Pengaruh Kerapatan Tanaman dan Varietas Sorgum Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Biomassa Sorgum pada Sistem Tumpangsari Sorgum dengan Ubikayu

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dikenal oleh

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan

AKUMULASI BAHAN KERING BEBERAPA VARIETAS TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) RATOON 1 PADA KERAPATAN TANAMAN BERBEDA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan energi dunia yang dinamis dan semakin terbatasnya cadangan energi

III. BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan energi masih menjadi salah satu perhatian besar di

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan krisis energi sampai saat ini masih menjadi salah satu

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27

AKUMULASI BAHAN KERING BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolorl.) RATOON I TERHADAP APLIKASI BAHAN ORGANIK PADA TANAMAN SORGUM PERTAMA

PENGARUH DOSIS PUPUK MAJEMUK NPK DAN PUPUK PELENGKAP PLANT CATALYST TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.

I. PENDAHULUAN. Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) adalah tanaman serealia yang potensial

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan komoditas yang menjadi salah

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan BPTP Unit Percobaan Natar, Desa Negara

Pengaruh Beberapa Jarak Tanam terhadap Produktivitas Jagung Bima 20 di Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat

PENGARUH TUMPANGSARI SELADA DAN SAWI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA KULTIVAR GLADIOL (Gladiolus hybridus L.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia komoditas tanaman pangan yang menjadi unggulan adalah padi,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

PENGARUH JENIS DAN TINGKAT KERAPATAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max [L]. Merr)

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

PENGARUH JENIS DAN TINGKAT KERAPATAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) KLON UJ-5 (Kasetsart)

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PUSTAKA ACUAN. Almodares, A. And M.R. Hadi Production of bioethanol from sweet sorghum: A review. African J. Agri. 4(9):

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PRODUKSI UBI DAN ACI TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta CRANTZ) AKIBAT PEMANGKASAN TAJUK

PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG DAN DOSIS UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capssicum annum L.)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

Iyut Pramita N ABSTRAK. Kata Kunci :Bahan organik, biomassa,nira,sorgum ratoon I, varietas. ABSTRACT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

RESPONS PERTUMBUHAN DAN HASIL MENTIMUN (CUCUMIS SATIVUS L.) AKIBAT PERLAKUAN VARIETAS DAN KONSENTRASI ZPT DEKAMON

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP MUTU FISIOLOGIS BENIH BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor) SETELAH MENJALANI PENYIMPANAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

Volume 11 Nomor 2 September 2014

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG BOGOR PADA BERBAGAI TINGKAT KERAPATAN TANAM DAN FREKUENSI PENYIANGAN*

III. METODE PENELITIAN. dan legum (kedelai, kacang tanah dan kacang hijau), kemudian lahan diberakan

Volume 10 Nomor 2 September 2013

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Natar, Lampung Selatan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah.

Nerty Soverda dan Yulia Alia Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi Jalan Raya Mendalo Darat.

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus

PENGARUH KEPADATAN POPULASI TERHADAP HASIL DUA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA

I. PENDAHULUAN. industri dan sumber energi. Sorgum juga mempunyai potensi sebagai bahan baku

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE

Respons Pertumbuhan dan Hasil Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Jarak Tanam dan Waktu Penyiangan Gulma

PELAKSANAAN PENELITIAN

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum. Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NPK PELANGI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TERUNG (Solanum Melongena L)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani Tanaman Sorgum. Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sungai Niger di Afrika. Di Indonesia sorgum telah lama dikenal oleh petani

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitan Bahan dan Alat

Pertumbuhan dan Produktivitas Jagung Manis pada Beberapa Sistem Tanam

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) berdasarkan Waktu Penyiangan dan Jarak Tanam yang Berbeda ABSTRAK

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. dengan laju pembangunan dan pertambahan penduduk. Usaha ini tidak. terbatas pada tanaman pangan utama (padi) melainkan penganekaraman

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS BIO-URIN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT Panicum maximum PADA PEMOTONGAN KE TIGA

III. MATERI DAN WAKTU

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

LAMPIRAN-LAMPIRAN. 1. Skema Penelitian. Tahap 1. Persiapan Alat dan Bahan. Tahap 2. Pembuatan Pelet. Pengeringan ampas tahu.

Transkripsi:

Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis UNS Ke 42 Tahun 2018 Peran Keanekaragaman Hayati untuk Mendukung Indonesia sebagai Lumbung Pangan dunia Pengaruh Kerapatan Tanaman dan Varietas Sorgum Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Biomassa Sorgum pada Sistem Tumpangsari Sorgum dengan Ubikayu Kuswanta Futas Hidayat 1), Sunyoto 1), dan Agung Dwi Saputro 1) 1) Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 Abstrak Percobaan lapang ini dilaksanakan untuk mempelajari pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap pertumbuhan dan produksi biomassa sorgum pada sistem tumpangsari sorgum dengan ubikayu. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dimulai pada bulan Maret sampai Agustus 2015. Perlakuan dalam penelitian ini disusun secara faktorial (3x4) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah tingkat kerapatan tanaman (P), terdiri atas empat taraf, yaitu: satu tanaman per lubang (p1), dua tanaman per lubang (p2), tiga tanaman per lubang (p3), dan empat tanaman per lubang (p4). Faktor kedua adalah varietas sorgum (G) yang terdiri atas tiga taraf, yaitu: Varietas Numbu (g1), Varietas Keller (g2), dan Varietas Wray (g3). Hasil percobaan memperlihatkan bahwa pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum berpengaruh terhadap bobot basah tanaman per tanaman pada umur 9 mst, bobot kering tanaman per tanaman pada umur 9 dan 15 mst, dan bobot kering tanaman per petak (20 m 2 ) pada umur 15 mst. Kerapatan tanaman berpengaruh terhadap produksi biomassa tanaman sorgum. Tingkat kerapatan tanaman yang tinggi (4 tanaman per lubang) dapat meningkatkan produksi biomassa sorgum per satuan luas walaupun produksi biomassa per individu tanaman mengalami penurunan. Varietas sorgum berpengaruh terhadap produksi biomassa tanaman sorgum. Varietas Keller dan Wray menghasilkan biomassa tanaman sorgum lebih tinggi dibandingkan dengan Varietas Numbu. Kata kunci: kerapatan tanaman, varietas sorgum, tumpangsari, ubikayu Pendahuluan Tanaman sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang sudah sejak lama dikenal di Indonesia, akan tetapi sebagian besar masyarakat Indonesia belum begitu mengetahui akan kelebihan dan manfaat dari tanaman tersebut, sehingga pengembangan tanaman sorgum di Indonesia masih belum meluas. Sebenarnya, tanaman sorgum memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daya adaptasi yang luas, dapat bertahan pada kondisi kekeringan, dan sebagai sumber bahan pangan, pakan, bioetanol, dan bahan industri. A.336

Tanaman sorgum termasuk ke dalam tanaman biji-bijian, namun pada umumnya tanaman ini lebih dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Sorgum manis lebih berpotensi sebagai bahan pakan karena memiliki kandungan zat makanan hijau yang setara dengan rumput gajah yaitu protein kasar 3,3 % dan serat kasar 32,2% (Hartadi dkk., 1980) dan produktivitas biomassanya lebih tinggi dibanding jagung atau tebu (Hoeman, 2007). pengendali kehijauan daun sampai masak fisiologis (Borrel dkk., 2006). Hal ini karena tanaman sorgum memiliki gen Sistem budidaya tanaman sorgum memiliki cara yang hampir sama dengan budidaya tanaman pada umumnya. Salah satu cara budidaya tanaman sorgum yang dapat mengoptimalkan penggunaan lahan yaitu dengan menggunakan sistem tumpangsari. Tumpangsari adalah sistem budidaya dengan menanam lebih dari satu jenis tanaman pada waktu dan tempat yang sama. Penanaman tanaman dengan sistem tumpangsari dapat digunakan pada tanaman yang relatif seumur atau dapat juga pada beberapa jenis tanaman yang memiliki umur berbeda-beda seperti contoh tanaman ubikayu (Warsana, 2009). Sistem tumpangsari tanaman sorgum dengan ubikayu adalah salah satu contoh sistem budidaya yang dapat memanfaatkan lahan secara optimal, karena menurut Hamim dkk. (2012), salah satu keunggulan sistem tumpangsari sorgum dan ubikayu adalah produktivitas lahan per satuan lahan akan meningkat karena produksi tanaman pokok ubikayu tidak menurun dan mendapat tambahan produksi sorgum, sehingga diharapkan akan menghasilkan produksi ganda yang mendukung sektor pangan, industri, serta peternakan yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani. Selain mengatur sistem budidaya, faktor genotipe dan kerapatan tanaman juga memiliki peranan yang penting dalam menghasilkan produksi biomassa tanaman sorgum. Pemilihan varietas sorgum sangat diperlukan karena setiap varietas memiliki sifat yang berbeda-beda. Pengaturan tingkat kerapatan tanaman adalah salah satu cara untuk memaksimalkan hasil tanaman. Dengan mengatur jumlah tanaman dapat memanfaatkan lahan dan ruang tumbuh yang efisien. Namun pada kerapatan tinggi dapat terjadi kompetisi cahaya matahari, unsur hara, dan air antartanaman sehingga mengakibatkan pertumbuhan dan hasil per individu menjadi berkurang, namun karena jumlah tanaman per hektar bertambah dengan meningkatnya populasi, maka produksi biomassa per hektar masih dapat meningkat. Hasil Penelitian Anggraeni (2014) memperlihatkan bahwa tanaman sorgum yang ditanam pada tingkat kerapatan tiga tanaman per lubang menghasilkan produksi biomassa pada tanaman sorgum ratoon I yang tinggi, baik per tanaman maupun per satuan luas. Namun dengan demikian, penelitian tentang produksi biomassa sorgum pada tingkat kerapatan yang tinggi pada sistem tumpangsari dengan ubikayu masih belum banyak yang dilaporkan. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mencari tingkat kerapatan tanaman dan varietas sorgum terbaik A.337

serta pengaruh interaksi antarkeduanya melalui sistem tumpangsari dengan ubikayu agar diperoleh produksi biomassa sorgum yang tinggi. Bahan dan Metode Percobaan lapang dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dimulai pada bulan Maret sampai Agustus 2015. Perlakuan dalam penelitian ini disusun secara faktorial (3x4) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah tingkat kerapatan tanaman (P), terdiri atas empat taraf, yaitu: satu tanaman per lubang (p1), dua tanaman per lubang (p2), tiga tanaman per lubang (p3), dan empat tanaman per lubang (p4). Faktor kedua adalah varietas sorgum (G) yang terdiri atas tiga taraf, yaitu: Varietas Numbu (g1), Varietas Keller (g2), dan Varietas Wray (g3). Petak percobaan pada penelitian ini adalah 4 m x 5 m dan sorgum ditanam dengan jarak tanam 80 cm x 20 cm, sehingga tiap petak terdiri atas 120 lubang tanam sorgum, sedangkan ubikayu ditanam dengan jarak 80 cm x 60 cm, sehingga tiap petak terdiri atas 36 lubang tanam ubikayu. Tanaman sampel dipilih secara acak. Setiap petak dipilih 3 tanaman sampel untuk pengamatan biomassa. Pengamatan ini dilakukan pada saat tanaman sorgum mulai berbunga atau berumur 9 mst (minggu setelah tanam) dan pada saat panen yaitu berumur 15 mst. Variabel respons yang diamati pada percobaan ini yang datanya dianalisis statistika meliputi: (1) panjang batang, (2) diameter batang, (3) bobot basah tanaman, dan (4) bobot kering tanaman. Data pertumbuhan dan produksi biomassa sorgum tersebut dianalisis dengan sidik ragam. Homogenitas ragam antarperlakuan diuji dengan uji Bartlett dan aditivitas data diuji dengan uji Tukey. Selanjutnya, perbedaan nilai tengah perlakuan ditentukan dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %. Hasil dan Pembahasan Panjang Batang dan Diameter Batang Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap panjang batang dan diameter batang tanaman sorgum, tetapi kerapatan tanaman dan varietas sorgum secara tunggal berpengaruh nyata terhadap panjang batang sorgum pada umur 15 mst dan diameter batang sorgum pada umur 9 dan 15 mst (Tabel 1). Tabel 1 memperlihatkan bahwa pada umur tanaman 15 mst, panjang batang antara perlakuan kerapatan A.338

tanaman satu dan dua tanaman per lubang tidak berbeda nyata, tetapi secara nyata lebih panjang daripada perlakuan tiga dan empat tanaman per lubang. Kerapatan tanaman satu tanaman per lubang memiliki rata-rata panjang batang 175,17 cm secara nyata lebih panjang daripada panjang batang pada perlakuan empat tanaman per lubang yang hanya menghasilkan panjang batang ratarata 154, 57 cm. Tabel 1 juga memperlihatkan bahwa baik pada umur tanaman 9 mst maupun 15 mst, perlakuan kerapatan tanaman satu tanaman per lubang mempunyai diameter batang terbesar dibandingkan perlakukan kerapatan tanaman lainnya, berturut-turut sebesar 1,28 cm dan 1,32 cm. Tabel 1. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap panjang batang tanaman sorgum. Panjang Batang Diameter Batang Perlakuan Umur Tanaman (mst) Umur Tanaman (mst) 9 15 9 15... cm...... cm... Kerapatan tanaman per lubang 1 167,31 a 175,17 a 1,28 a 1,32 a 2 167,08 a 168,62 a 1,09 b 1,12 b 3 152,62 a 156,38 b 0,94 c 0,95 c 4 154,07 a 154,57 b 0,87 c 0,90 c BNT (0,05) 16,56 12,10 0,11 0,13 Varietas sorgum Numbu 126,62 c 129,01 c 0,98 b 0,99 b Keller 185,13 a 190,78 a 1,10 a 1,13 a Wray 169,06 b 171,26 b 1,05 ab 1,09 ab BNT (0,05) 14,34 10,48 0,09 0,11 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kerapatan tanaman maka secara morfologi, individu tanaman yang tumbuh atau yang dihasilkan akan lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kerapatan tanaman yang lebih rendah atau sebaliknya dengan tingkat kerapatan tanaman yang rendah akan dihasilkan individu tanaman yang secara morfologi lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh pada tingkat kerapatan yang tinggi karena tanaman yang tumbuh dengan tingkat kerapatan tanaman yang rendah akan mendapatkan ruang tumbuh yang lebih ideal. Sesuai dengan pendapat Gardner, Pierce, dan Mitchell (1991) yang menyatakan bahwa tanaman dengan ruang tumbuh yang ideal maka akan mendapatkan semua kebutuhan pertumbuhannya terutama energi matahari, ruang tumbuh, dan air akan lebih baik, sehingga tanaman akan memperoleh jumlah organ tanaman yang lebih besar, dan ini akan berdampak pada perombakan asimilat untuk menghasilkan energi yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan hasil tanaman. A.339

Dari Tabel 1 juga terlihat bahwa baik pada saat umur tanaman 9 mst maupun 15 mst, Varietas Keller menghasilkan panjang batang terpanjang sebesar 185,13 cm dan 190,78 cm secara nyata lebih panjang daripada Varietas Numbu yang hanya menghasilkan panjang batang 126,62 cm dan 129, 01 cm. Demikian juga untuk diameter batang, pada umur tanaman 9 dan 15 mst, Varietas Keller menghasilkan diameter batang sebesar 1,10 cm dan 1,13 cm secara nyata lebih besar daripada Varietas Numbu yang hanya menghasilkan diameter batang sebesar 0,98 cm dan 0,99 cm. Hasil ini menunjukkan bahwa secara genetis Varietas Keller mempunyai bentuk morfologi yang lebih besar dibandingkan dengan Varietas Numbu. Sesuai dengan hasil penelitian Purnomohadi (2006) yang menyimpulkan bahwa Varietas Keller dan Wray mempunyai pertumbuhan vegetatif yang panjang (lebih dari 50 hst) dan mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman penghasil hijauan pakan. Bobot basah tanaman per tanaman Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap bobot basah tanaman per tanaman pada umur 9 mst. Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap bobot basah tanaman per tanaman pada umur 9 mst dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap bobot basah tanaman per tanaman pada umur 9 mst. Kerapatan Varietas (tanaman/lubang) Sorgum BNT 5% 1 2 3 4... gram/tanaman... Numbu 198,83 b 194,63 b 149,46 a 140,03 a A A A A Keller 392,33 d 327,22 c 218,92 b 164,50 a B B B A Wray 386,24 b 194,50 a 181,07 a 171,39 a B A AB A BNT 5% 41,74 48,20 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada α 5 %, horizontal untuk perbandingan huruf kecil dan vertikal untuk perbandingan huruf besar. Dari Tabel 2 terlihat bahwa pada kerapatan satu tanaman per lubang, Varietas Wray menghasilkan bobot basah tanaman per tanaman lebih tinggi daripada Varietas Numbu, tetapi jika kerapatan tanaman ditingkatkan menjadi 2 tanaman per lubang atau lebih menjadi 4 tanaman per lubang, Varietas Numbu menghasilkan bobot basah tanaman per tanaman yang sama dengan Varietas Wray. A.340

Tabel 3 memperlihatkan bahwa pada umur tanaman 15 mst, bobot basah tanaman per tanaman perlakuan kerapatan satu tanaman per lubang secara nyata menghasilkan bobot tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya yaitu sebesar 386,69 g. Varietas Keller menghasilkan bobot basah tanaman per tanaman sebesar 306,68 g, secara nyata lebih besar dibandingkan Varietas Numbu yang hanya menghasilkan bobot basah tanaman per tanaman sebesar 188,28 g. Tabel 3. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap bobot basah tanaman per tanaman. Umur Tanaman (mst) Perlakuan 15... gram/tanaman... Kerapatan tanaman per lubang 1 386,69 a 2 279,22 b 3 190,90 c 4 161,18 c BNT 71,73 Varietas sorgum Numbu 188,28 b Keller 306,68 a Wray 268,52 a BNT 62,12 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa sorgum yang ditanam dengan kerapatan rendah, dengan ruang tumbuh yang lebih ideal dibandingkan yang ditanam dengan kerapatan tinggi memiliki batang yang lebih panjang dan diameter batang yang lebih besar, maka pada akhirnya memiliki bobot basah per tanaman yang lebih berat. Demikian juga dengan Varietas Keller, yang secara morfologi memiliki batang yang lebih panjang dan diameter batang yang lebih besar, maka pada akhirnya memiliki bobot basah per tanaman yang lebih berat dibandingkan Varietas Numbu. Bobot basah tanaman per Petak (20 m 2 ) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dengan varietas sorgum terhadap bobot basah tanaman per petak tidak berbeda nyata, tetapi secara tunggal baik kerapatan tanaman maupun varietas sorgum berpengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman per petak pada umur 9 mst dan 15 mst. Tabel 4 memperlihatkan bahwa kerapatan empat tanaman per lubang baik pada umur 9 mst maupun 15 mst menghasilkan bobot basah tanaman per petak tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Pada umur 9 mst, penanaman dengan kerapatan empat tanaman per lubang menghasilkan bobot basah tanaman per petak sebesar 76,15 kg, sedangkan pada umur 15 mst menghasilkan bobot A.341

basah tanaman per petak sebesar 77,36 kg. Kerapatan satu tanaman per lubang menghasilkan bobot basah tanaman per petak terendah, baik pada umur 9 mst maupun 15 mst. Hasil ini bertolak belakang dengan variabel bobot basah tanaman per tanaman. Pada penanaman dengan kerapatan tinggi, walaupun bobot basah tanaman per tanaman lebih rendah daripada penanaman dengan kerapatan rendah, tetapi bobot basah tanaman per petak lebih tinggi daripada penanaman dengan kerapatan rendah. Hal ini karena populasi tanaman per petak jauh lebih besar jumlahnya sehingga secara akumulasi memiliki bobot yang lebih berat. Tabel 4. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap bobot basah tanaman per petak (20 m 2 ) Umur Tanaman (mst) Perlakuan 9 15... kg/petak... Kerapatan tanaman per lubang 1 39,80 c 46,40 b 2 57,30b 67,01 a 3 65,93 ab 68,72 a 4 76,15 a 77,36 a BNT 14,65 17,62 Varietas sorgum Numbu 47,89 b 48,62 b Keller 70,84 a 78,24 a Wray 60,65 a 67,76 a BNT 12,69 15,26 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada α 5 %, horizontal untuk perbandingan huruf kecil dan vertikal untuk perbandingan huruf besar. Dari Tabel 4 juga terlihat bahwa baik pada umur tanaman 9 mst maupun 15 mst, Varietas Keller dan Wray menghasilkan bobot basah tanaman per petak yang lebih tinggi dibandingkan dengan Varietas Numbu. Hasil ini sejalan dengan hasil yang didapat pada variabel bobot tanaman per tanaman. Dengan bobot basah per tanaman yang tinggi daripada Varietas Numbu, Varietas Keller dan Wray pada akhirnya juga menghasilkan bobot basah tanaman per petak yang juga lebih tinggi dibandingkan Varietas Numbu. Bobot kering tanaman per Petak (20 m 2 ) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umur tanaman 9 mst tidak terdapat pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap bobot kering tanaman per petak, tetapi kerapatan tanaman dan varietas sorgum secara tunggal berpengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman per petak. Sedangkan pada umur 15 mst terjadi pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dengan varietas sorgum terhadap bobot kering tanaman per petak. A.342

Tabel 5 memperlihatkan bahwa kerapatan empat tanaman per lubang secara nyata menghasilkan bobot kering tanaman per petak lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan satu dan dua tanaman per lubang, tetapi tidak berbeda nyata dengan kerapatan tiga tanaman per lubang. Penanaman dengan kerapatan empat tanaman per lubang menghasilkan bobot kering tanaman per petak sebesar 24,96 kg. Varietas Keller dan Wray menghasilkan bobot kering tanaman per petak yang sama dan secara nyata lebih tinggi daripada Varietas Numbu. Tabel 5. Pengaruh kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap bobot kering tanaman per petak (20 m 2 ) Umur Tanaman (mst) Perlakuan 9 Kerapatan tanaman per lubang... kg/petak... 1 14,11 c 2 18,94 bc 3 20,87 ab 4 24,96 a BNT 5,70 Varietas sorgum Numbu 15,93 b Keller 21,17 a Wray 21,05 a BNT 4,93 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada α 5 %, horizontal untuk perbandingan huruf kecil dan vertikal untuk perbandingan huruf besar. Hasil yang didapat pada Tabel 5 menunjukkan fenomena yang sama dengan yang terjadi pada variabel bobot basah tanaman per petak (Tabel 4) di mana penanaman dengan kerapatan tinggi menghasilkan bobot kering tanaman per petak yang lebih tinggi dibandingkan penanaman dengan kerapatan rendah. Demikian juga untuk pengaruh varietas. Varietas Keller dan Wray yang menghasilkan bobot basah tanaman per petak yang lebih tinggi dibandingkan Varietas Numbu pada akhirnya juga menghasil bobot kering tanaman per petak yang lebih tinggi dibandingkan dengan Varietas Numbu. Tabel 6 memperlihatkan bahwa pada umur 15 mst varietas sorgum memberikan tanggapan yang berbeda dalam menghasilkan bobot kering tanaman per petak akibat adanya perbedaan kerapatan tanaman. Varietas Wray akan menghasilkan bobot kering tanaman per petak tertinggi jika ditanam dengan kerapatan empat tanaman per lubang, tetapi Varietas Keller akan menghasilkan bobot kering tanaman per petak tertinggi jika ditanam dengan kerapatan dua tanaman per lubang. A.343

Tabel 6. Pengaruh interaksi antara kerapatan tanaman dan varietas sorgum terhadap bobot kering tanaman per petak (20 m 2 ) pada umur 15 mst. Kerapatan Varietas (tanaman/lubang) Sorgum BNT 5% 1 2 3 4... kg/petak... Numbu 17,71 a 20,78 a 21,05 a 36,40 b A A A A Keller 22,17 a 46,82 c 38,09 b 32,74 b A B B A 8,05 Wray 21,49 a 15,95 a 33,15 b 44,61 c A A B B BNT 5% 6,97 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada α 5 %, horizontal untuk perbandingan huruf kecil dan vertikal untuk perbandingan huruf besar. Kesimpulan Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kerapatan tanaman berpengaruh terhadap produksi biomassa sorgum pada sistem tumpangsari sorgum dengan ubikayu. Tingkat kerapatan tanaman yang tinggi (empat tanaman per lubang) mampu meningkatkan produksi biomassa sorgum per satuan luas yaitu sebesar 77,36 kg/20 m 2, walaupun produksi biomassa per tanaman mengalami penurunan. 2. Varietas tanaman berpengaruh terhadap produksi biomassa sorgum pada sistem tumpangsari sorgum dengan ubikayu. Varietas Keller mampu menghasilkan biomassa sorgum tertinggi dibandingkan dengan Varietas Numbu dan Wray pada saat berbunga (9 mst) maupun pada saat panen (15 mst). 3. Pengaruh interaksi perlakuan antara kerapatan dan varietas tanaman mempengaruhi produksi biomassa sorgum per tanaman. Kerapatan satu tanaman per lubang dengan Varietas Keller mampu memproduksi biomassa sorgum terbaik pada saat sorgum berumur 9 mst yaitu dengan nilai 392,33 g/tanaman. Daftar Pustaka Anggraeni, D. 2014. Pengaruh Kerapatan Tanaman Terhadap Produksi Biomassa Dan Nira Beberapa Varietas Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) RATOON I. Skripsi. Universitas Lampung. Borrell, A., E.V. Oosterom, G. Hammer, D. Jordan, and A. Douglas. 2006. The physiology of staygreen in sorghum. Hermitage Research Station. University of Quensland: Brisbande. Gardner.,F.P.,R.B. Pierce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya, Terjemahan Herawati Susilo. Universitas Indonesia. Jakarta A.344

Hamim, H., R. Larasati dan M. Kamal. 2012. Analisis komponen hasil sorgum yang ditanam tumpangsari dengan ubi kayu dan waktu tanam berbeda. Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI-PERIPIHIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi yang Berkelanjutan. p 91-94. Bogor, 1-2 Mei 2012. Hartadi, H, S., Reksohadiprojo, L., Soekanto, A. D., Tillman, L. C. Kearl, dan L. E. Haris. 1980. Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. Yayasan Rockefeller, Yogyakarta. Hoeman, S. 2007. Peluang dan Potensi Pengembangan Sorgum Manis. Makalah pada workshop Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagai Bahan Baku Bioetanol. Dirjen Perkebunan. Departemen Pertanian: Jakarta.10 hal. Purnomohadi, M. 2006. Potensi Penggunaan Beberapa Varietas Sorgum Manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) Sebagai Tanaman Pakan Berkelanjutan. Penel. Hayati: Vol. 12. Hlm. 41-44. Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. Penyuluh Petanian BPTP. Jawa Tengah. A.345