LAMPIRAN A: SPESIFIKASI TEKNIS SEKTOR PELABUHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAMPIRAN A: SPESIFIKASI TEKNIS SEKTOR PELABUHAN"

Transkripsi

1 LAMPIRAN A: SPESIFIKASI TEKNIS SEKTOR PELABUHAN ASPEK AKSES TRANSPORTASI DARAT A. Analisis berbasis jaringan (network-based) Analisis akses transportasi darat dengan menggunakan basis jaringan umumnya dilakukan dengan menggunakan metode Pemodelan Transportasi Empat Tahap. 1. Umum Pemodelan transportasi jalan digunakan untuk memprediksi kondisi jaringan jalan di wilayah studi baik dengan dan tanpa adanya pembangunan pelabuhan baru di pantai utara Provinsi Jawa Barat. Indikator lalu lintas yang diprediksi dari model transportasi jalan seperti arus lalu lintas ruas, kecepatan ruas, panjang perjalanan, dan waktu perjalanan, akan digunakan sebagai basis untuk analisis lainnya seperti analisis finansial dan ekonomi. Dengan kata lain, proses pemodelan transportasi dalam studi ini ditujukan untuk membentuk model untuk mengevaluasi kinerja pembangunan pelabuhan baru di pantai utara Provinsi Jawa Barat dalam konteks biaya vs manfaat selama waktu analisis. Untuk keperluan tersebut maka detail dan luas wilayah studi harus dijaga seoptimal mungkin agar mampu memberikan gambaran prediksi yang layak. Proses logis dalam melakukan pemodelan transportasi secara umum dilakukan sesuai dengan bagan alir yang disampaikan pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa dalam proses studi setidaknya terdapat 3 (tiga) jenis data yang dibutuhkan yakni data untuk pembentukan model atau disebut dengan data tahun dasar (base year data), data untuk validasi (validation data), dan data untuk simulasi model yang diprediksi pada beberapa tahun tinjauan (predicted data). Base year data dan validation data dapat diperoleh dari survey (sekunder ataupun primer), sedangkan predicted data hanya dapat diperoleh dengan meramalkannya dengan dasar data yang ada saat ini dan pengaruh faktor-faktor perubahan di masa datang. A-1

2 Base year data Spesifikasi model Predicted data Variabel model Simulasi Out put model Kalibrasi model Struktur model Best fit model Validasi Model Analisis (ekonomi, finansial, lingkungan, dll) Validation data Gambar 1 Diagram Alir Pengembangan Model Transportasi 2. Konsep Pemodelan Transportasi Empat Tahap Model perencanaan transportasi empat tahap merupakan pilihan konsep pemodelan yang paling sering digunakan dalam berbagai studi transportasi di Indonesia, karena selain kemudahannya juga kemampuannya dalam menggambarkan berbagai interaksi antara sistem transportasi dan tata ruang di wilayah studi. Secara umum model ini merupakan gabungan dari beberapa seri submodel yang masingmasing harus dilakukan secara berurutan, yaitu Model Bangkitan/Tarikan Perjalanan, Model Sebaran Pergerakan, Model Pemilihan Moda, dan Model Pemilihan Rute. Struktur umum konsep model perencanaan transportasi empat tahap ini disajikan pada Gambar 2. A-2

3 Data jaringan transportasi Model bangkitan perjalanan Data sistem zona wilayah studi Biaya perjalanan antar zona (aksesibilitas) Produksi perjalanan (trip ends) per zona Model sebaran perjalanan Karakteristik populasi dan tata ruang zona Karakteristik moda MAT antar zona Model pemilihan moda perjalanan Karakteristik pelaku perjalanan Karakteristik rute/ruas MAT setiap moda Model pemilihan rute perjalanan Arus lalu lintas Analisis lanjutan Gambar 2 Bagan Alir Pemodelan Transportasi 4 Tahap Pendekatan model dimulai dengan menetapkan sistem zona dan jaringan jalan, termasuk di dalamnya adalah karakteristik populasi yang ada di setiap zona. Dengan menggunakan informasi dari data tersebut kemudian dilakukan estimasi total perjalanan yang dibangkitkan dan/ atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu (trip ends) atau disebut dengan proses bangkitan/tarikan perjalanan (trip generation/ attraction). Tahap ini akan menghasilkan persamaan trip generation/ attraction yang menghubungkan jumlah perjalanan dengan karakteristik populasi serta pola dan intensitas tata guna lahan di zona yang bersangkutan. Selanjutnya diprediksi dari/ kemana tujuan perjalanan yang dibangkitkan atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu atau disebut tahap distribusi perjalanan (trip distribution). Dalam tahap ini akan dihasilkan matriks asal-tujuan (MAT). Pada tahap pemilihan moda (modal split) MAT tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan moda transportasi yang digunakan para pelaku perjalanan untuk mencapai tujuan perjalanannya. Dalam tahap ini dihasilkan MAT per moda. Terakhir, pada tahap pembebanan (trip assignment) MAT didistribusikan ke ruas-ruas jalan yang tersedia di dalam jaringan jalan sesuai dengan kinerja rute yang ada. Tahap ini A-3

