Indonesia adalah salah satu negara yang mendukung terbentuknya kawasan tersebut. 3. Dengan keterlibatan pemerintah Indonesia dalam masalah nonproliferasi senjata nuklir, dukungan terhadap Resolusi DK PBB akan memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi nuklir internasional. Menciptakan kawasan bebas nuklir merupakan suatu norma atau nilai yang dianut oleh pemerintah Indonesia untuk memberikan dukungan terhadap resolusi Dengan menciptakan kawasan tersebut pemerintah Indonesia menilai merupakan suatu solusi damai yang lebih baik diambil oleh pemerintah untuk mengurangi jumlah penggunaan kekuatan nuklir di dunia internasional, meskipun untuk kepentingan sipil. Dengan diakomodasikannya sebagian besar usulan amendemen yang diajukan Indonesia dalam rancangan resolusi, terutama soal penciptaan kawasan bebas senjata pemusnah massal di Timur Tengah dianggap oleh beberapa negara besar anggota DK PBB sebagai usulan yang sangat sulit untuk diterima, maka tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak mendukung resolusi itu. Menyebut Timur Tengah sebagai zona bebas senjata pemusnah massal sebagai poin penting pertama yang dilihat Indonesia telah ditampung dalam rancangan akhir resolusi. Empat poin amandemen yang diusulkan oleh pemerintah Indoensia adalah penciptaan zona bebas senjata nuklir di Timur Tengah, penekanan bahwa negosiasi soal penyelesaian masalah nuklir Iran harus dilakukan dengan penjelasan pada Annex tentang nama-nama orang dan organisasi terkait nuklir Iran; serta kewajiban negara-negara yang memiliki senjata nuklir untuk melucuti senjata mereka. B. External Setting Beberapa faktor yang mempengaruhi Indonesia antara lain: 1. Pelanggaran yang dilakukan oleh Iran, pemerintah Indonesia menilai Iran telah melakukan pelanggaran dengan meningkatkan jumlah pemecah inti atom lebih dari pemecah inti atom selama kurun waktu satu tahun menurut hasil yang dilaporkan oleh IAEA. Iran telah terbukti melakukan transaksi atau perdagangan ilegal dalam memenuhi kebutuhan program pengayaan uraniumnya. Menurut IAEA pemerintah Iran terbukti melakukan transaksi ilegal dalam pembangunan pabrik reaktor nuklir yang dimiliki, yaitu dengan membeli beberapa sarana yang dibutuhkan dalam pasar gelap. Meski hal tersebut telah dilarang dalam kespakatan NPTs. Iran telah melanggar kebijakan sistem pengamanan (safeguard system) IAEA. Iran dianggap gagal memenuhi apa yang disyaratkan safeguard system IAEA yang merupakan wujud komitmen suatu negara yang mengembangkan reaktor nuklir terhadap masyarakat internasional. Namun karena pelanggaran yang dilakukan oleh Iran, pemerintah Indonesia menilai negara tersebut tidak 407

