JURNAL PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA NUKLIR IRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA NUKLIR IRAN"

Transkripsi

1 JURNAL PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA NUKLIR IRAN Diajukan oleh : Timothy Daud Meilando Marpaung NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Tentang Hubungan Internasional UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM 2014 i

2

3 ABSTRACT ROLE OF SECURITY OF THE UNITED NATIONS (UN) RESOLVING DISPUTES IN NUCLEAR IRAN Problems studied in this researches whether the UN Security Council has been carrying out its functions in a fair, proportionate and objectively in resolving Iran's nuclear dispute. This method of research is a normative legal research, i.e. research which refers to the legal norms contained in laws and regulations, court decisions and practices relating to the role of the Security Council of the United Nations (UN) in addressing Iran's nuclear development. Analysis of the data used is qualitative analysis. Data obtained from this study with data derived from literature on primary legal materials, secondary and tertiary are then analyzed with descriptive qualitative reasoning is to create a description based on the existing quality. The results of the study obtained data are studied and discussed as a comprehensive materials. The results of this study is the UN Security Council is already carrying out its functions is to provide resolution to most of the contents Iran on sanctions against Iran over its suspect nuclear activities by the United States is making nuclear weapons, but there is no strong evidence that that suspicion America States are true. So it can be said that the UN Security Council is not performing its functions in a fair, proportionate and objective, which was impressed that the UN Security Council next weight that is more likely to defend the interests of the United States alone. Keyword: Role of Security of the United Nations, Resolving Disputes, Nuclear of Iran iii

4 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan untuk teknologi dan dengan tujuan damai. Iran justru mengundang badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertugas memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic Energy Agency (IAEA), untuk berkunjung ke Iran dan memeriksa aktivitas nuklirnya. Amerika Serikat adalah pihak yang melihat adanya indikasi bahwa program pengayaan uranium Iran tersebut digunakan untuk mengembangkan senjata nuklir. Amerika percaya bahwa proliferasi senjata nuklir serius akan meningkatkan bahaya perang nuklir. Kemudian Amerika Serikat melaporkan kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. 1 Dewan Keamanan PBB menginginkan melanjutkan pelonggaran ketegangan internasional dan penguatan kepercayaan antara Amerika untuk memfasilitasi penghentian pembuatan senjata nuklir, likuidasi semua stok yang ada dan penghapusan dari persenjataan nasional senjata nuklir dan cara mereka sesuai dengan perjanjian tentang perlucutan senjata secara umum dan menyeluruh di bawah pengawasan internasional yang ketat dan efektif. Dalam ketentuan Pasal 2 pada Non Proliferation Treaty Of Nuclear Weapons 1968 yang selanjutnya disebut NPT dinyatakan bahwa 1 diakses tanggal 23 Agustus 2013

5 2 setiap negara pihak non senjata nuklir untuk Perjanjian menyanggupi untuk tidak menerima transfer dari setiap pengalih apapun senjata nuklir atau alat peledak nuklir lainnya atau kontrol atas senjata tersebut atau alat peledak secara langsung maupun tidak langsung, bukan untuk memproduksi atau memperoleh senjata nuklir atau alat peledak nuklir lainnya. Pada November 2004, Iran menandatangani kesepakatan sementara dengan Jerman, Prancis dan Inggris untuk menghentikan pengayaan uraniumnya. Hal ini ternyata berdampak positif bagi Iran karena dapat menghindari intervensi dari Dewan Keamanan PBB. Namun demikian, IAEA menganggap bahwa Iran tidak memberikan laporan tentang aktivitas nuklirnya secara jelas. Masalah inipun akhirnya kembali harus ditangani oleh Dewan Keamanan PBB. 2 Terhitung dari tahun 2006 hingga 2008, Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan 3 resolusi yang berisi tentang sanksi terhadap Iran atas aktivitas nuklirnya. Pertama, resolusi 1696 (31 Juli 2006). Resolusi ini dikeluarkan karena IAEA tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai nuklir Iran dan Iran tidak mau melaksanakan saran-saran dari IAEA serta tetap melanjutkan pengayaan uranium. Resolusi ini dibahas ketika pertemuan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB (Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia dan Cina) ditambah Jerman dan Uni Eropa di Paris pada tanggal 12 Juli Isi dari resolusi tersebut 2 Ibid

6 3 bahwa Iran harus menuruti langkah yang disarankan oleh IAEA, meyakinkan bahwa nuklirnya memang untuk tujuan damai, melaporkan segala aktivitas dan menghimbau kepada seluruh negara untuk tidak membantu Iran. 3 Resolusi yang berisi sanksi Iran karena menolak menghentikan pengayaan uranium tersebut didukung oleh mayoritas negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB, baik anggota tetap maupun anggota tidak tetap. Namun ternyata Rusia yang termasuk ke dalam anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan ikut menyusun draf ketiga resolusi yang dikeluarkan Dewan Keamanan PBB justru mendukung Iran dan menolak adanya sanksi yang lebih tegas kepada Iran. Berbeda dengan anggota Dewan Keamanan PBB yang lain, yang menginginkan tekanan dan sanksi yang lebih tegas kepada Iran, Rusia justru menegaskan bahwa konflik tersebut harus dicapai penyelesaiannya secara damai. 4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah Dewan Keamanan PBB sudah melaksanakan fungsinya secara adil, proporsional dan obyektif dalam menyelesaikan sengketa nuklir Iran? 3 Ibid 4 diakses tanggal 23 Agustus 2013

7 4 II. PEMBAHASAN A. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah salah satu organisasi internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. Dalam uraian ini ditelaah sejarah pembentukan, asas dan tujuan, keanggotaan, struktur dan cara kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada tanggal 1 Januari 1942 di Washington telah ditandatangani oleh 26 negara demokratis suatu pernyataan pengerahan segala tenaga untuk membinasakan kekuasaan negara totaliter. Deklarasi itu sebenarnya merupakan perjanjian militer, namun deklarasi itu juga dianggap sebagai pangkal pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa karena deklarasi itu merupakan pangkal ikatan negara-negara yang menggantikan Liga Bangsa-Bangsa yang telah terputus oleh pecahnya Peran Dunia II. Namun pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebenarnya bermula dari Deklarasi Moskow tanggal 1 November Dalam Deklarasi itu, Menteri Luar Negeri negara-negara Amerika Serikat, Cina, Inggris dan Uni Soviet memutuskan dalam waktu dekat akan mendirikan organisasi internasional. Pada bulan September-Oktober tahun 1944 diadakan pembicaraan lebih lanjut tentang pembentukan organisasi internasional itu antar perutusan empat negara tersebut di Washington. 5 Dalam upaya mencapai tujuannya, usaha Perserikatan Bangsa- Bangsa dituangkan dalam tiga macam organ, yakni organ utama, organ 5 F. Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Universitas Atma Jaya Press, Yogyakarta, 2010, hlm. 174

8 5 subsidier, dan badan khusus. Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai enam organ utama, yakni Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian, Mahkamah Internasional dan Sekretariat. Dewan Keamanan semula beranggotakan 11 negara anggota. Sejak tahun 1965, sejalan dengan perubahan Piagam, Dewan Keamanan beranggotakan 15 negara. Dari 15 anggota itu 5 diantaranya adalah anggota tetap. Mereka itu ialah Amerika Serikat, RRC/Cina, Inggris, Prancis dan Rusia. 10 (sepuluh) anggota lainnya dipilih untuk masa jabatan dua tahun, yang dipilih bergantian 5 orang setiap tahun. Untuk memilih anggota tidak tetap Dewan Keamanan perlu dipertimbangkan dua hal yakni bahwa negara tersebut telah memberikan sumbangan untuk pemeliharaan perdamaian, keamanan internasional serta keperluan lain Perserikatan Bangsa-Bangsa dan bahwa letak geografi negara tersebut sedapat mungkin mewakili seluruh kawasan masyarakat internasional. Masa sidang Dewan Keamanan berlaku selama 12 bulan dalam setahun. Oleh karena itu, negara yang merupakan anggota Dewan Keamanan harus mengirimkan perutusannya yang menetap di New York agar dapat menghadiri rapat yang membicarakan masalah perdamaian dan keamanan internasional yang mendesak. 6 Tugas Dewan Keamanan dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa tergolong sebagai tugas eksekutif. Namun tugas itu terutama terbatas pada 6 Ibid, hlm. 184

9 6 bidang penanganan perdamaian, keamanan dan persenjataan. Dalam menangani sengketa antar negara Dewan Keamanan harus mengusahakan penyelesaian secara damai. Dalam hal usaha itu tidak berhasil dan timbul ancaman dan pelanggaran bagi perdamaian serta perbuatan agresi, Dewan Keamanan berwenang untuk memberikan rekomendasi dan menetapkan tindakan yang diperlukan. Tindakan Dewan Keamanan itu dapat merupakan tindakan yang tidak menggunakan kekerasan senjata, misalnya embargo ekonomi, dan dapat juga merupakan tindakan dengan kekerasan senjata, misalnya operasi militer. Dalam ketentuan Pasal 48 Piagam PBB menyatakan bahwa tindakan yang diperlukan untuk melaksanakan keputusan-keputusan Dewan Keamanan guna pemeliharaan perdamaian serta keamanan internasional dilakukan oleh semua Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa atau oleh beberapa diantara mereka, sesuai ketetapan Dewan Keamanan. Keputusan-keputusan demikian dilaksanakan oleh Anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa secara langsung dan melalui tindakan mereka dalam badan-badan international dimana mereka menjadi anggota. Keputusan Dewan Keamanan dibedakan antara keputusan yang bersifat prosedural dan keputusan yang lain. Keputusan yang bersifat prosedural ditetapkan dengan persetujuan 9 suara anggota Dewan Keamanan. Keputusan yang lain ditetapkan dengan persetujuan 9 suara negara anggota termasuk negara anggota tetap Dewan Keamanan. Dalam memutuskan hal-hal yang bersifat prosedural, anggota tetap Dewan

10 7 Keamanan mempunyai hak veto yakni hak untuk menolak. Bila salah satu anggota tetap Dewan Keamanan menggunakan hak veto, Dewan Keamanan tidak dapat mengambil keputusan. Adanya hak veto itu dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan, yang dalam Perang Dunia II merupakan sekutu, dalam kebersamaannya harus memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Anggapan itu mulai tahun 1948 tidak dapat dilaksanakan karena Rusia/Uni Soviet memisahkan diri dari kebersamaan itu. Namun dalam menghadapi Perang Teluk tahun kebersamaan itu tampak pulih kembali. 7 B. Sengketa Nuklir Iran Jika kita mengucapkan kata "Nuklir" pada orang awam, mungkin dibenaknya kita sedang membicarakan kata yang sepada maknanya yaitu Kematian. Tragedi Hiroshima dan Nagasaki 60 tahun silam telah cukup meninggalkan cacat bawaan terhadap nuklir sebagai teknologi yang harus ditolak dan menutup mata bahwa sekarang ini, teknologi nuklir telah banyak didayagunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Teknologi nuklir dewasa ini telah didayagunakan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Terlepas dari pemanfaatannya sebagai senjata perang, tenaga nuklir khususnya zat radioaktif telah dipergunakan secara luas dalam berbagai bidang. Bidang-bidang itu 7 Ibid, hlm. 185

11 8 antara lain bidang energi, kedokteran, pertanian, industri, peternakan, dan lain sebagainya. 8 Di bidang energi, tenaga nuklir telah dimanfaatkan secara besarbesaran untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Bidang kedokteran telah mengambil manfaat dari tehnik nuklir seperti pemeriksaan medik dengan menggunakan pesawat gamma kamera, renograf-prototipe yang berguna untuk diagnosis fungsi ginjal, pesawat sinar X-prototipe yang berguna sebagai diagnosis anatomi organ tubuh, Thyroid uptake-prototipe untuk uji tangkap gondok, dan brachterapi yang digunakan sebagai terapi kanker rahim, pemeriksaan jantung koroner, dan mendeteksi pendarahan pada saluran pencernaan. Dibidang pertanian, tehnik nuklir dimanfaatkan untuk mendapatkan varitas tanaman yang unggul seperti varitas padi dan kedelai melalui teknik irradiasi. Pada tahun 1968 melalui pembahasan yang dilakukan oleh 16 negara yang tergabung dalam Komite Perlucutan Senjata, PBB berhasil merampungkan teks dari Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons atau yang biasa kita sebut sebagai Traktat Mengenai Pelarangan Penyebaran Senjata Nuklir atau yang lebih dikenal dengan sebutan NPT. Pada tahun yang sama melalui Sidang Umum PBB, NPT diterima oleh negara-negara PBB, dan pada tahun 1970 NPT mulai berlaku efektif. NPT merupakan sumber kepatuhan dan instrumen yang mengikat negara pihak dalam rangka mewujudkan 3 (tiga) tujuan utama NPT, yaitu: 9 8 Phen Effendi, dalam Media Info dan Teknologi, diakses tanggal 23 Agustus Safeguards IAEA Dan Perkembangan Penerapannya Dalam Pemanfaatan Nuklir Tujuan Damai, dalam

12 9 a. Perlucutan Senjata Nuklir; b. Non-proliferasi nuklir; dan c. Penggunaan nuklir untuk maksud damai. NPT merupakan tonggak utama bagi pencegahan senjata nuklir di dunia. Traktat ini telah diratifikasi oleh 187 negara, namun ada beberapa negara yang tidak menandatanganinya, seperti Pakistan dan India. Sesuai mekanisme yang ada, NPT setiap lima tahun sekali selalu ditinjau ulang melalui penyelenggaraan review conference oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB). Iran mulai melaksanakan program nuklirnya sejak tahun 1960-an. Instalasi nuklir Iran pertama adalah untuk riset nuklir dengan kekuatan hanya lima Megawatt yang diperolehnya dari AS dan memulai beroperasi pada Pada tahun 1968, dibentuk perjanjian pelarangan penyebaran senjata nuklir diantara negara-negara pemilik nuklir dalam bentuk Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), dan pada tahun 1970, Iran telah menjadi salah satu negara penandatangannya. Di bawah pemerintahan Shah, Iran terus mengembangkan aktifitas nuklirnya dengan melakukan kerjasama dan transaksi dengan beberapa perusahaan Eropa, seperti perusahaan Siemen dari Jerman pada tahun 1975, dan perusahaan dari Perancis pada tahun berikutnya. Namun, pada tahun 1979, seiring dengan jatuhnya kekuasaan Shah, Khomeini, yang saat itu mengambil kursi pemerintahan, menghentikan aktifitas pembangunan reaktor-reaktor nuklir Iran. Iran pertama kali memulai membangun reaktor di dekat pelabuhan barat daya Bushehr pada tahun Pembangunan tersebut dilakukan

13 10 dengan bantuan dari Jerman. Namun ketika terjadi Revolusi Islam Iran pada tahun 1979, rencana tersebut ditinggalkan. Kemudian pada tahun 1992, Rusia mengambil proyek tersebut. Sejak itu, dimulailah kerjasama Rusia dengan Iran dalam hal pembangunan proyek Brushehr melalui perusahaan Rusia, Atomstroiexport. 10 Program pengayaan atau pengembangan nuklir yang dilaksanakan Iran dianggap oleh Dewan Keamanan PBB telah melanggar ketentuan Bab VII Piagam PBB tentang tindakan yang berhubungan dengan ancaman perdamaian, pelanggaran perdamaian, dan tindakan agresi. Dalam ketentuan Pasal 39 Piagam PBB ditentukan bahwa Dewan Keamanan akan menentukan ada-tidaknya sesuatu ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran terhadap perdamaian atau tindakan agresi dan untuk mencegah bertambah buruknya keadaan, Dewan Keamanan sebelum memberikan dan akan menganjurkan atau meneruskan tindakan apa yang harus diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 41 dan 42, untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan keamanan international. Dalam ketentuan Pasal 40 Piagam PBB menentukan bahwa untuk mencegah perkembangan situasi, Dewan Keamanan dapat, sebelum membuat rekomendasi atau memutus langkah-langkah diatur dalam ketentuan Pasal 39, memanggil para pihak bersangkutan untuk mematuhi tindakan sementara seperti yang dianggap perlu atau yang diinginkan tersebut, tindakan sementara haruslah tanpa mengurangi hak, klaim, atau 10 tanggal 23 Agustus 2013 diakses

14 11 posisi dari pihak yang bersangkutan. Dewan Keamanan dengan seksama memberi perhatian yang layak apabila terdapat pembangkangan terhadap pelaksanaan tindakan-tindakan sementara itu. C. Penyelesaian Sengketa Nuklir Iran 1. Pelaksanaan Fungsi Dewan Keamanan PBB Dalam Menyelesaikan Sengketa Nuklir Iran Ketika suatu negara tidak mentaati suatu resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB maka Dewan Keamanan dapat menjatuhkan sanksi baik secara non militer maupun secara militer. Hal itu diatur dalam Pasal 41 dan 42 Piagam PBB. Pasal 41 Piagam PBB menentukan The Security Council may decide what measures not involving the use of armed force are to be employed to give effect to its decisions, and it may call upon the Members of the United Nations to apply such measures. These may include complete or partial interruption of economic relations and of rail, sea, air, postal, telegraphic, radio, and other means of communication, and the severance of diplomatic relations. Dalam pasal itu diatur tentang tindakan kekerasan tanpa menggunakan kekuatan militer. Tindakan tersebut meliputi tindakan pemutusan seluruhnya atau sebagian hubungan ekonomi, termasuk hubungan darat, laut, udara, pos, dan telegrap, radio juga alat-alat komunikasi lainnya, serta pemutusan hubungan diplomatik. Apabila usaha yang didasarkan pada ketentuan Pasal 41 Piagam PBB tidak berhasil maka akan diambil tindakan berdasarkan ketentuan Pasal 42 piagam PBB yang menyebutkan

15 12 Should the Security Council consider that measures provided for in Article 41 would be inadequate or have proved to be inadequate, it may take such action by air, sea, or land forces as may be necessary to maintain or restore international peace and security. Such action may include demonstrations, blockade, and other operations by air, sea, or land forces of Members of the United Nations. Dalam ketentuan Pasal 42 menentukan bila usaha yang didasarkan Pasal 41 tidak mencukupi, maka Dewan Keamanan PBB dapat mengambil tindakan dengan mempergunakan angkatan darat, laut, udara yang mungkin diperlukan untuk menjaga perdamaian dan keamanan Internasional. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan power of enforcement dari Dewan Keamanan kepada negara-negara yang terlibat sengketa internasional untuk mentaati resolusi Dewan Keamanan PBB demi terjaganya keamanan dan perdamaian internasional. Berlainan dengan hukum nasional, hukum internasional tidaklah diciptakan oleh suatu badan tertentu seperti terlihat dalam hukum nasional, dan tidak pula terdapat penguasa tertentu yang dapat memaksakan dilaksanakannya aturan-aturan hukum internasional tersebut. Hal demikian menimbulkan pertanyaan, apakah hukum internasional tersebut betul-betul merupakan hukum dalam artian yang ketat atau pengertian hukum menurut Austinianus, 11 seluruhnya tergantung dari makna yang diberikan kepada istilah hukum. 11 Hackworth, Digest of International Law, Vol. 1. hlm. 1, sebagaimana dikutip oleh Chairul Anwar, Hukum Internasional, Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Djambatan, Jakarta, 1989, hlm. 4

16 13 2. Sanksi Dewan Keamanan PBB Berkaitan Dengan Pengembangan Nuklir Iran Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan Resolusi 1929 berisi sanksi tambahan bagi Iran menyangkut program pengembangan nuklir negara pimpinan Presiden Mahmoud Ahmadinejad itu. Tidak semua anggota Dewan Keamanan setuju terhadap sanksi baru tersebut sehingga pada pemungutan suara yang berlangsung di Markas Besar PBB, New York, dua dari 15 negara anggota, yakni Brazil dan Turki, menyatakan tidak mendukung resolusi sementara Lebanon memilih abstain. Resolusi disahkan DK-PBB setelah melalui proses negosiasi panjang selama lima bulan yang diusung lima anggota tetap Dewan Keamanan, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, China, dan Rusia, plus satu negara bukan anggota DK, Jerman. Hasil pemungutan suara pada Rabu yang dipimpin oleh Wakil Tetap Meksiko Claude Heller sebagai Presiden Dewan Keamaman bulan Juni itu merupakan resolusi dengan dukungan paling kecil terhadap empat resolusi tentang Iran sejak tahun Alasan utama untuk mematuhi hukum internasional ialah terdapatnya persetujuan yang diberikan oleh negara-negara dunia beradab, yang secara bersama-sama mewajibkan diri mereka terikat kepada aturan-aturan dan kaidah-kaidah dari hubungan intrernasional. Terdapat berbagai cara yang lazim dilakukan di dalam melaksanakan

17 14 aturan-aturan hukum internasional ialah pertama-tama melalui protesprotes diplomatik. 12 Apabila masalahnya masih belum selesai, untuk selanjutnya dapat dipakai perundingan-perundingan diplomatik dari negara-negara bersangkutan, pemakaian jasa-jasa baik pihak ketiga/badan-badan internasional untuk penyelesaian pertikaianpertikaian yang terjadi. Brierly 13 mengatakan bahwa alasan utama untuk mematuhi suatu aturan hukum, apakah untuk seorang individu atau gabungan individu dalam suatu negara, ialah adanya suatu desakan yang dipercayainya bahwa dunia lebih baik terlihat teratur daripada berada dalam kekacauan. Brierly 14 juga mengatakan bahwa bukan karena adanya polisi yang menyebabkan hukum menjadi kuat dan dihormati orang, tetapi kekuatan hukumlah yang memungkinkan polisi melakukan tugasnya secara efektif. Kebutuhan untuk memelihara ketertiban umum di dalam masyarakat bangsa-bangsa telah melahirkan hukum internasional, yang secara terus menerus selalu diperkembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan keadaan. Pandangan bahwa telah diterimanya secara universal hukum internasional, telah terbukti tidak hanya dari traktat bilateral dan 12 Chairul Anwar, Op. Cit, hlm J.L. Brierly, The Law of Nations, Sixth Edition, 1985, hlm. 56, sebagaimana dikutip oleh Chairul Anwar, Hukum Internasional, Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Djambatan, Jakarta, 1989, hlm Ibid, hlm. 5

18 15 multilateral, tetapi juga dari penerapan hukum nasional oleh sebagian besar negara-negara berdaulat modern. Keseluruhan hal ini memberikan suatu petunjuk yang jelas bagi kita, bahwa hukum internasional memperoleh pengakuan umum sebagai hukum sungguh-sungguh, walaupun pada sampai pada tingkat ini kelihatannya hukum internasional masih belum sempurna, dan memang tidak adalah hukum yang betul-betul sempurna. III. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian serta analisis yang telah lakukan pada bab-bab terdahulu, disajikan sebagai berikut: Dewan Keamanan PBB sebenarnya sudah melaksanakan fungsinya yaitu dengan memberi Resolusi kepada Iran yang sebagian besar isinya mngenai sanksi terhadap Iran atas aktifitas nuklirnya yang dicurigai oleh Amerika Serikat bahwa program pengayaan uranium yang dilakukan oleh Iran bertujuan untuk mengembangkan senjata nuklir, berbeda dengan apa yang disinyalir oleh Iran bahwa program tersebut bertujuan damai, namun belum ada bukti yang kuat bahwa bahwa kecurigaan Amerika Serikat tersebut benar adanya. Sehingga dapat dikatakan bahwa Dewan Keamanan PBB belum melaksanakan fungsinya secara adil, proporsional, dan obyektif, dimana terkesan bahwa Dewan keamanan PBB berat sebelah yaitu lebih cenderung membela kepentingan Amerika Serikat semata.

19 16 DAFTAR PUSTAKA Buku/Literatur F. Sugeng Istanto, 2010, Hukum Internasional, Universitas Atma Jaya Press, Yogyakarta J.L. Brierly, 1985, The Law of Nations, Sixth Edition Internet diakses tanggal 23 Agustus diakses tanggal 23 Agustus gt, diakses tanggal 23 Agustus diakses tanggal 23 Agustus 2013 Phen Effendi, dalam Media Info dan Teknologi, diakses tanggal 23 Agustus 2013 Safeguards IAEA Dan Perkembangan Penerapannya Dalam Pemanfaatan Nuklir Tujuan Damai, dalam Media Massa Hackworth, Digest of International Law, Vol. 1

SKRIPSI PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA NUKLIR IRAN. Diajukan oleh :

SKRIPSI PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA NUKLIR IRAN. Diajukan oleh : SKRIPSI PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA NUKLIR IRAN Diajukan oleh : Timothy Daud Meilando Marpaung NPM : 090510173 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh I Komang Oka Dananjaya Progam Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal abad ke-20, perkembangan teknologi telah mendatangkan beragam inovasi baru. Salah satunya adalah pengolahan beberapa unsur kimia menjadi senyawa radioaktif

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur

Lebih terperinci

Abstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian

Abstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER PAKTA PERTAHANAN ATLANTIK UTARA (THE NORTH ATLANTIC TREATY ORGANIZATION/NATO) TERHADAP LIBYA Oleh: Veronika Puteri Kangagung I Dewa Gede Palguna

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Dani Budi Satria Putu Tuni Cakabawa Landra I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI 1 Introduksi: Isu proliferasi senjata nuklir merupaka salah satu isu yang menonjol dalam globalisasi politik dunia. Pentingnya isu nuklir terlihat dari dibuatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Perang Dunia II tepatnya tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dunia

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Perang Dunia II tepatnya tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada akhir Perang Dunia II tepatnya tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dunia terutama Jepang dikejutkan dengan dijatuhkannya bom atom (nuklir) diatas kota Hiroshima

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN TERORISME

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada 1 Januari 2007 resmi sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan

PENDAHULUAN. Indonesia pada 1 Januari 2007 resmi sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia pada 1 Januari 2007 resmi sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) selama dua tahun dengan dukungan 158 negara dari 192 negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan.

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan pergaulan masyarakat internasional, kerjasama antar negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. Namun demikian,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN TERORISME

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5518 PENGESAHAN. Konvensi. Penanggulangan. Terorisme Nuklir. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2014 Nomor 59) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA Oleh : ABSTRACT This study aims to identify and describe the action done by UN Security Council related to its role in dealing with the nuclear crisis in North Korea as

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

URGENSI DAN EFEKTIVITAS PENGATURAN PENCEGAHAN PENDANAAN PROLIFERASI SENJATA PEMUSNAH MASSAL DISAMPAIKAN OLEH: DR. DIAN EDIANA RAE WAKIL KEPALA PPATK

URGENSI DAN EFEKTIVITAS PENGATURAN PENCEGAHAN PENDANAAN PROLIFERASI SENJATA PEMUSNAH MASSAL DISAMPAIKAN OLEH: DR. DIAN EDIANA RAE WAKIL KEPALA PPATK URGENSI DAN EFEKTIVITAS PENGATURAN PENCEGAHAN PENDANAAN PROLIFERASI SENJATA PEMUSNAH MASSAL DISAMPAIKAN OLEH: DR. DIAN EDIANA RAE WAKIL KEPALA PPATK INDONESIA, RESOLUSI DK PBB, DAN FATF RESOLUSI DK PBB

