TINJAUAN EKONOMI REGIONAL. embangunan ekonomi yang digambarkan oleh pertumbuhan ekonomi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN EKONOMI REGIONAL. embangunan ekonomi yang digambarkan oleh pertumbuhan ekonomi"

Transkripsi

1 BAB III TINJAUAN EKONOMI REGIONAL MENURUT PENGGUNAAN P embangunan ekonomi yang digambarkan oleh pertumbuhan ekonomi selalu dijadikan salah satu target rencana strategi pembangunan suatu wilayah. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi suatu wilayah dengan tujuan untuk meningkatan kesejahteraan mayarakat. Proses pembangunan ekonomi jangka panjang biasanya akan membawa dampak perubahan struktur ekonomi suatu wilayah. Dari sisi produksi perubahan struktur ekonomi umumnya terjadi dari wilayah berbasis sektor pertanian menjadi wilayah berbasis sektor industri, yang tergambar dari tingginya peran industri manufaktur, sedangkan dari sisi permintaan perubahan struktur ekonomi terjadi terutama didorong oleh peningkatan pendapatan yang terefleksi dalam perubahan konsumsinya. Dari sisi permintaan, ada tiga komponen utama yang membentuk PDRB penggunaan Provinsi Jawa Barat, yaitu Pengeluaran Konsumsi ( pengeluaran 28

2 Grafik 1. Tiga komponen Utama PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Jaw a Barat Tahun konsumsi Rumah Tangga, pengeluaran Konsumsi lembaga non profit dan pengeluaran Konsumsi pemerintah), Investasi (PMTB + Inventori) dan Ekspor Netto (selisih antara ekspor dan , ,00 impor). Dinamika tiga komponen utama PDRB penggunaan Provinsi Jawa Barat pada Milyar Rupiah , , , , ,00 periode menunjukan pergerakan yang meningkat (Grafik 1.). Komponen konsumsi meningkat dari 227,17 milyar rupiah pada tahun 2004 menjadi 340,91 milyar rupiah pada tahun 0, Konsumsi adh berlaku , , ,61 2. Investasi adh berlaku , , ,54 3. Ekspor netto adh berlaku , , , yang diukur atas dasar harga berlaku. Investasi (PMTB + Inventori) atas dasar harga berlaku juga mengalami peningkatan dari 59,563 milyar 29

3 rupiah pada tahun 2004 menjadi 90,844 milyar rupiah pada tahun Peningkatan masih mengandung unsur Statistical Discrepancy yang terdapat pada sektor dan komponen lainnya. Sedangkan komponen ekspor netto menunjukan peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari 25,478 milyar rupiah pada tahun 2004 menjadi 40,551 milyar rupiah pada tahun 2006 yang diukur atas dasar harga berlaku. Dengan melihat hubungan antara pendapatan dan permintaan, dimana nilai PDRB merupakan nilai seluruh pengeluaran akhir dikurangi nilai total impor, maka dapat diterjemahkan bahwa semua barang dan jasa yang dibeli suatu wilayah berasal dari produk wilayah itu sendiri (PDRB) dan dari produk luar wilayah (impor). Oleh karena itu persentase impor terhadap total pembelian barang dan jasa dapat dijadikan indikator ketergantungan akan barang dan jasa suatu wilayah. Persentase impor Provinsi Jawa Barat terhadap pengeluaran akhir menunjukan penurunan yang cukup berarti, yaitu dari 34,33 persen (tahun 2004), 31,95 persen (tahun 2005) dan pada tahun 2006 menjadi 27,93 persen, ini menggambarkan bahwa provinsi Jawa Barat mulai mengurangi penggunaan barang impor pada seluruh pengeluaran akhirnya, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa total seluruh pembelian barang dan jasa di Provinsi Jawa Barat selama periode tahun memiliki proporsi barang/jasa impor yang makin menurun. (Tabel 1). 30

4 Tabel 1. Persentase Impor terhadap Total Nilai Pengeluaran Provinsi Jawa Barat Tahun Tahun Uraian (1) (2) (3) (4) 1. PDRB adh Berlaku (milyar rupiah) 304, , , Impor (milyar rupiah) 159, , , Total Nilai Pengeluaran (Milyar rupiah) 463, , , Persentase Impor terhadap total pengeluaran (persen) Dilihat dari distribusi atas dasar harga berlaku pada tahun 2006 tiap komponen menunjukan bahwa komponen konsumsi yang meliputi konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan konsumsi lembaga non profit merupakan pengguna terbesar dari PDRB Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 72,18 persen, diikuti oleh komponen Investasi sebesar 19,23 persen dan ekspor netto sebesar 8,59 persen. (Grafik 2.) Grafik 2. Distribusi PDRB Menurut Komponen Penggunaan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun Investasi % 4. Ekspor net t o 8.59% 1. Konsumsi 72.18% 31