4 menghasilkan estimasi arus lalu lintas di setiap ruas jalan yang akan menjadi dasar dalam melakukan analisis kinerja. Dengan melihat proses di atas maka secara garis besar proses analisis transportasi jalan terdiri atas beberapa kegiatan utama, yaitu: penetapan wilayah studi, analisis sistem jaringan, analisis kebutuhan pergerakan, dan analisis sistem pergerakan. Berikut adalah halhal yang perlu dilakukan dalam setiap tahap pemodelan transportasi yang dilakukan. a. Penentuan batas-batas wilayah studi dan sistem zona Batas wilayah studi dapat berupa batas administratif, batas alam (sungai, gunung, dan lain sebagainya) atau batas lainnya (seperti jalan, rel kereta api, dan lain-lain). Wilayah studi dikelompokkan ke dalam zona. Semakin banyak zona semakin banyak analisis yang diperlukan. Pembagian zona dapat didasarkan kepada perwilayahan administratif, kondisi alam (dibatasi oleh sungai, gunung, dan sebagainya), atau berdasarkan tata guna lahan. Sistem zona ini digunakan sebagai dasar pergerakan. b. Analisis sistem jaringan Data jaringan transportasi jalan eksisting disusun sesuai format yang diperlukan. Adapun penyusunan database jaringan jalan tersebut dilakukan untuk 2 (dua) kondisi yaitu: Kondisi tanpa pembangunan pelabuhan baru. Kondisi dengan pembangunan pelabuhan baru. c. Analisis Kebutuhan Pergerakan Bangkitan/tarikan masing-masing zona - Bangkitan/tarikan dasar diperoleh dengan menjumlahkan seluruh baris dan kolom pada MAT dasar. - MAT dasar menggunakan Asal Tujuan Transportasi Nasional (ATTN) Model bangkitan/tarikan - Pembentukan model bangkitan/ tarikan didekati dengan menggunakan parameter sosio-ekonomi dari masing-masing zona. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan metode multilinear regression. - Parameter sosio-ekonomi yang dipergunakan adalah jumlah penduduk, PDRB, dan juga parameter lain yang berkorelasi dengan potensi alam (seperti luas lahan produksi, dan lain-lain). - Tahap ini menghasilkan model bangkitan/ tarikan berupa persamaan matematis, dengan parameter sosio-ekonomi sebagai variabel bebas dan bangkitan/ tarikan sebagai variabel tak bebas. d. Analisis Sistem Pergerakan Proyeksi Parameter Sosio-Ekonomi Terdapat dua metoda proyeksi variabel sosio-ekonomi, yaitu: - Proyeksi berdasarkan kecenderungan (trend), yaitu berdasarkan kecenderungan historis perkembangan parameter sosio-ekonomi. Dengan anggapan bahwa tingkat pertumbuhan pada masa yang akan datang sama dengan masa yang lalu, maka dapat diketahui besarnya parameter sosio-ekonomi pada masa yang akan datang dengan mengalikan besarnya pada saat sekarang dengan tingkat pertumbuhannya. A-4

5 - Proyeksi berdasarkan pola yang ingin dituju, yaitu berdasarkan target pembangunan yang ingin dicapai. Proyeksi Bangkitan/ tarikan Proyeksi bangkitan/ tarikan masing-masing zona pada masa yang akan datang diperoleh dengan menggunakan model bangkitan/ tarikan yang telah diperoleh dengan input parameter sosio ekonomi hasil proyeksi. e. Pembentukan Matriks Asal Tujuan di Tahun Dasar Pemodelan distribusi perjalanan dilakukan dengan metode Estimasi Matriks Entropy Maksimum (EMEM) dan model pembebanan dilakukan dengan model equilibrium jaringan pada software SATURN. Software SATURN merupakan program simulasi jaringan yang dapat digunakan untuk melakukan estimasi OD matriks (atau sering disebut sebagai MAT = Matriks Asal Tujuan) dan arus lalu lintas. Bagan alir estimasi matriks dalam SATURN disampaikan pada Gambar 3. MAT Dasar yang diperoleh dari ATTN 2011 diupdate dengan menggunakan data traffic counting yang dilakukan pada tahun eksising (2015) sehingga dengan menggunakan metodologi ini akan diperoleh MAT Eksisting pada Tahun f. Pembebanan Lalu lintas Jalan Gambar 3 Metodologi Updating MAT dengan Metode EMEM Diagram alir pembebanan lalu lintas dilakukan dengan membebankan MAT hasil model EMEM ke dalam jaringan jalan sehingga diperoleh data arus lalu lintas, kecepatan, waktu perjalanan, dan panjang perjalanan dalam sistem. Pembebanan lalu lintas ini dilakukan untuk selama masa tahun analisis. A-5

6 3. Ukuran Kinerja Lalu Lintas Gambar 4 Metodologi Pemilihan Rute Dalam hal ini indikator kinerja sebagai dampak dioperasikannya jalan tol bagi jaringan jalan di wilayah studi diwakili oleh beberapa parameter yang diperbandingkan antara kondisi tanpa (without) dan dengan (with). Adapun indikator lalu lintas yang digunakan adalah: Waktu perjalanan sistem, yang menunjukkan total konsumsi waktu perjalanan yang digunakan oleh seluruh pengguna jalan di wilayah studi dari setiap asal tujuan. Jarak atau Panjang perjalanan sistem, yang menunjukkan total jarak atau panjang perjalanan yang ditempuh oleh seluruh pengguna jalan di wilayah studi dari setiap asal tujuan. Kecepatan Rata-rata, yang menunjukkan rata-rata kecepatan dari seluruh ruas jalan yang ada di wilayah studi. B. Analisis berbasis ruas (link-based) Analisis berbasis ruas dalam analisis akses transportasi umumnya dilakukan dengan menggunakan pendekatan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Jalan akses pelabuhan umumnya merupakan tipe jalan bebas hambatan sehingga analisis perhitungan yang dilakukan menggunakan bab terkait dengan jalan bebas hambatan ada MKJI Kebutuhan data Data-data lalu lintas meliputi: Besar arus per arah Nilai faktor k Rasio arah Komposisi lalu lintas Nilai emp A-6

7 Selain daripada itu perlu juga diinventarisir data-data mengenai kondisi pengaturan lalu lintas eksisting yang meliputi: Batas kecepatan Larangan terhadap jenis kendaraan tertentu Larangan kendaraan dengan berat dan/ atau beban gambar tertentu Alat pengatur lalu lintas Peraturan lain 2. Analisis kapasitas Kapasitas dihitung dengan menggunakan persamaan berikut C = kapasitas C 0 = kapasitas dasar (smp/ jam) FC W = faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas FC SP = faktor penyesuaian akibat pemisahan arah (jalan bebas hambatan tak terbagi) Nilai kapasitas dasar, baik pada kondisi datar maupun terdapat kelandaian khusus, dan nilai faktor-faktor penyesuaian mengacu pada MKJI Ukuran Kinerja Perilaku lalu lintas dinilai melalui beberapa parameter ukuran, yaitu derajat kejenuhan atau biasa dikenal dengan istilah Volume-Capacity Ratio (VCR), kecepatan dan waktu tempuh, derajat iringan (hanya untuk tipe 2/2 UD), dan pengaruh kelandaian khusus terhadap kecepatan dan waktu tempuh. Nilai derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut VCR = derajat kejenuhan atau Volume-Capacity Ratio Q = volume lalu lintas (smp/jam) C = kapasitas (smp/jam) ASPEK FISIK TEKNIS A. Alur Pelayaran 1. Kedalaman Alur Kedalaman air diukur terhadap muka air referensi nilai rata-rata dari muka air surut terendah pada saat pasang kecil (neap tide) dalam periode panjang yang disebut LLWL (Lowest Low Water Level). Kedalaman alur total adalah: d = draft kapal (m) A-7

8 G = gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat (m) R = ruang kebebasan bersih (m) P = ketelitian pengukuran (m) S = pengendapan sedimen antara dua pengerukan (m) K = toleransi pengerukan (m) Pendekatan untuk penentuan kedalaman alur adalah: Gambar 5 Penentuan Kedalaman Alur 2. Lebar Alur Lebar alur pelayaran bergantung kepada jumlah kapal yang direncanakan akan dilayani. Perhitungan lebar alur dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan matematis berikut ini: Alur pelayaran untuk satu kapal B = lebar kapal (m) C = clearance/jarak aman antar kapal (m), di ambil sama dengan B A-8

9 Gambar 6 Lebar Alur untuk 1 Kapal Alur pelayaran untuk dua kapal B = lebar kapal (m) C = clearance/jarak aman antar kapal (m), di ambil sama dengan B Gambar 7 Lebar Alur untuk 2 Kapal A-9

10 B. Perencanaan Kolam Pelabuhan Perairan yang menampung kegiatan kapal untuk bongkar muat, berlabuh, mengisi persediaan dan memutar kapal dinamakan kolam pelabuhan. Parameter-parameter bagi perencanaan kolam pelabuhan adalah sebagai berikut: Batimetri laut (kedalaman perairan) Elevasi muka air rencana yang ada (hasil analisa pasang surut) Kondisi angin di perairan (arah dan kecepatan) Arah, kecepatan dan tinggi gelombang pada perairan (hasil peramalan gelombang) Arus yang terjadi di perairan Ukuran kapal rencana dan rencana manuver yang diperbolehkan Perairan yang relatif tenang Lebar dan kedalaman perairan disesuaikan dengan kebutuhan Kemudahan gerak kapal (manuver) Di samping parameter-parameter yang telah dijelaskan di atas, kolam pelabuhan juga harus memenuhi syarat sebagai berikut: Cukup luas sehingga dapat menampung semua kapal yang datang berlabuh dan masih dapat bergerak dengan bebas Cukup lebar sehingga kapal dapat melakukan manuver dengan bebas yang merupakan gerak melingkar yang tidak terputus Cukup dalam sehingga kapal terbesar masih bisa masuk ke dalam kolam pelabuhan pada saat air surut 1. Luas Kolam Untuk perencanaan luas kolam yang ada, kemudahan manuver kapal menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Mengingat hal tersebut, maka perlu disediakan area pada kolam untuk dapat menampung kegiatan yang dilakukan oleh kapal mulai dari kedatangan sampai berangkat dengan membuat perencanaan kolam sebagai berikut: Perlu disediakan kolam putar untuk manuver kapal; Perlu adanya area bongkar muat kapal; Perlu disediakan area tambat terpisah dengan area bongkar. Dengan demikian persamaan untuk menghitung kebutuhan luas kolam pelabuhan adalah: ATR = luas kolam putar (turning basin) (m 2 ) AB = luas area bongkar muat (m 2 ) AT = luas area tambat (m 2 ) 2. Kolam Putar (Turning Basin) Turning basin atau kolam putar diperlukan agar kapal dapat mudah melakukan manuver. Luas area untuk perputaran kapal sangat dipengaruhi oleh ukuran kapal, sistem operasi dan jenis kapal. Radius kolam putar diperkirakan sebesar 1,5 kali ukuran panjang kapal maksimum sehingga luas kolam putar menjadi: A-10

11 ATR = luas kolam putar (m 2 ) L = panjang kapal maksimum yang akan berlabuh di pelabuhan (m) 3. Area Bongkar Muat Kolam pelabuhan diperlukan untuk kegiatan berlabuh untuk bongkar/muat muatan, persiapan operasi, dan lain sebagainya. Diperkirakan luas kolam untuk keperluan tersebut tidak kurang dari sebagai berikut: ABM = luas area bongkar muat yang dibutuhkan (m 2 ) n = jumlah kapal berlabuh di pelabuhan L = panjang kapal (m) B = lebar kapal (m) 4. Kedalaman Kolam Kedalaman kolam pelabuhan ditentukan oleh faktor-faktor draft kapal dengan muatan penuh, tinggi gelombang maksimum (<50 cm), tinggi ayunan kapal (squat) dan jarak aman antara lunas dan dasar perairan. Kedalaman kolam dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: D = draft kapal (m) S = squat kapal (m) C = clearance/jarak aman (m) A-11

12 C. Hidrooseanografi Gambar 8 Komponen Penentu Kedalaman Kolam Pelabuhan Pemodelan hidrooseanografi bertujuan untuk mensimulasikan penjalaran refraksi dan difraksi gelombang laut menuju pantai. Pemodelan dan simulasinya umumnya dilakukan dengan bantuan perangkat lunak. Data-data yang dibutuhkan dalam pemodelan hidrooseanografi antara lain adalah Tinggi gelombang Periode gelombang Garis pantai dan titik kedalamannya Contoh hasil pemodelan hidrooseanografi disajikan pada Gambar 9 berikut ini. A-12

13 D. Hidrodinamika dan Sedimentasi Gambar 9 Contoh Pemodelan Hidrooseanografi Pemodelan hidrodinamika dan sedimentasi bertujuan untuk memprediksi tingkat sedimentasi yang terjadi pada kondisi pergerakan aliran yang terjadi. Data-data yang dibutuhkan dalam pemodelan ini antara lain adalah: Elevasi muka air Parameter viskositas Eddy Nilai Manning Contoh hasil pemodelan hidrodinamika disajikan pada Gambar 10 berikut ini. Gambar 10 Contoh Pemodelan Hidrodinamika (Kiri = Arus; Kanan = Sedimentasi) A-13

