GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS
|
|
- Suryadi Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari daratan 1.8 juta km 2 dan lautan 7.9 juta km 2. Potensi sumber daya alam Indonesia cukup besar, salah satunya yaitu minyak dan gas bumi. Sumber daya minyak dan gas bumi tersebar dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sampai ke Provinsi Papua. Beberapa wilayah yang memiliki cadangan minyak dan gas bumi, memiliki APBD yang sangat besar seperti sejumlah kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur dan Riau. Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan perkapita Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang, kemampuan suatu wilayah untuk menyediakan semakin banyak jenis barang dan jasa bagi penduduknya. Kemampuan tersebut tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang terdapat di wilayah tersebut, yang berarti secara kasar dapat menunjukkan kemakmuran daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi juga dapat berarti kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi di kabupaten penghasil migas dalam kurun waktu (Tabel 1), secara umum menunjukkan tren yang meningkat. Namun beberapa kabupaten sempat mengalami kemunduran pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan minus) seperti yang terjadi di Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir, Indramayu, Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Nunukan, dan Kota Bontang. Bahkan Kota Bontang sepanjang tahun mengalami pertumbuhan ekonomi dibawah nol persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi di Kabupaten Kutai Timur. Sepanjang tahun , kabupaten tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi lebih dari 2 digit, bahkan pada tahun 2004 pertumbuhannya mencapai persen. Tumbuhnya perekonomian di Kabupaten Kutai Timur didorong oleh sektor pertambangan dengan migas yang kontribusinya mencapai 86 persen
2 38 terhadap struktur perekonomian daerah. Ekonomi kabupaten penghasil migas dalam kurun waktu tumbuh antara 3.4 hingga 5.5 persen pertahunnya. Tabel 1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Penghasil Migas tahun Kabupaten Pertumbuhan Ekonomi (%) Kutai Timur Bengkalis Kutai Kartanegara Rokan Hilir Musi Banyuasin Kampar Indramayu Tanjung Jabung Timur Nunukan Musi Rawas OKU Lahat Bulungan Sarolangun Subang Tanjung Jabung Barat Tuban Indragiri Hulu Batanghari Jambi Bojonegoro Karawang Bontang Majalengka Tarakan Mojokerto Bangkalan Sidoarjo Bekasi Tebo Lamongan Samarinda Rata-rata Pertumbuhan Sumber : Badan Pusat Statistik (2008) Pendapatan perkapita kabupaten penghasil migas dalam kurun waktu menunjukkan pola yang terus meningkat. Sejumlah kabupaten seperti
3 39 Kabupaten Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Bengkalis dan Kota Bontang memiliki pendapatan perkapita diatas rata-rata dengan jumlah pendapatan diatas Rp 50 juta perkapita/tahun. Bahkan Kota Bontang tercatat sebagai kota dengan pendapatan perkapita tinggi dengan jumlah pendapatan sebesar Rp 407 juta pada tahun 2007 (Tabel 2). Tabel 2 Pendapatan perkapita Kabupaten/Kota Penghasil Migas tahun Kabupaten Pendapatan perkapita (ribu Rupiah) Kutai Timur Bengkalis Kutai Kartanegara Rokan Hilir Musi Banyuasin Kampar Indramayu Tanjung Jb Timur Nunukan Musi Rawas OKU Lahat Bulungan Sarolangun Subang Tanjung Jb Barat Tuban Indragiri Hulu Batanghari Jambi Bojonegoro Karawang Bontang Majalengka Tarakan Mojokerto Bangkalan Sidoarjo Bekasi Tebo Lamongan Samarinda Rata-rata Sumber : Badan Pusat Statistik (2008)
4 40 Kabupaten-kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Timur dan Riau serta sebagian Sumatera Selatan relatif memiliki tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi dibanding kabupaten lainnya di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jambi. Pendapatan perkapita yang relatif tinggi di ketiga provinsi tersebut disebabkan besarnya potensi sumber daya migas dan hasil pertambangan lainnya seperti batubara. Khusus Kota Bontang, besarnya pendapatan perkapita di kota ini disumbangkan dari sektor industri pengolahan hasil minyak dan gas bumi. Produk Domestik Regional Bruto Struktur perekonomian kabupaten penghasil migas dilihat dari distribusi PDRB dengan migas menunjukkan kondisi yang berbeda-beda antar kabupaten. Dari Tabel 3 terlihat bahwa pembentukan PDRB kabupaten penghasil migas, tidak selalu didominasi oleh sektor migas. Bahkan kontribusi migas terhadap PDRB di sejumlah kabupaten penghasil migas relatif kecil. Seperti yang terjadi di Kabupaten Lamongan dimana peran sektor pertambangan dengan migas menyumbang kurang dari 1 persen. Seperti kondisi di Kabupaten Lamongan, sektor pertambangan dengan migas di Kota Bontang hanya memberi sumbangan dalam PDRB sebesar 0.20 persen. Kondisi yang berbeda dengan Kabupaten Lamongan terjadi pada Kota Bontang. Struktur perekonomian di kota ini lebih didominasi oleh peran sektor industri pengolahan hasil minyak dan gas bumi yang mampu menyumbang persen dari total PDRB daerah tersebut. Sejak lama Kota Bontang merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang terkenal sebagai daerah industri pengolahan migas. Terdapat beberapa perusahaan besar yang mengolah hasil migas di kota ini seperti Badak NGL, Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) dan Indominco Mandiri. Pada beberapa kabupaten seperti Kabupaten Bengkalis, Kampar, Rokan Hulu, Musi Banyuasin, Kutai Kartanegara dan Kutai Timur terlihat bahwa peran sektor pertambangan dengan migas dalam PDRB di kabupaten tersebut sangat dominan yang mencapai lebih 50 persen. Bahkan di Kabupaten Kutai Timur sebesar persen PDRB kabupaten ini disumbangkan dari sektor pertambangan dengan migas sangat berbeda dengan Kabupaten Lamongan.
5 41 Tabel 3 Struktur Produk Domestik Regional Bruto Menurut Sektor di Kabupaten/Kota Penghasil Migas tahun 2007 (%) Kabupaten Sektor*) Kutai Timur Bengkalis Kutai Kartanegara Rokan Hilir Musi Banyuasin Kampar Indramayu Tanjung Jb Timur Nunukan Musi Rawas OKU Lahat Bulungan Sarolangun Subang Tanjung Jb Barat Tuban Indragiri Hulu Batanghari Jambi Bojonegoro Karawang Samarinda Majalengka Tarakan Mojokerto Bangkalan Sidoarjo Bekasi Tebo Lamongan Bontang Sumber : Badan Pusat Statistik (2008) Ket : 1. Pertanian, 2. Pertambangan 3. Industri, 4. Listrik, Gas dan air, 5. Bangunan, 6. Perdagangan, 7. Angkutan dan Telekomunikasi 8. Keuangan, 9. Jasa-Jasa Jika melihat lebih mendalam akan tampak bahwa masing-masing kabupaten penghasil migas memiliki struktur perekonomian yang berbeda-beda. Sebagai contoh di Kabupaten Bekasi, struktur perekonomian di daerah ini lebih didominasi oleh sektor industri pengolahan sebesar persen disumbangkan sektor ini dalam PDRB. Sementara sektor lain termasuk pertambangan dengan migas hanya mampu berperan masing-masing kurang dari 3 persen kecuali sektor perdagangan (9.08 persen).
6 42 Dilain pihak di sejumlah daerah penghasil migas, sektor pertanian justru lebih dominan dibanding sektor lain termasuk sektor pertambangan dengan migas seperti yang terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu, Rokan Hulu, Tebo dan Lamongan. Pada keempat kabupaten tersebut sektor pertanian menguasai lebih dari 40 persen porsi dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto. Secara umum dari Tabel 3 terlihat bahwa daerah penghasil migas di Indonesia dapat dibagi 2 kelompok berdasarkan besaran porsi sektor pertambangan dengan migas dalam pembentukan PDRB. Sejumlah kabupaten yang memiliki peran sektor pertambangan dengan migas sebesar lebih dari 25 persen antara lain Kabupaten Bengkalis, Kampar, Rokan Hilir, Tanjung Jabung Timur, Lahat, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Ogan Komering Ulu, Indramayu, Kutai Kertanegara, dan Kutai Timur. Sementara kabupaten lain memiliki peran sektor pertambangan dengan migas kurang dari 25 persen. Kondisi yang berbeda-beda antar kabupaten penghasil migas tentunya juga akan berdampak pada kemampuan daerah dalam membangun wilayahnya masingmasing. Struktur ekonomi yang berbeda antar kabupaten yang mengandalkan sektor pertambangan ataupun sektor lain seperti industri dan pertanian sebagai sektor unggulan penggerak perekonomian akan memberi dampak yang berbeda pula dalam percepatan pertumbuhan ekonomi di daerah masing-masing. Daerah seperti Indragiri Hulu, Rokan Hulu, Sarolangun, Tebo, Lahat dan Lamongan walaupun dikenal sebagai daerah kabupaten migas namun struktur perekonomiannya tetap mengandalkan sektor pertanian sebagai sektor yang menjadi andalan pergerak perekonomian daerah. Potensi Sumber Daya Migas Besarnya potensi sumber daya migas di kabupaten/kota penghasil migas tercermin dari besarnya dana bagi hasil migas yang diperoleh masing-masing kabupaten/kota penghasil migas. Sejumlah kabupaten/kota di Provinsi Riau dan Kalimantan Timur memiliki potensi sumber daya migas yang relatif lebih besar dibanding daerah lainnya. Perbedaan besarnya potensi ini tidak hanya tampak dari besarnya Dana Bagi Hasil yang diterima masing-masing kabupaten/kota penghasil migas secara absolut namun lebih tampak nyata perbedaannya jika dilihat dari
7 43 besarnya dana bagi hasil migas per kapita ataupun besarnya persentase DBH migas terhadap total penerimaan daerah (Tabel 4). Dari Rp 22.1 trilyun dana bagi hasil migas yang diterima oleh seluruh provinsi dan kabupaten/kota pada tahun 2007, Provinsi Kalimantan Timur, Riau dan Sumatera Selatan merupakan tiga Provinsi penerima DBH Migas terbesar di seluruh Indonesia. Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan kabupaten yang menerima dana bagi hasil migas terbesar pada tahun 2007 dengan lebih dari Rp 2.6 Trilyun. Kabupaten lain yang menerima DBH migas lebih dari Rp 1 trilyun adalah Kabupaten Bengkalis dan Rokan Hulu masing-masing sebesar Rp 1.6 Trilyun dan Rp 1.1 Trilyun. Secara umum dari 32 kabupaten penghasil migas rata-rata tiap kabupaten menerima dana bagi hasil migas kurang dari Rp 100 milyar. Kabupaten-kabupaten yang menerima DBH migas diatas Rp 100 milyar umumnya berada di Provinsi Kalimantan Timur dan Riau serta dua kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Musi Banyuasin sedangan kabupaten penghasil migas yang berada di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur umumnya hanya menerima DBH Migas antara Rp 2 sampai 20 milyar. Walaupun secara absolut kabupaten/kota yang berada di Provinsi Kalimantan Timur memperoleh dana bagi hasil migas rata-rata diatas Rp 100 milyar namun jika dibagi dengan jumlah penduduk masing-masing wilayah akan tampak perbedaan yang lebih nyata. Secara absolut Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur memperoleh DBH migas yang relatif lebih besar dibanding dengan Kabupaten Bangkalan, namun jika dibandingkan dengan DBH migas perkapita maka Kabupaten Bangkalan justru menerima DBH migas yang relatif lebih besar dibanding dua kabupaten tersebut. Kabupaten penghasil migas di Indonesia secara umum menerima DBH migas perkapita antara Rp 90 ribu sampai dengan Rp 24 juta. Kabupatenkabupaten yang berada di Provinsi Riau rata-rata menerima DBH migas perkapita diatas Rp 10 juta, sementara kabupaten lain seperti yang berada di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan (kecuali Kabupaten Musi Banyuasin) menerima kurang dari Rp 10 juta. Kecilnya DBH migas yang diterima kabupaten penghasil migas di
8 44 Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur juga tercermin dari kecilnya DBH migas perkapita di kedua Provinsi tersebut. Rata-rata penerimaan DBH migas perkapita dikedua provinsi tersebut berkisar antara Rp 90 ribu sampai dengan Rp 8 juta. Tabel 4 DBH Migas, DBH perkapita dan persentase DBH Migas terhadap Total penerimaan Daerah Kabupaten/Kota Penghasil Migas tahun 2007 Kabupaten Dana Bagi Hasil Migas (juta Rupiah) DBH Migas perkapita (juta Rupiah) Persentase DBH Migas terhadap total penerimaan daerah (%) Kutai Timur Bengkalis Kutai Kartanegara Rokan Hilir Musi Banyuasin Kampar Indramayu Tanjung Jabung Timur Nunukan Musi Rawas OKU Lahat Bulungan Sarolangun Subang Tanjung Jabung Barat Tuban Indragiri Hulu Batanghari Jambi Bojonegoro Karawang Samarinda Majalengka Tarakan Mojokerto Bangkalan Sidoarjo Bekasi Tebo Lamongan Bontang Sumber : Badan Pusat Statistik (2008) dan Ditjen Perimbangan Keuangan DepKeu (2008)
9 45 Besar-kecilnya DBH migas tiap kabupaten tentunya berdampak pada kemampuan keuangan daerah penghasil migas. Kemampuan DBH migas dalam memberikan sumbangan bagi penerimaan daerah sangatlah beragam diantara 32 kabupaten penghasil migas. Perbedaan persentase DBH migas di masing-masing kabupaten mencerminkan adanya perbedaan struktur ekonomi tiap kabupaten. Dari Tabel 4 terlihat bahwa daerah-daerah yang kaya hasil migas sangat menggantungkan penerimaan daerahnya dari hasil DBH migas. Hal ini nampak dari besarnya persentase DBH migas terhadap total penerimaan daerah. Kabupaten-kabupaten seperti Bengkalis, Rokan Hilir dan Kutai Kartanegara adalah contoh kabupaten yang penerimaan daerahnya sangat tergantung pada penerimaan DBH migas. Pada ketiga kabupaten ini lebih dari separuh (50 persen) penerimaan daerah disumbangkan oleh penerimaan dana bagi hasil migas. Bahkan di Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar lebih dari 70 persen total penerimaan daerah berasal dari dana bagi hasil migas. Dalam jangka panjang hal ini tentunya kurang baik mengingat sumber daya migas merupakan salah satu sumber daya yang tidak dapat terbarukan sehingga perlu dicarikan terobosan baru bagi sumber penerimaan daerah yang lainnya 4.4 Kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia dan Kondisi Wilayah Keberhasilan pembangunan suatu wilayah tidak hanya diukur dari tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita namun juga dilihat dari pencapaian indeks pembangunan manusia serta pengurangan persentase penduduk miskin. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menjadi tidak bermakna jika diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk miskin dan rendahnya indeks pembangunan manusia. Kondisi wilayah yang relatif tertinggal juga turut mempengaruhi keberhasilan daerah dalam mencapai kemajuan pembangunan di wilayah tersebut. Pola penurunan persentase penduduk miskin cenderung terjadi di hampir seluruh kabupaten/kota selama kurun waktu Walaupun dibeberapa wilayah masih terjadi peningkatan persentase penduduk kemiskinan seperti yang terjadi di Kabupaten Lamongan dan Indramayu.
10 46 Tabel 5 Penduduk Miskin, Indeks Pembangunan Manusia dan Kondisi Wilayah Kabupaten/Kota Penghasil Migas tahun Kabupaten Persentase Penduduk Miskin (%) IPM Kondisi Wilayah Kutai Timur Bengkalis Kutai Kartanegara Rokan Hilir Musi Banyuasin Kampar Indramayu Tanjung Jb Timur Daerah tertinggal Nunukan Daerah tertinggal Musi Rawas Daerah tertinggal OKU Lahat Bulungan Sarolangun Daerah tertinggal Subang Tanjung Jb Barat Tuban Indragiri Hulu Batanghari Jambi Bojonegoro Karawang Bontang Majalengka Tarakan Mojokerto Bangkalan Daerah tertinggal Sidoarjo Bekasi Tebo Lamongan Samarinda Indonesia Sumber : Badan Pusat Statistik (2008) dan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (2005) Pada tahun 2007 hampir setengah (15 kabupaten) dari 32 kabupaten penghasil migas memiliki persentase penduduk miskin yang lebih besar dari persentase penduduk miskin secara nasional. Bahkan di Kabupaten Musi Banyuasin, Musi Rawas dan Bangkalan mempunyai persentase jumlah penduduk miskin lebih dari 30 persen atau dengan kata lain 1/3 penduduk di ketiga
11 47 kabupaten tersebut tergolong sebagai orang miskin. Khusus di Kabupaten Musi Banyuasin yang memiliki tingkat kemiskinan sebesar persen, kondisi ini agak kontras dengan besarnya dana bagi hasil yang diterima kabupaten yang mencapai Rp 742 milyar atau sebesar Rp 17 juta perkapita (Tabel 5). Pencapaian indeks pembangunan manusia (IPM) di sebagian besar daerah penghasil migas tidak terlalu menggembirakan. Kondisi ini mirip dengan pencapaian penduduk miskin di masing-masing kabupaten. Secara umum pencapaian IPM di kabupaten penghasil migas masih berada dibawah pencapaian IPM nasional. Beberapa daerah yang memiliki IPM yang relatif lebih baik dari pencapaian IPM nasional adalah daerah yang berstatus wilayah kotamadya seperti Jambi, Samarinda, Tarakan dan Bontang. Kondisi seluruh kabupaten penghasil migas di Provinsi Sumatera Selatan memiliki persentase penduduk miskin yang relatif tinggi dan pencapaian IPM yang rendah. Walaupun dalam periode tahun telah terjadi penurunan persentase kemiskinan namun secara umum tingkat kemiskinan di provinsi ini masih relatif tinggi. Kondisi ini tentunya agak kontras dengan besarnya potensi sumber daya migas yang dimiliki oleh sejumlah kabupaten di provinsi ini. Dari 32 kabupaten/kota penghasil migas yang menjadi kabupaten penelitian ini terdapat 5 kabupaten penghasil migas yang termasuk sebagai kabupaten tertinggal hasil penetapan kabupaten tertinggal dari Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal. Kelima kabupaten yang masuk sebagai kabupaten tertinggal versi Kementerian PDT adalah Kabupaten Sarolangun, Tanjung Jabung Timur, Musi Rawas, Bangkalan dan Nunukan. Penetapan kabupaten tertinggal oleh Kementerian PDT tidak semata-mata didasarkan pada letak geografis wilayah tersebut yang terpencil namun juga dilihat dari perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, kondisi infrastruktur dan kemampuan keuangan lokal (celah fiskal) yang ada di wilayah tersebut. Jika diperhatikan kondisi kabupaten yang masuk sebagai daerah tertinggal memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi dan pencapaian indeks pembangunan manusia yang relatif masih rendah.
I. PENDAHULUAN. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan alam yang sangat berlimpah. Kekayaan yang terkandung di bumi Indonesia meliputi kekayaan laut berupa hasil ikan dan biota
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Disparitas Pendapatan Analisis disparitas pendapatan dalam penelitian ini dipergunakan untuk melihat ketimpangan pendapatan kabupaten penghasil migas yang dijelaskan oleh
Lebih terperinciMENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR:8003 K/80/MEM/2016 TENTANG PENETAPAN DAERAH PENGHASIL DAN DASAR PENGHITUNGAN
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau
Lebih terperinciBAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT
BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota oda perekonomian yang bergulir di Jawa Barat, selama tahun 2007 merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan Jabar.
Lebih terperinciBAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT
BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota eranan ekonomi wilayah kabupaten/kota terhadap perekonomian Jawa Barat setiap tahunnya dapat tergambarkan dari salah
Lebih terperinci2011, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 (Lembaran Negara Republik Indone
No.10, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. SDA. Minyak dan Gas Bumi.2008 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI KURANG
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAY A MINERAL NOMOR: 3952 K/80/MEM/2013 TENTANG
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAY A MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAY A MINERAL NOMOR: 3952 K/80/MEM/2013 TENTANG PENETAPAN DAERAH PENGHASIL DAN DASAR PENGHITUNGAN BAG IAN
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM KOTA BONTANG. 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Bontang. Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Bontang
51 IV. GAMBARAN UMUM KOTA BONTANG 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Bontang Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Bontang 52 Kota Bontang terletak antara 117 23 BT - 117 38 BT dan 0 01 LU - 0 12 LU atau berada pada
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -
IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13
Lebih terperinciPRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka
Lebih terperinciAnalisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /
BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau
Lebih terperinciRINCIANALOKASI KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM TAHUN ANGGARAN 2007, TAHUN ANGGARAN 2008, DAN TAHUN ANGGARAN 2009 YANG DIALOKASIKAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
Lebih terperinciKalimantan Timur. Lembuswana
Laporan Provinsi 433 Kalimantan Timur Lembuswana Lembuswana adalah hewan dalam mitologi rakyat Kutai yang hidup sejak zaman Kerajaan Kutai. Lembuswana menjadi lambang Kerajaan Kutai hingga Kesultanan Kutai
Lebih terperinciPENETAPAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM MINYAK BUMI DAN GAS BUMI TAHUN ANGGARAN 2007
PENETAPAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM MINYAK BUMI DAN GAS BUMI TAHUN ANGGARAN 2007 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 275/KMK
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 275/KMK.06/4 TANGGAL 31 MEI 4 TENTANG PENETAPAN PERKIRAAN JUMLAH DANA BAGIAN DAERAH DARI SUMBER DAYA ALAM MINYAK BUMI DAN GAS ALAM TAHUN ANGGARAN 4
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 414/K/81/MEM/2002 TENTANG PENETAPAN DAERAH PENGHASIL DAN DASAR PERHITUNGAN BAGIAN
KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 414/K/81/MEM/22 TENTANG PENETAPAN DAERAH PENGHASIL DAN DASAR PERHITUNGAN BAGIAN DAERAH PENGHASIL MINYAK BUMI DAN GAS ALAM SERTA PERTAMBANGAN UMUM
Lebih terperinciSALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 275 / KMK.06 / 2004 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 275 / KMK.06 / 2004 TENTANG PENETAPAN PERKIRAAN JUMLAH DANA BAGIAN DAERAH DARI SUMBER DAYA ALAM MINYAK BUMI
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak
IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara sederhana pembangunan dapat dimaknai sebagai usaha atau proses untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam pelaksanaannya, pembangunan memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur
57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi
BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.32/MEN/2010 TENTANG PENETAPAN KAWASAN MINAPOLITAN
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.32/MEN/2010 TENTANG PENETAPAN KAWASAN MINAPOLITAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mendukung
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan
BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara
Lebih terperinciBAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006
BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa
Lebih terperinciPROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011
No. 44/10/31/Th. XIV, 1 Oktober 2012 PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011 Laju pertumbuhan ekonomi yang diukur dari PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan total PDRB Kabupaten/Kota
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi
Lebih terperinciPertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang
BAB III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BERAU 3.1. Tinjauan Umum Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu. yang meliputi wilayah Rengat dan Tembilahan di sebelah Hilir.
37 BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu 1. Wilayah Pembentukan Kabupaten Indragiri Hulu pada awainya ditetapkan dengan UU No. 12 Tahun 1956 tentang pembentukan
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU
IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara
Lebih terperinciC. REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN)
C. REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) DAFTAR ISI No. 01. Propinsi Nangroe Aceh Darussalam 10 / 136 23 1. Kabupaten Aceh Selatan 14 24 2. Kabupaten Aceh Sungkil
Lebih terperinci2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah
2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang
Lebih terperinciB. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota Wilayah Indonesia Barat
LAMPIRAN UNDANGAN (PEMERINTAH DAERAH) A. Sekretaris Daerah Provinsi Wilayah Barat 1. Sekretaris Daerah Provinsi Aceh 2. Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara 3. Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera
Lebih terperinciBAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;
BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang
Lebih terperinciIV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian
Lebih terperinci2011, No.11 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran
No.11, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. SDA. Pertambangan Umum. 2007 2009. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI
Lebih terperinciBAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah
5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berimplikasi kepada provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah di era otonomi menghadapi berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal, seperti masalah kesenjangan dan iklim globalisasi. Yang disebut
Lebih terperinciTabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)
3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas
Lebih terperincidenganikeuangan SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11 / PMK.02 / 2006 TENTANG
denganikeuangan REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11 / PMK.02 / 2006 TENTANG PENETAPAN PERKIRAAN JUMLAH DANA DARI SUMBER DAYA ALAM DAN TAHUN ANGGARAN 2006 MENTERI KEUANGAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007
BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan
Lebih terperinciKABUPATEN - KOTA YANG MENGIRIM BUKU SLHD 2011 SESUAI JADWAL PENGIRIMAN 6 APRIL REGIONAL PROVINSI KABUPATEN/KOTA JUMLAH Bali Nusa Tenggara
KABUPATEN - KOTA YANG MENGIRIM BUKU SLHD 2011 SESUAI JADWAL PENGIRIMAN 6 APRIL 2012 REGIONAL PROVINSI KABUPATEN/KOTA JUMLAH Bali Nusa Tenggara 2 Bali Kabupaten Badung 1 Kabupaten Bangli 1 Kabupaten Buleleng
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013
BPS PROVINSI LAMPUNG No.06/02/18/Th.XIV, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,97 PERSEN SELAMA TAHUN 2013 Sebagai dasar perencanaan pembangunan ekonomi
Lebih terperinciVisi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT
Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 1 PETA KABUPATEN/KOTA KALIMANTAN TIMUR Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 2 BAB 1. PENDAHULUAN Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan propinsi terluas
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013
BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang
IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH
29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013
BPS KABUPATEN ASAHAN No. 01/05/1208/Th. XVII, 26 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Asahan Tahun 2013 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas
Lebih terperinciBAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012
BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten
Lebih terperinciNomor Propinsi/Kabupaten/Kota Jumlah T-15 T-17 T-19 Jumlah biaya
Nomor Propinsi/Kabupaten/Kota Jumlah T-15 T-17 T-19 Jumlah biaya 1 2 3 4 5 6 7 8 1 Nanggroe Aceh Drslm 30 17 11 2 Rp 4,971,210,858.00 1 Kab. Pidie 3 3 - - Rp 504,893,559.00 2 Kab. Aceh Utara 6 5 1 - Rp
Lebih terperinciBAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH
Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR AGUSTUS 2012
BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No 41/11/64/Th. XV, 5 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN TIMUR AGUSTUS 2012 Jumlah angkatan kerja di Kalimantan Timur pada Agustus 2012 tercatat sebanyak 1.777.381
Lebih terperinciLampiran 1 Nomor : 7570 /D.3.2/07/2017 Tanggal : 26 Juli Daftar Undangan
Lampiran 1 Nomor : 7570 /D.3.2/07/2017 Tanggal : 26 Juli 2017 Daftar Undangan 1. Kepala Badan Pengembangan SDM Kabupaten Aceh Barat 2. Kepala Badan Pengembangan SDM Kabupaten Aceh Barat Daya 3. Kepala
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG
IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG 4.1. Indikator Kependudukan Kependudukan merupakan suatu permasalahan yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan yang mencakup antara lain mengenai distribusi,
Lebih terperinciBAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013
BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Secara astronomis, Indonesia terletak antara 6 08 Lintang Utara dan 11 15 Lintang Selatan dan antara 94 45 141 05 Bujur Timur dan dilalui oleh garis ekuator atau
Lebih terperinciPRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009
No. 09/02/15/Th. IV, 10 Februari 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jambi pada tahun meningkat sebesar 6,4 persen dibanding tahun 2008. Peningkatan
Lebih terperinciKAWASAN PERKEBUNAN. di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014
KAWASAN PERKEBUNAN di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014 FOKUS KOMODITI 1. Tebu 2. Karet 3. Kakao 4. Kopi (Arabika dan Robusta) 5. Lada 6. Pala 7. Sagu KAWASAN TEBU
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008
BADAN PUSAT STATISTIK No.43/08/Th. XI, 14 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II- Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II-
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam melaksanakan pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dimana prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2015
-9,000-8,000 4,85481 4,52823 3,92159 6,47735 6,82849 7,15099 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XIX, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH TAHUN DENGAN MIGAS TURUN 0,72 PERSEN,
Lebih terperinciPENGARUH ALOKASI DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN EKONOMI REGIONAL DI PROVINSI JAMBI
PENGARUH ALOKASI DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN EKONOMI REGIONAL DI PROVINSI JAMBI T E S I S Oleh : MASRIDA ZASRIATI,SE BP : 09212 06 023 PROGRAM STUDI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PROGRAM PASCA SARJANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAMBI 2014
OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Lebih terperinciSumatera Selatan. Jembatan Ampera
Laporan Provinsi 169 Sumatera Selatan Jembatan Ampera Jembatan Ampera adalah sebuah jembatan di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang kota,
Lebih terperinciRINCIAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA PROVINSI/KABUPATEN/KOTA DALAM APBN T.A. 2018
RINCIAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DESA PROVINSI/KABUPATEN/KOTA DALAM APBN T.A. BAGI HASIL DAK N FISIK TOTAL ALOKASI UMUM TA PROFESI DESA TA I Provinsi Aceh 126.402.087 76.537.898 19.292.417 396.906.382
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011
BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 No. 01/06/1221/Th. IV, 30 Juli 2012 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2011 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan terlebih dahulu memerlukan berbagai usaha yang konsisten dan terus menerus dari seluruh stakeholders
Lebih terperinciPETA INFORMASI DAN ANALISIS LIFTING DBH MIGAS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
PETA INFORMASI DAN ANALISIS LIFTING DBH MIGAS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR I. Lifting Minyak Bumi A. Sebagai Provinsi Penghasil 2, 18, 17,377. 16, 14, 15,699.1 13,523.8 15,39.39 14,641.61 12, 1, 8, 7,428.24
Lebih terperinciBAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL
BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur
Lebih terperinciA. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk
Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No.21/05/12/Th.VII, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN I-2012 Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan I-2012 secara triwulanan (q-to-q) mencapai
Lebih terperinciNama Penyedia Alamat Penyedia Lokasi Pabrik (Provinsi) Merk : PT. LAMBANG JAYA : JL. RAYA HAJIMENA KM 14 NO. 165 NATAR - LAMPUNG SELATAN - LAMPUNG
Nama Penyedia Alamat Penyedia Lokasi Pabrik (Provinsi) Merk : PT. LAMBANG JAYA : JL. RAYA HAJIMENA KM 14 NO. 165 NATAR - LAMPUNG SELATAN - LAMPUNG : INDO JARWO TRANSPLANTER - LJ-RTP2040 Periode : Januari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menetukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKONOMI RIAU
No. 24/05/14/Th.XV, 5 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan I tahun 2014, yang diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, mengalami
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam
V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator dari kemajuan pembangunan, indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk memperbesar outputnya
Lebih terperinciKeadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Provinsi Sumatera Selatan
Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Provinsi Sumatera Selatan No. 63/11/16Th. XIX, 6 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA SELATAN Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Provinsi Sumatera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah
35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012
BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan
Lebih terperinciBAB IV. DINAMIKA KABUPATEN/KOTA PESISIR DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PEMP
BAB IV. DINAMIKA KABUPATEN/KOTA PESISIR DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PEMP Analisis deskriptif dan kuadran dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan gambaran mengenai
Lebih terperinci