HUBUNGAN ANTARA SELF DISCLOSURE DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN DARUSSALAM. Maydha Rahmat Mustafa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA SELF DISCLOSURE DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN DARUSSALAM. Maydha Rahmat Mustafa"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA SELF DISCLOSURE DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN DARUSSALAM Maydha Rahmat Mustafa FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRAK Masa remaja merupakan masa yang diwarnai dengan berbagai konflik, sehingga remaja membutuhkan dukungan jangka panjang dari orangtua agar tidak salah langkah. Namun, tidak semua remaja memiliki orangtua yang dapat memberi arahan dan kasih sayang selama masa perkembangannya, salah satunya terjadi pada remaja di panti asuhan. Remaja yang tinggal di panti asuhan harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Penyesuaian tersebut merupakan peristiwa yang sangat menekan dan menyebabkan stres pada remaja. Oleh karena itu, remaja di panti asuhan perlu memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan bertahan dalam kesulitan, serta bangkit kembali dari keterpurukan yang disebut sebagai resiliensi. Faktor penting yang memengaruhi resiliensi adalah kepercayaan. Indikator kepercayaan dan afeksi yang ditunjukkan seseorang, salah satunya dengan melakukan self disclosure. Self disclosure merupakan proses mengungkapkan informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self disclosure dengan resiliensi pada remaja di Panti Asuhan Darussalam. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja usia tahun yang tinggal di Panti Asuhan Darussalam. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu sampel jenuh dengan jumlah sampel sebanyak 58 remaja. Metode pengumpulan data dilakukan menggunakan dua alat ukur yaitu skala self disclosure (27 aitem, α=0.897) dan skala resiliensi (27 aitem, α=0.887). Berdasarkan uji korelasi Spearman s Rho diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara self disclosure dengan resiliensi pada remaja di Panti Asuhan Darussalam (r = 0,104 ; p= 0,436). Faktor-faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap resiliensi pada remaja di panti asuhan perlu diteliti lebih lanjut. Kata Kunci: Resiliensi, Self Disclosure, Remaja

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu periode penting dalam rentang kehidupan manusia, karena merupakan masa transisi yang menghubungkan masa kanakkanak dengan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan fisik, kognitif, sosial, dan emosional. Perubahan fisik merupakan perubahan paling terlihat yang ditandai dengan munculnya pubertas (Santrock, 2012). Perkembangan kognitif remaja mencapai tahap berpikir operasional formal yang memungkinkan remaja mampu berpikir secara lebih abstrak (Ali & Asrori, 2008). Perubahan sosioemosi ditandai dengan meningkatnya usaha memahami diri sendiri dan pencarian identitas (Santrock, 2012). Namun, remaja masih belum mampu menguasai dan menggunakan fungsi fisik maupun psikisnya secara maksimal (Monks dkk., dalam Ali & Asrori, 2008). Selain adanya pertumbuhan yang pesat pada bagian fisik, kognitif dan psikososial, remaja juga berisiko terhadap kesehatan mental (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Adanya berbagai perubahan yang terjadi dalam diri remaja menyebabkan remaja dihadapkan pada berbagai masalah, seperti terlibat dalam kenakalan remaja, penyalahgunaan obat, masalah seksual, gangguan makan, depresi dan bunuh diri (Santrock, 2012). Stanley Hall (dalam Santrock, 2012) mengemukakan istilah badai dan stres untuk menyatakan bahwa masa remaja penuh dengan gejolak yang diwarnai 1

3 oleh konflik dan perubahan suasana hati. Oleh karena itu, remaja sangat memerlukan dukungan jangka panjang dari orang dewasa yang menyayangi mereka, memberi keteladanan, konsistensi, serta komunikasi yang tulus dan empatik (Ali & Asrori, 2008; Santrock, 2012). Namun, tidak semua remaja memiliki figur orangtua yang dapat dijadikan sebagai sosok yang akan memberikan perhatian dan dukungan selama masa perkembangannya, hal ini dapat terjadi pada remaja yang kehilangan salah satu atau kedua orangtuanya. Remaja yang kehilangan anggota keluarga, atau orang lain yang dicintainya melalui keadaan traumatis, akan menghadapi tantangan yang lebih berat. Selain berhubungan dengan peristiwa traumatis, remaja juga dihadapkan dengan kesedihan dan kehilangan yang terkait dengan tidak lagi memiliki anggota keluarga. Peristiwa kehilangan yang dialami remaja dapat menyerupai gejala depresi klinis. Remaja yang kehilangan orangtua merasakan kesedihan mendalam, sering menangis, tidak ingin menghabiskan waktu dengan teman, kehilangan nafsu makan, kesulitan tidur, mengalami penurunan prestasi akademik, dan tidak tertarik untuk melakukan kegiatan seperti biasanya (Mannarino & Cohen, 2011). Remaja yang mengalami kesedihan traumatis kemudian berpikir mengenai masa-masa bahagia dengan orangtua yang sudah meninggal akan mengarahkan pikiran, ingatan, dan emosinya dengan peristiwa kematian traumatis orangtuanya. Mengenang kematian orangtua dapat mengarahkan pikiran untuk mengingat kembali peristiwa kematiannya dan selanjutnya dapat menimbulkan gejala post traumatic stress disorder (Mannarino & Cohen, 2011). Kesedihan yang belum terselesaikan juga dapat menyebabkan dampak yang parah di kemudian hari 2

4 seperti masalah kejiwaan, masalah kesehatan, dan depresi (Lawrence, Jeglic, Matthews, & Pepper, 2005; McClatchey & Wimmer, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Apelian & Nesteru (2017) menunjukkan bahwa remaja juga mengalami beberapa kesulitan yang harus dihadapi setelah kehilangan orangtua yaitu perubahan rutinitas sehari-hari, kesulitan finansial, dan tidak memiliki tempat tinggal tetap. Hal ini kemudian menjadi salah satu penyebab remaja tinggal di panti asuhan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengasuh, remaja yang kehilangan salah satu atau kedua orangtuanya dan berasal dari keluarga kurang mampu (duafa) menjadi penyebab remaja tinggal di Panti Asuhan Darussalam. Panti asuhan merupakan lembaga sosial yang memiliki tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi anak yatim, piatu dan yatim piatu yang kurang mampu maupun terlantar agar potensi dan kapasitas belajarnya pulih kembali dan dapat berkembang secara wajar (Kepmensos No.50/HUK/2004 dalam Kementerian Sosial RI, 2004). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 terdapat 766 panti asuhan dengan jumlah anak asuh Sementara itu, di Kota Semarang pada tahun 2015 terdapat 90 panti asuhan dengan jumlah anak asuh Kondisi remaja yang penuh konflik akan semakin berat jika dialami oleh remaja yang tinggal di panti asuhan, karena mereka harus melaluinya tanpa figur orangtua yang dapat memberikan keteladanan, dukungan dan kasih sayang seutuhnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengasuh di Panti Asuhan 3

5 Darussalam, salah satu hal yang biasanya dikeluhkan oleh remaja ke pengasuh adalah perasaan rindu mereka dengan kedua orangtua. Fitrikasari (2003) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa remaja panti asuhan lebih rentan mengalami depresi sedang, karena tidak mendapatkan kebutuhannya secara fisik maupun emosional yang seharusnya diperoleh dari orang tua. Tidak adanya figur orangtua menyebabkan remaja kurang memiliki stimulasi emosional dan sosial padahal orangtua sangat berpengaruh terhadap perkembangan mereka. Penelitian Raza, Adil, & Ghayas (2008) juga menunjukkan bahwa remaja yang kehilangan orangtuanya memiliki berbagai masalah psikososial apabila dibandingkan dengan remaja yang kedua orangtuanya masih hidup. Perbedaan yang signifikan ditemukan pada masalah kesehatan, perkembangan fisik, penyesuaian diri, serta masalah di rumah dan keluarga. Remaja yang tinggal di panti asuhan harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, berpindah sekolah, berpisah dengan teman dekat dan bertemu dengan orang baru. Penyesuaian tersebut merupakan peristiwa yang sangat menekan dan menyebabkan stres pada remaja (Mannarino & Cohen, 2011). Pada penelitian yang dilakukan Rahmah, Ilyas & Nurfarhanah (2014) ditemukan hasil bahwa remaja di panti asuhan mengalami masalah penyesuaian diri dengan teman sebaya, pengasuh, lingkungan sekitar panti dan lingkungan sekolah. Remaja yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik akan mengembangkan perilaku negatif seperti menyendiri, sulit menjalin hubungan harmonis dan tidak menghargai pengasuh. 4

6 Perubahan-perubahan yang terjadi pada kehidupan remaja yang awalnya tinggal bersama dengan keluarga kemudian pindah ke panti asuhan dapat mengganggu perkembangan psikologisnya, termasuk dalam pembentukan self esteem (Gandaputra, 2009). Remaja yang tinggal di panti asuhan beranggapan bahwa dirinya tidak berharga, rendah diri terhadap keadaannya dan merasa berbeda dengan remaja lain yang tinggal bersama keluarga. Sesuai dengan penelitian Gandaputra (2009) yang menemukan hasil bahwa remaja di panti asuhan banyak yang memiliki tingkat self esteem rendah. Penelitian yang dilakukan Fawzy & Fouad (2010) di Panti Asuhan daerah Sharkia, Mesir, menunjukkan bahwa dari 294 remaja panti asuhan yang berusia tahun memiliki tingkat prevalensi depresi 21%, kecemasan 45%, rendah diri 23% dan gangguan perkembangan 61%. Remaja panti asuhan yang tidak bahagia dengan keadaan hidupnya sering mengembangkan masalah emosional yang berkaitan dengan meningkatnya risiko penyakit jiwa pada orang dewasa. Penelitian Irshad (2017) juga menunjukkan bahwa remaja yatim piatu memiliki tingkat alienasi dan stres yang lebih tinggi dibanding remaja non-yatim piatu. Hasil wawancara dengan pengasuh menunjukkan bahwa remaja laki-laki di Panti Asuhan Darussalam juga pernah memiliki beberapa permasalahan yaitu mereka pernah terlibat perkelahian dengan temannya, sulit diatur, dan dinasehati karena kurang menyadari otoritas pengasuh. Sementara itu, berdasarkan hasil wawancara dengan remaja perempuan di Panti Asuhan Darussalam, apabila remaja tersebut memiliki masalah, ia cenderung memendam masalah yang 5

7 dimiliki dan menghindari masalahnya. Remaja tersebut baru menceritakan masalah yang dialami kepada teman terdekat ketika masalahnya sudah berlalu. Berdasarkan data diatas, remaja yang tinggal di panti asuhan cenderung lebih sering mengalami masalah perkembangan maupun masalah psikologis seperti stres dan depresi. Oleh karena itu, remaja di panti asuhan perlu memiliki resiliensi yang baik agar mampu bertahan dalam kondisi yang sulit, dapat menyesuaikan diri dan bangkit kembali dari keterpurukan. Hal tersebut didukung oleh penelitian Bacchi & Licinio (2016), yang mengungkapkan bahwa resiliensi berpengaruh terhadap tingkat distres psikologis pada mahasiswa yaitu semakin tinggi resiliensi, maka semakin rendah distres psikologis. Sebaliknya, semakin rendah resiliensi maka semakin tinggi distres psikologis. Penelitian yang dilakukan Pidgeon, Rowe, Stapleton, Magyar, & Lo (2014) juga menunjukkan hal serupa bahwa mahasiswa dengan tingkat resiliensi yang tinggi memiliki distres psikologis yang lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki tingkat resiliensi yang rendah. Resiliensi menunjukkan fungsi positif dalam pemulihan pasca trauma yang dialami seseorang (Ungar, 2008). Resiliensi menurut Reivich & Shatte (2002) adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi ketika menghadapi kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Setiap orang perlu mengembangkan resiliensi karena setiap orang pernah menghadapi masalah, keadaan stres dan perdebatan yang merupakan bagian dari kehidupan. Resiliensi merupakan hal penting bagi remaja yang akan meninggalkan panti asuhan, karena 6

8 resiliensi menjadi dasar bagi remaja untuk berkembang menjadi individu dewasa yang sukses (Casey, 2012). Individu yang resilien mampu menunjukkan sifat-sifat positif dalam lingkungan yang beresiko. Mereka bukan berarti tidak pernah mengalami kesulitan atau stres. Namun, untuk menjadi orang yang resilien, individu perlu mengalami situasi menantang atau tekanan-tekanan emosional yang masih dapat dihadapi. Mereka dapat belajar dari kesulitan atau situasi menantang yang membuat mereka menjadi lebih kuat (Hendriani, 2018). Penelitian Nisa & Muis (2015) yang dilakukan pada anak panti asuhan di Sidoarjo, mengungkapkan bahwa individu dengan kategori resiliensi tinggi memiliki karakteristik tidak menyerah, berusaha untuk menghadapi masalah, percaya diri, dan memiliki keyakinan untuk menjadi orang sukses. Sementara itu, individu dengan kategori resiliensi sedang cenderung tidak stabil dalam bersikap dan memiliki semangat naik turun. Individu dengan resiliensi rendah menunjukkan bahwa mereka mudah menyerah, menghindari masalah, tidak memiliki semangat untuk bangkit dan tidak berusaha menjadi lebih baik. Resiliensi yang dimiliki individu tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Grotberg (2003) salah satu faktor resiliensi adalah kepercayaan yang berhubungan dengan mengembangkan rasa percaya individu terhadap diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Kepercayaan diperlukan remaja untuk mengembangkan hubungan sosialnya dengan teman sebaya, hal ini berkaitan dengan salah satu tugas perkembangan remaja yaitu mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar 7

9 bergaul dengan teman sebaya serta orang lain di lingkungannya, baik secara individual maupun kelompok (Kay, dalam Yusuf & Sughandi, 2011). Salah satu indikator kepercayaan dan afeksi yang ditunjukkan seseorang adalah dengan melakukan self disclosure atau pengungkapan diri. Individu yang melakukan self disclosure menunjukkan kepada orang lain bahwa individu tersebut mempercayai, menghargai dan peduli terhadap mereka serta peduli dengan hubungan yang terjalin diantara mereka. Hal ini mengarahkan individu lain untuk mengungkapkan dirinya sendiri dan membentuk awal yang baik dalam sebuah hubungan yang jujur dan terbuka (Devito, 2015). Pengembangan hubungan yang erat dan saling percaya dapat diawali dengan membuka diri dan sekaligus percaya pada orang lain (Widyarini, 2009). Menurut Devito (2013) self disclosure berarti mengkomunikasikan informasi tentang dirinya sendiri kepada orang lain yang biasanya disembunyikan. Seseorang akan cenderung lebih terbuka ketika orang lain juga terbuka padanya. Efek diadik ini membuat individu merasa lebih aman sehingga dapat memperkuat self disclosure yang dilakukannya. Penelitian yang dilakukan oleh Rains, Brunner, & Oman (2016) menyatakan bahwa remaja perlu melakukan self disclosure mengenai dirinya kepada orang lain dalam menjalin persahabatan dan hubungan sosial sebagai cara untuk meningkatkan keakraban dan menciptakan timbal balik dalam berhubungan dengan orang lain. Keuntungan yang didapat dari self disclosure adalah lebih mengetahui keadaan diri sendiri, meningkatkan kemampuan coping, meningkatkan komunikasi, dan memiliki hubungan yang lebih berarti (Devito, 2015). Hal 8

10 tersebut didukung oleh Lin & Utz (2017) dalam penelitiannya yang mengungkapkan bahwa frekuensi self disclosure yang lebih tinggi pada media sosial bermanfaat untuk menciptakan perasaan akrab dengan diri sendiri. Mengungkapkan informasi diri secara naratif di media sosial dapat berdampak baik karena meningkatkan nilai hiburan bagi pembaca, namun dalam mengungkapkan informasi diri yang intim dan dianggap tidak pantas oleh orang lain harus dilakukan secara berhati-hati, karena dapat mengurangi ketertarikan sosial seseorang. Self disclosure dilakukan sebagai salah satu media katarsis untuk menghilangkan stres. Self disclosure yang dilakukan oleh individu yang mengalami stres dapat bermanfaat untuk mengurangi perasaan-perasaan negatif dan mengurangi timbulnya masalah kesehatan (Clark dalam Baron & Byrne, 2005). Sependapat dengan yang diungkapkan Widyarini (2009) bahwa melakukan pengungkapan diri dapat berpengaruh positif terhadap kesehatan fisik dan emosi. Hal ini sesuai dengan penelitian Pinakesti (2016) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara pengungkapan diri dengan stres yaitu semakin tinggi pengungkapan diri maka semakin rendah tingkat stres yang dialami. Berdasarkan penelitian Putri (2017) ditemukan hasil bahwa pengungkapan diri remaja Panti Asuhan Putri Aisyiyah II kepada pengasuh memunculkan kenyamanan bagi mereka. Namun, masing-masing dari mereka memiliki level pengungkapan diri yang berbeda, hal ini karena intensitas pertemuan yang dilakukan antara anak asuh dan pengasuh yang berbeda. Apabila intensitas pertemuan keduanya semakin lama, maka semakin dalam pengungkapan yang 9

11 dilakukan. Pengungkapan diri anak asuh kepada pengasuh berperan dalam penyesuaian diri di lingkungan panti asuhan dan memunculkan bentuk penyesuaian diri yang positif pada anak asuh, sehingga anak asuh merasa nyaman untuk tinggal di panti asuhan. Permasalahan tersebut menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara self disclosure dengan resiliensi pada remaja di Panti Asuhan Darussalam. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara self disclosure dengan resiliensi pada remaja di Panti Asuhan Darussalam? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self disclosure dengan resiliensi pada remaja di Panti Asuhan Darussalam. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis: secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dengan menjadi referensi yang bermanfaat dalam bidang psikologi, khususnya psikologi perkembangan remaja, psikologi klinis dan psikologi sosial. 10

12 2. Manfaat praktis: a. Bagi Remaja Panti Asuhan Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan terhadap pentingnya self disclosure dan resiliensi bagi remaja di panti asuhan. b. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara self disclosure dengan resiliensi remaja di panti asuhan dan sebagai pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya. 11

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk membantu anak-anak yang tidak memiliki orang tua. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran dan fungsi ibu dalam kehidupan seorang anak sangat besar. Anak akan lebih merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan merupakan lembaga yang bergerak di bidang sosial untuk membantu anak-anak yang sudah tidak memiliki orang tua. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi ke masa dewasa. Masa ini dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan yang pertama ditemui oleh setiap individu dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia. Keluarga menjadi struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap masalah yang muncul akan selalu memerlukan penyelesaian, baik penyelesaian dengan segera maupun tidak. Penyelesaian masalah merupakan sesuatu yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah merasakan kesedihan, kekecewaan, kegagalan serta kondisi sulit lainnya. Hal ini sesuai dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia senantiasa mendambakan kehidupan yang bahagia. Mencari kebahagiaan dapat dikatakan sebagai fitrah murni setiap manusia. Tidak memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya autis merupakan gangguan perkembangan yang meluas (pervasive) di berbagai bidang (Mash & Wolfe, 2005). Dalam DSM IV-TR, gangguan ini dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan anugerah Tuhan dan juga aset bangsa yang sangat berharga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan anugerah Tuhan dan juga aset bangsa yang sangat berharga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah Tuhan dan juga aset bangsa yang sangat berharga. Seperti apa dan bagaimana seorang anak dibesarkan akan mempengaruhi tumbuh kembang sang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia adalah salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada fase ini seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memandang remaja itu sebagai kanak-kanak, tapi tidak juga sebagai orang

BAB I PENDAHULUAN. memandang remaja itu sebagai kanak-kanak, tapi tidak juga sebagai orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhannya (terutama fisik) telah mencapai kematangan. Masa ini menunjukan suatu masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) Dikti tahun 2010 melaporkan bahwa jumlah perguruan tinggi di Indonesia mengalami peningkatan, baik perguruan tinggi negeri

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN PADA TEMAN SEBAYA DENGAN STRES AKADEMIK PADA MAHASISWA TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN PADA TEMAN SEBAYA DENGAN STRES AKADEMIK PADA MAHASISWA TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN PADA TEMAN SEBAYA DENGAN STRES AKADEMIK PADA MAHASISWA TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG Mirna Purwati 15010113120043 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih banyak daripada anak yang tidak mengalaminya, tetapi mereka memiliki gejala yang lebih sedikit dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi kedua terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah telah

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi kedua terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah telah BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Gempa bumi kedua terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah telah mengguncang dasar laut yang berjarak sekitar 150 km dari pantai Sumatera pada tanggal 26

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dilindungi dan diperhatikan sebaik mungkin oleh seluruh lapisan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock, 2012). Remaja merupakan usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan depresi merupakan penyebab utama terjadinya penyakit dan kecacatan pada remaja usia 10-19 tahun, sedangkan bunuh diri menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Aristoteles (dalam Bertens, 2004) menyebutkan bahwa kebahagiaan merupakan tujuan utama dari eksistensi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Remaja adalah generasi penerus bangsa, oleh karena itu para remaja harus memiliki bekal yang baik dalam masa perkembangannya. Proses pencarian identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa yang disertai dengan perubahan. Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam diri mereka antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pengertian kejahatan dan kekerasan memiliki banyak definisi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pengertian kejahatan dan kekerasan memiliki banyak definisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang kita jumpai beberapa kasus pembunuhan. Seolah tidak asing lagi dengan peristiwa kejahatan itu, media meliput berita pembunuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian periode berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lansia. Semua individu mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang terlahir pada umumnya dapat mengenal lingkungan atau orang lain dari adanya kehadiran keluarga khususnya orangtua yg menjadi media utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah Nama : Gemi Arthati NPM : 13513674 Pembimbing : Mimi Wahyuni. Jurusan Psikologi 2016 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Padang, terdapat 24 panti asuhan yang berdiri di Kota Padang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Padang, terdapat 24 panti asuhan yang berdiri di Kota Padang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia panti asuhan adalah rumah tempat (kediaman) untuk memelihara dan merawat anak yatim atau yatim piatu dan sebagainya. Pengertian

Lebih terperinci

kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang dicintai, konflik keluarga,

kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang dicintai, konflik keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini stres menjadi problematika yang cukup menggejala di kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Angka perceraian di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut data 20 tahun lalu yang dinyatakan oleh Wakil Menteri Agama Prof.Dr. Nazaruddin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Begitu banyak anak-anak di Nanggroe Aceh Darussalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Masa remaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu berkembang biak. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa manusia berkembang biak dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dengan individu dan sudah pasti tidak dapat dipisahkan. Secara umum, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, aspek paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Pengertian Psychological Well Being Psychological well-being adalah tingkat kemampuan individu dalam menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup seorang anak tidak selamanya berjalan dengan baik. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan yang sulit bahwa anak harus berpisah dari keluarganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Shatte dan Reivich (2002) mneyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan

BAB II LANDASAN TEORI. Shatte dan Reivich (2002) mneyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan BAB II LANDASAN TEORI II.A Resilience II.A.1 Pengertian Resilience Shatte dan Reivich (2002) mneyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan untuk berespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi rintangan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA PERTENGAHAN PASCA PUTUS CINTA DI SMAN 20 BANDUNG

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA PERTENGAHAN PASCA PUTUS CINTA DI SMAN 20 BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari skripsi yang akan membahas beberapa hal terkait penelitian, termasuk latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak selalu ada kebutuhan untuk dikasihi dan merasakan bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO), jumlah remaja di dunia cukup tinggi. Pada tahun 2012 sekitar 1,6 miliar orang di dunia berusia 12-24 tahun (WHO, 2012). Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial yang setiap harinya menjalin hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial yang setiap harinya menjalin hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang setiap harinya menjalin hubungan dengan individu lain merupakan bagian yang tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sebuah hubungan rumah tangga tentunya tidak selamanya berjalan baik sesuai dengan apa yang telah kita inginkan, namun ternyata ada beberapa faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Manusia sebagai makhluk sosial dalam bertingkah laku

Lebih terperinci

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Alfan Nahareko F 100 030 255 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Attachment pada manusia pertama kali terbentuk dari hubungan antara orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan bayinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyalahguna narkoba saat ini sudah mencapai 3.256.000 jiwa dengan estimasi 1,5 % penduduk Indonesia adalah penyalahguna narkoba. Data yang diperoleh

Lebih terperinci