Suara Masyarakat Miskin:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Suara Masyarakat Miskin:"

Transkripsi

1 : Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin di Indonesia Nilanjana Mukherjee INDOPOV

2 THE WORLD BANK OFFICE JAKARTA Jakarta Stock Exchange Building Tower II/12th Fl. Jl. Jend. Sudirman Kav Jakarta Tel: (6221) Fax: (6221) Website: THE WORLD BANK 1818 H Street N.W. Washington, D.C , U.S.A. Tel: (202) Fax: (202) / feedback@worldbank.org Website: Printed in This paper has not undergone the review accorded to official World Bank publications. The findings, interpretations, and conclusions expressed herein are those of the author(s) and do not necessarily reflect the views of the International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank and its affiliated organizations, or those of the Executive Directors of The World Bank or the governments they represent. The World Bank does not guarantee the accuracy of the data included in this work. The boundaries, colors, denominations, and other information shown on any map in this work do not imply any judgement on the part of The World Bank concerning the legal status of any territory or the endorsement or acceptance of such boundaries.

3 Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi Nilanjana Mukherjee Bank Dunia The World Bank East Asia and Pacific Region

4 Ucapan Terimakasih berdasarkan penelitian lapangan yang dilakukan oleh Nyoman Oka dan Ratna Indrawati Josodipoero, Ketua Tim; Wiji J. Santoso, Idul Fitriatun, Ketut Suarken, Nur Khamid (Tim Jawa Timur); Purnama Sidi, Laksmini Sita, Herry Septiadi, Ririn Fajri (Tim Jawa Barat); Titik Soeprijati, Irwan, Mochamad Rifai, Ariatim (Tim Nusa Tenggara Barat); Husnuzzoni, Khusairi, Nazmi Rakhman, Indraningsih (Tim Kalimantan Selatan). Penelitian lapangan dan analisis yang didukung oleh Indonesia Poverty Analysis Program (INDOPOV), sebuah program kemitraan Bank Dunia Indonesia yang dipimpin Jehan Arulpragasan. Studi Kualitatif ini ditujukan untuk melengkapi analisis kuantitatif Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia. Penelitian ini banyak menerima manfaat dari berbagai usulan, diskusi dan kritik dari anggota INDOPOV, terutama Menno Pradhan, Vincente Paqueo, Peter Heywood, dan Ellen Tan. Suzanne Charles dan Ellen Tan memberikan dukungan yang sangat berharga berupa penyuntingan naskah. Claudia Surjadjaya menyediakan perangkat penilaian layanan kesehatan serta memberikan pengarahan kepada para peneliti. Konsultasi dengan masyarakat miskin dilakukan oleh peneliti berasal dari berbagai LSM dan lembaga pendidikan di Indonesia. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga ditujukan kepada masyarakat miskin perempuan dan laki-laki yang berada di Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Barat. Mereka telah bersedia membagi penilaian, pengalaman, pandangan serta pengetahuan mereka untuk memberikan citra dan suara kemanusiaan pada penelitian ini. Besar harapan mereka agar suaranya bisa didengar oleh para pembuat kebijakan. Penulis sangat berterima kasih atas dukungan manajemen dari program Air dan Sanitasi Bank Dunia (WSP), yang memungkinkan penulis melakukan penelitian ini. Khususnya, ucapan terima kasih kepada Richard Pollard, ketua tim regional untuk WSP - Asia Timur dan Pasifik, dan Ede Jorge Ijjasz-vasquez, manajer program global. Penulis bertangung jawab sepenuhnya terhadap ini laporan penelitian ini.

5 Daftar Isi UCAPAN TERIMA KASIH iv DAFTAR ISI v DAFTAR KOTAK, GAMBAR, TABEL vi DAFTAR ISTILAH viii RINGKASAN EKSEKUTIF x 1. KARAKTERISTIK KEMISKINAN DAN INSTITUSI LOKAL DI LOKASI PENELITIAN Lokasi, Sampel, Alat Penelitian Metodologi: Pengenalan dan Keterlibatan Penduduk Miskin Profil Kesejahteraan dan Kemiskinan Setempat 3 2. LAYANAN PENDIDIKAN YANG DIMANFAATKAN OLEH PENDUDUK MISKIN Sekolah-Sekolah Dasar: Tidak Sepenuhnya Gratis Meskipun Ada Bantuan Pemerintah Layanan Pendidikan Sekolah Menengah Mutu Layanan Pandangan Pengelola Hasil Pengamatan dan Kesimpulan LAYANAN KESEHATAN: PRA-PERSALINAN, PERSALINAN, DAN LAYANAN KESEHATAN ANAK Layanan Pra-Persalinan: Pilihan Berbeda Untuk Lokasi Geografis Yang Berbeda Layanan Bantuan Persalinan: Dukun Beranak Tetap Pilihan Utama Layanan Kesehatan bagi Bayi di Bawah Usia Lima Tahun (Balita): Layanan Umum Lebih Disukai Mutu Layanan Kesehatan bagi MAsyarakat miskin Pengamatan Independen dan Kesimpulan LAYANAN AIR BERSIH UNTUK PENDUDUK MISKIN Penduduk miskin Kekurangan Akses Penuh untuk Mendapatkan Air Minum Penggunaan Air dan Bahaya Kesehatan Warga Paling Miskin Membayar Harga Air Paling Tinggi Hasil Pengamatan: Layanan Air Bersih Mutu Layanan : Pandangan Masyarakat Miskin FASILITAS SANITASI YANG DIMANFAATKAN OLEH PENDUDUK MISKIN Hasil Pengamatan: Layanan Sanitasi Mutu Layanan: Beberapa Pandangan PENDUDUK MISKIN TIDAK MEMILIKI KEKUATAN SEBAGAI PEMAKAI JASA NAMUN MEREKA MENGINGINKANNYA Kurangnya Informasi- Kami Tidak Tahu Siapa Yang Akan Mendengar Kami? Perlakuan Buruk oleh Penyedia dan Petugas terhadap Masyarakat miskin Tidak Ada Suara Penduduk miskin dalam Keputusan Masyarakat dan Penyediaan Layanan Publik Masalah dalam Proses Partisipasi Kami Adalah Anak Tiri REKOMENDASI UNTUK KEBIJAKAN DAN STRATEGI Untuk Layanan Dasar Secara Umum Untuk Layanan Kesehatan Untuk Layanan Pendidikan Untuk Layanan Air Bersih dan Sanitasi 51 v

6 Daftar Kotak Kotak 1: Tidak Ada Penjelasan tentang Biaya-biaya 7 Kotak 2: Menikah pada usia 13 tahun, melahirkan di usia 14 tahun satu-satunya pilihan setelah tamat 9 sekolah dasar Kotak 3: Tidak ada air bersih dama dengan tidak ada guru sekolah dan petugas kesehatan 11 Kotak 4: 92 Terdaftar tapi hanya 29 yang hadir 12 Kotak 5: Tanda-tanda bahaya kehamilan yang tidak dikenali 19 Kotak 6: Persalinan prematur berulang-ualng, tidak ada pemeriksaan pra-persalinan 25 Kotak 7: Tidak lagi kesurupan 26 Kotak 8: Empat hari terlambat 27 Kotak 9: Bagaimana bisa menyusui anak bila air susu ibu tidak keluar? 28 Kotak 10: Bayi meninggal karena diare di kota besar, dekat pelayanan kesehatan 28 Kotak 11: Penduduk miskin membayar 30 kali lebih besar daripada tarif PDAM untuk air tapi tidak menyadarinya 30 Kotak 12: Terjebak monopoli layanan air 34 Kotak 13: Mereka tidak memberikan pilihan kepada kami 41 Kotak 14: Karena saya miskin, dengan demikian saya juga bodoh 44 Kotak 15: Pengguna kartu sehat membutuhkan kesabaran dan pengendalian diri 45 Daftar Gambar Gambar 1: Proporsi suara bagi pilihan penyedia layanan pendidikan dasar 7 Gambar 2: Proporsi suara bagi pilihan penyedia layanan pra-persalinan 17 Gambar 3: Proporsi suara bagi pilihan layanan air yang digunakan 29 Gambar 4: Proporsi suara bagi pilihan fasilitas sanitasi yang digunakan 36 Daftar Tabel Tabel 1. Lokasi penelitian 1 Tabel 2. Hasil pengamatan sekolah lanjutan di lokasi yang berbeda 14 Tabel 3. Biaya layanan air bersih dan air bersih yang digunakan oleh masyarakat miskin di delapan lokasi 32 penelitian Daftar Tabel Lampiran Tabel 2.1. Paminggir Komunitas Pedesaan, Terpencil, yang Hidup dari Hasil Hutan, di Kalimantan 5 Selatan Tabel 2.2. Bajo Pulau Komunitas Nelayan Laut di Nusa Tenggara Barat (NTB) 6 Tabel 2.3. Alas Kokon Komunitas Pedesaan Petani Ladang di Madura Jawa Timur 6 Tabel 2.4. Kertajaya Komunitas Pedesaan Petani Sawah di Jawa Barat 7 Tabel 2.5. Antasari Kelurahan Urban di Kalimantan Selatan 8 Tabel 2.6. Jatibaru Kelurahan Miskin di Pinggiran Kota Bima, Nusa Tenggara Barat 9 vi

7 Tabel 2.7 Simokerto Pemukiman Pemulung dan Warga Berpenghasilan rendah di Surabaya, Jawa 10 Timur Tabel 2.8. Soklat Kelurahan Miskin di Subang, Jawa Barat 11 Tabel 3.1 Pilihan dan Biaya Layanan Pendidikan Dasar, yang di Laporkan oleh Masyarakat Miskin di 8 12 Lokasi Penelitian Tabel 3.2. Biaya Pendidikan Sekolah Lanjutan, yang di Laporkan oleh Masyarakat Miskin di 8 Lokasi 15 Penelitian Tabel 3.3. Pilihan dan Biaya Pasca Persalinan yang di gunakan oleh Masyarakat Miskin di 8 Lokasi 19 Penelitian Tabel 3.4. Biaya Layanan Persalinan yang digunakan oleh Masyarakat Miskin di 8 Lokasi Penelitian 22 Tabel 3.5. Biaya Satu Kali Layanan Kuratif Yang Harus Dibayar Oleh Masyarakat Miskin Untuk Perawatan 26 Balita-nya. Daftar Gambar Lampiran Diagram 3.1. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Pendidikan 13 Dasar Diagram 3.2. Tingkat Kepuasan terhadap Penyedia Layanan Pendidikan Dasar 14 Diagram 3.3. Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Pendidikan Sekolah Lanjutan 16 Diagram 3.4. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Pendidikan 17 Lanjutan Diagram 3.5. Tingkat Kepuasan terhadap Penyedia Layanan Pendidikan Lanjutan 18 Diagram 3.6. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Perawatan 20 Pasca Persalinan Diagram 3.7. Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Persalinan 21 Diagram 3.8. Tingkat Kepuasan Terhadap Penyedia Layanan Persalinan 23 Diagram 3.9. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Persalinan 24 Diagram Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Perawatan Balita 25 Diagram Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Perawatan Batita (0 2 tahun) 25 Diagram Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Kuratif 27 untuk Batita (Usia 0-2 tahun) Diagram Tingkat Kepuasan untuk Pelayanan Kuratif bagi Batita 28 Diagram Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan oleh Sarana Air Bersih yang 29 Digunakan Diagram Tingkat Kepuasan untuk Pilihan Sarana Air Bersih 30 Diagram Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan oleh Fasilitas Sanitasi 31 Diagram Tingkat Kepuasan untuk Fasilitas Sanitasi 32 vii

8 Daftar Istilah ANC (Antenatal Care) Perawatan Pasca Melahirkan Arisan Kelompok Dana Bergulir Informal Bidan di Desa Bidan Terlatih yang ditempatkan di Desa BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BOS Biaya Operasional Sekolah BPS Biro Pusat Statistik Dukun Penyedia Layanan Persalinan Tradisional Dusun Tingkat pemerintahan di bawah Desa GDS (Governance and Desentralization Survey) Survai Mengenai Layanan Publik pasca desentralisasi IDT (Inpres Desa Tertinggal) Program Pemerintah Pusat untuk wilayah Desa yang termasuk kategori tertinggal Imunisasi TT Imunisasi Tetanus Toxoid Kangkung Tumbuhan Rawa yang bisa diolah menjadi lauk Kantor Kelurahan Kantor tempat Pejabat Kelurahan menjalankan fungsinya Kapuk Buah pohon Kapuk yang biasa digunakan untuk mengisi kasur Kartu Sehat Kartu jaminan kesehatan yang memungkinkan pemegangnya mendapat pelayanan kesehatan secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan yang berlaku Kec./Kecamatan Tingkat pemerintahan yang berada dibawah Kabupaten/kota Kelurahan Tingkat pemerintahan yang berada dibawah kecamatan yang tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri (Setingkat dengan desa, namun khusus untuk wilayah perkotaan) Kantor Desa Kantor tempat pejabat Desa menyelenggarakan fungsinya Kepala Desa Unsur pemerintahan yang mengepalai pemerintahan tingkat desa dan dipilih langsung oleh warganya. Kepala Dusun Orang yang dipilih oleh masyarakat suatu dusun untuk menjalankan fungsi sebagai pemimpin wilayah dusun tersebut Ketua RT Orang yang dipilih langsung oleh warga RT Madrasah Madrasah Ibtidaiyah Madrasah Tsanawiyah Mantri MOE NGO Sekolah yang sebagian besar mata pelajaran dan sistem pendidikannya berdasarkan agama Islam Sekolah dasar agama Islam setingkat SD Sekolah menengah agama Islam setingkat SMP Petugas kesehatan yang bertugas di puskesmas Ministry of Education (Departemen Pendidikan Nasional) Non Government Organization (Lembaga Swadaya Masyarakat) viii

9 PISK PDAM Pesantren PKK PLN Polindes POSYANDU Puskesmas Pustu Raskin SANIMAS SD SDN SLTP SMP SSIP TBA UKS Penyedia Air Independen Skala Kecil Perusahaan Daerah Air Minum Sekolah asrama agama Islam yang kurikulumnya lebih banyak mengenai agama Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga Perusahaan Listrik Negara Pondok Bersalin Desa Pos Layanan Terpadu Pusat Kesehatan Masyarakat Puskesmas pembantu Beras Miskin Sanitasi Berbasis Masyarakat; sebuah program sanitasi berbasis masyarakat untuk masyarakat di daerah perkotaan Sekolah Dasar Sekolah Dasar Negeri Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Sekolah Menengah Pertama Small Scale Independent Water Provider (Penyedia Air Independen Skala Kecil) Traditional Birth Attendance (Dukun Beranak) Unit Kesehatan Sekolah ix

10 Ringkasan Eksekutif Pada Januari 2001 Indonesia mulai menerapkan desentralisasi pada sebagian besar layanan publik di tingkat kabupaten. Sejak saat itu, titik pusat inovasi bergeser ke tingkat kabupaten, sehingga dengan demikian pemerintahan daerah memiliki otonomi yang sangat kuat untuk melakukan perubahan (baik positif maupun negatif ). Di Negara yang berpenduduk sekitar juta jiwa dan terdiri dari kabuten dan Kotamadya, pergeseran orientasi kebijakan ini telah menciptakan potensi yang sangat besar bagi pendekatan inovatif lokal dalam menyediakan layanan sektor publik. Inisiatif mengefektifkan ( Layanan bagi Masyarakat miskin di Indonesia ) bertujuan untuk memberikan dukungan analisis bagi pemerintah Indonesia agar bisa meningkatkan akses dan mutu layanan dasar bagi masyarakat miskin dalam era desentralisasi. Sasarannya, selain untuk merangkum kondisi layanan mendasar bagi masyarakat miskin, juga menentukan dan menganalisis faktor-faktor kunci yang berpengaruh terhadap kondisi saat ini, dan selain itu mengusulkan kerangka kerja analisis serta langkah-langkah praktis untuk meningkatkan layanan bagi masyarakat miskin. 3 Sampai sekarang, tidak satu pun literatur, yang tergolong cukup lengkap, tentang desentralisasi menyertakan juga analisis tentang pandangan masyarakat miskin mengenai pemberian layanan publik; laporan ini berusaha untuk mengisi kesenjangan tersebut. Di samping itu, laporan ini juga berusaha untuk memahami hambatan yang dihadapi masyarakat miskin, serta memahami alasan yang mendasari pilihan yang diambil masyarakat miskin di daerah pedesaan dan perkotaan tentang layanan kesehatan dasar, pendidikan, penyediaan air bersih, dan sanitasi yang mereka butuhkan. Laporan ini juga memberikan rekomendasi tentang kebijakan untuk meningkatkan layanan bagi masyarakat miskin berdasarkan analisis dan saran dari masyarakat miskin, dan penyedia layanan publik yang mampu meningkatkan akuntabilitas serta penguatan hubungan antara pengguna layanan, penyedia layanan, dan pembuat kebijakan. Ada delapan layanan kunci yang menjadi fokus penelitian ini sbb: 4 layanan pra persalinan bantuan persalinan layanan kuratif untuk bayi usia 0-2 bulan layanan kuratif bayi >2 bulan hingga 5 tahun pendidikan dasar peralihan menuju sekolah menengah layanan air bersih fasilitas sanitasi (pembuangan tinja) 1 Biro Pusat Statistik (BPS), Proyeksi Penduduk Indonesia, , Departemen Dalam Negeri 3 Untuk laporan secara lengkap, lihat situs Bank Dunia, 4 Untuk keperluan laporan ini, analisis telah digabungkan dengan layanan kuratif. Untuk hasil yang spesifik untuk Kelompok umur 0-2 bulan dan <2 bulan - 5 tahun, lihat Lampiran. x

11 Layanan ini merupakan unsur penting dalam upaya mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDG). Tingginya tingkat gizi buruk, tingginya angka kematian ibu dan bayi, dan rendahnya tingkat pendidikan secara langsung dapat ditelusuri dari penyediaan dan pemberian layanan ini. Sintesis yang memadukan persamaan dan perbedaan antara delapan lokasi penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada lembaga donor dan pemerintah Indonesia serta pemerintah negara-negara lain yang berminat mengadopsi gagasan-gagasan praktis untuk meningkatkan penyediaan layanan publik oleh pemerintah. Peran aktif masyarakat miskin dalam penyediaan layanan rakyat masyarakat dengan memberikan tekanan pembuat kebijakan dan penyedia layanan, berpotensi untuk meningkatkan mutu layanan yang akan mereka terima. Penelitian ini berupaya menggali sejauh mana masyarakat miskin mampu dan mau melakukan hal tersebut dan mampukah mereka melihat apakah peran serta yang mereka mainkan itu efektif atau tidak. Penelitian ini juga berusaha mencermati bagaimana pandangan masyarakat miskin mampu menarik perhatian para pembuat kebijakan agar mereka memperhatikan aspirasi masyarakat miskin, serta bagaimana pandangan dari mereka bisa membuat para pembuat kebijakan mampu meningkatkan akuntabilitas penyedia layanan untuk meningkatkan pelayanan terhadap kelompok tersebut. Tanggapan kebijakan di Indonesia terhadap minimnya layanan mendasar bagi masyarakat miskin atau terhadap layanan yang mengecewakan, pada umumnya berupa penentuan jumlah pemberian subsidi untuk menyediakan layanan publik, seperti program kartu sehat dan pemberian beasiswa. Kebijakan ini memberikan asumsi bahwa sektor publik merupakan lembaga yang paling efisien yang mampu memberikan layanan kepada masyarakat miskin. Asumsi lain adalah bahwa masyarakat miskin tidak memanfaatkan layanan tersebut karena harganya yang terlalu mahal bagi mereka. Penelitian ini dirancang untuk meninjau kembali hipotesis yang telah mendorong lahirnya berbagai kebijakan di Indonesia dan memberikan saran-saran untuk menghasilkan kebijakan alternatif yang secara lebih langsung terkait dengan berbagai kendala yang dihadapi masyarakat miskin. Temuan-temuan yang diuraikan berikut ini mencerminkan suara masyarakat miskin yang berasal dari delapan kabupaten yang terpilih di Indonesia. Namun demikian, tidak berarti kalau suara mereka mewakili seluruh masyarakat miskin di seluruh negeri ini. Beberapa pesan penting yang muncul secara berulang-ulang selama proses Konsultasi dengan masyarakat miskin 1. Pandangan masyarakat miskin terhadap mutu layanan sering kali berbeda dengan pandangan para ahli : Masyarakat miskin menganggap mutu layanan dukun beranak lebih baik daripada yang diberikan oleh bidan yang terlatih. Air sumur dianggap bersih, sementara air sungai kotor. Walaupun anggapan yang kedua memang benar adanya, anggapan yang pertama bahwa air sumur bersih, juga tidak benar. XI

12 2. Hambatan utama dalam meningkatkan jumlah kelahiran yang dibantu oleh bidan terlatih tampaknya lebih disebabkan karena kurangnya permintaan (atas bidan terlatih) dan bukan karena kurangnya akses. Masyarakat miskin tidak memerlukan layanan bidan terlatih karena ongkos membayar bidan lebih mahal sementara waktu bidan melayani pasien lebih singkat daripada dukun beranak. Banyak pasien miskin tidak sepenuhnya menyadari keuntungan lebih yang diperoleh dari bantuan persalinan profesional. Mereka yang sadar tidak yakin bahwa keuntungan tambahan tersebut sepadan dengan biaya tambahan yang tinggi. 3. Program untuk masyarakat miskin, seperti kartu sehat, sangat dihargai, namun para peneliti menemukan bahwa; informasi tentang hal itu (tentang kebijakan untuk masyarakat miskin) biasanya tidak tersedia. Seringkali petugas layanan publik atau pejabat pemerintah, yang merupakan satu-satunya sumber informasi tentang layanan bagi masyarakat miskin, gagal memberikan informasi lengkap kepada masyarakat miskin, dan kadang-kadang mereka bahkan menyalahgunakan kekuasaan mereka, dan menghalangi akses layanan ini bagi masyarakat miskin. 4. Para elit masyarakat para petugas atau pejabat pemerintah jarang mendengarkan masyarakat miskin ketika rakyat seperti ini menyampaikan kebutuhan, keprihatinan, dan pendapat mereka untuk meningkatkan layanan bagi rakyat. Masyarakat miskin memandang diri mereka sebagai anak tiri ; para elit menganggap masyarakat miskin bodoh dan tidak mau berinteraksi serta memberikan informasi bagi mereka. Satu-satunya cara agar masukan masyarakat miskin dapat dihargai adalah melalui mitra perantara pihak ketiga. 5. Biaya di luar SPP (Sumbangan Pembangunan Pendidikan) untuk sekolah dasar (seperti seragam, buku, dan sebagainya) merupakan beban berat bagi masyarakat miskin. Kebijakan baru untuk menghapus SPP bagi masyarakat miskin tidak menuntaskan masalah biaya di luar SPP yang masih sangat besar. 6. Adanya persepsi publik bahwa masyarakat miskin tidak akan mampu membayar sarana air bersih dan sanitasi yang bermutu adalah tidak benar. Masyarakat miskin perkotaan membeli air dari penjual swasta dengan harga 15 sampai 30 kali tarif Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Meskipun mampu membeli air dari PDAM dengan tarif yang berlaku, masyarakat miskin tetap sulit mendapatkan sambungan karena mereka tidak memiliki hak sewa atau hak milik yang jelas atas tanah yang mereka tinggali, masalah lainnya adalah tingginya biaya pemasangan yang harus dibayar tunai. Ketika sebagian besar masyarakat miskin perkotaan mampu menanggung biaya pembangunan WC umum yang murah, tetapi sekali lagi tidak adanya hak kepemilikan atau hak sewa lahan pemukiman menjadi penghalang. Juga, kebanyakan dari mereka tidak menyadari adanya pilihan WC umum berbiaya rendah, baik di pedesaan maupun perkotaan. 7. Di daerah kepulauan, masyarakat miskin sulit mendapatkan akses air bersih, sering kali karena sistem monopoli yang dikuasai oleh penjual air. Hal ini juga terjadi di daerah perkotaan yang berpenduduk padat. 8. Ada perbedaan mutu yang besar antara penyedia layanan di perkotaan yang melayani daerah kumuh dan XII

