PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten)"

Transkripsi

1 PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten) Skripsi FITRIA MAHMUDAH I JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

2 PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten) Skripsi Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik FITRIA MAHMUDAH I JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 i

3

4

5 SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UNS yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Fitria Mahmudah NIM : I Judul TA : Perancangan Alat Bantu Aktivitas Bongkar Pupuk Berdasarkan Kajian Ergonomi (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten) Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun tidak mencontoh atau melakukan plagiat dari karya tulis orang lain. Jika terbukti Tugas Akhir yang saya susun mencontoh atau melakukan plagiat dari karya orang lain maka Tugas Akhir yang saya susun dapat dinyatakan batal dan gelar Sarjana yang saya peroleh dengan sendirinya dibatalkan atau dicabut. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila di kemudian hari terbukti melakukan kebohongan maka saya sanggup menanggung segala konsekuensinya. Surakarta, 15 Juni 2011 Fitria Mahmudah I iv

6 SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UNS yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Fitria Mahmudah NIM : I Judul TA : Perancangan Alat Bantu Aktivitas Bongkar Pupuk Berdasarkan Kajian Ergonomi (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten) Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun sebagai syarat lulus Sarjana S1 disusun secara bersama-sama dengan Pembimbing 1 dan Pembimbing 2. Bersamaan dengan syarat pernyataan ini bahwa hasil penelitian dari Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun bersedia digunakan untuk publikasi dari prooceding, jurnal, atau media penerbit lainnya baik di tingkat nasional maupun internasional sebagaimana mestinya yang merupakan bagian dari publikasi karya ilmiah. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya Surakarta, 15 Juni 2011 Fitria Mahmudah I v

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, Al Amin suri tauladan kita yang mengajarkan kebenaran dan kebaikan. Pada kesempatan yang sangat baik ini, dengan segenap kerendahan hati dan rasa yang setulus-tulusnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Kusno Adi Sambowo, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Dr. Cucuk Nur Rosyidi, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Irwan Iftadi, ST, M.Eng. dan Ibu Rahmaniyah Dwi Astuti, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dalam memberikan pengarahan, bimbingan, dan perbaikan selama penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Fakhrina Fahma, STP, M.T. dan Bapak Yusuf Priyandari, S.T., M.T. selaku dosen penguji yang berkenan memberikan saran dan perbaikan terhadap skripsi ini. 5. Ibu Bapak tercinta dan kedua adikku tersayang, terima kasih atas setiap doa yang terucap, kasih sayang yang tercurah, dan dukungan yang melimpah selama ini. 6. Para staff dan karyawan Jurusan Teknik Industri, atas segala kesabaran dan pengertiannya dalam memberikan bantuan dan fasilitas demi kelancaran penyelesaian skripsi ini. 7. Yunedi Ariyanto, seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Terima kasih atas waktu, nasihat, kasih sayang, semangat, perhatian, dan dukungannya selama ini. 8. Teman-teman seperjuangan Teknik Industri angkatan 2007 Reguler dan Nonreguler yang telah bersama-sama berjuang dalam menyelesaikan vi

8 studi Strata 1. Semoga persahabatan kita selalu terjaga dalam ikatan ukhuwah yang indah. 9. Teman-teman Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi, terima kasih atas kebersamaannya selama ini. 10. Teman-teman kos Tsabita atas kebersamaan dan dukungannya selama ini 11. Seluruh pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas segala bimbingan, bantuan, kritik, dan saran dalam penyusunan tugas akhir ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa maupun siapa saja yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dengan senang hati dan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun. Surakarta, 15 Juni 2011 Penulis vii

9 ABSTRAK Fitria Mahmudah, NIM: I , PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI (Studi Kasus : UD. Karya Tani, Pedan, Klaten). Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Juni Saat ini, aktivitas bongkar pupuk di UD. Karya Tani dilakukan tanpa menggunakan alat bantu dengan cara pekerja memanggul pupuk seberat 50 kilogram dalam posisi punggung membungkuk, tangan tertarik ke belakang, dan leher fleksi dengan jarak pengangkutan kurang lebih tujuh meter. Rata-rata beban angkat yang dikenakan pada satu orang pekerja sebanyak empat ton per hari, sehingga pekerja bongkar pupuk harus mengulangi aktivitas pengangkatan dan pengangkutan pupuk sebanyak 80 kali setiap hari. Kegiatan yang berulang dengan beban angkut yang berat berpotensi besar menyebabkan kelelahan kerja dan keluhan musculoskeletal. Berdasarkan permasalahan yang timbul, perlu adanya perbaikan aktivitas bongkar pupuk dengan merancang alat bantu yang bertujuan untuk memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik pekerja. Tahapan dalam perancangan alat bantu aktivitas bongkar pupuk ini terdiri dari penjabaran kebutuhan peracangan, pengembangan ide perancangan yang dilakukan dengan mengadopsi dan memodifikasi beberapa tahapan metode Cross (metode rasional), penentuan dimensi alat bantu berdasarkan anthropometri, penentuan spesifikasi perancangan, perhitungan mekanika teknik, dan validasi rancangan alat bantu yang dilakukan dengan dua cara, yaitu penilaian level resiko postur kerja metode RULA dan penilaian beban kerja fisik pekerja. Hasil akhir dari penelitian ini adalah rancangan lift table sebagai alat bantu untuk mempermudah aktivitas bongkar pupuk yang mampu menurunkan level resiko postur kerja, yaitu terjadi penurunan skor akhir RULA. Sebelum perancangan alat bantu, keempat fase gerakan bongkar pupuk memiliki skor akhir RULA sebesar 7 yang berarti memiliki level resiko tinggi, sedangkan skor akhir RULA setelah perancangan adalah 3 untuk fase gerakan pertama sampai ketiga dan 4 untuk fase gerakan keempat yang berarti memiliki level resiko kecil atau aman. Selain itu, penggunaan lift table pada proses bongkar pupuk mampu menurunkan beban kerja fisik pekerja, yaitu terjadi penurunan rata-rata konsumsi energi pekerja dari sebesar 5.43 kkal/menit sebelum perancangan menjadi 4.60 kkal/menit setelah perancangan. Kata Kunci: aktivitas bongkar pupuk, postur kerja, beban kerja fisik, lift table xxi halaman; 34 tabel; 38 gambar; 5 lampiran; daftar pustaka: 15 ( ).

10 ABSTRACT Fitria Mahmudah, NIM: I , TOOL DESIGN OF FERTILIZER UNLOADING ACTIVITY BASED ON ERGONOMIC STUDY (Case Study: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten). Thesis. Surakarta: Industrial Engineering Department Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, June Nowadays, fertilizer unloading activitiy at UD. Karya Tani done without using tools by workers carrying heavy as 50 kilograms of fertilizer in a position backs bent, arms pulled back, and neck flexion with the transport distance of approximately seven meters. Average load which imposed on single worker as much as four tons per day, so every worker has to repeat the fertilizer unloading activity as much as 80 times every day. Repetitive lifting with heavy load potentially causes fatigue and musculoskeletal disorders. Based on the problems that arise, necessary to improve fertilizer unloading activity by designing a tool which aims to improve working posture and reduce physical workload of workers. Stages in the tool design of fertilizer unloading activity consists of identifying needs, ideas developments was organized by adopting and modifying Cross method ( rasional method ), determination dimensions of a tool based on anthropometry, determination of design specification, engineering mechanics calculation, and design tool validation which done in two ways, namely evaluation the risk level of of working posture by RULA method and physical workload assessment. The output of this research is lift a table as a tool to facilitate fertilizer unloading activity which can lower the risk level of the working posture, that is happen decreasing final score RULA. Before design tool, the final score of four phases fertilizer unloading activity is 7, which means having a high risk level, while the final score RULA after design is 3 for the first until the third phase of fertilizer unloading activity and 4 for the fourth phase of fertilizer unloading activity, which means having a small level of risk or safe. In addition, using lift table in fertilizer unloading activity can reduce the physical load of workers, namely a decline in average energy consumption of the workers at 5:43 kcal / min before the design becomes 4.60 kcal / min after design. Key words: fertilizer unloading activity, working posture, physical workload, lift table xxi pages; 34 tables; 38 figures; 5 appendixes; Bibliography: 15 ( ).

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR VALIDASI SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Batasan Masalah 1.6 Asumsi Asumsi 1.7 Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Perusahaan Proses Bongkar Muat Pupuk di UD. Karya Tani 2.2 Pengertian Ergonomi 2.3 Manual Material Handling Rekomendasi Beban yang Boleh Diangkat Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manual Material Handling Faktor Resiko Kecelakaan Manual Material Handling Penanganan commit Resiko to Kerja user Manual Material Handling i ii iii iv v vi viii ix x xiv xvi xviii I - 1 I - 1 I - 3 I - 4 I - 4 I - 4 I - 4 I - 5 II - 1 II - 1 II - 1 II - 2 II - 3 II - 4 II - 6 II - 7 II - 8 x

12 BAB III 2.4 Antropometri Faktor Penyebab Variabilitas Ukuran Tubuh Manusia Data Anthropometri dan Cara Pengukurannya Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan Produk Aplikasi Distribusi Normal dan Persentil dalam Penetapan Data Anthropometri 2.5 RULA (Rapid Upper Limb Assessment) 2.6 Penilaian Beban Kerja Fisik 2.7 Perancangan Dengan Metode Rasional Penjelasan Tujuan (Clarifying Objectives) Penetapan Fungsi (Establishing Function) Spesifiksi Kinerja (Performance Specification) 2.8 Mekanika Konstruksi Statika Gaya Kekuatan Material 2.9 Penelitian Sebelumnya METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Identifikasi Awal Observasi Lapangan Studi Pustaka Wawancara Dokumentasi Postur Kerja Awal 3.2 Penilaian Level Resiko Postur Kerja Awal 3.3 Penilaian Beban Kerja Fisik Awal Pengukuran Kecepatan Denyut Jantung Perhitungan Denyut Jantung Perhitungan Konsumsi Energi 3.4 Perancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk Penyusunan Konsep Perancangan Data Anthropometri commit to Pekerja user xi II - 8 II - 9 II - 10 II - 11 II - 14 II - 15 II - 21 II - 24 II - 24 II - 25 II - 25 II - 25 II - 25 II - 27 II - 29 II - 30 III - 1 III - 2 III - 2 III - 2 III - 3 III - 3 III - 3 III - 4 III - 4 III - 4 III - 4 III - 4 III - 5 III - 6

13 BAB IV BAB V Perhitungan Persentil Penentuan Spesifikasi Perancangan Perhitungan Mekanika Teknik 3.5 Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk Penilaian Level Resiko Postur Kerja Setelah Perancangan Penilaian Beban Kerja Fisik Setelah Perancangan 3.6 Analisis dan Interpretasi Hasil 3.7 Kesimpulan dan Saran PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Identifikasi Awal Data Kualitatif Dokumentasi Postur Kerja Awal 4.2 Penilaian Level Resiko Postur Kerja Awal dengan Metode RULA 4.3 Penilaian Beban Kerja Fisik Awal Perhitungan Denyut Jantung Perhitungan Konsumsi Energi 4.4 Tahap Perancangan Penyusunan Konsep Perancangan Penentuan dan Pengumpulan Data Dimensi Anthropometri Perhitungan Persentil Penentuan Spesifikasi Perancangan Perhitungan Mekanika Teknik 4.5 Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk Penilaian Level Resiko Metode RULA Setelah Perancangan Perhitungan Konsumsi Energi Setelah Perncangan ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL 5.1 Analisis Kondisi Awal 5.2 Analisis Rancangan commit Lift Table to user xii III - 6 III - 7 III - 8 III - 8 III - 9 III - 9 III - 9 III - 9 IV - 1 IV - 1 IV - 1 IV - 3 IV - 4 IV - 17 IV - 17 IV - 18 IV - 19 IV - 19 IV - 25 IV - 26 IV - 27 IV - 34 IV - 48 IV - 48 IV - 52 V - 1 V - 1 V - 3

14 BAB VI Analisis Penentuan Dimensi Rancangan Lift Table Analisis Mekanika Teknik 5.3 Analisis Perbandingan Kondisi Awal dan Setelah Perancangan 5.4 Analisis Penggunaan Lift Table Hasil Rancangan di UD. Karya Tani KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 6.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN V - 3 V - 4 V - 5 V - 7 VI - 1 VI - 1 VI - 1 xiii

15 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 2.10 Tabel 2.11 Tabel 2.12 Tabel 2.13 Tabel 2.14 Tabel 2.15 Tabel 2.16 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tindakan yang Harus Dilakukan Sesuai Dengan Batas Angkatnya Tindakan yang Sesuai Dengan Batas Angkatnya Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal Skor Bagian Upper Arm Skor Bagian Lower Arm Skor Bagian Wrist Skor Grup A Skor Bagian Neck Skor Bagian Trunk Skor Bagian Legs Skor Grup B Tabel RULA Skor C Tabel Kategori Tindakan Berdasarkan Skor C Klasifikasi Beban Kerja Fisik Rumus Perhitungan Momen Penahan untuk Beberapa Geometri Melintang Material Rumus Perhitungan Momen Penahan untuk Beberapa Geometri Melintang Material (Lanjutan) Atribut Kegiatan Manual Material Handling Rekapitulasi Keluhan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk Rekapitulasi Keinginan Pekerja Fase-Fase Gerakan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk Fase-Fase Gerakan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk (Lanjutan) Skor Grup A untuk Fase Gerakan 1 Skor Grup B untuk commit Fase Gerakan to user 1 xiv II-4 II-5 II-15 II-16 II-17 II-17 II-18 II-18 II-19 II-19 II-19 II-21 II-21 II-22 II-29 II-29 IV-1 IV-2 IV-2 IV-3 IV-4 IV-6 IV-7

16 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15 Tabel 4.16 Tabel 4.17 Tabel 4.18 Tabel 4.19 Tabel 4.20 Tabel 4.21 Tabel 4.22 Tabel 4.23 Tabel 4.24 Tabel 4.25 Tabel 4.26 Tabel 4.27 Tabel 4.28 Tabel 4.29 Tabel 4.30 Tabel 4.31 Tabel 4.32 Tabel 4.33 Tabel 4.34 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 1 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 2 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 2 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 2 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 3 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 3 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 3 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 4 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 4 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 4 Level Resiko Tiap Tiap Fase Gerakan Rekapitulasi Pengumpulan Data Kecepatan Denyut Jantung Konsumsi Energi Aktivitas Bongkar Pupuk Ringkasan Keluhan Pekerja dan Penyebabnya Penjabaran Kebutuhan Perancangan Spesifikasi Kinerja Perancangan Lift Table Fungsi Dimensi Anthropometri Fungsi Dimensi Anthropometri (Lanjutan) Rekapitulasi Data Anthropometri Pekerja Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentil Data Anthropometri Rekapitulasi Hasil Perhitungan Dimensi Lift Table Level Resiko Tiap Fase Gerakan Bongkar Pupuk Setelah Perancangan Skor Grup A untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan Skor Grup B untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan Skor Grup C untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan Rekapitulasi Data Kecepatan Denyut Jantung Setelah Perancangan Konsumsi Energi Aktivitas Bongkar Pupuk Setelah Perancangan xv IV-7 IV-9 IV-10 IV-10 IV-12 IV-13 IV-13 IV-15 IV-16 IV-16 IV-17 IV-17 IV-18 IV-20 IV-20 IV-25 IV-25 IV-26 IV-26 IV-26 IV-30 IV-49 IV-50 IV-51 IV-52 IV-52 IV-53

17 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 3.1 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Anthropometri untuk Perancangan produk atau Fasilitas Distribusi Normal yang Mengakomodasi 95% Populasi Postur Tubuh Bagian Upper Arm Postur Tubuh Bagian Lower Arm Postur Tubuh Bagian Wrist Postur Tubuh Bagian Neck Postur Tubuh Bagian Trunk Sistem Penilaian RULA Tumpuan Rol Tumpuan Sendi Tumpuan Jepit Sketsa Prinsip Statika Keseimbangan Sketsa Shearing Force Diagram Sketsa Normal Force Sketsa Momen Bending Metodologi Penelitian Sudut Postur Kerja Saat Menempatkan Beban ke Punggung Sudut Postur Kerja Saat Memindahkan Tumpuan Beban dari Bak Truk ke Punggung Sudut Postur Kerja Saat Mengangkut Beban Berjalan Menuju Gudang Sudut Postur Kerja Saat Melepaskan Beban dari Punggung Penjelasan Tujuan Perancangan Fungsi Umum Perancangan Sub Fungsi Pengaturan Pegangan Lift Table Sub Fungsi Pengaturan Ukuran Landasan Lift Table Sub Fungsi Kekuatan Landasan Penopang Beban Sub Fungsi Akses commit Kemudahan to user Penggunaan Lift Table xvi II-12 II-14 II-16 II-17 II-17 II-18 II-19 II-20 II-26 II-26 II-27 II-28 II-28 II-28 II-29 III-1 IV-5 IV-8 IV-11 IV-14 IV-21 IV-22 IV-22 IV-23 IV-23 IV-24

18 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20 Gambar 4.21 Gambar 4.22 Gambar 4.23 Gambar 4.24 Gambar 4.25 Gambar 4.26 Gambar 4.27 Gambar 4.28 Gambar 4.29 Gambar 4.30 Gambar 4.31 Gambar 4.32 Gambar 4.33 Gambar 4.34 Gambar 4.35 Gambar 4.36 Gambar 4.37 Gambar 4.38 Sub Fungsi Jumlah Pemberian Roda pada Lift Table Gambar 3D Hasil Rancangan Lift Table Posisi Normal Gambar 3D Hasil Rancangan Lift Table dengan Adjustment Ketinggian Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Atas Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Samping Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Depan Gambar 3D Rangka Atas Gambar 2D Rangka Atas Tampak Atas Gambar 2D Rangka Atas Tampak Samping Gambar Diagram Benda Bebas Rangka Atas Penampang Melintang Profil Rangka Atas Gambar 3D Batang Penopang Sisi Kiri Gambar 2D Batang Penopang Sisi Kiri Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kiri 35 0 Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kiri 90 0 Diagram Gaya Geser Rangka Tengah Sisi Kiri 90 0 Diagram Momen Lentur Rangka Tengah Sisi Kiri 90 0 Gambar 2D Batang Penopang Sisi Kanan Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kanan 35 0 Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kanan 90 0 Diagram Gaya Geser Rangka Tengah Sisi Kanan 90 0 Diagram Momen Lentur Rangka Tengah Sisi Kanan 90 0 Penampang Pipa Rangka Tengah Lift Table Gambar 3D Rangka Bawah Gambar 2D Rangka Bawah Tampak Atas Diagram Benda Bebas Rangka Bawah Penampang Melintng Besi Profil Rangka Bawah Sudut postur Kerja Peletakkan Pupuk Pada Lift Table Posisi Normal xvii IV-24 IV-32 IV-33 IV-33 IV-33 IV-34 IV-34 IV-35 IV-35 IV-36 IV-37 IV-38 IV-38 IV-39 IV-39 IV-41 IV-41 IV-41 IV-42 IV-42 IV-44 IV-44 IV-44 IV-45 IV-46 IV-46 IV-48 IV-49

19 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.1 Lampiran 1.2 Lampiran 1.3 Lampiran 2.1 Lampiran 2.2 Data Pekerja Daftar Pertanyaan Studi Lapangan Perhitungan RULA Setelah Perancangan Karakteristik Baja Konstruksi Umum Menurut DIN Batas Tegangan Baja yang Diperkenankan L - 2 L - 2 L - 3 L - 8 L - 9 xviii

20 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah yang akan diangkat, tujuan, dan manfaat dari penelitian. Selanjutnya diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi yang digunakan dalam membahas permasalahan, dan sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian ini. 1.1 Latar Belakang Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan terutama pada kegiatan penanganan material secara manual. Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan penanganan material bukanlah tanpa sebab, penanganan material secara manual memiliki suatu keuntungan, yaitu fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan beban pada ruang terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan. Namun, pemindahan material secara manual apabila tidak dilakukan secara ergonomis akan menimbulkan kecelakaan dalam industri yang dikenal sebagai over exertion-lifting and carrying, yaitu kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh beban angkat yang berlebihan (Nurmianto, 2005). Pencegahan timbulnya kecelakaan industri tidak lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja dalam rangka efektivitas dan efisiensi kerja (Bridger, 1995). Ergonomi merupakan suatu ilmu yang berusaha untuk menyerasikan alat, cara, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan dan keterbatasan manusia. Dengan bekerja secara ergonomis maka diperoleh rasa nyaman dalam bekerja, terhindar dari kelelahan otot, mengurangi gerakan dan upaya yang tidak perlu serta upaya melaksanakan pekerjaan menjadi sekecil-kecilnya dengan hasil yang sebesar-besarnya (Sudjana, 2006). Salah satu contoh kegiatan yang perlu dilakukan secara ergonomis untuk mencegah potensi terjadinya kecelakaan kerja adalah proses pemindahan pupuk. UD. Karya Tani adalah pengecer resmi pupuk urea bersubsidi merk Pusri dan Kujang untuk lima kelurahan di Kecamatan Pedan, yaitu Kelurahan Keden, Beji, Bendo, Temuwangi, dan Jetis Wetan. Selain sebagai pengecer resmi pupuk, UD. Karya Tani memiliki bidang commit usaha to user penjualan benih dan obat-obatan I-1

21 pertanian. Jumlah pekerja yang dimiliki UD. Kaya Tani sebanyak tiga orang yang memiliki tugas melakukan pengangkatan serta pengangkutan pupuk. Kegiatan utama yang dilakukan di UD. Karya Tani ada dua, yaitu kegiatan bongkar dan muat pupuk. Kegiatan bongkar pupuk adalah kegiatan penurunan pupuk dari truk menuju gudang UD. Karya Tani yang dilakukan ketika pihak distributor pupuk mengirimkan pupuk ke UD. Karya Tani, sedangkan kegiatan muat adalah pendistribusian pupuk dari gudang UD. Karya Tani ke tujuh kelompok tani di Kelurahan Keden, Beji, Bendo, Temuwangi, dan Jetis Wetan. Akan tetapi, penelitian ini hanya difokuskan pada satu kegiatan, yaitu kegiatan bongkar pupuk. Kegiatan bongkar pupuk di UD. Karya Tani masih dilakukan secara manual dengan cara memanggul pupuk seberat 50 kg dalam posisi punggung membungkuk, tangan tertarik ke belakang, dan leher fleksi dengan jarak pengangkutan kurang lebih tujuh meter. Kegiatan bongkar pupuk dilakukan hampir setiap hari di musim tanam padi oleh tiga orang pekerja dengan kuantitas bongkar pupuk per harinya rata-rata sebanyak 12 ton pupuk. Apabila rata-rata per hari kegiatan bongkar pupuk sebanyak 12 ton, maka beban angkat yang dikenakan pada satu orang pekerja adalah empat ton dengan frekuensi 80 kali pengangkatan per hari. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan melalui teknik wawancara kepada tiga pekerja didapatkan informasi mengenai keluhan fisik yang dialami pekerja bongkar pupuk. Para pekerja sering mengalami keluhan nyeri pada leher bagian atas dan bawah, bahu, lengan, pinggang, dan punggung. Hasil wawancara tersebut mengindikasikan bahwa kemungkinan besar pekerja mengalami keluhan musculoskeletal pada tubuh bagian atas yang disebabkan sikap dan kondisi kerja yang kurang ergonomis. Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagianbagian otot skeletal yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang, dan otot-otot bagian bawah mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon yang disebut dengan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem musculoskeletal (Chaffin, et.al, 1984). I-2

22 Berdasarkan daerah keluhan musculoskeletal yang dialami pekerja, maka analisis postur kerja yang digunakan adalah metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment). RULA merupakan suatu metode penilaian postur kerja untuk menginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian atas (McAtamney and Corlett, 1993). Metode ini dipilih karena menyediakan sebuah perhitungan tingkat beban musculoskeletal di dalam sebuah pekerjaan yang memiliki resiko pada bagian tubuh dari perut, pinggang hingga leher atau anggota badan bagian atas. Perhitungan skor akhir metode RULA menunjukkan bahwa postur kerja saat melakukan aktivitas pengangkatan pupuk dari bak truk, mengangkut pupuk berjalan menuju gudang, dan meletakkan pupuk di gudang termasuk dalam level resiko tinggi dengan skor RULA masing-masing sebesar tujuh sehingga diperlukan tindakan sekarang juga (mendesak) untuk memperbaiki postur kerja. Ditinjau dari beban kerja, aktivitas bongkar pupuk termasuk dalam kategori faktor resiko high force dan high repetition yang akan meningkatkan resiko keluhan rasa nyeri pada tulang belakang (MFL Occupational Health Centre, 2003). Hal tersebut disebabkan aktivitas bongkar pupuk di UD. Karya Tani mengharuskan pekerja mengangkat dan mengangkut beban yang berat secara berulang-ulang menggunakan anggota badan atau kelompok otot yang sama. M.G. Stevenson (1987) dalam Nurminto (2005) menyatakan bahwa kelelahan kerja akibat dari repetitive lifting dapat menyebabkan Cumulative Trauma Injuries atau Repetitive Strain Injuries. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan perancangan alat bantu aktivitas bongkar pupuk sehingga mampu mengurangi penggunaan tenaga yang berlebihan dalam menyelesaikan pekerjaan dan memperbaiki postur kerja. Perancangan alat bantu ini menggunakan prinsip ergonomi, yaitu melalui pendekatan anthropometri pekerja yang diawali dengan melakukan analisis postur kerja dengan menggunakan metode RULA. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dari tugas akhir ini, yaitu Bagaimana merancang alat bantu aktivitas bongkar pupuk dengan commit pendekatan to user anthropometri sehingga dapat I-3

23 memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik pekerja di UD. Karya Tani?. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tugas akhir ini adalah menghasilkan rancangan alat bantu bongkar pupuk yang sesuai dengan anthropometri pekerja untuk memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik pekerja. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Mengurangi penggunaan tenaga yang berlebihan dalam menyelesaikan pekerjaan bongkar pupuk. 2. Melakukan perbaikan postur kerja pekerja bongkar pupuk yang salah sehingga mengurangi tingkat keluhan cidera musculoskeletal pada pekerja bidang bongkar muat pupuk UD. Karya Tani. 1.5 Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini adalah pengamatan hanya dilakukan pada proses bongkar pupuk yang menggunakan teknik pengangkutan pupuk dengan cara memanggul pupuk di punggung. 1.6 Asumsi - Asumsi Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Metode kerja bongkar pupuk UD. Karya Tani tidak mengalami perubahan selama penelitian. 2. Ketinggian penataan pupuk di gudang UD. Karya Tani tidak melebihi ratarata tinggi bahu pekerja (131.4 cm). 3. Alat bantu hasil rancangan maksimal mampu menahan beban sebesar 100 kilogram. I-4

24 1.7 Sistematika Penulisan Laporan tugas akhir ini merupakan dokumentasi pelaksanaan dan hasil penelitian, adapun sistematika laporan tugas akhir sebagai berikut: BAB I BAB II PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi, dan sistematika penulisan. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam penyelesaian masalah dan terkait langsung dengan metode penelitian yang digunakan sebagai kerangka pemecahan masalah. Pencarian sumber informasi tersebut diperoleh dari beberapa referensi baik buku, jurnal penelitian, sumber literatur lain, dan studi terhadap penelitian terdahulu. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi langkah-langkah terstruktur dan sistematis yang dilakukan dalam penelitian. Langkah-langkah tersebut disajikan dalam bentuk diagram alir yang disertai dengan penjelasan singkat. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisi data-data atau informasi yang diperlukan dalam menganalisis permasalahan yang ada serta pengolahan data berdasarkan metode yang telah ditentukan. BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil dari pengumpulan dan pengolahan data. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil pengolahan data dengan memperhatikan tujuan yang dicapai dari penelitian dan kemudian memberikan saran perbaikan yang dilakukan untuk penelitian selanjutnya. I-5

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan tentang proses bongkar muat pupuk. Selain itu, bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta menganalisis permasalahan yang ada. 2.1 Gambaran Umum Perusahaaan UD. Karya Tani merupakan usaha dagang milik perorangan yang bergerak sebagai pengecer resmi pupuk urea bersubsidi merk Pusri dan Kujang untuk lima kelurahan di Kecamatan Pedan, yaitu Kelurahan Keden, Beji, Bendo, Temuwangi, dan Jetis Wetan. Selain sebagai pengecer resmi pupuk, UD. Karya Tani memiliki bidang usaha penjualan benih dan obat-obatan pertanian. Usaha dagang ini berlokasi di Desa Keden, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Pemilik usaha dagang ini bernama Bapak Mardi. Jumlah pekerja yang dimiliki UD. Kaya Tani sebanyak tiga orang yang memiliki tugas utama melakukan pengangkatan serta pengangkutan pupuk pada aktivitas bongkar muat pupuk Proses Bongkar Muat Pupuk di UD. Karya Tani Proses bongkar muat pupuk di UD. Karya Tani dapat dirinci menjadi dua kegiatan, yaitu pertama kegiatan bongkar atau penurunan pupuk dari truk menuju gudang UD. Karya Tani. Kegiatan bongkar pupuk ini dilakukan ketika pihak distributor pupuk mengirimkan pupuk ke UD. Karya Tani dengan rata-rata frekuensi pengiriman tiga kali dalam seminggu dengan kuantitas tiap pengiriman 25 ton pupuk. Kedua, kegiatan muat atau pendistribusian pupuk dari gudang UD. Karya Tani kepada tujuh kelompok tani di Kelurahan Keden, Beji, Bendo, Temuwangi, dan Jetis Wetan dengan bagian masing-masing kelompok tani sebanyak 10 ton per minggu. Pupuk dikemas dalam karung plastik, berat per karungnya adalah 50 kilogram. Bongkar muat pupuk ini dilakukan secara manual, yaitu dengan cara dipanggul dengan jarak kurang lebih tujuh meter. Kegiatan bongkar per minggunya rata-rata sebanyak 75 ton pupuk dan kegiatan muat pupuk per minggunya sebanyak 70 ton pupuk. II-1

26 2.2 Pengertian Ergonomi Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain atau perancangan (Nurmianto, 2005). Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman, dan nyaman (Sutalaksana, 2006). Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi (Tarwaka, 2004), yaitu: 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. 2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna, dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif. 3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. Suatu pengertian yang lebih komprehensif tentang ergonomi pada pusat perhatian ergonomi adalah terletak pada manusia dalam rancangan desain kerja ataupun perancangan alat kerja. Berbagai fasilitas dan lingkungan yang dipakai manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuannya adalah merancang benda-benda fasilitas dan lingkungan tersebut sehingga efektivitas fungsionalnya meningkat dan segi-segi kemanusiaan seperti kesehatan, keamanan, dan kepuasan dapat terpelihara. Terlihat di sini bahwa ergonomi memiliki dua aspek sebagai contoh, yaitu: efektivitas sistem manusia di dalamya dan sifat memperlakukan manusia secara manusia. Mencapai tujuan-tujuan tersebut, pendekatan ergonomi merupakan penerapan pengetahuan-pengetahuan terpilih tentang manusia secara sistematis dalam commit perancangan to user sistem-sistem manusia benda, II-2

27 manusia fasilitas, dan manusia lingkungan. Dengan kata lain, ergonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari manusia dalam berinterksi dengan objek-objek fisik dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Di pandang dari sistem, maka sistem yang lebih baik hanya dapat bekerja bila sistem tersebut terdiri dari, yaitu : 1. Elemen sistem yang telah dirancang sesuai dengan apa yang dibutuhkan. 2. Elemen sistem yang saling berinterksi secara terpadu dalam usaha menuju tujuan bersama. Sebagai contoh, sejumlah elemen mesin dirancang baik, belum tentu menghasilkan suatu mesin yang baik pula, apabila sebelumnya tidak dirancang untuk berinteraksi antara satu sama lainnya. Demikian pula pada manusia sebagai operator dalam manusia mesin. Bila pekerja tidak berfungsi secara efektif hal ini akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan. 2.3 Manual Material Handling Manual material handling (MMH) dapat diartikan sebagai tugas pemindahan barang, aliran material, produk akhir atau benda-benda lain yang menggunakan manusia sebagai sumber tenaga. Selama ini pengertian MMH hanya sebatas pada kegiatan lifting dan lowering yang melihat aspek kekuatan vertikal. Padahal kegiatan MMH tidak terbatas pada kegiatan tersebut di atas, masih ada kegiatan pushing dan pulling di dalam kegiatan MMH. Kegiatan MMH yang sering dilakukan oleh pekerja di dalam industri (Suhardi, 2008), yaitu: 1. Kegiatan pengangkatan benda (lifting task) 2. Kegiatan pengantaran benda (caryying task) 3. Kegiatan mendorong benda (pushing task) 4. Kegiatan menarik benda (pulling task) Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan penanganan material bukanlah tanpa sebab. Penanganan material secara manual memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut : 1. Fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan beban pada ruang terbatas dan pekerjaan commit yang to tidak user beraturan. II-3

28 2. Untuk beban ringan akan lebih murah bila dibandingkan menggunakan mesin. 3. Tidak semua material dapat dipindahkan dengan alat Rekomendasi Batas Beban yang Boleh Diangkat Dalam rangka untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan sehat maka perlu adanya suatu batasan angkat untuk operator. Berikut ini dijelaskan beberapa batasan angkat secara legal dari berbagai negara bagian benua Australia yang dipakai untuk industri. Batasan angkat ini dipakai sebagai batasan angkat secara internasional (Nurmianto, 2005). Batasan angkat tersebut, yaitu: 1. Batasan angkat secara legal (legal limitations) a. Pria di bawah usia 16 tahun, maksimum angkat adalah 14 kg. b. Pria usia tahun, maksimum angkat 18 kg. c. Pria usia lebih dari 18 tahun, tidak ada batasan angkat. d. Wanita usia tahun, maksimum angkat 11 kg. e. Wanita usia lebih dari 18 tahun, maksimum angkat 16 kg. Batasan angkat ini dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri, ngilu pada tulang belakang. Di samping itu, akan mengurangi ketidaknyamanan kerja pada tulang belakang, terutama bagi operator untuk pekerjaan berat. Komisi keselamatan dan kesehatan kerja di Inggris, pada tahun 1982 juga telah mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan cara pengangkatan material atau benda kerja yang ditunjukkan Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Tindakan yang Harus Dilakukan Sesuai Dengan Batas Angkatnya Batasan Angkat (Kg) Tindakan Di bawah 16 Tidak ada tindakan khusus yang perlu diadakan Prosedur administratif dibutuhkan untuk mengidentifikasi ketidakmampuan seseorang dalam mengangkat beban tanpa menanggung resiko yang berbahaya kecuali dengan perantaraan alat bantu tertentu Sebaiknya operator yang terpilih dan terlatih. Menggunakan sistem pemindahan material secara terlatih. Harus di bawah pengawasan supervisor (penyelia). Di atas 55 Harus memakai peralatan mekanis. Operator yang terlatih dan terpilih. Pernah mengikuti pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja dalam industri. Harus di bawah pengawasan ketat. Sumber : Komisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Inggris, 1982 dalam Nurmianto, 2005 II-4

29 Berikutnya lembaga The National Occupational Health and Safety Commission (Worksafe Australia) pada bulan Desember 1986 membuat peraturan untuk pemindahan material secara aman yang dijelaskan pada Tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Tindakan yang Sesuai Dengan Batas Angkatnya Level Batasan Angkat (Kg) Tindakan 1 16 Tidak diperlukan tindakan khusus Sumber : Worksafe Australia, 1986 dalam Nurmianto, Batasan angkat secara fisiologi Metode pengangkatan ini dengan mempertimbangkan rata-rata beban metabolisme dari aktivitas angkat yang berulang (repetitive lifting), sebagaimana dapat juga ditemukan jumlah konsumsi oksigen. Hal ini haruslah benar-benar diperhatikan terutama dalam rangka untuk menentukan batas angkat. Kelelahan kerja yang terjadi dari aktifitas yang berulang-ulang (repetitive lifting) akan meningkatkan resiko rasa nyeri pada tulang belakang (back injures). M.G. Stevenson (1987) dalam Nurminto (2005) menyatakan bahwa repetitive lifting dapat menyebabkan Cumulative Trauma Injuries atau Repetitive Strain Injuries. 3. Batasan angkat secara psiko-fisik Metode ini berdasarkan pada sejumlah eksperimen yang berbahaya untuk mendapatkan berat pada berbagai keadaan dan ketinggian yang berbeda-beda. Ada tiga kategori posisi angkat yang didapat, yaitu: a. Dari permukaan lantai ke ketinggian genggaman tangan (knuckle height). b. Dari ketinggian genggaman tangan (knuckle height) ke ketinggian bahu (shoulder height). c. Dari ketinggian bahu (shoulder height) ke maksimum jangkauan tangan vertikal (vertikal arm reach). Tidak diperlukan alat dalam mengangkat. Ditekankan pada metode angkat Tidak diperlukan alat dalam mengangkat. Dipilih job redesign (rancang ulang terhadp tipe pekerjaan) 4 34 Harus dibantu dengan peralatan mekanis. II-5

30 2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manual Material Handling Semua aktivitas manual handling melibatkan faktor-faktor sebagai berikut (Suhardi, 2008): 1. Karakteristik Pekerja Karakeristik pekerja masing-masing berbeda dan mempengaruhi jenis serta jumlah pekerjaan yang dapat dilakukan, didefinisikan sebagai berikut : a. Fisik (physical), yang meliputi ukuran pekerja secara umum seperti usia, jenis kelamin, anthropometri, dan postur tubuh. b. Kemampuan sensorik, ukuran kemampuan sensorik pekerja yang meliputi penglihatan, pendengaran, kinestetik, sistem keseimbangan (vestibular) dan proprioceptive. c. Motorik ukuran kemampuan motorik atau gerak pekerja yang meliputi kekuatan, ketahanan, jangkauan, dan karakter kinematis. d. Psikomotorik, ukur kemampuan pekerja menghadapi proses mental dan gerak seperti memproses informasi, waktu respon, dan koordinasi. e. Personal, ukuran nilai dan kepuasan pekerja dengan melihat tingkah laku, penerimaan resiko, persepsi kebutuhan ekonomi, dan lain-lain. f. Pelatihan, ukuran kemampuan pendidikan pekerja dalam pelatihan formal atau keterampilan dalam menangani instruksi MMH. g. Status kesehatan. h. Aktivitas dalam waktu luang. 2. Karakteristik karakter material atau bahan, meliputi : a. Beban, ukuran berat benda, usaha yang dibutuhkan untuk mengangkat, maupun momen inersia benda. b. Dimensi, atau ukuran benda seperti lebar, panjang, tebal, dan bentuk benda baik itu kotak, silinder, dll. c. Distribusi beban, ukuran letak unit dengan reaksi pekerja untuk membawa dengan satu atau dua tangan. d. Kopling, cara membawa benda oleh pekerja berkaitan dengan tekstur, permukaan, atau letak. e. Stabilitas beban, ukuran konsistensi lokasi. Aktivitas manual material handling banyak digunakan karena memiliki fleksibilitas yang tinggi, murah dan mudah II-6

31 diaplikasikan. 3. Karakteristik Tugas Karakeristik tugas ini meliputi kondisi pekerjaan manual material handling yang akan dilakukan. Terdiri dari : a. Geometri tempat kerja, termasuk didalamnya jarak pergerakan, langkah yang harus ditempuh, dll. b. Frekuensi, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan termasuk frekuensi pekerjaan yang dilakukan. c. Kompleksitas pekerjaan, termasuk di dalamnya ketepatan penempatan, tujuan aktivitas maupun komponen pendukungnya. d. Lingkungan kerja, seperti suhu, pencahayaan, kebisingan, getaran, bau-bauan, juga daya tarik kaki. 4. Sikap Kerja Penanganan manual material handling juga melibatkan metode kerja atau sikap dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas. Pengamatan meliputi pada : a. Individu, merupakan ukuran metode operasional, seperti kecepatan, ketepatan, cara atau postur saat memindahkan. b. Organisasi, berkaitan dengan organisasi kerja seperti luas bangunan pabrik, keberadaan tenaga medis, maupun utilitas kerjasama tim. c. Administrasi, seperti sistem insentif untuk keselamatan kerja, kompensasi, rotasi kerja maupun pengendalian dan pelatihan keselamatan Faktor Resiko Kecelakaan Manual Material Handling Faktor resiko diasosiasikan dengan jumlah tugas yang dapat menyebabkan cidera musculoskeletal. Faktor resiko digunakan untuk menganalisis tugas manual (manual task ). Manual task atau manual material handling memiliki interaksi yang kompleks antara pekerja dan lingkungan kerja. Faktor resiko kemudian dikategorikan menjadi tiga bagian (Suhardi, 2008), yaitu: 1. Tekanan langsung kepada tubuh Hal ini meliputi faktor seperti tingkat tekanan pada muscular, postur atau sikap kerja, pengulangan pekerjaan, getaran peralatan dan lama waktu kerja. 2. Kontribusi faktor resiko yang secara langsung mempengaruhi tuntutan kerja. II-7

32 Hal ini meliputi layout area kerja, penggunaan alat, penangan beban. Jika komponen ini didesain ulang pengaruh dari tekanan dapat dikurangi. 3. Memodifikasi faktor resiko dapat memberi masukan pada perubahan sikap kerja sehingga akibat dari faktor resiko dapat dikurangi Penanganan Resiko Kerja Manual Material Handling Kondisi berbahaya yang diakibatkan oleh sikap kerja manual material handling yang tidak tepat tentunya harus dicegah dan ditangani dengan baik. Penanganan dan pencegahan akan lebih mudah dilakukan setelah mengetahui faktor resiko dari manual material handling di atas. Menurut laporan NIOSH (1981) ada enam prosedur umum dalam menangani resiko kecelakaan akibat tindakan manual material handling yang tidak tepat, yaitu (Suhardi, 2008): 1. Identifikasi pekerjaan dengan kejadian yang menyebabkan cidera musculoskeletal tinggi dan rata-rata kepelikan tinggi dengan analisis statistik dari data medis. 2. Observasi pekerjaan yang dicurigai dan untuk tiap beban yang akan diangkat harus diketahui berat serta metode pengangkatan. 3. Evaluasi tingkat resiko pengangkatan dengan menghitung nilai AL dan MPL dan membandingkannya dengan berat beban yang diangkat. 4. Mengembangkan pengendalian keteknikan dengan peralatan manual handling, mengemas ulang beban dalam berat yang lebih ringan, mengatur ulang area kerja. 5. Mengajukan pengendalian administratif. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan menambah pekerja untuk mengurangi frekuensi pengangkatan, melakukan penjadwalan kerja, mengembangkan pelatihan untuk mensosialisasikan teknik pengangkatan yang tepat, serta meningkatkan prosedur seleksi dan penempatan pekerja dengan lebih baik. 6. Mengimplementasikan solusi paling mungkin dan mengevaluasi efektivitas dengan pengecekan kesehatan. 2.4 Anthropometri Istilah anthropometri berasal dari anthro yang berarti manusia dan metri yang berarti ukuran. Secara definitif, anthropometri dapat dinyatakan sebagai II-8

33 suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia (Wignjosoebroto, 2006). Pada dasarnya manusia mempunyai perbedaan fisik yang nyata terlihat, antara lain berupa perbedaan bentuk, ukuran (tinggi dan lebar), dan berat. Pendekatan anthropometri digunakan sebagai pertimbangan untuk desain perancangan suatu produk maupun fasilitas kerja lainnya yang memerlukan interaksi dengan manusia. Kegunaan data anthropometri menurut Wignjosoebroto (2006), sebagai berikut: 1. Perancangan area kerja. 2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, peralatan, perkakas (tools), dan lain-lain. 3. Perancangan produk konsumtif, seperti pakaian, kursi, meja, komputer, dan lain-lain Faktor Penyebab Variabilitas Ukuran Tubuh Manusia Manusia pada umumnya berbeda-beda dalam hal bentuk dan ukuran tubuhnya. Menurut Eko Nurmianto (2005) perbedaan (variabilitas) antara satu populasi dengan populasi yang lain disebabkan oleh faktor-faktor, sebagai berikut: 1. Keacakan Walaupun terdapat dalam satu kelompok populasi yang sudah jelas sama jenis kelamin, suku bangsa, kelompok usia, dan pekerjaannya, namun masih akan ada perbedaan yang cukup signifikan antara berbagai macam masyarakat. Distribusi frekuensi secara statistik dari dimensi kelompok anggota masyarakat jelas dapat diperkirakan dengan menggunakan distribusi normal, yaitu dengan menggunakan data persentil yang telah diduga, jika rata-rata (mean) dan SD (standar deviasi) telah dapat diestimasi. 2. Jenis Kelamin (sex) Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk bagian tubuh tertentu seperti pinggul. 3. Suku bangsa Setiap suku bangsa akan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dimensi suku bangsa barat cenderung lebih besar daripada dimensi tubuh suku bangsa timur. II-9

34 4. Usia Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh A.F. Roche dan G.H. Davila (1972) di USA, diperoleh kesimpulan bahwa lakilaki akan tumbuh dan berkembang naik hingga usia 21.2 tahun, sedangkan wanita 17.3 tahun, meskipun ada sekitar 10% yang masih terus bertambah tinggi sampai usia 23.5 tahun (laki-laki) dan 21.1 tahun (perempuan). Setelah itu tidak terjadi pertumbuhan melainkan terjadi penurunan sekitar umur 40 tahunan. 5. Tebal tipis pakaian Hal ini juga merupakan sumber variabilitas yang disebabkan oleh bervariasinya iklim atau musim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lainnya terutama untuk daerah yang mempunyai empat musim. 6. Kehamilan Tubuh wanita yang hamil jelas akan mempengaruhi ukuran, terutama yang berkaitan dengan Analisis Perancangan Produk (APP) dan Analisis Perancangan Kerja (APK). 7. Posisi tubuh (postur) Posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Oleh sebab itu, posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran. 8. Cacat tubuh Dalam perancangan produk yang dikhususkan bagi orang-orang cacat, perlu diperhatikan masalah keterbatasan gerak maupun jangkauan dari penderita. Hal ini perlu dilakukan supaya mereka dapat merasakan kesamaan dalam penggunaan jasa dari ilmu ergonomi di dalam pelayanan untuk masyarakat Data Anthropometri dan Cara Pengukurannya Dalam penggunaan data anthropometri perlu menggunakan ukuran persentil. Hal ini dimaksudkan agar ukuran yang dipakai dalam perancangan terasa nyaman bagi pemakai maupun bagi operator. Adapun persentil yang sering digunakan adalah persentil ke-5, ke-10, ke-50, ke-90, atau ke-95. Menurut Sritomo Wignjosoebroto (2006), cara pengukuran dimensi tubuh manusia berdasarkan posisi kerja tubuh dibedakan menjadi dua macam pengukuran, yaitu: II-10

35 1. Pengukuran dimensi struktur tubuh (structural body dimension) Pengukuran tubuh dengan cara ini dilakukan pada saat tubuh berada dalam posisi diam dan tidak bergerak. Istilah lain untuk pengukuran dengan menggunakan metode ini adalah static anthropometry. Adapun dimensi tubuh yang diukur dengan menggunakan cara ini adalah tinggi tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi maupun panjang lutut pada saat berdiri maupun pada saat duduk, panjang lengan dan lain sebagainya. Ukuran tubuh diambil dengan menggunakan persentil tertentu seperti ke-5, ke-50, dan ke Pengukuran dimensi fungsional tubuh (functional body dimensions) Pengukuran tubuh pada cara ini dilakukan ketika tubuh berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Hal yang ditekankan dalam pengukuran dengan menggunakan metode ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang yang nantinya akan berkaitan dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Pengukuran dengan cara ini sering disebut dengan dynamic anthropometry. Pengukuran anthropometri dinamis akan diaplikasikan dalam perancangan fasilitas maupun ruang kerja Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan Produk Data anthropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk maupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu produk bisa sesuai dengan orang yang mengoperasikannya, maka pengukuran data anthropometri harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2006) : 1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim Rancangan produk dibuat untuk bisa memenuhi dua sasaran, yaitu bisa sesuai untuk mengikuti klasifikasi ekstrim (terlalu besar maupun terlalu kecil dibandingkan dengan rata-rata) dan memenuhi ukuran tubuh mayoritas. Untuk dimensi maksimum digunakan nilai persentil ke-90, ke-95 atau ke-99 dan untuk dimensi minimum digunakan persentil ke-1, ke-5, atau ke-10. Pada umumnya persentil yang paling sering digunakan adalah persentil ke-95 dan ke-5. II-11

36 2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang Produk dirancang dapat diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel umumnya digunakan rentang persentil ke-5 sampai dengan ke Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata Produk dirancang berdasarkan rata-rata ukuran manusia. Dalam hal ini kemungkinan orang yang berada dalam ukuran rata-rata sedikit, sedangkan ukuran ekstrim dibuatkan rancangan tersendiri. Untuk memperjelas prinsip pengukuran anthropometri untuk perancangan suatu produk, maka dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini. Keterangan: Gambar 2.1 Anthropometri untuk Perancangan Produk atau Fasilitas Sumber: Wignjosoebroto, Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s.d. ujung kepala). 2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak. 3. Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak. 4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus). II-12

37 5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan). 6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk atau pantat sampai dengan kepala. 7. Tinggi mata dalam posisi duduk. 8. Tinggi bahu dalam posisi duduk. 9. Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus). 10. Tebal atau lebar paha. 11. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan ujung lutut. 12. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari lutut. 13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk. 14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha. 15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk). 16. Lebar pinggul atau pantat. 17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak ditunjukkan dalam gambar). 18. Lebar perut. 19. Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus. 20. Lebar kepala. 21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari. 22. Lebar telapak tangan. 23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar ke samping kirikanan (tidak ditunjukkan dalam gambar). 24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal). 25. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya no.24 tetapi dalam posisi duduk (tidak ditunjukkan dalam gambar). 26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan. II-13

38 2.4.4 Aplikasi Distribusi Normal dan Persentil dalam Penetapan Data Anthropometri Data anthropometri jelas diperlukan supaya rancangan produk sesuai dengan orang yang mengoperasikannya. Kesulitan dalam penetapan data anthropometri biasanya disebabkan perbedaan hasil pengukuran antara individu yang satu dengan yang lainnya. Permasalahan adanya variasi ukuran sebenarnya akan lebih mudah diatasi bilamana mampu merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan sifat mampu suai dengan suatu rentang ukuran tertentu (Wignjoseobroto, 2006). Pada umumnya distribusi normal sering diterapkan dalam penetapan data anthropometri. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata ( x ) dan simpangan standarnya ( s x ) dari data yang ada. Berdasarkan nilai yang ada tersebut, maka persentil (nilai yang menunjukkan prosentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut) bisa ditetapkan sesuai tabel probabilitas distribusi normal. Contoh penerapan distribusi normal dalam penetapan data anthropometri ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Apabila diharapkan ukuran yang mampu mengakomodasi 95% dari populasi yang ada, maka di sini diambil rentang 2,5 th dan 97,5 th percentile sebagai batas-batasnya (Wignjoseobroto, 2006). Gambar 2.2 Distribusi Normal yang Mengakomodasi 95% dari Populasi Sumber: Wignjosoebroto, 2006 Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data anthropometri dijelaskan pada Tabel 2.3 berikut ini. II-14

39 Tabel 2.3 Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal Persentil 1-st 2.5-th 5-th 10-th 50-th Perhitungan x s x x s x x s x x s x x 90-th 95-th 97.5-th 99-th x s x x s x x s x x s x Keterangan: Sumber: Wignjosoebroto, x = mean data s = standar deviasi dari data x x 2.5 RULA (Rapid Upper Limb Assessment) RULA merupakan sebuah metode penilaian postur kerja yang secara khusus digunakan untuk meneliti dan menginvestigasi gangguan pada tubuh bagian atas. RULA pertama kali dikembangkan oleh Dr.Lynn McAtamney dan Dr.Nigel Corlett dari University of Nottingham s Institute of Occupational Ergonomics. Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penetapan penilaian postur leher, punggung, dan lengan atas. Metode RULA dikembangkan sebagai metode untuk mendeteksi postur kerja yang merupakan faktor resiko (risk factors) dan didesain untuk menilai para pekerja dan mengetahui beban musculoskeletal yang kemungkinan dapat menimbulkan gangguan pada anggota badan atas (Mc.Atamney and Corlett, 1993). Faktor resiko yang telah diinvestigasi sebagai faktor beban eksternal, yaitu: 1. Jumlah gerakan 2. Kerja otot statis 3. Tenaga atau kekuatan 4. Penentuan postur kerja oleh peralatan 5. Waktu kerja tanpa istirahat II-15

40 Ada 4 faktor beban eksternal (jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga atau kekuatan, dan postur) yang ditinjau dalam penilaian RULA dan dikembangkan untuk: 1. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja dengan cepat, yang berhubungan dengan kerja yang beresiko 2. Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja, penggunaan tenaga dan kerja yang berulang-ulang, yang dapat menimbulkan kelelahan (fatigue) otot. 3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode penilaian ergonomi, yaitu epidemiologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor organisasi. Penilaian menggunakan RULA memiliki 3 tahapan pengembangan, yaitu: 1. Pengidentifikasian dan pencatatan postur kerja Tubuh dibagi menjadi dua bagian yang membentuk dua grup yaitu, grup A yang terdiri dari upper arm (lengan atas), lower arm (lengan bawah), wrist (pergelangan tangan), wrist twist (putaran pergelangan tangan), dan grup B yang terdiri dari neck (leher), trunk (punggung), dan legs (kaki). Hal ini memastikan bahwa seluruh postur tubuh dicatat sehingga postur kaki, badan, dan leher yang mungkin mempengaruhi postur bagian atas dapat masuk dalam pemeriksaan. a. Grup A (1). Upper Arm Gambar 2.3 Postur Tubuh Bagian Upper Arm Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 Tabel 2.4 Skor Bagian Upper Arm Pergerakan Skor Perubahan Skor 20 ke depan maupun ke belakang dari tubuh 1 +1 jika bahu naik > 20 ke belakang atau > 90 4 Sumber: McAtamney and Corlett, jika lengan berputar atau bengkok II-16

41 (2). Lower Arm Gambar 2.4 Postur Tubuh Bagian Lower Arm Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 Tabel 2.5 Skor Bagian Lower Arm Pergerakan Skor Perubahan Skor jika lengan bawah melewati garis < 60 atau > tengah atau keluar dari sisi tubuh Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 (3). Wrist Gambar 2.5 Postur Tubuh Bagian Wrist Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 Tabel 2.6 Skor Bagian Wrist Pergerakan Skor Perubahan Skor Posisi netral > 15 3 Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 (4). Putaran pergelangan tangan (Wrist Twist) seperti terlihat pada Tabel jika pergelangan tangan menjahui sisi tengah Untuk putaran pergelangan tangan (wrist twist) pada posisi postur yang netral diberi skor sebagai berikut: 1 = posisi tengah dari putaran. 2 = posisi pada atua dekat dari putaran. Nilai dari postur tubuh upper arm, lower arm, wrist, dan wrist twist dimasukkan ke dalam tabel postur tubuh grup A untuk memperoleh skor II-17

42 Tabel 2.7 Skor Grup A Wrist Upper Arm Lower Arm Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 b. Grup B (1). Neck Gambar 2.6 Postur Tubuh Bagian Neck Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 Tabel 2.8 Skor Bagian Neck Pergerakan Skor Perubahan Skor > 20 3 Ekstensi 4 Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 jika leher berputar atau bengkok II-18

43 (2). Trunk Gambar 2.7 Postur Tubuh Bagian Trunk Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 (3). Legs Tabel 2.9 Skor Bagian Trunk Pergerakan Skor Perubahan Skor Posisi normal > 60 4 Sumber: McAtamney and Corlett, jika leher batang tubuh berputar atau bengkok Tabel 2.10 Skor Bagian Legs Pergerakan Skor Posisi normal atau seimbang 1 Tidak seimbang 2 Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 Nilai dari skor tubuh neck, trunk, dan legs dimasukkan ke dalam Tabel 2.11 untuk mengetahui skornya. Tabel 2.11 Skor Grup B Trunk Neck Legs Legs Legs Legs Legs Legs Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 II-19

44 2. Pemberian skor Skor untuk tiap gerakan dalam bekerja diberikan sesuai dengan ketetapan yang ada. a. Pemberian skor untuk Grup A Skor Grup A = Posture + Muscle use + Force atau Load Postur = nilai (skor) tiap posisi dalam ketegori grup A Muscle use (penggunaan otot) = +1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau aktivitas diulang lebih dari 4 kali/menit. Force (beban), diberi skor: 0 untuk beban < 2kg (pembebanan sesekali). 1 untuk beban 2-10 kg (pembebanan sesekali). 2 untuk beban 2-10 kg (pembebanan statis atau berulang-ulang.) 3 untuk beban > 10 kg (berulang-ulang atau sentakan cepat). b. Pemberian skor untuk Grup B Skor Grup B = Posture + Muscle use + Force Upper arm Posture score A Muscle use Force Score A A Lower arm + + = Wrist Wrist Twist Grand Score Use table C Neck Posture score B Muscle use Force Score B B Trunk + + = Legs c. Penilaian skor C (skor akhir) Gambar 2.8 Sistem Penilaian RULA Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 Skor C dapat diperoleh dengan melihat nilai A dan B pada Tabel 2.12 skor akhir berikut ini. II-20

45 Tabel 2.12 Tabel RULA Skor C Tabel C Skor grup B Skor Grup A Sumber: McAtamney and Corlett, Penentuan level tindakan Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat resiko yang ada dan dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang lebih detail berkaitan dengan analisis yang didapat. Skala level tindakan dapat dilihat pada Tabel Tabel 2.13 Tabel Kategori Tindakan Berdasarkan Skor C Kategori Tindakan Level Resiko Tindakan 1-2 Minimum Aman 3-4 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan 5-6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat 7 Kecil Tindakan sekarang juga Sumber: McAtamney and Corlett, Penilaian Beban Kerja Fisik Penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian secara langsung dan tidak langsung (Tarwaka, 2004). Metode pengukuran langsung yaitu melalui pengukuran energi ekspenditur (energi yang dikeluarkan) melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja semakin banyak energi yang dikonsumsi. Penilaian beban kerja fisik secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan denyut nadi selama bekerja. 1. Penilaian beban kerja fisik dengan menggunakan denyut jantung Denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi (Tarwaka, 2004). Kategori berat ringannya berdasarkan pada denyut jantung dapat dilihat pada Tabel 2.14 berikut ini. II-21

46 Tabel 2.14 Klasifikasi Beban Kerja Fisik Tingkat Pekerjan Konsumsi Oksigen (liter/menit) Denyut Jantung (denyut/menit) Konsumsi Energi (kkal/menit) Light work < 0.5 < 90 < 2.5 Moderate Work Heavy work Very Heavy work Extremely heavy work > > 10.0 Sumber: Bridger, 1995 Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut jantung adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan Electro Cardio Graph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia maka dapat dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Tarwaka, 2004),. Dalam penelitian ini, denyut yang diukur adalah denyut nadi karena untuk kemudahan pengukuran. Metode 10 denyut dilakukan dengan mengukur waktu yang diperlukan nadi untuk berdetak selama 10 detik, kemudian dikonversi dengan menggunakan formula, sebagai berikut: 10 denyut Denyut nadi (denyut/menit) = x60 Waktu per 10 denyut....persamaan 2.1 Selain metode 10 denyut di atas, pengukuran denyut nadi juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode 15 detik maupun 30 detik. Keuntungan menggunakan denyut nadi untuk menentukan beban kerja yaitu mudah dilakukan, cepat, dan hasilnya dapat diandalkan. Hal tersebut didasarkan pada pendapat E. Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004), yang menjelaskan bahwa konsumsi energi sendiri tidak cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik. Beban kerja fisik tidak hanya dapat ditentukan dengan menggunakan jumlah KJ yang dikonsumsi, tetapi juga jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima dan tekanan panas dari lingkungan kerja yang dapat meningkatkan denyut jantung, sehingga denyut jantung merupakan alat yang sesuai untuk menghitung indek beban kerja. Astrand dan Rodahl (1977) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa denyut nadi mempunyai hubungan linier yang tinggi dengan asupan oksigen pada waktu bekerja. Denyut nadi dapat ditentukan pada arteri radialis pada pergelangan tangan. II-22

47 Menurut E. Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004), denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis, yaitu: a. Denyut nadi istirahat, merupakan rata-rata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai. b. Denyut nadi kerja, merupakan rata-rata denyut nadi selama bekerja. c. Nadi kerja, selisih antara denyut nadi isirahat dengan denyut nadi kerja. 2. Pengukuran Konsumsi Energi Denyut jantung ataupun denyut nadi merupakan peubah yang penting dalam penelitian lapangan maupun penelitian laboratorium. Dalam hal penentuan konsumsi energi, biasa digunakan parameter indeks kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung ataupun denyut nadi (Bridger, 1995). Indek ini merupakan perbedaan antara denyut jantung pada waktu kerja tertentu dengan kecepatan denyut jantung pada waktu istirahat. Untuk merumuskan hubungan antara konsumsi energi dengan kecepatan denyut jantung, dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara konsumsi energi dengan denyut jantung dengan menggunakan analisis regresi. Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung adalah regresi kuadratis dengan persamaan, sebagai berikut: Y = 1, (0, )X + (4,71733 x 10-4 ) X 2... Persamaan 2.2 Dimana ; Y = Energi (kilokalori per menit). X = Kecepatan denyut jantung (denyut per menit). Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi, maka konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu dapat dituliskan dalam bentuk matematis, sebagai berikut: KE = E t - E j Persamaan 2.3 KE = Konsumsi energi untuk satu kegiatan kerja tertentu (kilokalori per menit) E t = Pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu (kilokalori per menit) E j = Penegeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori per menit) II-23

48 Dengan demikian, konsumsi energi pada waktu kerja tertentu merupakan selisih antara pengeluaran energi pada waktu kerja dengan pengeluaran energi pada waktu istirahat. 2.7 Perancangan Metode Rasional Metode rasional menggunakan pendekatan yang sistematis dalam perancangan. Metode ini banyak digunakan dalam perancangan karena memiliki tahapan yang jelas sehingga dapat memberikan hasil rancangan dan produk akhir yang berkualitas (Cross, 2000). Adapun langkah-langkah metode rasional antara lain : Penjelasan Tujuan (Clarifying Objectives) Tahap penting pertama dalam perancangan adalah bagaimana mencoba untuk menjelaskan tujuan perancangan. Pada kenyataannya akan sangat membantu pada keseluruhan tahap perancangan, bila tujuan perancangan sudah jelas, walaupun tujuan itu dapat berubah selama proses perancangan. Tujuan awal dan sementara dapat berubah, meluas atau menyempit, atau benar-benar berubah asalkan permasalahan menjadi lebih dimengerti dan sepanjang penyelesaian ideide dapat berkembang. Tahap ini menunjukkan tujuan dan maksud umum untuk pencapaian tujuan yang sedang dalam pertimbangan. Metode ini menunjukkan bentuk diagramatis dimana tujuan-tujuan yang berbeda dihubungkan satu sama lain, serta pola hirarki tujuan dan sub tujuan. Langkah-langkah penjelasan tujuan adalah sebagai berikut : 1. Menyiapkan daftar tujuan perancangan, dimana daftar tersebut diambil dari ringkasan perancangan. 2. Menyusun daftar ke dalam kumpulan tujuan tingkat tinggi dan tingkat rendah. Perluasan daftar tujuan dan sub tujuan secara kasar dapat dikelompokkan ke dalam tingkatan hirarki. 3. Menggambarkan diagram clarifying objectives, hubungan hirarki dan garis hubungannya. II-24

49 2.7.2 Penetapan Fungsi (Establishing Function) Penetapan fungsi bertujuan untuk menentukan fungsi-fungsi yang dibutuhkan dan batasan sistem dari perancangan yang akan dilakukan. Langkahlangkah penetapan fungsi adalah sebagai berikut : 1. Menunjukkan fungsi perancangan secara umum dalam perubahan masukan menjadi keluaran yang diinginkan. 2. Memecah fungsi umum menjadi sub fungsi dasar yang lebih spesifik. 3. Menggambarkan diagram blok yang menggambarkan interaksi antar sub-fungsi dasar Spesifikasi Kinerja (Performance Specification) Spesifikasi kinerja bertujuan untuk membuat spesifikasi yang akurat dari kebutuhan perancangan. Spesifikasi yang telah ditentukan oleh perancang ditetapkan sebagai tujuan perancangan dengan mencantumkan kriteria-kriteria. Langkah-langkah pembuatan spesifikasi kinerja adalah sebagai berikut : 1. Menimbang perbedaan tingkatan umum penyelesaian yang dapat diterima. 2. Menentukan tingkatan umum yang nantinya akan dioperasikan. 3. Mengidentifikasi atribut yang dibutuhkan. 4. Menyebutkan persyaratan yang diperlukan atribut dengan tepat dan teliti. 2.8 Mekanika Konstruksi Konsep mekanika konstruksi mesin yang berkaitan dengan objek penelitian yang dilakukan yaitu mengenai ilmu statika, gaya, dan kekuatan material Statika Statika adalah ilmu yang mempelajari tentang statik dari suatu beban terhadap gaya-gaya dan beban yang mungkin ada pada bahan tersebut, atau juga dapat dikatakan sebagai perubahan terhadap panjang benda awal karena gaya atau beban. Beban adalah beratnya beban atau barang yang didukung oleh suatu konstruksi atau bangunan beban dan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: II-25

50 1. Beban Statis Beban statis merupakan berat suatu benda yang tidak bergerak dan tidak berubah beratnya. Berat konstruksi yang mendukung itu termasuk beban mati dan disebut berat sendiri konstruksi. 2. Beban Dinamis Beban dinamis merupakan beban yang berubah beratnya. Sebagai contoh beban hidup yaitu kendaraan atau orang berjalan diatas sebuah jembatan, tekanan atap rumah atau bangunan. Terdapat tiga jenis tumpuan dalam ilmu statika untuk menentukan jenis peletakan yang digunakan dalam menahan beban. Beberapa peletakan diantaranya (Popov, 1996): 1. Tumpuan Rol Tumpuan yang dapat meneruskan gaya desak yang tegak lurus bidang peletakannya, sketsa tumpuan rol ini dipat dilihat pada Gambar 2.9 berikut ini. 2. Tumpuan Sendi Gambar 2.9 Tumpuan Rol Sumber : Popov, 1996 Tumpuan yang dapat meneruskan gaya tarik dan desak tetapi arahnya selalu menurut sumbu batang sehingga batang tumpuan hanya memiliki satu gaya, tumpuan sendi ini dapat dilihat pada Gambar 2.10 berikut ini. 3. Tumpuan Jepitan Gambar 2.10 Tumpuan Sendi Sumber : Popov, 1996 Jepitan adalah tumpuan yang dapat menberuskan segala gaya dan momen sehingga dapat mendukung H, V dan M yang berati mempunyai tiga gaya. Dari kesetimbangan kita memenuhi bahwa agar susunan gaya dalam keadaan setimbang haruslah dipenuhi tiga syarat yaitu F Horisontal = 0, F Vertikal = 0, M= 0. Sketsa tumpuan jepit dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut ini. II-26

51 Gambar 2.11 Tumpuan Jepit Sumber : Popov, Gaya Suatu konstruksi bertugas mendukung gaya-gaya luar yang bekerja padanya yang kita sebut sebagai beban. Konstruksi harus ditumpu dan diletakkan pada peletakan-peletakan tertentu agar dapat memenuhi tugasnya yaitu menjaga keadaan konstruksi yang seimbang. Suatu konstruksi dikatakan seimbang bila resultan gaya yang bekerja pada konstruksi tersebut sama dengan nol atau dengan kata lain Fx = 0, Fy = 0, Fz = 0, M = 0. Gaya adalah sesuatu yang menyebabkan suatu benda dari keadaan diam menjadi bergerak atau sebaliknya. Dalam ilmu statika berlaku hukum (Aksi = Reaksi), gaya dalam statika dibedakan menjadi lima, yaitu : 1. Gaya Luar Gaya luar adalah gaya yang diakibatkan oleh beban yang berasal dari luar sistem yang pada umumnya menciptakan kestabilan konstruksi. Beban ini dibedakan menjadi lima, yaitu: a. Beban mati yaitu beban yang sudah tidak bisa dipindah-pindah, seperti dinding, penutup lantai dan lain-lain. b. Beban sementara yaitu beban yang masih bisa dipindah-pindahkan, ataupun beban yang dapat berjalan seperti beban orang, mobil (kendaraan), kereta dan lain-lain. c. Beban terbagi rata yaitu beban yang secara merata membebani struktur. Beban dapat dibedakan menjadi beban segi empat dan beban segitiga. d. Beban titik terpusat adalah beban yang membebani pada suatu titik. e. Beban berjalan adalah beban yang bisa berjalan atau dipindah-pindahkan baik itu beban merata, titik, atau kombinasi antar keduanya. 2. Gaya Dalam Gaya dalam terjadi akibat adanya gaya luar yang bekerja, maka bahan memberikan perlawanan sehingga timbul gaya dalam yang menyebabkan terjadinya deformasi atau perubahan bentuk. II-27

52 3. Gaya Geser (Shearing Force Diagram) Gaya geser merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban yang arah garis kerjanya tegak lurus (^ ) pada sumbu batang yang ditinjau seperti tampak pada Gambar Gambar 2.12 Sketsa Prinsip Statika Kesetimbangan Sumber : Popov, 1996 Gaya bidang lintang ditunjukan dengan SFD (shearing force diagram), dimana penentuan tanda pada SFD berupa tanda negatif (-) atau positif (+) bergantung dari arah gaya seperti terliht pada Gambar Gaya Normal (Normal Force) Gambar 2.13 Sketsa Shearing Force Diagram Sumber : Popov, 1996 Gaya normal merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban yang arah garis kerjanya searah (//) sumbu batang yang ditinjau. Agar batang tetap utuh, maka gaya dalam sama dengan gaya luar seperti terlihat pada Gambar Momen Gambar 2.14 Sketsa Normal Force Sumber : Popov, 1996 Momen adalah gaya yang bekerja dikalikan dengan panjang lengan yang terjadi akibat adanya beban yang terjadi pada struktur tersebut. Sketsa momen bending dapat dilihat pada gambar 2.15 berikut ini. II-28

53 2.8.3 Kekuatan Material Gambar 2.15 Sketsa Momen Bending (+) Sumber : Popov, 1996 Kekuatan material dapat didefinisikan sebagai kesanggupan suatu material terhadap gaya. Kekuatan material ( F ) dipengaruhi oleh besarnya momen penahan (W), tegangan ijin material (T), dan panjang material (l). Momen penahan setiap material berbeda-beda, tergantung dari dimensi dan geometri penampang melintangnya. Tabel 2.15 menunjukkan beberapa contoh rumus perhitungan momen penahan (W) untuk beberapa geometri melintang material, dan tabel 2.16 menunjukkan beberapa perhitungan kekuatan material berdasarkan titik tumpu dan muatan. Tabel 2.15 Rumus Perhitungan Momen Penahan untuk Beberapa Geometri Melintang Material l 4 p 4 D D» W 3 p 3 D D» Sumber: Sati, 1980 p ( D 64 p ( D 32 4 D - )» 20 4 ) D - d» 10D d 4 - d - d D bh 12 2 bh 6 p a 3 b 4 p a 2 b 4 Tabel 2.16 Rumus Perhitungan Momen Penahan untuk Beberapa Geometri Melintang Material (Lanjutan) l W 3 bh 36 2 bh 24 Sumber: Sati, h 12 3 h D - d 12 D 4 - d 6h 4 3 BH + bh 12 BH 3 + bh 6H 3 3 II-29

54 2.9 Penelitian Sebelumnya Desi Kristanti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor Keluhan Muskuloskeletal dan Penilaian Kelayakan Alternatif Perbaikan Sistem Kerja dengan Metode Benefit Cost Ratio pada Pekerja Angkat Angkut (Studi Kasus: Gudang Persediaan Pupuk Pusri Kediri, Desa Branggahan, Kecamatan Ngadiluwih) telah melakukan identifikasi keluhan musculoskeletal pada pekerja angkat angkut pupuk dengan kuesioner dan memberikan usulan alternatif perbaikan sistem kerja aktivitas angkat angkut dengan pendekatan nilai rasio manfaat dan biaya (B/C). Subjek penelitian ini adalah 25 pekerja angkat angkut pupuk di Gudang Persedian Pupuk Pusri Kediri. Hasil analisis data kuesioner dan observasi menunjukkan bahwa faktor eksternal (berat beban, frekuensi pengangkutan, cara pengangkutan) dan faktor internal (umur, lama kerja, kebiasaan merokok, dan status gizi) mempengaruhi tingkat keluhan musculoskeletal pekerja angkat angkut di Gudang Persediaan Pupuk Pusri Kediri. Sebagian besar daerah keluhan yang dialami pekerja adalah pada leher bagian atas dan bawah, bahu kiri dan kanan, lengan atas kiri, punggung, dan pinggang. Penelitian ini memberikan tiga alternatif usulan perbaikan metode kerja, yaitu: penambahan alat bantu berupa forklift, penambahan alat bantu transpallet, dan penambahan tenaga kerja untuk mengurangi beban angkat per orang. Akan tetapi, dari ketiga alternatif tersebut yang layak untuk digunakan berdasarkan perhitungan nilai rasio manfaat dan biaya (B/C) hanya alternatif kedua, yaitu penambahan alat bantu berupa transpallet yang diharapkan dapat meringankan dan memudahakan pekerja dalam hal pemindahan pupuk. Nilai rasio manfaat dan biayanya sebesar 1,5. Perhitungan dengan rasio >1 dapat dikatakan bahwa alternatif tersebut secara ekonomi layak untuk digunakan (Kristanti, 2009). II-30

55 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ditunjukan pada Gambar 3.1 berikut ini. Mulai Identifikasi Awal Penilaian Level Resiko Postur Kerja dan Penilaian Beban Kerja Fisik Kondisi Awal Perancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk Penyusunan Konsep Perancangan Penentuan Data Anthropometri Pekerja Perhitungan Persentil Pekerja Penentuan Spesifikasi Perancangan Perhitungan Mekanika Teknik Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk Penilaian Level Resiko Postur Kerja Setelah Perancangan Penilaian Beban Kerja Fisik Setelah Perancangan Analisis dan Interpretasi Hasil Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 3.1 Metodologi Penelitian Langkah-langkah penelitian pada Gambar 3.1 dijelaskan secara lebih lengkap dalam sub bab berikut ini. III-1

56 3.1. Identifikasi Awal Tahap identifikasi awal bertujuan untuk mengetahui apakah ada keluhan atau rasa tidak nyaman yang dirasakan pekerja bidang bongkar pupuk di UD. Karya Tani sehingga membantu proses penentuan masalah yang akan diangkat. Langkah-langkah yang ada pada tahap identifikasi awal terdiri dari: observasi lapangan, studi pustaka, wawancara, dan dokumentasi postur kerja awal yang dijelaskan pada sub bab berikut ini Observasi Lapangan Observasi dilakukan untuk mempelajari kondisi lapangan secara real dengan maksud mendapatkan informasi awal yang lengkap mengenai kegiatan UD. Karya Tani dan melakukan pengamatan sikap kerja operator ketika melakukan aktivitas bongkar pupuk, frekuensi pengangkutan, berat beban angkut serta menentukan masalah yang diangkat dalam penelitian. Metode untuk mendapatkan data awal dilakukan dengan pengamatan langsung aktivitas kerja yang terjadi di UD. Karya Tani setiap harinya. Observasi lapangan ini dilakukan selama tiga hari, yaitu pada tanggal 10, 11, dan 12 Desember Hasil yang didapat dari kegiatan observasi ini adalah rincian kegiatan bongkar pupuk yang dilakukan di UD. Karya Tani, cara pangangkatan serta pengangkutan pupuk dari truk menuju gudang, dan beban angkat setiap pekerja Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh dasar-dasar referensi yang kuat dan acuan penelitian sebelumnya yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Studi pustaka ini dilakukan dengan mengeksplorasi buku-buku, jurnal, dan penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan ilmu ergonomi, anthropometri, analisis postur kerja, perancangan alat bantu, dan faktor keluhan musculoskeletal pada pekerja angkat-angkut pupuk. Melalui studi pustaka diperoleh bekal dan gambaran mengenai teori-teori dan konsep-konsep yang akan digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang diteliti, yaitu perancangan alat bantu aktivitas bongkar pupuk untuk memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik pekerja. III-2

57 Wawancara Wawancara dilakukan untuk menggali informasi secara langsung dari pekerja UD. Karya Tani. Kegiatan wawancara ini dilakukan pada tanggal 12 Desember 2010 dan 8 Januari 2011 kepada seluruh pekerja UD. Karya Tani yang berjumlah tiga orang. Hasil yang didapat dari teknik wawancara ini adalah informasi mengenai kondisi awal aktivitas kerja, biodata pekerja, keluhan, keinginan, dan ketidaknyamanan pekerja pada saat melakukan aktivitas bongkar pupuk Dokumentasi Postur Kerja Awal Tahap ini digunakan untuk mengetahui aktivitas yang terjadi pada proses bongkar pupuk. Dokumentasi ini berupa foto-foto postur kerja dan video saat melakukan aktivitas bongkar pupuk di UD. Karya Tani yang diambil dengan bantuan kamera digital. Pendokumentasian postur kerja ini dilakukan pada tanggal 11 dan 12 Desember Penilaian Level Resiko Postur Kerja Awal Tahap ini bertujuan mengetahui level resiko pekerja saat melakukan aktivitas bongkar pupuk berdasarkan perhitungan skor akhir metode RULA. Penilaian postur kerja metode RULA dilakukan melalui lima tahapan. Pertama, menentukan sudut-sudut posisi kerja pekerja pada foto-foto postur kerja yang telah diambil pada tahap dokumentasi sebelumnya. Kedua, melakukan pengkodean postur kerja metode RULA, meliputi postur kerja grup A yang terdiri dari: upper arm, lower arm, wrist, wrist twist, dan grup B yang terdiri dari: neck, trunk, dan legs. Ketiga, melakukan penyusunan skor dengan menggunakan RULA score sheet yang ditunjukkan oleh Tabel 2.7 untuk skor grup A dan Tabel 2.11 untuk skor grup B. Keempat, setelah didapatkan skor grup A dan grup B, maka dilakukan penilaian skor C (skor akhir) dengan melihat nilai A dan B seperti yang ditunjukkan Tabel Kelima, dilakukan penentuan level resiko dan kategori tindakan berdasarkan skor C seperti yang ditunjukkan Tabel III-3

58 3.3. Penilaian Beban Kerja Fisik Awal Tahap ini bertujuan untuk mengetahui selisih antara pengeluaran energi pada waktu pekerja melakukan aktivitas bongkar pupuk dengan pengeluaran energi pada saat istirahat. Penilaian beban kerja fisik ini dilakukan melalui pengukuran konsumsi energi secara tidak langsung, yaitu menggunakan parameter indek kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung (Bridger,1995). Perhitungan konsumsi energi pekerja dilakukan melalui tiga tahapan yang dijelaskan pada sub bab berikut ini Pengukuran Kecepatan Denyut Jantung Pengukuran kecepatan denyut jantung dilakukan sebanyak dua kali pada tanggal 12 Februari Pertama, pengukuran denyut jantung pada saat pekerja melakukan aktivitas bongkar pupuk, yaitu jeda waktu satu menit setelah pekerja melakukan 10 kali pengangkutan pupuk dari truk menuju gudang. Kedua, pengukuran denyut jantung pada saat pekerja istirahat, yaitu denyut jantung pekerja sepuluh menit sebelum pekerjaan dimulai. Pengumpulan data kecepatan denyut jantung pekerja menggunakan stopwatch dengan teknik atau metode 10 denyut (ten pulse methods). Metode 10 denyut dilakukan dengan mengukur waktu yang diperlukan jantung atau nadi untuk berdenyut sebanyak 10 kali Perhitungan Denyut Jantung Data denyut jantung yang didapatkan dari pengumpulan data kecepatan denyut jantung, kemudian dikonversikan ke dalam jumlah denyut jantung per menit dengan menggunakan persamaan Perhitungan Konsumsi Energi Hasil perhitungan denyut jantung per menit kemudian dikonversikan ke dalam perhitungan konsumsi energi. Besarnya konsumsi energi didapatkan melalui perhitungan dengan menggunakan persamaan 2.2 dan pesamaaan Perancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk Tahap perancangan ini terdiri dari: penyusunan konsep rancangan alat bantu bongkar pupuk dengan tujuan commit utama to untuk user memperbaiki postur kerja dan III-4

59 menurunkan beban kerja fisik pekerja, perhitungan persentil untuk menentukan ukuran perancangan desain alat bantu bongkar pupuk, penentuan spesifikasi rancangan dari segi dimensi dan komponen rancangan serta dilakukan perhitungan mekanika teknik. Adapun penjelasan masing-masing langkah dijelaskan sub bab berikut ini Penyusunan Konsep Perancangan Penyusunan konsep perancangan alat bantu bongkar pupuk dilakukan dengan mengacu pada identifikasi masalah yang diperoleh. Berdasarkan data permasalahan tersebut perlu dilakukan penyusunan konsep perancangan alat bantu bongkar pupuk yang bertujuan untuk memperbaiki postur kerja dan mengurangi beban kerja fisik pekerja. Konsep perancangan alat bantu bongkar pupuk ini mengadopsi dan memodifikasi beberapa tahapan metode rasional dari Nigel Cross. Metode ini banyak digunakan dalam perancangan karena memiliki tahapan yang jelas sehingga dapat memberikan hasil rancangan dan produk akhir yang berkualitas (Cross, 2000). Adapun konsep perancangan alat bantu bongkar pupuk meliputi : 1. Penjabaran Kebutuhan Perancangan (Need). Penjabaran dari hasil keluhan yang dialami pekerja saat melakukan aktivitas bongkar pupuk dan keinginan pekerja terhadap rancangan alat bantu kerja. 2. Pembangkitan Gagasan dalam Perancangan (Idea) a. Penjelasan Tujuan (Clarifying Objectives) Bertujuan untuk menjelaskan tujuan dan sub tujuan dari perancangan alat bantu bongkar pupuk. Tahap ini menunjukkan bentuk diagramatis dimana tujuan-tujuan yang berbeda dihubungkan satu sama lain, serta pola hirarki tujuan dan sub tujuan. b. Penetapan Tujuan (Establishing Functions) Bertujuan untuk menentukan fungsi-fungsi yang dibutuhkan dan batasan sistem dari perancangan yang akan dilakukan. Tahap ini dilakukan dengan menggambarkan diagram blok yang mengilustrasikan interaksi antar sub fungsi dasar. III-5

60 c. Spesifikasi Kinerja (Performance Specification) Bertujuan untuk membuat spesifikasi yang akurat dari kebutuhan perancangan alat bantu bongkar pupuk yang akan dilakukan. Spesifikasi yang telah ditentukan oleh perancang ditetapkan sebagai tujuan perancangan dengan mencantumkan kriteria-kriteria Data Anthropometri Pekerja Data anthropometri pekerja digunakan untuk menetapkan ukuran rancangan. Hal ini dimaksudkan agar rancangan yang dihasilkan dapat digunakan dengan baik dan disesuaikan atau paling tidak mendekati karakteristik penggunanya. Data yang diambil berjenis kelamin pria dan termasuk dalam kelompok usia dewasa. Pengambilan data diperoleh dari hasil pengukuran anthropometri seluruh pekerja pada bagian bongkar pupuk UD. Karya Tani yang berjumlah tiga orang pada tanggal 12 Februari Adapun data anthropometri yang diambil sesuai dengan variabel yang dibutuhkan dalam perancangan alat bantu bongkar pupuk, yaitu yaitu tinggi siku berdiri (tsb), lebar bahu (lb), diameter lingkar genggam (dlg), dan lebar jari ke-2,3,4,5 (lj). Alat ukur yang digunakan adalah roll meter dan meteran jahit Perhitungan Persentil Aspek anthropometri diperhitungkan dalam perancangan fasilitas kerja sehingga dapat memenuhi aspek kesesuaian penggunaan fasilitas dengan penggunanya. Berdasarkan sketsanya, kemudian dilakukan penentuan dimensi rancangan alat bantu dengan menggunakan data antropometri yang telah dikumpulkan. Setelah menentukan data antropometri yang digunakan maka dilakukan perhitungan persentil digunakan untuk menentukan ukuran perancangan desain alat bantu bongkar pupuk. Persentil yang digunakan adalah persentil ke-5, persentil ke-50, dan persentil ke-95. Perhitungan persentil pekerja dilakukan berdasarkan Tabel 2.3 pada Bab 2. III-6

61 3.4.4 Penentuan Spesifikasi Perancangan Pada tahap perancangan ini akan dilakukan penentuan spesifikasi alat bantu bongkar pupuk. Pada perancangan alat bongkar pupuk ini terdiri dari 3 kegiatan utama, yaitu : 1. Perhitungan Dimensi Perhitungan dimensi dilakukan untuk menentukan ukuran rancangan yang akan dibuat. Perhitungan dimensi yang dilakukan meliputi: a. Ukuran Lebar Pegangan Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan lebar pegangan adalah lebar bahu (lb) dengan persentil ke-95. Penggunaan persentil 95 dimaksudkan agar pekerja dengan lebar bahu yang lebih besar dapat memegang pegangan dengan leluasa dan nyaman. b. Diameter Pegangan Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan diameter pegangan adalah diameter lingkar genggam (dlg) dengan persentil ke-5. Penggunaan persentil 5 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki diameter genggam lebih kecil dapat memegang pegangan dengan nyaman dan pekerja yang memiliki diameter genggam lebih besar dapat memegang pegangan dengan mudah. c. Ukuran Ketinggian Pegangan Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan ukuran tinggi pegangan dari permukaan lantai adalah tinggi siku berdiri (tsb) dengan persentil ke-5. Penggunaan persentil 5 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki tinggi siku berdiri yang lebih pendek dapat menggunakan alat bantu bongkar pupuk ini dengan nyaman dan pekerja yang memiliki tinggi siku berdiri lebih tinggi juga dapat menggunakan alat dengan mudah. d. Panjang Genggaman Pegangan Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan panjang genggaman pegangan adalah lebar jari ke-2,3,4,5 (lj) dengan persentil ke Penggunaan persentil 95 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki lebar telapak tangan lebih besar dapat menggenggam pegangan dengan nyaman. III-7

62 e. Perhitungan Sudut Kemiringan Pegangan Lift Table Data yang digunakan didasarkan pada tabel control resistance criteria yang menyatakan bahwa kriteria kontrol kemiringan pegangan tuas pengungkit (lever handle) untuk jenis dua tangan adalah sebesar dari titik acuan (Freivalds, 2009). f. Panjang Papan Landasan Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi panjang karung pupuk merk pusri dan kujang yang memuat pupuk seberat 50 kg. g. Lebar Papan Landasan Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi lebar karung pupuk merk pusri dan kujang yang memuat pupuk seberat 50 kg. h. Ketinggian Maksimum Papan Landasan Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi ketinggian bak truk yang menjadi armada utama proses distribusi pupuk di UD. Karya Tani, sedangkan dimensi ukuran tinggi bak truk adalah 103 cm. 2. Penentuan Komponen Pada tahap ini akan dilakukan suatu penetapan bahan yang digunakan dalam merancang alat bantu bongkar pupuk. 3. Pembuatan Rancangan Pembuatan rancangan dilakukan melalui pembuatan gambar secara 2D (dua dimensi) dan 3D (tiga dimensi) Perhitungan Mekanika Teknik Tahap ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan hasil rancangan alat bantu terhadap beban maksimal yang diterima. Perhitungan teknik meliputi perhitungan gaya-gaya yang terjadi pada rangka, momen pada titik kritis, dan perhitungan kekuatan komponen Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk Tahap ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan terhadap postur kerja dan beban kerja fisik pekerja setelah menggunakan alat bantu hasil rancangan. Untuk memvalidasi rancangan alat bantu bongkar pupuk ini dilakukan dengan dua cara yang dijelaskan pada sub bab berikut ini. III-8

63 Penilaian Level Resiko Postur Kerja Setelah Perancangan Penilaian level resiko postur kerja setelah perancangan memiliki tahapan yang sama dengan penilaian level resiko postur kerja kondisi awal. Akan tetapi, untuk mengetahui ada tidaknya perubahan level resiko postur maka dilakukan perbandingan level resiko dari skor akhir RULA kondisi awal dan kondisi setelah memakai alat hasil rancangan. Semakin kecil nilai RULA berarti level resiko semakin kecil sehingga hasil rancangan layak untuk digunakan Penilaian Beban Kerja Fisik Setelah Perancangan Penilaian beban kerja fisik setelah menggunakan alat hasil rancangan dilakukan melalui perhitungan konsumsi energi secara tidak langsung, yaitu menggunakan parameter indek kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung dengan langkah-langkah yang sama dengan penilaian beban kerja fisik awal Analisis dan Interpretasi Hasil Analisa dan interpretasi hasil dilakukan untuk menganalisis kondisi awal, rancangan alat bantu bongkar pupuk, mekanika teknik, dan kondisi setelah perancangan Kesimpulan dan Saran Pada tahap ini akan membahas kesimpulan dari hasi pengolahan data dengan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian dan memberikan saran perbaikan yang mungkin dilakukan untuk penelitian selanjutnya. III-9

64 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisi tentang keseluruhan tahapan pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian. Penelitian ini terdiri dari serangkaian aktivitas merumuskan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menarik suatu kesimpulan. 4.1 Identifikasi Awal Identifikasi awal dilakukan selama bulan Desember Januari 2011 dengan tujuan untuk mengetahui informasi awal di tempat penelitian. Metode untuk mendapatkan data awal dilakukan dengan pengamatan langsung proses bongkar pupuk, wawancara, dan pendokumentasian gambar postur kerja Data Kualitatif Data kualitatif mengenai rincian kegiatan bongkar pupuk dan keluhan yang dialami pekerja saat melakukan aktivitas bongkar pupuk dilakukan melalui teknik wawancara secara langsung terhadap tiga orang pekerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja, diketahui kegiatan bongkar per hari rata-rata sebanyak 12 ton pupuk. Rata-rata frekuensi aktivitas pemindahan pupuk dari truk menuju gudang adalah 80 kali/hari/pekerja dengan rentang jarak kurang lebih tujuh meter. Adapun rincian kegiatan bongkar pupuk di UD. Karya Tani dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1. Atribut Kegiatan Manual Material Handling No Atribut Manual Material Handling Kondisi Awal Satuan 1 Cara bongkar pupuk Manual tanpa fasilitas kerja - 2 Jumlah pekerja pada bidang bongkar pupuk 3 orang 3 Beban angkut pupuk 50 kg 4 Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali aktivitas pemindahan pupuk 30 detik 5 6 Rata-rata frekuensi pengangkutan beban dalam sehari yang dilakukan oleh satu pekerja (khusus kegiatan bongkar) Total beban pengangkutan pupuk dalam satu hari yang dilakukan satu pekerja 80 kali 4 ton 7 Jarak antara gudang pupuk dengan commit armada to user 7 meter IV-1

65 Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap pekerja bagian bongkar muat pupuk diperoleh informasi mengenai keluhan ketidaknyamanan dan kesulitan yang dialami pekerja saat melakukan aktivitas bongkar pupuk. Daftar pertanyaan wawancara pekerja selengkapnya terdapat pada lampiran. Rekapitulasi hasil wawancara mengenai keluhan ketidaknyamanan dan kesulitan pada aktivitas bongkar pupuk tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Rekapitulasi Keluhan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk No Keluhan Pekerja Jumlah (orang) 1 Keluhan rasa pegal pada bagian bahu dan lengan serta nyeri pada bagian punggung, pergelangan tangan, dan leher setelah mengangkut pupuk Kesulitan saat menarik pupuk untuk ditempatkan ke punggung Kelelahan dan keluhan nafas terengah-engah saat mengangkut pupuk dari truk menuju gudang Kesulitan saat akan meletakkan pupuk di gudang. 2 Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui keinginan pekerja yang selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam perancangan. Tabel 4.3 menunjukkan beberapa pernyataan keinginan pekerja mengenai alat bantu kerja sebagai fasilitas pendukung pada aktivitas bongkar pupuk. Tabel 4.3 Rekapitulasi Keinginan Pekerja No Keinginan Pekerja Jumlah (orang) 1 Pekerja menginginkan alat bantu yang memungkinkan proses pengangkutan pupuk dengan posisi yang nyaman dan meminimalkan kelelahan akibat penggunaan tenaga yang berlebihan saat mengangkut pupuk. 3 2 Pekerja menginginkan alat bantu yang memudahkan menempatkan pupuk untuk diangkut. 2 3 Kemudahan dalam mengoperasikan alat bantu. 3 4 Pekerja menginginkan alat bantu yang memudahkan proses peletakkan pupuk di gudang. Tabel 4.3 menunjukkan hasil rekapitulasi data keinginan pekerja untuk perancangan alat bantu bongkar pupuk, dimana diperoleh hasil tingkat keinginan terbesar adalah keinginan pekerja untuk memperbaiki posisi kerja saat melakukan pengangkutan pupuk dan kemudahan pengoperasian alat bantu bongkar pupuk. IV-2 2

66 4.1.2 Dokumentasi Postur Kerja Awal Pengamatan postur kerja pekerja bidang bongkar pupuk dilakukan melalui pendokumentasian gambar dengan kamera digital. Pendokumentasian aktivitas pekerja dilakukan saat pekerja melakukan aktivitas pengangkatan dan pengangkutan pupuk dari truk menuju gudang. Data selanjutnya dibagi ke dalam fase-fase gerakan untuk memudahkan penilaian dengan metode RULA. Fase-fase gerakan bongkar pupuk ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.4 Fase-Fase Gerakan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk No Gambar Aktivitas 1 Pekerja menempatkan beban (pupuk) ke punggung sebagai inisialisasi pengangkatan. Posisi lengan atas fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar dengan bahu naik, posisi lengan bawah fleksi terhadap lengan atas sebesar 78 0, posisi pergelangan tangan sebesar 34 0, putaran pergelangan tangan pada posisi tengah dari putaran, posisi leher fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 18 0, posisi punggung ekstensi terhadap sumbu tubuh sebesar 11 0, posisi kaki normal atau seimbang. 2 Pekerja mulai memindahkan tumpuan beban dari bak ke punggung. Posisi lengan atas fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 87 0, posisi lengan bawah fleksi terhadap lengan atas sebesar 106 0, posisi pergelangan tangan sebesar 45 0 dengan pergelangan tangan menjahui sisi tengah, putaran pergelangan tangan berada dekat dari putaran, posisi leher fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 67 0, posisi punggung fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 13 0, posisi kaki normal atau seimbang. IV-3

67 Tabel 4.5 Fase-Fase Gerakan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk (Lanjutan) No Gambar Aktivitas 3 Pekerja mengangkut beban berjalan dari truk menuju gudang dengan beban di atas punggung. Posisi lengan atas fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar dengan bahu naik, posisi lengan bawah fleksi terhadap lengan atas sebesar 142 0, posisi pergelangan pada posisi netral, putaran pergelangan tangan pada posisi yang netral dan berada pada posisi tengah dari putaran, posisi leher fleksi terhadap sumbu tubuh 38 0, posisi punggung fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 27 0, posisi kaki normal atau seimbang. 4 Pekerja melepaskan beban dari punggung dan menjatuhkan beban ke lantai. Posisi lengan atas fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar dengan bahu naik, posisi lengan bawah fleksi terhadap lengan atas sebesar dengan lengan bawah bekerja melewati garis tengah tubuh, posisi pergelangan tangan sebesar 58 0, putaran pergelangan tangan pada posisi tengah dari putaran, posisi leher fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 83 0, posisi punggung fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 48 0, posisi kaki normal atau seimbang. 4.2 Penilaian Level Resiko Postur Kerja Awal dengan Metode RULA Penilaian level resiko postur kerja diawali dengan menerjemahkan postur kerja dari hasil pengambilan gambar sesuai dengan penilaian postur kerja metode RULA. Kode postur kerja metode RULA meliputi postur kerja grup A yang terdiri dari: upper arm (lengan atas), lower arm (lengan bawah), wrist (pergelangan tangan), wrist twist (putaran pergelangan tangan), dan grup B yang terdiri dari: neck (leher), trunk (punggung), dan legs (kaki). Setelah didapatkan hasil pengkodean dari tiap-tiap fase gerakan, maka dilanjutkan dengan penilaian postur kerja dengan metode RULA. IV-4

68 1. Fase Gerakan 1 Gambar 4.1 Sudut Postur Kerja Saat Menempatkan Beban ke Punggung Hasil kode RULA dari sikap kerja Gambar 4.1 adalah sebagai berikut: a. Postur kerja grup A - Postur kerja bagian upper arm Upper arm membentuk sudut > 90 0 dan bahu naik dengan skor =5 - Postur kerja bagian lower arm Lower arm membentuk sudut dengan skor = 1 - Postur kerja bagian wrist Wrist membentuk sudut >15 0 dengan skor = 3 - Postur kerja bagian wrist twist Wrist twist berada di garis tengah dengan skor =1 Penilaian postur kerja grup A dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut. IV-5

69 Upper Arm Tabel 4.6 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 1 Wrist Lower Arm Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.6 adalah 5 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup A adalah = 9 b. Postur kerja grup B - Postur kerja bagian neck Neck membentuk sudut dengan skor = 2 - Postur kerja bagian trunk Trunk membentuk sudut dengan skor = 2 IV-6

70 - Postur kerja bagian legs Legs berada pada posisi normal atau seimbang dengan skor = 1 Penilaian postur kerja grup B dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini. Tabel 4.7 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 1 Trunk Neck Legs Legs Legs Legs Legs Legs Skor postur kerja pada grup B berdasarkan Tabel 4.6 adalah = 2 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup B adalah = 6 Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini. Tabel 4.8 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 1 Tabel C Skor grup B Skor Grup A Skor akhir untuk fase gerakan 1 pada aktivitas bongkar pupuk adalah sebesar 7. Berdasarkan skor tersebut maka level resiko aktivitas bongkar pupuk IV-7

71 pada fase 1 ini berada pada level resiko tinggi dan diperlukan tindakan perbaikan postur kerja sekarang juga. 2. Fase Gerakan 2 Gambar 4.2 Sudut Postur Kerja Saat Memindahkan Tumpuan Beban dari Bak Truk ke Punggung Hasil kode RULA dari sikap kerja Gambar 4.2 adalah sebagai berikut: a. Postur kerja grup A - Postur kerja bagian upper arm Upper arm membentuk sudut dengan skor = 3 - Postur kerja bagian lower arm Lower arm membentuk sudut >100 0 dengan skor = 2 - Postur kerja bagian wrist Wrist membentuk sudut >15 0 dan pergelangan tangan menjahui sisi tengah dengan skor 3+1 = 4 IV-8

72 - Postur kerja bagian wrist twist Wrist twist berada dekat dari putaran dengan skor = 2 Penilaian postur kerja grup A dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut. Tabel 4.9 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 2 Wrist Upper Arm Lower Arm Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.9 adalah 5 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup A adalah = 9 b. Postur kerja grup B - Postur kerja bagian neck Neck membentuk sudut > 20 0 dengan skor = 3 IV-9

73 - Postur kerja bagian trunk Trunk membentuk sudut dengan skor = 2 - Postur kerja bagian legs Legs berada pada posisi normal atau seimbang dengan skor = 1 Penilaian postur kerja grup B dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini. Tabel 4.10 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 2 Trunk Neck Legs Legs Legs Legs Legs Legs Skor postur kerja pada grup B berdasarkan Tabel 4.10 adalah = 3 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup B adalah = 7 Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini. Tabel 4.11 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 2 Tabel C Skor grup B Skor Grup A Skor akhir untuk fase gerakan 2 pada aktivitas bongkar IV-10

74 pupuk adalah sebesar 7. Berdasarkan skor tersebut maka level resiko aktivitas bongkar pupuk pada fase 2 ini berada pada level resiko tinggi dan diperlukan tindakan perbaikan postur kerja sekarang juga. 3. Fase Gerakan 3 Gambar 4.3 Sudut Postur Kerja Saat Mengangkut Beban Berjalan Menuju Gudang Hasil kode RULA dari sikap kerja Gambar 4.3 adalah sebagai berikut: a. Postur kerja grup A - Postur kerja bagian upper arm Upper arm membentuk sudut > 90 0 dan bahu naik dengan skor = 5 - Postur kerja bagian lower arm Lower arm membentuk sudut > dengan skor = 2 - Postur kerja bagian wrist Wrist pada posisi netral dengan skor = 1 IV-11

75 - Postur kerja bagian wrist twist Wrist twist berada di garis tengah dengan skor = 1 Penilaian postur kerja grup A dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut ini. Tabel 4.12 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 3 Wrist Upper Arm Lower Arm Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.12 adalah 5 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup A adalah = 9 b. Postur kerja grup B - Postur kerja bagian neck Neck membentuk sudut > 20 0 dengan skor = 3 IV-12

76 - Postur kerja bagian trunk Trunk membentuk sudut dengan skor = 3 - Postur kerja bagian legs Legs berada pada posisi normal atau seimbang dengan skor = 1 Penilaian postur kerja grup B dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut ini. Tabel 4.13 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 3 Trunk Neck Legs Legs Legs Legs Legs Legs Skor postur kerja pada grup B berdasarkan Tabel 4.13 adalah = 4 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup B adalah = 8 Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut ini. Tabel 4.14 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 3 Tabel C Skor grup B Skor Grup A Skor akhir untuk fase gerakan 3 pada aktivitas bongkar pupuk adalah sebesar 7. Berdasarkan skor tersebut maka level resiko aktivitas bongkar pupuk IV-13

77 pada fase 3 ini berada pada level resiko tinggi dan diperlukan tindakan perbaikan postur kerja sekarang juga. 4. Fase Gerakan 4 Gambar 4.4 Sudut Postur Kerja Saat Melepaskan Beban dari Punggung Hasil kode RULA dari sikap kerja Gambar 4.4 adalah sebagai berikut: a. Postur kerja grup A - Postur kerja bagian upper arm Upper arm membentuk sudut > 90 0 dan bahu naik dengan skor = 5 - Postur kerja bagian lower arm Lower arm membentuk sudut >100 0 tubuh dengan skor 2+1 = 3 dan bekerja melewati garis tengah - Postur kerja bagian wrist Wrist membentuk sudut >15 0 dengan skor = 3 - Postur kerja bagian wrist twist Wrist twist berada di garis tengah commit dengan to user skor = 1 IV-14

78 Penilaian postur kerja grup A dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut. Tabel 4.15 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 4 Wrist Upper Arm Lower Arm Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.15 adalah 7 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup A adalah = 11 b. Postur kerja grup B - Postur kerja bagian neck Neck membentuk sudut > 20 0 dengan skor = 3 - Postur kerja bagian trunk Trunk membentuk sudut dan batang tubuh bengkok dengan skor 3+1 = 4 IV-15

79 - Postur kerja bagian legs Legs berada pada posisi normal atau seimbang dengan skor = 1 Penilaian postur kerja grup B dapat dilihat pada Tabel 4.16 berikut ini. Tabel 4.16 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 4 Trunk Neck Legs Legs Legs Legs Legs Legs Skor postur kerja pada grup B berdasarkan Tabel 4.16 adalah = 5 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup B adalah = 9 Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.17 berikut ini. Tabel 4.17 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 4 Tabel C Skor grup B Skor Grup A Skor akhir untuk fase gerakan 4 pada aktivitas bongkar pupuk adalah sebesar 7. Berdasarkan skor tersebut maka level resiko aktivitas bongkar pupuk pada gerakan fase 4 ini berada pada level resiko tinggi dan diperlukan tindakan perbaikan postur kerja sekarang juga. IV-16

80 Rekapitulasi hasil perhitungan postur kerja tiap-tiap fase gerakan aktivitas bongkar pupuk dengan menggunakan RULA dapat dilihat pad Tabel 4.18 berikut ini. Tabel 4.18 Level Resiko Tiap-Tiap Fase Gerakan Fase Gerakan Skor Akhir Level Resiko Kategori Tindakan Gerakan 1 7 Tinggi Tindakan sekarang juga Gerakan 2 7 Tinggi Tindakan sekarang juga Gerakan 3 7 Tinggi Tindakan sekarang juga Gerakan 4 7 Tinggi Tindakan sekarang juga 4.3 Penilaian Beban Kerja Fisik Awal Penilaian beban kerja fisik ini dilakukan melalui perhitungan konsumsi energi dengan menggunakan parameter indek kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung (Bridger,1995). Perhitungan konsumsi energi pekerja diawali dengan pengumpulan data denyut jantung pekerja sebelum beraktivitas (DN0) dan pada saat pekerja melakukan aktivitas bongkar pupuk (DN1) Perhitungan Denyut Jantung Penentuan besarnya denyut dilakukan dengan menggunakan metode 10 denyut (ten pulse methods), yaitu dengan cara mengkonversikan capaian kecepatan denyut jantung sebanyak 10 denyut ke dalam banyaknya denyut jantung selama satu menit. Rekapitulasi keseluruhan denyut jantung sebelum aktivitas (DN0) dan pada saat berktivitas (DN1) ditunjukkan Tabel 4.19 berikut ini. Tabel 4.19 Rekapitulasi Pengumpulan Data Kecepatan Denyut Jantung Kecepatan denyut jantung / 10 Pekerja denyut Denyut Jantung DN0 (detik) DN1 (detik) DN0 (denyut) DN1 (denyut) Berikut ini ditunjukkan contoh perhitungan denyut jantung sebelum aktivitas (DN0) dan pada saat pekerja berktivitas (DN1). 1. Denyut jantung istirahat (DN0) Denyut jantung/menit = (10 denyut) / (kecepatan 10 denyut) 60 = (10/9.52) 60 IV-17

81 2. Denyut jantung kerja (DN1) = denyut/menit Denyut jantung/menit = (10 denyut) / (kecepatan 10 denyut) 60 = (10/4.48) 60 = denyut/menit Perhitungan Konsumsi Energi Hasil perhitungan denyut jantung digunakan untuk menentukan besarnya konsumsi energi. Perhitungan konsumsi energi sebelum perancangan digunakan untuk mengetahui beban kerja saat pekerja melakukan aktivitas bongkar pupuk. Konsumsi energi dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2 dan persamaan 2.3. Rekapitulasi konsumsi energi pekerja ditunjukkan Tabel 4.20 berikut ini. Tabel 4.20 Konsumsi Energi Aktivitas Bongkar Pupuk Pekerja Denyut Jantung Energi Konsumsi Energi DN0 (denyut) DN1 (denyut) E j E t (Kkal/menit) Rata-rata 5.43 Berikut ditujukkan contoh perhitungan konsumsi energi: 1. Perhitungan energi yang diperlukan pada saat istirahat (Ej) E j = 1,80411 (0, )X + (4,71733 x 10-4) X 2 = 1,80411 (0, x 63) + (4,71733 x 10-4 x (63) 2 ) = Perhitungan energi yang diperlukan pada waktu kerja (Et) E t = 1,80411 (0, )X + (4, ) X 2 = 1,80411 (0, ) + (4, (134) 2 ) = Perhitungan besarnya konsumsi energi (KE) KE = E t E j = = 4.99 Kkal/menit IV-18

82 Hasil perhitungan konsumsi energi (rata-rata) pada aktivitas bongkar pupuk sebesar 5.43 kkal/menit. Hasil tersebut dapat dikategorikan sebagai jenis pekerjaan berat. E. Grandjean (1986) menyatakan bahwa 5.2 Kkal/menit merupakan nilai yang direkomendasikan untuk suatu kondisi kerja berat, jika melebihi batasan yang direkomendasikan maka biasanya akan timbul rasa lelah atau fatique (Nurmianto, 2005). 4.4 Tahap Perancangan Pada tahap perancangan ini diawali penyusunan konsep rancangan alat bantu bongkar pupuk dengan tujuan utama untuk memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik, perhitungan persentil untuk menentukan ukuran perancangan desain alat bantu bongkar pupuk, penentuan spesifikasi rancangan dari segi dimensi dan komponen rancangan serta dilakukan perhitungan mekanika teknik Penyusunan Konsep Perancangan Penyusunan konsep perancangan dilakukan dengan mengacu pada data studi pendahuluan yang diperoleh. Data studi pendahuluan ini menunjukkan fakta yang tejadi di tempat penelitian dan memberikan informasi tentang apa yang diinginkan pekerja. Penyusunan konsep perancangan dilakukan dengan cara menjabarkan keluhan dan keinginan pekerja menjadi kebutuhan perancangan yang dilanjutkan dengan pengembangan ide perancangan sesuai dengan kebutuhan yang telah dibuat sebelumnya. 1. Penjabaran Kebutuhan Perancangan (Need) Informasi yang diperoleh dari studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara menunjukkan bahwa pekerja belum menemukan kenyamanan dalam melakukan aktivitasnya seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2. Faktor ketidaknyamanan ini dipertegas dari wawancara secara mendalam kepada pekerja yang menunjukkan adanya keluhan rasa sakit, nyeri, pegal terutama pada bagian punggung, bahu, lengan, dan leher. Hubungan antara timbulnya keluhan dengan penyebabnya dapat dijelaskan melalui Tabel 4.21 berikut ini. IV-19

83 Tabel 4.21 Ringkasan Keluhan Pekerja dan Penyebabnya No Keluhan Pekerja Penyebab 1 Keluhan rasa pegal pada bagian bahu dan lengan serta nyeri pada bagian punggung, pergelangan tangan, dan leher setelah mengangkut pupuk Kesulitan saat menarik pupuk untuk ditempatkan ke punggung. Kelelahan dan keluhan nafas terengah - engah saat mengangkut pupuk dari truk menuju gudang. Kesulitan saat akan meletakkan pupuk di gudang. Posisi tangan tertarik ke belakang memegang pupuk dan punggung membungkuk untuk menopang pupuk sambil berjalan dari truk menuju gudang. Kedua tangan tertarik ke belakang dengan bahu naik untuk meraih pupuk di belakang tubuh. Pupuk yang diangkut cukup berat sehingga posisi tubuh dalam kondisi tidak stabil. Gagasan atau ide yang dikembangkan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perancangan yang telah dibuat sebelumnya pada Tabel IV-20 Posisi punggung membungkuk sambil menyamping dan lengan bawah bekerja melawati garis tengah tubuh untuk melepaskan pupuk yang ditopang di punggung pekerja. Di lain pihak, pekerja juga menyatakan keinginanya seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3, hasil keinginan dan keluhan pekerja tersebut kemudian dijabarkan menjadi kebutuhan perancangan yang harus dipenuhi. Penjabaran kebutuhan dibuat untuk memperjelas batasan-batasan masalah dalam pembuatan konsep perancangan dan mempermudah tahapan penyelesaian yang harus dilakukan sehingga alat yang akan dirancang sesuai dengan tujuan. Penjabaran kebutuhan dapat dilihat pada Tabel 4.22 berikut ini. Tabel 4.22 Penjabaran Kebutuhan Perancangan No Keinginan Pekerja Penjabaran Kebutuhan Pekerja menginginkan alat bantu Alat bantu yang memungkinkan proses yang memungkinkan proses pengangkutan pupuk tanpa membungkuk pengangkutan pupuk dengan posisi dan tangan tertarik ke belakang. 1 yang nyaman dan meminimalkan kelelahan atau penggunaan tenaga Alat bantu dibuat dengan mekanisme yang berlebihan saat mengangkut sederhana namun dapat memperingan pupuk. dalam mengangkut pupuk. 2 Pekerja menginginkan alat bantu yang memudahkan menempatkan pupuk untuk diangkut. 3 Kemudahan dalam mengoperasikan alat bantu. 2. Pembangkitan Gagasan Perancangan Adanya landasan untuk menopang pupuk. Ketinggian landasan sesuai dengan ketinggian bak truk. Alat bantu dapat dioperasikan hanya dengan satu orang pekerja tanpa mengurangi aktivitas pengangkutan pupuk. Mobilitas alat cukup baik. Alat stabil saat dijalankan.

84 Permasalahan utama yang terjadi pada aktivitas bongkar pupuk adalah postur kerja pekerja pada saat mengangkut pupuk yang mengharuskan pekerja memanggul pupuk dengan posisi punggung membungkuk, leher fleksi dengan tangan tertarik ke belakang untuk menahan pupuk sehingga menyebabkan pekerja harus bekerja dengan sikap paksa dan menggunakan tenaga yang berlebihan untuk mengangkut pupuk. Sikap paksa tersebut apabila dilakukan dalam waktu yang lama dan berulang-ulang sangatlah mungkin untuk menimbulkan rasa sakit, nyeri, dan pegal pada beberapa bagian tubuh, terutama punggung, bahu, leher, dan pergelangan tangan. Berdasarkan penjabaran kebutuhan, dapat diketahui adanya peluang untuk mengantisipasi timbulnya keluhan pada bagian tubuh dan untuk meminimalkan timbulnya sikap paksa dengan merancang sebuah alat bantu kerja bongkar pupuk berupa lift table yang berfungsi sebagai alat untuk mempermudah aktivitas pengangkutan pupuk. Pembangkitan ide perancangan ini diperjelas dengan mengadopsi dan memodifikasi beberapa tahapan metode perancangan rasional dari Nigel Cross yang terdiri dari penjelasan tujuan, penetapan fungsi, dan penentuan spesifikasi kinerja. Beberapa tahapan tersebut adalah : a. Penjelasan Tujuan Tahap ini bertujuan untuk menjelaskan tujuan dan sub tujuan dari perancangan, serta hubungan di antara keduanya. Penjabaran tujuan dan sub tujuan dari perancangan dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini. Gambar 4.5 Penjelasan commit to Tujuan user Perancangan IV-21

85 b. Penetapan Fungsi Tahap ini bertujuan menentukan fungsi-fungsi yang dibutuhkan dan batasan sistem dari perancangan yang akan dilakukan. Langkah pertama yang dilakukan adalah menunjukkan fungsi perancangan secara umum dalam perubahan masukan (input) menjadi keluaran (output) yang diinginkan, seperti pada Gambar 4.6 berikut ini. Gambar 4.6 Fungsi Umum Perancangan Langkah selanjutnya adalah memecah fungsi umum menjadi sub fungsi dasar yang lebih spesifik. Sub fungsi dasar yang pertama dari perancangan alat bantu (fasilitas kerja) aktivitas bongkar pupuk yang berupa lift table adalah pengaturan pegangan. Ukuran pegangan disesuaikan dengan data anthropometri pekerja dan pegangan diberi busa atau karet, hal ini dimaksudkan memberi kenyamanan pekerja pada saat mendorong lift table. Penjabaran sub fungsi pengaturan pegangan lift table dijelaskan pada Gambar 4.7 berikut ini. Gambar 4.7 Sub Fungsi Pengaturan Pegangan Lift Table Sub fungsi dasar kedua dari perancangan lift table adalah pengaturan ukuran landasan. Ukuran panjang dan lebar landasan disesuaikan dengan dimensi karung pupuk dan ketinggian landasan disesuaikan dengan ketinggian bak truk, hal ini dimaksudkan memberi kemudahan IV-22 dalam memindahkan dan

86 memposisikan pupuk dari bak truk ke lift table. Penjabaran sub fungsi pengaturan landasan lift table dijelaskan pada Gambar 4.8 berikut ini. Gambar 4.8 Sub Fungsi Pengaturan Ukuran Landasan Lift Table Sub fungsi dasar ketiga dari perancangan lift table adalah pengaturan kekuatan landasan penopang beban (pupuk). Landasan penopang pupuk dan rangka dibuat dari baja, hal ini dimaksudkan agar lift table mampu mengangkat pupuk atau beban sebesar 100 kilogram dengan ringan. Penjabaran sub fungsi pengaturan kekuatan landasan penopang beban dijelaskn pada Gambar 4.9 berikut ini. Gambar 4.9 Sub Fungsi Kekuatan Landasan Penopang Beban Sub fungsi dasar keempat dari perancangan lift table adalah akses kemudahan penggunaan lift table. Sub fungsi dasar ini diakomodasi melalui pengaturan roda depan yang dinamis pada rancangan lift table. Pemilihan roda depan lift table secara dinamis dimaksudkan agar memberi akses kemudahan mobilitas penggunaan lift table oleh pekerja. Penjabaran sub fungsi akses kemudahan penggunaan lift table commit dapat dilihat to user Gambar 4.10 berikut ini. IV-23

87 Gambar 4.10 Sub Fungsi Akses Kemudahan Penggunaan Lift Table Sub fungsi dasar kelima dari perancangan lift table adalah pengaturan jumlah roda pada lift table. Untuk mempercepat mobilitas pengangkutan pupuk dari truk menuju gudang maka lift table dilengkapi dengan dau buah roda depan dan dua buah roda belakang. Penjabaran sub fungsi pemberian roda pada lift table dapat dilihat Gambar 4.11 berikut ini. Gambar 4.11 Sub Fungsi Jumlah Pemberian Roda pada Lift Table c. Spesifikasi Kinerja Tahap ini bertujuan untuk membuat spesifikasi yang akurat dari kebutuhan perancangan. Tabel 4.23 menunjukkan spesifikasi kinerja dari perancangan yang dilakukan. IV-24

88 Tabel 4.23 Spesifikasi Kinerja Perancangan Lift Table No Kriteria Spesifikasi 1 Sesuai ukuran anthropometri pekerja. Lebar bahu Tinggi siku berdiri Lebar jari ke- 2,,3,4,5 Diameter lingkar genggam 2 Memberi kenyamanan saat mendorong lift table. Bagian pegangan dilengkapi dengan karet Memposisikan pupuk untuk diangkut secara mudah. Operasional akses mobilitas yang mudah. Kuat menopang pupuk atau beban 100 kg. Mempercepat mobilitas pengangkutan pupuk. Posisi ketinggian landasan pupuk dapat disesuaikan dengan tinggi bak truk. Pemilihan roda secara dinamis pada bagian depan. Penggunaan material yang kuat dalam perancangan. Pemberian roda depan dan belakang masing-masing dua buah pada lift table Penentuan dan Pengumpulan Data Dimensi Anthropometri Berdasarkan penyusunan konsep perancangan yang telah diungkapkan, maka dapat ditentukan dimensi anthropometri yang akan digunakan sebagai acuan untuk menetapkan ukuran rancangan. Penentuan dimensi anthropometri dimaksudkan agar rancangan yang dihasilkan dapat digunakan dengan baik dan disesuaikan atau paling tidak mendekati karakteristik dan kebutuhan penggunanya. Berikut ini adalah dimensi anthropometri yang dibutuhkan dalam perancangan: 1. Lebar bahu (lb) 2. Tinggi siku berdiri (tsb) 3. Lebar jari ke- 2, 3,4,5 4. Diameter lingkar genggam (dlg) Penggunaan dimensi anthropometri tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 4.24 dan Tabel 4.25 berikut ini. Tabel 4.24 Fungsi Dimensi Anthropometri No Data Anthropometri Cara Pengukuran Fungsi 1 Lebar bahu (lb) Subjek duduk tegak, ukur jarak horisontal antara kedua lengan atas. Untuk menentukan lebar pegangan lift table. ini IV-25

89 Tabel 4.25 Fungsi Dimensi Anthropometri (Lanjutan) No Data Anthropometri Cara Pengukuran Fungsi 2 Tinggi siku berdiri (tsb) Ukur jarak vertikal antara siku dengan lantai pada posisi berdiri. Untuk menentukan ukuran tinggi pegangan lift table. 3 Lebar jari ke- 2,3,4,5 (lj) 4 Diameter lingkar genggam (dlg) Ukur jarak antara kelingking bagian terluar dengan jari telunjuk bagian terluar. Ukur garis tengah (diameter) lingkaran karena bertemunya ibu jari dengan ujung telunjuk dan dirasakan paling nyaman. 1 Lebar bahu Lb Tinggi siku berdiri Tsb Lebar jari ke- 2,3,4,5 Lj Diameter lingkar genggam Dlg IV-26 Untuk menentukan panjang pegangan lift table. Untuk menentukan diameter pegangan lift table yang digunakan. Untuk memperoleh data dari dimensi anthropometri tersebut, maka dilakukan pengambilan data melalui pengukuran dimensi anthropometri seluruh pekerja UD. Karya Tani yang berjumlah tiga orang pekerja. Rekapitulasi keseluruhan data anthropometri pekerja dapat ditunjukkan Tabel 4.26 berikut ini. Tabel 2.26 Rekapitulasi Data Anthropometri Pekerja No Data yang Diukur Simbol Data Pekerja Lebar bahu lb Tinggi siku berdiri tsb Lebar jari ke- 2,,3,4,5 lj Diameter lingkar genggam dlg Perhitungan Persentil Perhitungan persentil dilakukan untuk mendapatkan batas ukuran yang diperlukan. Persentil yang digunakan pada perancangan alat bantu ini adalah persentil 5, 50, dan 95. Persentil ini dapat dihitung berdasarkan rumus seperti pada Tabel 2.3. Contoh perhitungan persentil untuk lebar bahu sebagai berikut : P5 = (1.645 x 0.764) = P50 = P95 = (1.645 x 0.764) = Tabel 4.27 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentil Data Anthropometri Rata- No Data yang Diukur Simbol SD P 5 P 50 P 95 Rata

90 4.4.4 Penentuan Spesifikasi Perancangan Pada tahap perancangan akan dilakukan penentuan spesifikasi rancangan yang terdiri dari tiga kegiatan utama, yaitu : 1. Perhitungan Dimensi Perhitungan dimensi dilakukan untuk menentukan ukuran rancangan yang akan dibuat. Perhitungan dimensi ini mengacu pada hasil perhitungan persentil yang telah dilakukan sebelumnya. Perhitungan dimensi yang dilakukan meliputi : a. Perhitungan Lebar Pegangan Lift Table Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan lebar pegangan lift table adalah lebar bahu (lb) dengan persentil ke-95 serta diberi tambahan allowence masing-masing sebesar 5 cm di sisi kanan dan kiri, hal ini dimaksudkan agar pekerja lebih leluasa dalam mengoperasikan lift table. Penggunaan persentil 95 dimaksudkan agar pekerja dengan lebar bahu yang lebih besar dapat memegang pegangan lift table dengan leluasa dan nyaman. Di samping itu, untuk pekerja yang nilai persentil lebar bahunya kurang dari persentil ke-95 (mengalami kelebihan lebar pegangan) tidak akan terganggu kenyamanannya. Perhitungan lebar pegangan lift table sebagai berikut: Lebar pegangan lift table = lb (P95) + allowence 10 cm = cm + 10 cm = cm dengan; lb = lebar bahu P95 = persentil 95 Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh lebar pegangan lift table hasil rancangan sebesar 55 cm. b. Perhitungan Dimensi Diameter Pegangan Lift Table Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan diameter pegangan lift table adalah diameter lingkar genggam (dlg) dengan persentil ke-5. Penggunaan persentil 5 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki diameter genggam lebih kecil dapat memegang pegangan dengan nyaman dan pekerja yang memiliki diameter genggam lebih besar dapat memegang pegangan dengan mudah. IV-27

91 Perhitungan diameter pegangan lift table, sebagai berikut: Diameter pegangan = dlg (P5) = cm dengan; dlg = diameter lingkar genggam P5 = persentil 5 Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh diameter pegangan hasil rancangan sebesar cm 4 cm. c. Perhitungan Ketinggian Pegangan Lift Table Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan ukuran tinggi pegangan lift table dari permukaan lantai adalah tinggi siku berdiri (tsb) dengan persentil ke-5. Penggunaan persentil 5 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki tinggi siku berdiri yang lebih pendek dapat menggunakan lift table dengan nyaman dan pekerja yang memiliki tinggi siku berdiri lebih tinggi juga dapat menggunakan lift table dengan mudah. Perhitungan ketinggian pegangan lift table dari permukaan lantai, sebagai berikut: Ketinggian pegangan = tsb (P5) = cm dengan; tsb = tinggi siku berdiri P5 = persentil 5 Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh ketinggian pegangan lift table dari permukaan lantai hasil rancangan sebesar cm 96 cm. d. Perhitungan Panjang Genggaman Pegangan Lift Table Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan panjang genggaman pegangan lift table adalah lebar jari ke-2,3,4,5 (lj) dengan persentil ke -95. Penggunaan persentil 95 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki lebar telapak tangan lebih besar dapat menggenggam pegangan lift table nyaman. Di samping itu, untuk pekerja yang lebar jari ke-2,3,4,5 (lj) kurang lebar (mengalami kelebihan panjang genggaman) tidak akan terganggu IV-28

92 kenyamanannya. Perhitungan panjang genggaman pegangan lift table, sebagai berikut: Panjang genggaman pegangan = lj (P95) = cm dengan; lj = lebar jari ke-2,3,4,5 P95 = persentil 95 Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh panjang genggaman pegangan lift table hasil rancangan sebesar cm 9 cm. e. Perhitungan Sudut Kemiringan Pegangan Lift Table Besarnya sudut kemiringan yang dibentuk oleh pegangan lift table terhadap rangka adalah Nilai ini didasarkan pada tabel control resistance criteria yang menyatakan bahwa kriteria kontrol kemiringan pegangan tuas pengungkit (lever handle) untuk jenis dua tangan adalah sebesar dari titik acuan (Freivalds, 2009). f. Menentukan Panjang Papan Landasan Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi panjang karung pupuk merk pusri dan kujang dengan allowence sebesar 5 cm disisi kanan dan kiri, sedangkan dimensi ukuran panjang karung pupuk adalah 95 cm. Perhitungan lebar papan landasan = 95 cm + allowence 10 cm = 95 cm + 10 cm = 105 cm g. Menentukan Lebar Papan Landasan Data yang digunakan adalah ukuran dimensi lebar karung pupuk merk pusri dan kujang dengan allowence sebesar 5 cm di sisi kanan dan kiri, sedangkan dimensi ukuran lebar karung pupuk adalah 58 cm. Perhitungan lebar papan landasan = 58 cm + allowence 10 cm = 58 cm + 10 cm = 68 cm h. Menentukan Ketinggian Maksimum Papan Landasan Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi ketinggian bak truk yang menjadi armada utama proses distribusi pupuk di UD. Karya Tani, IV-29

93 sedangkan dimensi ukuran tinggi bak truk adalah 103 cm. Akan tetapi, dimungkinkan penyesuain tinggi papan landasan dengan cara menurunkan posisi papan landasan maksimal sebesar 15 cm. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi pengangkutan lebih dari satu karung dalam satu kali angkut sehingga pekerja lebih mudah memposisikan atau menggeser pupuk dari bak truk ke lift table. Rekapitulasi hasil perhitungan dimensi lift table yang akan dirancang secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.28 berikut ini. Tabel 4.28 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Dimensi Lift Table No Bagian Ukuran (cm) 1 Lebar pegangan lift table 55 2 Dimensi diameter lift table 4 3 Ketinggian pegangan lift table 96 4 Panjang genggaman lift table 9 5 Sudut kemiringan pegangan lift table Panjang papan landasan Lebar papan landasan 68 8 Ketinggian maksimum papan landasan Penentuan Komponen Penentuan komponen penyusun pada usulan perancangan lift table bertujuan untuk menetapkan komponen yang akan digunakan sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Penentuan komponen penyusun lift table dilakukan berdasarkan informasi dari pustaka dan teknisi. Komponen lift table tersebut, meliputi: a. Rangka Rangka dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: rangka bawah, rangka samping, dan rangka atas. Rangka bawah dan rangka atas terbuat dari bahan pipa besi stall yang berukuran 6 cm x 3 cm, sedangkan rangka samping terbuat dari besi pipa diameter 3.4 cm dan ketebalan 2 mm yang dilengkapi empat buah pengunci dari strip plat dengan lebar 3 cm dan tebal 1.6 mm untuk menjaga kestabilan posisi rangka. Ketiga rangka dibuat dari bahan besi ST 37. Pemilihan material besi ST 37 untuk rangka didasarkan pada tabel karakteristik baja konstruksi umum menurut DIN (L2.1) dan informasi dari pihak teknisi yang menyatakan bahwa besi ST 37 memiliki karakteristik yang stabil IV-30

94 atau rigid, biasa dipakai sebagai konstruksi mesin, mudah dibentuk (dapat disekrup, dibaut, dan dilas). b. Plat Plat digunakan untuk permukaan papan landasan lift table. Ukuran dari plat ini adalah 105 cm x 68 cm (sesuai perhitungan data anthropometri) dengan ketebalan 1.6 mm. Bahan yang digunakan minimal ST 37. Pemilihan bahan ini berdasarkan tabel karakteristik baja konstruksi umum menurut DIN (L2.1) dan wawancara dari pihak teknisi. Bahan ini mampu menopang beban maksimal yang ditanggung oleh permukaan papan landasan dan mudah didapat di pasaran. c. Pipa Pegangan Lift Table Pegangan berfungsi untuk mengemudikan lift table pada saat aktivitas pengangkutan pupuk. Pada bagian pegangan menggunakan bahan besi pipa ST 37 ketebalan 2 mm dan diameter 3.4 cm. Pemilihan pipa besi ST 37 ini berdasarkan tabel karakteristik baja konstruksi umum menurut DIN (L2.1) yang menyatakan bahwa pipa besi ST 37 memiliki karakteristik yang stabil atau rigid, ringan, biasa dipakai sebagai konstruksi mesin, dan mudah dibentuk (dapat disekrup, dibaut, dan dilas). Selain itu, dilakukan wawancara dengan pihak teknisi untuk menentukan dimensi pipa besi yang paling tepat agar pipa pegangan mampu digunakan untuk mendorong seluruh beban rangka. d. Poros (shaft) Diameter poros yang digunakan sebesar 10 mm. Poros digunakan untuk transmisi daya antar komponen mekanis pada rel. Bahan poros menggunakan ST 60 yang mempunyai kemampuan menopang pembebanan yang tinggi (DIN 17100). e. Jenis Roda dan Penggunaan Pengunci Pemberian roda bertujuan untuk memudahkan pergerakan dan perpindahan dari alat bantu kerja yang berupa lift table dan dapat digunakan untuk mengimbangi gaya gesek kondisi permukaan jalan. Roda yang digunakan pada perancangan ini adalah empat buah medium industrial castors jenis black rubber wheel dengan diameter 6 inch atau commit kurang to lebih user sebesar 15.5 cm. Pemilihan jenis IV-31

95 roda ini berdasarkan data spesesifikasi castors and wheels yang menyebutkan bahwa medium industrial castors jenis black rubber wheel dengan diameter 6 inch mampu menahan beban hingga 135 kilogram (Rose Handling Ltd, 2011). Spesifikasi desain gerakan roda adalah dua roda depan mempunyai arah gerak ke segala arah, sedangkan dua roda belakang hanya mempunyai dua arah gerak maju dan mundur. Hal ini bertujuan agar posisi lift table ketika didorong stabil ke depan dan untuk membelokkan lift table digunakan 2 roda yang di depan. Sedangkan untuk menjaga kestabilan lift table saat pekerja saat menurunkan pupuk dari truk ke lift table dan menempatkan pupuk di gudang penyimpanan, roda belakang dilengkapi dengan pengunci yang berfungsi untuk mengunci roda agar roda tidak bergerak. 3. Pembuatan Rancangan Rancangan lift table dibuat berdasarkan dimensi yang telah ditentukan dan penentuan komponen yang telah dilakukan. Pembuatan gambar rancangan desain lift table dilakukan dengan menggunakan software SolidWorks Premium Gambar rancangan lift table ditunjukkan Gambar 4.12 sampai dengan Gambar Gambar 3D rancangan ditampilkan dalam 2 posisi, yaitu gambar posisi normal dan gambar ketika posisi lift table diturunkan (adjustment ketinggian), sedangkan gambar 2D ditampilkan dalam 3 proyeksi pandangan, yaitu: gambar tampak atas, depan, dan tampak samping. Plat landasan Rangka Samping Pengunci Rangka Atas Pegangan Roda Rangka Bawah Poros Rel Rem Gambar 4.12 Gambar 3D Hasil Rancangan Lift Table Posisi Normal IV-32

96 Gambar 4.13 Gambar 3D Hasil Rancangan Lift Table dengan Adjusment Ketinggian Gambar 4.14 Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Atas (a) (b) Gambar 4.15 Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Samping (a) posisi normal (b) posisi dengan adjustment IV-33

97 (a) (b) Gambar 4.16 Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Depan (a) posisi normal (b) posisi dengan adjustment Perhitungan Mekanika Teknik Perhitungan mekanika teknik diperlukan untuk mengetahui kelayakan rancangan lift table apabila dibuat. Perhitungan teknik meliputi perhitungan gaya, perhitungan momen pada komponen kritis, dan perhitungan kekuatan komponen, yaitu komponen rangka atas, rangka tengah, dan rangka bawah. 1. Perhitungan Kekuatan Rangka Atas Perhitungan teknik rangka atas ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan material yang digunakan dan keamanan desain. Bagian yang akan dilibatkan pada perhitungan teknik hanya rangka atas utama, bagian lain pada rangka atas tidak masuk dalam perhitungan teknik. Gambar bagian rangka atas dari lift table ditunjukkan Gambar 4.17 sampai dengan Gambar 4.19 berikut ini. Gambar 4.17 Gambar 3D Rangka Atas IV-34

98 Gambar 4.18 Gambar 2D Rangka Atas Tampak Samping a. Perhitungan Teknik Gambar 4.19 Gambar 2D Rangka Atas Tampak Atas Beban yang harus ditahan rangka atas adalah: Massa plat = 0.8 kg 1 kg Massa pupuk = 100 kg Massa total = 101 kg Beban ditahan oleh dua rangka (mangggunakan H bar). Kedua beban tersebut merupakan beban yang terpusat. Beban tekan total dimisalkan F total dengan perhitungan sebagai berikut: F total = m total g = 101 kg 9,8 m/s 2 = 980,8 N Karena beban ditopang oleh dua rangka maka: Ftotal Fk = = 2 = 490.4N IV-35

99 Dari gambar diketahui bahwa: Gambar 4.20 Diagram Benda Bebas Rangka Atas å F x P x = 0 = 0 å y F = 0, M Q = 0 F k R P 84 = 0 R P 490.4N 37.5cm = 84cm 18390Ncm = 84cm = N Syarat setimbang à R P + R Q = F k R Q = = = F k - R P N M P = F k 46.5 R Q 84 = 0 = = 0.12 Nmm 0 M Fk = R Q 37.5 = = Nmm M Q = F k R P 84 = IV-36

100 =-0.12Nmm 0 Nmm b. Perhitungan Kekuatan Profil Rangka Atas Rangka atas terbuat dari pipa besi stall ST 37 dengan dimensi 6 cm x 3 cm x 2 mm, dengan batas tegangan baja yang diperkenankan adalah T = 1400 kg/cm 2 (Lampiran 2.2). Tegangan lentur baja ST 37 adalah σ ijin = 1400 kg/cm 2 x 9,8 m/ s 2 = N/mm 2 Gambar 4.21 Penampang Melintang Profil Rangka Atas Berdasarkan tabel 2.16, besarnya momen lembam penampang (I), dapat dihitung sebagai berikut : 3 3 BH - bh I= = 12 4 = mm 3 Momen maksimal (Mmax) pada rangka tengah (pada titik Fk) sebesar Nmm, maka tegangan lentur di batang dapat dihitung sebagai berikut: s beban M max = c I Nmm = 30mm mm 2 = 1.92N / mm Karena σ beban < σ ijin maka desaian rangka atas aman dan kuat. IV-37

101 2. Rangka Tengah Perhitungan teknik kekutan rangka tengah ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu kekuatan batang penopang sisi kanan dan sisi kiri lift table. a. Perhitungan Teknik Batang Penopang Sisi Kiri Gambar 4.22 Gambar 3D Batang Penopang Sisi Kiri Gambar 4.23 Gambar 2D Batang Penopang Sisi Kiri IV-38

102 Gambar 4.24 Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kiri 35 0 a Gambar 4.25 Diagram Benda commit Bebas to user Rangka Tengah Sisi Kiri 90 0 IV-39

103 Diketahui: R P = N = 45 0 Jawab: R Py = R P cos 45 M S = 0 = cos 45 = N R Py 840 R Cy 15 = R Cy = 0 R Cy R C = 15 = N RCy = cos N = cos 45 = N Syarat setimbang à R Py +R Sy = R Cy R Sy = R Cy R Py = = N R S RSy = cos N = cos 45 = N M P = -R Cy 825+ R Sy 840 = N 825 mm N 840 mm = 0 Nmm IV-40

104 M C =-R Sy 15 = N 15 mm = Nmm M S = R Py 840 R Cy 15 = N 840 mm N 15 mm = 0 Nmm Gambar 4.26 Diagram Gaya Geser Rangka Tengah Sisi Kiri 90 0 Gambar 4.27 Diagram Momen Lentur Rangka Tengah Sisi Kiri 90 0 b. Perhitungan Teknik Batang Penopang Sisi Kanan Gambar 4.28 Gambar 2D Batang Penopang Sisi Kanan IV-41

105 Gambar 4.29 Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kanan 35 0 a Gambar 4.30 Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kanan 90 0 Diketahui: R Q = N = 45 0 IV-42

106 Jawab: R Qy = R Q cos 45 M T = 0 = N cos 45 = N R Qy 840 R Dy 15 = R Dy = 0 R Dy R D = 15 = N RDy = cos N = cos45 = N Syarat setimbang à R Qy +R Ty = R Dy R Ty = R Dy R Qy R T = N = N RTy = cos N = cos 45 = N M Q = - R Dy R Ty 840 = N 825 mm N 840 mm = 0 Nmm M D = - R Ty 15 = N 15 mm = Nmm M T = R Qy 840 R Dy 15 IV-43

107 = N 840 mm N 15 mm = 0 Nmm Gambar 4.31 Diagram Gaya Geser Rangka Tengah Sisi Kanan 90 0 Gambar 4.32 Diagram Momen Lentur Rangka Tengah Sisi Kanan 90 0 c. Perhitungan Kekuatan Profil Rangka Tengah Rangka tengah lift table terbuat dari besi pipa dengan jenis material yang dipilih adalah baja rol panas dengan kadar karbon 0.2 % yang memiliki tegangan ijin (σ ijin ) sebesar 165 Mpa (Popov, 1996). Penampang pipa rangka tengah lift table ditunjukkan Gambar 4.33 berikut ini. Gambar 4.33 Penampang Pipa Rangka Tengah Lift Table Dari Gambar 4.33 dapat diketahui bahwa: Berdasarkan tabel 2.15, besarnya momen lembam penampang (I), dapat dihitung sebagai berikut : d 0 = 34 mm d i = 30 mm ketebalan pipa 2 mm IV-44

108 P 4 4 I= ( d0 - d1 ) 64 P 4 4 = (34-30 ) 64 4 = mm -8 4 = m Momen maksimal (Mmax) pada rangka tengah (pada titik D) sebesar Nmm atau Nm, maka tegangan lentur pada pipa rangka tengah dapat dihitung sebagai berikut: s beban M max = c I Nm = m 8 2 = N / m -3 m = 104Mpa Karena σ beban < σ ijin maka desaian rangka tengah aman dan kuat. Dari hasil perhitungan maka penggunaan pipa baja karbon tersebut aman untuk digunakan karena besarnya tegangan ijin pada pipa baja karbon yang digunakan tidak melebihi atau lebih kecil daripada tegangan ijin baja rol panas dengan kadar karbon 0,2% (104 Mpa < 165 Mpa ). 3. Rangka Bawah Perhitungan teknik rangka bawah ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan material yang digunakan dan keamanan desain. Bagian yang akan dilibatkan pada perhitungan teknik hanya rangka bawah utama, bagian lain pada rangka bawah tidak masuk dalam perhitungan teknik. Gambar bagian rangka bawah dari lift table ditunjukkan Gambar 4.34 dan Gambar 4.35 berikut ini. Gambar 4.34 Gambar 3D Rangka Bawah IV-45

109 a. Perhitungan Teknik Gambar 4.35 Gambar 2D Rangka Bawah Tampak Atas Gambar 4.36 Digram Benda Bebas Rangka Bawah Diketahui: R S = N R T = N F pegangan = berat pegangan gravitasi = 2.4 kg 9.8 m/s 2 = 23,52 N Karena beban ditopang oleh dua rangka maka: F P F = = 2 = 11.76N Jawab: M G = 0 pegangan -R S 40 R T 794 F P R H 1340 = 0 R H = 1340 = N IV-46

110 Syarat setimbang à R G + R H = R S + R T + F P R G = (R S + R T + F P ) R H = ( ) N N = N M G = -R S 40 R T 794+ R H 1340-F P 1400 = = Nmm 0 Nmm M RS M RT = R G 40 mm = N 40 mm = Nmm = R H 546 mm = N 546 mm = Nmm M FP = R H 60 = mm = Nmm M H = - R G R S R T F P 60 = N 1340 mm N N = Nmm b. Perhitungan Kekuatan Profil Rangka Bawah Material yang digunakan untuk rangka bawah sama dengan rangka atas, yaitu terbuat dari pipa besi stall ST 37 dengan dimensi 6 cm x 3 cm x 2 mm, dengan batas tegangan baja yang diperkenankan adalah T = 1400 kg/cm 2 (Lampiran 2.2). Tegangan lentur baja ST 37 adalah σ ijin = 1400 kg/cm 2 x 9,8 m/ s 2 = N/mm 2 IV-47

111 h H b B Gambar 4.37 Penampang Melintang Profil Rangka Bawah Berdasarkan tabel 2.16, besarnya momen lembam penampang (I), dapat dihitung sebagai berikut : 3 3 BH - bh I= = 12 4 = mm 3 Momen maksimal (Mmax) pada rangka tengah (pada titik T) sebesar Nmm maka tegangan lentur di batang dapat dihitung sebagai berikut: s beban M max = c I Nmm = mm 2 = 127.3N / mm 30mm Karena σ beban < σ ijin maka material dan desaian rangkabawah aman dan kuat Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk Untuk memvalidasi rancangan alat bantu bongkar pupuk yang berupa lift table ini digunakan dua cara, yaitu: penilaian level resiko postur kerja metode RULA dan perhitungan konsumsi energi Penilaian Level Resiko Metode RULA Setelah Perancangan Penilaian level resiko aktivitas bongkar pupuk setelah menggunakan lift table hasil rancangan dilakukan melalui perhitungan skor akhir metode RULA. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah aktivitas bongkar pupuk menggunakan alat bantu hasil rancangan lebih baik dari metode bongkar pupuk kondisi awal. Hasil skor akhir RULA setelah menggunakan alat hasil rancangan diharapkan IV-48

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Ergonomi Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia untuk perancangan mesin, peralatan,

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Penelitian merupakan serangkaian aktivitas merumuskan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menarik suatu kesimpulan dari suatu permasalahan yang dijadikan objek

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini terfokus pada lingkungan kerja saat ini dan data antropometri yang dibutuhkan untuk perancangan

Lebih terperinci

METHOD ENGINEERING & ANTROPOMETRI PERTEMUAN #10 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

METHOD ENGINEERING & ANTROPOMETRI PERTEMUAN #10 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA METHOD ENGINEERING & ANTROPOMETRI PERTEMUAN #10 TKT207 ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK TUGAS AKHIR ANALISA POSTUR KERJA DAN PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING INDUSTRI KECIL (Studi kasus: Industri Kecil Pembuatan Tahu di Kartasuro) Diajukan sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual. Salah satu bentuk peranan manusia

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ergonomi 2.1.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah suatu ilmu yang dapat digunakan untuk menggunakan informasi/data sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang sistem

Lebih terperinci

ABSTRAK. vii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. vii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Kursi roda menjadi alat bantu yang sangat penting bagi penyandang cacat fisik khususnya penyandang cacat bagian kaki dari kalangan anak-anak hingga dewasa. Akan tetapi, kursi roda yang digunakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Toko Sinar Mustika, Bandung berdiri sejak tahun 1990, merupakan toko yang bergerak di bidang jual beli kain. Masalah yang dihadapi oleh toko ini adalah mengenai troli yang tidak ergonomis dan tidak

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang akan di lewati dalam melakukan penelitian. Metodologi penelitian ini akan membantu menyelesaikan penelitian

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PEMELITURAN DALAM PROSES FINISHING (Studi Kasus: Home Industry Waluyo Jati)

PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PEMELITURAN DALAM PROSES FINISHING (Studi Kasus: Home Industry Waluyo Jati) PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PEMELITURAN DALAM PROSES FINISHING (Studi Kasus: Home Industry Waluyo Jati) Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan stress pada bagian tubuh tertentu, yang biasa disebut dengan postural

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas teori-teori yang digunakan sebagai landasan dan dasar pemikiran yang mendukung analisis dan pemecahan permasalahan dalam penelitian ini. 2.1 Kajian Ergonomi

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEREDUKSI ISSUE ERGONOMICS BACKBONE PAIN PADA PROSES WELDING NUT

SKRIPSI PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEREDUKSI ISSUE ERGONOMICS BACKBONE PAIN PADA PROSES WELDING NUT SKRIPSI PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEREDUKSI ISSUE ERGONOMICS BACKBONE PAIN PADA PROSES WELDING NUT Disusun Oleh : Sanusi Akbar NPM. 201310217011 PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Ergonomi Nurmianto (2003 : 1) mengatakan istilah ergonomic berasal dari bahasa latin yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam dan juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA Etika Muslimah 1*, Dwi Ari Wibowo 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ALAT PEMOTONG TAHU YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE RULA

PENGEMBANGAN ALAT PEMOTONG TAHU YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE RULA PENGEMBANGAN ALAT PEMOTONG TAHU YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE RULA Dwi Nurul Izzhati Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik UDINUS Jl. Nakula I, No.5-11, Semarang E-mail: dwinurul@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

1 Pedahuluan. Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN X

1 Pedahuluan. Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN X Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN 2302 934X Ergonomic and Work System Analisis Pemindahan Material Secara Manual Pada Pekerja Pengangkut Kayu Dengan Menggunakan Metode

Lebih terperinci

ANALISA DAN PERANCANGAN ULANG PROSEDUR KERJA PENCETAKAN PAVING YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE RULA

ANALISA DAN PERANCANGAN ULANG PROSEDUR KERJA PENCETAKAN PAVING YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE RULA ANALISA DAN PERANCANGAN ULANG PROSEDUR KERJA PENCETAKAN PAVING YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE RULA Studi Kasus : UD. Dhiana Kali Ampo Batu - Malang Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Seiring meningkatnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia, membuat pembangunan semakin meningkat pula. Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan tersebut banyak orang membuka usaha di bidang bahan

Lebih terperinci

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak Analisis Tingkat Risiko Cedera MSDs pada Pekerjaan Manual Material Handling dengan Metode REBA dan RULA pada Pekerjaan Area Produksi Butiran PT. Petrokimia Kayaku Reza Rashad Ardiliansyah 1*, Lukman Handoko

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT RISIKO POSTUR KERJA OPERATOR BATIK CAP MENGGUNAKAN QUICK EXPOSURE CHECKLIST DAN RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT

ANALISIS TINGKAT RISIKO POSTUR KERJA OPERATOR BATIK CAP MENGGUNAKAN QUICK EXPOSURE CHECKLIST DAN RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT ANALISIS TINGKAT RISIKO POSTUR KERJA OPERATOR BATIK CAP MENGGUNAKAN QUICK EXPOSURE CHECKLIST DAN RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (Studi kasus : Batik Vania Solo) Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan untuk menjelaskan hasil dari

Lebih terperinci

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS Dian Palupi Restuputri *1, Erry Septya Primadi 2, M. Lukman 3 1,2,3 Universitas Muhammadiyah Malang Kontak person:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor 1 2017 ISSN 1412-7350 PERANCANGAN ALAT ANGKUT TABUNG LPG 3 KG YANG ERGONOMIS (STUDI KASUS DI UD. X) Ronal Natalianto Purnomo, Julius Mulyono *, Hadi Santosa Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BULOG adalah perusahaan umum milik negara yang bergerak di bidang logistik pangan. Ruang lingkup bisnis perusahaan meliputi usaha logistik/pergudangan, survei

Lebih terperinci

Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan ABSTRAK

Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan ABSTRAK Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan Ery Suhendri¹, Ade Sri Mariawati²,Ani Umiyati³ ¹ ² ³ Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa erysuhendri@yahoo.com¹,adesri77@gmail.com²,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 14 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Ergonomi Kata Ergonomi berasal dari dua kata Latin yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

Lebih terperinci

RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS

RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS PKMT-2-1-1 RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS Mirta Widia, Mia Monasari, Vera Methalina Afma, Taufik Azali Jurusan Teknik Industri, Universitas Andalas, Padang ABSTRAK Perancangan wheelbarrow

Lebih terperinci

Analisis Sistem Kerja Sortasi Biji Kopi Dengan Menggunakan Pendekatan Ergonomi Di CV. Kopi Tunah Kolak Jaya

Analisis Sistem Kerja Sortasi Biji Kopi Dengan Menggunakan Pendekatan Ergonomi Di CV. Kopi Tunah Kolak Jaya Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.4 No.1 (2015) 11-16 ISSN 2302 934X Ergonomic and Work System Analisis Sistem Kerja Sortasi Biji Kopi Dengan Menggunakan Pendekatan Ergonomi Di CV. Kopi Tunah

Lebih terperinci

Ergonomic and Work System Usulan Fasilitas Kerja yang Ergonomis Pada Stasiun Perebusan Tahu di UD. Geubrina

Ergonomic and Work System Usulan Fasilitas Kerja yang Ergonomis Pada Stasiun Perebusan Tahu di UD. Geubrina Industrial Engineering Journal Vol.5 No.2 (2016) 17-22 ISSN 2302 934X Ergonomic and Work System Usulan Fasilitas Kerja yang Ergonomis Pada Stasiun Perebusan Tahu di UD. Geubrina Amri 1*, Syarifuddin, As

Lebih terperinci

PERANCANGAN ELEMEN-ELEMEN RUMAH TINGGAL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN DATA ANTHROPOMETRI

PERANCANGAN ELEMEN-ELEMEN RUMAH TINGGAL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN DATA ANTHROPOMETRI PERANCANGAN ELEMEN-ELEMEN RUMAH TINGGAL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN DATA ANTHROPOMETRI BASUKI ARIANTO Program Studi Teknik Industri Universitas Suryadarma Jakarta ABSTRAK Rumah tinggal adalah rumah yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemindahan dengan tenaga sendiri itu disebut manual material handling.

BAB I PENDAHULUAN. Pemindahan dengan tenaga sendiri itu disebut manual material handling. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menarik dan mendorong dalam memindahkan suatu barang dari suatu tempat ke tempat lain merupakan aktivitas manusia dalam dunia kerja ataupun dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Analisis Postur Tubuh Dan Pengukuran Skor REBA Sebelum melakukan perancangan perbaikan fasilitas kerja terlebih dahulu menganalisa postur tubuh dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manual material handling (MMH) dapat diartikan sebagai tugas pemindahan barang, aliran material, produk akhir atau benda-benda lain yang menggunakan manusia sebagai

Lebih terperinci

perusahaan lupa untuk memperhatikan akibat dari pengangkutan material secara manual tersebut bagi kenyamanan dan kesehatan pekerja atau operator. Pabr

perusahaan lupa untuk memperhatikan akibat dari pengangkutan material secara manual tersebut bagi kenyamanan dan kesehatan pekerja atau operator. Pabr ANALISIS PEMINDAHAN MATERIAL SECARA MANUAL PEKERJA PENGANGKUT GENTENG UD. SINAR MAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT (REBA) Dian Herdiana Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGAJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGAJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT...

Lebih terperinci

MODUL 10 REBA. 1. Video postur kerja operator perakitan

MODUL 10 REBA. 1. Video postur kerja operator perakitan MODUL 10 REBA 1. Deskripsi Rapid Entire Body Assessment (REBA) merupakan metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomic dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai postur kerja seorang operator. Berdasarkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POSTUR KERJA SECARA ERGONOMI UNTUK MENGHINDARI MUSCULOSKELETAL DISORDERS

IDENTIFIKASI POSTUR KERJA SECARA ERGONOMI UNTUK MENGHINDARI MUSCULOSKELETAL DISORDERS IDENTIFIKASI POSTUR KERJA SECARA ERGONOMI UNTUK MENGHINDARI MUSCULOSKELETAL DISORDERS Meri Andriani Universitas Samudra, Jl. Meurandeh Prodi Teknik Industri. Email: meri_zulham@yahoo.com Abstrak Postur

Lebih terperinci

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pabrik Tahu Cibuntu merupakan salah satu dari sekian banyak perusahaan di Bandung yang memproduksi tahu. Berlokasi di daerah jalan Babakan Ciparay, Kecamatan Bandung Kulon, pabrik ini memiliki

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALSIN YANG ERGONOMIS

PERANCANGAN ALSIN YANG ERGONOMIS PERANCANGAN ALSIN YANG ERGONOMIS Rini Yulianingsih Bagaimanakah perancangan yang baik? Aktivitas yang dilakukan oleh perancang adalah untuk menciptakan alat/mesin/sturktur/proses yang memenuhi kebutuhan:

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Penyelesaian masalah yang diteliti dalam penelitian ini memerlukan teoriteori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut

Lebih terperinci

ANALISA ERGONOMI PADA POSTUR KERJA OPERATOR PAKAN AYAM MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESMENT (RULA) DI PT. X. Abstrak

ANALISA ERGONOMI PADA POSTUR KERJA OPERATOR PAKAN AYAM MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESMENT (RULA) DI PT. X. Abstrak ANALISA ERGONOMI PADA POSTUR KERJA OPERATOR PAKAN AYAM MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESMENT (RULA) DI PT. X Krishna Tri Sanjaya 1 Staf Pengajar, Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban krishnasanjaya@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan dibahas analisis dan interpretasi hasil yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan pengolahan data. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Anthropometri Menurut Sritomo (1989), salah satu bidang keilmuan ergonomis adalah istilah anthropometri yang berasal dari anthro yang berarti manusia dan metron yang

Lebih terperinci

Perancangan Alat Bantu Pemasangan Stiker Gitar untuk Mengurangi Keluhan dan Memperbaiki Postur Kerja di Tarjo Guitar Sukoharjo

Perancangan Alat Bantu Pemasangan Stiker Gitar untuk Mengurangi Keluhan dan Memperbaiki Postur Kerja di Tarjo Guitar Sukoharjo Performa (2011) Vol. 10, No. 2: 119-130 Perancangan Alat Bantu Pemasangan Stiker Gitar untuk Mengurangi Keluhan dan Memperbaiki Postur Kerja di Tarjo Guitar Sukoharjo Maria Puspita Sari, Rahmaniyah Dwi

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Farida Ariani 1), Ikhsan Siregar 2), Indah Rizkya Tarigan 3), dan Anizar 4) 1) Departemen Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perusahaan industri di negara Indonesia sedang mengalami peningkatan yang cukup pesat, baik itu dalam bidang jasa atau manufaktur. Persaingan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manual material handling atau penanganan material secara manual masih menjadi sebagian besar aktivitas yang ada di dunia industri seperti aktivitas pengangkatan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk mendapatkan gambaran tentang langkah-langkah pendekatan yang dilakukan untuk memcahkan masalah dalam penelitian ini, maka dalam bab ini akan dijelaskan secara terperinci

Lebih terperinci

DESAIN YANG BAIK DAN BENAR oleh: Dwi Retno SA, M.Sn.

DESAIN YANG BAIK DAN BENAR oleh: Dwi Retno SA, M.Sn. DESAIN YANG BAIK DAN BENAR oleh: Dwi Retno SA, M.Sn. DESAIN YANG BAIK DAN BENAR MEMPERTIMBANGKAN FUNGSI BENTUK/KESAN/PENAMPILAN LUAR BAHAN YANG DIPAKAI KONSTRUKSI FUNGSI BENTUK DESAIN KONSTRUKSI BAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masalah utama dalam aktivitas produksi ditinjau dari segi kegiatan / proses produksi adalah bergeraknya material dari satu proses ke proses produksi berikutnya. Untuk

Lebih terperinci

PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN

PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Desain Troli Ergonomis sebagai Alat Angkut Gas LPG

Desain Troli Ergonomis sebagai Alat Angkut Gas LPG Desain Troli Ergonomis sebagai Alat Angkut Gas LPG Darsini Teknik Industri Fakultas Teknik - Univet Bantara Sukoharjo e-mail: dearsiny@yahoo.com Abstrak Tujuan Penelitian ini adalah merancang desain troli

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM SEKOLAH

BAB II GAMBARAN UMUM SEKOLAH BAB II GAMBARAN UMUM SEKOLAH 2.1 Sejarah Sekolah Sekolah Dasar Negeri (SDN) 060798 merupakan salah satu sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah. SDN 060798 beralamat di Jalan Medan Area Selatan. Kel.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC BAB V ANALISA HASIL 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, OWAS & QEC Berdasarkan bab sebelumnya, maka pada bab ini akan dilakukan analisis hasil pengolahan data terhadap pengukuran

Lebih terperinci

PERBAIKAN PROSES IRAT BAMBU DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI DI UKM ALIFA CRAFT WEDDING SOUVENIR KASONGAN,BANTUL

PERBAIKAN PROSES IRAT BAMBU DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI DI UKM ALIFA CRAFT WEDDING SOUVENIR KASONGAN,BANTUL PERBAIKAN PROSES IRAT BAMBU DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI DI UKM ALIFA CRAFT WEDDING SOUVENIR KASONGAN,BANTUL TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Teknik Industri

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO POSTUR KERJA DI CV. A CLASS SURAKARTA

ANALISIS RISIKO POSTUR KERJA DI CV. A CLASS SURAKARTA ANALISIS RISIKO POSTUR KERJA DI CV. A CLASS SURAKARTA Yudha Rahadian 1*, Giusti Arcibal 1, Irwan Iftadi 1,2 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jln. Ir. Sutami 36A,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri yang semakin pesat saat ini memunculkan berbagai jenis usaha. Semua kegiatan perindustrian tersebut tidak terlepas dari peran manusia, mesin dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii AYAT AL-QURAN... iii PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR... iv KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Review PT. Union Jaya Pratama PT Union Jaya Pratama merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan kasur busa. Hasil produksi dikelompokkan menjadi 3 jenis berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Ergonomi Ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu Ergo, yang berarti kerja, dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuwan

Lebih terperinci

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Perusahaan Nai Shoes Collection merupakan home industry yang bergerak di bidang industri sepatu safety dan sepatu boot yang berlokasi di Jl. Cibaduyut Raya Gang Eteh Umi RT. 2 RW 1 kota Bandung.

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG ALAT BANTU MANUAL MATERIAL HANDLING OPERATOR PEMINDAH TABUNG GAS LPG 3 KG UNTUK MEREDUKSI TINGKAT BEBAN KERJA

PERANCANGAN ULANG ALAT BANTU MANUAL MATERIAL HANDLING OPERATOR PEMINDAH TABUNG GAS LPG 3 KG UNTUK MEREDUKSI TINGKAT BEBAN KERJA PERANCANGAN ULANG ALAT BANTU MANUAL MATERIAL HANDLING OPERATOR PEMINDAH TABUNG GAS LPG 3 KG UNTUK MEREDUKSI TINGKAT BEBAN KERJA (Studi Kasus: Agen Gas LPG Rutin Makmur Grogol, Sukoharjo) Taufiq Rochman,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Egonomi Ergonomi atau ergonomis berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA MANUAL MATERIAL HANDLING DENGAN METODE OVAKO WORKING ANALISIS SYSTEM (OWAS) PADA HOME INDUSTRI MAWAR

ANALISIS POSTUR KERJA MANUAL MATERIAL HANDLING DENGAN METODE OVAKO WORKING ANALISIS SYSTEM (OWAS) PADA HOME INDUSTRI MAWAR ANALISIS POSTUR KERJA MANUAL MATERIAL HANDLING DENGAN METODE OVAKO WORKING ANALISIS SYSTEM (OWAS) PADA HOME INDUSTRI MAWAR Dewi Mulyati 1 Vera Viena 2 Irhamni 3 dan Baharuddinsyah 4 1 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

Modul ke: Studio Desain II 10FDSK. Lalitya Talitha Pinasthika M.Ds Hapiz Islamsyah, S.Sn. Fakultas. Program Studi Desain Produk

Modul ke: Studio Desain II 10FDSK. Lalitya Talitha Pinasthika M.Ds Hapiz Islamsyah, S.Sn. Fakultas. Program Studi Desain Produk Modul ke: Studio Desain II Lalitya Talitha Pinasthika M.Ds Hapiz Islamsyah, S.Sn Fakultas 10FDSK Program Studi Desain Produk ERGONOMI Studi ergonomi dilakukan bedasarkan panduan dari Human Factor Design

Lebih terperinci

ASPEK ERGONOMI DALAM PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS PEMBUAT CETAKAN PASIR DI PT X.

ASPEK ERGONOMI DALAM PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS PEMBUAT CETAKAN PASIR DI PT X. ASPEK ERGONOMI DALAM PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS PEMBUAT CETAKAN PASIR DI PT X. ABSTRAK PT. X adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur pengolahan logam spesialis pembuatan cetakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, beregrak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manual (Manual Material Handling/MMH). Kelebihan MMH bila

BAB I PENDAHULUAN. manual (Manual Material Handling/MMH). Kelebihan MMH bila 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual. Salah satu bentuk peranan

Lebih terperinci

ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA

ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA 60 ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA Friska Pakpahan 1, Wowo S. Kuswana 2, Ridwan A.M. Noor 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT.XYZ merupakan industri yang bergerak di bidang konstruksi dan fabrikasi baja yang berlokasi di Bandung. Peneliti melakukan pengamatan di lantai produksi ragum bangku PT.XYZ. Pada lantai produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring meningkatnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia, membuat pembangunan juga semakin meningkat. Banyak pembangunan dilakukan di wilayah perkotaan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja, selain dalam rangka efektivitas, efisiensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I-20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi dan Produktivitas 2.1.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang

Lebih terperinci

Performa (2013) Vol. 12, No.1: 9-18

Performa (2013) Vol. 12, No.1: 9-18 Performa (2013) Vol. 12, No.1: 9-18 Usulan Rancangan Troli Sebagai Alat Bantu Angkut Karung Gabah Dalam Rangka Perbaikan Postur Kerja di Penggilingan Padi (Studi Kasus: Penggilingan Padi di Sragen) Bayu

Lebih terperinci

Cut Ita Erliana dan Ruchmana Romauli Rajagukguk. Lhokseumawe Aceh Abstrak

Cut Ita Erliana dan Ruchmana Romauli Rajagukguk. Lhokseumawe Aceh   Abstrak ANALISA POSTUR KERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA) PADA PEKERJA BAGIAN MOTHER PLANT DEPARTEMEN NURSERY PT. TOBA PULP LESTARI, TBK PORSEA Cut Ita Erliana dan Ruchmana Romauli

Lebih terperinci

POSTURE & MOVEMENT PERTEMUAN 2 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT

POSTURE & MOVEMENT PERTEMUAN 2 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT POSTURE & MOVEMENT PERTEMUAN 2 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT Model Konsep Interaksi Ergonomi POSTURE??? Postur Kerja & Pergerakan An active process and is the result of a great number

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA PADA STASIUN PEMOTONGAN UNTUK MENGURANGI KELUHAN MUSCULOSKELETAL DI CV. XYZ

USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA PADA STASIUN PEMOTONGAN UNTUK MENGURANGI KELUHAN MUSCULOSKELETAL DI CV. XYZ USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA PADA STASIUN PEMOTONGAN UNTUK MENGURANGI KELUHAN MUSCULOSKELETAL DI CV. XYZ Tengku Fuad Maulana 1, Sugiharto 2, Anizar 2 Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri pada masa kini telah berada pada masa perkembangan yang sangat pesat. Hal ini bisa dilihat dari begitu banyaknya perusahaan ataupun industri-industri

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Bab I Pendahuluan Latar Belakang Laboratorium Proses Manufaktur merupakan salah satu laboratorium yang baru saja didirikan dijurusan Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Universitas Telkom. Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan

Lebih terperinci

C.6. Perancangan Alat Bantu Kerja Pada Pekerjaan Manual Material Handling...

C.6. Perancangan Alat Bantu Kerja Pada Pekerjaan Manual Material Handling... PERANCANGAN ALAT BANTU KERJA PADA PEKERJAAN MANUAL MATERIAL HANDLING (MMH) UNTUK MEMPERBAIKI SIKAP KERJA DAN BEBAN KERJA BURUH ANGKUT (Studi Kasus di Pasar Gede Surakarta) Taufiq Rochman, Irwan Iftadi,

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012 USULAN PERBAIKAN TERHADAP AKTIVITAS PENURUNAN PASIR DI DEPO PASIR MAKMUR MENGGUNAKAN PENDEKATAN POSTUR KERJA DAN ASSESSMENT TERHADAP FISIOLOGI KERJA (Studi Kasus: Depo Pasir Makmur, Surakarta). Taufiq

Lebih terperinci

MODUL I DESAIN ERGONOMI

MODUL I DESAIN ERGONOMI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu sistem kerja, pada dasarnya terdiri dari empat komponen utama, yaitu: manusia, bahan, mesin dan lingkungan kerja. Dari keempat komponen tersebut, komponen manusia

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD Satria merupakan usaha kecil menengah yang bergerak di bidang produksi linggis. Usaha ini dikelola secara turun menurun yang didirikan pada tahun

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR Iwan Suryadi 1, Siti Rachmawati 2 1,2 Program Studi D3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan produksi tidak terlepas dari peran manusia, salah satu hal penting yang masih dilakukan pada industri kecil sampai menengah bahkan industri besar sekalipun.

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA PEKERJA PROSES PENGESAHAN BATU AKIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE REBA

ANALISIS POSTUR KERJA PEKERJA PROSES PENGESAHAN BATU AKIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE REBA ANALISIS POSTUR KERJA PEKERJA PROSES PENGESAHAN BATU AKIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE REBA Fahmi Sulaiman 1 * & Yossi Purnama Sari 2 1,2 Program Studi Teknik Industri, Politeknik LP3I Medan Tel: 061-7867311

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN (Studi Kasus Industri Tenun Pandai Sikek Sumatera Barat) Nilda Tri Putri, Ichwan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA OPERATOR MENGGUNAKAN METODE RULA UNTUK MENGURANGI RESIKO MUSCULOSKELETAL DISORDERS

ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA OPERATOR MENGGUNAKAN METODE RULA UNTUK MENGURANGI RESIKO MUSCULOSKELETAL DISORDERS ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA OPERATOR MENGGUNAKAN METODE RULA UNTUK MENGURANGI RESIKO MUSCULOSKELETAL DISORDERS (Studi Kasus pada Bagian Bad Stock Warehouse PT. X Surabaya) ANALYSIS IMPROVEMENT OF OPERATOR

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1.Tinjauan Pustaka Penelitian yang dilakukan oleh Fitriadi dan Bambang (2015) ini mengangkat judul Perancangan Alat Bantu Penyayatan untuk Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cuci jet stream motor Al-Hidayah adalah suatu bidang jasa mencuci motor dengan menggunakan engine spray. Kelebihan dari cuci jet stream motor adalah bisa membersihkan

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali Alfian Destha Joanda *1) dan Bambang Suhardi *2) 1,2) Program Pascasarjana

Lebih terperinci

Analisa Postur Kerja Menggunakan Metode OWAS dan RULA

Analisa Postur Kerja Menggunakan Metode OWAS dan RULA https://doi.org/10.22219/jtiumm.vol18.no1.43-54 Analisa Postur Kerja Menggunakan Metode OWAS dan RULA Alfin Nur Bintang *, Shanty Kusuma Dewi Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PERANCANGAN KURSI KERJA BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP ERGONOMI PADA BAGIAN PENGEMASAN DI PT. PROPAN RAYA ICC TANGERANG

PERANCANGAN KURSI KERJA BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP ERGONOMI PADA BAGIAN PENGEMASAN DI PT. PROPAN RAYA ICC TANGERANG PERANCANGAN KURSI KERJA BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP ERGONOMI PADA BAGIAN PENGEMASAN DI PT. PROPAN RAYA ICC TANGERANG Tri Widodo & Heli Sasmita Tiga_wd@yahoo.co.id Program Studi Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

Sem inar N asional W aluyo Jatm iko II F TI U P N V eteran Jaw a Tim ur ANALISIS PEMINDAHAN MATERIAL DENGAN PENDEKATAN RECOMMENDED WEIGHT LIMIT

Sem inar N asional W aluyo Jatm iko II F TI U P N V eteran Jaw a Tim ur ANALISIS PEMINDAHAN MATERIAL DENGAN PENDEKATAN RECOMMENDED WEIGHT LIMIT ANALISIS PEMINDAHAN MATERIAL DENGAN PENDEKATAN RECOMMENDED WEIGHT LIMIT Tri Wibawa Teknik Industri UPN Veteran Yogyakarta Jl. Babarsari 2 Tambakbayan Yogyakarta, 55281 Telp. 0274-485363 Fax. 0274-486256

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses produksi. Jika manusia bekerja dalam kondisi yang nyaman baik

BAB I PENDAHULUAN. proses produksi. Jika manusia bekerja dalam kondisi yang nyaman baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perusahaan dituntut untuk memperhatikan kinerja pekerjanya, karena pekerja merupakan salah satu aset perusahaan yang sangat vital dalam kegiatan proses

Lebih terperinci