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 34, 2002 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4195) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN

HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN Oleh: Sulbianti Pembimbing I : I Made Pasek Diantha Pembimbing II: Made Mahartayasa Program Kekhususan

Lebih terperinci

Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016

Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016 Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016 SAFETY SAFEGUARDS SECURITY IPTEK NUKLIR Keamanan nuklir mencakup keamanan bahan nuklir

Lebih terperinci

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini. BAB V KESIMPULAN Melalui perjalanan panjang bertahun-tahun, Majelis Umum PBB berhasil mengadopsi Perjanjian Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty/ATT), perjanjian internasional pertama yang menetapkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI PENGEMBANGAN NUKLIR IRAN. Iran adalah salah satu negara yang memiliki nuklir dan sedang fokus untuk

BAB III IMPLIKASI PENGEMBANGAN NUKLIR IRAN. Iran adalah salah satu negara yang memiliki nuklir dan sedang fokus untuk BAB III IMPLIKASI PENGEMBANGAN NUKLIR IRAN Iran adalah salah satu negara yang memiliki nuklir dan sedang fokus untuk mengembangkannya, hal ini pula yang membuat Iran sedang menjadi pusat perhatian dunia

Lebih terperinci

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut. BAB V KESIMPULAN Sampai saat ini kelima negara pemilik nuklir belum juga bersedia menandatangani Protokol SEANWFZ. Dan dilihat dari usaha ASEAN dalam berbagai jalur diplomasi tersebut masih belum cukup

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH Oleh I Wayan Gede Harry Japmika 0916051015 I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu (dimotori oleh Amerika Serikat) telah membuka babak baru dalam sejarah politik Korea. Kemenangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. minyak. Terus melambungnya harga minyak dunia, bahkan sempat menyentuh

I. PENDAHULUAN. minyak. Terus melambungnya harga minyak dunia, bahkan sempat menyentuh I. PENDAHULUAN A. Latar Balakang Setiap negara, baik negara maju ataupun berkembang tersudut di dalam pilihan yang sangat sulit terhadap masalah energi yang disebabkan pada tingginya harga minyak. Terus

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua. Sarah Amalia Nursani. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua. Sarah Amalia Nursani. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua Sarah Amalia Nursani Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya PAPER Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua Sarah Amalia Nursani Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON PRINCIPLES GOVERNING THE ACTIVITIES OF STATES IN THE EXPLORATION AND USE OF OUTER SPACE, INCLUDING THE MOON AND OTHER CELESTIAL

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Iran meluncurkan program pengembangan energi nuklir pertamanya pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu Iran dan Amerika Serikat memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di dunia. Negara para mullah ini menduduki posisi ke-5 didunia setelah mengalahkan negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 60/1994, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni Basic Fact: Diawali oleh Liga Bangsa-bangsa (LBB) 1919-1946. Didirikan di San Fransisco, 24-10-45, setelah Konfrensi Dumbatan Oaks. Anggota terdiri dari

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 20/1996, PENGESAHAN CONVENTION ON INTERNATIONAL LIABILITY FOR DAMAGE BY SPACE OBJECTS, 1972 (KONVENSI TENTANG TANGGUNGJAWAB INTERNASIONAL TERHADAP KERUGIAN YANG DISEBABKAN OLEH BENDA BENDA ANTARIKSA,

Lebih terperinci

DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN

DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN 2005-2009 (IRAN GOVERNMENT DIPLOMACY TO INTERNATIONAL PRESSURE ON NUCLEAR DEVELOPMENT PROGRAM 2005-2009)

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (STUDI KASUS NIKARAGUA AMERIKA SERIKAT)

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (STUDI KASUS NIKARAGUA AMERIKA SERIKAT) MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (STUDI KASUS NIKARAGUA AMERIKA SERIKAT) Oleh: Ida Primayanthi Kadek Sarna Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI

Lebih terperinci

Resolusi yang diadopsi tanpa mengacu pada komite Pertanyaan dipertimbangkan oleh Dewan Keamanan pada pertemuan 749 dan750, yang diselenggarakan pada 30 Oktober 1956 Resolusi 997 (ES-I) Majelis Umum, Memperhatikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI TENTANG PELARANGAN

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Menilik segi geografi yang sangat strategis, kebijakan yang dirancang Pemerintah Iran sering kali berpengaruh besar pada dunia. Bukan hanya masalah lokasi negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taraf hidup masyarakatnya. Nuklir yang dahulunya hanya dipakai untuk senjata

BAB I PENDAHULUAN. taraf hidup masyarakatnya. Nuklir yang dahulunya hanya dipakai untuk senjata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pada abad ini sangat pesat, terutama dibidang nuklir. Banyak negara yang telah melakukan uji coba nuklir untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa mengadakan hubungan internasional dengan negara maupun subyek hukum internasional lainnya yang bukan negara.

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara-negara yang menandatangani atau meratifikasi perjanjian multilateral

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara-negara yang menandatangani atau meratifikasi perjanjian multilateral BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Traktat NPT merupakan perjanjian yang mengikat secara hukum internasional terhadap negara-negara yang menandatangani atau meratifikasi perjanjian multilateral

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL

BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL A. Sejarah terbentuknya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Munculnya keinginan bersama untuk membentuk suatu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL (Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1994 Tanggal

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja Lampiran Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Maret 2011 Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja membuat graffiti politik, puluhan orang tewas ketika pasukan keamanan menindak Demonstran Mei

Lebih terperinci

RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB 1718 (2006), Rekomendasi 7 FATF (2016), dan PERATURAN BERSAMA PEMBEKUAN ASSET (2017)

RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB 1718 (2006), Rekomendasi 7 FATF (2016), dan PERATURAN BERSAMA PEMBEKUAN ASSET (2017) RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB 1718 (2006), Rekomendasi 7 FATF (2016), dan PERATURAN BERSAMA PEMBEKUAN ASSET (2017) Oleh: Muhsin Syihab Plt. Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Agustus 2017 Senjata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembanding dalam penelitian ini ada dua. Kajian pustaka pertama yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembanding dalam penelitian ini ada dua. Kajian pustaka pertama yang digunakan 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Kajian kepustakaan yang digunakan penulis sebagai referensi sekaligus pembanding dalam penelitian ini ada dua. Kajian pustaka pertama yang digunakan diambil

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 STATE Miriam Budiardjo: Negara sebagai suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan

Lebih terperinci

PERAN IAEA (INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY) DALAM MENYIKAPI TINDAKAN KOREA UTARA DALAM PENGEMBANGAN TENAGA NUKLIR UNTUK TUJUAN TIDAK DAMAI

PERAN IAEA (INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY) DALAM MENYIKAPI TINDAKAN KOREA UTARA DALAM PENGEMBANGAN TENAGA NUKLIR UNTUK TUJUAN TIDAK DAMAI PERAN IAEA (INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY) DALAM MENYIKAPI TINDAKAN KOREA UTARA DALAM PENGEMBANGAN TENAGA NUKLIR UNTUK TUJUAN TIDAK DAMAI AMELIA YULI PRATIWI Fakultas Hukum Universitas Surabaya Abstrak

Lebih terperinci

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Perangkat Ratifikasi International Committee of the Red Cross 19 Avenue de la Paix, 1202 Geneva, Switzerland T +41 22 734 6001 F+41 22 733 2057 www.icrc.org KETAATAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 14/1999, PENGESAHAN AMENDED CONVENTION ON THE INTERNATIONAL MOBILE SATELLITE ORGANIZATION (KONVENSI TENTANG ORGANISASI SATELIT BERGERAK INTERNASIONAL YANG TELAH DIUBAH)

Lebih terperinci

BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF

BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF Oleh Kelompok 3 : Tondy Nugroho 153112350750001 Umayah Arindah 153112350750002 Mario Risdantino M. 153112350750005 Ketua Kelompok Tri Nadyagatari 153112350750006

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 21, 1999 PERJANJIAN. RATIFIKASI. INMARSAT. SATELIT. KONVENSI. KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

pres-lambang01.gif (3256 bytes) pres-lambang01.gif (3256 bytes) Menimbang Mengingat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Perjanjian Internasional Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Sarana menetapkan kewajiban pihak terlibat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konflik yang terjadi dalam suatu wilayah negara yang berbentuk konflik

BAB I PENDAHULUAN. konflik yang terjadi dalam suatu wilayah negara yang berbentuk konflik 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah berakhirnya Perang Dunia konflik baru semakin mengemuka. Konflik yang sering terjadi tidak lagi merupakan konflik antar negara melainkan konflik yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta

BAB 1 PENDAHULUAN. hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta merupakan anugerah Nya yang

Lebih terperinci

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Senin, 14 Februari 2011 PIDATO DR. R.M MARTY M. NATALEGAWA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL Oleh Vici Fitriati SLP. Dawisni Manik Pinatih Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan ini berjudul

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci