Kualitas Refined-Glyserin Hasil Samping Reaksi Transesterifikasi Minyak Sawit dengan Menggunakan Variasi Katalis
|
|
- Shinta Kurnia
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei Kualitas Refined-Glyserin Hasil Samping Reaksi Transesterifikasi Minyak Sawit dengan Menggunakan Variasi Katalis Astrilia Damayanti dan Wara Dyah Pita Rengga Prodi Teknik Kimia, Universitas Negeri Semarang Abstrak: Minyak sawit merupakan minyak nabati yang dapat mengalami proses transesterifikasi dengan alkohol untuk menghasilkan alkil ester. Jika alkohol yang digunakan adalah metanol, maka akan menghasilkan metil ester yang biasa disebut biodiesel yang ramah lingkungan. Hasil samping dari proses transesterifikasi ini adalah gliserin dalam jumlah sekitar 40% dari total produk. Gliserin merupakan senyawa yang memegang peranan penting dalam perkembangan industri obat-obatan, makanan, kosmetik, pelumas, tembakau, dll. Jika kebutuhan biodiesel meningkat, maka jumlah gliserin sebagai produk samping juga meningkat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jumlah katalis optimum dalam reaksi transesterifikasi minyak sawit, perbandingan yield gliserin terhadap katalis KOH dan NaOH, serta kualitas refined-glyserin hasil pemurnian gliserin Variabel yang divariasikan adalah katalis KOH dan NaOH dengan komposisi katalis masing-masing 0,2%; 0,4%; 0,6% dan 1,0%. Perbandingan mol minyak dan metanol adalah 6:1. Hasil penelitian didapatkan kondisi optimum katalis NaOH dan KOH untuk reaksi transesterifikasi minyak sawit dengan metanol yang menghasilkan yield metil ester terbanyak dicapai pada 0,6%. Yield gliserin terbesar pada KOH yaitu 16,75% dan yield gliserin untuk NaOH adalah 16%. Kualitas refined-glyserin hasil pemurnian gliserin untuk NaOH adalah gliserin 43,90%, 70,57%, dan 96,42%, sedangkan untuk KOH adalah gliserin 39,40%, 67,11%, dan 97,35%. Kata kunci : minyak sawit,transesterifikasi, refined-glyserin, katalis. 1. Pendahuluan Minyak sawit merupakan minyak nabati yang dapat mengalami proses transesterifikasi dengan alkohol untuk meghasilkan alkil ester. Jika alkohol yang digunakan adalah metanol, maka akan menghasilkan metil ester yang biasa disebut biodiesel yang ramah lingkungan. Hasil samping dari proses transesterifikasi ini adalah gliserin dalam jumlah sekitar 40% dari total produk. Pemanfaatan biodiesel sebagai produk utama yang semakin marak terutama digunakan sebagai pengganti bahan bakar diesel dan solar. Dengan meningkatnya kebutuhan biodiesel akan meningkatkan jumlah gliserin juga sebagai produk samping. Padahal selama ini gliserin yang sudah dipisahkan dari metil ester mempunyai kadar sekitar 35% dengan dua tahapan pada proses transestrifikasi (Agnes, 2004). Namun selama ini gliserin jarang dimurnikan, namun langsung dijual dengan harga yang murah. Jika gliserin diolah terlebih dahulu sehingga mendapatkan kemurnian minimal 97%, maka akan meningkatkan nilai jualnya. Gliserin merupakan senyawa yang memegang peranan penting dalam perkembangan industri obat-obatan, makanan, kosmetik, pelumas, tembakau, dll. Industri ini memerlukan gliserin yang murni untuk proses industrinya. Didukung oleh peranannya di beberapa sektor industri maka penelitian ini sangatlah penting karena luasnya pemakaian gliserin. Proses untuk menghasilkan gliserin adalah reaksi metanolisis atau transestrifikasi. Tahapan reaksi transesterifikasi merupakan salah satu tahapan yang penting untuk mempercepat jalannya produksi metil ester dan gliserin. Katalis yang digunakan adalah katalis basa dan asam. Katalis basa yang umum digunakan adalah potasium hidroksida (KOH), sodium hidroksida (NaOH), dan sodium metilat (NaOCH 3 ), sedangkan katalis asam adalah H 2 SO 4. Katalis yang lebih umum digunakan adalah katalis basa, karena katalis basa tidak bersifat korosif dan reaksi transesterifikasi berlangsung lebih cepat (Darmoko dan Munir, 2000).
2 44 Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010 Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jumlah katalis optimum dalam reaksi transesterifikasi minyak sawit, perbandingan yield gliserin terhadap katalis KOH dan NaOH serta mengetahui kualitas refined-glyserin hasil pemurnian gliserin. Pada penelitian ini variasi katalis basa dicoba untuk mengetahui kadar gliserin kotor dan kadar refined-glyserin setelah dimurnikan melalui beberapa tahapan penguapan dan distilasi. 2. Metode Penelitian Proses transesterifikasi terjadi dengan mereaksikan antara minyak kelapa sawit dengan metanol dan katalis dengan variasi NaOH dan KOH. Perbandingan mol minyak dan metanol yang digunakan adalah 6:1 dan katalis NaOH dan KOH masing-masing sebesar 0,2; 0,4; 0,6. dan 1%. Reaksi transesterifikasi berlangsung secara batch dengan dua tahap. Reaksi dua tahap ini bertujuan untuk meningkatkan konversi minyak menjadi metil ester dan gliserin. Minyak yang belum terkonversi pada tahap pertama akan terkonversi pada tahap kedua. Dengan demikian yield metil ester akan lebih tinggi. Waktu reaksi untuk masing-masing batch adalah 2 jam dengan pengadukan. Rangkaian alat dapat dilihat pada Gambar 1. Pada tahap pertama, minyak sawit direaksikan dengan 60% metanol dan 60% katalis pada suhu 65 o C. Kemudian dilakukan pengendapan selama 30 menit, dan gliserin I dipisahkan. Pada tahap kedua, diumpankan sisa methanol dan katalis. Suhu reaksi adalah 60 o C. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa pada tahap kedua reaktan yang direaksikan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan tahap pertama. Setelah itu dilakukan pengendapan. Metil ester yang dipisahkan disentrifuge untuk mengambil gliserin II yang masih terikut. Gliserin II yang dihasilkan kemudian ditambahkan ke dalam reaksi tahap pertama karena di dalamnya masih terdapat metanol yang belum bereaksi dan sisa katalis. Gliserin yang akan dimurnikan ditambahkan air pencuci metil ester sampai konsentrasi gliserin 35%. Air pencuci tersebut ditambahkan karena di dalamnya masih terkandung gliserin. Setelah itu dilakukan dekomposisi asam lemak dengan menggunakan HCl dan dilanjutkan dengan penetralan dengan NaOH. Ditetapkan gliserin 35% untuk memudahkan dekomposisi asam lemak dan meringankan proses pemurnian selanjutnya. Gliserin dimurnikan lagi sampai 85% menggunakan hotplate stirer dengan suhu 105 ± 5 o C. Pemurnian lebih lanjut sampai konsentrasi 97% dilakukan dalam alat distilasi dengan pemanasan bertahap. Uji karakteristik gliserin dilakukan dengan alat kromatografi gas dan massa. Analisis kandungan air dinyatakan dalam % berat. Kehadiran air dalam sampel minyak dan gliserin sangat penting karena mengindikasikan tingkat kemurnian sampel. Penentuan ph dilakukan untuk mengetahui derajat keasaman sampel gliserin. Pada ph penelitian ph gliserin yang dibutuhkan adalah ph 7. Pengukuran dilakukan dengan ph meter. Gambar 1. Proses transesterifikasi Bubble test dilakukan untuk mengetahui kecenderungan sampel membentuk buih. Analisis ini dilakukan pada distilled glyserin untuk melihat jumlah sabun yang berada dalam sampel gliserin. Banyaknya sabun akan menurunkan kualitas gliserin. Bubble test dilakukan dengan mencampurkan
3 Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei sampel dan akuades dalam gelas ukur dengan rasio 1:1., kemudian dikocok dengan kuat dan didiamkan selama satu menit. Volume yang diisi oleh buih menunjukkan banyaknya sabun yang terdapat dalam sampel. 3. Hasil dan Pembahasan Proses transesterifikasi terjadi dengan mereaksikan antara minyak kelapa sawit dengan metanol dan katalis dengan variasi NaOH dan KOH. Perbandingan mol minyak dan metanol yang digunakan adalah 6:1 dan katalis NaOH dan KOH masing-masing sebesar 0,2; 0,4; 0,6. dan 1%. Proses Transesterifikasi dilakukan dalam alat refluk pada suhu 60 0 C dengan menggunakan pengadukan selama 1 jam reaksi. Produk reaksi transesterifikasi yang setelah didiamkan kurang lebih 1 malam akan terbentuk dua lapisan, yaitu bagian atas berupa metil ester dan bagian bawah berupa gliserin. Metil ester berwarna kuning sedangkan gliserin berwarna coklat kemerahan. Produk metil ester dan gliserin dengan proses transesterifikasi pada variasi katalis yaitu NaOH dan KOH dan variasi jumlah katalis yaitu 0,2% s.d 1% (Tabel 1). Pada Tabel 1 terlihat bahwa proses transesterifikasi dengan variasi katalis NaOH menghasilkan yield metil ester yang optimum pada kadar katalis 0,6% yaitu 95,4878%, sedangkan pada variasi katalis KOH, yield tertinggi pada kadar katalis 0,6%, yaitu 96,8617%. Jika dibandingkan antara katalis NaOH dan KOH pada proses tranesterifikasi, yield metil ester tertinggi lebih baik jika menggunakan katalis KOH. Data metil ester yang paling optimum diantara kedua katalis tersebut, yaitu produk gliserin dari variasi NaOH dan KOH dengan kadar 0,6% selanjutnya diperlakukan lebih lanjut untuk dimurnikan dan ditingkatkan kualitas kadarnya menjadi gliserin dengan kualitas tinggi. Tabel 1. Data metil ester dan gliserin dengan variasi Katalis NaOH dan KOH Katalis, % berat Metil ester (%) Gliserin utama (ml) NaOH KOH NaOH KOH 0,2 92, ,7975 9,5 10 0,4 93, , ,5 15 0,6 95, , , , , ,5 14,5 Produk gliserin yang mengalami tahap pemurnian dipilih dari hasil metil ester optimum, yaitu gliserin hasil transesterifikasi variasi NaOH dan KOH dengan kadar 0,6%. Gliserin yang siap dimurnikan diharapkan 35% yaitu diambil 12 ml gliserin utama kemudian ditambahkan air pencuci sebanyak 22,286 ml sehingga volume total 34,286 ml. Warna gliserin masih berwarna kuning dengan sedikit kemerahan. Bagian gliserin utama lebih kental terletak pada bagian atas (mengapung). Gliserin 35% adalah 35% terdiri dari gliserin, sedangkan selebihnya adalah air dan pengotor. Gliserin menurut literatur harus bersifat netral. Gliserin dalam kadar 35% kemudian dicek kadar ph. Awalnya gliserin hasil tranesterifikasi dengan variasi katalis NaOH dan KOH secara berurutan adalah 9 dan 10, selanjutnya untuk menetralkan perlu penambahan HCl pekat. Gliserin 35% ph netral selanjutnya dievaporasi pada suhu 105±5 o C sambil diaduk, sampai dengan volume sekitar 14 ml. Kadar gliserin yang tadinya 35% semakin berkurang kadar airnya karena pemanasan/penguapan, sehingga harapannya menjadi gliserin 85%. Volume total gliserin semakin sedikit dan warna gliserin menjadi lebih pekat dan teksturnya juga semakin memadat. Warna gliserin dengan katalis NaOH cenderung lebih berwarna coklat kemerahan, sedangkan gliserin dengan katalis KOH cenderung coklat kekuningan.
4 46 Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010 Gliserin dengan kadar 85% selanjutnya didestilasi pada suhu tinggi. Larutan terdiri dari 3 bagian berwarna putih, kuning dan coklat tua. Warna coklat tua selanjutnya dianggap sebagai gliserin 97%, Kadar 35%, 85% maupun 97% milik gliserin selanjutnya akan dianalisis dengan GC untuk mengetahui kadar gliserin secara pasti. Kondisi operasi reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit pada penelitian ini akan memberikan produk metil ester dengan yield tertinggi terhadap jumlah katalis KOH dan NaOH yang optimum adalah 0,6%. Pada Gambar 2 terlihat bahwa proses transesterifikasi dengan variasi katalis NaOH menghasilkan yield metil ester yang optimum pada kadar katalis 0,6% yaitu 95,4878%, sedangkan pada variasi katalis KOH, yield tertinggi pada kadar katalis 0,6%, yaitu 96,8617%. Seharusnya dalam literatur, katalis NaOH 0,5% menghasilkan yield metil ester 95%. Namun karena kami menggunakan kadar katalis 0,2-1% dengan interval 0,2%, maka kadar katalis baik NaOH maupun KOH yang optimum adalah 0,6%. Perbandingan yield tertinggi antara variasi katalis proses transesterifikasi untuk NaOH dan KOH adalah tertinggi pada KOH. Pemurnian tingkat gliserin yang tinggi, gliserin melewati beberapa tahap, yaitu gliserin dengan konsentrasi 35% dan 85%. Kualitas gliserin yang dihasilkan diuji karakteristiknya. Hasil uji gliserin 35% untuk hasil transesterifikasi dengan katalias NaOH dan KOH pada konsentrasi 0,6% pada Tabel 2. Derajat keasaman dari kedua jenis gliserin awalnya 11, kemudian dinetralkan dengan HCl sampai ph 7 dan dikatakan sama yaitu netral. Hal ini sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh industri oleokimia. Derajat keasaman gliserin ditetapkan netral untuk menjaga korosi. Kandungan air sangat tergantung dari jumlah air pencuci metil ester yang ditambahkan ke dalam gliserin. Jika diinginkan gliserin dengan kadar 35% dengan kandungan air sekitar 50%. Harga % gliserin dari gliserin 35% NaOH 0,6% lebih mendekati angka 35% karena komposisi pencampuran yang lebih cepat. Warna dari gliserin 35%, kejernihan lebih diinginkan, karena kejernihan warna dari gliserin mengindikasikan sedikitnya pengotor yang terkandung dalam gliserin. KOH NaOH Gambar 2. Pengaruh jenis katalis terhadap yield metil ester Dalam hal ini gliserin 35% KOH 0,6% memberikan hasil yang lebh baik, namun hal ini tidak terlalu berpengaruh, karena sebenarnya masih dapat dilakukan proses bleaching yang dapat menjernihkan warna gliserin.
5 Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei Tabel 2. Hasil uji Karakteristik Gliserin 35% Parameter NaOH KOH ph 7 7 % H 2 O 51,26 56,60 % gliserin 43,90 39,40 Warna Kuning kejinggaan kuning Produk gliserin 35% selanjutnya dievaporasi untuk menghasilkan produk gliserin 85%. Hasil uji karakteristik dari gliserin 85% yang dikatalis NaOH dan KOH 0,6% dapat dilihat pada Tabel 3. Keasaman yang diterapkan oleh industri oleokimia adalah 7 dan derajat keasaman dari gliserin 85% yang diperoleh adalah ph netral. Konsentarsi gliserin dan kandungan air dalam gliserin tidak jauh berbeda untuk kedua jenis katalis, meskipun harga % gliserin keduanya cukup jauh dari angka 85%. Hal tersebut tidak menjadi masalah, karena konstrasi tersebut masih dapat dimurnikan tanpa membebankan kolom distilasi. Konsentrasi gliserin serta kandungan air dalam gliserin 85% sangat tergantung pada kerja proses evaporasi. Warna gliserin 85% lebih pekat daripada gliserin 35%, hal ini karena sejumlah air sudah dipisahkan dari gliserin. Tabel 3. Hasil uji karakteristik gliserin 85% Parameter NaOH KOH ph 7 7 % H 2 O 13,00 13,15 % gliserin 70,57 67,11 Warna Jingga kemerahan jingga Gliserin 97% diperoleh dari distilasi gliserin 85%. Hasil distilasi gliserin dapat dilihat pada Tabel 4. Derajat keasaman kedua gliserin 97% adalah sama yaitu, 3, hal ini menunjukkan bahwa gliserin murni yang dihasilkan kemiliki sifat keasamaan yang cukup tinggi. Kandungan air pada gliserin 97% untuk NaOH adalah 0,20% dan kandungan air untuk gliserin 9&% KOH adalah 0,23 tidak terpaut jauh. Namun menurut spesifikasi gliserin murni yang ditetapkan oleh industri oleokimia, batas air yang diperoleh adalah 0,2%. Kandungan air yang terdapat dapal gliserin 97% masih belum mencapai standar spesifikasi yang diinginkan. Hal ini dikarenakan kurangnya waktu pada awal pemisahan sehingga terdapay air yang terbawa dalam distileed gliserin (pada awal distilasi, air terlebih dahulu dikeluarkan). Kandungan sabun dalam gliserin hasil distilasi tidak ada, karena memang kadungan sabun dalam gliserin tidak diinginkan. Tabel 4. Hasil uji karakteristik gliserin 97% Parameter NaOH KOH ph 3 3 % H 2 O 0,20 0,23 % gliserin 96,42 97,35 Warna Kuning muda Kuning muda Bubble test Negatif negatif 4. Simpulan Pada reaksi transesterifikasi minyak sawit dengan metanol dan katalis basa, kondisi optimum untuk katalis NaOH dan KOH adalah 0,6% menghasilkan yield metil ester terbanyak. Yield gliserin untuk KOH dan NaOH adalah terbesar pada KOH yaitu
6 48 Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei ,75% dan yield gliserin untuk NaOH adalah 16%. Kualitas refined gliserin hasil pemurnian gliserin untuk NaOH adalah gliserin 43,90%, 70,57%, dan 96,42%, sedangkan untuk KOH adalah gliserin 39,40, 67,11%, dan 97,35%. 5. Saran Pada proses refined-glyserin belum ada kontrol untuk menentukan konsentrasi kemurnian gliserin secara tepat. Perlu distilasi frasionasi vakum supaya gliserin yang dihasilkan tidak ada bagian yang terbakar karena suhu tinggi. Daftar Pustaka Agnes K, 2004, Pengaruh transesterifikasi minyak inti kelapa sawit untuk menghasilkan metil ester dan gliserin, Skripsi, Fakultas Teknik, UI, Jakarta. Darmoko, D. dan Munir, C., 2000, Kinetics of Palm Oil Transesterification in a Batch Reactor, Department of Food Science and Human Nutrition, Agricultural Bioprocess Laboratory, University of Illinois, Urbana, Illinois Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah Produksi, Jawa Tengah. Freedmen, B., Butterfield, R.O., and Pryde E. H.,, Heyne, K Tumbuhan Berguna Indonesia II. Badan Litbag Kehutanan. Jakarta. Kusdiana, D. dan Saka, S., 2001, Biodiesel Fuel for Diesel Fuel Substitute by A Catalyst Free Supercritical Methanol, Kyoto University, Japan. Nasikin, M., Sukirno, dan Nurhayanti, W., 2004, Penggunaan Metode Netralisasi dan Pre-esterifikasi untuk Mengurangi Asam Lemak Bebas pda CPO (Crude Palm Oil) dan Pengaruhnya terhadap Yield Metilester., Jurnal Teknologi, Edisi Khusus No. 1: Ngoan, L. D., Ogle, R. B., Sarria, P., Preston, T.R., 1998, Effect of Replacing Sugar Cane Juice with African Palm Oil (Elaeis Guineensis) on Perfomance and carcass characteristics of Pigs, Swedia. Schuchardt, Ulf, Serheli, R., dan Vargas, R. M., 1997, Transesterification of Vegetable Oil, A Review, Supriyanto, 2001, Studi literatur Katalis Co, K/CeO 2 sebagai Catalytic Converter untuk Kendaraan Bermesin Diesel, Tugas Seminar, Jurusan TGP, UI. Yoedhi, B., Supriyanto, H., Syakur, R., 2001, Minyak Kelapa Sawit sebagai Pengganti Bahan Bakar Solar yang dapat Diperbaharui (Renewable) dan Ramah Lingkungan, Tugas Seminar, Universitas Indonesia,, Jakarta. Tatang dan Tirto, Riset-riset Kimia dan Teknologi Proses yang Diperlukan untuk mendukung terwujudnya indsutri biodisesel berbasais iptek di indonesia. laporan. Bandung.
Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)
Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa
Lebih terperinci4 Pembahasan Degumming
4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif
Lebih terperinciPENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)
PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR
PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Lebih terperinciMETODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel
METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)
23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi
Lebih terperinciJurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :
PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut
Lebih terperinci: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.
SKRIPSI/TUGAS AKHIR APLIKASI BAHAN BAKAR BIODIESEL M20 DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS 0,25% NaOH PADA MOTOR DIESEL S-111O Nama : Rifana NPM : 21407013 Jurusan Pembimbing : Teknik Mesin : Dr. Rr. Sri
Lebih terperinciBAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,
24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,
Lebih terperinciBab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Minyak Goreng Bekas. Minyak goreng bekas yang digunakan dalam penelitian adalah yang berasal dari minyak goreng bekas rumah tangga (MGB 1), minyak goreng
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dihindari ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu bangsa di masa sekarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN PENELITIAN
BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,
Lebih terperinciSintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011 79 Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Wara Dyah Pita Rengga & Wenny Istiani Program Studi Teknik
Lebih terperinciPROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN
PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari,Nani Wahyuni Dosen Tetap Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.
Laporan Tesis PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED Oleh : Yanatra NRP. 2309201015 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. HM. Rachimoellah, Dipl. EST
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gliserol Biodiesel dari proses transesterifikasi menghasilkan dua tahap. Fase atas berisi biodiesel dan fase bawah mengandung gliserin mentah dari 55-90% berat kemurnian [13].
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.
OPTIMASI HASIL BIODISEL BERBAHA BAKU LIMBAH KRIMER DITIJAU DARI ETRALISASI DA KOSETRASI KATALIS Dennis Fernaldes Suhendar 1, A. Ign. Kristijanto 1, Sri Hartini 1 1 Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan
Lebih terperinciPemurnian Gliserin dari Produk Samping Pembuatan Biodiesel
ISBN 978-979-3541-25-9 Pemurnian Gliserin dari Produk Samping Pembuatan Biodiesel H.N. Chamidy Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga, Bandung INDONESIA E-mail:
Lebih terperinciEsterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas
Valensi Vol. 2 No. 2, Mei 2011 (384 388) ISSN : 1978 8193 Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas Isalmi Aziz, Siti Nurbayti, Badrul Ulum Program Studi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah
Lebih terperinciPERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES
PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Achmad Hambali NIM: 12 644 024 JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
Lebih terperinciPemurnian Gliserol Dari Hasil Samping Pembuatan Biodiesel Menggunakan Bahan Baku Minyak Goreng Bekas
Pemurnian Gliserol Dari Hasil Samping Pembuatan Biodiesel Menggunakan Bahan Baku Minyak Goreng Bekas Isalmi Aziz*, Siti Nurbayti, Fira Luthfiana Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Lebih terperinciPRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP
PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak sawit mentah mempunyai nilai koefisien viskositas yang tinggi (sekitar 11-17 kali lebih tinggi dari bahan bakar diesel), sehingga tidak dapat langsung digunakan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan Kimia Dan Peralatan. 3.1.1. Bahan Kimia. Minyak goreng bekas ini di dapatkan dari minyak hasil penggorengan rumah tangga (MGB 1), bekas warung tenda (MGB 2), dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada beberapa dekade terakhir ini, konsumsi bahan bakar fosil seperti minyak bumi terus mengalami kenaikan. Hal itu dikarenakan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN
Tugas Akhir / 28 Januari 2014 PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN IBNU MUHARIAWAN R. / 1409100046
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010
PEMBUATAN BIODIESEL Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu 109096000004 Kelompok : 7 (tujuh) Anggota kelompok : Dita Apriliana Fathonah Nur Anggraini M. Rafi Hudzaifah Tita Lia Purnamasari Tanggal : 27
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan
Lebih terperinciTransesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi
Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,
Lebih terperinciKinetika Reaksi Transesterifikasi CPO terhadap Produk Metil Palmitat dalam Reaktor Tumpak
Kinetika Reaksi Transesterifikasi CPO terhadap Produk Metil Palmitat dalam Reaktor Tumpak Tania Surya Utami, Rita Arbianti, Doddy Nurhasman Departemen Teknik Kimia,Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang (Soerawidjaja,
Lebih terperinciLAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED
LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA Oleh : M Isa Anshary 2309 106
Lebih terperinciKarakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil. Oleh : Riswan Akbar ( )
Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil Oleh : Riswan Akbar (4207 100 091) Latar Belakang Terjadinya krisis energi, khususnya bahan bakar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi. Jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku
Lebih terperinciPerbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan
Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Tania S. Utami *), Rita Arbianti, Heri Hermansyah, Wiwik H., dan Desti A. Departemen Teknik
Lebih terperinciMETANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR
Jurnal Rekayasa Produk dan Proses Kimia JRPPK 2015,1/ISSN (dalam pengurusan) - Astriana, p.6-10. Berkas: 07-05-2015 Ditelaah: 19-05-2015 DITERIMA: 27-05-2015 Yulia Astriana 1 dan Rizka Afrilia 2 1 Jurusan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permintaan energi global sedang meningkat sebagai hasil dari prtumbuhan dari populasi, industri serta peningkatan penggunaan alat transportasi [1], Bahan bakar minyak
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,
Lebih terperinciESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]
MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] Disusun oleh: Lia Priscilla Dr. Tirto Prakoso Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI
Lebih terperincilebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bahan bakar minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di berbagai negara. Tingkat kebutuhan manusia akan bahan bakar seiring meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat cadangan sumber minyak bumi nasional semakin menipis, sementara konsumsi energi untuk bahan bakar semakin meningkat. Maka kami melakukan penelitian-penelitian
Lebih terperinciPENGARUH STIR WASHING
PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Dyah Ayu R. (2305100023), Ali Zibbeni (2305100104) Pembimbing
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU
LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISIS GCMS Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO Dari perhitungan, maka diperoleh berat molekul rata-rata FFA CPO sebesar 272,30
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG
JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG Yuli Ristianingsih, Nurul Hidayah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jarak. Minyak jarak sendiri memiliki karakteristik seperti Densitas, Viskositas, Flash
Lebih terperinciPADITIF PENINGKAT ANGKA SETANA BAHAN BAKAR SOLAR YANG DISINTESIS DARI MINYAK KELAPA
MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 2002 PADITIF PENINGKAT ANGKA SETANA BAHAN BAKAR SOLAR YANG DISINTESIS DARI MINYAK KELAPA M. Nasikin, Rita Arbianti dan Abdul Azis Jurusan Teknik Gas dan Petrokimia,
Lebih terperinciBab III Metode Penelitian
Bab III Metode Penelitian Metode yang akan digunakan untuk pembuatan monogliserida dalam penelitian ini adalah rute gliserolisis trigliserida. Sebagai sumber literatur utama mengacu kepada metoda konvensional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Industri Kimia Banyak proses kimia yang melibatkan larutan homogen untuk meningkatkan laju reaksi. Namun, sebagian besar pelarut yang digunakan untuk reaksi adalah
Lebih terperinciBab III Pelaksanaan Penelitian
Bab III Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas transesterifikasi in situ pada ampas kelapa. Penelitian dilakukan 2 tahap terdiri dari penelitian pendahuluan dan
Lebih terperinciPENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN
PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN DESY TRI KUSUMANINGTYAS (1409 100 060) Dosen Pembimbing
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan untuk mengatasi masalah kekurangan sumber energi akibat cadangan sumber energi fosil yang semakin
Lebih terperinciPembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)
Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Dipresentasikan oleh : 1. Jaharani (2310100061) 2. Nasichah (2310100120) Laboratorium
Lebih terperinciBAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif
BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kebutuhan Daya Static Mixing Reactor Alat penelitian dirancang dan dibangun tanpa perhitungan rancangan struktural yang rinci. Meskipun demikian, perhitungan lebih rinci untuk
Lebih terperinciKata Kunci: asam lemak bebas(alb), netralisasi, pre-esterifikasi, transesterifikasi, CPO
Penggunaan Metode Netralisasi dan Pre-esterifikasi untuk Mengurangi Asam Lemak Bebas pada CPO (Crude Palm Oil) dan Pengaruhnya terhadap Yield Metilester M. Nasikin, Sukirno dan W.Nurhayanti Program Studi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak
Lebih terperinciIII. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan
III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat Peralatan yang digunakan untuk memproduksi MESA adalah Single Tube Falling Film Reactor (STFR). Gambar STFR dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk menganalisis tegangan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Lebih terperinciPembuatan Biodiesel Berbahan Baku CPO Menggunakan Reaktor Sentrifugal dengan Variasi Rasio Umpan dan Komposisi Katalis
Pembuatan Biodiesel Berbahan Baku CPO Menggunakan Reaktor Sentrifugal dengan Variasi Rasio Umpan dan Komposisi Katalis Ardago Lengga Muda Siregar 1, Idral 2, Zultiniar 2 1 Program Studi Teknik Kimia, Fakultas
Lebih terperinciOleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Biodiesel adalah bahan bakar yang dapat diperbaharui yang dibuat
Lebih terperinciLAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)
LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi Berat Mikroalga Kering (gr) Volume Pelarut n-heksana Berat minyak (gr) Rendemen (%) 1. 7821 3912 2. 8029 4023 20 120 3. 8431
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Proses pembuatan MCT dapat melalui dua reaksi. Menurut Hartman dkk (1989), trigliserida dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi asam lemak kaprat/kaprilat
Lebih terperinciGambar 7 Desain peralatan penelitian
21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah
Lebih terperinciFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia ABSTRACT
ESTERIFIKASI MINYAK GORENG BEKAS DENGAN KATALIS H 2 SO 4 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS CaO DARI CANGKANG KERANG DARAH: VARIASI KONDISI ESTERIFIKASI Apriani Sartika 1, Nurhayati 2, Muhdarina 2 1
Lebih terperinciBahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas
BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Minyak Sawit Sebagai Bahan Baku Biodiesel Tanaman sawit (Elaeis guineensis jacquin) merupakan tanaman yang berasal dari afrika selatan. Tanaman ini merupakan tanaman
Lebih terperinciOleh : PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF)
PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF) Oleh : Irma Ayu Ikayulita 2308 030 034 Yudit Ismalasari 2308 030 058 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Soeprijanto,
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN PENELITIAN
BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian Surfaktan methyl ester sulfonat (MES) dibuat melalui beberapa tahap. Tahapan pembuatan surfaktan MES adalah 1) Sulfonasi ester metil untuk menghasilkan
Lebih terperinciReaksi Transesterifikasi Multitahap-Temperatur tak Seragam untuk Pengurangan Kadar Gliserol Terikat
PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 Reaksi Transesterifikasi Multitahap-Temperatur tak Seragam untuk Pengurangan Kadar Gliserol Terikat Tirto Prakoso, Tatang H Soerawidjaja
Lebih terperinciLAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH
LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH DISUSUN OLEH : AGUSTIAWAN 0610 4041 1381 ANJAR EKO SAPUTRO 0610 4041 1382 NURUL KHOLIDAH 0610 4041 1393 RAMANTA 0610 4041 1395
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar. Hal ini dikarenakan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus
Lebih terperinciLAMPIRAN A. Pembuatan pelumas..., Yasir Sulaeman Kuwier, FT UI, 2010.
LAMPIRAN A Transesterifikasi Transesterifikasi ini merupakan tahap awal pembuatan pelumas bio dengan mereaksikan minyak kelapa sawit dengan metanol dengan bantuan katalis NaOH. Transesterifikasi ini bertujuan
Lebih terperinciBAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI
BAB 2 DASAR TEORI Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diproduksi dari sumber nabati yang dapat diperbaharui untuk digunakan di mesin diesel. Biodiesel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Silika merupakan unsur kedua terbesar pada lapisan kerak bumi setelah oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai dari jaringan
Lebih terperinciHasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping produksi biodiesel dari minyak goreng 1 kali penggorengan, pemurnian gliserol
Lebih terperinciAPLIKASI PENGGUNAAN BIODIESEL ( B15 ) PADA MOTOR DIESEL TIPE RD-65 MENGGUNAKAN BAHAN BAKU MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS NaOH 0,6 %
APLIKASI PENGGUNAAN BIODIESEL ( B15 ) PADA MOTOR DIESEL TIPE RD-65 MENGGUNAKAN BAHAN BAKU MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS NaOH 0,6 % Oleh : Eko Deviyanto Dosen Pembimbing : Dr.Rr. Sri Poernomosari Sari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketertarikan dunia industri terhadap bahan baku proses yang bersifat biobased mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pesat ini merujuk kepada karakteristik bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang berimbas pada kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin
Lebih terperinciOleh : Wahyu Jayanto Dosen Pembimbing : Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.
ANALISIS KONSUMSI BAHAN BAKAR BIODIESEL B25 BERASAL DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS NaOH 0.5% TERHADAP SOLAR PADA MESIN DIESEL TIPE RD 65 T Oleh : Wahyu Jayanto Dosen Pembimbing : Dr. Rr. Sri Poernomo
Lebih terperinciPERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS
PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera
Lebih terperinciPEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS
Skripsi TK - 091383 PEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS Oleh : SUHADAK NASRULLAH NRP. 2311 105 002 ALFIN BARIK NRP. 2311 105 003 Dosen Pembimbing : Siti Zullaikah, ST. MT.
Lebih terperinciPenggunaan Zeolit Alam sebagai Katalis dalam Pembuatan Biodiesel
Penggunaan Zeolit Alam sebagai Katalis dalam Pembuatan Biodiesel Isalmi Aziz, Siti Nurbayti, Arif Rahman Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta emi_uin@yahoo.co.id
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada
Lebih terperinci