8 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014 : sepenuhnya mematuhi kebijakan yang terdapat dalam NPTs seperti yang telah diminta oleh Indonesia sejak penolakan negara ini terhadap penjatuhan sanksi kepada Iran pada resolusi DK PBB 1737 pada tahun sebelumnya. 2. Meningkatnya ketegangan Iran dengan negara-negara barat, salah satu alasan pemerintah Indonesia menyetujui resolusi tersebut adalah kekhawatiran akan terjadinya ketegangan antara pemerintah Iran dan beberapa negara yang berada di kawasan Timur Tengah dan negara-negara barat. Ketegangan yang terjadi dapat menimbulkan gagalnya usaha dari beberapa negara lain termasuk Indonesia untuk membangun kawasan bebas nuklir di wilayah yang sebagaian besar negaranya masih mengalami konflik internal tersebut. Dimana kawasan tersebut sengaja diciptakan untuk mengurangi jumlah negara yang mengembangkan tenaga nuklir. 3. Peningkatan jumlah reaktor nuklir yang dikembangkan oleh Iran. karena pengembangan teknologi dan energi nuklir secara teknis bisa mengarah pada produksi senjata nuklir, maka tiap negara yang berpihak pada NPT harus menerima verifikasi melalui on-site inspection oleh Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA). Langkah itu untuk mencegah pengembangan senjata nuklir melalui proses pengolahan kembali bahan nuklir (reprocessing nuclear fuel) serta pengayaan (enrichment) uranium dan plutonium tingkat tinggi. Sehingga semua negara harus melaporkan dan menerima pengawasan IAEA atas pengembangan energi nuklirnya untuk menjamin tidak ada proses pengolahan kembali dan pengayaan uranium yang dapat mengarah pembuatan senjata nuklir. Namun pemerintah Iran tidak dapat memenuhi permintaan dari IAEA untuk mengontrol jumlah reactor nuklir yang dihasilkan selama program tersebut dijalankan dan justru semakin meningkatkan jumalh uranium yang dimiliki. 4. Tekanan dari negara lain, satu faktor yang mendasari negara ini meyetujui Resolusi 1747 adalah karena adanya sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat internasional yaitu sebagian besar dari mereka menolak adanya pengayaan uranium yang dilakukan oleh pemerintah Iran. Sikap penyetujuan tersebut merupakan sebuah pengaruh yang diperoleh oleh pemerintah Indonesia dari tindakan atau aksi berbagai politik luar negeri negara-negara lain dalam merumuskan suatu kebijakan dalam sebuah peristiwa internasional. Alasan lain Indonesia menyetujui resolusi tersebut adalah pemerintah Indonesia menilai kebijakan yang meminta agar pemerintah Iran menghentikan pengayaan uraniumnya selama 60 hari adalah tidak melanggar hak yang dimiliki oleh Iran, karena negara ini tidak diminta untuk menghentikan sepenuhnya program nuklir yang dikembangkan. Penyelidikan yang dilakukan oleh IAEA selama masa penghentian produksi dinilai Indonesia sebagai suatu usaha yang dapat dimanfaatkan oleh Iran untuk menjawab semua tuntutan internasional mengenai adanya ancaman keamanan yang akan ditimbulkan oleh Iran selama proses pengayaan uranium. 408

9 Dukungan Indonesia Terhadap Resolusi DK PBB 1747 (Ekky Nugraha) 5. Tawaran Insentif dalam bentuk kerjasama kepada Iran. Dukungan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia juga dikarenakan resolusi ini menawarkan insentif-insentif yang akan diberikan kepada Iran apabila Iran menghentikan proses pengayaan uraniumnya, dalam bentuk kerjasama yang lebih luas di berbagai bidang. Pemerintah Indonesia mengatakan bahwa dengan disahkannya resolusi 1747, prospek dari upaya mencari solusi damai cukup terbuka, apabila Iran dan negara-negara anggota tetap dan Jerman bersungguh-sungguh dalam mencari solusi damai. Kesimpulan Ada dua faktor yang menjadi acuan pemerintah Indonesia dalam mendukung Resolusi DK PBB 1747 terhadap Iran. faktor pertama adalah internal setting, dimana negara ini terlibat juga dalam perumusan isi kebijakan dalam Resolusi DK PBB 1747 yaitu pada pasal 12 yang menyatakan Iran harus menghentikan sementara program pengayaan uraniumnya selama 60 hari selama dilakukannya penyelidikan oleh perwakilan IAEA, serta adanya dukungan Indonesia dalam menciptakan wilayah bebeas nuklir di kawasan Timur Tengah. Faktor lainnya adalah external setting yaitu banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh Iran selama program pengayaan uranium yaitu dengan menambah jumlah inti atom yang dimiliki dari 5 pemecah inti atom menjadi pemecah inti atom dan melakukan transaksi di black market untuk pemenuhan kebutuhan dalam pelaksanaan program nuklir. banyaknya tekanan dari dunia internasional yang menolak Iran mengembangkan program nuklirnya terutama dari AS dan meningkatnya ketegangan antara Iran dengan negara-negara barat yang merasa terancam akan nuklir yang dikembangkan oleh negara tersebut. Serta adanya tawaran intensif dalam bentuk kerjasama dalam berbagai bidang antara Iran dengan negara-negara barat. Referensi Buku: Mochamad Yani, Yayan, dkk Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Penerbit PT. Bandung: Remaja Rosdakarya. Parnohadiningrat, Sudjadnan dkk Indonesia and Iran s Nuclear Issue. Jakarta: LIPI Press. Rosenau, James N International Politics And Foreign Policy. Toronto: Collier-Macmillan Canada Ltd. Website: Awal Mula Perkembangan Nuklr Di Iran, terdapat di Diakses pada tanggal 6 Maret

