4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

3. METODE PENELITIAN

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

3. METODE PENELITIAN

2. METODOLOGI PENELITIAN

3.3 Pengumpulan Data Primer

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

3. METODE PENELITIAN

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

Length-Weight based Stock Assesment Of Round Scad ( Decapterus russelli ) From Mapur Fishing Ground and Landed at Pelantar KUD Tanjungpinang

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN

KAJIAN STOK RAJUNGAN (Portunus pelagicus) BERDASARKAN HUBUNGAN LEBAR BERAT DAN MORTALITAS PADA TEMPAT PENDARATAN IKAN DI DESA KAWAL KABUPATEN BINTAN

PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN TERI PEKTO (Stolephorus Waitei) DI PERAIRAN BELAWAN KOTA MEDAN SUMATERA UTARA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

3. METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI UDANG KELONG (Penaeus merguiensis) DI PERAIRAN KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

The study of Sardinella fimbriata stock based on weight length in Karas fishing ground landed at Pelantar KUD in Tanjungpinang

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation)

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

Abstrak. Kata Kunci : Ikan ekor Kuning, pertumbuhan, laju mortalitas, eksploitasi. Abstract

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

PERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IKAN TAWES (Barbonymus gonionotus) DI DANAU SIDENRENG KABUPATEN SIDRAP Nuraeni L. Rapi 1) dan Mesalina Tri Hidayani 2)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN SUMBERDAYA IKAN KURISI

3. METODE PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

KAJIAN STOK IKAN LAYANG (Decaterus ruselli) BERBASIS PANJANG BERAT YANG DIDARATKAN DI PASAR IKAN TAREMPA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

Hardiyansyah Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP, UMRAH,

Study Programme of Management Aquatic Resource Faculty of Marine Science and Fisheries, University Maritime Raja Ali Haji

Study Programme of Management Aquatic Resources Faculty of Marine Science and Fisheries, University Maritime Raja Ali Haji

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

FAKTOR KONDISI DAN HUBUNGAN PANJANG BERAT IKAN SELIKUR (Scomber australasicus) DI LAUT NATUNA YANG DIDARATKAN DI PELANTAR KUD KOTA TANJUNGPINANG

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NUR LAILY HIDAYAT

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

Length-Weight based Stock Assessment Of Eastern Little Tuna (Euthynnus affinis ) Landed at Tarempa Fish Market Kepulauan Anambas

HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak

BAB III METODE PENELITIAN. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut:

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

Growth Analysis and Exploitation rate of Tuna Fish (Auxis thazard) landed on Belawan Ocean Fishing Port Sumatera Utara

The Growth and Exploitation of Tamban (Sardinella albella Valenciennes, 1847) in Malacca Strait Tanjung Beringin Serdang Bedagai North Sumatra

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

Stock assesment of portunus crab (Portunus pelagicus). Landed on Pengudang village of Bintan Diskiet

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode dan Desain Penelitian

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

18 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Perairan Teluk Banten Teluk Banten terletak di sebelah utara Banten pada koordinat 106 o 5 50-106 o 16 15 Bujur Timur (BT) dan 5 o 55 25-6 o 02 25 Lintang Selatan. Teluk Banten memiliki luas 120m 2 dan kedalaman kurang lebih 25 meter. Dasar perairan Teluk Banten terdiri dari lumpur bercampur pasir dengan pantai yang landai. Teluk Banten adalah perairan yang sangat penting dalam ekologis. Perairan ini secara ekologis menjadi penting karena menopang kehidupan biota di laut. Menurut hasil penelitian Zaenab (2001) kondisi perairan di Teluk Banten memiliki nilai kandungan logam berat Hg (merkuri) berkisar antara 0.00020-0.050 mg/l, sedangkan nilai Cd (kadmium) sebesar 0.003-0.061 mg/l. Secara umum kondisi perairan teluk Banten berada dalam kondisi ekosistem yang cukup stabil. Pada perairan teluk Banten memang belum bisa dikatakan termasuk perairan yang tercemar, tetapi seiring dengan waktu, bahan pencemar lainnya juga ikut meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan industri yang terdapat di sekitar Teluk Banten, baik dari industri penambangan batu, PLTU, industri pengeboran minyak lepas pantai dan lain lain. Secara ekonomis perairan ini merupakan tempat kehidupan ribuan manusia, mulai dari nelayan, pelaku bisnis, hingga masyarakat umum lainnya. Kegiatan perikanan di Karangantu, khususnya perikanan tangkap memegang peranan yang tidak kalah pentingnya dengan kegiatan pelabuhan niaga atau umum. Hal ini didukung dengan potensi perikanan di perairan teluk Banten yang kaya dengan sumberdaya laut terutama ikan pelagis kecil. Teluk Banten dilindungi oleh pulau pulau kecil di mulut teluk, sehingga memungkinkan para nelayan yang menggunakan perahu kecil dapat melakukan kegiatan penangkapan sepanjang tahun. tetapi dalam beberapa tahun ini telah terjadi peningkatan hasil penangkapan baik ikan dan juga jenis jenis crustacea, hal ini bisa dilihat dari menurunnya hasil tangkapan dan ukuran hasil tangkapan yang mulai menurun setiap tahunnya, dan juga bertambahnya armada penangkapan ikan setiap tahunnya.

19 4.2. Nisbah Kelamin Nisbah kelamin penting diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan populasi. Jumlah frekuensi rajungan jantan di Perairan Teluk Banten sebanyak 206 ekor dan jumlah frekuensi rajungan betina sebanyak 107 ekor. Perbandingan rajungan jantan dan rajungan betina sebesar 1,9:1. Nisbah kelamin dan proporsi kelamin rajungan pada setiap pengambilan contoh dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1. Nisbah kelamin dan proporsi kelamin pada rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu, Teluk Banten setiap pengambilan contoh Pengambilan contoh Waktu Nisbah Jenis Kelamin (%) Jantan Betina 1 10 Februari 2011 46 54 2 24 Februari 2011 58 42 3 10 Maret 2011 54 46 4 24 Maret 2011 72 28 5 7 April 2011 85 15 Menurut Effendie (2002), perbandingan rasio di alam tidaklah mutlak. Hal ini dipengaruhi oleh adanya pola penyebaran, ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan. Keseimbangan nisbah kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Perbedaan 1:1 ini sering menyimpang antara lain disebabkan oleh perbedaan pola tingkah laku jantan dan betina, dan laju pertumbuhannya (Nasabah 1996 in Ismail 2006). 4.3. Sebaran Frekuensi Lebar Karapas Jumlah rajungan yang diamati dari pengambilan contoh pertama tanggal 10 Februari 2011 sampai dengan pengambilan contoh terakhir terakhir pada tanggal 7 April 2011 mencapai 313 ekor. Panjang total rajungan yang tertangkap berkisar antara 65 mm sampai 165 mm. Jumlah yang diamati setiap pengambilan contoh bervariasi tergantung kepada hasil tangkapan nelayan. Pada 10 Februari 2011 frekuensi rajungan jantan yang dominan tertangkap pada selang 86-95 mm, 116-125 mm, dan 126-135, jumlahnya sebanyak 3 ekor untuk masing masing selang kelas tersebut, sedangkan rajungan betina pada selang 86-95, dan 96-105 masing masing juga sebanyak 3 ekor. Pada pengambilan contoh kedua pada tanggal 24 Februari 2011 frekuensi rajungan jantan terbanyak pada selang 76-85

20 mm, 86-95 mm, 96-105 mm, 106-115 mm yaitu masing masing sebanyak 7 ekor, sedangkan untuk rajungan betina pada selang 96-105. Pengambilan contoh pada 10 Maret 2011, frekuensi yang dominan tertangkap untuk rajungan jantan dan betina pada selang 96-105 mm. Pada pengambilan contoh 24 Maret 2011 frekuensi rajungan jantan dan betina terbanyak pada selang 116-125 mm. Pada pengambilan contoh terakhir pada tanggal 7 April 2011 frekuensi yang dominan tertangkap untuk rajungan jantan pada selang 116-125 mm, sedangkan rajungan betina pada selang 106-115 mm, dan 116-125 mm sebanyak 3 ekor pada masing masing selang (Tabel 2). Tabel 2. Sebaran frekuensi lebar karapas rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu Teluk Banten Selang Kelas (mm) Kamis Kamis Kamis Kamis Kamis 10 Februari 2011 24 Februari 2011 10 Maret 2011 24 Maret 2011 7 April 2011 J B J B J B J B J B 65-75 1 1 0 4 2 0 1 1 0 0 76-85 1 2 7 3 3 3 1 1 1 0 86-95 3 3 7 2 5 3 3 0 4 1 96-105 1 3 7 8 11 13 6 2 7 2 106-115 1 2 7 7 8 7 7 4 11 3 116-125 3 2 4 2 4 6 13 6 21 3 126-135 3 2 5 3 4 0 7 3 17 2 136-145 0 0 2 0 0 0 6 1 5 1 146-155 0 0 2 0 1 0 3 1 0 0 156-165 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 Total 13 15 41 29 38 32 48 19 66 12 T adalah jumlah rajungan jenis kelamin jantan dan betina, J adalah rajungan jantan, dan B adalah rajungan betina Jumlah dari frekuensi rajungan jantan lebih banyak dibandingkan dengan rajungan betina (Gambar 4). Rajungan contoh yang digunakan dalam analisa sebaran ukuran lebar karapas terdiri dari 206 ekor rajungan jantan dan 107 ekor rajungan betina. Dari keseluruhan data, diketahui bahwa frekuensi tertinggi rajungan jantan pada selang kelas 116-165 mm, sedangkan frekuensi tertinggi rajungan betina pada selang kelas 96-105 mm. Ukuran rajungan jantan disini lebih besar dibandingkan dengan rajungan betina. Lagler (1977) in Sparre & Venema

21 (1999) menjelaskan bahwa perbedaan ukuran rajungan antar jenis kelamin kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor genetik dari rajungan tersebut. Gambar 5. Sebaran frekuensi lebar karapas rajungan (P. pelagicus) jantan maupun betina di PPN Karangantu Teluk Banten pada bulan Februari 2011- April 2011 Effendie (2002) menyatakan bahwa faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan adalah keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan rajungan adalah suhu dan makanan. Hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan rajungan berbeda di setiap tempat dan waktu. Berdasarkan gambar 4 jumlah ukuran lebar karapas rajungan jantan lebih besar dibandingkan dengan lebar karapas rajungan betina. 4.4. Kelompok Umur Analisa kelompok umur dilakukan untuk setiap pengambilan contoh. Hal ini dilakukan untuk melihat perubahan rata-rata lebar karapas menurut waktu pengambilan contoh. Hasil analisis pemisahan kelompok umur diperoleh dari ratarata dan indeks separasi masing-masing ukuran kelompok lebar karapas rajungan.

22 Gambar 6. Frekuensi lebar karapas rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu Teluk Banten pada bulan Februari 2011-April 2011 Grafik sebaran lebar karapas rajungan (P. pelagicus) jantan (Gambar 6) menggambarkan adanya pertumbuhan lebar karapas. Terjadi pergeseran pertumbuhan lebar karapas pada tanggal 10 Februari dan 24 Februari (78.91 mm), menjadi 102.29 mm pada tanggal 24 Februari dan 10 Maret, begitu juga dari 24

23 Maret sampai dengan pengambilan contoh terakhir 7 April terjadi pergeseran modus yaitu dari 114.51 mm menjadi 121.28 mm. Pergeseran modus kelas panjang setiap pengambilan contohnya ke arah kanan menunjukan adanya pertumbuhan rajungan. Untuk kurva pertumbuhan rajungan dapat terlihat pada Gambar 7. Gambar 7. Kurva pertumbuhan rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu Teluk Banten pada bulan Februari 2011-April 2011 Hasselbald (1996), McNew & Summerfelt (1978) serta Clark (1981) in Sparre & Venema (1999) menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang sangat relevan terhadap suatu studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan. Apabila indeks separasi kurang dari dua (<2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok umur karena akan terjadi tumpang tindih dengan kedua kelompok umur tersebut. Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa hasil pemisahan umur rajungan dapat diterima dan digunakan untuk analisa berikutnya. Tabel 3. Sebaran kelompok umur rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu, Teluk Banten setiap pengambilan contoh Tanggal Pengambilan Contoh Nilai Tengah 10 Februari 2011 78.91 112.94 Simpangan Baku 14.35 12.62 Indeks Separasi 24 Februari 2011 102.29 14.27-10 Maret 2011 104.49 12.78-24 Maret 2011 114.51 13.06 - - 2.2 7 April 2011 121.28 14.21 -

24 4.5. Pola Pertumbuhan 4.5.1. Hubungan Lebar dan Bobot Analisis hubungan lebar dan bobot menggunakan data lebar karapas dan bobot rajungan untuk melihat pola pertumbuhan individu rajungan di Teluk Banten. Hubungan lebar-bobot rajungan Teluk Banten disajikan pada Tabel 4. pada setiap pengambilan contoh di Tabel 4. Hubungan lebar bobot rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu, Teluk Banten setiap pengambilan contoh Pengambilan contoh Waktu n b R 2 keterangan 1 10 Februari 2011 13 3.3913 0.9631 Allometrik positif 2 24 Februari 2011 41 3.216 0.906 Allometrik positif 3 10 Maret 2011 38 2.8427 0.8431 Allometrik negatif 4 24 Maret 2011 48 3.0147 0.7657 Alometrik positif 5 7 April 2011 66 3.0529 0.9211 Allometrik positif Rajungan contoh yang digunakan adalah sebanyak 313 ekor, dengan komposisi rajungan jantan sebanyak 206 ekor, dan rajungan betina sebanyak 107 ekor. Pengambilan contoh yang dilakukan selama lima kali menunjukan bahwa secara umum pertumbuhan rajungan bersifat allometrik positif, yaitu pertumbuhan bobot lebih cepat dibandingkan pertumbuhan lebar karapas. Gambar 8. Hubungan lebar-bobot rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu Teluk Banten pada bulan Februari 2011-April 2011

25 4.5.2. Faktor Kondisi Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokkan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan data lebar dan bobot. Rata-rata faktor kondisi rajungan bervariasi untuk setiap pengambilan data (Gambar 9). Gambar 9. Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu Teluk Banten pada bulan Februari 2011-April 2011 Selama waktu pengamatan, nilai faktor kondisi rajungan di Teluk Banten berkisar antara 0.63-1.75. Faktor kondisi yang tinggi pada rajungan menunjukkan rajungan dalam perkembangan gonad, sedangkan faktor kondisi yang rendah

26 menunjukkan rajungan kurang mendapat asupan makanan. Faktor kondisi juga akan berbeda tergantung pada jenis kelamin dari rajungan, musim atau lokasi penangkapan serta faktor kondisi juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad dan juga kelimpahan makanan (King 1995). Variasi nilai yang didapat dari faktor kondisi tergantung pada makanan, umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad (Effendie 2002). 4.5.3. Parameter Pertumbuhan Parameter pertumbuhan diduga menggunakan metode plot Ford-Walford. Ford-Walford merupakan metode paling sederhana untuk menduga parameter pertumbuhan dengan interval pengambilan contoh yang sama (King 1995) serta memerlukan data panjang rata rata ikan setiap kelompok ukuran panjang (Sparre & Venema 1999). Dengan metode plot Ford-Walford didapatkan persamaan Von Bertalanffy rajungan didapat koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0.1036 dan panjang asimtotik (L ) sebesar 177.45 mm, (Tabel 5). Tabel 5. Parameter pertumbuhan rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu, Teluk Banten Parameter Pertumbuhan L (mm) 177.45 k 0.1036 t 0-0.2665 Persamaan Von Bertalanffy yang terbentuk untuk rajungan betina adalah L t = 177.45 [1 e -0.1036(t+0.208) ] (Gambar 10). Metode pendugaan umur untuk ikan di daerah tropis dapat melalui analisis frekuensi panjang, sedangkan untuk jenis crustacea seperti rajungan menggunakan analisis frekuensi lebar karapas. Umur bertambah sehingga lebar karapas juga semakin bertambah atau berganti karena rajungan melakukan molting.

27 Gambar 10. Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy rajungan (P. pelagicus) betina di PPN Karangantu Teluk Banten Faktor penyebab kecepatan pertumbuhan rajungan adalah ketersediaan makanan di perairan. Parameter pertumbuhan sangat penting dalam pendugaan stok karena dapat menentukan panjang asimtotik suatu organisme. Apabila nilai K yang besar maka nilai L akan semakin mengecil dan memiliki umur yang relatif pendek. Hal ini disebabkan kondisi dari lingkungan organisme tersebut. Faktor internal yang mempengaruhi adalah faktor genetik, parasit, dan penyakit. Pada penelitian ini didapat L 177.45 mm. Menurut Moyle & Cech 2004 in Tutopoho (2008) pertumbuhan yang cepat dapat disebabkan persediaan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai, sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan nilai koefisien pertumbuhan disebabkan oleh perbedaan genetika. 4.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) rajungan dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data lebar karapas (Gambar 11). Laju mortalitas alami diduga menggunakan rumus empiris Pauly (Spare & Venema 1999) dengan suhu rata-rata permukaan perairan Teluk Banten 30,5 0 C (Zaenab 2001).

28 Gambar 11. Kurva hasil tangkapan rajungan (P. pelagicus) yang dilinearkan berbasis data lebar karapas ( : titik yang digunakan dalam analisis regresi untuk menduga Z) Hasil analisis laju mortalitas dan laju eksploitasi rajungan dapat dilihat dalam tabel 8. Laju mortalitas alami (M) rajungan sebesar 0.2144 dan laju mortalitas tangkapan (F) sebesar 0.0275,sehingga didapat laju eksploitasi sebesar 11.36%. Tabel 6. Laju mortalitas dan laju eksploitasi rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu, Teluk Banten Laju Nilai (per tahun) Mortalitas Total (Z) 0,3980 Mortalitas Alami (M) 0,2051 Mortalitas Penangkapan (F) 0,1929 Eksploitasi (E) 0,4847 Laju eksploitasi rajungan (Portunus pelagicus) di Teluk Banten masingmasing sebesar 0,4847 atau 48.47%. Laju eksploitasi rajungan di Teluk Banten dibawah nilai eksploitasi optimum sebesar 0,5. Nilai laju eksploitasi rajungan ini menyatakan indikasi tidak adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok rajungan di perairan Teluk Banten. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh

29 laju eksploitasi. Semakin tinggi tingkat eksploitasi, makin tinggi mortalitas penangkapan. Tingginya laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukkan dugaan terjadi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah rajungan tua (Sparre & Venema 1999) karena rajungan muda tidak diberikan kesempatan untuk tumbuh sehingga dibutuhkan pengurangan dalam penangkapan. 4.7 Pengelolaan Sumberdaya Rajungan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kegiatan penangkapan terhadap sumberdaya rajungan (Portunus pelagicus) masih bisa dikatakan normal. Hal ini dikarenakan laju eksploitasi tidak melebihi nilai laju eksploitasi optimum sebesar 0.5. Penangkapan berlebih diartikan sebagai jumlah usaha penangkapan sedemikian tinggi dimana stok ikan tidak mempunyai kesempatan (waktu) untuk berkembang, sehingga total hasil tangkapan lebih rendah dibandingkan pada jumlah usaha yang lebih rendah (Sparre & Venema 1992 dan Gulland 1983). Untuk mencegah terjadinya penurunan potensi sumberdaya rajungan (Portunus pelagicus) di wilayah perairan tersebut dapat dihindari dengan melakukan pengaturan dan pengelolaan terhadap sumberdaya rajungan (Portunus pelagicus) yang ada. Untuk mengimbangi agar tidak terjadi dugaan growth overfishing maka dibutuhkan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya rajungan di Teluk Banten yang berlangsung secara berkelanjutan dan tetap lestari. Pengelolaan dapat dilakukan dengan penentuan daerah penangkapan pada musim pemijahan, pengaturan upaya penangkapan, dan pengaturan ukuran mata jaring. Menurut Susilo (2009), pada perikanan laut dengan biaya operasi penangkapan yang rendah (low cost) yang dipengaruhi oleh kenaikan komponen biaya operasi penangkapan seperti kenaikan harga bahan bakar sebenarnya baik untuk menjamin kelestarian sumberdaya ikan. Keadaan ini menunjukkan akan terjadi keseimbangan stok ikan di perairan tersebut, walaupun memberikan keuntungan yang terbatas bagi nelayan. Pengaturan upaya penangkapan (trip) dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan perikanan stok sumberdaya ikan kuniran di Teluk Jakarta dilaksanakan dengan cara mengurangi pengurangan nelayan rajungan atau tidak menambah lagi jumlah unit kapal yang digunakan dalam proses penangkapan

30 rajungan (Portunus pelagicus). Langkah ini dilakukan agar sesuai dengan kemampuan produksi dan daya pulih kembali sumberdaya rajungan sehingga kapasitas yang optimal dan lestari dapat terjamin. Agar tidak terjadi masalah baru maka dibutuhkan kerjasama antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pengelola, masyarakat khususnya nelayan serta pihak yang terkait untuk memahami pentingnya kebijakan ini dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan ke depannya.