5 Provinsi Jawa Barat yang memiliki penduduk sampai dengan 40 juta, merupakan pangsa pasar yang sangat baik yang dapat memacu perkembangan ekonomi dengan syarat pendapatan dan daya beli masyarakatnya juga terus meningkat, sehingga permintaan terhadap konsumsi juga akan meningkat. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2006 mencapai 6,01 persen yang merupakan pertumbuhan tertinggi selama periode Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini tampaknya dipacu oleh pergerakan selisih ekspor dan impor (ekspor netto), yaitu sebesar 39,83 persen. Perubahan ekspor netto atas dasar harga konstan tahun 2000 bergerak dari ,92 milyar rupiah pada tahun 2004, ,96 milyar rupiah pada tahun 2005 menjadi ,10 milyar rupiah pada tahun 2006, dengan nilai tersebut ekspor netto yang pada tahun 2004 sempat terdepresiasi sebesar 29,12 persen pada tahun 2005 meningkat sebesar 17,42 persen dan pada tahun 2006 lajunya meningkat lagi sebesar 39,83 persen. Hal ini berarti pemasukan dari ekspor jauh lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk impor, akan tetapi ini belum menunjukan kinerja komponen ekspor sebenarnya (Grafik 3.). Pergerakan yang berlawanan diperlihatkan oleh pergerakan Investasi yang pada tahun 2006 menunjukan laju yang melemah yaitu dari diatas 9 persen pada tahun 2004 dan 2005 menjadi hanya sekitar 2,74 persen pada tahun 2006, dengan pergerakan atas dasar harga konstan tahun 2000 dari milyar rupiah pada tahun 2004 menjadi milyar rupiah pada tahun Penurunan ini tampaknya berkaitan turunnya realisasi penanaman modal nasional, karena menurut laporan BKPM dari nilai realisasi investasi nasional 32

6 pada tahun 2006 ternyata investasi di Provinsi Jawa Barat merupakan investasi terbesar dibandingkan dengan provinsi lainnya. Kenyataan ini hanya menggambarkan bahwa provinsi Jawa Barat memiliki daya tarik yang kuat bagi para investor. Grafik 3. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Komponen PDRB Penggunaan Provinsi Jawa Barat Tahun Persen LPE Jawa Barat 4,77 5,62 6,01 Konsumsi 3,58 6,41 7,87 Net Ekpor -29,12 17,42 39,83 Investasi 9,76 13,81 2, Pengeluaran Konsumsi RumahTangga K onsumsi Rumah Tangga sering kali dijadikan barometer kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Peningkatan konsumsi dan perubahan proporsi pola konsumsi dari makanan menuju non makanan dijadikan indikator peningkatan pendapatan, kemampuan daya beli 33

7 yang pada akhirnya dianggap sebagai peningkatan kesejahteraan masyarakat. Secara teoritis peningkatan konsumsi rumah tangga dipacu oleh pertambahan penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan menjadi mutlak bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Peningkatan permintaan atau konsumsi merupakan pangsa pasar yang dapat menggerakan roda perekonomian berjalan lebih cepat dan akan menggerakan sektor-sektor usaha untuk memenuhi permintaan tersebut. Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan komponen utama PDRB penggunaan. Berdasarkan PDRB dari sisi permintaan atau PDRB penggunaan atas dasar harga berlaku Provinsi Jawa Barat Tahun terlihat peningkatan dari 200,793 milyar rupiah pada tahun 2004 menjadi 303,297 milyar rupiah pada tahun Kontribusi komponen ini terhadap perekonomian Jawa Barat pada tahun 2006 sebesar 64,05 persen, lebih rendah bila dibandingkan kontribusi tahun sebelumnya yang mencapai 66,28 persen. Fluktuasi konsumsi rumah tangga ini terpengaruh oleh tingkat harga (inflasi) dan pendapatan rumah tangga. Dengan jumlah penduduk sekitar 40 juta jiwa dan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,01 persen pada tahun 2006, maka provinsi Jawa Barat menjadi wilayah pangsa pasar yang menarik. Apakah peningkatan jumlah konsumsi rumah tangga dan peningkatan jumlah penduduk Jawa Barat dapat menggerakan roda perekonomian di Jawa Barat, itu sangat tergantung dari barang yang dikonsumsi penduduk apakah berasal dari produk lokal ataukah 34

8 dari produk impor, hal ini memerlukan kajian dan penelitian khusus yang lebih mendalam. Bila dilihat dari pembentuknya komponen konsumsi rumah tangga dapat dikelompokan menjadi dua, konsumsi makanan dan konsumsi non makanan. Konsumsi Rumah Tangga merupakan total penjumlahan dari seluruh konsumsi masyarakat di suatu wilayah, jika dibagi dengan jumlah penduduk akan merupakan konsumsi rata rata perkapita. Konsumsi Rumah Tangga tahun 2006 terjadi peningkatan sebesar 4.56 persen. Jika ada pertambahan penduduk yang miskin bisa dipastikan bahwa penduduk yang lebih kaya juga meningkat. Walaupun konsumsi makanan masih menunjukan peran yang dominan, akan tetapi terjadi pergerakan penurunan kontribusi konsumsi makanan dari tahun terhadap total konsumsi rumah tangga, yaitu dari persen pada tahun 2004 menjadi persen Grafik 4. Distribusi Konsumsi Makanan dan Non Makanan terhadap Konsumsi Rumah Tangga Provinsi Jawa Barat Tahun % 90% 80% 70% 60% 50% pada tahun 2006, sedangkan konsumsi non makanan perannya menguat dari persen pada tahun 2004 menjadi persen pada tahun Secara teori pergerakan ini menunjukan 40% 30% 20% 10% 0% Makanan Non Makanan perubahan pola konsumsi yang menggambarkan peningkatan kesejahteraan, yaitu dari pemenuhan kebutuhan untuk makanan menunju pemenuhan 35