10 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 2, Nomor 2, 2014 : Chronology of Iran's Nuclear Programme, , terdapat di gy_irans_nuclear_programme_1957_2007. Diakses pada tanggal 16 Juni Hubungan Internasional, Politik Internasional, Dan Politik Luar Negeri, terdapat di Diakses pada tanggal 29 Maret Indonesia Konsisten Dukung Nuklir Iran Untuk Damai, terdapat di Diakses pada tanggal 6 Maret Iran, terdapat di Diakses pada tanggal 6 Maret Iran Continues Progress on Nuclear Technology, terdapat di Iran: Maps, History, Geography, Government, Culture, Facts, Guide & Travel/Holidays/Cities Infoplease.com Diakses pada tanggal 16 Maret Mengulik Lagi Dukungan RI Atas Resolusi 1747, terdapat di /. Diakses pada tanggal 28 Januari Sikap Indonesia Terkait Isu Nuklir Iran, terdapat di Diakses pada tanggal 6 Maret Timeline of Nuclear Diplomacy With Iran, terdapat di With-Iran. Diakses pada tanggal 8 November

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal abad ke-20, perkembangan teknologi telah mendatangkan beragam inovasi baru. Salah satunya adalah pengolahan beberapa unsur kimia menjadi senyawa radioaktif

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Perang Dunia II tepatnya tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dunia

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Perang Dunia II tepatnya tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada akhir Perang Dunia II tepatnya tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dunia terutama Jepang dikejutkan dengan dijatuhkannya bom atom (nuklir) diatas kota Hiroshima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Iran meluncurkan program pengembangan energi nuklir pertamanya pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu Iran dan Amerika Serikat memang

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Menilik segi geografi yang sangat strategis, kebijakan yang dirancang Pemerintah Iran sering kali berpengaruh besar pada dunia. Bukan hanya masalah lokasi negara yang

Lebih terperinci

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI 1 Introduksi: Isu proliferasi senjata nuklir merupaka salah satu isu yang menonjol dalam globalisasi politik dunia. Pentingnya isu nuklir terlihat dari dibuatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di dunia. Negara para mullah ini menduduki posisi ke-5 didunia setelah mengalahkan negara

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI PENGEMBANGAN NUKLIR IRAN. Iran adalah salah satu negara yang memiliki nuklir dan sedang fokus untuk

BAB III IMPLIKASI PENGEMBANGAN NUKLIR IRAN. Iran adalah salah satu negara yang memiliki nuklir dan sedang fokus untuk BAB III IMPLIKASI PENGEMBANGAN NUKLIR IRAN Iran adalah salah satu negara yang memiliki nuklir dan sedang fokus untuk mengembangkannya, hal ini pula yang membuat Iran sedang menjadi pusat perhatian dunia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada 1 Januari 2007 resmi sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan

PENDAHULUAN. Indonesia pada 1 Januari 2007 resmi sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia pada 1 Januari 2007 resmi sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) selama dua tahun dengan dukungan 158 negara dari 192 negara

Lebih terperinci

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja Lampiran Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Maret 2011 Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja membuat graffiti politik, puluhan orang tewas ketika pasukan keamanan menindak Demonstran Mei

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Rencana Iran menjadi tuan rumah KTT Non Blok mendapat perlawanan dari

BAB V KESIMPULAN. Rencana Iran menjadi tuan rumah KTT Non Blok mendapat perlawanan dari BAB V KESIMPULAN Rencana Iran menjadi tuan rumah KTT Non Blok mendapat perlawanan dari AS dan Israel. Kedua negara secara nyata mengajak negara anggota Non Blok untuk tidak hadir dalam agenda tersebut,

Lebih terperinci

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut. BAB V KESIMPULAN Sampai saat ini kelima negara pemilik nuklir belum juga bersedia menandatangani Protokol SEANWFZ. Dan dilihat dari usaha ASEAN dalam berbagai jalur diplomasi tersebut masih belum cukup

Lebih terperinci

DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN

DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN 2005-2009 (IRAN GOVERNMENT DIPLOMACY TO INTERNATIONAL PRESSURE ON NUCLEAR DEVELOPMENT PROGRAM 2005-2009)

Lebih terperinci

Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016

Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016 Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016 SAFETY SAFEGUARDS SECURITY IPTEK NUKLIR Keamanan nuklir mencakup keamanan bahan nuklir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur

Lebih terperinci

BAB II PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR IRAN. Pada Bab II ini menjelaskan sejarah, latar belakang, tujuan program nuklir Iran

BAB II PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR IRAN. Pada Bab II ini menjelaskan sejarah, latar belakang, tujuan program nuklir Iran BAB II PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR IRAN Pada Bab II ini menjelaskan sejarah, latar belakang, tujuan program nuklir Iran pasca revolusi islam serta penerapannya pada pemerintahan Ahmadinejad dan menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan.

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan pergaulan masyarakat internasional, kerjasama antar negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. Namun demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang didirikan pada abad ke 12. Pada awalnya Rusia berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang didirikan pada abad ke 12. Pada awalnya Rusia berbentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusia merupakan negara di bagian Timur Eropa dan Asia bagian Utara yang didirikan pada abad ke 12. Pada awalnya Rusia berbentuk kerajaan yang bernama kerajaan

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR-FAKTOR IRAN MEMPERTAHANKAN PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR. Iran dibawah kepemimpinan Ahmadinejad memilih untuk mempertahankan

BAB IV FAKTOR-FAKTOR IRAN MEMPERTAHANKAN PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR. Iran dibawah kepemimpinan Ahmadinejad memilih untuk mempertahankan BAB IV FAKTOR-FAKTOR IRAN MEMPERTAHANKAN PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR Iran dibawah kepemimpinan Ahmadinejad memilih untuk mempertahankan program pengembangan nuklirnya meskipun Iran mendapat kecaman dari

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu (dimotori oleh Amerika Serikat) telah membuka babak baru dalam sejarah politik Korea. Kemenangan

Lebih terperinci

Oleh Christian Adiyudha 1; Setyasih Harini 2, Halifa Haqqi 3

Oleh Christian Adiyudha 1; Setyasih Harini 2, Halifa Haqqi 3 DIPLOMASI MULTILATERAL IRAN DALAM UPAYA PENCABUTAN SANKSI DEWAN KEAMANAN PBB (Pada Masa Presiden Hassan Rouhani) Oleh Christian Adiyudha 1; Setyasih Harini 2, Halifa Haqqi 3 Abstrack The development of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5518 PENGESAHAN. Konvensi. Penanggulangan. Terorisme Nuklir. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2014 Nomor 59) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca serangan kelompok teroris Al Qaeda di pusat perdagangan dunia yaitu gedung WTC (World Trade Centre) pada 11 September 2001 lalu, George Walker Bush sebagai Presiden

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara-negara yang menandatangani atau meratifikasi perjanjian multilateral

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara-negara yang menandatangani atau meratifikasi perjanjian multilateral BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Traktat NPT merupakan perjanjian yang mengikat secara hukum internasional terhadap negara-negara yang menandatangani atau meratifikasi perjanjian multilateral

Lebih terperinci

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI I DPR RI KE NEGARA AUSTRIA TANGGAL NOVEMBER 2011

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI I DPR RI KE NEGARA AUSTRIA TANGGAL NOVEMBER 2011 LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI I DPR RI KE NEGARA AUSTRIA TANGGAL 19 25 NOVEMBER 2011 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2011 1 BAB I PENDAHULUAN A. Umum Kunjungan Kerja Delegasi Komisi I DPR RI

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MELATARBELAKANGI KEBIJAKAN KOREA SELATAN ATAS PENUTUPAN AKTIVITAS DI INDUSTRI KAESONG

BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MELATARBELAKANGI KEBIJAKAN KOREA SELATAN ATAS PENUTUPAN AKTIVITAS DI INDUSTRI KAESONG BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MELATARBELAKANGI KEBIJAKAN KOREA SELATAN ATAS PENUTUPAN AKTIVITAS DI INDUSTRI KAESONG Penutupan Kaesong pada tahun 2016 merupakan sebuah berita yang mengejutkan bagi berbagai

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

PEREDAAN KETEGANGAN DI SEMENANJUNG KOREA

PEREDAAN KETEGANGAN DI SEMENANJUNG KOREA PEREDAAN KETEGANGAN DI SEMENANJUNG KOREA Oleh: DR. Yanyan Mochamad Yani, Drs., M.A. Akhirnya setelah melalui pasang surut yang penuh ketegangan, masyarakat dunia kini perlu merasa lega. Sementara waktu

