HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kadar Tanin terhadap Kandungan Nutrisi Silase

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Tanin

STUDI META-ANALISIS EFEK SENYAWA METABOLIT SEKUNDER TANIN TERHADAP KUALITAS SILASE SKRIPSI TEKAD URIP PAMBUDI SUJARNOKO

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB I PENDAHULUAN. rumen dalam menghasilkan produk metabiolit rumen (VFA, N-NH3 maupun protein

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

HASIL DAN PEMBAHASAN

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH METODE PENGOLAHAN KULIT PISANG BATU (Musa brachyarpa) TERHADAP KANDUNGAN NDF, ADF, SELULOSA, HEMISELULOSA, LIGNIN DAN SILIKA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

I. PENDAHULUAN. Pengembangan ternak ruminansia di Indonesia akan sulit dilakukan jika hanya

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pakan merupakan faktor yang berpengaruh cukup besar terhadap tampilan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Nenas merupakan anggota dari famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

1.1. Potensi Ampas Sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kadar terhadap Kandungan Nutrisi Silase Kandungan nutrisi bahan pakan diharapkan tetap bahkan bertambah saat proses penyimpanan, tidak terkecuali dengan proses silase. sebagai senyawa metabolit sekunder pada tanaman memiliki kemampuan dalam meningkatkan kualitas silase dengan menurunkan degradasi bahan kering (BK) dan protein kasar (PK) (Salawu et al., 1999; Kondo et al., 004, dan Tobacco et al,. 006). Penelitian ini menyatakan hasil yang berbeda yang memperlihatkan bahwa meningkatnya kandungan tanin pada silase tidak merubah nilai nutrisi pakan, hal ini dapat terlihat dari nilai P pada variabel CP, NDF, dan ADF yang tidak nyata (P > 0,1) (Tabel 1). Pengaruh tanin terhadap kandungan nutrisi silase diindikasikan (0,05 < P < 0,1) meningkatkan degradasi ADICP (Acid Detergen Insoluble Crude Protein), hal ini terjadi disebabkan bakteri pembusuk tidak mendapatkan nitrogen yang cukup akibat proses proteksi tanin pada protein yang mudah dicerna, sehingga bakteri memanfaatkan nitrogen dari ADICP yang terletak pada dinding sel. Pengaruh kadar tanin terhadap kualitas nutrisi silase disajikan pada Tabel. Daya ikat antara tanin dan kandungan nutrisi pakan memiliki kekuatan yang berbeda, karena adanya keanekaragaman pada struktur molekul dari tanin dan berbagai macam gugus fungsional yang terdapat pada protein atau zat makanan lainnya. Formasi dan stabilitas dari komplek tanin dengan protein atau zat makanan lainnya terbentuk melalui ikatan hidrogen, ikatan kovalen, ikatan ionik, dan interaksi hidrofobik (Kumar dan Singh, 1994). Umumnya interaksi tanin dan protein atau zat makanan lain dibentuk melalui ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik, hal ini disebabkan banyaknya gugus hidrofobik dan hidroksil pada tanin. Ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik merupakan ikatan yang cukup lemah dibandingkan ikatan ionik dan kovalen, sehinga komplek ikatan pada tanin protein lebih mudah terganggu jika dalam reaksi terdapat detergen, fenol, pelarut organik, urea dan polietilen glikol (Telek dan Graham, 1993). Proses ikatan tanin protein diharapkan dapat menjaga protein hingga memasuki abomasum ruminansia dari degradasi protein di dalam silo dan rumen, namun pada saat memasuki abomasum dan usus halus nutrisi pakan dapat dimanfaatkan sebagai nutrisi kususnya protein by-pass. 16

Tabel. Pengaruh Kadar terhadap Kandungan Nutrisi Silase Variabel SE P N Model Intercept Respon intercept intercept Slope SE slope P slope AIC CP 7 Linier 151, 17,3407 0,0001-0,0704 0,194 0,7179 908,7 Kuadratik 15,0 17,5958 0,0001-0,766 0,4768 0,5635 916, 0,0040 0,0085 0,6369 916, NDF 7 Linier 403,89 69,3464 0,0003 0,1174 0,6845 0,8654 37,0 Kuadratik 397,43 69,973 0,0003 1,0000 1,7653 0,5591 377,5-0,013 0,014 0,5715 377,5 ADF 7 Linier 0,57 80,733 0,0661-0,070 0,16 0,8350 13,8 03,59 80,659 0,0651-0,171 0,3750 0,5787 141,6 0,004 0,0044 0,6036 141,6 ADICP 7 Linier 13,1 0,5106 0,0000-0,1776 0,0511 0,0738 1870,0 Kuadratik 1,87 0,714 0,0000-0,008 0,13 0,9379 1779,7-0,00954 0,0143 0,5834 1779,7 Keterangan: CP: Crude Protein, NDF: Neutral Ditergent Fiber, ADF : Acid ditergent Fiber, ADICP : Acid Ditergent Insoluble Protein, Intercept: Jumlah variabel respon saat tanin yang diberikan sama dengan nol, SE intercept: standar eror, P intercept : Nilai Peluang intercept, Slope : Nilai kemiringan garis (Gradien), SE slope: Standar eror slope, AIC: Nilai jarak antara model yang diberikan dengan model sebenarnya. 17 1

Pengaruh Kadar terhadap Kualitas Silase Pengaruh kadar tanin terhadap kualitas silase dapat diamati pada Tabel. Penilaian kualitas silase meliputi nilai ph silase, jumlah NH 3 atau amonia yang dihasilkan, beberapa senyawa metabolit sekunder dari proses fermentasi silase seperti asam asetat (C ), asam propionat (C 3 ), dan asam butirat (C 4 ). Asam laktat merupakan senyawa yang dihasilkan bakteri asam laktat (BAL), sedangkan C, C 3, dan C 4 merupakan komponen dari VFA yang dihasilkan dari proses fermentasi pakan dalam silo. merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman. merupakan anti-nutrisi yang mampu mengikat protein. Menurut Makkar (1993), keberadaan sejumlah gugus fungsional pada tanin akan menyebabkan terjadinya pengendapan protein. Selain membentuk komplek protein dengan pakan, tanin juga berikatan dengan protein mukosa, sehingga mempengaruhi daya penyerapan nutrien. Di sisi lain tanin diduga mampu melindungi kualitas silase. Menurut Kondo (004), tanin mampu dimanfaatkan sebagai senyawa yang mampu menjaga kualitas silase. mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan Escerichia coli dan Streptococcus aureus (Salawu et al, 1999). Pada penelitian ini diamati pengaruh tanin terhadap jumlah NH 3, ph, asam laktat, asam asetat, asam propionat, dan asam butirat. NH3 atau amonia merupakan zat yang dihasilkan di dalam silase akibat proses pembusukan oleh Clostridum sp, atau bakteri pembusuk lainnya. Amonia berasal dari gugus amin yang terlepas akibat proses degradasi protein oleh bakteri. Protein merupakan zat gizi penting untuk menyusun enzim, hormon, jaringan tubuh, dan sistem antibodi. pada silase melindungi proses degradasi protein oleh bakteri dengan mengikat protein dan menjadi zat anti-bakteri bagi bakteri pembusuk. Pada penelitian ini diketahui bahwa meningkatnya level tanin akan menurunkan jumlah NH 3 secara linear dengan sangat nyata. Hal ini terlihat dari P slope yang rendah yaitu < 0,001, dari penelitian ini juga didapatkan rumus penurunan amonia pada silase dengan penambahan tanin adalah Y = 75,4 0,636 X, dengan Y sebagai jumlah amonia dan X adalah level tanin. Tabacco et al. (006) menyatakan bahwa penambahan tanin yang berasal dari tanaman chesnut, mimosa atau residu daun teh hijau mampu menurunkan degradasi bahan kering (BK) dan PK (protein kasar) 1817

Tabel 3. Pengaruh Kadar terhadap Kualitas Silase Variabel N Model Intercept SE P Intercept Intercept Slope SE slope P slope AIC NH3 10 Linier 75,3717 8,8311 0,0001-0,6363 0,1406 0,0001 1149,4 Kuadratik 77,687 8,9910 0,0001-1,0043 0,3967 0,0100 1156,3 0,0076 0,0069 0,754 1156,3 Ph 116 Linier 4,4351 0,1081 0,0001-0,0011 0,006 0,6779 174,9 Kuadratik 4,4499 0,1130 0,0001-0,003 0,0076 0,7663 190,7 0,0001 0,0001 0,6396 190,7 Lactate 61 Linier 40,598 5,7757 0,0001 0,11 0,1797 0,35 554,0 38,5695 6,333 0,0001 0,6939 0,590 0,461 560,3-0,0099 0,0115 0,397 560,3 C 63 Linier 17,1584 4,805 0,0009-0,0447 0,0930 0,633 559,5 Kuadratik 16,1946 4,4663 0,001 0,1389 0,45 0,5738 568,0-0,0033 0,0040 0,414 568,0 C3 Linier,867 1,6116 0,160-0,0046 0,080 0,9545 173,7 Kuadratik 1,6438,1076 0,4600 0,1949 0,353 0,4600 184,4-0,0031 0,0034 0,3700 184,4 C4 65 Linier 6,8587 1,8895 0,005-0,17 0,6767 0,0759 486,9 Kuadratik 7,0996,0764 0,0038-0,1735 0,1970 0,3800 496,4 0,0009 0,0033 0,7831 496,4 Keterangan: NH 3 : Amonia, ph: Drajat keasaman (jumlah konsentrasi H+) Lactate : asam laktat C : asam asetat C3 : asam butirat C4 : asam propionat, Intercept: Jumlah variabel respon saat tanin yang diberikan sam dengan nol, SE intercept: standar eror, P intercept : Nilai Peluang (selang kepercayaan) intercept, Slope : Nilai kemiringan garis ( Gradien), SE slope: Standar eror slope, AIC: Nilai jarak antara model yang diberikan dengan model yang sebenarnya 19

selama proses pembuatan silase. Konsentrasi N-amonia atau N total yang menurun menunjukkan bahwa proses degradasi protein oleh bakteri pembusuk berkurang, hal ini sangat baik untuk ternak karena dengan demikian ternak lebih banyak mendapat asupan protein murni, selain itu akan didapatkan produk silase dengan kualitas dan palatabilitas yang baik, karena bau yang ditimbulkan bukan dominan bau amonia yang tidak disukai oleh ternak, tetapi bau asam dari beberapa senyawa asam silase yang lebih disukai ternak ruminansia. Pengamatan pada ph silase merupakan hal yang sangat penting, karena teknik pembuatan silase adalah teknik menjadikan suasana asam pada lingkungan. Nilai ph silase pada jurnal yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar termasuk dalam kategori baik sekali 3,5 4, (Siregar, 1996). Penurunan ph ini bertujuan menjadikan suasana yang tidak cocok untuk tumbuhnya bakteri pembusuk, sehingga kuantitas dan kualitas silase dapat terjaga dengan baik, pada penelitian ini ph tidak dipengaruhi oleh kadar tanin pada silase. Hal ini terlihat dari nilai P (selang kepercayaan) ph yang > 0,05. Baik dalam model linear maupun kuadratik. Pengamatan terhadap nilai ph pada silase akan lebih baik jika yang diamati adalah waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan ph silase, karena dengan waktu yang cepat untuk mencapai ph mendekati empat, maka semakin kecil pembusukan yang terjadi. Proses pembuatan silase dipengaruhi juga oleh bakteri penghasil asam terutama bakteri asam laktat, bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat yang mampu menurunkan ph silo, selain asam laktat. BAL (bakteri asam laktat) juga dapat memproduksi hidrogen peroksida yang bersifat racun bagi bakteri pembusuk (Muck, 00). Pada penelitian pegaruh tanin terhdap kualitas silase terlihat bahwa jumlah laktat yag dihasilkan tidak dipengaruhi oleh kandungan tanin pada silase. hal ini terlihat dari p slope > 0,05. Asam asetat atau C merupakan senyawa yang termasuk dalam VFA asam asetat dihasikan dalam proses fermentasi serat. Asam asetat merupakan salah satu prekursor asam lemak rantai pendek pada produksi susu sapi. C yang tinggi pada silase menunjukkan bahwa serat yang mudah tercerna mengalami degradasi yang sangat besar, oleh sebab itu diharapkan jumlah C yang dihasilkan pada silase sedikit. Asam asetat pada silase diahasilkan oleh bakteri Clostridum dan jamur yang 180

mampu mengkonversi asam laktat menjadi asam asetat (Salawu et al., 1999). Asam laktat sangat penting dalam penurunan ph silase (Salminent dan Wreight, 1998). Konsentrasi asam asetat dan asam butirat antar perlakuan silase tidak berbeda nyata, namun konsentrasi asam-asam tersebut relatif lebih rendah pada silase yang dicampur tanin dibandingkan dengan silase tanpa tanin. Pada penelitian pengaruh tanin terhadap kualitas silase dianalisis pengaruh tanin terhadap jumlah asam asetat yang dihasilkan. Pada penelitian ini terlihat bahwa tanin tidak mempengaruhi jumlah asam asetat yang berada pada silase. Hal ini didukung dengan nilai P slope yang > 0,05. Asam propionat atau C 3 merupakan bahan prekursor glukosa pada ternak ruminansia yang penting keberadaannya bagi ternak pedaging dalam meningkatkan jumlah jaringan glikogen pada tubuh. Selain itu propionat juga berfungsi sebagai prekursor laktosa yang penting dalam meningkatkan produksi susu dan salah satu prekursor dari gliserol yang penting keberadaannya sebagai salah satu komponen asam lemak rantai pendek pada pembentuan susu. Asam propionat banyak dihasilkan dari konsentrat terutama bahan bahan pakan sumber energi yang mengandung karbohidarat mudah terfermentasi. Pada silase diharapkan jumlah propionat yang dihasilkan tidak terlalu banyak, karena hal ini menandakan bahwa degradasi nutrisi oleh bakteri pembusuk berjalan dengan baik (Kondo et al., 004). Penelitian Olivera (009) menyatakan bahwa asam propionat yang dihasilkan pada silase dengan penambahan tanin dan tanpa penambahan tanin tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan penelitian Cavallarin (007) yang menyatakan bahwa tanin tidak mempengaruhi fermentasi pada silase. Hasil penelitian diatas senada dengan hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa jumlah propionat tidak dipengaruhi oleh level tanin pada silase, pernyataan ini berdasarkan dari P slope jumlah propionat akibat penambahan tanin > 0,05. Selain asam asetat dan asam propionat dalam silase juga dihasilkan asam lemak terbang lain yang disebut sebagai asam butirat atau C4. Asam butirat merupakan indikator bagi jumlah pembusukan yang terjadi dalam silase. Asam butirat yang tinggi akan menurunkan kulaitas silase karena palatabilitas silase turun. Menurut Siregar (1996), asam butirat dibentuk oleh bakteri pembusuk. Salawu (1999) menyatakan bahwa aktivitas mikroba pembusuk seperti spesies Clostridium 19 1

sp akan mengubah asam laktat menjadi asam butirat. Pada penelitian ini diindikasikan bahwa asam butirat mengalami penurunan saat level tanin ditingkatkan. Pendapat ini sesuai dengan Salawu et al. (1999) yang menyatakan bahwa tanin pada silase dapat menghambat aktivitas bakteri dan jamur, sehingga menurunkan konversi laktat menjadi asetat, etanol atau butirat. dalam penelitian ini hanya diindikasikan dapat menurunkan jumlah butirat karena p slope bernilai antara (0,05 < P < 0,1), dari proses pengamatan level tanin terhadap kualitas silase dihasilkan persamaan matematika pengaruh tanin terhadap jumlah butirat sebagai berikut: Y = 6,9 0,13 X, dengan Y adalah jumlah amonia dan X adalah jumlah tanin yang ada pada silase. 0