BAB IV ANALISIS FUNGSI LEGISLASI DPR DAN DPD DALAM PERSPEKTIF MAṢLAḤAH MURSALAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS FUNGSI LEGISLASI DPR DAN DPD DALAM PERSPEKTIF MAṢLAḤAH MURSALAH"

Transkripsi

1 121 BAB IV ANALISIS FUNGSI LEGISLASI DPR DAN DPD DALAM PERSPEKTIF MAṢLAḤAH MURSALAH A. Fungsi Legislasi DPR Dalam Perspektif Maṣlaḥah Mursalah Dalam fikih siyasah (sistem ketatanegaraan Islam) terdapat asas-asas pemerintahan yang baik yang harus diwujudkan, asas-asas tersebut digali dari sumber utama fikih siyasah yakni al-qur an dan Hadis. Sebagai contohnya, asasasas tersebut antara lain adalah asas amanah, asas tanggung jawab (al- Mas ūliyyah), asas maslahat (al-maṣlaḥah), dan asas pengawasan (al-muḥāsabah). 1 Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah memberikan makna mengenai tugas yang harus diemban oleh pemerintah dalam negara, di antaranya adalah: 2 1. Menciptakan kemaslahatan bersama; 2. Mewujudkan amanah sebaik-baiknya; dan 3. Menciptakan keadilan semaksimal mungkin. Al-Mawardi juga memberikan paparan mengenai tujuan kepemimpinan atau pemerintahan dalam suatu negara sebagai berikut: 3 1. Terselenggaranya ajaran agama; 2. Terwujudnya kemaslahatan umat; dan 3. Agar kehidupan masyarakat menjadi aman sejahtera. Jika diamati mengenai tujuan adanya sebuah pemerintahan dalam suatu negara menurut ketiga pemikir di atas, dapat ditemukan satu persamaan yaitu 1 Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Dalam Perspektif Fikih Siyasah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), Jeje Abdul Rojak, Politik Kenegaraan, (Jakarta: Bina Ilmu, 1999), Imam al-mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam (Terjemah Bahasa Indonesia dari al-ahkam al-sulthaniyyah), (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 14.

2 122 kemaslahatan. Terjaminnya kemaslahatan rakyat merupakan konsesi yang diminta Mawardi dari penguasa atau pemerintah. Prinsip kemaslahatan berawal dari kaidah hukum Islam yang menginginkan pengambilan manfaat dan menghindari kerusakan (maṣlaḥah mursalah). 4 Hal ini juga sejalan dengan amanat dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengharuskan pejabat pemerintah untuk menerapkan asas kemanfaatan atau kemaslahatan dalam mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sistem ketatanegaraan Islam masa klasik, sirkulasi kekuasaan ditentukan dengan prinsip shura (musyawarah). Prinsip ini juga tercantum dalam piagam Madinah. Shura adalah prinsip yang menegaskan bahwa sirkulasi kekuasaan dapat dibicarakan. Mengenai cara bermusyawarah, lembaga permusyawaratan yang perlu dibentuk, cara pengambilan keputusan, cara pelaksanaan putusan musyawarah, dan aspek-aspek tata laksana lainnya diserahkan kepada kelompok manusia bersangkutan untuk mengaturnya. Jadi sebagai prinsip, musyawarah adalah syariat. 5 Islam telah mewajibkan musyawarah dan menjadikannya sebagai satu dasar dari dasar-dasar hukum dan politik, namun Islam tidak membuat satu sistem khusus dan tidak merincikan hukum-hukumnya. Tujuan dari hal itu agar rakyat ikut andil dalam musyawarah, dan rincian andil atau partisipasinya diserahkan kepada mereka, dan perkara perinciannya pun berbeda-beda sesuai perbedaan sosial kemasyarakatan di satu masa dan satu tempat. 6 4 Maskur Hidayat, Konsep Negara Kemaslahatan, (Surabaya: Laros, t.t), Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara..., Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta: Amzah, 2005), 72.

3 123 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. 7 Salah satu fungsi DPR adalah fungsi legislatif, sebagaimana telah tercantum dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945 pasal Di Indonesia musyawarah tidak mungkin dilaksanakan oleh seluruh rakyat, oleh karena itu musyawarah dilaksanakan oleh sekelompok orang yang dipilih oleh rakyat untuk mewakilinya. Dalam sejarah ketatanegaraan Islam, mereka disebut Ahlul Halli wal Aqdi atau Dewan Perwakilan Rakyat (di Indonesia). 9 Dewan Perwakilan Rakyat memiliki beberapa wewenang sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang, sebagai berikut 10 : 1. Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama; 2. Memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang; 3. Membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden; 7 Pasal 68 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. 8 Pasal 20 yang berbunyi : 1) DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang; 2) DPR membahas Rancangan Undang-Undang dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama; 3) Jika rancangan Undang-Undang itu tidak mendapatkan persetujuan bersama, rancangan undang-undang tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. 9 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik..., Pasal 71 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

4 Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; 5. Membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden; 6. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; 7. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang dan membuat perdamaian dengan negara lain; 8. Memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang; 9. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi; 10. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain; 11. Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD; 12. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial;

5 Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden; dan 14. Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden. Dewan Perwakilan Rakyat juga memiliki tugas di antaranya adalah: Menyusun, membahas, menetapkan, dan menyebarluaskan program legislasi nasional; 2. Menyusun, membahas, dan menyebarluaskan rancangan undang-undang; 3. Menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; 4. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah; 5. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK; 6. Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara; 7. Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan 11 Pasal 72 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

6 Melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-undang. Tugas dan wewenang DPR di atas menunjukkan bahwa adanya DPR dapat membawa kemaslahatan dan kemanfaatan untuk sistem ketatanegaraan Indonesia. DPR sebagai lembaga deliberatif dan lembaga perwakilan rakyat, karena di Indonesia musyawarah tidak mungkin dilaksanakan oleh seluruh rakyat, oleh karena itu musyawarah dilaksanakan oleh sekelompok orang yang dipilih oleh rakyat untuk mewakilinya. DPR dalam hal ini menjalankan konsep musyawarah (shura) sebagaimana yang telah disyariatkan oleh agama Islam. Namun secara umum, adanya DPR ini telah mampu mewujudkan asas-asas pemerintahan yang baik, seperti asas amanah, asas tanggung jawab (al-mas ūliyyah), asas maslahat (al- Maṣlaḥah), dan asas pengawasan (al-muḥāsabah). B. Fungsi Legislasi DPD Dalam Perspektif Maṣlaḥah Mursalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah lembaga perwakilan daerah yang dibentuk pada tahun 2004 berdasarkan amandemen ketiga UUD 1945 pada tahun DPD lahir sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa wilayah atau daerah harus memiliki wakil untuk memperjuangkan kepentingannya secara utuh di tataran nasional, yang sekaligus berfungsi menjaga keutuhan NKRI. Selain itu kehadiran DPD mengandung makna bahwa sekarang ada lembaga yang mewakili kepentingan lintas golongan atau komunitas yang sarat dengan pemahaman akan budaya dan karakteristik daerah. 12 Prinsip check and balance antara cabang kekuasaan negara di dalam kekuasaan legislatif dibangun dengan keberadaan lembaga DPR dan DPD. 13 Namun dalam praktiknya, DPD memiliki fungsi yang terbatas di bidang legislasi. 12 A.M. fatwa, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta: Kompas penerbit, 2009 ), Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Profil Lembaga Negara Rumpun Legislatif, (Kementerian Sekretariat Negara, 2011), 89.

7 127 Hal tersebut bisa dilihat dalam tugas dan wewenang yang diberikan oleh undangundang kepada DPD. Fungsi legislasi DPD terdapat dalam Pasal 22D Ayat (1) sampai (3) UUD 1945 yaitu: Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumner daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; 2. Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. 3. Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dewan Perwakilan Daerah memiliki fungsi sebagaimana yang telah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 sebagai berikut: Lihat Pasal 22D Ayat (1) sampai (3) UUD NRI Pasal 248 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

8 Pengajuan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR; 2. Ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; 3. Pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; serta 4. Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama. Dewan Perwakilan Daerah juga memiliki wewenang dan tugas sebagai berikut: Mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR; 2. Ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam angka 1; 16 Pasal 249 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

9 Menyusun dan menyampaikan daftar inventaris masalah rancangan undangundang yang berasal dari DPR atau Presiden yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam angka 1; 4. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; 5. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; 6. Menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti; 7. Menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN; 8. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK; dan 9. Menyusun program legislasi nasional yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

10 130 Fungsi legislasi DPD sangat lemah dibandingkan dengan DPR. DPD hanya diberikan kewenangan dalam bidang legislasi terkait dengan hal-hal tertentu (bersifat kedaerahan), itupun hanya sebatas bisa mengajukan dan ikut membahas namun tidak ikut pada saat pengambilan keputusan akhir. Pada akhirnya DPD mengajukan permohonan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi mengenai Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pasca putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012, penyusunan prolegnas mengharuskan keterlibatan DPD dalam setiap tahapan, mulai dari pengajuan, pembahasan, dan penetapan prolegnas. Dengan demikian ada 3 lembaga (tripartit) yang membutuhkan desain atau konsep baru dalam penyusunan prolegnas. Ke depan jelas ada tiga usulan prolegnas, yaitu dari DPR, DPD, dan Pemerintah. Artinya, model tripartit perlu didesain secara jelas karena pengalaman yang ada pada selama ini menunjukkan bahwa usulan RUU dalam prolegnas dari DPR dan pemerintah hampir tidak pernah tuntas menjadi UU, bahkan ada RUU yang tidak pernah tuntas dibahas hingga masa keanggotaan DPR berakhir. 17 Apalagi jika ada tambahan usulan RUU dari DPD. Dalam konteks ini perlu ada kesepakatan yang 17 Contoh RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, keduanya masuk prolegnas tetapi belum pernah dibahas.

11 131 baik agar prolegnas tidak hanya menjadi daftar keinginan (wishlist) sehingga jumlah RUU besar tapi kemampuan untuk menyelesaikannya minim atau kecil. 18 Dengan terlibatnya 3 (tiga) lembaga yakni DPR, Presiden, dan DPD, maka proses pembahasan RUU dilakukan dalam forum trilateral meeting. Mekanismenya menjadi panjang karena DIM berasal dari 3 lembaga, manakala yang diajukan adalah sama-sama RUU terkait dengan kewenangan bidang legislasi tertentu DPD (Pasal 22D UUD 1945). Masing-masing lembaga tidak dapat saling memveto, tetapi putusan akhir ada pada DPR dan Presiden. Keberatan DPD terhadap suatu ketentuan hanya dapat disampaikan dengan pandangan/pendapat mini pada waktu pembahasan RUU Tingkat II. Sebaiknya pendapat mini ini menjadi bahan pertimbangan DPR dan Pemerintah dalam pengambilan keputusan di sidang paripurna, sehingga akan dapat mengurangi beban DPR dan pemerintah terhadap pengujian UU yang dilakukan DPD karena adanya penolakan terhadap pendapat mini DPD. 19 Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 menyebutkan bahwa DPD tetap tidak bisa ikut dalam pengambilan keputusan di sidang paripurna (tahap akhir). Hal ini menunjukkan bahwa DPD masih tidak bisa disetarakan kedudukannya dengan DPR, meskipun keduanya sama-sama lembaga legislatif. Bahkan pasca putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 ini, proses pembahasan RUU semakin rumit karena dilakukan oleh tiga lembaga sekaligus, sehingga harapan daftar RUU dapat diselesaikan atau dibahas secara tuntas sangatlah minim. Dewan Perwakilan Daerah dalam sistem ketatanegaraan Indonesia lahir diiringi dengan semangat demokrasi, pembangunan, dan kemajuan daerah. Namun 18 Enny Nurbaningsih, Implikasi Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 dan Alternatif Model Hubungan Kelembagaan Terkait Pembentuk Undang-Undang, Mimbar Hukum, Vol. 27, No. 1 (Februari, 2015), Ibid,

12 132 dalam kenyataannya ruang gerak DPD terbatas. Dan putusan MK Nomor 92/PUU- X/2012 menjadikan proses pembahasan RUU semakin rumit dan panjang. Berdasarkan hal tersebut, jika dilihat dari perspektif maṣlaḥah mursalah adanya lembaga DPD tidak begitu membawa manfaat atau kemaslahatan untuk sistem ketatanegaraan Indonesia. Meskipun DPD menjadi lembaga legislatif yang mewakili aspirasi daerah, namun ada pula DPR yang kedudukannya lebih tinggi sehingga terjadi ketimpangan di antara kedua lembaga legislatif tersebut, yang mana DPR adalah lembaga perwakilan rakyat yang mewakili aspirasi rakyat-rakyat di seluruh wilayah Indonesia. C. Fungsi Legislasi DPR dan DPD Dalam Perspektif Maṣlaḥah Mursalah Dewan Perwakilan Daerah adalah lembaga perwakilan daerah yang lahir sebagai bagian dari tuntutan reformasi DPD lahir dengan tujuan menghilangkan penyelenggaraan negara yang bersifat sentralistik yang berlangsung sejak era Orde Lama hingga Orde Baru yang secara signifikan telah menimbulkan akumulasi kekecewaan daerah terhadap pemerintah pusat, yang sekaligus merupakan indikasi kuat kegagalan pemerintahan pusat dalam mengelola daerah sebagai basis berdirinya bangsa ini. Selain itu keberadaan DPD dimaksudkan untuk: 1). Memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah. 2). Meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijaksanaan nasional berkaitan dengan negara dan daerah. 3). Mendorong percepatan demokrasi, pembangunan, dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang A.M. fatwa, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945 (Jakarta: Kompas, 2009), 314.

13 133 Kehadiran DPD juga sebagai refleksi kritis terhadap eksistensi utusan daerah dan utusan golongan yang mengisi formasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam sistem keterwakilan di era sebelum reformasi. Mekanisme pengangkatan dari utusan daerah dan utusan golongan bukan saja merefleksikan sebuah sistem yang tidak demokratis, melainkan juga mengaburkan sistem perwakilan yang seharusnya dibangun dalam tatanan kehidupan negara modern yang demokratis. 21 Dengan lahirnya DPD pada tahun 2004, maka sistem parlemen di Indonesia yang awalnya unikameral berubah menjadi bikameral (yang terdiri dari DPR dan DPD). Jika dilihat menggunakan teori yang dikemukakan oleh Lijpjart, sistem parlemen di Indonesia dapat digolongkan sebagai medium-strength bicameralism dengan bangunan asimetris dan ingcongruent. Bangun asimetris dalam hal ini nampak bahwa DPD mempunyai kekuasaan yang subordinat dari kamar pertama. 22 Ada beberapa alasan yang menyebabkan kekuasaan DPD subordinat terhadap DPR. Di antaranya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: DPR dan DPD dalam Undang-Undang Sumber DPR Sumber DPD UUD NRI Memegang kekuasaan UUD NRI Dapat mengajukan Pasal 20 Ayat membentuk Undang Pasal kepada DPR (1) dan Pasal 21 Undang. 22D Ayat (1) rancangan undangundang - Anggota DPR berhak yang berkaitan mengajukan usul dengan otonomi RUU. daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumner daya ekonomi lainnya, 21 Dewan Perwakilan Daerah republik Indonesia 2009, Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan ke-5, (Jakarta: Dewan Perwakilan Daerah, 2009), iii. 22 Desmond J. Mahesa, DPR Offside (Otokritik Parlemen Indonesia), (Jakarta: RMBOOKS, 2013), 24.

14 134 UUD NRI 1945 Pasal 20 Ayat (2) Pasal 76 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 Pasal 72 Ayat (4) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 Membahas RUU dengan presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Jumlah anggota DPR adalah 560 orang. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah UUD 1945 Pasal Ayat (2) NRI 22D Pasal 252 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 Pasal 249 Ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. Anggota DPD tiap provinsi adalah 4 orang. Dan jumlah DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undangundang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan

15 135 Pasal 79 Ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 Pasal 80 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 DPR mempunyai hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. Anggota DPR mempunyai hak tertentu yaitu: 1. Mengajukan usul rancangan undangundang; 2. Mengajukan pertanyaan; 3. Menyampaikan usul dan pendapat; 4. Memilih dan dipilih; 5. Membela diri; 6. Imunitas; 7. Protokoler; 8. Keuangan dan administratif; 9. Pengawasan; 10. Mengusulkan dan memperjuangkan Pasal 256 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 Pasal 257 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 agama DPD berhak: 1. Mengajukan rancangan undangundang yang berkaitan dengan otonomi daerah; 2. Ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah; 3. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pembahasan RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; 4. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah. Anggota DPD memiliki hak untuk: 1. Bertanya; 2. Menyampaikan usul dan pendapat; 3. Memilih dan dipilih; 4. Membela diri; 5. Imunitas; 6. Protokoler; dan 7. Keuangan dan administratif.

16 136 program pembangunan daerah pemilihan; dan 11. Melakukan sosialiasi undangundang. Sumber : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan antara hak, tugas dan wewenang pada kedua lembaga legislatif, dimana porsi kekuasaan yang dimiliki oleh DPR lebih besar dan kuat dibandingkan dengan DPD. Pasca putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012, penyusunan prolegnas mengharuskan keterlibatan DPD dalam setiap tahapan, mulai dari pengajuan, pembahasan, dan penetapan prolegnas. Dengan demikian ada 3 lembaga (tripartit) yang membutuhkan desain atau konsep baru dalam penyusunan prolegnas. Ke depan jelas ada tiga usulan prolegnas, yaitu dari DPR, DPD, dan Pemerintah. Dengan terlibatnya 3 (tiga) lembaga tersebut maka proses pembahasan RUU dilakukan dalam forum trilateral meeting. Mekanismenya menjadi panjang karena DIM berasal dari 3 lembaga. Pasca putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 ini, proses pembahasan RUU semakin rumit sehingga harapan daftar RUU dapat diselesaikan atau dibahas secara tuntas sangatlah minim. Berdasarkan hal tersebut, timbul gagasan untuk menjadikan sistem parlemen di Indonesia menjadi unikameral dengan memaksimalkan fungsi DPR dan meniadakan DPD. Sistem unikameral adalah konsep yang paling banyak digunakan oleh negara berbentuk kesatuan. Konsep ini membawa keuntungan untuk sistem ketatanegaraan suatu negara, antara lain mengurangi anggaran; kemungkinan besar menjadikan proses legislasi lebih cepat; dan tanggung jawab lebih besar (karena

17 137 legislator tidak dapat menyalahkan kamar lainnya jika pembuatan undang-undang gagal). 23 Beberapa argumen yang mendasari sistem unikameral lebih cocok diadopsi oleh sistem ketatanegaraan Indonesia dipaparkan di bawah ini: Sistem dua kamar memiliki badan pembuat undang-undang yang tidak representatif, hal ini dikarenakan para anggota pejabat legislatif (DPR dan DPD) dipilih dan melayani konstituen yang sama. DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, dan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah. Padahal pada kenyataannya rakyat pasti berada di daerah. Sehingga bisa dikatakan bahwa yang diwakili oleh DPR dan DPD adalah konstituen atau rakyat yang sama. 2. Akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijaksanaan yang berkaitan dengan daerah dapat diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD dalam tiap provinsi berjumlah paling sedikit 35 orang dan paling banyak 100 orang. 25 Jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan DPD yang hanya berjumlah 4 orang tiap provinsi. 26 Sehingga DPRD dengan anggotanya yang banyak di tiap provinsi dapat memaksimalkan tugasnya untuk mengelola daerah dan memperjuangkan kepentingan daerah konstituennya. 3. Sistem unikameral lebih disukai oleh sebagian besar negara karena struktur dan proses dalam sistem unikameral lebih simpel, langsung, dan terbuka. Hal ini 23 Richard Verma dkk, One Chamber or Two? (Deciding Between a Unicameral and Bicameral Legislature), National Democratic Institute: Legislative Research Series, Tom Todd, Unicameral or Bicameral Legislatures : The Policy Debates, Policy Brief Minnesota House of Representatives Research Department, (August, 1999), Pasal 317 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. 26 Pasal 252 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

18 138 dibuktikan dengan 54 negara kesatuan di dunia menggunakan sistem unikameral Pembuat undang-undang dalam sistem unikameral lebih dapat mempertanggungjawabkan tugasnya kepada rakyat, karena kesederhanaan dan kelangsungan proses dukungan rakyat dalam sistem ini. 5. Sistem unikameral dapat menghilangkan konflik, persaingan, dan perdebatan dengan kamar lainnya. 6. Lembaga legislatif dalam sistem unikameral dapat bertindak secara tegas dengan memberi pengaruh yang jelas, karena tugas dan wewenang mereka tidak dimiliki oleh lembaga atau kamar lain. 7. Sistem unikameral lebih efisien dalam pelaksanaannya dan dapat mengurangi anggaran dalam penyelenggaraannya. Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah memberikan makna mengenai tugas yang harus diemban oleh pemerintah dalam negara, di antaranya adalah menciptakan kemaslahatan bersama; mewujudkan amanah sebaik-baiknya; dan menciptakan keadilan semaksimal mungkin. 28 Di dalam Al-Quran dan hadis, baik secara eksplisit maupun implisit, banyak sekali postulat yang menjelaskan bahwa tujuan Allah Swt menurunkan hukum shara ke muka bumi adalah untuk mewujudkan kemaslahatan hidup bagi umat manusia dan menghindarkan mereka dari mafsadat atau kerusakan. Sedangkan inti pokok dari maṣlaḥah mursalah adalah ketiadaan 27 PEMBAGIAN SISTEM PARLEMEN DI NEGARA-NEGARA DUNIA Struktur Lembaga Legislatif Kesatuan Federal Total Unikameral Bikameral Total Lihat Richard Verma dkk, One Chamber.., Jeje Abdul Rojak, Politik..., 164.

19 139 nash mengenai suatu peristiwa yang di dalamnya terdapat kemaslahatan yang tidak bertentangan dengan tujuan syariat. Paparan-paparan di atas dapat menunjukkan bahwa dalam perspektif maṣlaḥah mursalah, adanya DPD tidak mampu membawa kemaslahatan atau kemanfaatan untuk sistem ketatanegaraan Indonesia, khususnya dalam bidang legislasi. Meskipun DPD mengajukan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi, hasil putusan MK tetap tidak bisa membuat DPD setara dengan DPR. Hal ini malah akan menimbulkan kerancuan sistem parlemen yang dianut oleh Indonesia, serta menjadikan proses pembahasan RUU semakin panjang dan rumit. Oleh karena itu, Indonesia lebih cocok menerapkan sistem unikameral dengan memaksimalkan fungsi DPR sebagai lembaga deliberatif dan representatif dari seluruh rakyat di Indonesia, dengan harapan proses pembahasan RUU dan pembuatan Undang- Undang dapat berlangsung dengan lebih maksimal, efektif, dan efisien. Penerapan sistem unikameral di Indonesia juga mampu memaksimalkan perwujudan asas-asas pemerintahan yang baik sesuai fikih siyasah, seperti asas amanah, asas tanggung jawab (al-mas ūliyyah), asas maslahat (al-maṣlaḥah), dan asas pengawasan (al- Muḥāsabah).

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Bagan Lembaga Negara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tugas dan Wewenang MPR Berikut tugas dan wewenang dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 Dinamika perkembangan ketatanegaraan di Indonesia terusterjadi. Hal yang kembali mencuat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2014 LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945 Tugas Hukum Tentang Lembaga-lembaga Negara Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945 Disusun oleh : Edni Ibnutyas NPM 110110130281 Dosen : Dr.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah DPD sebagai Lembaga Negara mengemban fungsi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam suatu negara harus memiliki hubungan antara lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang lainnya agar negara yang dipimpin dapat berjalan dengan baik.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang I. PEMOHON Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam hal ini diwakili oleh Irman Gurman,

Lebih terperinci

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Oleh: I Putu Hendra Wijaya I Made Subawa Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program Kekhususan Hukum Ketatanegaraan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang I. PEMOHON Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam hal ini diwakili oleh Irman Gurman, S.E., MBA.,

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA Penyusun: Law Center DPD RI Satya Arinanto Makhfud Rofiqul Umam Ahmad

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF I. KAJIAN TEORETIK A. Teori Lembaga Perwakilan Teori lembaga perwakilan muncul karena asas demokrasi langsung menurut Rousseau tidak mungkin lagi dapat dijalankan,

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014 Herlambang P. Wiratraman Unair - 2016 DPD update..! Apa isu hukum atas perdebatan ricuhnya? Mengapa? dan bagaimana ditinjau dari sudut hukum

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan kehidupan kenegaraan yang demokratis konstitusional berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DPR Sebagai Pembuat Undang Undang

DPR Sebagai Pembuat Undang Undang UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG FAKULTAS HUKUM TUGAS MATA KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM DPR Sebagai Pembuat Undang Undang Oleh : Eman Sulaeman Putri Ellyza Setianingsih Sujono NPM 1141173300012 NPM 1141173300132

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD I. PEMOHON Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK), dalam

Lebih terperinci

Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara. Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I

Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara. Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I Prolog Lembaga negara (staatsorgaan/political institution) merupakan suatu organisasi yang tugas

Lebih terperinci

Makalah Mengenai Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Ketatanegaraan Indonesia BAB I PENDAHULUAN

Makalah Mengenai Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Ketatanegaraan Indonesia BAB I PENDAHULUAN Makalah Mengenai Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Ketatanegaraan Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik,

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. lahir dalam amandemen ketiga. Secara de facto DPD RI baru ada pada tanggal 1

BAB V. Kesimpulan. lahir dalam amandemen ketiga. Secara de facto DPD RI baru ada pada tanggal 1 BAB V Kesimpulan A. Kesimpulan DPD RI merupakan lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang lahir dalam amandemen ketiga. Secara de facto DPD RI baru ada pada tanggal 1 Oktober 2004 yaitu ketika

Lebih terperinci

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

12 Media Bina Ilmiah ISSN No 12 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI MENURUT UUD 1945 Oleh : Jaini Bidaya Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram Abstrak: Penelitian ini berjudul Kewenangan

Lebih terperinci

BAB III. A. Urgensi Amandemen Undang Undang Dasar tahun 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI

BAB III. A. Urgensi Amandemen Undang Undang Dasar tahun 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI BAB III ANALISIS USULAN AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 OLEH DEWAN PERWAKILAN DAERAH TENTANG PENGUATAN LEMBAGA PERWAKILAN A. Urgensi Amandemen Undang Undang Dasar tahun

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

ara urut ut UUD 1945 Hasil Amandemen

ara urut ut UUD 1945 Hasil Amandemen V Lembaga-lemba a-lembaga a Negar ara Menur urut ut UUD 1945 Hasil Amandemen Gambar 5.1 Kegiatan DPR Sumber: www.dpr.go.id Kamu barangkali sering melihat kegiatan sebagaimana gambar di atas. Mungkin kamu

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN

Lebih terperinci

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 383) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TATA TERTIB DPR. Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1. Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan :

TATA TERTIB DPR. Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1. Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan : TATA TERTIB DPR 2009 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan : 1. Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Lebih terperinci

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA! JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA! MATERI KHUSUS MENDALAM TATA NEGARA Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia Menurut Uud 1945 Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Pengertian Sistem Ketatanegaraan Istilah sistem ketatanegaraan terdiri dari kata sistem dan ketatanegaraan.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN

Lebih terperinci

BAB II TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA KEKUASAAN EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF DI INDONESIA

BAB II TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA KEKUASAAN EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF DI INDONESIA BAB II TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA KEKUASAAN EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF DI INDONESIA 2.1 Lembaga Kekuasaan di Indonesia Dalam sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia, lembaga kekuasaan negara

Lebih terperinci

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai 105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA Montisa Mariana Fakultas Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati E-mail korespondensi: montisa.mariana@gmail.com Abstrak Sistem

Lebih terperinci

: Abdul Qadir Amir Hartono, SE.,SH., MH. : Abdul Qadir / Gus Anton (Panggilan di Daerah)

: Abdul Qadir Amir Hartono, SE.,SH., MH. : Abdul Qadir / Gus Anton (Panggilan di Daerah) QUISIONER UNTUK BUKU APA & SIAPA 132 SENATOR INDONESIA 2014-2019 ---------------------------------------------------------------------------------------------------- A. Biodata Nama lengkap Nama panggilan

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH

BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH Jakarta, 2013 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh : Ni Kadek Riza Sartika Setiawati Nyoman Mas Aryani Bagian Penyelenggaraan Negara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

KEWENANGAN LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM REFORMASI KELEMBAGAAN PERWAKILAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

KEWENANGAN LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM REFORMASI KELEMBAGAAN PERWAKILAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI KEWENANGAN LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM REFORMASI KELEMBAGAAN PERWAKILAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Khamami Zada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat

Lebih terperinci

PENTINGNYA KEBERADAAN DPD RI SEBAGAI LEMBAGA PENYEIMBANG DI REPUBLIK INDONESIA

PENTINGNYA KEBERADAAN DPD RI SEBAGAI LEMBAGA PENYEIMBANG DI REPUBLIK INDONESIA PENTINGNYA KEBERADAAN DPD RI SEBAGAI LEMBAGA PENYEIMBANG DI REPUBLIK INDONESIA Oleh : MAHYU DARMA *) ABSTRACT DPD which is representative of the area to be balancing on strengthening the parliamentary

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Konsep yang dianut adalah konsep negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan pada Forum Konsolidasi Pimpinan

Lebih terperinci

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :) Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :) Berikut ini adalah contoh soal tematik Lomba cerdas cermat 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Ayoo siapa yang nanti bakalan ikut LCC 4 Pilar

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DPRD PROVINSI: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANGAN YANG MENGATURNYA SERTA KETERKAITAN DENGAN KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DPRD Dr. H.

Lebih terperinci

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102 Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 1. Rancangan undang-undang dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. 2. Rancangan undang-undang dari DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Definisi tentang peran bisa diperoleh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1051) yang mengartikannya sebagai perangkat tingkah

Lebih terperinci

2 c. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakila

2 c. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakila LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.383, 2014 LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5650) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. UU NOMOR 10 TAHUN 2004 1. Menimbang: Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan perundang undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional

Lebih terperinci

KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR Oleh : COKORDA ISTRI ANOM PEMAYUN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 PENDAHULUAN Menurut Montesque

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DAN AMANDEMENNYA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DAN AMANDEMENNYA BAHAN BACAAN UJIAN DINAS PNS MENUJU KE GOLONGAN III UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DAN AMANDEMENNYA OLEH SUNARTO PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 2016 1 BAB I UNDANG-UNDANG DASAR

Lebih terperinci

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945.

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945. Disampaikan dalam acara Sosialisasi Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Pengurus dan Kader Penggerak Masyarakat Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) yang diselenggarakan oleh Mahkamah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. 82 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa selain bertujuan untuk menutup penyalahgunaan atau penyimpangan praktek

Lebih terperinci

BAB III PROFIL LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT

BAB III PROFIL LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT 1 BAB III PROFIL LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT Dalam bab ini akan dibahas mengenai profil lembaga perwakilan rakyat sejak orde lama, orde baru, hingga saat ini. Bagaimana perkembangan lembaga perwakilan rakyat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERTAMA: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD

PERTAMA: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD PENDAPAT FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS ; ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD, & PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami

Lebih terperinci

SOAL VALIDITAS Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dengan memberikan tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d,!

SOAL VALIDITAS Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dengan memberikan tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d,! 78 79 SOAL VALIDITAS Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat dengan memberikan tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d,! 1. Lembaga negara yang bertugas untuk melantik dan memberhentikan presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014 I. PEMOHON 1. dr. Naomi Patioran, Sp. M (selanjutnya sebagai Pemohon I);

Lebih terperinci

MENYOAL KELEMAHAN DPD. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1. DPD kembali mengalami gesekan dengan saudara tuanya, yaitu DPR.

MENYOAL KELEMAHAN DPD. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1. DPD kembali mengalami gesekan dengan saudara tuanya, yaitu DPR. MENYOAL KELEMAHAN DPD Oleh: Muchamad Ali Safa at 1 DPD kembali mengalami gesekan dengan saudara tuanya, yaitu DPR. Setelah berselisih tentang pemilihan anggota BPK, kini DPD kembali berselisih tentang

Lebih terperinci

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang MAKALAH Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang Sebagai persyaratan pendaftaran Program Pascasarjana Fakultas Hukum UGM dengan Konsentrasi

Lebih terperinci

Prinsip Checks And Balances Dalam Struktur Lembaga Perwakilan Rakyat Di Indonesia (Studi Terhadap Usulan Perubahan Kelima UUD NRI Tahun 1945)

Prinsip Checks And Balances Dalam Struktur Lembaga Perwakilan Rakyat Di Indonesia (Studi Terhadap Usulan Perubahan Kelima UUD NRI Tahun 1945) , Jurnal Ilmu Hukum Edisi: Januari - Juni 2014, Hal. 49-59 ISSN: 0853-8964 Prinsip Checks And Balances Dalam Struktur Lembaga Perwakilan Rakyat Di Indonesia (Studi Terhadap Usulan Perubahan Kelima UUD

Lebih terperinci

Tugas Lembaga PKN. Disusun oleh: Rafi A. Naufal R. Raden M. Adrian Y.

Tugas Lembaga PKN. Disusun oleh: Rafi A. Naufal R. Raden M. Adrian Y. Tugas Lembaga PKN Disusun oleh: Rafi A. Naufal R. Raden M. Adrian Y. Nilai Paraf A. Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c atau d pada jawaban yang benar! 1. Salah satu contoh lembaga legislatif adalah.

Lebih terperinci

Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Sebagai Salah Satu Lembaga Legislatif Dalam Membuat Suatu Peraturan Perundang-Undangan

Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Sebagai Salah Satu Lembaga Legislatif Dalam Membuat Suatu Peraturan Perundang-Undangan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Sebagai Salah Satu Lembaga Legislatif Dalam Membuat Suatu Peraturan Perundang-Undangan Mochammad Tanzil Multazam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo A. Pendahuluan Seiring

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014, Jaminan Hak Interplasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat DPR, serta Komposisi Wakil Ketua

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Formatted: Left: 3,25 cm, Top: 1,59 cm, Bottom: 1,43 cm, Width: 35,56 cm, Height:

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR DAN KEWENANGAN DPR RI DENGAN DPD RI DALAM FUNGSI LEGISLASI. Suroto ABSTRACT

PERBANDINGAN STRUKTUR DAN KEWENANGAN DPR RI DENGAN DPD RI DALAM FUNGSI LEGISLASI. Suroto ABSTRACT ISSN : NO. 0854-2031 PERBANDINGAN STRUKTUR DAN KEWENANGAN DPR RI DENGAN DPD RI DALAM FUNGSI LEGISLASI Suroto * ABSTRACT Comparison of structure and authority of DPR RI with DPD RI related to legislation

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 29) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.805, 2015 DPR. Tata Tertib. Perubahan. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal 22D UUD NRI Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal 22D UUD NRI Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu lembaga baru yang lahir melalui perubahan ketiga Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disingkat UUD NRI 1945 antara

Lebih terperinci

Hubungan antara MPR dan Presiden

Hubungan antara MPR dan Presiden Hubungan antara MPR dan Presiden Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan suatu badan yang memegang kekuasaan tinggi sebagai wakil rakyat disamping DPR dan Presiden. Dalam UUD 1945 dijelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

- 4 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas.

- 4 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM

Lebih terperinci