Lebih terperinci

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

BAB IV RESPON AMERIKA SERIKAT TERHADAP PERKEMBANGAN NUKLIR IRAN PADA MASA AHMADINEJAD

BAB IV RESPON AMERIKA SERIKAT TERHADAP PERKEMBANGAN NUKLIR IRAN PADA MASA AHMADINEJAD BAB IV RESPON AMERIKA SERIKAT TERHADAP PERKEMBANGAN NUKLIR IRAN PADA MASA AHMADINEJAD Pada Bab IV menjelaskan mengenai respon Amerika Serikat, negara barat dalam program nuklir Iran melalui latar belakang

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

Hubungan Internasional (daring), 1 November 2013, <http://dinasulaeman.wordpress.com/2013/11/01/sistemdemokrasi-ala-iran-demokrasi-tangan-tuhan/>,

Hubungan Internasional (daring), 1 November 2013, <http://dinasulaeman.wordpress.com/2013/11/01/sistemdemokrasi-ala-iran-demokrasi-tangan-tuhan/>, BAB V PENUTUP Dalam pandangan konstruktivisme, kebijakan diplomasi fatwa antinuklir sebagai senjata pemusnah massal adalah hasil proses dialektis antara kondisi sentimen anti-islam pasca 11 September,

Lebih terperinci

10 Negara yang Punya Reaktor Nuklir Terbesar Di Dunia Minggu, Oktober 21, 2012 Azmi Cole Jr.

10 Negara yang Punya Reaktor Nuklir Terbesar Di Dunia Minggu, Oktober 21, 2012 Azmi Cole Jr. Hari, Tanggal: Minggu, 21 Oktober 2012 Hal/Kol : http://zonapencarian.blogspot.com/2012/10/10- negara-yang-punya-reaktor-nuklir.html Sumber: WWW.ZONAPENCARIAN.BLOGSPOT.COM 10 Negara yang Punya Reaktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Politik Luar Negeri merupakan sikap dan komitmen suatu Negara terhadap lingkungan eksternal, strategi dasar untuk mencapai tujuan kepentingan nasional yang harus

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

UPAYA IRAN MENGOPTIMALKAN POTENSI GEOPOLITIK UNTUK MEMIMPIN KAWASAN TIMUR TENGAH

UPAYA IRAN MENGOPTIMALKAN POTENSI GEOPOLITIK UNTUK MEMIMPIN KAWASAN TIMUR TENGAH UPAYA IRAN MENGOPTIMALKAN POTENSI GEOPOLITIK UNTUK MEMIMPIN KAWASAN TIMUR TENGAH Iranian Efforts in Optimizing the Potential of Geopolitics to Lead Middle East Region SKRIPSI Disusun Oleh Nama : Rahadin

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1973 TENTANG PERSETUJUAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP PERUBAHAN PASAL VI ANGGARAN DASAR BADAN TENAGA ATOM INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembanding dalam penelitian ini ada dua. Kajian pustaka pertama yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembanding dalam penelitian ini ada dua. Kajian pustaka pertama yang digunakan 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Kajian kepustakaan yang digunakan penulis sebagai referensi sekaligus pembanding dalam penelitian ini ada dua. Kajian pustaka pertama yang digunakan diambil

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. minyak. Terus melambungnya harga minyak dunia, bahkan sempat menyentuh

I. PENDAHULUAN. minyak. Terus melambungnya harga minyak dunia, bahkan sempat menyentuh I. PENDAHULUAN A. Latar Balakang Setiap negara, baik negara maju ataupun berkembang tersudut di dalam pilihan yang sangat sulit terhadap masalah energi yang disebabkan pada tingginya harga minyak. Terus

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA Oleh : ABSTRACT This study aims to identify and describe the action done by UN Security Council related to its role in dealing with the nuclear crisis in North Korea as

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterbatasan akan sumber energi tersebut, terutama sumber energi minyak

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterbatasan akan sumber energi tersebut, terutama sumber energi minyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin meningkatnya kebutuhan akan sumber energi dan bersamaan dengan keterbatasan akan sumber energi tersebut, terutama sumber energi minyak bumi, memaksa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan kebijakan-kebijakan kapitalistik dan liberalistik Barat yang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan kebijakan-kebijakan kapitalistik dan liberalistik Barat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum terjadi revolusi pada tahun 1979, Iran merupakan negara yang dihimpit oleh dua kekuatan raksasa (super power) yaitu Rusia dan Inggris. Bahkan Iran menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia Kedua yang dimenangkan oleh tentara Sekutu (dimotori oleh