9 kebutuhan di luar makanan (grafikl 4.). Dengan laju sebesar 4.56 persen konsumsi rumah tangga mempunyai andil 2.98 persen terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat yang mencapai 6.01 persen. Konsumsi Rumah tangga memberikan andil terbesar terhadap LPE. Arah pola konsumsi tersebut dalam menggambarkan kesejahteraan perlu kajian yang lebih mendalam, mengingat saat ini banyak sekali kemudahan masyarakat untuk mengakses dunia perbankan untuk keperluan konsumsi non makanan, secara kasat mata konsumsi rumah tangga melaui jalur pinjaman makin menguat. Kemudahan rumah tangga untuk mendapatkan barang-barang konsumsi, seperti kendaraan bermotor, barang-barang elektronik atau barang keperluan rumah tangga lainnya melalui kredit perbankan, lembaga keuangan lainnya atau bahkan melalui pinjaman perorangan atau arisan tampaknya menjadi trend saat ini. Secara ekonomi kegiatan semacam ini akan meningkatkan gerak roda perekonomian, dengan berbagai kemudahan tersebut masyarakat dipacu untuk meningkatkan konsumsi rumah tangganya, akan tetapi dilihat dari segi pemanfaatan oleh rumah tangga belum tentu barang-barang yang dibeli akan menjadi alat penggerak ekonomi rumah tangga. Bila penggunaan barang yang didapat dengan mudah ini menjadi alat peningkatan ekonomi rumah tangga maka dampak dari hal tersebut akan menghidupkan kekuatan grass root dalam meningkatan pendapatannya, bahkan akan menggerakan roda pembangunan ekonomi yang pesat. 36

10 3.2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit P engertian lembaga Non Profit secara umum adalah setiap lembaga nirlaba yang independen dan tidak terpengaruh oleh institusi pemerintah. Secara khusus Bank Dunia mendefinisikan Non Government Organization atau kemudian juga diterjemahkan sebagai organisasi swasta yang pada umumnya bergerak dalam kegiatan-kegiatan pengentasan kemiskinan, mengangkat dan menyuarakan berbagai kepentingan orang miskin atau pihak yang terpinggirkan, memberikan pelayanan sosial dasar, atau melakukan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Pada umumnya lembaga ini selalu mendapat dukungan dari pemerintah dan berbagai lembaga donor internasional. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pemerintah selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang dikembangkan oleh lembaga ini namun perkembangannya belum mampu mendongkrak perkembangan ekonomi Jawa Barat secara agregat jika dibandingkan dengan komponen-komponen penyusun PDRB yang lain. Kontribusi Lembaga Non Profit di Jawa Barat sangat kecil kurang dari 1 persen dari nilai PDRB. Penurunan proporsi dari tahun terus terjadi. Tahun 2004 sekitar 0,71 persen, tahun 2005 dengan nilai 0,46 persen, di tahun 2006 bahkan hanya 0,44 persen (Tabel 2.). Mengingat peran lembaga ini lebih banyak orientasi pada pelayanan masyarakat dan dibiayai pemerintah maka dapat diasumsikan bahwa peran komponen ini masih stagnan, tampaknya pemerintah belum mengoptimalkan peran komponen ini untuk membantu dalam 37

11 pelayanan masyarakat atau lembaga-lembaga non profit ini belum dapat menunjukan kinerja yang baik. Dengan prediksi bahwa lembaga non profit ini belum dapat bekerja dengan optimal maka pengaliran dana untuk pelayanan masyarakat masih bersifat langsung dari pemerintah pada masyarakat tidak melalui lembaga non profit, bisa terlihat bahwa program pemerintah untuk bantuan pelayanan masih langsung dari pemerintah kepada masyarakat penerima manfaat seperti Bantuan Langsung Tunai. Tabel 2. Persentase Konsumsi Lembaga Non Profit Terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Jawa Barat Tahun Tahun Uraian (1) (2) (3) (4) 1. PDRB adh Berlaku (milyar rupiah) 304, , , Pengeluaran Konsumsi LNP (Milyar rupiah) 2, , , Persentase Pengeluaran Konsumsi LNP terhadap PDRB (persen) Nilai komponen ini pada Tahun 2006 sebesar 2,104,milyar rupiah lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya bernilai 1,783 milyar rupiah, akan tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2004 yang memiliki nilai sebesar 2,148 milyar. Laju pertumbuhan komponen ini periode sangat berfluktuatif. Pada tahun 2004 komponen ini melaju sangat tinggi yaitu sebesar 30,77 persen, akan tetapi pada tahun 2005 terdepresiasi menjadi 24,23 persen, sedangkan pada tahun 2006 mengalami peningkatan penguatan sebesar 4,77 persen. 38

