BAB I PENDAHULUAN. sebuah masalah baru yang serius yaitu ketimpangan pendapatan.

Transkripsi

1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi merupakan sebuah strategi yang sering dipakai dibeberapa negara dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Setiap daerah memiliki strategi yang berbeda-beda sehingga tidak semua daerah dapat secara bersamaan memiliki pertumbuhan ekonomi yang merata. Namun, hasil yang diperoleh dari strategi pertumbuhan ekonomi tersebut justru menimbulkan sebuah masalah baru yang serius yaitu ketimpangan pendapatan. Kuncoro (2004) menyatakan pembangunan dalam lingkup Negara secara spasial tidak selalu merata. Beberapa daerah dapat mencapai pertumbuhan yang signifikan, sementara beberapa daerah lainnya mengalami pertumbuhan yang lambat. Daerah-daerah yang tidak mengalami kemajuan yang sama disebabkan karena kurangnya sumber-sumber yang dimiliki dan adanya kecenderungan pemilik modal (investor) memilih daerah perkotaan atau daerah yang memiliki fasilitas, seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi dan tenaga yang terampil. Sementara itu, perbedaan potensi dan fasilitas serta kemudahan pada tiap daerah, akan membuat industri ataupun aktivitas ekonomi menjadi mengelompok. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah Kabupaten/Kota terbanyak, berjumlah 29 Kabupaten dan 8 Kota yang mengalami kesenjangan pada perekonomiannya. Untuk melihat pembangunan ekonomi yang telah dicapai oleh Provinsi Jawa Timur yaitu 1

2 2 dengan melihat dari pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan dalam perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). 7 6,44 6,64 6 6,08 5,86 5, Jawa Timur Sumber: BPS 2017, diolah Gambar 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur menunjukkan hasil yang bervariasi. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur selama 5 tahun mengalami tren yang menurun, peningkatan pertumbuhan ekonomi hanya terjadi pada tahun 2012 yakni sebesar 6,64 persen. Selanjutnya pada tahun , pertumbuhan ekonomi terus mengalami penurunan dikarenakan pelemahan nilai rupiah, serta masih bergantungnya beberapa sektor industri terhadap bahan baku impor. Penurunan pertumbuhan ekonomi tersebut jelas akan berdampak pada proses pembangunan yang dapat menimbulkan kesenjangan (gap) perekonomian di setiap wilayah. Untuk membuat pembagunan ekonomi lebih merata serta seimbang antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur, maka pemerintah membuat kebijakan untuk mengelompokkan suatu wilayah (aglomerasi) berdasarkan fungsi wilayah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah sesuai dengan Peraturan Daerah No. 4 tahun Namun, terjadi pembaharuan Perda No. 4

3 3 tahun 1996 karena telah terjadi perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah yang di rasa tidak sesuai. Oleh karena itu, Pemerintah membuat kebijaksanaan baru yang tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur, No. 02 tahun 2006, Pasal 9 huruf c (Perda Provinsi Jawa Timur tahun 2006). Di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang baru, ada 9 kelompok satuan wilayah yang dijadikan Satuan Wilayah Pembangunan (SWP). Salah satu wilayah yang di bahas pada penelitian ini adalah kawasan SWP Gerbangkertosusila Plus, yang terdiri dari Kabupaten Gresik, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten dan Kota Mojokerto, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Jombang, Kabupaten dan Kota Pasuruan. Gerbangkertosusila (GKS) dikenal sebagai salah satu kawasan strategis nasional di Indonesia (Lampiran Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Lampiran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, 2008). Menurut Wardani (2007) alasan pemilihan SWP Gerbangkertosusila Plus sebagai objek penelitian karena SWP Gerbangkertosusila Plus di pertahankan untuk berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah nasional yang mendukung pelayanan pengembangan wilayah di sekitarnya dan Indonesia Kawasan Timur. Indikator kemakmuran di SWP Gerbangkertosusila Plus Provinsi Jawa Timur adalah dengan melihat dari tinggi rendahnya tingkat kontribusi PDRB perkapita antar wilayah, karena indikator PDRB per kapita tesebut memiliki hubungan erat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.

4 4 Nilai PDRB perkapita di kawasan SWP Gerbangkertosusila Plus Provinsi Jawa Timur dari tahun 2011 sampai 2015 selalu mengalami kenaikan. Kota Surabaya merupakan penyumbang terbesar PDRB perkapita, dimana ratarata besar sumbangan pada tahun 2011 sampai 2015 mencapai 21,98 persen di ikuti oleh Kabupaten Gresik sebesar 12,70 persen, Kabupaten Sidoarjo sebesar 10,56 persen, Kabupaten Pasuruan sebesar 10,45 persen, Kabupaten Mojokerto sebesar 8,52 persen, Kabupaten Bojonegoro sebesar 7,10 persen, Kabupaten Tuban 6,40 persen, Kota Mojokerto 6,3 persen, Kota Pasuruan 4,88 persen, Kabupaten Bangkalan 3,9 persen, Kabupaten Jombang 3,65 persen dan yang terendah pada Kabupaten Lamongan sebesar 3,63 persen. Dapat diidentifikasi bahwa Kota Surabaya memiliki kontribusi PDRB perkapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan SWP Gerbangkertosusila Plus yang lain sehingga terdapat indikasi adanya ketimpangan pendapatan pada wilayah ini. Ketimpangan yang terjadi di kawasan SWP Gerbangkertosusila Plus Provinsi Jawa Timur tidak hanya dilihat pada sisi pertumbuhan ekonominya saja, tetapi terdapat ketimpangan fiskal dan ketimpangan Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini dapat dilihat dari Pendapatan Asli Daerah dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang berbeda-beda pada setiap wilayah di kawasan tersebut. Rata-rata daerah yang mempunyai PDRB tinggi akan mempunyai PAD dan IPM yang juga cukup tinggi begitu juga sebaliknya. Jika keadaan ini masih terus berlanjut, maka tingkat ketimpangannya akan semakin jauh dan pemerataan pembangunan tidak akan merata keseluruh wilayah satuan Gerbangkertosusila Plus Provinsi Jawa Timur.

5 5 Marliyanti dan Arka (2014) menyatakan peran pendapatan asli daerah (PAD) yaitu sebagai sumber pendapatan dan pembiayaan pemerintah daerah karena merupakan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah. Jadi, dengan semakin meningkatnya jumlah nilai PAD pada suatu daerah maka diharapkan dapat mengurangi ketimpangan wilayah yang semakin membesar. Menurut Putri dan Natha (2014) pada beberapa wilayah justru sebaliknya dimana peranan PAD dalam menekan ketimpangan dianggap belum mampu karena PAD lebih dialokasikan untuk belanja rutin seperti: belanja pegawai, belanja barang dan lain-lain yang bersifat rutin tiap satu tahun anggaran bukan untuk belanja pembangunan yang bersifat investasi sehingga bermanfaat dimasa yang akan datang. Faktor selanjutnya yang diduga mempengaruhi ketimpangan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM yang tidak merata antar daerah akan mengakibatkan ketimpangan yang cukup tinggi karena adanya kualitas manusia yang rendah, begitu juga sebaliknya. Fitriyah dan Rachmawati (2013) menyatakan pembangunan ekonomi dikatakan berhasil apabila suatu daerah/wilayah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara merata yang dilihat dan diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Jadi, tinggi rendahnya IPM di suatu daerah akan mempengaruhi tingkat produktivitas dari penduduk. Apabila produktivitas penduduk di suatu daerah rendah maka akan berakibat pada perolehan pendapatan yang ikut rendah sehingga menyebabkan banyak penduduk miskin di daerah tersebut.

6 6 Penelitian ini dimaksudkan untuk menghitung seberapa besar tingkat ketimpangan wilayah yang terjadi di kawasan SWP Gerbangkertosusila Plus Provinsi Jawa Timur, serta untuk mengetahui pengaruh PAD dan IPM terhadap ketimpangan pembangunan di kawasan SWP Gerbangkertosusila Plus Provinsi Jawa Timur. B. Perumusan Masalah Dari ulasan singkat mengenai latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat merumuskan suatu rumusan masalah, yaitu: 1. Seberapa besar tingkat ketimpangan wilayah di kawasan SWP Gerbangkertosusila Plus Provinsi Jawa Timur? 2. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mempengaruhi ketimpangan antar daerah di kawasan SWP Gerbangkertosusila Plus Provinsi Jawa Timur? C. Batasan Masalah Dalam penelitian ini agar pokok permasalahan yang diteliti tidak terlalu melebar maka perlu adanya batasan masalah. Batasan masalah yang dimaksud yaitu: 1. PDRB perkapita ADHK 2010 (ribu rupiah) 2. Jumlah penduduk (jiwa) 3. Pendapatan asli daerah atau PAD (ribu rupiah) 4. Indeks pembangunan manusia atau IPM (persen) 5. Tahun 2011 sampai 2015.

7 7 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui tingkat ketimpangan wilayah di kawasan SWP Gerbangkertosusila Plus Provisi Jawa Timur. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis variabel PAD dan IPM terhadap ketimpangan wilayah di kawasan SWP Gerbangkertosusila Plus Provinsi Jawa Timur. Sedangkan manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu: 1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam mengambil keputusan dari berbagai kebijakan terhadap adanya masalah ketimpangan ekonomi di kawasan SWP Gerbangkertosusila Plus Provinsi Jawa Timur. 2. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi akademik dan dapat memberikan informasi tambahan untuk melakukan penelitian selanjutnya.