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia Kedua yang dimenangkan oleh tentara Sekutu (dimotori oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya Perang Dunia Kedua yang dimenangkan oleh tentara Sekutu (dimotori oleh Amerika Serikat) telah membuka babak baru dalam sejarah politik Korea. Kemenangan

Lebih terperinci

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Senin, 14 Februari 2011 PIDATO DR. R.M MARTY M. NATALEGAWA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU

Lebih terperinci

URGENSI DAN EFEKTIVITAS PENGATURAN PENCEGAHAN PENDANAAN PROLIFERASI SENJATA PEMUSNAH MASSAL DISAMPAIKAN OLEH: DR. DIAN EDIANA RAE WAKIL KEPALA PPATK

URGENSI DAN EFEKTIVITAS PENGATURAN PENCEGAHAN PENDANAAN PROLIFERASI SENJATA PEMUSNAH MASSAL DISAMPAIKAN OLEH: DR. DIAN EDIANA RAE WAKIL KEPALA PPATK URGENSI DAN EFEKTIVITAS PENGATURAN PENCEGAHAN PENDANAAN PROLIFERASI SENJATA PEMUSNAH MASSAL DISAMPAIKAN OLEH: DR. DIAN EDIANA RAE WAKIL KEPALA PPATK INDONESIA, RESOLUSI DK PBB, DAN FATF RESOLUSI DK PBB

Lebih terperinci

SENGKETA INTERNASIONAL

SENGKETA INTERNASIONAL SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Indonesia-Malaysia SENGKETA INTERNASIONAL Pada hakikatnya sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar

Lebih terperinci

KAJIAN TERHADAP PERATURAN TENTANG SEIFGARD DAN KEAMANAN BAHAN NUKLIR MENGGUNAKAN KUESIONER US DOE (UNITED STATES DEPARTMENT OF ENERGY)

KAJIAN TERHADAP PERATURAN TENTANG SEIFGARD DAN KEAMANAN BAHAN NUKLIR MENGGUNAKAN KUESIONER US DOE (UNITED STATES DEPARTMENT OF ENERGY) KAJIAN TERHADAP PERATURAN TENTANG SEIFGARD DAN KEAMANAN BAHAN NUKLIR MENGGUNAKAN KUESIONER US DOE (UNITED STATES DEPARTMENT OF ENERGY) Djibun Sembiring dan Taruniyati Handayani BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

Lebih terperinci

RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB 1718 (2006), Rekomendasi 7 FATF (2016), dan PERATURAN BERSAMA PEMBEKUAN ASSET (2017)

RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB 1718 (2006), Rekomendasi 7 FATF (2016), dan PERATURAN BERSAMA PEMBEKUAN ASSET (2017) RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB 1718 (2006), Rekomendasi 7 FATF (2016), dan PERATURAN BERSAMA PEMBEKUAN ASSET (2017) Oleh: Muhsin Syihab Plt. Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Agustus 2017 Senjata

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERAN IAEA (INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY) DALAM MENYIKAPI TINDAKAN KOREA UTARA DALAM PENGEMBANGAN TENAGA NUKLIR UNTUK TUJUAN TIDAK DAMAI

PERAN IAEA (INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY) DALAM MENYIKAPI TINDAKAN KOREA UTARA DALAM PENGEMBANGAN TENAGA NUKLIR UNTUK TUJUAN TIDAK DAMAI PERAN IAEA (INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY) DALAM MENYIKAPI TINDAKAN KOREA UTARA DALAM PENGEMBANGAN TENAGA NUKLIR UNTUK TUJUAN TIDAK DAMAI AMELIA YULI PRATIWI Fakultas Hukum Universitas Surabaya Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taraf hidup masyarakatnya. Nuklir yang dahulunya hanya dipakai untuk senjata

BAB I PENDAHULUAN. taraf hidup masyarakatnya. Nuklir yang dahulunya hanya dipakai untuk senjata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pada abad ini sangat pesat, terutama dibidang nuklir. Banyak negara yang telah melakukan uji coba nuklir untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan sarana pokok pengembangan ilmu pengetahuan, karena penelitian bertujuan mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Sistematis berarti

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGUASAAN SAINS DAN TEKNOLOGI IRAN PASCA EMBARGO AMERIKA SERIKAT TAHUN 2006

PENINGKATAN PENGUASAAN SAINS DAN TEKNOLOGI IRAN PASCA EMBARGO AMERIKA SERIKAT TAHUN 2006 PENINGKATAN PENGUASAAN SAINS DAN TEKNOLOGI IRAN PASCA EMBARGO AMERIKA SERIKAT TAHUN 2006 Dinar Ashofi Wulandari Hernawa dinarashofi@yahoo.com Hikmatul Akbar akbar_hi@yahoo.co.id Prodi Ilmu Hubungan Internasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN NUKLIR IRAN DAN DIPLOMASI KEPADA IAEA Hikmatul Akbar 1 Pinilih Kodimerinda 2

PENGEMBANGAN NUKLIR IRAN DAN DIPLOMASI KEPADA IAEA Hikmatul Akbar 1 Pinilih Kodimerinda 2 PENGEMBANGAN NUKLIR IRAN DAN DIPLOMASI KEPADA IAEA Hikmatul Akbar 1 Pinilih Kodimerinda 2 Abstract: Iran considered as one of nuclear country since they have an advanced nuclear technology. With geographical

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Dani Budi Satria Putu Tuni Cakabawa Landra I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

JURNAL PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA NUKLIR IRAN

JURNAL PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA NUKLIR IRAN JURNAL PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA NUKLIR IRAN Diajukan oleh : Timothy Daud Meilando Marpaung NPM : 090510173 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Eropa Barat membuat suatu kebijakan dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Eropa Barat membuat suatu kebijakan dengan memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Skripsi ini akan mengupas mengenai alasan kebijakan luar negeri Uni Eropa memberikan dukungan terhadap Ukraina dalam kasus konflik gerakan separatisme pro-rusia di Ukraina.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

Penjelasan Pemerintah Soal Dukungan Terhadap Resolusi DK PBB No.1747 Rabu, 11 Juli 2007

Penjelasan Pemerintah Soal Dukungan Terhadap Resolusi DK PBB No.1747 Rabu, 11 Juli 2007 Penjelasan Pemerintah Soal Dukungan Terhadap Resolusi DK PBB No.1747 Rabu, 11 Juli 2007 PENJELASAN PEMERINTAH RI MENGENAI DUKUNGAN TERHADAP RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB NO. 1747 PADA SIDANG PARIPURNA DPR

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA PEMERINTAH JEPANG DALAM PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI PASCA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI 2011

SKRIPSI UPAYA PEMERINTAH JEPANG DALAM PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI PASCA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI 2011 SKRIPSI UPAYA PEMERINTAH JEPANG DALAM PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI PASCA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI 2011 Japanese Government Effort to Overcome Energy Crisis after Earthquake and Tsunami Disaster 2011 Disusun

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,

Lebih terperinci

Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua. Sarah Amalia Nursani. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua. Sarah Amalia Nursani. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua Sarah Amalia Nursani Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya PAPER Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua Sarah Amalia Nursani Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Bab IV. Kontroversi Kebijakan Nuklir Iran

Bab IV. Kontroversi Kebijakan Nuklir Iran Bab IV Kontroversi Kebijakan Nuklir Iran Kebijakan Iran soal nuklir mengubah posisi Iran dalam pergaulan internasional. Negara-negara di dunia akan mempertimbangkan soal hubungannya dengan Iran karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act

Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan Terlibat Dalam Lord's Resistance Army Disarmament and Northern Uganda Recovery Act Lord s Resistance Army (LRA) suatu kelompok pemberontak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Bab V. Kesimpulan. Namun hal ini berubah di tahun 2005 saat Mahmoud Ahmadinejad terpilih sebagai Presiden

Bab V. Kesimpulan. Namun hal ini berubah di tahun 2005 saat Mahmoud Ahmadinejad terpilih sebagai Presiden Bab V Kesimpulan Iran merupakan satu dari sekian negara yang memiliki hak untuk mengembangkan tenaga nuklirnya. Tergabung dalam NPT menjadi salah satu alasan kuat mengapa negara para Mullah itu memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki

Lebih terperinci

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini. BAB V KESIMPULAN Melalui perjalanan panjang bertahun-tahun, Majelis Umum PBB berhasil mengadopsi Perjanjian Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty/ATT), perjanjian internasional pertama yang menetapkan

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama BAB V Kesimpulan Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama ekonomi melalui perjanjian perdagangan bebas dengan beberapa negara secara bilateral, seperti perjanjian perdagangan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL

PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL Oleh: Triyono Wibowo Dubes/Watapri Wina PENDAHULUAN 1. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN TERORISME

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada

Lebih terperinci