12 Fluktuasi ini banyak terkait dengan besaran sumbangan dan bantuan baik dari pemerintah ataupun lembaga dalam dan luar negeri. Lonjakan pada tahun 2004 diperkirakan karena adanya kegiatan Pemilu dimana Parpol dan LSM banyak terlibat didalamnya, sedangkan peningkatan pada tahun 2006 dimungkinkan juga karena banyaknya kegiatan pilkada pada tahun 2006 di Jawa Barat, disamping juga sebagai akibat peningkatan aktivitas lembaga non profit ini dalam menyalurkan bantuan pada daerah yang terkena bencana alam Pengeluaran Konsumsi Pemerintah P engeluaran konsumsi Pemerintah meliputi konsumsi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat meliputi seluruh instansi negara, baik yang ada di pusat maupun kantor wilayah (vertikal) nya di daerah. Sedangkan Pemerintah Daerah meliputi Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan Pemerintahan Desa beserta perangkat dinasnya di masing-masing tingkat pemerintahan tersebut. Pengeluaran konsumsi Pemerintah tingkat provinsi mencakup konsumsi Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten/Kota, ditambah dengan konsumsi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat yang merupakan bagian dari konsumsi Pemerintah Provinsi. Dana konsumsi pemerintah bersumber dari pajak yang diambil dari masyarakat, yang berarti peningkatannya berkaitan dengan kemampuan 39

13 masyarakat membayar pajak. Dalam teori ekonomi tingkat pajak akan mempengaruhi mutiplier regional. Tingkat pajak yang tinggi akan menurunkan multiplier regional, akan tetapi pajak pada akhirnya akan menjadi pengeluaran pemerintah yang tentunya akan meningkatkan pendapatan regional. Dalam menjalankan kegiatan sehari-hari pemerintah membutuhkan anggaran yang digunakan untuk keperluan belanja rutin pegawai dan keperluan pembiayaan pembangunan. Besar kecilnya pengeluaran konsumsi Pemerintah dipengaruhi oleh komponen belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal serta belanja pemerintah lainnya. Peran yang dimiliki oleh pemerintah ini digunakan terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatan pelayanan yang tidak dapat dilakukan oleh pihak swasta. Jumlah pengeluaran pemerintah ini merupakan salah satu komponen penting dari PDRB. Secara teoritis kenaikan pengeluaran pemerintah sejak tahun 2004 hingga tahun 2005 merupakan salah satu kebijakan untuk meningkatkan pembangunan lewat instrumen kebijakan fiskal. Instrumen ini diambil untuk meningkatkan daya beli masyarakat sehingga dapat meningkatkan kehidupan perekonomian. Selama periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 pengeluaran pemerintah secara nominal selalu semakin membesar dari tahun ke tahunnya sesuai dengan peningkatan pada APBD dan APBN. Kontribusi Konsumsi Pemerintah pada periode tersebut berkisar antara 7 sampai dengan 8 persen. Pada tahun 2004 dengan pengeluaran sebesar 24,229 milyar rupiah memberikan 40

14 kontribusi 7,96 persen terhadap total PDRB, pada tahun 2005 dengan nilai 27,419 milyar rupiah mencapai 7,04 persen. Sedangkan pada tahun 2006 dengan nilai 35,514 milyar rupiah kontribusinya mencapai 7,50 persen (Tabel 3.). Tabel 3. Persentase Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Pengeluarah Total Provinsi Jawa Barat Tahun Tahun Uraian (1) (2) (3) (4) 1. PDRB adh Berlaku (milyar rupiah) 304, , , Konsumsi Pemerintah (Milyar rupiah) 24, , , Persentase Pengeluaran Konsumsi Pemerintah terhadap PDRB (persen) Pola proporsi pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada tahun terhadap PDRB menunjukan kesamaan, tampaknya pembiayaan pemerintah relatif setabil proporsinya. Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada tahun 2006 mengalami peningkatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 17,25 persen. Peningkatan ini merupakan peningkatan tertinggi selama peride tahun , pada tahun 2004 konsumsi pemerintah memiliki laju sebesar 7,03 persen dan pada tahun 2005 sebesar 5,28 persen. Peningkatan pengeluaran konsumsi pemerintah tampaknya diarahkan pada hal-hal yang bersifat pelayanan secara langsung pada masyarakat baik untuk pelayanan pendidikan ataupun kesehatan khususnya pada kelompok miskin, guna meningkatkan daya beli masyarakat yang memang secara periodik gencar dilakukan pemerintah sejak pemerintah 41

15 mencanangkan pengurangan subsidi BBM, khusus di Jawa Barat peningkatan lebih banyak diarahkan pada program akselerasi pencapaian IPM 80 tahun 2010 dengan berbagai kegiatan ekonomi rakyat, berupa peningkatan bantuan modal bergulir Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) P ara pakar ekonomi sependapat bahwa untuk mendorong roda perekonomian salah satu mesin penggeraknya adalah investasi. Dalam konteks PDRB Penggunaan, investasi dikenal sebagai Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) ditambah dengan inventory. PMTB menggambarkan adanya proses penambahan dan pengurangan barang modal pada tahun tertentu. PMTB disebut sebagai bruto karena di dalamnya masih terkandung unsur penyusutan, atau nilai barang modal sebelum diperhitungkan nilai penyusutannya. PMTB adalah semua pengadaan barang modal untuk digunakan/dipakai sebagai alat yang tetap (fixed assets). Sumber dana investasi dapat berasal dari tabungan domestik atau pinjaman luar negeri yang meningkatkan tingkat tabungan suatu daerah. Perkembangan lembaga keuangan juga mempengaruhi tingkat tabungan karena berhubungan dengan kemungkinan investor asing untuk melakukan investasi. Bagi wilayah yang memiliki tingkat tabungan domestik tidak memadai untuk menjalankan negara sekaligus berinvestasi, maka alternatif yang dilakukan umumnya adalah melalui pinjaman luar negeri atau mengundang investor untuk 42

16 berinvestasi. Korelasi antara LPE dengan Investasi dikenal dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR). ICOR menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi relatif akibat adanya investasi. Dengan ICOR kita dapat melihat efisiensi penggunaan modal yang secara signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah pada tahun tertentu. Jawa Barat yang memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia memadai, ditambah dengan kemudahan akses dan ketersediaan berbagai prasarana tentu menjadi daya tarik tersediri bagi para investor, Berdasarkan laporan BKPM pada tahun 2006 disebutkan bahwa Jawa Barat merupakan provinsi tertinggi dalam realisasi investasi dibandingkan Provinsi lain. Untuk melihat perkembangan investasi, khususnya pembentukan barang modal tetap bruto dapat dilihat dari PDRB penggunaan. Dilihat dari Institusi pelaku PMTB terbagi empat yaitu : Swasta, rumah tangga, BUMN dan BUMD dan Pemerintah. Dengan demikian selain para investor swata, pemerintah diharapkan dapat memperbesar porsi pengeluarannya untuk barang modal. Belanja pemerintah dalam bentuk barang modal ( terutama Infrastruktur) menjadi stimulus yang mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi pembangunan ekonomi. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga harga konstan 2000 provinsi Jawa Barat pada tahun 2006 masih mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, untuk PMTB atas dasar harga berlaku bergerak dari 63,646,174 juta rupiah menjadi 75,641,574, 43

17 sedangkan untuk harga konstan bergerak dari 42,337,806 juta rupiah menjadi 44,229,376 juta rupiah. Tabel 4. Persentase PMTB terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Pengeluarah Total Provinsi Jawa Barat Tahun Tahun Uraian (1) (2) (3) (4) 1. PDRB adh Berlaku (milyar rupiah) 304, , , Total Pengeluaran (PDRB + Impor) (milyar rupiah) 463, , , PMTB (Milyar rupiah) 49, , , Persentase PMTB terhadap total PDRB (persen) Persentase PMTB terhadap total Pengeluaran akhir(persen) Dilihat dari proporsinya terhadap penggunaan PDRB pada tahun 2006 sebesar 15,97 persen lebih rendah dibandingkan proporsi pada tahun 2004 dan 2005 yang berada di atas 16 persen. Kondisi perekonomian tahun 2004 diyakini banyak para ahli merupakan tahun yang sangat baik, secara internasional, nasional dan juga imbasnya pada Jawa Barat, hal ini juga berimbas pada besar investasi yang ditanamkan. Bila kita lihat proporsi penggunaan PMTB terhadap seluruh pengeluaran (PDRB + impor), maka terlihat bahwa dari tahun proporsi PMTB terlihat pola yang terbalik, yaitu proporsi untuk PMTB dari tahun menunjukan peningkatan, dari 10,73 pada tahun 2004 menjadi 11,13 pada tahun 2005 dan menguat menjadi 11,51 pada tahun Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa barang modal yang bergerak dari impor 44

18 makin tinggi di Jawa Barat walaupun diperlukan penelitian yang lebih lanjut (Tabel.4). Laju pertumbuhan PMTB atas dasar harga konstan pada tahun 2006 sebesar 4.47 persen atau melemah dibandingkan tahun sebelumnya yang melaju 11,97 persen. Bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi pada tahun pada tahun 2006 meningkat sebesar 6,01 persen lebih tinggi dibandingakan dengan tahun 2004 dan 2005 (grafik 5.), seolah-olah PMTB tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, perlu dipahami bahwa terkadang PMTB yang terbentuk belum tentu langsung meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi karena ada kalanya PMTB yang dibentuk bersifat investasi jangka panjang yang baru terlihat hasilnya pada tahun-tahun berikutnya, seperti investasi dalam bentuk sarana dan prasarana, juga investasi pada sektor-sektor yang membutuhkan waktu dari satu tahun untuk dapat memulai berproduksinya. Menurut berbagai pendapat asosiasi pengusaha investasi yang terjadi pada tahun 2006, sangat sedikit yang menyalur pada sektor industri, tampaknya para investor masih dalam posisi menunggu keluarnya rancangan undang-undang penanaman modal yang tengah digodok pemerintah bersama DPR. 45

19 Grafik 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PMTB Provinsi Jawa Barat Tahun Laju PMTB atas dasar Harga konstan 2000 LPE Mengingat pentingnya PMTB dalam menggerakan perekonomian, juga dapat memberi dampak peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, maka kinerja PMT B ini harus dapat dipertahankan terus dan berkesinambungan. Secara teori ekonomi terdapat beberapa kebijakan yang dijadikan rujukan dalam meningkatkan kinerja PMTB atau investasi secara umum. Beberapa pendapat tersebut adalah : 1. Mengusahakan sarana dan prasarana perhubungan yang baik dan lancar, serta perbaikan arus komunikasi dan penyebar luasan informasi potensi wilayah. 2. Mengusahakan masuknya dana investasi dari pemerintah pusat atau luar negeri sebanyak-banyaknya, termasuk investasi swata dalam dan luar negeri, dengan cara menawarkan program-program yang bisa dibiayai atau menarik untuk dibiayai. 3. Memantau kebutuhan wilayah lain atau luar negeri untuk melihat potensi wilayah yang dapat dikembangkan untuk memberikan penawaran. 46

