BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Sekolah Tempat Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran I. Permohonan Menjadi Responden. Dengan Hormat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB III METODE PENELITIAN. ataupun signifikansi perbedaan kelompok (Azwar, Metode Penelitian, 1. Variabel tergantung : Perilaku seksual

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Siswa Kelas XI SMAN Y Yogyakarta Tahun 2017 (N=114)

Rina Indah Agustina ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap seks pranikah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

Bab IV Hasil dan Pembahasan. Hasil Analisis Deskriptif. Deskripsi data dilakukan untuk mengkategorikan kelompok

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB 3 Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB III METODE PENELITIAN. correlative (hubungan) dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nomor Responden : (diisi oleh peneliti) 2. Jenis Kelamin : 3. Usia :

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang berada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses kehidupannya manusia melewati tahap-tahap perkembangan,

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet?

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental yaitu descriptive

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu harapan bangsa demi kemajuan Negara, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Seks bebas adalah hubungan seksual terhadap lawan jenis maupun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

2016 HUBUNGAN ATTACHMENT ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN PEER PRESSURE DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMAN 1 SUKATANI PURWAKARTA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN. remaja ini terbagi di SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5, SMA Mataram, SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada SMP X di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi

HUBUNGAN PENGAKSESAN SITUS PORNOGRAFI DENGAN SIKAP SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMA 2 BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya.

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Sekolah Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMAN Y Yogyakarta yang berada di tengah kota Yogyakarta. Sekolah ini dekat dengan tempat wisata malioboro dan pasar kembang (sarkem). SMAN Y Yogyakarta terletak di Jl. Gadean No.5, Ngupasan, Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. SMAN Y Yogyakarta memiliki 51 siswa dan 31 guru pada tahun ajaran 216/217. Kegiatan belajar mengajar diadakan setiap hari senin sampai hari sabtu. Setiap hari Jumat pagi SMAN Y Yogyakarta selalu mengadakan kegiatan keagamaan di sekolah. Sekolah ini juga terdapat kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan pada hari Minggu pagi yang dapat diikuti oleh siswa di sekolah tersebut. SMAN Y Yogyakarta memiliki ruangan UKS (Unit Kesehatan Sekolah). Kegiatan UKS yang telah dilaksanakan seperti pemberian pelayanan kesehatan untuk siswa di sekolah tersebut dan pendidikan kesehatan tentang seks bebas dan narkoba. 44

45 2. Karakteristik Responden Dengan Perilaku Seksual Pranikah Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Berdasarkan Karakteristik Responden Pada Siswa Kelas X SMAN Y Yogyakarta Tahun 217 (N = 114) Karakteristik Responden Umur 16 tahun 17 tahun Perilaku Seksual Remaja Total Tinggi Sedang Rendah N % n % n % n % 19 3 2,2 15, 46 11 48,9 55, 29 6 3,8 3, 94 2 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Sudah Mempunyai Pacar Ya Tidak 12 1 22 23,1 16,2 27,8 27 3 53 4 51,9 48,4 67,1 11,4 13 22 4 31 25, 35,4 5,1 88,6 52 62 79 35 Teman Dekat Yang Mempunyai Pacar Ya Tidak 17 5 21, 15,2 4 17 49,4 51,5 24 11 29,6 33,3 81 33 Kedekatan dengan orangtua Ya Tidak 17 5 2,3 16,7 4 17 47,6 56,7 27 8 32,1 26,6 84 3 Mengakses pornografi Ya Tidak situs 18 4 29,5 7,5 43 14 7,5 26,5 35 66, 61 53 Pernah mendapatkan Pendidikan Seks Ya Tidak Sumber: Data Primer 17 5 21, 15,2 4 17 49,4 51,5 24 11 29,6 33,3 81 33 Tabel 4.1 menunjukkan bahwa karakteristik responden pada remaja di SMAN Y Yogyakarta paling banyak berusia 16 tahun yaitu sebanyak 94 orang (82,5%). Tabel ini juga menunjukkan bahwa responden dengan usia 17 tahun paling banyak memiliki perilaku seksual dalam kategori sedang yaitu sebanyak

46 11 orang (55,%). Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh perempuan yaitu sebanyak 62 orang (54,4%), namun jika dibandingkan antara laki-laki dan perempuan, yang paling banyak melakukan perilaku seksual adalah responden laki-laki dengan kategori sedang yaitu sebanyak 27 orang (51,9%). Responden pada penelitian ini sebagian besar sudah mempunyai pacar, yaitu sebanyak 79 orang (69,3%). Responden yang sudah mempunyai pacar paling banyak memiliki perilaku seksual pranikah dengan kategori sedang sebanyak 53 orang (67,1%), sedangkan responden yang tidak mempunyai pacar paling banyak memiliki perilaku seksual dengan kategori rendah yaitu sebanyak 31 orang (88,5%). Sebagian besar responden pada penelitian ini memiliki teman dekat yang sudah mempunyai pacar yaitu sebanyak 81 orang (71,1%). Responden yang memiliki teman dekat yang berpacaran paling banyak memiliki perilaku seksual dengan kategori sedang yaitu sebanyak 4 orang (49,3%), sedangkan responden yang memiliki teman dekat yang tidak berpacaran juga mempunyai perilaku seksual dengan kategori sedang yaitu sebanyak 17 orang (51,5%). Mayoritas responden pada penelitian ini memiliki kedekatan dengan orangtuanya yaitu sebanyak 84 orang (73,7%), namun responden yang paling banyak memiliki perilaku seksual pranikah dalam kategori sedang adalah responden yang tidak memiliki kedekatan dengan orangtuanya yaitu sebanyak 17 orang (56,6%). Karakteristik responden pada penelitian ini mayoritas suka mengakses situs pornografi yaitu sebanyak 61 orang (53,5%). Responden yang suka mengakses situs pornografi paling banyak memiliki perilaku seksual pranikah dalam kategori sedang yaitu sebanyak 43 orang (7,4%), sedangkan responden yang tidak mengakses situs pornografi paling banyak memiliki perilaku seksual dalam

47 kategori rendah yaitu sebanyak 35 orang (66,%). Sebagian besar responden pada penelitian ini pernah mendapatkan pendidikan seksual yaitu sebanyak 81 orang dan responden yang tidak pernah mendapatkan pendidikan seksual paling banyak memilki perilaku seksual dengan kategori sedang yaitu sebanyak 17 orang (51,5%). 3. Tingkat Religiusitas Remaja Di SMA N Y Yogyakarta Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Religiusitas Siswa Kelas X SMAN Y Yogyakarta Tahun 217 (N = 114) Religiusitas Frekuensi (f) Persentase (%) Tinggi Sedang Rendah 36 54 24 31,6 47,4 21,1 Total 114 % Sumber: Data Primer Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa memiliki religiusitas sedang sebanyak 54 orang (47,4%). Tingkat religiusitas siswa dalam kategori tinggi sebanyak 36 orang (31,6%). Tingkat religiusitas siswa yang terendah sebanyak 24 orang (21,1%). 4. Tingkat Perilaku Seksual Pranikah Remaja Di SMA N Y Yogyakarta Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Perilaku Seksual Pranikah Siswa Kelas X SMAN Y Yogyakarta Tahun 217 (N = 114) Perilaku Seksual Frekuensi (f) Persentase (%) Tinggi 22 19,3 Sedang 57 5, Rendah 35 3, Total 114 % Sumber: Data Primer Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mempunyai perilaku seksual pranikah sedang yaitu sebanyak 57 orang (5,%). Siswa yang memiliki perilaku seksual pranikah terendah yaitu sebanyak 35 orang (3,7%).

48 5. Hubungan Religiusitas Dengan Perilaku Seksual Pranikah Tabel 4.4 Korelasi Antara Religiusitas dan Perilaku Seksual Pranikah Siswa Kelas X di SMAN Y Yogyakarta Tahun 217 (N = 114) Tingkat Religiusitas Tinggi Sedang Rendah Tingakat Perilaku Seksual Pranikah Total p Tinggi Sedang Rendah Value n % N % n % n % 1 21,9 18,4 4 53 3,5 46,5 31 1 3 27,2,9 2,6 36 54 24 31,6 47,4 21,, Sumber : Data Primer Tabel 4.4 menunjukkan bahwa hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden termasuk dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 53 orang (46,5%). Berdasarkan hasil uji statistik di dapatkan hasil p value, yang berarti p <,5, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Ho di tolak artinya secara statistik ada hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada siswa kelas X di SMAN Y Yogyakarta. B. Pembahasan 1. Karakteristik Responden a. Umur Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa karakteristik responden dalam penelitian ini sebagian besar berusia 16 tahun (82,5%). Sebagian besar responden yang berusia 17 tahun paling banyak mempunyai perilaku seksual pranikah dalam kategori sedang (55,%). Hasil ini didukung oleh penelitian Margiana (213) yang menunjukkan bahwa responden yang paling sering melakukan perilaku seksual pranikah adalah usia 16-17 tahun. Remaja yang berusia 17 tahun termasuk dalam remaja akhir yang dikategorikan dalam late adolescence. Masa ini merupakan masa menuju dewasa

49 dengan sifat egois yaitu mementingkan diri sendiri, mencari pengalaman baru, dan juga sudah terbentuk identitas seksualnya, sehingga mereka ingin mencoba untuk melakukan perilaku seksual pranikah. (Sarwono, 211). b. Jenis Kelamin Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh perempuan (54,4%). Karakteristik responden yang mempunyai perilaku seksual pranikah dalam kategori sedang sebagian besar adalah responden laki-laki (51,9%). Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Winte et al (212) yang menyatakan bahwa remaja laki-laki lebih sering melakukan perilaku seksual pranikah dikarenakan laki-laki lebih suka melakukan fantasi seksual, menonton video pornografi, dan sering membicarakan masalah seks bersama temannya. Remaja laki-laki sering melakukan perilaku seksual pranikah karena pada umumnya remaja laki-laki mempunyai dorongan seksual lebih kuat dan lebih aktif dalam menacari obyek seksualnya. Remaja perempuan lebih membutuhkan suatu ikatan yang lama dalam hubungan dengan lawan jenisnya sehingga sedikit remaja perempuan untuk melakukan perilaku seksual pranikah (Sarwono, 21). c. Sudah Mempunyai Pacar Berdasarkan karakteristik responden mayaoritas responden dalam penelitian ini sudah mempunyai pacar (69,3%). Sebagian besar responden yang mempunyai pacar memiliki perilaku seksual pranikah kategori sedang (67,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Saputri dan Muhartati (215) yang menyatakan bahwa remaja yang tidak memiliki pacar berisiko kecil untuk melakukan perilaku seksual, sedangkan yang sudah mempunyai pacar berisiko untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Usia remaja merupakan usia yang masih belum bisa mengontrol dan mengatur nafsu seks yang ada dalam dirinya,

5 sehingga mereka akan berdampak pada perilaku seksual pranikah (Khairunnisa, 213). d. Teman Dekat Yang Berpacaran Mayoritas responden dalam penelitian ini mempunyai teman dekat yang sudah berpacaran (71,1%). Sebagian besar responden yang teman dekatnya mempunyai pacar memiliki perilaku seksual pranikah kategori sedang (49,3%). Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Wulandari (216) bahwa remaja yang memiliki teman sebaya yang mempunyai perilaku seksual pranikah akan mempengaruhi sikap remaja lainnya untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Remaja akan meniru dan mengikuti perilaku yang telah dilakukan oleh teman sebayanya, seperti untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Pertemanan dalam remaja selalu mengikuti ajakan teman sebayanya agar mereka bisa bergabung dalam kelompok pertemanan tersebut, sehingga baik dan buruknya ajakan yang dilakukan oleh teman sebayanya selalu diikuti, seperti untuk melakukan perilaku seksual pranikah (Myrers, 212). e. Kedekatan Dengan Orangtua Karakteristik responden dalam penelitian ini sebagian besar memiliki kedekatan dengan orangtuanya (73,7%). Responden yang memiliki kedekatan dengan orangtuanya mempunyai perilaku seksual pranikah kategori sedang (47,6%), sedangkan responden yang tidak memiliki kedekatan dengan orangtuanya juga mempunyai perilaku seksual dengan kategori sedang (56,6%). Dapat disimpulkan bahwa dekat atau tidak dekatnya anak dengan orangtua akan mempengaruhi perilaku seksualnya. Hasil pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Mertia et al (212) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kedekatan orangtua dengan kejadian perilaku seksual pranikah pada remaja.

51 Bimbingan orangtua sangat berperan penting dalam menentukan anak dalam berperilaku, membantu dalam menyelesaikan masalah, serta dapat mengendalikan dorongan untuk melakukan perilaku yang menyimpang seperti perilaku seksual pranikah tersebut (Amrillah et al, 26). Peran orangtua sangat penting dalam memberikan pengetahuan tentang seksualitas. Jika komunikasi orangtua dan anak terbuka tentang seksualitas maka remaja akan mengerti dan tidak melakukan perilaku seksual pranikah (Sarwono, 211). f. Mengakses Situs Pornografi Berdasarkan karakteristik responden mayoritas responden suka mengakses situs pornoografi (53,5%). Karakteristik responden yang suka mengakses situs pornografi sebagian besar mempunyai perilaku seksual pranikah kategori sedang (7,4%). Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian Bahar et al (216) yang menyatakan bahwa remaja yang suka mengakses situs pornografi akan berpengaruh terhadap perilaku seksual pranikah. Dampak media pornografi terhadap perilaku seksual remaja akan mempengaruhi psikologis dari remaja. Membaca, melihat, dan menonton film pornografi akan memotivasi dan merangsang remaja untuk mempraktikkannya. Bila remaja terus menerus terpapar oleh media pornografi, sangat mungkin ia akan terdorong untuk melakukan hubungan seksual pada usia terlalu dini (Samino, 212). g. Pernah Mendapatkan Pendidikan Seksual Berdasarkan karakteristik responden sebagian besar pernah mendapatkan pendidikan seksual (71,1%). Responden yang tidak pernah mendapatkan pendidikan seksual sebagian besar mempunyai perilaku seksual pranikah kategori sedang (51,5%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (214) yang menunjukkan bahwa responden yang pernah mendapatkan

52 pendidikan tentang seksual berisiko kecil untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Pendidikan kesehatan reproduksi sangat berperan penting dalam mempengaruhi sikap dan perilaku terhadap seksualitas pada remaja. Remaja yang sudah mendapatkan pendidikan tentang seksual maka pengetahuan mereka tentang seksual tinggi sehingga mereka berisiko kecil untuk melakukan perilaku seksual pranikah (Margiana, 213). 2. Tingkat Religiusitas Berdasarkan Tabel 4.2 sebagian besar siswa di SMAN Y Yogyakarta memiliki religiusitas dengan kategori sedang. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian dari Utami (215) yang menunjukan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat religiusitas dengan kategori sedang. Berdasarkan kuesioner pada penelitian sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka yakin bahwa Tuhan mengamati tingkah lakunya, responden juga menyatakan bahwa mereka menjadikan agama sebagai pedoman hidup, menjalankan kewajiban agama seperti shalat 5 waktu dan puasa. Mayoritas responden menyatakan bahwa responden memahami ajaran agama melalui pendidikan agama dan kegiatan keagamaan sejak kecil, mengetahui hal-hal yang dilarang oleh agama, misalnya mencuri, minum-minuman keras, dan perilaku seksual pranikah. Religiusitas merupakan hubungan batin antara manusia dengan Tuhan yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Kematangan religiusitas ditandai 6 kriteria yaitu terdefeensiasi dengan baik, dinamis, konsisten, komprehensif, integral dan heuristik. Pertama, kehidupan beragama yang terdefensiasi dengan baik berarti seseorang memeluk agamanya dengan kritis dan didasarkan oleh pemikiranpemikiran rasional. Kedua, dikatakan dinamis apabila agama mampu mengontrol aktivitas individu. Ketiga, religiustas yang konsisten berarti ada keselarasan antara

53 perbuatan seseorang dengan nilai moral agamanya. Keempat, religiusitas yang komprehensif berarti bahwa agama yang dianutnya mampu menjadi falsafah hidup. Dalam hal ini berarti segala sesuatu yang terjadi di kembalikan kepada Tuhan. Kelima, kehidupan religiusitas yang integral berarti religiusitas dalam beragama sudah terintegrasi dengan seluruh aspek kehidupan, sehingga dapat mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan munkar. Keenam, heuristik berarti seseorang menyadari pentingnya untuk selalu meningkatkan pemahaman dan penghayatan agamanya (Pauloutzian, 211). 3. Tingkat Perilaku Seksual Pranikah Berdasarkan analisa dari Tabel 4.3 diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden telah melakukan perilaku seksual pranikah dengan kategori sedang. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian dari Utami (215) yang membuktikan bahwa mayorita responden tingkat perilaku seksual pranikah termasuk dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil kuesioner penelitian didapatkan hasil bahwa sebagian besar perilaku seksual pranikah yang dilakukan remaja yaitu membayangkan bentuk tubuh pasangan, berpegangan tangan, mencium pipi pasangan, berpelukan, memegang/meraba bagian tubuh sensitif, dan melakukan onani maupun masturbasi. Menurut Soetjiningsih (29) bentuk perilaku seksual pranikah pada remaja adalah bergandengan tangan, berpelukan, bercumbu, petting, onani maupun masturbasi, sampai melakukan hubungan seksual. Penelitian dari Muis dan Sari (214) juga membuktikan bahwa sebanyak 9% remaja pernah berpegangan tangan, 78% pernah berpelukan, 75% remaja berciuman, 56% pernah meraba bagian tubuh yang sensitive, 73% pernah melakukan petting dari jumlah responden sebanyak 251 orang. Selain itu dari penelitian ini didapatkan hasil 33% responden pernah melakukan oral seks dan 27% pernah melakukan hubungan seksual.

54 4. Hubungan Religiusitas dengan Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Berdasarkan analisa dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa tingkat religiusitas sedang memiliki perilaku seksual kategori sedang yang berjumlah 46,5%. Hal tersebut dikarenakan pada item kuesioner yang menjelaskan tentang kehadiran Tuhan setiap saat, responden sebagian besar menjawab kadang-kadang yang berarti bahwa responden kurang merasakan adanya kehadiran Tuhan dalam hidupnya, sehingga mereka masih berani untuk melakukan perilaku seksual pranikah. Pernyataan tersebut juga sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa didalam religiusitas terdapat dimensi religious feeling yang berarti bahwa suatu dimensi yang melibatkan perasaan seseorang dalam menjalankan nilai keagamaan, seperti merasakan kehadiran Tuhan setiap saat. Apabila seseorang tersebut benar-benar merasakan kehadiran Tuhan setiap saat maka mereka akan takut untuk berbuat yang tidak seseuai dengan norma agama seperti perilaku seksual pranikah (Aryati, 216). Tabel 4.4 juga menunjukkan bahwa penelitian ini terdapat hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual pranikah pada remaja dengan nilai signifikansi, (p <,5) yang berarti bahwa Ho ditolak yaitu ada hubungan antara religiusitas dan perilaku seksual pranikah pada remaja di SMA Y Yogyakrta. Hasil ini selaras dengan penelitian Utami dan Satriyandari (215) tentang hubungan religiusitas dengan perilaku seksual pada remaja di SMAN Banguntapan dengan hasil p value,1 yang berarti terdapat hubungan antara religiusitas dengan perilaku seksual pada remaja. Religiusitas merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah pada remaja. Hal ini sesuai dengan penelitian Azimar (213) yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara keagamaan dengan hubungan seks pranikah. Agama membentuk seperangkat moral dan keyakinan tertentu pada diri

55 seseorang. Seseorang yang menghayati agamanya dengan baik cenderung akan berperilaku sesuai dengan norma. seseorang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi akan selalu berusaha untuk menginternalisasikan ajaran agamanya dalam perilakunya sehari-hari (Andisti & Ritandiyono, 211). Religiusitas dalam kehidupan memiliki fungsi individual dan fungsi sosial (Ancok, 25). Fungsi religiusitas dalam kehidupan individu adalah sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma yang akan dijadikan sebagai acuan dalam berperilaku dan bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar. Individu yang memiliki tingkat religiusitas yang kuat, idealnya individu tersebut mampu menjalankan semua yang terkandung dalam ajaran agamanya. Ajaran agama Islam sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari seseorang khususnya berperilaku yang sesuai dengan norma agama yang telah diajarkan dan tidak melakukan hal-hal negatif, seperti mencuri, minum-minuman keras, dan melakukan perilaku seksual pranikah. Seseorang yang memiliki tingkat religius yang baik, maka akan berperilaku sesuai dengan norma agama dan dapat menjauhkan diri dari hal-hal negatif (Ancok & Suroso, 28). Hal ini selaras dengan penelitian Utami (215) yang menyatakan bahwa sebanyak 37 orang (78,7%) dengan religiusitas tinggi memiliki perilaku seksual kategori rendah sebanyak 15 orang (31,9%). Pernyataan tersebut jelas bahwa seseorang dengan religiusitas yang tinggi akan memiliki perilaku seksual yang rendah. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya yang sudah dijelaskan diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa tingkat religiusitas seseorang akan mempengaruhi kehidupannya dalam berperilaku yang sesuai dengan norma agama, khususnya agama Islam yang mengajarkan tentang larangan untuk melakukan halhal negatif seperti untuk melakukan perilaku seksual pranikah.

56 C. Kelebihan dan Kelemahan Penelitian 1. Kelebihan Penelitian a. Pada penelitian ini, peneliti sangat memperhatikan dari setiap aspek etika penelitian pada saat pengambilan data sehingga hasil yang didapatkan sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti. 2. Kelemahan Penelitian a. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden sehingga hasilnya tergantung dengan kejujuran responden. b. Penelitian ini hanya menganalisa secara kuantitatif.