14 ASPEK PEMILIHAN LOKASI Pemilihan lokasi terbaik umumnya dilakukan dengan menggunakan metode analisis multikriteria (multi criteria analysis). Salah satu metode analisis multikriteria yang umum digunakan adalah metode Analytic Hierarchical Process (AHP). AHP merupakan metodologi yang komprehensif dan memiliki kemampuan untuk menyatukan kriteria kualitatif dan kuantiatif dalam pengambilan keputusan. AHP menggunakan hirarki dalam aplikasinya. Hirarki tersebut terdiri dari tujuan, kriteria dan alternatif. AHP menggunakan persepsi responden yang biasanya disebut expert untuk menilai suatu kondisi atau memprediksi nilai suatu variable. Terdapat tiga tahap dalam aplikasi AHP yaitu dekomposisi, prioritisasi dan sintesis. Dekomposisi digunakan untuk membuat hirarki dalam pengambilan keputusan atau estimasi nilai suatu variabel. Prioritisasi merupakan proses membandingkan tingkat kepentingan atau besarnya nilai suatu varibel yang satu dengan variabel yang lain. Metode AHP ini mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi-objective dan multi-criteria berdasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki fungsional. Adapun tahapan analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Pendefinisian masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2) Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub-tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3) Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan penilaian (judgment) dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dengan elemen lainnya. 4) Melakukan perbandingan pasangan sehingga diperoleh judgment seluruhnya sebanyak n x [(n 1)/2] buah, dimana: n = banyaknya elemen yang dibandingkan. 5) Menghitung nilai eigenvalue dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. 6) Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7) Menghitung eigenvector dari setiap matriks perbandingan pasangan. Nilai eigenvector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini bertujuan untuk mensintesiskan penilaian dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8) Pemeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih besar dari 10% maka penilaian data harus diperbaiki. 9) Saaty (1994), menetapkan skala kuantitatif dari: 1 s.d. 9, untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lain, seperti yang diperlihatkan dalam tabel berikut. Tabel 1 Skala Kuantitatif Nilai 1 Kedua elemen sama penting Definisi 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari yang lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya 7 Elemen yang satu jelas sangat penting dari elemen yang lain A-14

15 Nilai Definisi 9 Elemen yang satu mutlak sangat penting dari elemen yang lain 2, 4, 6, 8 Nilai tengah di antara dua perbandingan yang berdekatan Kebalikannya Jika x mempunyai nilai s kali y, maka y mempunyai nilai 1/s dari x Formulasi bentuk matematis dari model AHP ini, dilakukan dengan menggunakan matriks. Perbandingan pasangan dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuat perbandingan. Nilai perbandingan pasangan antara w I dan w j dapat dipresentasikan: Jika penilaian yang dilakukan konsisten akan diperoleh eigenvalue maksimum dari A yang bernilai sama dengan n. Untuk mendapatkan W dapat dilakukan dengan mensubstitusikan harga eigenvalue maksimum pada persamaan: Dalam teori matriks diketahui bahwa dengan kesalahan yang kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pada eigenvalue. Jika nilai diagonal matriks A dengan a ij dimana i = j dan A konsisten, maka penyimpangan kecil akan tetap menunjukkan eigenvalue terbesar maks dengan besar nilai akan mendekati n dan eigenvalue sisanya mendekati nol. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan Consistency Index, dengan persamaan: Berdasarkan perhitungan Saaty dengan menggunakan 500 sampel dimana nilai numerik diambil acak dari skala 1/9, 1/8,..., 1, 2,..., 9, akan diperoleh konsistensi rata-rata untuk matriks dengan ukuran yang berbeda, seperti pada Tabel 2. Consistensy Ratio (CR) adalah perbandingan antara consistency index (CI) dan random index (RI) untuk semua matriks, ditulis: Dengan metode AHP, matriks perbandingan dapat diterima jika nilai ratio konsistensi adalah: 0.00 < CR < Tabel 2 Nilai Indeks Acak Ukuran matriks Indeks acak 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 DESIGN PELABUHAN A. Dermaga 1. Asumsi Perhitungan kapasitas dermaga ideal umumnya menggunakan beberapa asumsi seperti berikut ini: A-15

16 Waktu kerja pelabuhan Pelabuhan ideal memiliki total waktu kerja selama 24 jam/hari, 7 hari/mingu, dan 365 hari/tahun (Thoresen, 2014). Downtime (Not Operation Time) Agar tidak terjadi kepadatan pada lalu lintas pelabuhan, nilai downtime tidak boleh lebih besar dari 5-20% (Thoresen, 2014). Work Crane Time (W CT ) Dalam kenyataan di lapangan, pada kegiatan bongkar muat, container crane tidak bekerja penuh. Ada beberapa faktor yang menyebabkan container crane tidak bekerja (persiapan dan penggantian shift). Besar W CT berkisar antara 70 90% (Thoresen, 2014). Berth Occupancy Ratio (BOR) Nilai BOR bergantung pada jumlah tambatan yang ada di pelabuhan. Nilai BOR yang direkomendasikan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Berth Occupancy Ratio (BOR) Jumlah dermaga Kontrol kedatangan kapal ke dermaga Tidak ada Rata-rata Tinggi 1 25% 35% 45% 2 40% 45% 50% 3 45% 50% 55% 4 55% 60% 65% 5 60% 65% 70% 6 atau lebih 65% 70% 75% (Sumber: Thoresen, 2014) Ukuran Kapal Rencana Berikut adalah tabel mengenai ukuran kapal (DWT) serta konversinya dalam TEUs. Tabel 4 Ukuran Kapal Rencana DWT MD LOA LBP B D F CB Kapasitas (t) (t) (m) (m) (m) (m) (m) TEUs ,2 13,2 8,6 0, ,2 12,5 7,8 0, ,2 11,7 6,9 0, ,7 5,9 0, ,2 9,2 4,4 0, ,2 7,3 2,7 0, (Sumber: Technical note of NILIM no. 309) A-16