20 Pentingnya menarik investor untuk menanamkan modal baik berupa investasi untuk kegiatan baru atau perluasan dari usaha yang telah ada karena dapat berdampak pada penambahan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan menggerkan roda perekonomian secara umum. Hal yang perlu mendapat perhatian tentunya adalah investasi diarahkan pada basis ekonomi yang banyak menggunakan komponen lokal dengan daya saing yang tinggi serta dapat bersinergi dengan usaha yang telah terbentuk. Kendala yang menghambat masuknya para investor baik berupa stabilitas sosial, peraturan-peraturan dan jaminan penanaman modal harus mendapat perhatian dan kemudahan tanpa mengorbankan kualitas sumber daya alam dan usaha tingkat bawah yang telah ada dan berkembang Ekspor dan Impor S eperti dijelaskan sebelumnya, bahwa ekspor netto Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2005 dan 2006 menunjukan lonjakan yang sangat tinggi, Komoditas non migas seperti barang-barang dari karet, besi dan baja serta kendaraan bermotor untuk jalan raya diperkirakan sebagai pendorong utama peningkatan ekspor netto Jawa Barat pada tahun Bila kita kaji lebih dalam dari unsur pembentuk ekspor netto, sebenarnya kinerja ekspor Jawa Barat mengalami penurunan sebesar -5,01 persen dibandingkan tahun sebelumnya, akan tetapi penurunan yang lebih besar terjadi pada unsur impor yaitu sebesar -10,76 persen sehingga ekspor netto melonjak 47

21 tinggi, sehingga seolah-olah memperlihatkan kinerja ekspor Provinsi Jawa Barat tahun 2006 meningkat pesat (Grafik 6.). Grafik 6. Pertumbuhan Konsumsi, Ekspor dan Impor Provinsi Jawa Barat Tahun ekspor impor Konsumsi Nilai impor ke provinsi Jawa Barat pada tahun 2006 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2005, Apakah penurunan impor ini berarti konsumsi rumah tangga, lembaga nirlaba dan pemerintah untuk memenuhi kebutuhannya menggunakan produk lokal? Mungkin saja, karena bila dibandingkan dengan laju konsumsi ternyata konsumsi mengalami peningkatan jadi bisa diasumsikan konsumsi barang lokal makin meningkat sedangkan konsumsi barang impor menurun, bila kita kaitkan dengan penjelasan sebelumnya yaitu meihat keterkaitan atara seluruh pengeluaran ternyata sejalan dengan prediksi tersebut. Meskipun berbeda dengan pemakaian barang modal terhadap barang impor yang diindikasikan ada penguatan. 48

22 Grafik 7 Distribuisi Komponen Ekspor dan Impor Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 dan 2006 ekspor antar daerah 27% ekspor Jasa 6% Tahun 2005 ekspor antar daerah 30% ekspor Jasa 5% Tahun 2006 ekspor antar negara 67% ekspor antar negara 65% impor antar daerah 38% impor Jasa 14% Tahun 2005 impor antar negara 48% impor antar daerah 42% impor Jasa 15% Tahun 2006 impor antar negara 43% Bila kita lihat kontribusi ekspor dan impor menurut asal dan tujuan wilayahnya pada tahun 2005 dan 2006, tampaknya mulai terjadi pergeseran struktur dimana tujuan ekspor dari provinsi Jawa Barat ke wilayah lain di Indonesia mengalami penguatan sedangkan ekspor ke luar negara mengalami penurunan, secara nasional mungkin hal ini cukup baik karena kebutuhan daerah lain dipenuhi dari hasil Jawa Barat, (Grafik.7) Dilihat dari sisi impor pola yang sama terjadi, Nilai impor Jawa Barat dari wilayah lain di Indonesia menguat sedangkan impor dari luar negara menurun, apakah hal ini menunjukan tanda-tanda pengurangan ketergantungan Jawa Barat terhadap produk impor luar negeri? Barang barang impor yang 49

23 dibongkar di pelabuhan Tanjung Priok lewat importir di Jakarta kemudian disebar ke seluruh Indonesia termasuk Jawa Barat dianggap sebagai impor antar daerah. Bila diasumsikan bahwa semua produk ekspor merupakan hasil produk regional Jawa Barat, maka dari distribusi ekpor ke luar negeri dibandingkan total PDRB dapat memberikan gambaran tentang orientasi ekspor produk provinsi Jawa Barat. Tabel 5. Persentase ekpor terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Jawa Barat Tahun Tahun Uraian (1) (2) (3) (4) 1. PDRB adh Berlaku (milyar rupiah) 304, , , Ekpor antar negara (milyar rupiah) 118, , , Ekspor antar Wilayah (Milyar rupiah) 54, , , Persentase ekspor antar negara terhadap total PDRB (persen) Persentase ekspor antar daerah terhadap total PDRB (persen) Dari tabel 5. terlihat bahwa Nilai tambah yang terjadi di Jawa Barat dari hasil produksi regionalnya dari tahun , menunjukan penurunan proporsi baik pada unsur ekspor antar negara maupun ekspor antar daerah, hal ini menggambarkan bahwa konsumsi lokal Jawa Barat makin kuat menggunakan produk hasil lokal Jawa Barat. Penurunan proporsi penggunaan untuk ekspor antar negara dari tahun bergerak dari 39,00 persen pada tahun 2004 menjadi 30,80 persen 50

24 pada tahun 2006, sedangkan penggunaan untuk ekspor antar daerah bergerak dari 17,87 persen pada tahun 2004 menjadi 13,98 persen. Guna dapat meningkatkan pola ekspor yang dapat meningkatkan pendapatan daerah secara berkesinambungan maka perlu kiranya pemerintah membuat kebijakan umum dan rencana strategis kedepan. Berdasarkan beberapa teori ekonomi ada beberapa kebijakan umum yang dapat dilakukan guna dapat mempertahankan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, khususnya untuk pemenuhan kebutuhan wilayah secara Regional dan Nasional dapat dikemukan beberapa pola kebijakan sebagai berikut : 1. Mendorong usaha dan mengarahkan pada sektor basis orientasi ekspor, khususnya meningkatkan mutu agar dapat bersaing dengan produk luar negeri, dengan memanfaatkan UKM yang diarahkan untuk berorientasi ekspor. 2. Mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi produk lokal dan mendorong industri untuk lebih banyak memakai komponen atau bahan baku lokal, serta mendorong pembangunan industri berorientasi ekspor dan industri substitusi impor. 3. Menentukan sektor dan komoditi basis yang diperkirakan bisa tumbuh cepat dan orientasi ekspor secara berksinambungan dan besar-besaran, serta dapat bersinergi dengan sektor lain dan mendorong sektor lain juga turut tumbuh. 51

25 3.6. Kesimpulan B eberapa hal yang dapat disimpulkan dari uraian di atas selama periode tahun adalah sebagai berikut: 1. PDRB Provinsi Jawa Barat tahun menurut Penggunaan menunjukan peningkatan. 2. Laju pertumbuhan Ekonomi pada tahun 2006 sebesar 6,01 persen merupakan laju pertumbuhan yang tertinggi selama pasca krisis di Indonesia. 3. Konsumsi Rumah Tangga dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan, hal ini berkaitan dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat. 4. Lebih dari 70 persen Nilai PDRB provinsi Jawa Barat Tahun 2006 digunakan untuk konsumsi, baik untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga non profit maupun pengeluaran konsumsi pemerintah. 5. Pertumbuhan Ekspor netto yang tinggi pada tahun 2006 ternyata tidak didukung pertumbuhan ekspor akan tetapi karena penurunan impor yang lebih tinggi dari penurunan ekspor. 6. Proporsi unsur impor dalam total pengeluaran selama periode menunjukan penurunan, artinya pembelian barang dan Jasa di Provinsi Jawa Barat mulai mengarah pada 52

26 pembelian hasil produk regionalnya. Uraian di atas menunjukkan bahwa di Jawa Barat mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang selalu positif pada periode tahun Hal ini menunjukkan adanya kinerja ekonomi yang positif, hal tersebut diharapkan bukan hanya sekedar data saja melainkan dengan indikator-indikator lainnya yang ada pada komponen-komponen dalam PDRB dapat menjadi early warning bagi pemerintah daerah setempat sehingga dapat merencanakan kebijakan pembangunan ekonomi selanjutnya. 53

TINJAUAN EKONOMI REGIONAL MENURUT PENGGUNAAN

TINJAUAN EKONOMI REGIONAL MENURUT PENGGUNAAN TINJAUAN EKONOMI REGIONAL MENURUT PENGGUNAAN BAB III Perekonomian Jawa Barat tidak terlepas dari kondisi nasional maupun internasional. Pengaruh global terhadap perekonomian sangat terasa di provinsi sebesar

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG No. 03/14/Th.IV, 15 September 2014 TINJAUAN PDRB MENURUT KONSUMSI MENCAPAI 69,42 Triliun Rupiah, Net Ekspor 53,44 Triliun Rupiah Dari Harga Berlaku Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG No. 05/6474/Th.V, 28 Desember 2016 TINJAUAN PDRB KOTA BONTANG MENURUT PENGGUNAAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Penggunaan Kota Bontang dalam tahun 2015

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena

alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang S alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena itu semua wilayah mencanangkan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 11/02/73/Th. VIII, 5 Februari 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN IV 2013 BERKONTRAKSI SEBESAR 3,99 PERSEN Kinerja perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan IV tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 %

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % No, 11/02/13/Th.XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2013 meningkat sebesar 6,2 persen terhadap 2012, terjadi pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN

(PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN KONTRIBUSI INVESTASI SWASTA TERHADAP PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO (PMTB) DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ACEH TAHUN 2010 2014 Pendahuluan Dalam perhitungan PDRB terdapat 3 pendekatan, yaitu

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/36/Th. VIII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian Banten pada triwulan IV-2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 SEBESAR -3,94 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 SEBESAR -3,94 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 29/08/34/Th. X, 14 Agustus 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 SEBESAR -3,94 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut. Sehubungan dengan arah pembangunan nasional, maka pada

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut. Sehubungan dengan arah pembangunan nasional, maka pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah suatu proses dimana pemerintah nasional dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membuat suatu kebijakan yang dapat merangsang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 No. 40/08/36/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 PDRB Banten triwulan II tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2,17 persen,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda indonesia pada tahun 1998 menunjukkan nilai yang positif, akan tetapi pertumbuhannya rata-rata per

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 48/08/34/Th.XVI, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Nilai konsumsi rumah tangga perkapita Aceh meningkat sebesar 3,17 juta rupiah selama kurun waktu lima tahun, dari 12,87 juta rupiah di tahun 2011 menjadi 16,04 juta

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 No.11/02/63/Th XVII, 5 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2012 tumbuh sebesar 5,73 persen, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor konstruksi

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 SEBESAR 3,88 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 SEBESAR 3,88 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 19/05/34/Th.XI, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 SEBESAR 3,88 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/11/34/Th. XIII, 7 November 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2012 No. 06/05/62/Th.VI, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2012 PDRB Kalimantan Tengah Triwulan I-2012 dibanding Triwulan yang sama tahun 2011 (year on year) mengalami sebesar 6,26

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2011 No. 11/02/63/Th XV, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2011 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2011 tumbuh sebesar 6,12%, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor jasajasa sebesar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 11/02/35/Th.XV, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016 TUMBUH 5,55 PERSEN MEMBAIK DIBANDING TAHUN 2015 Perekonomian Jawa Timur

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th. X, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2012 (c-to-c) mencapai 7,19 persen Ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No. 47/08/72/Thn XVII, 05 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013 No. 06/11/62/Th.VII, 6 Nopember 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan III-2013 terhadap triwulan II-2013 (Q to Q) secara siklikal mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 28 Perekonomian Indonesia tahun 28 tumbuh 6,6%(yoy), mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 27 (6,28%). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 1. Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kondisi makro ekonomi Kabupaten Kebumen Tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XVI, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan Kabupaten Sleman memuat tentang hasil-hasil analisis dan prediksi melalui metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th.XIV, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2016 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III 2016 TUMBUH 5,61 PERSEN MENINGKAT DIBANDING TRIWULAN III-2015

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 No. 08/02/31/Th. XI, 16 Februari 2009 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang isi Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang tercantum dalam Perda Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Jawa Barat, yaitu Dengan Iman dan Taqwa Jawa

Lebih terperinci

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu sasaran rencana pembangunan nasional adalah pembangunan disegala bidang dan mencakup seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan peningkatan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 46/08/73/Th. VIII, 5 Agustus 2014 KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan II tahun 2014 yang dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang 1

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada Publikasi sebelumnya Pendapatan Regional Kabupaten Semarang dihitung berdasarkan pada pendekatan produksi. Lebih jauh dalam publikasi ini, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN III-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN III-2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN III-2014 No. 53/11/36/Th.VIII, 5 November 2014 PDRB Banten triwulan III 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2 persen, melambat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 38/08/14/Th.XIV, 2 Agustus 2013 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas Triwulan II Tahun 2013 mencapai 2,68 persen Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan II tahun 2013, yang diukur dari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 16/05/34/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN PAPUA TRIWULAN I TAHUN 2015

PEREKONOMIAN PAPUA TRIWULAN I TAHUN 2015 No. 27/05/94/ Th. VIII, 5 Mei 2015 PEREKONOMIAN PAPUA TRIWULAN I TAHUN 2015 Perekonomian Papua triwulan I tahun 2015 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 No. 28/05/72/Thn XVII, 05 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 Perekonomian Sulawesi Tengah triwulan I-2014 mengalami kontraksi 4,57 persen jika dibandingkan dengan triwulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 73/11/52/X/2016, 7 November 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016 TUMBUH 3,47 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011 No. 06/05/62/Th.V, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011 PDRB Kalimantan Tengah Triwulan I-2011 dibanding Triwulan yang sama tahun 2010 (year on year) mengalami pertumbuhan sebesar

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN KALIMANTAN TENGAH BERDASAR PDRB PENGGUNAAN

ANALISIS PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN KALIMANTAN TENGAH BERDASAR PDRB PENGGUNAAN ANALISIS PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN KALIMANTAN TENGAH 2009 2013 BERDASAR PDRB PENGGUNAAN ANALISIS PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN KALIMANTAN TENGAH 2009 2013 BERDASAR PDRB PENGGUNAAN ISSN : Nomor Publikasi :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen No. 62/11/75/Th. VII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen PDRB Provinsi Gorontalo triwulan III-2013 naik 2,91 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 No. 45/08/72/Th. XVI, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 34/08/34/Th. XIII, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2011 SEBESAR -3,89 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014 No.22/05/36/Th.VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014 PDRB Banten triwulan I tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) tumbuh positif 0.87 persen, setelah triwulan sebelumnya

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan daripada modal atau investasi. Modal merupakan faktor yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. peranan daripada modal atau investasi. Modal merupakan faktor yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu usaha dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi adalah peranan daripada modal atau investasi. Modal merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan. Pentingnya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 40/11/31/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA YOGYAKARTA No. 32/08/34/Th. XI, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2009 SEBESAR -4,91 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2014 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA Release PDRB tahun dan selanjutnya menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 No. 11/02/34/Th.XVII, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN EKONOMI DAERAH

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya memenuhi kebutuhannya, seseorang akan melakukan sesuatu kegiatan yang disebut konsumsi. Konsumsi merupakan suatu kegiatan menikmati nilai daya guna dari

Lebih terperinci