13 penyedia layanan di pedesaan yang melayani daerah miskin. Petugas di pedesaan memiliki mutu yang jauh lebih buruk. 9. Khususnya di daerah pedesaan, banyak anak yang sudah terdaftar di sebuah sekolah tidak mengikuti pelajaran mereka secara teratur. Guru-guru mereka sering mangkir. Walaupun jumlah anak yang terdaftar di sekolah cukup tinggi, hal ini tidak mampu menarik mereka yang tidak masuk sekolah. 10. Ketidakhadiran guru di sekolah-sekolah serta tidak tersedianya petugas kesehatan di puskesmas pembantu (pustu) di pedesaan seringkali berkaitan dengan kurangnya fasilitas infrastruktur dasar seperti sumber air dan sanitasi di sekolah-sekolah dan pos-pos kesehatan. Para guru tidak bersedia bekerja dalam kondisi seperti itu (walaupun mereka bersedia jika dibayar). 11. Jika tidak terdapat sekolah menengah di desa, gadis-gadis di Madura menikah segera setelah lulus sekolah dasar dan hamil. Apabila ada kesempatan untuk melanjutkan ke sekolah menengah pertama, pernikahan dini bisa dicegah. Ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk meningkatkan akses sekolah menengah bagi anak perempuan untuk alasan-alasan yang lebih dari sekedar soal prestasi akademis. XIII

14 XIV

15 1. Karakteristik Kemiskinan dan Lembaga Setempat di Lokasi Penelitian 1.1. Lokasi, Sampel, Alat Penelitian Delapan lokasi dipilih berdasarkan kriteria kemiskinan menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), tercantum di dalam Governance and Decentralization Survey (GDS) peta kemiskinan dan geografi/lokasi Biro Pusat Statistik. Komunitas yang terpilih, baik di pedesaan maupun perkotaan, memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi (30 80 persen). Pemetaan sosial digunakan lebih lanjut pada setiap lokasi untuk identifikasi lingkungan termiskin yang akan diwawancara. Separuh dari lokasi dipilih di Pulau Jawa, tempat tinggal masyarakat miskin terbesar di negeri ini. Dua lokasi lainnya, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan diikutsertakan untuk mencerminkan kondisi di luar Jawa. Hasil GDS tahun 2003 menunjukkan tingkat kepuasan tinggi terhadap layanan publik dan persepsi masyarakat bahwa terjadi peningkatan mutu layanan publik pasca desentralisasi. Hasil kuantitatif GDS tidak menjelaskan alasan di balik tingkat kepuasan yang tinggi tersebut, juga tidak menjelaskan apakah pandangan masyarakat miskin berbeda dengan pandangan mereka yang tidak termasuk kategori miskin. Pandangan masyarakat miskin yang terlibat dalam penelitian ini tidak sama dengan hasil yang dikeluarkan GDS, kemungkinan penelitian ini memang mencerminkan pengalaman segmen yang termiskin. Kriteria pemilihan lokasi di daerah pedesaan meliputi mata pencaharian utama (petani sawah di Jawa Barat, nelayan kepulauan Nusa Tenggara Barat, penduduk dataran tinggi yang bergantung pada hasil hutan di Kalimantan Selatan, dan rakyat petani lahan kering di Madura), lihat Tabel 1. Tabel 1. Lokasi Penelitian JAWA LUAR JAWA Pedesaan Perkotaan Pedesaan Perkotaan Mata pencaharian berdasarkan pertanian irigasi Rakyat daerah padat di kota besar Mata pencaharian pertanian hutan dan dataran tinggi Komunitas kota kecil Desa Kertajaya, Kelurahan Simokerto, Desa Paminggir, Kelurahan Antasari, Kabupaten Subang, Jawa Kecamatan Simokerto, Kecamatan Danau Kecamatan Amuntai Barat Kabupaten Surabaya, Panggang, Kabupaten Tenggah, Kalimantan Jawa Timur Hulu Sungai Utara, Selatan Kalimantan Selatan 1

16 Mata pencaharian Masyarakat miskin Penduduk yang bekerja Rakyat kota kecil pertanian lahan kering perkotaan sebagai nelayan di daerah pantai Desa Alaskokon, Kelurahan Soklat, Desa Bajopulau, Kelurahan Jatibaru, Kecamatan Modung, Kecamatan/Kota Subang, Kabupaten Sabe, Nusa Kota Bima, Nusa Tenggara Kabupaten Bangkalan, Jawa Barat Tenggara Barat Barat Madura Penelitian didasarkan pada kerangka analisis partisipatif, diskusi kelompok terfokus (focus group discussions atau FGD) baik untuk laki-laki maupun perempuan. Diskusi ini juga disertai dengan wawancara mendalam dengan individu terpilih untuk studi kasus, yang berjumlah sekitar 450 masyarakat miskin. Temuan ini juga mencantumkan pandangan para dokter dari puskesmas di empat kecamatan, bidan di enam desa, dua petugas kesehatan, empat dukun beranak, tujuh guru sekolah dasar, dan tiga guru sekolah menengah. Daftar mengenai mutu layanan meliputi layanan yang diberikan di 16 kelas sekolah dasar, delapan kelas sekolah menengah, rumah empat dukun beranak dan dua bidan di desa, enam puskesmas dan puskesmas pembantu di kecamatan. Pengamatan juga dilakukan terhadap dua Penyedia Air Independen Skala Kecil (PISK) untuk fasilitas pengisian dan penyediaan, 16 fasilitas sanitasi sekolah dan 23 fasilitas sanitasi rumah tangga. Seluruh tim bekerja di lapangan selama 42 hari antara bulan Oktober dan November Metodologi: Identifikasi dan Pelibatan Masyarakat Miskin Dalam setiap musyawarah masyarakat miskin sangat mudah terabaikan. Mereka yang berada pada tangga sosial terendah, jarang menghadiri pertemuan warga: mereka tidak bisa menyisihkan waktu kerja mereka dan sering tidak diundang dalam acara tersebut. Pengalaman masa lalu membuat masyarakat miskin sulit untuk percaya pada pihak luar. Mereka dapat berbicara dengan leluasa tentang pengalaman mereka pengalaman yang sering kali sangat berbeda dengan versi yang sudah dipermak dan dikumandangkan para pemimpin. Para peneliti dilengkapi dengan perangkat analisis partisipatif dan penelitian kualitatif (digambarkan pada Lampiran 1, hal. 1-4) yang dirancang untuk mengatasi hambatan komunikasi seperti yang digambarkan di atas dan mengumpulkan pandangan, penilaian, dan pengalaman masyarakat miskin. Empat tim peneliti yang masing-masing terdiri dari empat orang, melakukan penelitian selama empat hingga lima hari di tiap komunitas. Setiap tim terdiri dari dua laki-laki dan dua perempuan dari Lembaga Swadaya Masyarakat atau kelompok akademis, setiap tim melakukan pembahasan dengan kelompok laki-laki dan perempuan. Mereka menjelaskan tujuan penelitian, pertama kepada para pemimpin formal dan kemudian kepada masyarakat miskin. Minat warga di setiap lokasi sangat tinggi. Sebelumnya tidak pernah ada yang menanyakan kepada masyarakat miskin tentang pendapat mereka mengenai layanan publik. Pada awalnya mereka heran, tapi kemudian lebih ekspresif dalam memberikan penilaian dan penjelasan. Ketika penelitian berkembang, perangkat analisis visual 2

17 menarik perhatian peserta dan jumlah kehadiran mereka meningkat. Tidak ada insentif yang ditawarkan kepada peserta dan juga tidak ada yang membutuhkan. Pembahasan grup mirip kegiatan sosial biasa yang menyenangkan dan berlangsung hingga larut malam Profil Kesejahteraan dan Kemiskinan Setempat Untuk informasi rinci tentang lokasi dan kemiskinan, lihat Lampiran 2, hal Yang menarik untuk dicatat adalah perbedaan antara derajat kemiskinan yang dibuat penduduk setempat lokal dengan standar resmi. PAMINGGIR: Paminggir, sebuah desa terpencil yang terdiri dari 333 rumah tangga di Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, diklasifikasikan sebagai desa tertinggal oleh program pemerintah Inpres Desa Tertinggal. Setengah dari jumlah rumah tangga tersebut tergolong miskin, menurut standar lokal. Tingkat kesejahteraan diukur atas dasar kepemilikan, seperti kapal, peralatan menangkap ikan, kolam ikan, dan jumlah kerbau. Sebaliknya, masyarakat miskin didefinisikan berdasarkan apa yang mereka tidak miliki. Desa ini hanya bisa dicapai dengan kapal selama dua hingga enam jam dari ibukota kabupaten. Masyarakat sangat bergantung pada sungai baik untuk mata pencaharian menangkap ikan maupun sebagai transportasi. Kondisi tanah berawa, tidak cocok untuk pertanian. Curah hujan tinggi dan sering dilanda banjir. Penduduk di desa ini memiliki: satu sekolah dasar negeri, satu sekolah menengah, dan satu puskesmas pembantu yang buka dua atau tiga hari dalam seminggu. Bidan di desa terdekat berjarak enam kilometer, puskesmas terdekat 14 kilometer dan sulit dijangkau. Desa ini tidak memiliki sumber air bersih dan fasilitas sanitasi. Paminggir baru menerima sambungan listrik PLN pada tahun BAJO PULAU: Bajo Pulau merupakan sebuah desa kecil dengan 380 rumah tangga di sebuah pulau seluas 91 hektar, jauh dari tepi pantai Sumbawa, Kecamatan Sape, Nusa Tenggara Barat. Kebanyakan rumah tangga bergantung pada mata pencaharian menangkap ikan. Pada dua dekade lalu, mereka menggunakan bahan peledak dan potasium sianida untuk menangkap ikan. Sejak tahun 1987, mereka fokus pada budidaya lobster dan mutiara, yang memberikan penghasilan lebih baik. Di sini hanya ada sedikit infrastruktur; tidak ada puskesmas atau praktik dokter swasta di pulau ini. Air bersih harus dibawa dari pulau lain. Ada tiga sekolah dasar yang terlantar, yang hanya berfungsi dua sampai tiga jam sehari. Guru-guru sekolah dan bidan di desa tidak tinggal di pulau ini sehingga mereka jarang ada ketika diperlukan. ALAS KOKON: Desa ini terdiri dari 508 rumah tangga di Kabupaten Bangkalan, Kecamatan Modung, di Pulau Madura. Desa ini memiliki tingkat kemiskinan 46% menurut peta kemiskinan BPS, dan 80% menurut kriteria BKKBN. Berdasarkan standar lokal, mereka merasa berada pada tingkat kemiskinan 67%. Rumah tangga bergantung pada pertanian musiman lahan kering (jagung, kacang kedelai, cabai, kacang polong, dan tanaman musiman seperti mangga, pisang dan kapuk). Alas Kokon memiliki satu sekolah dasar negeri dan satu sekolah dasar swasta. Ada sebuah puskesmas pembantu dan polindes yang berjarak tujuh kilometer. Air bersih yang tersedia di dalam sumur terbatas secara kuantitas dan sanitasi rendah. 3

18 KERTAJAYA: Para petani menanam padi lima ton perhektar di lahan subur Jawa Barat desa Kertajaya, Kabupaten Subang, Kecamatan Binong. Dari rumah tangga, hanya 197 rumah tangga yang memiliki tanah; tidak satu pun masyarakat miskin (63 persen dari populasi) yang memiliki tanah. Desa ini memiliki akses yang bagus terhadap pasar. Mereka dapat dengan mudah pergi ke Subang, kota kabupaten, dengan bus atau ojek. Rumah orang kaya di jalan utama memiliki sambungan air PDAM, sisanya termasuk masyarakat miskin menggunakan sumur galian. Puskesmas berjarak lima kilometer; dan terdapat seorang bidan di desa. Kertajaya memiliki dua sekolah dasar negeri dan satu sekolah dasar swasta. ANTASARI: Kelurahan di perkotaan di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, memiliki tingkat kemiskinan lebih dari 30 persen (BKKBN). Penduduknya merupakan campuran dari berbagai suku dari Kalimantan dan Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Kelurahan ini memiliki rumah tangga yang terlibat dalam berbagai perdagangan dan bidang jasa. Masyarakat miskin di Antasari kebanyakan bekerja sebagai buruh upahan di pasar, bidang konstruksi, dan nelayan musiman di sungai. Desa ini memiliki dua sekolah dasar negeri, satu sekolah menengah negeri, dan satu puskesmas. Walaupun PDAM menyediakan saluran pipa air ke rumah warga yang tergolong mampu, masyarakat yang miskin tidak mendapatkan sambungan. JATIBARU: Kelurahan ini terletak di kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang sering mengalami banjir. Mata pencaharian penduduk yang berjumlah rumah tangga perkotaan/pedesaan beragam. Pada musim tanam, masyarakat miskin menjadi buruh tani di sawah di sekitar kota Bima. Pada musim lainnya mereka mengumpulkan dan menjual kayu bakar atau bekerja sebagai penjual atau buruh harian di tempat pembakaran batu bata dan pabrik. Jatibaru memiliki lima sekolah dasar negeri, dua sekolah menengah negeri, dan satu Puskesmas Pembantu dengan tiga orang petugas kesehatan; sebuah Puskesmas dan sebuah rumah sakit umum yang berjarak dua kilometer. Masyarakat miskin memperoleh air dari sumur galian tanpa penutup dan sumur galian dangkal. Ada sistem pipa air yang dibangun oleh CARE perlu diperbaiki: Penduduk tidak punya dana untuk memperbaikinya adalah alasan yang dilaporkan. SIMOKERTO: Simokerto, sebuah kelurahan di Kecamatan Simokerto, Kabupaten Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Kelurahan ini, 10 kilometer dari Surabaya, terletak di tengah daerah komersial dan industrial, memiliki tingkat kemiskinan 90% (BKKBN). Ada sedikit kesamaan sosial dari penduduknya yang berjumlah sekitar rumah tangga. Beberapa tinggal sebagai penghuni liar di tanah samping rel kereta api. Masyarakat miskin berjuang untuk bertahan hidup dengan melakukan berbagai pekerjaan. Tidak ada layanan kesehatan di Simokerto, tetapi di wilayah ini ada Puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Simokerto memiliki delapan sekolah dasar negeri, dua sekolah dasar swasta dan sebuah sekolah menengah atas swasta. Sekolah menengah pertama terdekat berjarak tiga kilometer. Tidak banyak penduduk mampu yang memiliki sambungan PDAM. Sisanya membeli air bersih dari penjual. Masyarakat miskin kebanyakan menggunakan air sumur galian. Beberapa rumah memiliki fasilitas sanitasi yang tidak baik yang pembuangannya langsung ke selokan dengan air mengalir hitam. Masyarakat miskin yang menjadi penghuni liar tidak memiliki akses sanitasi selain satu WC umum. 4

19 SOKLAT: Soklat adalah sebuah kelurahan yang terdiri dari rumah tangga, 54 persen dari rumah tangga tersebut miskin (kriteria lokal) di Kecamatan dan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, tiga kilometer dari ibu kota kecamatan. Walaupun diklasifikasikan sebagai perkotaan, daerah ini memiliki sawah irigasi dan sekitar 40 persen dari pendapatan rumah tangga miskin diperoleh dari upah buruh tani. Yang lainnya bekerja di bidang pembangunan (konstruksi), toko atau penjual dengan gerobak. Banyak rumah tangga miskin yang mengirim tenaga kerja ke luar negeri. Agen-agen secara teratur mengunjungi desa ini untuk merekrut orang dan memberikan pinjaman untuk biaya perjalanan, dengan demikian mengikat mereka pada perjanjian yang eksploitatif. 2. Layanan Pendidikan yang Diperuntukkan bagi Masyarakat Miskin 2.1. Sekolah Dasar: Tidak Sepenuhnya Gratis Walaupun Ada Bantuan Pemerintah Kurangnya pendidikan merupakan fakta adanya masyarakat miskin di Indonesia. Enam dari delapan lokasi, masyarakat miskin mempunyai karakteristik kemiskinan sebagai: Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin sering tidak terdaftar di sekolah dasar/tidak menyelesaikan sekolah dasar/hanya berhasil menyelesaikan sekolah dasar. Di bulan Juli 2005, pemerintah Indonesia berjanji untuk menyediakan pendidikan dasar sembilan tahun untuk semua anak-anak usia sekolah melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Meskipun demikian, masyarakat miskin tetap harus membayar uang pangkal sekolah yang besar (kadang disebut sebagai biaya gedung), terutama di Jawa (lihat Lampiran 3, Tabel 3.1). Walaupun murid-murid dilaporkan tidak lagi membayar uang sekolah bulanan (yang berkisar antara Rp dan Rp sebulan), biaya untuk pembelian uang buku, seragam, pelajaran komputer, ujian, dan ijazah bisa mencapai Rp..000 Rp per anak per tahun. Biaya tambahan yang terselubung meliputi sepatu (diharuskan oleh beberapa sekolah), tas sekolah, makanan ringan, dan sebagainya (lihat Lampiran 3, Tabel 3.1). Pilihan Utama: SDN Masyarakat miskin lebih menyukai sekolah negeri. Sebagian besar lokasi, ada beberapa pilihan antara sekolah dasar yang dikelola pemerintah (Sekolah Dasar Negeri atau SDN), dan ada juga sekolah Islam yang dikelola penduduk (Madrasah Ibtidaiyah). Di tujuh lokasi, sekolah dasar yang dipilih oleh kebanyakan masyarakat miskin adalah SDN. Alasan yang diberikan oleh masyarakat miskin dalam membuat pilihan ini adalah: 5

20 SDN berada dekat rumah; tidak ada biaya transportasi; anak-anak bisa pergi sendiri; tidak perlu menyeberang jalan utama. SDN gratis bagi masyarakat miskin. Guru-gurunya bagus; anak-anak bisa belajar banyak hal di SDN. Di Madrasah mereka hanya mendapat pelajaran agama. Anak-anak yang menyelesaikan SDN menerima ijazah. Penduduk Alas Kokon di Madura lebih menyukai Madrasah daripada SD Negeri. Alasan orang tua untuk pilihan ini adalah: Madrasah tidak mengharuskan seragam yang mahal. Guru-guru lebih disiplin dan menetap di Madrasah. Guru SDN sering kali absen/tidak disiplin. SDN hanya mengajarkan anak-anak untuk membaca, menulis dan berhitung. Di Madrasah mereka juga belajar agama dan membaca Al Qur an. Laki-laki dan perempuan masyarakat miskin umumnya menganggap bahwa manfaat pendidikan dasar di sekolah umum melebihi biaya yang harus dikeluarkan (lihat Gambar 1 dan Lampiran 3, Gambar 3.1 dan 3.2). Selanjutnya, biaya pendidikan itu merupakan hambatan besar terutama jika memiliki beberapa anak. Tingkat kepuasan bergantung pada mutu guru dan derajat keterbukaan masalah keuangan antara sekolah dengan orang tua (lihat Kotak 1). Beban Biaya Tambahan Masyarakat miskin merasa dibebani oleh biaya sekolah, ( Mengapa buku harus diganti setiap semester? ), ( Mengapa tidak menggunakan buku yang bisa dipakai sepanjang tahun? ), ( Mengapa buku sekolah harganya mahal? ), ( Mengapa kami dikenakan biaya untuk ijazah? ) adalah pertanyaan yang terus-menerus ditanyakan. Biaya masuk dan ijazah yang belum dibayar menumpuk. Ijazah yang ditahan oleh sekolah menjadi beban tambahan bagi mereka yang tidak mampu memenuhi kewajiban. Hal ini lalu menimbulkan kekecewaan dan pertentangan di antara para orang tua dan pengelola sekolah. Bahkan, kepala dusun di Simokerto juga memiliki kesulitan membayar uang pendaftaran (biasanya para kepala dusun lebih mampu secara finansial dibanding anggota masyarakat lainnya). Hanya satu dari tiga anaknya yang telah menerima ijazah sekolah setelah melunasi pembayaran biaya sebesar Rp , yang kirakira setara dengan penghasilan keluarga miskin di sana selama tiga setengah bulan. 6

21 Gambar 1. Proporsi pilihan pada layanan pendidikan dasar Pandangan Perempuan Pandangan Laki-laki 14% 86% 22% 78% SD Negeri Madrasah Ibtidaiyah Biaya pendidikan di SDN sangat beragam pada lokasi penelitian (lihat Lampiran 3, Tabel 3.1). Di Paminggir (Kalimantan Selatan), sekolah hampir gratis kecuali untuk biaya pendaftaran dan ijazah lulus sekolah; di perkampungan kumuh Surabaya, biaya pendaftaran dan buku mencapai Rp Di lokasi di Jawa Barat, para orang tua membayar kali lebih besar daripada di tempat lain untuk mendapatkan ijazah lulus sekolah dasar. Di Soklat, responden laki-laki mengeluhkan bahwa walaupun telah membayar Rp , mereka tetap tidak menerima ijazah. (Sebagai perbandingan, Madrasah Ibtidaiyah yang dikelola swasta mengenakan biaya hanya Rp Rp per bulan). Kotak 1. Biaya-biaya Tanpa Penjelasan Kami dengar di SD Cibarola, ketika akan membagikan Ijazah, semua orang tua diundang ke sekolah dan diinformasikan bahwa biaya untuk menebus ijazah adalah Rp para orang tua itu juga mendapat rincian untuk apa saja uang sebesar Rp itu. Namun, di SDN Desa Samsi kami, orang tua murid, tidak pernah mendapat informasi ataupun diundang ke pertemuan apapun, Saya sudah menyumbang beberapa kali, dan jumlahnya sekitar Rp Ketika saya bertanya kepada kepala sekolah kenapa jumlahnya lebih besar dari SD Cibarola? saya diabaikan. Kemudian, hingga saat in ijazah anak saya juga masih ditahan. Setiap kali saya tanya, beliau selalu menjawab nanti, nanti. Ayah seorang anak yang hanya menyelesaikan sekolah dasar, Soklat, Jawa Barat 5 Biaya pendaftaran dan biaya gedung berkisar dari Rp Rp..000 per anak di lokasi perkotaan NTB dan pedesaan Jawa Barat. Biaya-biaya ini, yang dapat dibayar dengan cicilan, dilaporkan menyebabkan banyak murid yang keluar. Sebagai tambahan, pengulangan biaya-biaya selain uang sekolah (buku-buku, uang komputer, seragam, tas dan sepatu, dan sebagainya) berkisar Rp per tahun. 7

22 2.2. Layanan Pendidikan Sekolah Menengah Gratis? Apanya yang gratis? Memang kami tidak perlu membayar iuran bulanan sekarang, namun kami harus mengeluarkan uang untuk membeli buku dan seragam, dan membayar uang gedung. Sebelumnya kami hanya membayar Rp Rp setiap bulan. Sekarang kami harus membayar Rp pada awal tahun. Penjual sayuran, ibu dari dua anak sekolah di Jakarta, The Jakarta Post, 17 Juli 2005 Sekali Lagi, Biaya Tambahan Menjadi Masalah Sekolah Menengah Pertama Negeri merupakan beban utama secara finansial bagi keluarga miskin. Rumah tangga miskin berusaha untuk mengirim setidaknya satu anak ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP) namun jarang bisa menanggung biaya untuk menyekolahkan semua anak. Hanya tiga anak dari desa Kertajaya yang melanjutkan pendidikan hingga ke sekolah menengah dan itu adalah sekolah pesantren di luar desa. Bajo Pulau tidak memiliki sekolah menengah dan tidak ada anak yang dikirim untuk bersekolah di luar desa. Di daerah perkotaan Jatibaru, Simokerto dan Soklat, para responden mendaftarkan paling tidak satu anak di SMP atau Madrasah mana saja yang ada dan tidak terlalu jauh dari rumah. Mereka lebih menyukai Madrasah karena tidak ada uang pangkal atau biaya gedung. Biaya masuk, pendaftaran, dan gedung tidak tetap, berkisar antara Rp Rp (lihat Lampiran 3, Tabel 2). Sekolah mengenakan biaya sesukanya, tergantung pada reputasi dan popularitas mereka dengan alasan, biaya tersebut digunakan untuk pelajaran tambahan atau fasilitas yang ditawarkan. Dilaporkan, pengenaan biaya tersebut tidak memiliki dasar hukum. 6 Ada pernyataan warga Kertajaya yang membuat putus asa orang tua murid: Untuk masuk SMP Negeri memerlukan setidaknya Rp.1,5 juta. Selain itu, masih ada biaya transportasi, makan, dan sebagainya. Siapa yang sanggup? Sekolah Umum Paling Populer, tetapi Sekolah Islam juga Penting Pesantren atau sekolah Islam lainnya (Madrasah Tsanawiyah) lebih banyak dipilih dibanding SMP, oleh 37 persen laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini, dan merupakan pilihan populer di dua lokasi, Alas Kokon dan Antasari (lihat Lampiran 3, Gambar 3.3). Kertajaya dan Bajo Pulau tidak memiliki sekolah menengah pertama dan sisanya, empat lokasi memilih SMP yang ada di daerah tersebut. Di Alas Kokon dan Antasari, para orang tua yang menyekolahkan anak mereka di Madrasah Tsanawiyah (sekolahsekolah agama yang dikelola Departemen Agama) tampaknya cukup puas. Di Alas Kokon, sekolah mengenakan biaya Rp perbulan; di Antasari, biaya tahunan Rp..000, tetapi tahun ini semua anak menerima bantuan 6 Menurut Direktur Pusat Reformasi Pendidikan Universitas Paramadina, Hutomo Danangjaya, sekolah-sekolah negeri tidak memerlukan dana tambahan untuk pemeliharaan gedung karena mereka sudah memiliki gedung yang terawat baik. Jakarta Post, 17 Juli

23 finansial. Ini adalah sebuah sekolah percontohan. Sekolah tersebut menawarkan fasilitas yang lengkap sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. SMP di Paminggir (Kalimantan Selatan) gratis, namun mutu fasilitas dan pendidikan sekolah rendah. Biaya SMP di Jawa dan NTB jauh lebih tinggi (Rp ) (lihat Lampiran 3, Tabel 3.2). Jika harus membayar uang sekolah, masyarakat miskin menganggap bahwa SMP Negeri tidak menawarkan layanan yang sepadan dengan biaya yang harus dikeluarkan, tidak seperti Madrasah Tsanawiyah. Warga perempuan khususnya, merasa tidak puas karena (lihat Lampiran 3, Gambar 3.4 dan 3.5): SMP berada jauh dari rumah biaya transport tinggi/tidak berada di jalur kendaraan umum. SMP biayanya mahal. Selain itu, selain itu juga dikenakan biaya lain sebesar Rp untuk mendapatkan ijazah lulus (Simokerto). Ruang kelas dibagi dengan sekolah dasar (Jatibaru). Kurangnya Sekolah Menengah Berarti Anak-anak Perempuan Harus Menikah Kehidupan anak perempuan berubah drastis jika sekolah menengah tidak dapat dijangkau, baik karena jarak yang jauh maupun karena biaya. Dalam keadaan demikian, anak perempuan akan segera menikah setelah lulus sekolah dasar dan hamil pada saat mereka baru saja memasuki masa puber (lihat Kotak 2). Kematian ibu dan bayi, serta bayi lahir cacat, biasa terjadi pada kehamilan seperti itu. Kotak 2. Menikah pada usia 13 tahun, melahirkan di usia 14 tahun satu-satunya pilihan setelah sekolah dasar Pada 15 September 2005, di desa Alas Kokon di Madura, para peneliti bertemu dengan Nurhayati yang berusia 14 tahun. Dia baru saja melahirkan anak pertamanya, setelah tiga hari tiga malam mengalami kesulitan persalinan. Awalnya dia dibantu oleh dukun beranak setempat, namun kemudian bidan di desa harus dipanggil untuk menolong. Untung kali ini nyawanya tertolong. Karena tidak ada sekolah menengah di desa ini, setiap anak perempuan langsung menikah setelah lulus sekolah dasar. Kehamilan di usia muda tidak dapat dihindari, ini berarti kemungkinan angka kematian akan semakin tinggi. Bagaimana Nurhayati dan anak-anak perempuan muda lainnya bisa diberdayakan untuk mendapatkan kontrol atas badan dan hidup mereka? Laporan Lokasi, Alas Kokon, Madura 2.3. Mutu Layanan Pandangan Pelaksana Layananan Pandangan Guru Sekolah Dasar Di tujuh lokasi, para peneliti menemui dan mewawancarai guru di sekolah dasar negeri. Di Paminggir, penjaga malam menggantikan posisi guru yang sering absen. Guru di sekolah dasar di daerah pedesaan menyatakan bahwa mereka tidak bisa memberikan pendidikan yang bermutu. Sekolah hanya memiliki dua atau tiga ruang kelas untuk dipakai oleh enam kelas. Gedung sekolah dalam kondisi buruk, namun laporan ke Departemen Pendidikan tidak membawa hasil apapun. Sekolah pedesaan di 9

24 daerah terpencil, seperti Paminggir dan Bajo Pulau, sulit mempertahankan guru karena kurangnya layanan yang mendasar seperti air bersih dan sanitasi. Para guru mengatakan bahwa anak-anak cenderung putus sekolah dan bekerja, begitu mereka mendapat keterampilan dasar baca tulis dan berhitung. Orang tua tidak melihat keuntungan dari pendidikan lebih lanjut bagi anak-anak mereka. Kadang sekolah menyediakan insentif, seperti biaya untuk transportasi atau seragam bekas untuk mendorong anak-anak dari keluarga miskin agar tetap datang ke sekolah. Pandangan guru sekolah dasar di perkotaan jauh lebih baik. Mereka percaya bisa memberikan layanan yang baik untuk murid dari keluarga miskin, sesuai dengan biaya yang mereka keluarkan. Mereka menceritakan bahwa banyak murid miskin di sekolah mereka, dan sekolah memberikan beasiswa serta menggalang dana untuk membayar seragam, alat tulis, dan kegiatan ekstra kurikuler untuk murid miskin. Di Antasari dan Jatibaru, mereka mengatakan bahwa para orang tua mengetahui mutu sekolah dan upayanya mendukung masyarakat miskin. Guru di dua sekolah dasar di perkotaan mengatakan untuk murid miskin yang tidak memiliki buku pelajaran, menyarankan sekolah agar meminjamkan buku kepada murid miskin. Penilaian para pendidik dan orang tua kadang jauh berbeda. Kepala sekolah dasar di Soklat memuji mutu pendidikan di sekolahnya 200 persen. Dia menjelaskan bahwa pengelola sekolah sering berinteraksi dengan para orang tua, menjaga transparansi dana, dan mengijinkan orang tua miskin membayar uang sekolah dengan mencicil. Orang tua murid yang miskin tidak setuju, dan mengeluh bahwa ijazah lulus sekolah ditahan serta informasi tentang pencabutan uang sekolah tidak pernah dipublikasikan. Pandangan Guru Sekolah Menengah Peneliti mewawancarai guru-guru sekolah menengah negeri di Soklat, Jawa Barat dan Antasari Kalimantan Selatan. Di Paminggir, kepala desa menjadi guru sukarela, menggantikan guru pegawai negeri yang absen. Guru di Soklat berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat sepenuhnya gratis. Sekolahpun menyadari kemampuan ekonomi orang tua murid, untuk itu sekolah mengijinkan mereka membayar uang pendaftaran/biaya gedung dengan cara mencicil. Menurutnya, masalah biaya pendidikan terlalu dibesarkan: Jika saja mereka mengurangi satu batang rokok sehari, kemungkinan dapat menyimpan uang untuk membayar biaya pendidikan sebesar Rp perbulan. Kepala sekolah Madrasah Tsanawiyah, sekolah percontohan di Antasari, mengatakan dana pemerintah cukup untuk menutup semua biaya keperluan sekolah termasuk materi pelajaran lain dan ekstrakurikuler bagi murid yang dikategorikan miskin. Orang tua miskin memberi nilai tinggi untuk mutu sekolah yang besar ini, yang memiliki tujuh dari delapan kelas untuk setiap jenjang kelas, dengan total 23 ruang kelas. Sekolah ini dibiayai oleh Departemen Agama. 10

25 2.4. Hasil Pengamatan dan Kesimpulan Sekolah Dasar Kualitas Pelayanan Hanya sekolah dasar negeri yang diamati Sekolah di pedesaan dinilai dalam kondisi buruk, sehingga mutu layanan secara signifikan lebih rendah daripada sekolah di perkotaan. Walaupun semua sekolah dasar dirancang untuk Kelas 1 sampai dengan 6, sekolah di pedesaan hanya memiliki dua atau tiga ruang kelas, sehingga beberapa kelas harus dikelompokkan bersama. Tidak satupun sekolah dasar pedesaan yang memiliki air bersih. Separuh sekolah tidak memiliki fasilitas sanitasi. Fasilitas sanitasi di sekolah lain tidak dapat digunakan. Tidak satu sekolahpun memiliki sambungan listrik atau perpustakaan. Tiga sekolah memiliki atap yang rusak. Tingkat kehadiran dalam satu hari pengamatan di empat sekolah pedesaan berkisar antara 28 hingga 92 persen. Ruang kelas berdebu dan kotor, dengan lantai rusak, namun ada cukup banyak kursi, ventilasi, dan cahaya matahari. Papan tulis merupakan satu-satunya perangkat mengajar di ruang kelas. Tidak ada hasil karya murid yang dipajang di dinding. Sering kali, murid ditinggalkan sendirian di ruang kelas tanpa guru. Tingkat disiplin rendah. Guru tidak tinggal di desa melainkan datang dan pergi dari daerah perkotaan, dan sering terlambat atau tidak hadir. Alasan mereka: kurangnya air bersih dan layanan sanitasi (Bajo Pulau, Paminggir, Alas Kokon), lihat juga Kotak 3. Pada murid di kelas yang diamati hanya kurang dari seperempat yang memiliki buku pelajaran dan alat tulis; pengajar menunjukkan kemampuan mengajukan pertanyaan yang terbatas dan tidak melakukan interaksi dengan murid-murid, selain itu, tidak ada murid yang bertanya di kelas manapun. Para guru menunjukkan tidak ada bias jender dalam menghadapi murid-murid, dan menggunakan bahasa campuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah. Kotak 3: Tidak ada air bersih sama dengan tidak ada guru sekolah dan petugas kesehatan Pak Sahrul, penjaga sekolah/guru pengganti sekolah dasar negeri di Paminggir mengatakan guru negeri sering kali absen. Lihat hasil wawancara Saya masuk kelas dan mengajar apa saja yang saya bisa ketika guru yang resmi tidak hadir, tukasnya. Ini lebih baik daripada membiarkan murid-murid membuang waktu mereka. Sahrul mengatakan guru tinggal di kota, jauh dari desa, walaupun mereka ada penginapan gratis. Paminggir tidak memiliki persediaan air bersih dan setiap orang harus menggunakan air sungai untuk segala keperluan masak, minum, cuci, mandi, demikian juga buang air besar. Guru PNS dari kota tidak terbiasa dengan hal tersebut. Mereka kembali ke kota untuk mencuci dan sering terlambat memberitahukan kapan bekerja kembali. Laporan lokasi, Paminggir, Kalimantan Selatan 11

26 Kotak 4, menggambarkan mengapa murid dan orang tua tidak menghargai pendidikan sekolah dasar yang disediakan di pedesaan di NTB. Kotak 4: 92 Terdaftar tapi hanya 29 yang hadir Tison berhenti dari sekolah dasar saat kelas lima untuk membantu keluarganya dengan bekerja sebagai operator kapal feri. Sekarang dia mendapat sekitar Rp..000 sebulan, dan memberikan sebagian besar pendapatannya kepada ayahnya. Saat ditanya mengapa dia lebih menyukai bekerja daripada tetap berada di sekolah, Tison mengatakan, dia sudah belajar membaca, menulis dan berhitung dan tidak mempelajari banyak hal lainnya. Guru datang dari daratan, tiba terlambat pada pukul 9 dan menyuruh anak-anak pulang pada pukul 11. Sekolah bubar pada pukul 11. Kelas 2, 3, 4 dan 5, 6 digabung menjadi satu. Akibatnya, mereka susah diatur dan terlalu banyak jumlahnya untuk dikendalikan. Sekeliling sekolah tampak suram: tidak ada fasilitas air atau sanitasi, tidak cukup kursi, dan atap bocor. Bukan itu saja, Tison bosan. Di pulau ini, anak lelaki umumnya berhenti sekolah antara kelas tiga dan lima, selebihnya anak perempuan yang terdaftar di sekolah. Pada hari para peneliti mengunjungi sekolah, hanya 29 dari 92 anak yang hadir. Laporan Lokasi, Bajo Pulau, NTB Sekolah Dasar Perkotaan: Sebaliknya, sekolah di perkotaan secara signifikan lebih baik daripada rekan mereka di pedesaan dalam hal fasilitas, dan proses mengajar. Ilustrasi 1 : Perbedaan Perkotaan/Pedesaan: Keadaannyai baik di sekolah dasar negeri perkotaan, seperti yang ditunjukkan oleh kelas di Soklat, Jawa Barat (kiri) dan di Simokerto, Jawa Timur (kanan), sekolah ini memiliki perpustakaan. Empat sekolah dasar perkotaan (SDN) semuanya memiliki air bersih yang dapat diandalkan. Fasilitas sanitasi, meskipun ada dan berfungsi, sangatlah minim, dengan hanya satu atau dua WC untuk digunakan hingga 200 anak. Seluruh sekolah memiliki sambungan listrik dan ruang kelas yang cukup, namun hanya dua yang memiliki perpustakaan dan lapangan olah raga. Dua sekolah memberikan kelas komputer. Ruangan kelas yang diamati dalam keadaan bersih, memiliki ventilasi yang bagus, dan dalam kondisi yang baik. Terdapat pelbagai perangkat ruang kelas seperti papan tulis dan peta dinding, dan perangkat ini digunakan, kursi dan meja tersedia cukup untuk murid dan guru. Tingkat kehadiran murid pada hari pengamatan tinggi, 87- persen di dua lokasi, secara signifikan anak perempuan lebih sedikit daripada anak laki-laki. 12

27 Kurang dari seperempat murid pada kelas-kelas yang diamati memiliki buku pelajaran, buku catatan dan bahan pelajaran tertulis. Satu pengecualian untuk SDN Murungsari 2 di Antasari, Kalimantan Selatan, yang lebih dari tiga perempat muridnya memiliki dan menggunakan alat-alat belajar. Guru hadir di setiap kelas, mereka memiliki persiapan yang baik dan terampil dalam menyampaikan pelajaran dan menarik perhatian murid. Akan tetapi, murid yang berani bertanya hanya terdapat di dua sekolah. Bahasa pengantar adalah bahasa daerah dikombinasikan dengan Bahasa Indonesia. Mereka juga melakukan langkah-langkah untuk memastikan pemahaman murid, tidak menunjukkan adanya bias jender. Di samping itu, guru mampu mengelola kelas dengan baik. Sekolah Menengah: Pengamatan Secara umum, fasilitas yang tersedia dan proses pendidikan sekolah-sekolah menengah negeri mutunya jauh lebih baik daripada di sekolah dasar negeri. Pilihan sekolah menengah tersedia dan diamati di seluruh empat lokasi perkotaan, namun hanya satu terdapat di lokasi pedesaan (SMP Negeri di Soklat, Simokerto, Jatibaru, Paminggir, dan Madrasah Tsanawiyah Negeri Model di Antasari). Gedung sekolah merupakan bangunan permanen; ruang kelas berada dalam keadaan bagus, sirkulasi udara baik, dan cukup terang dengan sinar matahari. Seluruh sekolah di perkotaan memiliki sambungan listrik dan persediaan air bersih. Sekolah di pedesaan terpencil Paminggir memiliki air sungai yang dipompa ke sekolah dan listrik yang diperoleh dengan menggunakan generator. Dua dari lima sekolah terlihat memiliki perpustakaan. Ilustrasi 2 : Ruang kelas di sekolah dasar negeri di pedesaan Bajo Pulau yang hancur karena badai dan banjir WC guru bagi guru-guru. Di tiga sekolah, dua WC digunakan untuk anak sehingga keduanya cepat rusak. Di dua sekolah lainnya, enam sampai delapan WC terpelihara dengan baik. WC murid terpisah dengan 13

28 Ilustrasi 3 : Keadaan kelas di pedesaan yang tidak kondusif untuk belajar. Pada sekolah dasar negeri di Alas Kokon, kelas 2, 3, dan 4 digabung dalam satu ruang. Anak-anak menghibur diri mereka sendiri kadang-kadang mereka bertengkar karena tidak ada guru. Sekolah menengah memiliki 6-23 ruang kelas di lokasi yang berbeda. Kecuali di Jatibaru (Bima), mereka memiliki kelas yang bersih dan dalam keadaan baik. Pada hari pengamatan, kelas memiliki tingkat kehadiran di atas 92% di seluruh sekolah. Kehadiran anak perempuan secara signifikan lebih banyak hadir daripada anak laki-laki (lihat Tabel 2, di bawah). Alasannya tidak jelas dan perlu pengamatan lebih jauh dari pihak yang berwenang. Ilustrasi 4 : Sekolah menengah negeri di perkotaan, Subang, Jawa Barat Tabel 2. Pengamatan sekolah menengah di lokasi berbeda Tingkat kehadiran di kelas yang diamati Perempuan Laki-laki Paminggir (Kalimantan Selatan) Antasari (Kalimantan Selatan) Jatibaru (NTB) Simokerto (Jawa Timur) 35 8 Soklat (Jawa Barat) Lebih dari tiga perempat murid memiliki buku catatan, pena atau pensil, kurang dari seperempat yang memiliki buku paket. Guru kelas memiliki persiapan mengajar yang baik. Di dua lokasi, guru mengajar hanya dalam Bahasa Indonesia. Di lokasi lain mengajar hanya dalam Bahasa Indonesia dan bahasa daerah 14

29 Kesimpulan 1. Mutu layanan pendidikan dasar di daerah pedesaan yang diamati sangat buruk. Kondisi infrastruktur sekolah tidak menunjang kegiatan untuk belajar. 2. Menyediakan insentif untuk rumah tangga miskin agar melanjutkan pendidikan anak perempuan mereka ke tingkat sekolah menengah, atau memudahkan anak perempuan melanjutkan ke sekolah menengah, merupakan investasi penting untuk menunda kehamilan dini dan memberi mereka kesempatan yang lebih baik untuk menentukan kehidupan mereka, serta meningkatkan pembangunan sumber daya manusia di Indonesia. 3. Ketidakhadiran guru merupakan masalah utama di daerah pedesaan yang kekurangan air bersih dan sanitasi. Ini merupakan salah satu sebab guru dari daerah perkotaan tidak bersedia tinggal di desa. Bila mereka tidak hadir, anak-anak dibiarkan keluar sekolah, tinggal di dalam kelas tanpa guru, atau diajar oleh guru pengganti yang tidak terlatih dengan metode mengajar yang sangat buruk, dan tingkat pengetahuan yang tidak lebih dari lulusan sekolah menengah. 4. Kurangnya sarana air bersih dan fasilitas sanitasi di sekolah dasar di pedesaan juga menyebabkan upaya mengajarkan kebersihan di tingkat dasar menjadi sesuatu tidak mungkin. Anak-anak yang diamati memiliki kebersihan yang rendah. 5. Sekolah dasar negeri di perkotaan lebih baik daripada sekolah dasar di pedesaan dalam hal infrastruktur, kecuali untuk sanitasi. Sekolah dasar di perkotaan memiliki guru dengan keterampilan mengajar yang cukup memuaskan. Kebanyakan murid kekurangan buku pelajaran. 6. Mutu infrastruktur dan pendidikan, sebagaimana mutu pengajaran pada sekolah menengah, jauh lebih baik dibandingkan pada sekolah dasar. Namun hal ini memberi sedikit perbedaan bagi masyarakat miskin, karena menurut penelitian, anak dari keluarga miskin jarang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari sekolah dasar. 7. Dari seluruh sekolah yang diamati, SDN Murung Sari 2 dan Madrasah Tsanawiyah Negeri Model Sungai Malang, keduanya di Antasari, tampaknya lebih menonjol dibanding sekolah lain, diikuti oleh SMP di Paminggir. Yang menarik adalah sekolah tersebut ternyata memungut biaya paling rendah dan memberikan kesempatan beasiswa kepada murid dari keluarga miskin. Ketiga sekolah ini berada di Kalimantan Selatan. Orang tua sangat puas dengan sekolah tersebut, kemungkinan karena pemerintah setempat memiliki dedikasi yang lebih besar dalam mendanai pendidikan bermutu bagi masyarakat miskin dibanding pemerintah dari daerah lainnya. 15

30 3. Layanan Kesehatan: Pra-persalinan, Persalinan, dan Layanan untuk Bayi Tersedianya berbagai jenis layanan publik serta persepsi tentang nilai dan mutu layanan tersebut merupakan faktor penentu apakah rakyat akan memilih terhadap kesehatan atau tidak. Biasanya, perempuan memilih berdasarkan penyedia layanan tersebut, sementara pilihan laki-laki menentukan pilihan bereka berdasarkan besarnya-kecilnya biaya (rata-rata Rp ,-). Setiap pilihan sangat rasional, berdasarkan pertimbangan keuntungan dan biaya sejauh dijangkau oleh masyarakat miskin. Kebijakan untuk meningkatkan layanan kesehatan kepada rakyat hanya dapat efektif jika pembuat kebijakan semacam itu mampu memahami cara berpikir dan hal-hal yang melandasi pengambilan keputusan mereka. Selama tahun 1990-an, bidan di desa yang sudah terlatih diperkenalkan di seluruh Indonesia sebagai upaya untuk menurunkan tingkat kematian ibu yang tinggi. Satu dekade kemudian, bidan di desa tampaknya tidak mengubah kecenderungan masyarakat miskin untuk memilih menggunakan jasa dukun beranak yang juga memberikan layanan pra-persalinan dan persalinan Layanan Pra-persalinan: Pilihan berbeda untuk lokasi geografis yang berbeda Sekitar 65 persen dari seluruh masyarakat miskin yang diteliti menggunakan penyedia layanan kesehatan rakyat seperti bidan di desa, Puskesmas atau Puskesmas pembantu (Pustu), sementara 35 persen sisanya menggunakan dukun beranak tradisional yang dikenal dengan pelbagai macam sebutan seperti dukun bayi, dukun beranak, sando, paraji, bidan kampung (lihat gambar 2). Dukun beranak merupakan pilihan paling populer di seluruh lokasi di luar Jawa. Di Jawa, baik pedesaan maupun perkotaan, bidan desa atau Puskesmas/Pustu merupakan pilihan yang lebih disukai, kecuali di desa Alas Kokon di Madura. Pada umumnya, perempuan hamil atau anggota keluarga perempuan yang lebih tua memilih penyedia layanan kesehatan pra-persalinan. Jumlah biaya yang dikeluarkan dan perbandingan biaya kedua layanan ini dapat dilihat pada diagram di bawah ini (lihat Lampiran 3, Tabel 3.3). 16

31 Gambar 2. Proporsi pilihan untuk penyedia layanan pra-persalinan Pandangan Perempuan 1% Pandangan Laki-laki 1% 26% 34% 10% 29% Sando/Bidan Kampung/Paraji/Dukun Bayi 23% 26% Pustu 14% 35% Bidan desa/polindes Puskesmas Posyandu Masyarakat miskin yang menggunakan jasa dukun beranak untuk layanan pra-persalinan menyadari bahwa dukun beranak tidak dilengkapi dengan peralatan yang memadai untuk mendeteksi atau menangani kehamilan yang berisiko tinggi; juga tidak memberikan vitamin tambahan atau imunisasi TT. Meskipun demikian, mereka memilih untuk menggunakan jasa dukun beranak dengan alasan berikut: Dukun beranak selalu ada di tempat, sementara bidan jarang ada di Polindes atau Pustu setempat. Dukun beranak tinggal dekat dengan rumah mereka, sementara Puskesmas berada jauh dan membutuhkan biaya transportasi. Dukun beranak mengenakan biaya Rp sampai Rp per kunjungan, kadang-kadang hanya dibayar dengan beras atau kelapa; biaya bidan tiga sampai lima kalinya (Alas Kokon). Dukun beranak tahu bagaimana mengubah posisi janin jika kepalanya tidak berada di posisi yang benar. Berpengalaman, telah banyak membantu persalinan bayi sehat sebelumnya. Terpercaya dan terkenal. Di Jawa Puskesmas dan Pustu lebih mudah dijangkau, tetapi masyarakat miskin lebih suka menggunakan layanan kesehatan yang tidak mahal. Dengan biaya sebesar Rp Rp.5.000, mereka bisa mendapatkan pertolongan bidan, suplemen zat besi serta imunisasi TT, dan dapat mengetahui apakah kehamilan mereka berisiko atau tidak. Perempuan lebih suka menghubungi bidan di desa di rumahnya pada sore hari untuk mendapatkan layanan perawatan pra-persalinan, karena layanan dilakukan dengan lebih penuh perhatian dan tidak perlu menunggu. Bagaimanapun, biaya lima kali lebih besar daripada layanan Puskesmas kalau biaya transportasi ditambahkan. Di sisi lain, perjalanan ke bidan di desa biasanya tidak memerlukan transportasi. (Sekalipun di Jawa, masyarakat miskin mengeluarkan biaya transportasi sebesar Rp Rp untuk memperoleh layanan perawatan prapersalinan)yang besarnya Rp Rp di Puskesmas atau Rp Rp di rumah bidan desa. Secara umum, layanan perawatan pra-persalinan dari dukun beranak bagi masyarakat miskin tampaknya sepadan 17

32 dengan biaya yang dikeluarkan. Puskesmas berada di urutan kedua kemudian bidan desa, yang bekerja di rumah, berada di urutan ketiga. (Lampiran 3, Gambar 3.5 menunjukkan bagaimana masyarakat miskin mengurutkan pilihan mereka sesuai dengan harapan mereka dan tingkat keuntungan yang sepadan dengan biaya ). 7 Layanan dukun beranak disadari oleh warga perempuan bernilai lebih daripada biaya yang dikeluarkan (Bajo Pulau, Alas Kokon, Jatibaru). Namun demikian, di seluruh lokasi Pulau Jawa, masyarakat miskin memilih Puskesmas atau bidan desa untuk layanan perawatan pra-persalinan daripada dukun beranak. Tindakan ini untuk meminimalkan risiko persalinan yang sulit serta besarnya biaya tak terduga selama persalinan melalui deteksi berkala untuk melihat kemungkinan kehamilan berisiko tinggi Layanan Bantuan Persalinan: Dukun beranak Tetap Terpenting Biaya per Kelahiran yang dibantu : Proses persalinan diharapkan berjalan normal, dan untuk SOKLAT/Jawa Barat melakukan hal ini dukun beranak hampir selalu merupakan Paraji (Dukun beranak): pilihan pertama. Kecuali daerah perkotaan yang berpenduduk Rp Rp..000 atau pada seperti Simokerto, di seluruh lokasi dukun beranak Rp kg beras merupakan pilihan pertama di antara para perempuan (76%) bidan desa: dan laki-laki (64%) ( lihat Lampiran 3, Diagram 3.7). Walaupun Rp Rp biaya merupakan alasan yang menentukan pilihan masyarakat miskin, ada sejumlah faktor yang membuat mereka lebih memilih layanan yang diberikan oleh dukun beranak. Biaya layanan yang diberikan oleh bidan di desa untuk membantu persalinan lebih besar daripada penghasilan rata-rata rumah tangga miskin dalam satu bulan. Di samping itu, biaya tersebut pun harus dibayar tunai. Sebaliknya, pembayaran terhadap dukun beranak lebih lunak secara uang tunai dan ditambah barang. Besarnya tarif dukun hanya sepersepuluh atau seperlima dari tarif bidan desa. Dukun beranak juga bersedia pembayaran mereka ditunda atau dicicil tergantung kapan keluarga memiliki uang untuk membayarnya (lihat Soklat dan Lampiran 3, Tabel 3.4). Yang lebih penting, masyarakat miskin puas dengan layanan dukun beranak dan mereka merasa mendapatkan layananan yang sepadan dengan uang yang dibayarkan (lihat Lampiran 3, Gambar 3.8 dan 3.9). Menurut mereka dukun beranak lebih perhatian dan sabar daripada bidan, baik selama persalinan maupun sesudahnya. Perempuan miskin mengatakan bahwa dukun beranak dapat melanjutkan layanan untuk hari pasca melahirkan, dengan sabar memanjakan ibu baru dan bayinya. Dia mencuci dan membersihkan ibu setelah melahirkan, menemani anggota keluarga agar ibu bisa beristirahat dan memulihkan diri. Sebaliknya, bidan seringkali tidak tersedia saat dibutuhkan atau bahkan tidak mau datang saat dipanggil (Bajo Pulau, Paminggir, Alas Kokon, Jatibaru). Saat akhirnya dia datang, dia hanya membantu sampai melahirkan bayi dan plasentanya. Masyarakat miskin menyadari bahwa bidan lebih terlatih dalam menangani persalinan yang sulit. Namun enam 7 Keuntungan dan Nilai untuk Biaya yang Dikenakan (Benefits and Value for Cost) merupakan sebuah perangkat dari metodologi penilaian partisatoris (Methodology for Participatory Assessment). Untuk penjelasan, lihat Sustainability Planning and Monitoring in Community Water Supply and Sanitation. Mukherjee dan Van wijk, WSP-IRC-World Bank

33 dari delapan lokasi menyatakan bahwa mereka baru memanggil bidan bila dukun beranak tidak bisa membantu persalinan, terjadi komplikasi saat persalinan atau keterlambatan dalam penanganan yang berakibat fatal. Kecemburuan profesional lebih lanjut mengancam kesehatan ibu dan bayi. Masyarakat miskin melaporkan bahwa bidan di desa sering tidak bersedia membantu jika sebelumnya mereka telah menggunakan jasa dukun beranak, bahkan mengatakan agar mereka pergi ke Puskesmas atau rumah sakit umum. Di Jawa Barat, bidan desa mengkondisikan jika seseorang menginginkan pertolongannya, mereka harus memanggil dukun beranak dan bidan untuk menghadiri persalinan sehingga bidan dapat mengendalikan proses dari awal, akibatnya keluarga harus mengeluarkan biaya dua kali. Masyarakat miskin jarang menyadari masalah yang muncul selama kehamilan atau persalinan (lihat Kotak 5). Mereka bergantung pada penyedia layanan kesehatan pilihan mereka (kebanyakan memilih dukun beranak) untuk mengambil tindakan atau merujuk perempuan hamil ke fasilitas kesehatan yang lebih baik. Sistem perawatan kesehatan ternyata belum berhasil membuat masyarakat miskin menjadi lebih waspada terhadap tanda-tanda kehamilan atau persalinan yang berisiko dan tindakan apa yang harus diambil. Rumah sakit umum di Jawa dan Puskesmas dianggap menyediakan layanan yang paling memuaskan (lihat Lampiran 3, Gambar 3.8) namun biaya yang tinggi membuat orang menjauh. Puskesmas dan rumah sakit umum digunakan hanya bila terjadi keadaan darurat yang mengancam jiwa. Kotak 5. Tanda-tanda bahaya kehamilan yang tidak dikenali Tasiah, 36 tahun, terjatuh pada saat kehamilan usia enam bulan anak ketiga. Dia sudah mengunjungi Posyandu secara berkala dan dukun beranak untuk pemeriksaan pra-persalinan, namun tidak melaporkan peristiwa saat dia terjatuh dan tidak ada yang bertanya atau menceritakan risikonya. Bayinya tetap dilahirkan, kering dan cacat saat lahir dan dukun beranak mengatakan bahwa tidak ada air ketuban dalam rahim. Saat terjatuh mungkin kantung ketuban pecah jauh sebelum melahirkan, tanpa disadari oleh sang ibu. Laporan Lokasi, Paminggir, Kalimantan Selatan 3.3. Layanan Kesehatan bagi Anak di bawah Usia 5 tahun (Balita): Layanan Publik Lebih Disukai Di seluruh lokasi masyarakat miskin cenderung menyukai layanan sektor publik untuk layanan kesehatan bayi dan anak di bawah lima tahun. Mereka mengatakan: pemeriksaan yang lebih baik, pemulihan lebih cepat, dan kesanggupan membayar. Dari 80 hingga 85 persen memilih penyedia layanan dari sektor publik untuk perawatan kesehatan anak, khususnya bidan di desa dan Puskesmas (lihat Lampiran 3, Gambar 3.10 dan 3.11). Di lokasi pedesaan, Puskesmas atau Pustu merupakan pilihan pertama. Lokasi perkotaan, bidan desa atau Pustu. Walaupun dokter swasta disadari menyediakan layanan yang lebih baik namun biayanya mahal (Soklat, Bajo Pulau). Hanya rakyat di Bajo Pulau, NTB, yang lebih menyukai dukun beranak. Alasannya sederhana: bidan desa tidak pernah ada di desa. Hal lain berkaitan dengan kepercayaan: menurut tradisi setempat, bayi-bayi yang dibantu persalinannya 19

34 oleh Sando (dukun beranak) dianggap menjadi miliknya selama 44 hari pertama hidupnya dan ia merawat mereka tanpa memungut bayaran. Dalam memilih penyedia layanan kesehatan untuk anak-anak mereka yang berusia di bawah 5 tahun (balita), masyarakat miskin memiliki beberapa pertimbangan. Persyaratan yang paling penting yaitu menggemakan kepedulian mereka terhadap layanan pra-persalinan dan persalinan. Penyedia layanan harus: Ada saat diperlukan. Berada dekat rumah/biaya transportasi tidak ada atau rendah. Menunjukkan layanan yang sepadan dengan biaya yang dikeluarkan (terutama Puskesmas, karena bidan desa atau Mantri tidak menerima Kartu Sehat di luar Puskesmas). Memeriksa anak sakit dengan seksama. Pada saat orang tuanya sudah berusaha membawa anaknya ke Puskesmas, mereka harus dapat menemui dokter, bukan mantri. Hanya memberikan obat-obatan yang manjur dan menjelaskan berapa lama pengobatan diperlukan sebelum hasilnya dapat terlihat. Menjelaskan kepada orang tua penyebab penyakit dan memberi nasihat bagaimana cara merawat anak tersebut (pemeriksaan, resep, obat-obatan, imunisasi, suplemen, dan sebagainya). Masyarakat miskin mempertimbangkan pilihan yang ada, dan cenderung menentukan pilihan mereka berdasarkan tingkat kesulitan masalah: Mereka tahu bahwa mutu dukun beranak tidak cukup, tetapi hanya untuk konsultasi penyakit ringan. Salah seorang berujar: (Dukun hanya dapat berdoa, menawarkan pijatan, memberi jamu-jamuan, dan jarang memberikan jaminan penyembuhan dalam waktu cepat). Masyarakat miskin mengatakan biaya konsultasi dengan dukun dan Pustu atau Puskesmas sebanding dengan layanan, akan tetapi mereka mencatat biaya transportasi ke Pustu dan Puskesmas secara signifikan dapat menaikkan biaya berobat ke Pustu atau Puskesmas (lihat Lampiran 3, Tabel 5, hal. 14). Di desa, masyarakat miskin dengan Kartu Sehat tertarik dengan Puskesmas atau Pustu, dengan uang pendaftaran senilai Rp Rp untuk memperoleh layanan dan obat gratis. Di Simokerto, biaya pendaftaran Pustu menurut masyarakat miskin, sebesar Rp.5.000, tetapi menurut penyedia layanan kesehatan biaya pendaftaran sebesar Rp.3.000,-. Hal ini menunjukkan masalah besar dalam penyediaan layanan kesehatan bagi masyarakat miskin: Secara hukum, masyarakat miskin dengan Kartu Sehat harusnya menerima layanan dan obat-obatan di Puskesmas secara gratis. Dengan memungut biaya pendaftaran, Puskesmas mengumpulkan uang secara ilegal. Karena kurangnya informasi tentang pengaturan biaya, masyarakat miskin selalu harus membayar lebih. Layanan dari bidan di desa pada jam praktik dirumahnya dinilai tinggi, walaupun biaya umumnya dua kali lipat, Rp , namun: (Tidak perlu menunggu dalam antrian panjang dan obat-obatan lebih manjur). 20

35 Jika anak masih tetap tidak sembuh, orang tua kemudian memeriksakan anaknya ke mantri yang mengenakan biaya sebesar Rp Rp , atau dokter swasta dengan biaya rata-rata Rp Rp per kunjungan, termasuk biaya menulis resep obat. Dokter swasta merupakan pilihan yang paling memuaskan: Dia memberikan obat yang membuat bayi cepat sembuh. Satu kali saja kunjungan ke dokter swasta cukup untuk menyembuhkan bayi. (Gambar 12, dalam Lampiran 3.12, menunjukkan bagaimana pilihan utama di antara provider layanan publik di setiap lokasi diukur dalam hal keuntungan versus biaya, dalam persepsi masyarakat miskin) Mutu layanan kesehatan bagi Masyarakat Miskin Pengamatan oleh Masyarakat Miskin Seperti yang sudah diduga sebelumnya, fakta bahwa perempuan lebih terlibat daripada laki-laki dalam merawat bayi yang sakit, menyebabkan ada perbedaan jender dalam hal tingkat kepuasan terhadap berbagai penyedia layanan kesehatan (lihat Lampiran 3, Gambar 13, hal. 27). Perempuan kurang puas dibandingkan laki-laki mengenai layanan bidan (Soklat, Kertajaya, Bajo Pulau), Pustu (Paminggir), dan Puskesmas (Soklat). Ketika responden laki-laki cenderung tidak menjelaskan penilaian mereka, responden perempuan miskin justru memiliki banyak masukan mengenai pengalaman mereka. Penilaian tentang bidan: Mengapa membayar lebih di rumah bidan, padahal layanannya sama saja dengan layanan yang disediakan di Puskesmas (yang biayanya hanya Rp.3.000)? Biayanya dua sampai tiga kali lebih mahal daripada Puskesmas. Ibu bidan tidak pernah tersedia saat kami memerlukannya. Alasan ketidakpuasan responden perempuan terhadap Pustu: Para pekerja sering kali tidak ada, tanpa memberitahu sebelumnya. Obat-obatan yang diberikan tidak manjur. Kami harus mengantri panjang, bahkan ketika bayi kami parah sakitnya. Para pekerja hanya menuliskan resep dan tidak menjelaskan bagaimana aturan pakai obat-obatan tersebut. Mereka tidak memberitahu orang tua penyakit apa yang diderita bayi dan bagaimana cara merawat bayi itu di rumah. Mereka selalu terburu-buru menyelesaikan satu pasien dan lanjut ke pasien berikutnya. Paramedis sering kali hanya melakukan pemeriksaan sepintas lalu yang tidak lebih dari lima menit. Kadangkadang, mereka sama sekali tidak memeriksa anak dan hanya menuliskan resep obat setelah menanyakan kepada orang tua gejala-gejala penyakitnya. Ketidakpuasan terhadap Puskesmas: Di Puskesmas, yang memeriksa bayi bukanlah dokter, melainkan, bidan atau mantri. Tidak ada dokter spesialis 21

36 apapun di Puskesmas. Untuk semua penyakit mereka memberikan obat yang sama. Sering kali untuk bayi, mereka hanya memberikan puyer. Saya bertanya, Dokter, demam apa yang diderita bayi saya? Dia menjawab, Banyak, campur-campur. Mereka tidak pernah menjelaskan penyakit yang diderita, atau obat-obatan yang diberikan kepada pasien. Jika tidak membaik, datang lagi minggu depan. Tapi jika saya kembali lagi obat-obatan yang diberikan akan sama saja. Pengamatan Dukun Beranak tentang Mutu Layanan Layanan Dukun beranak diwawancarai di pedesaan Paminggir, Alas Kokon, Kertajaya, dan daerah perkotaan Soklat, mengenai pendapat mereka tentang mutu layanan yang mereka sediakan. Dukun beranak merasa mereka telah menyediakan layanan pra-persalinan dan pertolongan persalinan bermutu tinggi dengan harga terjangkau. Mereka mengatakan bahwa pasien miskin sangat puas, dan tidak melihat perlunya peningkatan layanan mereka. Paraji di Kertajaya menambahkan: Bagi kami, membantu persalinan merupakan tugas kemanusiaan yang mulia. Mereka membayar kami dengan apa saja dan kapan saja mereka bisa beras, kelapa, gula, uang. Kami menyediakan layanan selama 40 hari pasca persalinan, siang dan malam. Itulah sebabnya mengapa masyarakat miskin begitu senang dengan layanan kami. Para responden yang memilih pra-persalinan dan bantuan persalinan dalam penelitian ini tentu saja memperkuat kebenaran pernyataan itu. (Lihat hasil wawancara) Dua dari empat dukun beranak yang diwawancarai telah menerima pelatihan dari dokter-dokter Puskesmas pada tahun Mereka merasa pelatihan dan peralatan persalinan yang diberikan saat pelatihan, sangat bermanfaat. Indikasi menunjukkan bagaimana ketatnya dana: Para dukun beranak masih menggunakan peralatan yang sama sebut saja sepasang gunting operasi untuk menggunting tali pusat. Mereka sendiri heran mengapa pelatihan tidak tersedia lagi, dan menyarankan pemerintah seharusnya menyediakan peralatan persalinan baru dan timbangan untuk menimbang bayi yang baru lahir. Dua dukun beranak lainnya (di NTB dan Madura) menolak pelatihan dan peralatan persalinan. Saya terlalu tua untuk belajar hal-hal baru dan saya tidak mau membawa buku dan tas, ujar dukun beranak dari Madura. Pengalaman dan pengetahuan tradisional saya sudah cukup untuk pekerjaan saya. Situasi ini mencerminkan hubungan yang tidak nyaman antara dukun beranak yang sudah tua dan dihormati, dengan bidan di desa yang merupakan pegawai negeri terlatih dari luar rakyat. Idealnya, keduanya harus bekerja sama. Namun kenyataannya, dukun beranak enggan mengakui bahwa bidan di desa lebih mampu menangani persalinan sulit. Akibatnya, rujukan kadang tertunda dengan konsekuensi yang tragis. Tetap, dukun beranak melihat kebutuhan peningkatan pada sektor kesehatan publik. Dukun beranak di Paminggir 22

37 mengatakan: Kami memerlukan petugas kesehatan, bidan dan dokter yang bersedia untuk tinggal di desa, atau paling tidak mengunjungi desa dengan jadwal mingguan yang jelas. Bidan Desa tentang Mutu Bantuan Bidan desa di enam lokasi diminta pandangannya tentang masalah ini. Mereka mengatakan bahwa mereka melakukan sebaik mungkin, namun menurutnya hanya sedikit permintaan oleh bidan desa untuk layanan mereka di antara masyarakat miskin. Bidan Liliek di Kertajaya menjelaskan: Beberapa masyarakat miskin memilih saya karena saya mampu memberikan layanan yang lengkap. Saya dapat mendeteksi masalah-masalah kehamilan, menyediakan imunisasi TT dan vitamin. Layanan pra-persalinan saya memenuhi standar. Menurut bidan desa, besarnya biaya yang ia kutip sepadan dengan layanan yang diberikan. Mereka mengatakan bahwa masyarakat miskin tidak realistis menganggap mereka mengenakan biaya terlalu tinggi: Masyarakat miskin mengharapkan keajaiban jika mereka membayar, kata Bidan Windarti dari Alas Kokon. Bidan mengatakan mereka sudah menyesuaikan biaya dengan kemampuan pasien untuk membayar. Bidan desa memiliki beberapa saran untuk meningkatkan layanan yang dapat dilakukan oleh pemerintah: Lebih banyak lagi masyarakat miskin yang membutuhkan Kartu Sehat atau kartu jaminan Kesehatan. Sering kali, saat bidan merujuk masyarakat miskin ke rumah sakit dalam keadaan darurat, pasien tidak memiliki Kartu Sehat. Menambah jumlah dan mutu persediaan obat-obatan di Puskesmas atau Pustu, agar masyarakat miskin bisa memperolehnya dengan menggunakan Kartu Sehat. Bidan Puskesmas/ Pustu dan Petugas Paramedis tentang Mutu Bantuan Pustu perkotaan agaknya mulai kehilangan pasien. Bidan di Simokerto mengatakan hanya masyarakat miskin yang datang ke Pustu, bahkan kehadiran mereka berkurang. Dia menunjuk keterbatasan jam buka Pustu: Mungkin jam buka Pustu bersamaan dengan jam kerja mereka... Kami biasanya melayani hingga 70 pasien per hari di Pustu ini. Sekarang hanya pasien per hari. Daerah terpencil lebih bermasalah: mantri melakukan kunjungan mingguan ke Bajo Pulau untuk menemui pasien; rakyat tidak mengunjungi Pustu di daratan tetapi mereka memanggilnya melalui telepon selular hanya jika ada seseorang yang sakit parah. Masyarakat miskin jarang bisa menemui bidan atau mantri di Pustu di Paminggir. Seorang mantri berkata, Saya tidak bisa tinggal di desa karena saya memiliki banyak tugas di kota. Bidan di desa, penggantinya, juga tidak tinggal di desa, karena dia dilaporkan sedang bersiap-siap naik haji. Penduduk desa tidak bisa menerima alasan tersebut sebagai pembenaran atas ketidakhadiran mereka. 23

38 Pandangan Dokter Puskesmas tentang Mutu Layanan Tiga dokter Puskesmas diwawancarai di Jawa Barat dan Jawa Timur (Madura) dan NTB mengenai layanan yang ada dan mutunya. Para dokter setuju bahwa Puskesmas sangat penting bagi masyarakat miskin, terutama sebagai wadah untuk mendapat obat-obatan gratis dan layanan kesehatan yang murah. Mereka mengatakan bahwa di masa lalu, obatobatan tidak banyak tersedia, namun sekarang Puskesmas berwenang membeli persediaan obat-obatan dengan menggunakan dana yang tersisa dari anggaran tahunan. Mereka khawatir masyarakat miskin memiliki kesan bahwa obat-obatan generik, yang dijual atau didistribusikan tanpa merek, kurang efektif daripada yang obat yang bermerek. Pendapat mereka berbeda tentang mutu layanan yang disediakan oleh para petugas kesehatan terhadap masyarakat miskin. Di kedua lokasi di Jawa Barat, mereka mengatakan para petugas kesehatan menyediakan layanan yang baik di Puskesmas; berinteraksi dengan pasien miskin di Posyandu; dan terlatih dengan prosedur jaminan kualitas. Menurut mereka, satu alasan mengapa masyarakat miskin tidak sepenuhnya puas dengan klinik adalah karena letaknya jauh dari tempat tinggal mereka, sehingga biaya transportasi menjadi mahal. Semua dokter mengatakan bahwa Kartu Sehat tidak secara tepat tertuju kepada masyarakat miskin. Banyak yang memiliki dan menggunakannya adalah orang mampu, sementara banyak orang yang benar-benar miskin tetap tidak memiliki Kartu Sehat atau Asuransi Kesehatan. Pencatatan dan pendaftaran untuk Askes dimulai pada bulan Januari 2005 dan tidak selesai pada saat penelitian ini berlangsung (Oktober 2005). Dengan kuota yang tetap dan tidak memadai, kartu Askes tidak akan dapat diberikan kepada semua yang membutuhkan. Dokter umum di Puskesmas sekitar perkotaan di NTB mengatakan kebanyakan petugas kesehatan yang menjangkau rakyat tidak memberikan layanan dengan baik. Untuk meningkatkan mutu layanan, dia menyarankan Depkes harus: Menentukan indikator kinerja yang praktis bagi para petugas kesehatan, yang dapat dengan mudah dimengerti dan diuji oleh mereka dan para pasiennya. Memberi penghargaan tetapi juga sanksi oleh yang berwenang kepada para petugas kesehatan seperti yang sudah dilakukan di sektor swasta. Menentukan standar seperti jumlah pasien yang dilayani per hari. Mengurangi gaji para petugas kesehatan ketika mereka absen. Mengumumkan hak masyarakat miskin tentang layanan-layanan kesehatan melalui media massa. 24

39 3. 5. Pengamatan dan Kesimpulan Studi ini termasuk tinjauan independen tentang kualias layanan yang dibandingkan dengan norma-norma yang sudah ada. Kesimpulan berikut ini berdasarkan pada tinjauan oleh masyarakat miskin, tinjauan oleh penyedia layanan dan tinjauan independen dengan menggunakan pengamatan sesuai dengan daftar pertanyaan. Perawatan Pra-persalinan Penelitian ini menunjukkan banyaknya penggunaan jasa dukun beranak untuk pra-persalinan dan persalinan. Bukan hanya biaya dukun beranak lebih rendah dan mudah dijangkau, tapi juga masyarakat miskin menyadari tingginya mutu layanan mereka. Masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan memiliki sedikit pemahaman tentang kriteria layanan prapersalinan yang baik, dan wanita hamil tidak melihat perawatan berkala pra-persalinan sebagai hal penting. Dukun beranak mereka umumnya tidak mengenali keadaan patologis yang mungkin berkembang selama kehamilan. Sehingga tidak ada pengenalan dan penanganan adanya komplikasi pada ibu dan serta faktor risiko lainnya karena tidak memperoleh layanan perlindungan seperti imunisasi TT dan suplemen zat besi. Hal ini menyebabkan meningkatnya risiko-risiko kematian ibu, kematian bayi saat dilahirkan, dan kematian pasca persalinan (Kotak 6). Kotak 6: Berulangnya persalinan prematur, tidak ada pemeriksaan pra-persalinan Sri Wahyuni mengalami persalinan dan melahirkan anak pertamanya saat usia kandungan baru tujuh bulan. Dia melahirkan di rumah dibantu oleh dukun beranak setempat. Berat badan bayi hanya 2 kilogram, mengalami kesulitan bernapas, dan dukun beranak tidak bisa membersihkan jalan napasnya. Bayi itu hidup hanya selama dua jam. Sri Wahyuni dan suaminya tidak mempunyai uang untuk pemeriksaan kehamilan dan tidak pernah pergi ke Puskesmas untuk pemeriksaan pra-persalinan. Tahun berikutnya, Sri hamil lagi, dia tidak memeriksakan kehamilannya, dan ia menderita rasa mual yang hebat selama kehamilan dan lagi-lagi melahirkan pada usia kandungan 7 bulan. Bayi keduanya ini lahir selamat, beratnya hanya 1,4 kilogram dan juga tidak dapat bertahan. Sri dan suaminya menyerah dari usaha memiliki anak. Mereka tidak punya uang untuk perawatan kehamilan, dan takut kecelakaan yang sama terulang kembali. Sri menggunakan kontrasepsi suntik setiap tiga bulan. Laporan Lokasi, Simokerto, Jawa Timur Perawatan pra-persalinan oleh dukun beranak hanya meliputi penentuan posisi janin (dengan pemijatan untuk memperbaiki posisi janin). Beberapa kematian janin yang tidak dapat dideteksi, kematian ibu, dan kematian bayi saat dilahirkan, selain disebabkan oleh praktik tersebut, juga karena terlambat merujuk mereka kepada petugas kesehatan yang profesional. Dukun beranak kurang dilengkapi dengan keterampilan profesional. Sebagai contoh, tingkat pelatihan mereka tidak memungkinkan mereka mampu membuat prediksi persalinan yang handal. Kegagalan mengikuti standar perawatan, misalnya dengan tidak memberikan imunisasi TT, bisa mengakibatkan kematian bayi (Kotak 7). 25

40 Kotak 7: Tidak lagi kesurupan Antara tahun 1990 dan 1996, 16 bayi meninggal di desa Rancajaya. Orang-orang percaya bahwa mereka kesurupan. Semuanya memiliki gejala-gejala yang sama kejang-kejang, demam tinggi, tubuh mereka menjadi kaku dan meringkuk. Semuanya dilahirkan dengan bantuan dukun beranak setempat, yang menggunakan pisau dari bambu untuk memotong tali pusat. Tidak seorang ibu pun yang mendapatkan suntikan TT atau membiarkan bayinya diimunisasi. Saat bayinya sakit, ibu mereka membawanya ke dukun yang memijat anak-anak dan berdoa untuk kesembuhannya. Ibu Rusmini kehilangan 3 anaknya dengan cara seperti ini, ketiga anaknya meninggal ketika berusia 9 bulan, 1 bulan dan 2 minggu. Hari ini, di tahun 2005, orang-orang mengetahui tetanus dan berusaha mendapatkan imunisasi TT untuk para ibu hamil. Namun mereka masih tetap menggunakan layanan dukun beranak dalam persalinan. Dukun beranak tetap memotong tali pusat dengan sebilah bambu, yang sekarang ini direbus sebelum digunakan. Laporan Lokasi, Kertajaya, Jawa Barat Secara positif, hampir dua pertiga dari warga perempuan dan laki-laki yang diwawancarai menggunakan satu dari tiga jenis penyedia layanan kesehatan seperti Puskesmas, Pustu atau bidan di desa. Kebutuhan untuk mendapatkan imunisasi tetanus toksoid bagi ibu hamil merupakan salah satu alasan untuk mengunjungi penyedia layanan kesehatan. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa, layanan yang diberikan oleh bidan di desa terlatih pada umumnya baik karena mereka mampu memenuhi standar minimum. Namun, mereka cenderung mengabaikan pentingnya peningkatan kesehatan/pendidikan. Selama pemeriksaan awal terhadap pasien, mereka cenderung tidak menanyakan riwayat pasien, status kandungan dan riwayat kesehatan, serta status sosial ekonomi mereka. Hal ini terjadi mungkin karena antara petugas dan pasien sudah saling kenal. Yang mengejutkan, tidak satu pun dari para penyedia layanan kesehatan ini yang mencuci tangan mereka sebelum memeriksa pasien. Pemeriksaan fisik oleh bidan hanya mengukur tinggi rahim dan berat ibu. Mereka tidak memeriksa payudara, tangan, kaki, kepala dan leher. Para bidan biasanya memberikan imunisasi tetanus toksoid dan tablet zat besi. Tetapi mereka mengenakan biaya ini kepada pasien, sehingga biaya yang dikenakan lebih tinggi daripada dukun beranak. Selama pemeriksaan pra-persalinan oleh bidan desa baik di dalam atau di luar pusat kesehatan, tidak ada perempuan yang mendapat informasi tentang tanda-tanda bahaya selama kehamilan yang seharusnya mendorong mereka untuk segera mencari pertolongan dari petugas kesehatan yang terlatih. Pertolongan Persalinan Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang lebih memilih untuk menggunakan dukun beranak. Sementara itu, definisi mereka tentang mutu layanan berbeda dari definisi standar medis. Kelemahan utama dari mutu layanan adalah tidak dipenuhinya standar minimal medis oleh para dukun beranak, seperti dengan praktik yang tidak steril (memotong tali pusat dengan sebilah bambu dan meniup lubang hidung bayi yang baru lahir dengan mulut). Riwayat kasus kematian ibu dan janin dalam penelitian ini menggambarkan apa yang terjadi jika dukun beranak gagal mengetahui tanda bahaya pada masa kehamilan dan persalinan serta rujukan yang terlambat (lihat Kotak 8). 26

41 Kotak 8: Empat hari terlambat Di Bajo Pulau di pesisir pantai Sumbawa, Zubaedah mengandung anak keduanya saat dia mengalami sakit di bagian perut dan pendarahan di trimester ketiga. Menurut Sando (dukun beranak), masih terlalu dini untuk melahirkan dan pendarahan itu tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Istri kepala Dusun, seorang bidan, berpikir bahwa bayi itu sudah meninggal dan mendesak keluarga untuk membawa Zubaedah ke rumah sakit, namun mereka menolak. Setelah Zubaedah terus mengalami pendarahan selama dua hari, keluarga memutuskan untuk menghubungi bidan di desa. Bidan ini tiba sehari kemudian dan, setelah memeriksa Zubaedah, bidan merujuk Zubaedah ke rumah sakit. Setelah melalui perjalanan ke Sape dengan perahu dan menyewa kereta kuda, Zubaedah diperiksa dokter, yang memutuskan untuk melakukan operasi agar bisa mengeluarkan bayi yang sudah meninggal karena tali pusar menghalangi jalan keluar janin. Sebelum operasi dimulai, Zubaedah yang kelelahan karena empat hari pendarahan akhirnya meninggal. Laporan Lokasi, Bajo Pulau, NTB. Perawatan Kuratif untuk Anak-anak di bawah Usia 5 tahun Puskesmas merupakan penyedia kesehatan yang lebih disukai. Rakyat menganggapnya tidak mahal dan dapat dipercaya. Namun karena lebih mudah, mereka membawa anak-anak mereka terlebih dahulu ke bidan atau mantri desa. Bila warga miskin mau menghabiskan banyak waktu dan mengeluarkan biaya untuk pergi ke puskesmas, mereka berharap agar anak mereka diperiksa oleh dokter atau bahkan oleh dokter spesialis, dan bukan oleh mantri dan bidan. Pemeriksaan dianggap terlalu cepat (hal ini diperkuat selama pengamatan oleh peneliti dengan melihat daftar yang dibuat oleh seorang dokter). Pemeriksaan dan penggolongan: Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa sangat sedikit anak sakit yang dibawa ke puskesmas, benar-benar diperiksa dan dirawat dengan baik oleh bidan atau mantri. Tidak satu pun dari para petugas ini yang mencuci tangan mereka sebelum memeriksa pasien. Bahkan mutu pemeriksaan dan cara mereka menentukan penyakit pasien sangat rendah, bila diukur menurut dengan standar IMCI. Hanya ada satu petugas kesehatan yang mampu menyampaikan tiga hal yang menunjukkan keadaan berbahaya (satu-satunya pusat kesehatan yang memiliki seorang dokter hanya mampu mendeteksi dua dari tiga hal tersebut). Perawatan: Tidak adanya pemeriksaan yang tepat untuk menentukan mutu perawatan, data tidak bisa mengukur ketepatan perawatan. Saran dan penyuluhan yang diberikan: Penelitian menunjukkan, kurangnya pendidikan tentang layanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil, ibu baru, perawat bayi, dan pasien anak-anak. Para petugas kesehatan tidak menjelaskan hasil pemeriksaan mereka, juga tidak menasihati orang tua/wali tentang bagaimana cara merawat anak yang sakit. Mereka memberi penjelasan dengan cepat dan pasien tidak boleh bertanya (komunikasi satu arah). Sebelum beralih ke pasien berikutnya, dengan cepat mereka menjelaskan cara pemakaian obat yang akan diberikan, tetapi tidak memeriksa ulang apakah penjelasan itu sudah dimengerti dan apakah orang tua memahami berapa lama obat tersebut harus diberikan. Saat petugas kesehatan tidak berhasil memberikan penyuluhan kepada masyarakat miskin tentang nutrisi (gizi) anak mereka, dan perlunya penanganan segera terhadap dehidrasi akibat diare, nyawa anak-anak berada dalam risiko (Kotak 9 dan 10). 27

42 Kotak 9: Bagaimana bisa menyusui anak bila air susu ibu tidak keluar? Parhan lahir dengan sehat seberat 3,5 kilogram, anak kelima dari ibu berusia 38 tahun, Hoiriyah. Parhan sekarang berusia 20 bulan, dengan berat badan terlalu ringan, hanya 6 kilogram, sering sakit, dan tidak dapat berdiri atau berjalan. Hoiriyah berhenti memproduksi air susu ibu tujuh hari setelah Parhan lahir. Sejak itu, dia hanya diberi air sampai usia satu bulan, saat dia juga diberikan nasi. Orang tuanya sudah membawanya ke bidan desa, sering kali untuk menyembuhkan diare. Untuk ini, bidan memberikan Oralit dan bukannya nasihat tentang perbaikan gizi. Keluarga Parhan tetap tidak tahu bagaimana harus memberi makan bayi ini. Para petugas kesehatan di pusat kesehatan terdekat menyebutkan bahwa hal ini merupakan pola yang sering terjadi di wilayah ini, namun mereka tidak memikirkan pendekatan untuk pendekatan perbaikan atau upaya pencegahan. Laporan Lokasi, Alas Kokon Kotak 10: Bayi meninggal karena diare di kota besar, dekat pelayanan kesehatan Keni yang berumur 6 bulan menderita diare tiba-tiba dan muntah-muntah. Orang tuanya membawanya ke Puskesmas terdekat yang tidak mempunyai cukup staf dikarenakan hari libur nasional. Keni menunggu lam untuk diperiksa, ini menyebabkan dia menderita dehidrasi parah. Dia dirujukkan ke rumah sakit kota. Tak seorangpun memberitahu orang tua Keni bahwa dengan menunda membawa Keni ke rumah sakit bisa berakibat fatal. Ayah Keni tidak mempunyai kartu kesehatan. Karena khawatir biaya rumah sakit akan banyak, ayah Keni menunda membawa Keni ke rumah sakit. Dia justru pulang dan menghubungi Kepala RT untuk mendapatkan surat keterangan miskin yang memberikan dia perawatan rumah sakit gratis. Pada saat dia mendapatkan surat itu dan Keni sampai di rumah sakit, kondisinya sudah kritis. setelah dua hari diinfus Keni meninggal dunia. Tidak satu pun dari responden masyarakat miskin dalam penelitian ini mengetahui tentang kebijakan resmi dari Departemen Kesehatan (Danareksa), yang memungkinkan bidan desa untuk menyediakan layanan publik kepada warga yang sangat miskin yang memerlukan pertolongan dalam keadaan darurat, dan mendapat penggantian biaya layanan dari Puskesmas. Jika mereka mendapatkan informasi tersebut, banyak masyarakat miskin yang akan terdorong untuk menghubungi bidan desa lebih awal; banyak kematian dalam proses persalinan akan bisa dihindari. 4. Sarana Air Bersih yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat miskin Masyarakat miskin di Indonesia tidak memiliki akses terhadap sarana air yang disediakan pemerintah tetapi mereka membeli air dengan harga 15 sampai 30 kali tarif penggunaan air PDAM Masyarakat Miskin Kekurangan Akses Air Bersih Layak Minum Di daerah pedesaan, 40 persen masyarakat miskin menggunakan sumber air yang tidak memadai (sumur galian tanpa penutup dan sungai) untuk minum dan masak (lihat Gambar 3,). Sementara 22 hingga 25% lainnya membeli air dari para penjual dengan metode pengangkutan yang tidak higienis. Di Bajo Pulau, misalnya, seorang penjual mengangkut air sumur galian dari pulau lain dengan menggunakan drum-drum terbuka yang disimpan di dalam lambung kapal dan ditutupi dengan terpal kotor. Di Simokerto, air dijual dalam jerigen plastik yang sudah lama dan kotor. 28

43 Gambar 3: Proporsi untuk pilihan Layanan Air yang digunakan 10% 8% Pandangan Perempuan Pandangan Laki-laki 13% 11% 8% 14% 22% 5% Sungai (tanpa sumber air bersih) Sumur pompa (milik tetangga) Pompa tangan umum Sumur galian terlindungi 32% 11% 12% 25% Sumur galian tidak terlindungi Penjual air Beli air leding dari tetangga 4% 26% Di daerah pedesaan, tidak ada satu rumah tangga miskin terhubung dengan jaringan layanan air bersih. Warga miskin membeli air PDAM dari tetangga yang memiliki saluran air atau dari penjual dan membayar 15 hingga 30 kali tarif yang dikenakan PDAM untuk pelanggan berpenghasilan rendah. Karena mereka harus membeli melalui pihak ketiga untuk mendapatkan air, masyarakat miskin membayar enam hingga delapan kali lebih banyak daripada yang dibayar oleh kebanyakan rumah tangga mampu di kota-kota Indonesia. Masyarakat miskin biasanya tidak menyadari bahwa mereka membayar tarif melebihi harga normal karena mereka membeli dalam jumlah yang sedikit namun sering. Masyarakat miskin sering kali percaya bahwa mereka tidak mampu membayar untuk sambungan air ledeng mungkin benar mengingat besarnya biaya pemasangan dan kenyataan bahwa mereka tinggal jauh dari jaringan penyaluran air. Akan tetapi, masyarakat miskin dapat menanggung biaya konsumsi air dengan tarif PDAM, karena mereka sudah membayar berlipat-lipat melebihi tarif tersebut (lihat Kotak 11). 29

44 Kotak 11: Masyarakat miskin Membayar 30 Kali Tarif PDAM untuk Air Tapi Tidak Menyadarinya Persepsi: Pak Ketua RT mengatakan bahwa kita tidak mampu membayar biaya pemasangan sambungan pipa PDAM karena biaya sebesar Rp. 750,000 ($75) terlalu mahal untuk kami. Apalagi, Sekarang tarif PDAM naik dari Rp. 300 menjadi Rp. 700 per kubik meter, kami juga tidak akan mampu membayar harga air sebulan. Sedangkan saat ini, kami hanya menghabiskan Rp. 300 untuk 30 liter air yang digunakan untuk minum dan memasak. Kami mambeli air tersebut dari tetangga kami yang lebih kaya, dan kami membayar Rp untuk 10 liter Peserta FGD Perempuan, Antasari, Kalimantan Selatan Kami tidak akan bisa mengharapakan sambungan rumah dari PDAM. Hal tersebut akan menelan biaya sekitar Rp.3 hingga 5 juta, karena jalur pipanya harus melintasi rel kereta api, jalan tol, dan pasar, sebelum bisa mencapai Simokerto tempat kami tinggal. Siapa yang mampu membayar sebanyak itu? Apalagi, kami bukan pemilik tanah, kami hanya tinggal di lahan ini, oleh karena itu kami tidak bisa meminta sambungan pipa. Tanah ini adalah milik PT KA(Kereta Api) Kenyataannya: Peserta FGD Kelompok Laki-laki, Simokerto, Surabaya Masyarakat miskin di Antasari membayar tetangga mereka Rp. untuk 10 liter air PDAM. Hal ini berarti tarifnya Rp / meter kubik sekitar 13 kali lebih mahal daripada tarif PDAM, yaitu Rp.700/ meter kubik. Masyarakat miskin di Simokerto membeli air PDAM yang dijual kembali oleh penjual dengan harga Rp per hari untuk 50 liter air yang diantar ke rumah (atau Rp.700 per hari untuk 50 liter jika diambil sendiri dari toko penjual). Hal ini berarti tarifnya Rp per meter kubik untuk air yang diantar ke rumah. Tarif umum PDAM untuk saluran rumah tangga di Surabaya hanya Rp.850 per meter kubik Penggunaan Air dan Bahaya Kesehatan Air yang dapat diminum merupakan komoditas berharga bagi masyarakat miskin yang mereka gunakan untuk masak dan minum. Mencuci dan mandi dengan air bersih adalah sebuah kemewahan yang tidak sanggup mereka nikmati. Di semua lokasi, masyarakat miskin mandi dan mencuci pakaian mereka di sungai, sumur galian tanpa penutup atau bahkan dengan air laut. Hal ini membawa dampak kesehatan yang cukup berarti. Budaya yang kuat untuk membuang air besar di air yang mengalir menyebabkan kebiasaan yang tertanam kuat untuk membuang air besar di sumber air alami. Proses penilaian beberapa partisipan tentang air dan proyek sanitasi 8 dan survei baseline untuk proyek WSLIC yang dikelola oleh Universitas Indonesia pada tahun 2003 menemukan bahwa: Hampir semua orang mencuci pakaian, mandi, dan buang air besar di sungai walaupun mereka memiliki sumur. Buang air besar di sungai dianggap bersih, karena tidak menyebabkan bau, seperti buang air besar di WC yang ventilasinya buruk. Orang-orang juga sering kali membuang sampah di sungai dan menggunakan sungai yang sama untuk memandikan ternak, mencuci pakaian dan sepeda motor sebagaimana juga mereka sendiri mandi. Mereka yang tidak mencuci dan mandi di sungai dan kali, menggunakan air dari sumur galian tanpa penutup, tanpa direbus terlebih dahulu. Di daerah padat di Surabaya, air yang dikonsumsi kemerah-merahan, payau, dan berbau. Di Soklat, sumur tidak memiliki pelindung dari semen dan dikelilingi oleh kubangan lumpur. Di Jatibaru, dinding sumur galian terbuat dari drum-drum besi tua yang dipakai untuk menyimpan bahan-bahan kimia industri. Sumursumur ditempatkan di sebelah kandang kuda dan tidak memiliki dinding dari semen untuk mencegah terserapnya 8 WSP-EAP, 1997, 1999,

45 zat pencemar lingkungan. Sampah padat menghalangi saluran pembuangan yang ada sehingga air buangan berkubang di sekitar sumur. Dalam benak masyarakat miskin, air sumur bersih, sementara air sungai tidak. Oleh karena itu, mereka yang bisa menggunakan air sumur untuk mencuci dan mandi menganggap diri mereka beruntung, tanpa peduli kondisi sumur. Tingkat kepuasan penggunaan air sumur cenderung lebih tinggi, kecuali airnya kelihatan berwarna, memiliki bau yang tidak sedap atau payau. (Lihat Lampiran 3, Gambar 3.14 dan 3.15) Warga Paling Miskin Membayar Harga Paling Tinggi untuk Air Air itu mahal. Rumah tangga termiskin yang terdiri dari 51-73% rumah tangga penduduk di lokasi sampel menghabiskan biaya murah antara Rp (Jatibaru), hingga yang mahal yakni Rp (Bajo Pulau, Antasari, Simokerto) perbulan untuk air (lihat Tabel 3). Ini berarti masyarakat miskin menghabiskan 15 persen dari penghasilan mereka untuk air minum dan masak (Bajo Pulau). Air yang paling mahal dibeli dari penjual. Cara paling murah bagi masyarakat miskin untuk memperoleh air bersih adalah dengan mengambilnya dari mesjid atau sumur tetangga. Di daerah pedesaan, biasanya warga miskin membayar sekitar Rp perbulan untuk air sumur bor; membayar biaya listrik untuk memompanya dari sumur, di kota, mereka membeli air PDAM dari rumah tetangga, dan membayar sekitar Rp sebulan. Di Soklat dan Kertajaya, warga miskin menghabiskan sekitar 30 jam sebulan untuk mengambil air sumur galian dari sumur tetangga atau sumur umum. Rumah-rumah tangga di Alas Kokon menghabiskan 150 hingga 200 jam sebulan mengangkut air untuk mencuci, mandi, dan ternak. Warga perempuan di desa itu mengatakan mereka butuh dua sampai tiga kali perjalanan ke sungai untuk membawa air dari sungai sejauh 1,5 kilometer, sambil mengambil air, mereka juga mencuci dan mandi, ketiga kegiatan ini menghabiskan lebih dari tiga jam sehari. 31

46 Table 3. Biaya layanan air bersih dan air bersih yang digunakan oleh masyarakat miskin di delaoan lokasi penelitian Lokasi-lokasi Pedesaan Paminggir/Kalimantan Selatan Bajo Pulau/NTB Alas Kokon/Madura Kertajaya/Jawa Barat (Sungai. Tidak ada akses air bersih) Minum air sungai, setelah diendapkan dan dididihkan. Mandi dan mencuci di (Air sumur galian dari pulau lain, dibawa dengan kapal oleh penjual) Rp jam/ orang/ bulan untuk 35 liter/hari Membeli air hanya untuk (Sumur galian umum yang dilindungi) Kuota 20 liter/ hari/rumah tangga, hanya untuk masak dan minum, waktu yang (Pompa tangan umum) 30 jam/orang/ bulan dan Rp untuk membeli air untuk masak dan minum dari sungai masak dan minum dikeluarkan 8 10 jam/orang/ mesjid Buang air besar di sungai (Rp /bulan) rumah/bulan Mandi + mencuci di sungai yang sama Mandi dan mencuci di laut Tidak ada bayaran Kebanyakan juga buang air Buang air besar di pantai Mengambil air sungai untuk besar di sungai yang sama keperluan lain, menghabiskan 210 jam/ rumah/bulan Menggunakan lubang jamban sederhana di/dekat rumah Lokasi-lokasi Perkotaan Antasari/Kalimantan Selatan Jatibaru/NTB Simokerto/Jawa Timur Soklat/Jawa Barat (membeli air PDAM dari (membeli air dari sumur galian (membeli air PDAM dari (sumur galian tetangga tidak tetangga) tetangga dengan pompa) penjual) dilindungi) Rp /bulan untuk Rp.5.000/bulan untuk berbagi Rp /bulan untuk jam/orang /bulan untuk liter/hari dengan Rp./10 biaya listrik. Mengumpulkan liter air yang diantar ke rumah mengumpulkan air untuk liter hanya untuk masak dan sekitar 120 liter air sumur setiap hari, untuk minum dan masak dan minum. Air minum(> 13 kali tarif PDAM galian/hari untuk masak dan masak (> 30 kali tarif PDAM) matang untuk minum di kota kecil*) minum Mandi + mencuci di sumur Mandi + mencuci di sumur Mandi + mencuci di sungai Mandi + mencuci di galian umum Setengah menggunakan Menggunakan lubang sumur tetangga yang tidak Buang air besar di lubang jamban bersih yang dipakai jamban yang tidak diperbaiki dilindungi (tidak ada biaya) jamban di rumah/di pinggir bersama dengan beberapa Persentasi yang besar buang Kebanyakan buang air besar rel kereta api/wc umum rumah tangga air besar di sungai yang sama di sungai Setengah lainnya buang air Tarif terendah PDAM untuk saluran rumah di Antasari = Rp.700/meter kubik air. Tarif terendah PDAM untuk saluran rumah di Surabaya = Rp.850/meter kubik air. besar di sungai atau kolam 32

47 4.4. Hasil Pengamatan: Layanan Air Bersih Masyarakat miskin mendapat mutu terendah dengan harga tertinggi. Penelitian ini tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tes bakteriologi dari sampel air di lokasi penelitian. Pengamatan termasuk: a) memeriksa sifat dasar sumber air yang digunakan, yaitu sumber yang layak atau tidak menurut definisi global yang dipakai dalam pemantauan MDG 9, b) kondisi sumber air, dan c) kemungkinan terjadinya pencemaran. Dengan kriteria ini, masyarakat miskin pada setengah lokasi tidak memiliki akses air bersih. Mereka minum dan masak dengan air dari sumber yang tidak layak, yang rentan terhadap berbagai bentuk pencemaran organik dan kimia. Di lokasi lain, air dari sumber yang layak tersedia dalam jumlah yang sangat terbatas, baik dalam kapasitas sumber, maupun harga. Tingginya tarif air yang harus dibeli Illustrasi 5: Masyarakat miskin di perkotaan padat membeli air PDAM yang dijual kembali beberapa kali setiap kali harganya naik. Dengan air PDAM yang kali harga yang dikenakan oleh PDAM. Karena masyarakat miskin mencapai 15 hingga 30 disimpan di drum, penjual air bersekala lebih besar mengisi jerigen ukuran kecil biaya yang mahal, tidak satu pun masyarakat milik pembeli penjual bersekala lebih kecil. miskin dapat mencuci dan mandi dengan air bersih. Sungai, danau, dan laut digunakan untuk mencuci dan mandi; air bersih digunakan untuk sedikit bilasan akhir. Para penjual air tidak diatur dan sangat memonopoli. Penjual air mengambil air dari sumber yang seharusnya bersih, seperti saluran PDAM atau sumur bor. Namun, air berpindah tangan dari penjual berskala besar dan menengah ke penjual berskala kecil dengan menggunakan berbagai peralatan yang tidak bersih (menggunakan drum tempat menyimpan bahan kimia atau minyak, selang karet, corong, dan sebagainya). Tidak ada peraturan yang mengharuskan mereka membersihkan tempat air tersebut secara teratur dan menggantinya secara berkala. Ilustrasi 6: Sumur galian yang tidak layak di Tingkat pencemaran air yang akhirnya sampai pada konsumen miskin pedesaan Jatibaru, NTB, berdinding dengan drum industri,. Air dari sumur ini digunakan melalui para penjual, kemungkinan jauh lebih tinggi daripada batas untuk segala keperluan. yang bisa diterima. Untuk mengetahui hal ini secara pasti dibutuhkan ujian bakteriologi yang akurat. Para penjual memiliki kepentingan untuk 9 Program pengawasan bersama WHO-Unicef mengklasifikasikan sumber-sumber air yang layak sebagai sumur-sumur galian dengan penutup, mata air dengan penutup, sumur bor; penampungan air hujan; keran umum; air yang dialirkan melalui pipa ke rumah/halaman/sebidang tanah kecil; dan air dalam botol hanya saat terdapat sumber kedua yang juga layak. 33

48 mempertahankan cengkeraman monopoli atas pelanggan miskin dan dikenal sering menghalangi munculnya pilihan penyediaan air lainnya. Kotak 12 memaparkan contoh kasus ini. Masyarakat miskin menganggap air sumur galian bersih. Melihat kondisi fisik sumur galian dan lingkungan sekelilingnya, kemungkinan air di hampir semua sumur galian tersebut sangat tercemar. Hanya Alas Kokon yang memiliki sumur galian dengan penutup, namun kapasitasnya terbatas. Masyarakat miskin yang menjadi pengguna diberi jatah hanya 20 liter per hari per rumah tangga, untuk diambil dan disimpan seminggu sekali. Air ini hanya digunakan untuk masak dan minum. Kotak 12: Terjebak oleh monopoli layanan air Bajo Pulau hanya memiliki satu sumber air bersih sumur bor milik pribadi yang terletak tiga kilometer dari dusun miskin di pedesaan di tepi laut. Karena tanahnya berbukit-bukit, masyarakat miskin tidak bisa memperoleh akses terhadap sumber tersebut. Mereka bertahan dengan membeli air untuk masak dan minum dari penjual yang mengangkut air sumur bor dari pulau lain. Mereka menjual air seharga Rp per jerigen yang berisi 35 liter (Rp per meter kubik). Orang yang kaya dapat membeli tiga sampai lima jerigen per hari. Masyarakat miskin membeli satu jerigen sehari, berisi 35 liter untuk sebuah keluarga dengan enam sampai delapan orang. Mereka mandi dan mencuci di laut, menggunakan air jerigen yang berharga hanya untuk bilasan akhir yang sedikit. Air diangkut secara tidak higienis dan diletakkan dalam lambung kapal, ditutupi dengan terpal kotor dan ditampung dalam drum-drum terbuka. Air tercemar debu dan bekas minyak. Prioritas pertama penjual air adalah menjual air ke kapal-kapal yang berlabuh di pelabuhan, dan melayani masyarakat miskin hanya dengan air yang masih tersisa. Warga perempuan sering kali menghabiskan dua jam di pantai menunggu kedatangan penjual. Mereka hanya bisa berputus asa dan mengumpat jika penjual tidak muncul atau kehabisan air. Mereka menduga bahwa penjual sengaja merusak pipa air yang dibangun di bawah laut oleh pemerintah. Karena Dinas Pekerjaan Umum merencanakan pembangunan pipa ini tanpa melibatkan rakyat, tidak ada organisasi setempat yang bertanggung jawab untuk mengelola dan menjaganya. Akhirnya, pipa itu pun rusak. Laporan Lokasi, Bajo Pulau, NTB 4.5. Mutu Layanan : Pandangan Masyarakat Miskin Air bersih merupakan faktor penentu utama mutu kehidupan. Ketergantungan pada penjual air yang tidak menentu menimbulkan rasa frustasi dan kemarahan warga perempuan miskin di Bajo Pulau: Kami menunggu kapal penjual di pantai. Kadang-kadang kami menunggu dari pagi dan dia datang atau baru pada pukul 2 siang. Jika persediaannya habis terjual untuk kapal-kapal besar di pelabuhan, kami tidak mendapatkan apa-apa. Tunggu saja suatu hari saat mereka membutuhkan pertolongan kami kami akan balas dia!! 34

49 Masyarakat miskin perkotaan yang membeli air dari perusahaan air yang disediakan oleh penjual atau tetangga (walaupun dengan harga yang jauh lebih tinggi di atas tarif fasilitas) cukup puas dengan mutu dan harga air. Menurut masyarakat miskin di Simokerto dan Antasari: Air PDAM jernih, tidak berbau atau berwarna, dapat digunakan tanpa dididihkan, tidak perlu ditimba (dari sumur), dan kami sanggup membayar. Ilustrasi 7: Air diangkut dalam lambung kapal ke Bajo Pulau, sebuah pulau pedesaan di pesisir pantai Sumbawa, NTB Komentar ini mengejutkan, mengingat masyarakat miskin membayar jauh lebih mahal dari tarif PDAM per meter kubik air. Hal ini benar-benar membuktikan mitos yang salah yang sering dinyatakan oleh PDAM bahwa masyarakat miskin bukanlah pelanggan yang menguntungkan karena mereka tidak mampu membayar tarif yang cukup untuk menutup biaya produksi. Kenyataannya, banyak masyarakat miskin lokal yang bekerja sebagai penjual air untuk kartel (perusahaan monopoli) yang melayani daerah padat yang ditunjuk. Kartel tersebut yang menentukan harga jual air dan tidak mengizinkan persaingan yang dapat menurunkan harga. Tempat pengisian sudah ditentukan di setiap Kelurahan dan disuplai oleh saluran PDAM; pelanggan dapat membeli air mereka di tempat pengisian air atau minta penjual mengantarnya ke rumah mereka dengan harga dua kali lipat. Karena harga yang tinggi, masyarakat miskin hanya membeli air bersih dalam jumlah terbatas hanya cukup untuk masak dan minum. Mereka menerima nasib untuk menggunakan air yang tidak aman dari sumur-sumur yang tercemar dan sumber air tanah untuk segala keperluan. Itulah sebabnya mereka tidak mengeluh soal air sungai yang tercemar karena mereka peroleh dengan mudah dan cuma-cuma. Ilustrasi 8: Kapal penjual air, Bajo Pulau, NTB Meskipun demikian, ada pihak lain yang mengenali dampak dari air gratis terhadap kesehatan seseorang. Seorang mantri dari pos kesehatan di Paminggir berkomentar: Desa ini lebih memerlukan persediaan air bersih daripada layanan kesehatan lainnya. Setiap tahun ada banyak kasus diare dan penyakit kulit karena orang-orang menggunakan sungai untuk minum dan masak, selain untuk mandi, cuci dan buang air besar. 35

50 5. Fasilitas Sanitasi yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat miskin Ketersediaan air, praktik pemanfaatan air, dan praktik sanitasi pada hakekatnya saling berhubungan, seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Praktik sanitasi mencerminkan apa yang rakyat anggap bersih, cocok, nyaman dan apa yang tersedia. Gambar 4 menunjukkan bahwa, kecuali minoritas kecil di Soklat (Jawa Barat), warga laki-laki dan perempuan miskin di delapan lokasi tidak memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak apa pun. 10 Gambar 4: Proporsi untuk pilihan Fasilitas Sanitasi yang digunakan Pandangan Perempuan 4% 14% Pandangan Laki-laki 25% 44% 11% 41% 10% 16% 9% 8% 17% Sungai (buang air besar terbuka)terbuka) Pantai (buang air besar terbuka) Jamban rumah tangga lubang tanpa perbaikan Lapangan (buang air terbuka) Lubang tanpa perbaikan di luar rumah Jamban rumah tangga bersama Rakyat Bajo Pulau di pesisir pantai buang air besar di pantai pada malam hari atau sebelum gelap, sehingga pasang naik dapat menghanyutkan tinja. Pada enam lokasi lainnya, rakyat lebih suka untuk buang air besar di sungai, di tempat mereka mencuci, mandi dan sikat gigi (lihat Tabel 3.6, Lampiran 3). Buang air besar di air tidak meninggalkan kotoran yang kelihatan atau bau yang jelas, dan dengan demikian dianggap bersih dan bahkan merupakan pilihan yang lebih sehat daripada menggunakan jamban yang bau, WC umum sederhana yang tersedia bagi mereka terlepas dari usaha pihak berwenang untuk memperkenalkan manfaat penggunaan jamban untuk kesehatan. 10 Fasilitas sanitasi yang layak didefinisikan oleh Program Monitoring bersama WHO-Unicef (dipakai untuk monitoring global target-target MDG) sebagai: kakus cemplung yang layak dan berventilasi, jamban sistem leher angsa, jamban cemplung tertutup, atau koneksi ke sistem atau pipa pembuangan air kotor. Definisi ini tidak termasuk kakus jongkok, kakus cemplung, kakus umum atau bersama, dan kakus yang dibuang langsung ke sumber air. 36

51 Penduduk perempuan (61%) dan laki-laki (74%) mengatakan bahwa mereka buang air besar di alam terbuka, di sungai, pantai, kolam, sawah dan semak-semak. Sumber air alami ini gratis, sedangkan WC umum di pemukiman padat di daerah perkotaan Jawa, harus antri panjang dan membayar Rp Jamban lubang terbuka rumah tangga yang tidak aman digunakan oleh 25 hingga 35% lainnya. Terdapat sekadar galian lubang di halaman (Alas Kokon, Jatibaru), langsung di bawah rumah panggung di daerah rawa (di Antasari), atau di tepi rel kereta api di pemukiman padat di daerah perkotaan (Simokerto). Ada perbedaan jender dalam perilaku penggunaan sanitasi (lihat Lampiran 3, Gambar 16 dan 17, hal ). Privasi dilaporkan sebagai alasan utama yang paling penting untuk perilaku sanitasi, berhubungan dengan kenyamanan dan kebersihan (air yang mengalir alami). Tanpa memandang mutu fasilitas jamban, fasilitas yang ada di rumah lebih disukai daripada keluar untuk buang air besar terutama di rumah-rumah yang jauh dari sungai atau laut (Alas Kokon, Antasari, Soklat, Simokerto). Dibandingkan laki-laki, warga perempuan lebih suka menggunakan fasilitas sanitasi di dalam rumah tangga daripada harus keluar rumah. Halangan utama lainnya bagi warga miskin dalam mencapai akses sanitasi yang layak adalah kesalahpahaman yang tersebar luas tentang sanitasi menggunakan jamban dalam rumah yang masih dianggap sebuah kemewahan yang mahal. Masyarakat miskin mempunyai kesan bahwa membuat jamban menghabiskan banyak uang (Rp Rp ). Biaya ini tidak terjangkau oleh rumah tangga miskin. Untuk negara yang separuh rakyatnya hidup dengan penghasilan kurang dari Rp sehari, pandangan seperti itu masuk akal. Kesalahpahaman lahir di kalangan masyarakat miskin karena mereka hanya melihat toilet mahal yang dibangun oleh rumah tangga kelas atas. Dinas Pekerjaan Umum tidak membantu, karena mereka hanya menawarkan model standar yang bersertifikat higienis dan mahal harganya. 5.1 Hasil Pengamatan: Layanan Sanitasi Masyarakat miskin tidak mendapat layanan sanitasi dasar. Penelitian ini mendapat hambatan dalam upaya meningkatkan fasilitas sanitasi umum, antara lain mencakup: 1) Persepsi publik yang lebih suka buang air besar di air yang mengalir; 2) Ketidaktahuan mengenai fasilitas sanitasi altenatif yang murah, dan adanya kesalahpahaman bahwa sanitasi adalah suatu kemewahan yang tidak terjangkau; 3) kurangnya mekanisme untuk mempromosikan fasilitas sanitasi yang lebih baik, selain itu juga kegiatan untuk meningkatkan kebersihan dan opsi peningkatan fasilitas sanitasi yang lebih baik. Baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, masyarakat lebih suka menggunakan sumber air alami yang tersedia untuk sarana buang air besar; beberapa orang tetap memilih jalan demikian walaupun sudah memiliki jamban yang dibangun di dalam rumahnya, melalui program bantuan, maupun subsidi, dengan alasan jamban yang tersedia berbau tidak sedap dan kondisinya dinilai tidak sehat. Tindakan masyarakat tersebut berakibat pada timbulnya kerusakan lingkungan yang tidak disadari, dan sangat mempengaruhi kondisi lingkungan hidup masyarakat, baik yang miskin maupun yang tidak. 37

52 Warga hanya mau menggunakan jamban yang bersih. Di sebuah daerah pinggiran kota di Jawa, sekelompok kecil warga mendapat akses jamban rumahan, satu jamban untuk empat sampai lima keluarga, dengan kondisi sangat baik dan terawat. Fasilitas ini merupakan hasil dari sebuah proyek bantuan, sedangkan untuk fasilitas jamban yang dibangun oleh sebuah LSM, yang baik kondisi maupun jumlahnya tidak memadai (kondisinya tidak terawat walaupun sudah ditarik iuran perawatan sebesar Rp. 200), masyarakat cenderung enggan menggunakannya, terlebih lagi dengan adanya antrian pengguna yang panjang di pagi hari. Terlepas dari kedua contoh diatas, berbagai jenis jamban, yang dibangun oleh masyarakat miskin, banyak ditemui hampir diseparuh lokasi penelitian. Di wilayah pedesaan, kebanyakan berupa bilah bambu atau kayu yang didirikan diatas sungai atau empang, kadang ditutupi selembar kain atau bahan lain yang direntang di antara bilah bambu, atau kadang hanya berupa lubang yang digali di halaman belakang rumah warga. Ilustrasi 9: Di Desa Paminggir, Di daerah perkotaan lubang jamban Kalimantan Selatan,warga kadang di tambah semen, dan yang miskin tinggal di sungai dijadikan bagian dari rumah, namun dan menggunakannya untuk semua hal: memasak,air tinja yang dibuang ke lubang ini minum, mencuci, mandi, dan biasanya langsung disalurkan buang air. Tampak juga di latar belakang foto, bentuk jamban yang digunakan warga kesaluran pembuangan kota atau ke sungai. Bahkan untuk mereka yang tinggal di pemukiman terkumuh atau yang hidup menggelandang tidak memiliki lubang yang berfungsi sebagai jamban ini. Mereka biasanya mencari lahan kosong yang sedikit tertutup untuk tempat buang air, atau melakukannya disungai seperti yang terjadi di daerah pedesaan. Fasilitas Sanitasi untuk murid-murid di Sekolah dasar di daerah pedesaan dan separuh dari sekolah dasar di daerah perkotaan tidak memadai. Sekolah-sekolah, baik di daerah pedesaan maupun di daerah perkotaan memang memiliki kamar kecil yang bisa digunakan oleh murid dan guru, tetapi disebagian besar lokasi yang dikunjungi, perbandingan antara jumlah murid dengan jumlah kamar kecilnya adalah murid berbanding satu toilet, dimana angka tersebut tidak memungkinkan fasilitas tersebut bisa digunakan oleh semua murid. Ilustrasi 10: Jamban terbuka di halaman belakang rumah bisa dijangkau oleh hewan peliharaan, sehingga memungkinkan Pemerintah belum bisa menghilangkan anggapan penyebaran penyakit. Alas Kokon, Madura (Kiri). masyarakat bahwa fasilitas sanitasi itu mahal. Padahal kenyataannya, saat ini di sebagian besar wilayah Indonesia yang belum dihuni, mungkin saja untuk membangun 38

53 sarana toilet murah dengan menggunakan tenaga kerja dan material yang tersedia di sekitar lokasi, biayanya berkisar antara Rp., ,000 (US$10 - $30) harga tersebut masih terjangkau oleh sebagian besar masyarakat miskin. Namun, masih belum ada program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap biaya yang sesungguhnya dan bahayanya menggunakan fasilitas sanitasi yang buruk, juga program yang mempromosikan opsi-opsi untuk meningkatkan kualitas sanitasi dengan harga terjangkau Kualitas Layanan: Berbagai Sudut Pandang Kualitas layanan sanitasi benar-benar buruk. Tidak terlihat upaya baik dari pemerintah daerah maupun dari pemerintah pusat untuk menyediakan layanan kebutuhan dasar ini bagi masyarakat miskin. Di daerah pedesaan, sumber air alami menjadi jamban dadakan, sehingga menimbulkan bahaya bagi kesehatan masyarakat. Petugas paramedis Pustu di Paminggir Ilustrasi 11: Jika ada toilet dalam rumah di lingkungan miskin berkata: (Ancaman terbesar bagi kesehatan masyarakat daerah perkotaan, biasanya langsung dibuang got atau selokan disini adalah sungai, yang mana merupakan penopang dibelakang rumah, yang biasanya mengalir langsung ke sungai. Simokerto. utama bagi kehidupan penduduk desa. Karena digunakan untuk berbagai keperluan warga, termasuk mandi, mencuci, memasak, dan sebagai sumber air minum, juga digunakan untuk buang air dan pembuangan limbah. Diare dan penyakit kulit sering sekali berjangkit; banjir tahunan semakin membuat penyakit-penyakit tersebut menjadi epidemi. Kita bisa mengobati penyakit ini, tapi tidak bisa mencegahnya). Kekurangan sanitasi dasar ini berdampak terhadap layanan lain, misalnya layanan pendidikan. Di daerah pedesaan, para guru kadang menolak untuk tinggal di desa akibatnya mereka menjadi sering tidak hadir mengajar. Seorang guru sukarela di SD di Paminggir menjelaskan bahwa guru utama di sekolah tersebut jarang ada di desa (walaupun sudah disediakan tempat tinggal) karena fasilitas sanitasinya tidak memadai. Guru resmi yang ditunjuk untuk mengajar disana selalu kembali ke kota untuk mencuci pakaian dan biasanya terlambat untuk kembali ke desa untuk melaksanakan tugasnya. Guru di Bajo Pulau juga mengemukakan hal yang serupa. 39

54 Ilustrasi 12: Sumber air alami lebih digemari sebagai tempat buang air besar, seperti yang diperlihatkan pada gambar toilet yang dibangun diatas empang di daerah pinggiran kota Soklat, Jawa Barat Sepertinya tidak ada aturan mengenai penyediaan fasilitas sanitasi dan sarana air bersih pada proses pembangunan sekolah. Guru SD di Desa Kertajaya mengatakan bahwa sekolah mereka dibangun tanpa fasilitas sanitasi maupun sarana air bersih. Mereka kemudian menerima bantuan dari Kecamatan Development Program (KDP) berupa satu unit toilet satu toilet untuk seluruh sekolah, tentu saja tidak cukup dan tak lama kemudian rusak. Demikian juga dengan APBD yang tidak menyediakan anggaran untuk pemeliharaan rutin fasilitas sanitasi. Di Soklat, yang merupakan wilayah perkotaan, setelah toilet murid rusak, para guru menyediakan salah satu dari dua toilet guru untuk digunakan oleh murid perempuan, karena untuk memperbaiki toilet yang rusak harus menunggu tahun anggaran berikutnya, yang berarti berbulan-bulan kemudian. Bagi masyarakat miskin, toilet umum yang mengenakan tarif malah menambah beban finansial. Seorang penjaga toilet umum di pemukiman kumuh di Simokerto mengatakan bahwa setiap harinya kurang dari 30 orang menggunakan toilet tersebut, padahal jumlah penghuni RW di daerah itu mencapai 300 rumah tangga, dan sebagian besar dari mereka tinggal dalam radius meter dari toilet umum tersebut. Menurutnya, ongkos Rp. 200 yang dikenakan untuk fasilitas toilet umum itu masih telalu mahal bagi warga miskin. 6. Masyarakat Miskin hanya Memiliki Sedikit Kekuatan sebagai Pengguna Layanan namun Mereka tetap Ingin Mendapatkannya Masyarakat miskin dibuat tidak berdaya. Pada delapan lokasi penelitian, jelas terlihat bahwa baik warga laki-laki maupun perempuan hanya memiliki sedikit pemahaman mengenai wewenang mereka atau hak mereka sebagai klien, bahkan pendekatan yang bersifat top-down warisan orde baru dan masyarakat feudal telah meninggalkan hubungan yang tidak setara, termasuk hubungan antara masyarakat miskin dengan penyedia layanan. 40

55 Kotak 13. Mereka tidak memberi kami pilihan. Sekitar 15 tahun yang lalu, semua perempuan yang sudah menikah di Desa Rancajaya dipaksa menggunakan alat kontrasepsi spiral. Para perempuan tersebut di kumpulkan di suatu tempat oleh pegawai pemerintah, kemudian di bawa dengan menggunakan truk bak terbuka menuju tempat pemasangan spiral. Tidak satupun perempuan yang sudah menikah bisa lolos; Mereka yang berusaha bersembunyi atau menolak rumahnya akan diberi tanda merah untuk ditindaklanjuti. Banyak dari perempuan yang dipasangi spiral tersebut menderita rasa nyeri dan pendarahan selama berbulan-bulan. Para suami merasa cemas dengan kondisi kesehatan istri mereka dan mengusahakan berbagai cara untuk mengatasinya. Beberapa dari mereka menyuruh istri mereka duduk selama beram-jam di sungai atau bak mandi, berharap agar spiralnya bisa hanyut keluar. tak satupun berhasil. Semua perempuan tersebut dan anak perempuan mereka yang sekarang sudah menikah dan punya anak sendiri sangat takut untuk menggunakan alat kontrasepsi, sehingga mereka tidak menggunakannya. Petugas kesehatan tidak pernah memberi informasi kepada kami mengenai jenis alat kontrasepsi yang berbeda, berikut manfaat dan kelemahan tiap-tiap alat. Jangan heran jika pada diskusi kelompok terfokus untuk kelompok perempuan, bahkan ada Ibu-Ibu yang belum pernah melihat kondom! Hal ini telah dikonfirmasi oleh peneliti dengan hasil dari kelompok diskusi laki-laki di Kertajaya, Jawa Barat Kurangnya Informasi- Kami Tidak Tahu Biasanya, masyarakat miskin tidak memiliki akses informasi langsung mengenai program yang dijalankan untuk mereka, sehingga mereka hanya tahu sedikit atau bahkan tidak tahu sama sekali hak-hak mereka. Para peneliti tidak melihat adanya media publikasi mengenai layanan apa saja yang tersedia untuk masyarakat (seperti Kartu Sehat, Askes dan beamurid) atau menjelaskan bagaimana layanan-layanan tersebut bisa didapat. Ilustrasi 13: Kesempatan yang hilang: pada ruang periksa pasca persalinan, Tempat-tempat pelayanan --Pustu, Puskesmas, di Soklat, Jawa Barat, terdapat poster yang menunjukkan gambar proses sekolah-sekolah, dan kantor Desa/Kelurahan persalinan dan sistem reproduksi (kanan). Tidak ada informasi mengenai tanda bahaya selama kehamilan atau layanan yang bisa mencegahnya sama sekali tidak memiliki literatur pendukung. Para perempuan miskin bertanya: mengapa tidak ada informasi mengenai layanan ini baik di radio, TV poster, maupun Puskesmas? Masyarakat miskin, dimata mereka sendiri dan dimata penyedia layanan selama ini hanya berperan sebagai penerima pasif dari layanan maupun informasi apapun yang yang disediakan oleh penyedia layanan ataupun pemimpin masyarakat. Masyarakat dibuat menjadi sangat tergantung pada Ketua RT or Kepala Desa untuk mencantumkan mereka kedalam kategori miskin, kemudian mereka juga bergantung kepada petugas Puskesmas untuk menentukan kuota Kartu Sehat/Askes, atau kepada Kepala Sekolah untuk membagikan beasiswa. Biasanya warga miskin mengandalkan belas kasihan penyedia air kapan air diantar dan berapa banyak mereka akan menagih. 41

56 Kebingungan Seputar Layanan yang Pro Masyarakat Miskin Warga miskin tidak mengetahui biaya apa saja yang perlu dikeluarkan untuk mendapat pelayanan yang pro masyarakat miskin sebuah isu sentral di kehidupan masyarakat miskin. Karena kurangnya informasi, tidak satupun warga miskin di lokasi penelitian mengetahui ketentuan dari Menteri Kesehatan (Danareksa) yang mencantumkan bahwa Bidan di Desa akan mendapat bayaran untuk setiap layanan yang mereka berikan kepada warga yang sangat miskin. warga di dua lokasi tidak tahu sama sekali mengenai kartu sehat. Warga miskin tersebut menyatakan bahwa tidak pernah jelas pengobatan apa saja yang gratis bagi pemegang kartu sehat (Simokarto, Soklat, Jatibaru). Di beberapa lokasi lain warga miskin menyadari keberadaan layanan seperti Beras untuk warga Miskin (Raskin) dan kartu sehat. Di enam lokasi, informasi mengenai pembebasan uang sekolah sudah dipahami dengan baik, mereka juga memahami bahwa Bantuan Operasinal Sekolah (BOS) baru akan dimulai pada bulan September 2005; bahkan, saat itu baru bulan Juli. Di Jatibaru (NTB) dan Soklat (Jawa Barat), mereka terlambat mengetahuinya, mereka mengetahuinya dari TV, pihak sekolah sendiri tidak memberi tahu mereka. Pihak sekolah juga tidak mengembalikan uang sekolah yang sudah dibayarkan orang tua murid untuk bulan September 2005, sebelum orang tua murid mengetahui bahwa uang sekolah sudah dihapuskan. Seringkali masyarakat masih mengalami kebingungan mengenai apa saja yang disediakan oleh layanan yang pro masyarakat miskin, dan siapa sajakah yang berhak mendapatkan layanan tersebut. Misalnya, kuota Raskin untuk keluarga miskin perbulan berkisar 3 sampai 20 kilogram. Banyak warga yang bertanya-tanya mengenai siapa yang berhak menjadi penyandang Kartu Sehat. Mereka mengeluh karena hanya sedikit sekali warga miskin yang menerima kartu tersebut, sementara ada warga yang tergolong mampu juga menerima kartu tersebut karena mereka merupakan kerabat dekat dari kepala desa (Soklat, Jatibaru, Antasari, Paminggir). Para warga miskin berulang kali menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui tugas para penyedia layanan sektor publik. Hal ini bisa jadi sebagian benar karena pada kenyataannya selain bertugas pada Puskesmas, petugas kesehatan juga bertugas melayani Pustu atau wilayah kerja diluar wilayah tersebut. Tidak jelas bagi masyarakat miskin bagaimana keputusan dibidang layanan publik dibuat dan siapa yang membuatnya. Di Soklat, masyarakat miskin berusaha mendekati pihak Puskesmas untuk mendapat Kartu Sehat, sedikit sekali yang berhasil: Semua orang melempar kami ke bagian lain tidak satupun memberi jawaban yang jelas. Di Jatibaru, warga miskin menanyakan kepada pihak sekolah mengenai penerima beasiswa. Namun, mereka hanya mendapat jawaban bahwa penerima beasiswa sudah ditentukan dari atas. 42

57 6. 2. Siapa yang akan Mendengar Kami? Bagaimana menyikapi layanan yang buruk? Warga miskin, laki-laki maupun perempuan semua menyadari bahwa mereka sering tidak terlayani dengan baik, tetapi tidak tahu bagaimana menyikapinya. Bagi sebagian besar warga, menyampaikan pengaduan kepada pemimpin setempat ataupun media massa bukanlah hal yang biasa, tidak pernah terlintas di benak mereka bahwa mereka akan bisa menjangkau, atau pun membayangkan bahwa kalangan elit tersebut akan memperhatikan pengaduan mereka. Ingatan mengenai taktik kekerasaan yang ditinggalkan rejim Suharto telah membungkam sebagian besar suara kritis mereka. Tidak seorangpun di delapan lokasi pernah mendengar adanya sanksi dalam bentuk apapun dijatuhkan bagi penyedia layanan yang ceroboh, tidak peduli berapa banyak pengaduan yang disampaikan. kami bahkan tidak bisa menanyakan kenapa kami tidak mendapat layanan yang sesuai, apalagi untuk menjatuhkan sanksi bagi penyedia layanan. Kami tidak punya kekuasaan ataupun daya, bahkan untuk sekedar bertanya, komentar salah seorang perempuan di Soklat, Jawa Barat. Akibatnya, warga menyerah: penyedia layanan memiliki kekuasaan untuk menentukan layanan apa saja yang bisa kami dapat, adalah alasan yang dikemukakan salah seorang warga di Jatibaru. Pengaduan dari warga bahkan mungkin bisa berbuntut retribusi. Jika kami menyampaikan pengaduan, mereka tidak akan mengikut sertakan kami dalam pemberian layanan seperti Kartu Sehat, kata seorang warga dari Simokerto. Besarnya kekhawatiran untuk menyampaikan pengaduan terhadap layanan yang buruk. Masyarakat miskin merupakan lapisan paling bawah dari hierarki masyarakat. Di pulau Jawa yang padat penduduknya, dimana tanah merupakan aset yang sangat berharga, masyarakat miskin seringkali tidak punya hak milik atas tanah yang mereka tempati, hal tersebut menimbulkan rasa tak aman dan ketakutan untuk berbicara. Di Jati Baru, warga mengaku merasa tidak enak untuk mengadu mengenai Bidan dan petugas Pustu, karena mereka memiliki kerabat dan hubungan sosial ditengah masyarakat; di Madura, masyarakat miskin enggan untuk menghadap kepala desa hal itu hanya akan menimbulkan lebih banyak masalah bagi kami, nantinya. Ada beberapa warga desa yang sudah berupaya: di Kertajaya, Jawa Timur, warga miskin meminta kepala desanya agar Bidan di Desa diwajibkan untuk tinggal di Pos Persalinan Desa (Polindes) yang sudah dibangun oleh masyarakat. Di Kalimantan Selatan, warga mengajukan pengaduan resmi kepada dinas pendidikan kabupaten mengenai seorang guru SD yang jarang hadir mengajar, walaupun sudah di sediakan tempat tinggal (Paminggir). Tidak satupun upaya tersebut memberikan hasil yang diinginkan. Bidan tetap tinggal di kota (Sape), kata warga perempuan di Bajo Pulau. Jika kita memanggilnya, dia selalu membuat banyak alasan untuk tidak datang, bahkan ketika ombak sedang kecil! Dia tidak mau membasahi kakinya! kami tidak berani mengadu dia masih kerabat sekretaris desa, dan beliau sangat berkuasa. Masyarakat miskin tidak takut untuk mengadukan layanan sanitasi karena memang tidak ada penyedia layanannya. Di Bako Pulau, warga memang mengeluhkan monopoli yang dilakukan Penyedia Air Independen Skala Kecil (PISK), 43

58 namun keluhan mereka tidak membawa hasil. PISK di daerah perkotaan berhasil memberikan kepuasan pada pelanggannya tingginya harga air tidak terlalu kentara karena dibayar perhari. Kelompok Elit Masyarakat Memberikan Pengarahan Pada umumnya, masyarakat meminta pengarahan dari pihak yang berwenang guru, petugas kesehatan, kepala desa mengenai layanan yang pro masyarakat miskin (ataupun kurangnya layanan tersebut): Kami tidak banyak bicara dan hanya menjalankan apa yang mereka perintahkan pada kami, kata seorang warga di Soklat. Palingpaling kami bertanya pada Ketua RT jika beliau bisa menjelaskan. Kotak 14. Karena saya miskin, maka saya pasti juga bodoh Pak Yusuf memiliki 13 anak dan bermata pencaharian sebagai tukang kayu. Hanya satu anaknya yang berhasil masuk SMP; dua lainnya tidak bisa melanjutkan selepas SD karena masalah biaya dan karena mereka tidak bisa menebus ijazah dari sekolahnya. Saya tidak mampu membayar Rp untuk tiap ijazah, ujar Pak Yusuf, beliau kemudian menambahkan bahwa usahanya untuk minta keringanan dari pihak sekolah tidak membawa hasil. Sedangkan untuk mendaftarkan anak mereka ke SMP, Pak Yusuf dan istrinya hanya punya RP dan satu-satunya barang berharga milik mereka--kipas angin untuk biaya masuk. Beliau masih tidak tahu darimana bisa mendapat Rp untuk membayar buku dan seragam. Beliau tidak pernah berupaya untuk mendapat surat keterangan miskin dari pemerintah, yang bisa membebaskannya dari keharusan membayar. Katanya: Saya hanya orang miskin, dan karena itu saya juga bodoh. Tidak seorangpun pernah menjelaskan hal-hal semacam ini kepada saya. Saya tidak tahu bagimana cara mendapat surat keterangan miskin, dan saya juga tidak mau mendapatkannya. Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, tidak ada yang benar-benar ingin menolong saya. Laporan dari lokasi, Soklat, West Java Ketua RT seharusnya berperan sebagai pihak yang menjembatani proses dari pemerimtah, strukur pemerintah, dan masyarakat. Namun pada kenyataannya, kepala desa, sekretaris Desa dan pejabat desa lainnya justru terlalu menjaga jarak dengan warganya yang miskin. Warga Bajo Pulau yang terutama memiliki pendapat paling sengit tentang pejabat desa: Kepala Desa tidak peduli terhadap kami. Dia tidak pernah berkunjung ke dusun kami, bahkan jika ada warga yang meninggal. Lempar saja dia ke laut!, Sekretaris Desa cuma bisa memakan uang desa!, Badan Perwakilan Desa (BPD) cuma sekedar formalitas tidak ada hubungannya dengan kami Pelayanan yang Buruk dari Penyedia dan Petugas Layanan Pro Masyarakat Miskin Kami merasa dianak tirikan. Mungkin karena kami tidak punya hak milik atas tanah yang kami tempati, dan tidak membayar pajak kepada pemerintah desa. Kami tidak berhak mengharap pelayanan apapun dari mereka. Kelompok Laki-laki miskin, Kertajaya Banyak pengguna kartu sehat yang mengaku bahwa mereka harus menunggu di Puskesmas sampai semua pasien yang membayar selesai dilayani; sedangkan di Pustu mereka bahkan diabaikan. Para Ibu di Kertajaya dan Jatibaru mengatakan bahwa Bidan di Desa hanya mau membantu mereka selama persalinan, tidak lebih. 44

59 Kalaupun mereka di periksa, pemeriksaan hanya sepintas saja; bahkan kadang obatnya diberikan kepada pasien tanpa memeriksa. Warga miskin mengatakan bahwa mereka hanya diperhatikan oleh penyedia layanan jika mereka membayar layanan pada praktik pribadi. Warga Bajo Pulau bahkan telah membuang Kartu Sehat mereka, karena Puskesmas yang berada di daratan jarak nya terlalu jauh dan terlalu mahal untuk ditempuh. Kotak 15. Pengguna kartu sehat harus sabar dan bisa mengendalikan diri Dokter yang bertugas di RSU di Jereng juga membuka praktik swasta diluar RS. Istri saya menjadi pasien praktik pribadinya selama kehamilannya. ketika waktunya melahirkan, karena saya tidak punya uang, saya membawa istri saya ke RSU Jereng karena merupakan RS yang terdekat yang menerima Kartu Sehat. Sesampainya di RS saya diminta mengisi formulir untuk memberi informasi mengenai keadaan istri saya. Tak lama kemudian dokter yang biasa memeriksa istri saya datang, dan mulai marah-marah ke saya karena saya tidak membawa istri saya ke RS Swasta,seperti yang disarankannya sebelum ini. Saya bilang bahwa saya tidak punya uang untuk membayar biaya RS Swasta tapi dokter itu tetap berteriak-teriak ke kami.. Bapak Sobirin, Kampung Rancajaya, West Java Tidak ada Suara Warga dalam Pengambilan Keputusan tentang Masyarakat dan Penyediaan Layanan Menurut kelompok Laki-laki dan perempuan, keputusan mengenai penggunaan dana masyarakat dibuat hanya oleh pejabat pemerintah dan pemimpin masyarakat formal. tidak pernah ada pertemuan warga atau forum untuk memberi tahu kami rencana pembangunan daerah atau alokasi dana pemerintah untuk memberikan layanan kepada warga. Jika ada pertemuan warga, petugas Kelurahan tidak mengumumkannya Kelompok Laki-laki Miskin, Simokerto. Kadang kala, pendekatan yang sewenang-wenang yang dilakukan para pejabat ini memaksa warga miskin untuk mengambil tindakan, dan mengeluarkan uang dari kantungnya sendiri untuk mendapat layanan publik yang diperlukannya. Walaupun ketua RT dan perwakilan warga merupakan BPD, kami tidak pernah tahu apa-apa mengenai alokasi dana pelayanan-pelayanan dasar, tukas seorang laki-laki dari Kertajaya. Kami sudah berulang kali mengajukan permohonan resmi kepada pejabat desa untuk pemasangan instalasi listrik. Sekarang kami terpaksa merogoh kocek sendiri untuk mendapatkan sambungan listrik dari kampung lain Permasalahan pada Proses Partisipatoris- Kami seperti Anak Tiri Ketika kaum laki-laki merasa putus asa dan suaranya tidak didengar pada proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan warga pada umumnya, dan mengenai layanan dasar pada khususnya, kaum perempuan justru lebih terpinggirkan lagi: kelompok perempuan di Kelurahan, kalaupun ada yang terlibat kegiatan-kegiatan, biasanya berasal dari keluarga kaya, tukas kelompok perempuan pada diskusi terfokus di Antasari. 45

60 Kelompok perempuan dari Soklat bahkan lebih terang-terangan lagi, Mereka tidak pernah mengundang kami untuk hadir di pertemuan dan rapat pengambilan keputusan karena mereka pikir kami bodoh, karena kami tidak punya uang, karena usaha kami hanya skala kecil, karena kami dianggap orang kecil (orang tak mampu). Terlepas dari kenyataan bahwa Indonesia adalah salah satu negara demokratis di dunia, masyarakat miskin ini tidak merasakan kesetaraan. Kelompok laki-laki miskin di Kertajaya berkata: Kami merasa seperti anak tiri. Mungkin karena kami tidak memiliki tanah yang kami tinggali, dan tidak membayar pajak bumai dan bangunan ke pemerintah desa. Kami tidak berhak mengharap layanan apapun dari mereka. Kondisi tersebut diatas telah merubah kualitas proses partisipatoris dan kesetaraan dalam keluaran yang berupa proyek pembangunan dengan tujuan pemberantasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat miskin. Komentar yang tercetus dengan sendirinya selama proses diskusi kelompok terfokus mengenai proyek pembangunan yang mengikut sertakan masyarakat (yang dianggap berhasil di Indonesia) membuktikan hasil tersebut: Kami baru mengetahui rencana pembuatan jalan di daerah kami, setelah para pekerja proyek yang berasal dari luar desa didatangkan, walaupun memang jalan tersebut ditujukan untuk kepentingan warga kami. Kelompok Laki-Laki miskin, Antasari Ilustrasi 14: Warga miskin di lokasi seperti, Nusa Tenggara Barat (kiri), dan Paminggir, Kalimantan (bawah) menyatakan bahwa para elit setempat hanya maumendengar aspirasi mereka melalui fasilitator dari luar. Terdapat pompa air tangan di Desa, yang seluruhnya dibangun oleh fungsionaris proyek, mulai dari pemilihan kontraktor, dan buruh, sampai tahap pembangunan. Hasilnya sebuah pompa air tangan di dekat masjid, tempat di mana kepala desa menginginkanya. Air yang keluar ternyata payau. Tidak ada warga yang mau menggunakannya. Pompa tersebut rusak dalam waktu satu tahun sejak selesai dibangun. Kelompok Perempuan Miskin, Kertajaya 46

Suara Masyarakat Miskin:

Suara Masyarakat Miskin: Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized : Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin di Indonesia 38639 Nilanjana Mukherjee

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Demografis Desa Petir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jumlah penduduk Desa

Lebih terperinci

KERENTANAN BURUH MIGRAN PEREMPUAN

KERENTANAN BURUH MIGRAN PEREMPUAN KERENTANAN BURUH MIGRAN PEREMPUAN oleh: Farida Sondakh dan Tita Naovalitha Juli, 2003 KERENTANAN BURUH MIGRAN PEREMPUAN: oleh Farida Sondakh dan Tita Naovalitha Jakarta, Juli 2003 Paper prepared for World

Lebih terperinci

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah KEMENTERIAN Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah Mei 2012 Dari BOS ke BOSDA: Dari Peningkatan Akses ke Alokasi yang Berkeadilan Program

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

DEFISI DAERAH TERPENCIL

DEFISI DAERAH TERPENCIL DEFISI DAERAH TERPENCIL Daerah Terpencil adalah daerah yang sulit dijangkau karena berbagai sebab seperti keadaan geografi (kepulauan, pegunungan, daratan, hutan dan rawa), transportasi, sosial dan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai

Lebih terperinci

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS Kecamatan Tomoni memiliki luas wilayah 230,09 km2 atau sekitar 3,31 persen dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang terletak di sebelah

Lebih terperinci

NO KATALOG :

NO KATALOG : NO KATALOG : 1101002.3510210 STATISTIK DAERAH KECAMATAN WONGSOREJO 2013 Katalog BPS : 1101002.3510210 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 25,7 cm x 18,2 cm : vi + Halaman Pembuat Naskah : Koordinator Statistik

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SERASAN STATISTIK DAERAH KECAMATAN SERASAN ISSN : - Katalog BPS : 1101002.2103.060 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 10 halaman Naskah : Seksi Neraca Wilayah dan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR 4.1 Gambaran Umum Desa 4.1.1 Kondisi Fisik, Sarana dan Prasarana Desa Cihideung Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang kesejahteraan sosial sudah pasti berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik dari segi ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan,

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN RAJA AMPAT.

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN RAJA AMPAT. BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN RAJA AMPAT STATISTIK DAERAH KECAMATAN SALAWATI BARAT 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SALAWATI BARAT 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SALAWATI BARAT 2012 No.Publikasi : 91080.12.37

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minyak bumi merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta jumlah dan persediaan yang terbatas.

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM) merupakan bentuk pendidikan yang berbasis kemasyarakatan dengan tujuan untuk melatih mahasiswa untuk

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SILIRAGUNG 2013 Katalog BPS : 1101002.3510011 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 25,7 cm x 18,2 cm : vi + 14 Halaman Pembuat Naskah : Koordinator Statistik Kecamatan Siliragung Badan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB III MENELUSURI WILAYAH DAN MASYARAKAT DESA RENDENG. berbatasan dengan Desa Tileng, Sebelah Timur Desa Malo dan sebelah barat

BAB III MENELUSURI WILAYAH DAN MASYARAKAT DESA RENDENG. berbatasan dengan Desa Tileng, Sebelah Timur Desa Malo dan sebelah barat BAB III MENELUSURI WILAYAH DAN MASYARAKAT DESA RENDENG A. Kondisi Geografis Desa Rendeng Secara Administrasi Desa Rendeng terletak sekitar 1 Km dari Kecamatan Malo, kurang lebih 18 Km dari Kabupaten Bojonegoro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pendidikan juga penting bagi terciptanya kemajuan dan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa Desa Dramaga merupakan salah satu dari sepuluh desa yang termasuk wilayah administratif Kecamatan Dramaga. Desa ini bukan termasuk desa pesisir karena memiliki

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( )

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( ) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) LAMPIRAN A Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia (1970-2000) Bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang, dan pendidikan

Lebih terperinci

pelalawankab.bps.go.id

pelalawankab.bps.go.id ISBN : 979 484 622 8 No. Publikasi : 25 Katalog BPS : 1101002.1404041 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 12 + iii Naskah : Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Gambar Kulit : Seksi Integrasi

Lebih terperinci

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia?

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia? Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia? Di beberapa negara terutama negara berkembang, kesehatan ibu dan anak masih merupakan permasalahan besar. Hal ini terlihat dari masih tingginya angka kematian

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Daftar Tabel. Tabel Jumlah Partai Politik, Lsm Dan Ormas Di Tingkat Kabupaten 21 GAMBARAN UMUM

DAFTAR TABEL. Daftar Tabel. Tabel Jumlah Partai Politik, Lsm Dan Ormas Di Tingkat Kabupaten 21 GAMBARAN UMUM DAFTAR TABEL GAMBARAN UMUM Kondisi Geografis Tabel 1.1.1. Luas Wilayah Menurut Klasifikasi Ketinggian Tempat Di Kabupaten Subang, 6 Tabel 1.1.2. Luas Wilayah Menurut Klasifikasi Kemiringan Lereng Di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010-2014 mencantumkan empat sasaran pembangunan kesehatan, yaitu: 1) Menurunnya disparitas status kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelurahan Purus merupakan salah satu kelurahan di kota Padang yang relatif berkembang

I. PENDAHULUAN. Kelurahan Purus merupakan salah satu kelurahan di kota Padang yang relatif berkembang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelurahan Purus merupakan salah satu kelurahan di kota Padang yang relatif berkembang lebih cepat seiring dengan berkembangnya kota Perkembangan ini terutama karena lokasinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah Hak Fundamental setiap warga. Hal ini telah ditetapkan oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geofrafis dan Demografis Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di wilayah Kecamatan Inuman Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau.

Lebih terperinci

Statistik Daerah Kecamatan Waru 2016 STATISTIK DAERAH KECAMATAN WARU No. Publikasi : 640950.1611 Katalog BPS : 1101002.6409020 Ukuran Buku : 17 cm x 24,5 cm Jumlah Halaman : viii + 12 halaman Naskah :

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1101002.6409010 Statistik Daerah Kecamatan Babulu 2015 Statistik Daerah Kecamatan Babulu No. Publikasi : 6409.550.1511 Katalog BPS : 1101002.6409010 Naskah : Seksi Statistik Neraca Wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO 2014 Statistik Daerah Kecamatan Air Manjunto 2014 Halaman i STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO 2014 Statistik Daerah Kecamatan Air Manjunto 2014 Halaman i

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan merupakan faktor

Lebih terperinci

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan 402 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Tengah Jembatan Kahayan Jembatan Kahayan adalah jembatan yang membelah Sungai Kahayan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Jembatan ini

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Survei Tenaga Kesehatan Papua: Hasil penelitian di empat daerah. Hasil penting

RINGKASAN EKSEKUTIF. Survei Tenaga Kesehatan Papua: Hasil penelitian di empat daerah. Hasil penting RINGKASAN EKSEKUTIF Survei Tenaga Kesehatan Papua: Hasil penelitian di empat daerah Pada saat pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1968, puskesmas berfungsi sebagai

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi

BAB 1 PENDAHULUAN. berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara di dunia memiliki konsep pemeriksaan kehamilan yang berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 No Publikasi : 2171.15.27 Katalog BPS : 1102001.2171.060 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 14 hal. Naskah

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Informasi yang Dimiliki Masyarakat Migran Di Permukiman Liar Mengenai Adanya Fasilitas Kesehatan Gratis Atau Bersubsidi Salah satu program pemerintah untuk menunjang kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003 MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003 MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM) 1. Menanggulangi Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Geografis dan Luas Kecamatan Sukanagara secara administratif termasuk dalam Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Letak Kabupaten Cianjur secara geografis

Lebih terperinci

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi.

DESA - KOTA : 1. Wilayah meliputi tanah, letak, luas, batas, bentuk, dan topografi. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 16 Sesi NGAN DESA - KOTA : 1 A. PENGERTIAN DESA a. Paul H. Landis Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai pemenuhan hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai pemenuhan hak-hak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara berkembang seperti Indonesia secara berkelanjutan melakukan pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai pemenuhan hak-hak manusia yang tertuang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

Hasil Survey AKSES & PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI BAGI PEREMPUAN MISKIN

Hasil Survey AKSES & PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI BAGI PEREMPUAN MISKIN Hasil Survey AKSES & PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI BAGI PEREMPUAN MISKIN Hasil Studi WRI di 7 Kabupaten (Lampung Utara, Lebak, Indramayu, Solo, Jembrana, Lombok, dan Sumba Barat) 2007 1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan, pendidikan, bahan bakar dan juga subsidi kesehatan. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. pangan, pendidikan, bahan bakar dan juga subsidi kesehatan. Oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Program pengendalian penduduk merupakan salah satu strategi dalam mensukseskan pembangunan di Indonesia. Semakin besar jumlah penduduk, maka biaya pembangunan akan semakin

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

KATALOG BPS:

KATALOG BPS: KATALOG BPS: 1101002.190 STATISTIK DAERAH KECAMATAN GIRI 2013 Katalog BPS : 1101002.3510190 Ukuran Buku : 18,2 cm x 25,7 cm Jumlah Halaman : vi + 14 Halaman Pembuat Naskah : Koordinator Statistik Kecamatan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO

STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN KOTA MUKOMUKO 2014 Nomor ISSN : Nomor Publikasi : 1706.1416 Katalog BPS : 4102004.1706040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA 5.1 Kelembagaan PKH Pemilihan rumah tangga untuk menjadi peserta PKH dilakukan berdasarkan kriteria BPS. Ada 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin

Lebih terperinci

selama 12 jam. Pendapatan mereka rataratanya 1.5 juta rupiah sebulan. Saat ini, mata Nelayan 1.000.000 kerja masyarakat adalah nelayan selama 4 jam.

selama 12 jam. Pendapatan mereka rataratanya 1.5 juta rupiah sebulan. Saat ini, mata Nelayan 1.000.000 kerja masyarakat adalah nelayan selama 4 jam. Datar Luas Gambaran Umum Desa Datar Luas terletak di Kecamatan Krueng Sabee dengan luas 1600 Ha terdiri dari tiga dusun yaitu Dusun Makmur Jaya, Dusun Damai dan Dusun Subur. Desa yang dipimpin oleh Andalan

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI

BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, keadaan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. informal dan hampir 30% dari pekerja di sektor informal adalah nelayan, dan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. informal dan hampir 30% dari pekerja di sektor informal adalah nelayan, dan secara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar nomor 4 di dunia terdiri dari sekitar 17.000 pulau. Terdapat ± 8.090 desa pesisir tersebar di 300 kabupaten/kota pesisir.

Lebih terperinci

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH Bab 5 KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH 5.1 Hasil Kajian Daerah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1. Desa Karimunjawa 4.1.1. Kondisi Geografis Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) secara geografis terletak pada koordinat 5 0 40 39-5 0 55 00 LS dan 110 0 05 57-110

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Desa Karacak Desa Karacak merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Keadaan Fisik Desa penelitian ini merupakan salah satu desa di Kabupaten Banyumas. Luas wilayah desa ini sebesar 155,125 ha didominasi oleh hamparan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Pelayanan Kesehatan Berkualitas untuk Semua Pesan Pokok 1. Pelayanan kesehatan di Indonesia telah membaik walaupun beberapa hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diberikan oleh petugas kesehatan yang tidak lain tujuannya untuk memelihara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diberikan oleh petugas kesehatan yang tidak lain tujuannya untuk memelihara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memperoleh mutu pelayanan yang layak merupakan keinginan setiap individu. Hal ini menyangkut tentang kepuasaan individu dalam menerima pelayanan yang diberikan oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Statistik Daerah Kecamatan Waru 2015

Statistik Daerah Kecamatan Waru 2015 go.id :// pp uk ab.b ps. ht tp Statistik Daerah Kecamatan Waru 2015 i Statistik Daerah Kecamatan Waru 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN WARU No. Publikasi : 6409.550.1511 Katalog BPS : 1101002.6409020 Naskah

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

Statistik Daerah Kabupaten Bintan

Statistik Daerah Kabupaten Bintan Statistik Daerah Kabupaten Bintan 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN TAMBELAN 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN TAMBELAN 2014 ISSN : No. Publikasi: 21020.1423 Katalog BPS : 1101001.2102.070 Ukuran Buku : 17,6

Lebih terperinci

pelalawankab.bps.go.id

pelalawankab.bps.go.id ISBN : 979 484 615 5 No. Publikasi : 18 Katalog BPS : 1101002.1404020 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 12 + iii Naskah : Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Gambar Kulit : Seksi Integrasi

Lebih terperinci

Katalog:

Katalog: Katalog: 1101002.3510020 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BANGOREJO 2013 Katalog BPS : 1101002.3510020 Ukuran Buku : 18,2 cm x 25,7 cm Jumlah Halaman : vi + 16 Halaman Pembuat Naskah : Koordinator Statistik

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Profil Kelurahan Mulyaharja 4.1.1. Keadaan Umum Kelurahan Mulyaharja Kelurahan Mulyaharja terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran. 1. Kondisi Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran. 1. Kondisi Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran 50 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran 1. Kondisi Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran Dinamika pembangunan masyarakat Desa Negara Saka Kabupaten

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1101002.3510071 STATISTIK DAERAH KECAMATANTEGALSARI 2015 Katalog BPS : 1101002.3510071 Ukuran Buku : 18,2 cm x 25,7 cm Jumlah Halaman : vi + 16 Halaman Pembuat Naskah : Koordinator Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

KONDISI KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KOTA CIMAHI Tukino, LPPM STKS Bandung

KONDISI KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KOTA CIMAHI Tukino, LPPM STKS Bandung KONDISI KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KOTA CIMAHI Tukino, LPPM STKS Bandung Ringkasan Eksekutif Masalah kemiskinan akan sangat berkaitan dengan ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB VI RESPON MASYARAKAT LOKAL ATAS DAMPAK SOSIO-EKOLOGI HADIRNYA INDUSTRI PENGOLAHAN TAHU

BAB VI RESPON MASYARAKAT LOKAL ATAS DAMPAK SOSIO-EKOLOGI HADIRNYA INDUSTRI PENGOLAHAN TAHU 63 BAB VI RESPON MASYARAKAT LOKAL ATAS DAMPAK SOSIO-EKOLOGI HADIRNYA INDUSTRI PENGOLAHAN TAHU 6.1 Pendahuluan Dampak Sosio-Ekologi Kampung Cikaret memiliki dua buah sungai yang mengaliri kawasan RW 01

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkeadilan. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Berkeadilan. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Visi Kementerian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, No.16, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Pelayanan Kesehatan. Di Fasilitas Kawasan Terpencil. Sangat Terpencil. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengetaskan kemiskinan, tetapi hingga

BAB I PENDAHULUAN. upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengetaskan kemiskinan, tetapi hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia salah satu negara dengan jumlah penduduk yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI SERANG,

TENTANG BUPATI SERANG, BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) PADA

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 1102001.3510160 KECAMATAN SONGGON DALAM ANGKA TAHUN 2014 ISSN : 2407-036X No. Publikasi : 35106.1420 Katalog BPS : 1102001.3510160 Ukuran Buku : 15 cm x 21 cm Jumlah Halaman : x + 54 Halaman

Lebih terperinci

Kata kunci : sanitasi lingkungan, pemukiman nelayan, peran serta masyarakat

Kata kunci : sanitasi lingkungan, pemukiman nelayan, peran serta masyarakat ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan lingkungan di pemukiman nelayan Bandengan Kabupaten Kendal terkait dengan kondisi sanitasi yang tidak sesuai untuk kondisi standar layak suatu

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Kampar 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang Selatan, 100º 23' - 101º40' Bujur Timur.

Lebih terperinci

P R O F I L DESA DANUREJO

P R O F I L DESA DANUREJO P R O F I L DESA DANUREJO PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG KECAMATAN MERTOYUDAN DESA DANUREJO ALAMAT :DANUREJO MERTOYUDAN MAGELANG TELP (0293) 325590 Website : danurejomty.wordpress.com Email : desadanurejo@yahoo.co.id

Lebih terperinci