17 2. Berth Occupancy Ratio (BOR) BOR adalah perbandingan antara jumlah waktu pemakaian (bongkar muat) tiap dermaga yang tersedia dibagi dengan jumlah waktu yang tersedia dalam satu periode. Rumus untuk mencari BOR dijelaskan melalui persamaan di bawah ini. N b = jumlah berth N v = jumlah ship call per minggu (Demand/Ship Parcel) BOR = berth occupancy ratio (%) T s = waktu bongkar/muat per kapal peti kemas (jam) T bw = waktu kerja dermaga (jam) 3. Service Time (Ts) Besarnya waktu yang dibutuhkan untuk melayani kegiatan bongkar muat (Service Time) adalah: nqcc = jumlah quay container crane/kapal peti kemas pqcc = kapasitas container crane (TEUs/jam) W CT = working crane time (0.65-1) S p = kapasitas kapal peti kemas (TEUs) 4. Downtime (Dt) Dengan mengetahui faktor downtime (Dt) dan total jam kerja pelabuhan, jam kerja dermaga per minggu dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini T bw = waktu kerja dermaga (jam) T d = jam kerja per hari (jam) N d = jumlah hari kerja dalam 1 minggu D t = downtime 5. Berth Number (Nb) Dengan mengetahui faktor downtime (Dt) dan total jam kerja pelabuhan, jam kerja dermaga per minggu dapat dihitung menggunakan berikut ini. Jumlah dermaga yang dibutuhkan untuk membongkar kapal peti kemas selama 1 minggu adalah Nb = jumlah berth Nv = jumlah ship call per minggu BOR = berth occupancy ratio (%) A-17

18 6. Quay Length (QL) Panjang dermaga yang dibutuhkan adalah: QL = panjang dermaga (m) LOA = panjang kapal (m) Bg = berth gap (m) : 15 m (OCDI 2002) C = clearance (m) : 30 m (OCDI 2002) 7. Quay Container Crane (Qcc) Selain QL, dalam penghitungan panjang dermaga juga akan didapatkan data mengenai jumlah container crane yang dibutuhkan. nqcc = jumlah quay container crane N b = jumlah berth Qcc = quay container crane B. Penghitungan Container Yard 1. Asumsi Perhitungan container yard umumnya menggunakan beberapa asumsi seperti berikut ini: Alat penumpukan Buffer Area (Bf) Lapangan penumpukan harus memiliki buffer area yang berkisar antara 5-20% (Thoressen, 2014). Luas daerah primer (N) Pada container yard tidak hanya terdapat fasilitas lapangan penumpukan peti kemas, biasanya juga terdapt fasilitas gudang, kantor, reefer, dan tempat penyimpanan peti kemas kosong. Luas lapangan penumpukan peti kemas berkisar antara 50-75% dari total luas container yard (Thoressen, 2014). Faktor layout (L) Bentuk layout dari container yard mempengaruhi luas total container yard yang dapat digunakan. Faktor segregasi (S) Dalam penumpukan peti kemas di pelabuhan, biasanya terdapat prosedur yang harus diikuti sehingga menyebabkan tidak semua area container yard dapat digunakan. Faktor segregasi berkisar antara %. A-18

19 2. Diagram alir perhitungan container yard Penghitungan fasilitas container yard dilakukan dengan menggunakan data lalu lintas petikemas (TEUs) dalam satu tahun, dwelling time, dan alat penumpukan yang digunakan. Diagram alir dari penghitungan fasilitas container yard dengan disajikan pada Gambar 11 berikut. 3. Net Stacking Area (AN) Gambar 11 Diagram Alir Penghitungan Fasilitas Container Yard Penghitungan luas container yard bersih (AN) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan matematis berikut: AN = luas container yard bersih (m 2 ) Throughput = jumlah TEUs dlm 1 tahun (TEUs) D = dwelling time (Hari) ATEU = luasan yang diperlukan untuk 1 TEUs (lihat Tabel 5) B f = faktor buffer (biasanya dari total area) H = rasio ketinggian stacking container ( ) Tabel 5 Tabel ATEUs Tinggi tumpukan: Jalur Kontainer Jenis alat Jumlah kontainer Chassis FLT (Front-lift Truck) atau RS (Reach Stacker) over 1 30 SC (Straddle Carrier) 1 over 2 16 A-19

20 RTG atau RMG Jenis alat Tinggi tumpukan: Jalur Kontainer Jumlah kontainer over over over over over Total Yard Area (AT) Penghitungan luas container yard total (AT) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan matematis berikut ini AT = total area container yard yang dibutuhkan (m 2 ) AN = luas container yard bersih (m 2 ) N = luas daerah primer ( ) L = faktor layout (utk segitiga 0.7 utk persegi 1) S = faktor segregasi akibat destinasi, prosedur, dll (0.8-1) REFERENSI LEBIH LANJUT 1. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Ortuzar, J. de D. % Willumsen, L. G. (1990). Modelling Transport. John Wiley & Sons Ltd. 3. Thoresen, Carl A. (2014) Port Designer s Handbook Third Edition. ICE Publishing A-20

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU Octareza Siahaan dan Prof. Hang Tuah Salim Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011 ANALISIS KAPASITAS PELAYANAN TERMINAL PETI KEMAS SEMARANG Bambang Triatmodjo 1 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Banyak negara berkembang menghadapi permasalahan transportasi

Lebih terperinci

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan BAB IV PEMODELAN MATEMATIKA PERILAKU SEDIMENTASI 4.1 UMUM Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan matematika dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SMS versi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 56 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai perancangan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini. Penelitian ini memiliki 2 (dua) tujuan,

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian III.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian Objek penelitian pada disertasi ini adalah sistem jaringan jalan nasional dan provinsi dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik jumlahnya maupun macamnya. Usaha-usaha dalam pembangunan sarana angkutan laut yang dilakukan sampai

Lebih terperinci

PERENCANAAN LAYOUT DAN TIPE DERMAGA PELABUHAN PETI KEMAS TANJUNG SAUH, BATAM

PERENCANAAN LAYOUT DAN TIPE DERMAGA PELABUHAN PETI KEMAS TANJUNG SAUH, BATAM PERENCANAAN LAYOUT DAN TIPE DERMAGA PELABUHAN PETI KEMAS TANJUNG SAUH, BATAM Refina Anandya Syahputri 1 dan Prof. Ir. Hangtuah Salim, MocE, Ph.D. 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA Jori George Kherel Kastanya L. F. Kereh, M. R. E. Manoppo, T. K. Sendow Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN III.1 ALUR PELABUHAN Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dalam kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang

Lebih terperinci

ANALISIS PREDIKSI SEBARAN PERJALANAN PENUMPANG KAPAL LAUT MELALUI PELABUHAN LAUT PENGUMPAN DI KEPULAUAN HALMAHERA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY

ANALISIS PREDIKSI SEBARAN PERJALANAN PENUMPANG KAPAL LAUT MELALUI PELABUHAN LAUT PENGUMPAN DI KEPULAUAN HALMAHERA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY ANALISIS PREDIKSI SEBARAN PERJALANAN PENUMPANG KAPAL LAUT MELALUI PELABUHAN LAUT PENGUMPAN DI KEPULAUAN HALMAHERA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY Diane Sumendap Alumni Program Pascasarjana S2 Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. negara, atau instansi. Sedangkan transportasi adalah pengangkutan atau

BAB II LANDASAN TEORI. negara, atau instansi. Sedangkan transportasi adalah pengangkutan atau BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Jasa Transportasi (Angkutan) Jasa memiliki arti perbuatan yang berguna dan bernilai bagi orang lain, negara, atau instansi. Sedangkan transportasi adalah pengangkutan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA Noor Mahmudah 1, David Rusadi 1 1 Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta E-mail: noor.mahmudah@umy.ac.id Abstrak. Pelabuhan

Lebih terperinci

Optimasi Pelabuhan di Perairan Cirebon sebagai Alternatif Pengganti Pelabuhan Cilamaya

Optimasi Pelabuhan di Perairan Cirebon sebagai Alternatif Pengganti Pelabuhan Cilamaya Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Desember 2016 Optimasi Pelabuhan di Perairan Cirebon sebagai Alternatif Pengganti Pelabuhan Cilamaya MUHAMMAD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian ini intinya adalah menguraikan bagaimana cara penelitian dilakukan. Data yang dikumpulkan harus sesuai dengan judul tesis dan memenuhi tujuan penelitian.

Lebih terperinci

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buku Laporan ini disusun oleh Konsultan PT. Kreasi Pola Utama untuk pekerjaan Studi Penyusunan Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Laporan ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perkembangan Pemukiman dan Bangkitan Perjalanan Pada awalnya manusia hidup secara nomad, berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk bertahan hidup dan mencari makanan.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK) PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK) Rudi S. Suyono 1) Abstrak Sungai merupakan salah satu prasarana yang

Lebih terperinci

Sabdo Wicaksono Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma, Jakarta

Sabdo Wicaksono Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma, Jakarta ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI PENDUDUK KERJA DI KECAMATAN SUKMAJAYA DEPOK MENUJU TEMPAT KERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS Sabdo Wicaksono

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI HAULAGE PETI KEMAS DI AREA PELABUHAN (STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA)

ANALISIS KONDISI HAULAGE PETI KEMAS DI AREA PELABUHAN (STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA) ANALISIS KONDISI HAULAGE PETI KEMAS DI AREA PELABUHAN (STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA) *Muhammad Imam Wahyudi,**Setyo Nugroho. *Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan *Staf Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Metodologi penelitian ini bertujuan untuk mempermudah. masalah dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan secara sistematis.

III. METODOLOGI. Metodologi penelitian ini bertujuan untuk mempermudah. masalah dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan secara sistematis. III. METODOLOGI A. Umum Metodologi penelitian merupakan suatu cara peneliti bekerja untuk memperoleh data yang dibutuhkan yang selanjutnya akan digunakan untuk dianalisa sehingga memperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar maupun kecil. Kondisi tersebut menyebabkan sektor transportasi memiliki peranan yang

Lebih terperinci

STUDI DEMAND PADA RENCANA PEMBANGUNAN JALAN SORONG-KEBAR-MANOKWARI DENGAN MODEL GRAVITY

STUDI DEMAND PADA RENCANA PEMBANGUNAN JALAN SORONG-KEBAR-MANOKWARI DENGAN MODEL GRAVITY STUDI DEMAND PADA RENCANA PEMBANGUNAN JALAN SORONGKEBARMANOKWARI DENGAN MODEL GRAVITY Sukarman dan Wahju Herijanto Pasca Sarjana Bidang Manajemen dan Rekayasa Transportasi FTSP Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik

Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik Asih Zhafarina G 3606 100 035 Dosen Pembimbing Siti Nurlaela, ST, M.Com Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik LATAR BELAKANG Kabupaten Gresik sebagai

Lebih terperinci

Pengembangan Pelabuhan Batu Panjang Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau

Pengembangan Pelabuhan Batu Panjang Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Desember 2016 Pengembangan Pelabuhan Batu Panjang MUHAMMAD RIDHO YUWANDA, YATI MULIATI SADLI NURDIN, FACHRUL

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai metode Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai metode yang digunakan untuk memilih obat terbaik dalam penelitian ini. Disini juga dijelaskan prosedur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manusia dan Pengambilan Keputusan Setiap detik, setiap saat, manusia selalu dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. Bagaimanapun

Lebih terperinci

Model Empat Langkah? Four Step Model Travel Demand Model

Model Empat Langkah? Four Step Model Travel Demand Model Model Empat Langkah? Four Step Model Travel Demand Model 2 3 Kuliah Pertemuan 3 Trip Generation Model (Model Bangkitan Perjalanan) Apakah bangkitan perjalanan (trip generation)? suatu proses dimana aktivitas

Lebih terperinci

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA Desy Damayanti Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister Manajemen Aset FTSP

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan yg unik. Pengembangan SPK Terdapat 3 (tiga) pendekatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. Kapal peti kemas (containership) : kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar.

DAFTAR ISTILAH. Kapal peti kemas (containership) : kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu DERMAGA Peranan Demaga sangat penting, karena harus dapat memenuhi semua aktifitas-aktifitas distribusi fisik di Pelabuhan, antara lain : 1. menaik turunkan penumpang dengan lancar, 2. mengangkut dan membongkar

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE PROSIDING 20 13 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Tamalanrea

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENEMPATAN POSISI IDEAL PEMAIN DALAM STRATEGI FORMASI SEPAK BOLA

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENEMPATAN POSISI IDEAL PEMAIN DALAM STRATEGI FORMASI SEPAK BOLA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENEMPATAN POSISI IDEAL PEMAIN DALAM STRATEGI FORMASI SEPAK BOLA Ian Febianto Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonrsia Jl.

Lebih terperinci

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG Fikhry Prasetiyo, Rahmat Hidayat H., Harnen Sulistio, M. Zainul Arifin Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar dan satu-satunya yang dua per tiga atau 63 persen wilayah tutorialnya berupa parairan. Indonesia juga memiliki

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Lokasi rumah sakit Royal. Rencana Royal. PT. Katrolin. Bank Central Asia. Jl. Rungkut. Industri I

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Lokasi rumah sakit Royal. Rencana Royal. PT. Katrolin. Bank Central Asia. Jl. Rungkut. Industri I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Surabaya dengan jumlah penduduk mencapai 3 juta jiwa mengalami pertumbuhan yang sangat pesat di

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM MATA KULIAH DASAR-DASAR SEBAGAI SUATU SISTEM SISTEM ADALAH GABUNGAN BEBERAPA KOMPONEN (OBJEK) YANG SALING BERKAITAN DALAM SATU TATANAN STRUKTUR PERUBAHAN SATU KOMPONEN DAPAT MENYEBABKAN PERUBAHAN KOMPONEN

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah: IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Balai Pengembangan Teknologi (BPT) Mekanisasi Pertanian Jawa Barat yang terletak di Jalan Darmaga Timur Bojongpicung, Cihea,

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 1 Pendahuluan Bab 1 Pendahuluan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe

Lebih terperinci

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pertemuan 5 Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Ringkasan : ANALISIS KINERJA TERMINAL PETIKEMAS DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA (Studi Kasus Di PT.Terminal Petikemas Surabaya) Oleh : SUPRIYONO

Ringkasan : ANALISIS KINERJA TERMINAL PETIKEMAS DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA (Studi Kasus Di PT.Terminal Petikemas Surabaya) Oleh : SUPRIYONO Ringkasan : ANALISIS KINERJA TERMINAL PETIKEMAS DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA (Studi Kasus Di PT.Terminal Petikemas Surabaya) Oleh : SUPRIYONO Kinerja Terminal Petikemas Surabaya Hasil pengolahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menyajikan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 4.1. Objek Pengambilan Keputusan Dalam bidang manajemen operasi, fleksibilitas manufaktur telah ditetapkan sebagai sebuah prioritas daya saing utama dalam sistem

Lebih terperinci

Peralihan Moda Transportasi Jasa Pengiriman Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP): Studi Kasus PT. XYZ

Peralihan Moda Transportasi Jasa Pengiriman Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP): Studi Kasus PT. XYZ Performa (2016) Vol. 15, No.2: 154-159 Peralihan Moda Transportasi Jasa Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP): Studi Kasus PT. XYZ Yuliyani Nur Angraini 1), Meilani Rosita 2), dan Amalia

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dari analisa tersebut

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dari analisa tersebut BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dari analisa tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Performance Pelabuhan Bitung ditinjau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ Undang undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu pasal 3 yang berisi: Transportasi jalan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Sleman, yang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bagan Alir Metodologi Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan Districk 9 Apartment. Desain proses pengerjaan dokumen perlu dibuat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi, yaitu (Salim, A. A., 1993) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi, yaitu (Salim, A. A., 1993) : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Transportasi Sistem transportasi adalah suatu interaksi yang terjadi antara tiga komponen sistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi, yaitu (Salim, A. A., 1993) : 1.

Lebih terperinci

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016 1 Kuliah 11 Metode Analytical Hierarchy Process Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi METODE AHP 2 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP) dapat digunakan

Lebih terperinci

ANALISA A KINERJA SIMPANG DAN RUAS JALAN AKIBAT PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT ROYAL DI KAWASAN RUNGKUT INDUSTRI SURABAYA

ANALISA A KINERJA SIMPANG DAN RUAS JALAN AKIBAT PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT ROYAL DI KAWASAN RUNGKUT INDUSTRI SURABAYA ANALISA A KINERJA SIMPANG DAN RUAS JALAN AKIBAT PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT ROYAL DI KAWASAN RUNGKUT INDUSTRI SURABAYA Oleh : JUFRI SONY 3108100634 PROGRAM LINTAS JALUR TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Bangkitan Pergerakan Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TRANSPORTRASI SEBAGAI SUATU SISTEM Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem transportasi secara menyeluruh (makro) merupakan interakasi yang saling mempengaruhi dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam perkembangan teknologi perangkat keras yang semakin maju, saat ini sudah mampu mensimulasikan fenomena alam dan membuat prediksinya. Beberapa tahun terakhir sudah

Lebih terperinci

OPTIMASI KINERJA TERMINAL PETI KEMAS KOJA MELALUI PENGADAAN TRANSFER POINT DAN PENGATURAN ALUR HEADTRUCK CHASSIS

OPTIMASI KINERJA TERMINAL PETI KEMAS KOJA MELALUI PENGADAAN TRANSFER POINT DAN PENGATURAN ALUR HEADTRUCK CHASSIS OPTIMASI KINERJA TERMINAL PETI KEMAS KOJA MELALUI PENGADAAN TRANSFER POINT DAN PENGATURAN ALUR HEADTRUCK CHASSIS Oleh: Adhitya Muakbar dan Sunaryo Abstrak Pelayanan jasa kontenerisasi semakin menjanjikan

Lebih terperinci

RENCANA JALAN TOL TENGAH DI JL. AHMAD YANI SURABAYA BUKAN MERUPAKAN SOLUSI UNTUK PENGURANGAN KEMACETAN LALU-LINTAS

RENCANA JALAN TOL TENGAH DI JL. AHMAD YANI SURABAYA BUKAN MERUPAKAN SOLUSI UNTUK PENGURANGAN KEMACETAN LALU-LINTAS RENCANA JALAN TOL TENGAH DI JL. AHMAD YANI SURABAYA BUKAN MERUPAKAN SOLUSI UNTUK PENGURANGAN KEMACETAN LALU-LINTAS DUNAT INDRATMO Teknik Sipil FTSP - ITS Telp. : (031) 8290332 ; Fax. : (031) 8292953 ;

Lebih terperinci

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan

Lebih terperinci

Pengertian Metode AHP

Pengertian Metode AHP Pengertian Metode AHP Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan

Lebih terperinci

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG Arbillah Saleh, Moh. Prima Sudarmo, Harnen Sulistio, M. Zainul Arifin Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN

I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara kepulauan, peranan pelayaran sangat penting bagi kehidupan ekonomi, sosial, pemerintahan, pertahanan/keamanan. Bidang kegiatan pelayaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Permasalahan

I. PENDAHULUAN Permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan Sedimentasi di pelabuhan merupakan permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian. Hal tersebut menjadi penting karena pelabuhan adalah unsur terpenting dari jaringan moda

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PERAWATAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES BONGKAR MUAT PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA TANJUNG PRIOK

MEMPELAJARI PERAWATAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES BONGKAR MUAT PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA TANJUNG PRIOK MEMPELAJARI PERAWATAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES BONGKAR MUAT PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA TANJUNG PRIOK Disusun Oleh: Nama : Farida Vichyntia NPM : 32411706 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing

Lebih terperinci

Besar Bobot Kejadian. Kapasitas jalan (smp/jam) Kendaraan (smp/jam)

Besar Bobot Kejadian. Kapasitas jalan (smp/jam) Kendaraan (smp/jam) Hambatan Samping Bobot Faktor Jumlah (per jam) Besar Bobot Pejalan Kaki 0,5 189 94,5 Parkir, kendaraan 1,0 271 271 berhenti Keluar-masuk 0,7 374 261,8 kendaraan Kendaraan lambat 0,4 206 82,4 Total 709,7

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Interaksi Sistem Kegiatan Dan Jaringan Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para perencana transportasi adalah sebagai berikut: 1. Memahami cara kerja

Lebih terperinci

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 1.1 Latar Belakang Sistem transportasi merupakan salah satu bagian penting bagi suatu pembangunan negara. Transportasi menjadi salah satu sektor pendukung kemajuan sistem logistik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemilihan Supplier Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan kegiatan strategis terutama apabila supplier tersebut memasok item yang kritis atau akan digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT

ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT Yandra Rahadian Perdana Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Jl. Marsda Adisucipto No. 1 Yogyakarta yrperdana@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PEMODELAN TRANSPORTASI, oleh Rahayu Sulistyorini, S.T., M.T. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI Dwi Nurul Izzhati Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang 50131 E-mail : dwinurul@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA PETI KEMAS TELUK LAMONG TANJUNG PERAK SURABAYA JAWA TIMUR

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA PETI KEMAS TELUK LAMONG TANJUNG PERAK SURABAYA JAWA TIMUR PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA PETI KEMAS TELUK LAMONG TANJUNG PERAK SURABAYA JAWA TIMUR Faris Muhammad Abdurrahim 1 Pembimbing : Andojo Wurjanto, Ph.D 2 Program Studi Sarjana Teknik Kelautan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Henriette Dorothy Titaley 1

Henriette Dorothy Titaley 1 Penggunaan Regresi untuk Memprediksi Arus Lalu Lintas Laut yang Berdampak pada Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan (Studi Kasus : Pelabuhan Yos Sudarso Ambon) Henriette Dorothy Titaley 1 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 75 ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN Dyna

Lebih terperinci

APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK

APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK Siti Komsiyah Mathematics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perencanaan Kota Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Ciri pokok dari sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bangkitan Lalulintas Penelaaan bangkitan perjalanan merupakan hal penting dalam proses perencanaan transportasi, karena dengan mengetahui bangkitan perjalanan, maka

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN PONTIANAK

ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN PONTIANAK ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN PONTIANAK Aris Purnomo 1) Slamet Widodo 2)., Komala Erwan 2) Abstrak sebagai gerbang perekonomian di Propinsi Kalimantan Barat mempunyai dermaga dan terminal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Umum Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena transportasi mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, masyarakat, pembangunan ekonomi, dan sosial

Lebih terperinci

TELEMATIKA, Vol. 06, No. 02, JANUARI, 2010, Pp ISSN X TEKNIK PERMODELAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCES (AHP) SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN

TELEMATIKA, Vol. 06, No. 02, JANUARI, 2010, Pp ISSN X TEKNIK PERMODELAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCES (AHP) SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN TELEMATIKA, Vol. 06, No. 02, JANUARI, 2010, Pp. 49 58 ISSN 1829-667X TEKNIK PERMODELAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCES (AHP) SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN Nur Heri Cahyana Jurusan Teknik Informatika UPN Veteran

Lebih terperinci

PERENCANAAN TRANSPORTASI

PERENCANAAN TRANSPORTASI SISTEM TRANPORTASI PERENCANAAN TRANSPORTASI by M. Akbar Kurdin, ST., M.Eng.Sc PENDAHULUAN 2 Perenc. Transportasi adalah suatu kegiatan perencanaan sistem transportasi yg sistematis Bertujuan menyediakan

Lebih terperinci

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA) STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA) Fajar Prasetya Rizkikurniadi, Murdjito Program Studi Transportasi Laut Jurusan Teknik

Lebih terperinci

HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA

HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA PENGUSUL Dr. Eng. NI NYOMAN PUJIANIKI, ST. MT. MEng Ir. I

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja.

BAB III METODOLOGI. Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja. 3.1 Bagan Alir Program Kerja BAB III METODOLOGI Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja. Persiapan Penyusunan Program Kerja dan Metodologi Data Sekunder Pengumpulan Data Data

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya Sistem Pendukung Keputusan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian

Lebih terperinci

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi G186 Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi Muhammad Didi Darmawan, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci