BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalahfasilitaspelayanan kesehatan yangmenyelenggarakanupaya kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 46

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELAYANAN KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS

PROVINSI KALIMANTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

SISTEM PELAYANAN KESEHATAN & SISTEM RUJUKAN. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.KES

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

PROGRAM KERJA PANITIA PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT RSIA CITRA INSANI

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

PROGRAM KERJA PANITIA PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT RUMAH SAKIT HARAPAN BUNDA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN PELAYANAN TIM PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT RUMAH SAKIT LAVALETTE

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PUSKESMAS DAN KLINIK

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

KATA PENGANTAR. Sampang, Desember 2015 Tim Penyususn,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Untuk mempercepat terwujudnya masyarakat sehat, yang merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA KENDARI

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masayrakat setinggi-tingginya diwilayah kerjanya.

sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu yang terdiri dari berbagai elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

BAB 1 PENDAHULUAN. Promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa (1986) adalah suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT OEGANISASI ESELON I KL DAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAAH (SKPD)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PENINGKATAN PELAYANAN GIZI DALAM MENUNJANG AKREDITASI PUSKESMAS

BAB 1 PENDAHULUAN. tentang perlunya melakukan Primary Health Care Reforms. Intinya adalah

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya?

KERANGKA ACUAN PROGRAM PROMKES DINAS KESEHATAN KOTA SURAKARTA UPTD PUSKESMAS PUCANGSAWIT

Administrasi dan Kebijakan Upaya Kesehatan Perorangan. Amal Sjaaf Dep. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, FKM UI

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

RENCANA STRATEGIS CARA MENCAPAI TUJUAN/SASARAN URAIAN INDIKATOR KEBIJAKAN PROGRAM KETERANGAN. 1 Pelayanan Kesehatan 1.

BAB I PENDAHULUAN. prioritas (Nawa Cita) dimana agenda ke-5 (lima) yaitu meningkatkan kualitas

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pelayanan merupakan suatu aktivitas atau serangkaian alat yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. beragam macamnya, salah satunya ialah puskesmas. Puskesmas adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. membuat setiap orang atau individu mampu untuk hidup produktif dalam segi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Promosi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. besar terhadap kesejahteraan manusia. Setiap kegiatan dan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 128/Menkes/Sk/II/2004 tentang. Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat Menteri Kesehatan RI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

KEBIJAKAN DASAR PUSKESMAS (Kepmenkes No 128 th 2004) KEBJK DSR PUSK

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berjalan sendiri-sendiri dan tidak saling berhubungan.

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Definisi Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas kesehatan masyarakat tingkat pertama yang memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional khususnya subsistem upaya kesehatan, guna untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta menyukseskan program jaminan sosial nasional. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes No 75, 2014). 2.1.2 Tujuan Puskesmas Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang: a. memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; b. mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu c. hidup dalam lingkungan sehat; dan 10

11 d. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. (Permenkes No. 75,2014) 2.1.3 Fungsi dan Wewenang Puskesmas Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Puskesmas menyelenggarakan fungsi: a. penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan b. penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya. Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalahsetiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Sedangkan, Upaya Kesehatan Perseorangan yang selanjutnya disingkat UKP adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan. Untuk melaksanakan fungsi penyelenggaraan UKM, Puskesmas berwenang untuk: a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;

12 b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan; c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan; d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait; e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat; f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas; g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan; h. melaksanakan pencacatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan, dan i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respons penanggulangan penyakit. Dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan UKP, Puskesmas berwenang untuk: a. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan, dan bermutu; b. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif; c. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat;

13 d. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung; e. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi; f. melaksanakan rekam medis; g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses Pelayanan Kesehatan; h. melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan; i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem Rujukan. Selain menyelenggarakan kedua fungsi diatas, Puskesmas dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan Tenaga Kesehatan (Permenkes No. 75,2014) 2.1.4 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas Menurut Permenkes No. 75 Tahun 2014, prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi: a. paradigma sehat; b. pertanggungjawaban wilayah; c. kemandirian masyarakat; d. pemerataan; e. teknologi tepat guna; dan f. keterpaduan dan kesinambungan.

14 Prinsip paradigma sehat artinya, Puskesmas mendorong seluruh pemangkukepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Prinsip pertanggungjawaban wilayah artinya, Puskesmas menggerakkan dan bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Prinsip kemandirian masyarakat artinya, Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Prinsip pemerataan artinya, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan. Prinsip teknologi tepat guna artinya, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan. Sedangkan prinsip yang terakhir yaitu prinsip keterpaduan dan kesinambungan artinya, Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas. 2.1.5 Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan.

15 Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja. Jenis tenaga kesehatan sebagaimana paling sedikit terdiri atas : a. dokter atau dokter layanan primer; b. dokter gigi; c. perawat; d. bidan; e. tenaga kesehatan masyarakat; f. tenaga kesehatan lingkungan; g. ahli teknologi laboratorium medik; h. tenaga gizi; i. dan tenaga kefarmasian. Tenaga kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas harus memiliki surat izin praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas.

16 2.2 Upaya Penyelenggaraan Kesehatan Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Upaya kesehatan dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama sebagaimana dimaksud meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan (Kemenkes, 2014). Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi : a. pelayanan promosi kesehatan; b. pelayanan kesehatan lingkungan; c. pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana; d. Pelayanan gizi; dan e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan yang dimaksud merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masingmasing Puskesmas (Kemenkes, 2014).

17 2.3 Pelayanan Promotif dan Preventif Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit (UU No. 36 Tahun 2009). Promosi Kesehatan adalah program kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik didalam masyarakat sendiri, maupun didalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, politik). Promosi kesehatan tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan, dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2007). Promosi kesehatan oleh Puskesmas adalah upaya Puskesmas untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, individu sehat, keluarga dan masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat

18 melaluipembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama sesuai sosial budaya serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Kemenkes RI, 2011). Promosi Kesehatan di Puskesmas adalah upaya puskesmas untuk meningkatkan kemampuan pasien, agar dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, dalam meningkatkan kesehatan, mencegah masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama mereka, serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Hartono, 2010). Menurut Hartono (2010) banyak sekali tersedia peluang untuk melaksanakan promosi kesehatan oleh puskesmas. Secara umum peluang itu dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Di Dalam Gedung Di dalam gedung puskesmas, promosi kesehatan dilaksanakan seiring dengan pelayanan yang diselenggarakan puskesmas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di dalam gedung terdapat peluang-peluang : a. Promosi kesehatan di tempat pendaftaran, yaitu di tempat pasien/klien harus melapor/mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan. b. Promosi kesehatan dalam pelayanan medis di poliklinik, di pelayanan KIA & KB, dan di ruang perawatan (untuk puskesmas dengan tempat perawatan). c. Promosi Kesehatan dalam pelayanan penunjang medis, yaitu di kamar obat/apotik dan di laboratorium.

19 d. Promosi kesehatan dalam pelayanan klinik-klinik khusus seperti klinik sanitasi. e. Promosi kesehatan di tempat pembayaran rawat, yaitu di ruang di mana pasien rawat inap harus menyelesaikan pembayaran biaya rawat inap, sebelum meninggalkan puskesmas (untuk puskesmas dengan tempat perawatan). f. Promosi kesehatan di lingkungan puskesmas, yaitu di tempat parkir, halaman, dinding, kantin/kios, tempat ibadah, dan pagar halaman puskesmas. 2. Di Masyarakat (di luar gedung) Banyak tatanan di mana puskesmas dapat melakukan promosi kesehatan di masyarakat, yakni : a. Tatanan rumah tangga, yaitu di pemukiman penduduk misalnya di kompleks-kompleks perumahan, Dasa Wisma, Rukun Tetangga/Rukun Warga dan lain-lain. b. Tatanan sarana pendidikan, yaitu di sekolah-sekolah, madrasah, pondok pesantren, kursus-kursus, perguruan tinggi dan lain-lain. c. Tatanan tempat kerja, yaitu di pabrik-pabrik, kantor-kantor, koperasikoperasi, himpunan petani, pelelangan ikan, komplek pertokoan dan lainlain. d. Tatanan tempat umum, yaitu di terminal, stasiun, dermaga/pelabuhan, pasar, restauran, penginapan dan ;ain-lain (Hartono, 2010).

20 2.3.1 Sasaran Promosi Kesehatan Dalam pelaksanaan promosi kesehatan terdapat tiga (3) jenis sasaran, yaitu : 1. Sasaran Primer Sasaran Primer (utama) upaya promosi kesehatan yaitu pasien, individu sehat, dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat. 2. Sasaran Sekunder Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (pemuka adat, pemuka agama, dll) maupun pemuka formal (petugas kesehatan, pejabat pemerintahan, dll), organisasi kemasyarakatan dan media massa. 3. Sasaran Tersier Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. 2.3.2 Strategi Promosi Kesehatan Strategi promosi kesehatan terdiri dari tiga (3) yaitu : Pemberdayaan yang didukung oleh bina suasana, advokasi serta dilandasi oleh semangat dan kemitraan. 1. Pemberdayaan Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau dan mampu mempraktikan PHBS.

21 2. Bina suasana Bina Suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutanpanutan dalam mengadopsi PHBS dan melestarikannya. 3. Advokasi Advokasi adalah pendekatan dan motivaasi terhadap pihak-pihak tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari segi materi maupun non materi. 2.3.3 Indikator Keberhasilan Promosi Kesehatan di Puskesmas Agar pemantauan dan evaluasi dapat dilakukan secara paripurna, maka indikator keberhasilan ini mencakup indikator masukan (input), indikator proses, indikator keluaran (output), dan indikator dampak (outcome). a. Indikator Masukan Masukan perlu yang diperhatikan adalah yang berupa komitmen, sumberdaya manusia, sarana/peralatan dan dana. Oleh karena itu, indikator masukan ini dapat mencakup : 1. Ada/tidaknya komitmen kepala Puskesmas yang tercermin dalam Rencana Umum Pengembangan Promosi Kesehatan Puskesmas. 2. Ada/tidaknya komitmen seluruh jajaran yang tercermin dalam Rencana Operasional Promosi Kesehatan Puskesmas. 3. Ada/tidaknya petugas promosi kesehatan Puskesmas sesuai dengan standar tenaga promosi kesehatan Puskesmas.

22 4. Ada/tidaknya petugas promosi kesehatan dan petugas-petugas kesehatan lainnya yang sudah dilatih. 5. Ada/tidaknya sarana dan peralatan promosi kesehatan Puskesmas sesuai dengan standar sarana/peralatan promosi kesehatan Puskesmas. 6. Ada/tidaknya dana di Puskesmas yang mencukupi untuk penyelenggaraan promosi kesehatan di Puskesmas. b. Indikator Proses Proses yang dipantau adalah proses pelaksanaan promosi kesehatan puskesmas yang meliputi promosi kesehatan di dalam gedung dan promosi kesehatan di masyarakat. Indikator yang digunakan disini meliputi : 1. Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan di dalam gedung (setiap tenaga kesehatan melakukan promosi atau diselenggarakan klinik khusus, pemasangan poster, dll), yaitu sudah atau belum, dan atau frekuensinya. 2. Kondisi media komunikasi yang digunakan (poster, spanduk, dll), yaitu masih bagus atau sudah rusak. 3. Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan di masyarakat (kunjungan rumah dan pengorganisasian masyarakat), yaitu sudah atau belum. c. Indikator Keluaran Keluaran yang dipantau adalah keluaran dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, baik secara umum maupun secara khusus. Oleh karena itu, indikator yang digunakan disini adalah berupa cakupan dari kegiatan, misalnya: 1. Apakah semua petugas kesehatan Puskesmas telah melaksanakan promosi kesehatan ( yaitu pemberdayaan/konseling).

23 2. Berapa banyak pasien/klien yang sudah dilayani oleh berbagai kegiatan promosi kesehatan dalam gedung (denah puskesmas, alur pelayanan,konseling, dll). 3. Berapa banyak keluarga yang telah mendapat kunjungan rumah oleh Puskesmas. 4. Berapa banyak kelompok masyarakat yang sudah digarap Puskesmas dengan pengorganisasian masyarakat. d. Indikator Dampak Indikator dampak mengacu pada tujuan dilaksanakannya promosi kesehatan Puskesmas, yaitu terciptanya PHBS di masyarakat. Oleh sebab itu, kondisi ini sebaiknya dinilai setelah promosi kesehatan Puskesmas berjalan beberapa lama, yaitu melalui upaya evaluasi. Tatanan yang dianggap mewakili untuk di evaluasi adalah tatanan rumah tangga. Jadi indikator dampaknya adalah berupa : persentase keluarga atau rumah tangga yang telah memperaktekkan PHBS. PHBS itu sendiri merupakan komposit dari sejumlah indikator perilaku. PHBS terdiri dari beratus-ratus tindakan atau perilaku. Karena keterbatasan sumber daya untuk mengevaluasi, maka perlu ditetapkan beberapa perilaku yang sangat sensitif untuk indikator yang akan dikompositkan. 2.3.4 Tingkat-Tingkat Pencegahan Penyakit Menurut Leavel and Clark dalam Syarifudin ada 5 (lima) tingkat pencegahan penyakit yaitu sebagai berikut : a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion)

24 b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (General and Spesific Protection) c. Menegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early Diagnosis ang Prompt Treatment) d. Pembatasan kecacatan (Disability Limitation) e. Penyembuhan kesehatan (Rehabilitation) Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Preventif secara etimologi berasal dari bahasa latin, prevenire yang artinya datang sebelum atau antisipasi atau mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas, prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja yang dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat (Effendi, 2009). Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1. Imunisasi massal terhadap anak bayi dan balita serta ibu hamil. 2. Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu, puskesmas, maupun kunjungan rumah. 3. Pemberian vitamin A, yodium melalui posyandu, puskesmas ataupun rumah. 4. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas, dan menyusui (Effendi, 2009).

25 Hal tersebut di atas dijabarkan dalam upaya-upaya pencegahan sebagai berikut : 1. Upaya Pencegahan Primer a. Upaya peningkatan kesehatan Yaitu upaya pencegahan yang umumnya bertujuan meningkatkan taraf kesehatan individu/keluarga/kelompok/masyarakat, misalnya: 1) Perbaikan gizi, penyusunan pola gizi memadai, pengawasan pertumbuhan anak balita dan usia remaja. 2) Perbaikan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan. 3) Kesempatan memperoleh hiburan sehat yang memungkinkan pengembangan kesehatan mental dan sosial. 4) Pendidikan kependudukan, nasihat perkawinan, pendidikan seks, dan sebagainya. 5) Pengendalian faktor lingkungan yang dapat memengaruhi kesehatan. b. Perlindungan umum dan khusus Perlindungan khusus terhadap kesehatan. Golongan masyarakat tertentu serta keadaan tertentu yang secara langsung atau tidak langsung dapat memengaruhi kesehatan. Upaya-upaya yang termasuk perlindungan umum dan khusus antara lain : 1) Peningkatan higiene perorangan dan perlindungan terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan.

26 2) Perlindungan tenaga kerja terhadap setiap kemungkinan timbulnya penyakit akibat kerja. 3) Perlindungan terhadap bahan-bahan beracun, korosif, alergen dan sebagainya. 4) Perlindungan terhadap sumber-sumber pencernaan. 2. Upaya Pencegahan Sekunder Pada pencegahan sekunder termasuk upaya yang berdifat diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment) meliputi mencari kasus sedini mungkin : a. Melakukan general check up rutin pada setiap individu. b. Melakukan berbagai survei (survei sekolah, rumah tangga) dalam rangka pemberantasan penyakit menular. c. Pengawasan obat-obatan, termasuk obat terlarang yang diperdagangkan bebas, golongan narkotika, psikofarmaka dan obat-obatan bius lainnya. 3. Upaya Pencegahan Tersier Pencegahan tersier berupa pencegahan terjadinya komplikasi penyakit yang lebih parah. Bertujuan menurunkan angka kejadian cacat fisik maupun mental, meliputi upaya-upaya sebagai berikut : a. Penyempurnaan cara pengobatan serta perawatan lanjut. b. Rehabilitasi sempurna setelah penyembuhan penyakit (rehabilitasi fisik dan mental).

27 c. Mengusahakan pengurangan beban sosial penderita, sehingga mencegah kemungkinan terputusnya kelanjutan pengobatan serta kelanjutan rehabilitasi dan sebagainya (Syafrudin, 2009). 2.4 Teori Implementasi Kebijakan Implementasi atau pelaksanaan merupakan kegiatan yang penting dari keseluruhan proses perencanaan program/kebijakan. Implementasi sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusankeputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan, dan apa yang dapat diperoleh dari suatu program/kebijakan. Pembuatan suatu kebijakan haruslah sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat agar kebijakan tersebut tepat pada sasaran dan pencapaian tujuan yang maksimal sesuai dengan yang tertera pada dasar hukumnya (Mulyono, 2009). Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh pembuat kebijakan bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya. Ada banyak hal yang dapat memengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok atatu institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya pembuat kebijakan untuk memengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran. Berdasarkan pengertian implementasi menurut George C. Edward III dalam Mulyono (2009) mengemukakan beberapa hal yang dapat memengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu:

28 1. Communication 2. Resources 3. Dispositions 4. Bureacratic Structure Model implementasi menurut Edward III di atas jelas bahwa terdapat 4 (empat) faktor yang masing-masing faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnya, kemudian secara bersama-sama memengaruhi terhadap implementasi yang sedang dijalankan. Keempat faktor di atas harus dilaksanakan secara simultan karena antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Tujuan dari hal tersebut adalah meningkatkan pemahaman tentang implementasi kebijakan. Penyederhanaan pengertian dengan cara membreakdown(diturunkan) melalui eksplanasi implementasi ke dalam komponen prinsip. Implementasi kebijakan adalah suatu proses dinamik yang mana meliputi interaksi banyak faktor. Sub kategori dari faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap implementasi. a. Komunikasi Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuantujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun

29 tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Di samping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula (Mulyono, 2009). b. Sumberdaya Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yang diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. Sumberdaya manusia yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada. Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor. Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan (Mulyono, 2009).

30 c. Disposisi atau Sikap Salah satu faktor yang memengaruhi efektivitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Ada tiga bentuk sikap/ respon implementor terhadap kebijakan : kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada di dalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program. Dukungan dari pimpinan sangat memengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini adalah menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program (Mulyono, 2009). d. Struktur Birokrasi Membahas badan pelaksana suatu kebijakan tidak dapat dilepaskan dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan polapola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka

31 miliki dalam menjalankan kebijakan. Beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam implementasi kebijakan (Van Horn dan Van Meter), yaitu : 1. kompetensi dan ukuran staf suatu badan; 2. tingkat pengawasan hirarkis terhadap keputusan-keputusan sub-unit dan proses-proses dalam badan pelaksana; 3. sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan di antara anggota legislatif dan eksekutif); 4. vitalitas suatu organisasi; 5. tingkat komunikasi terbuka, yaitu jaringan kerja komunikasi horizontal maupun vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi; 6. kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat keputusan atau pelaksana keputusan. Bila sumberdaya cukup untuk melaksanakan suatu kebijakan dan para implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, implementasi masih gagal apabila struktur birokrasi yang ada menghalangi koordinasi yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan. Kebijakan yang kompleks membutuhkan kerjasama banyak orang, serta pemborosan sumberdaya akan memengaruhi hasil implementasi. Perubahan yang dilakukan tentunya akan memengaruhi individu dan secara umum akan memengaruhi sistem dalam birokrasi (Mulyono, 2009).

32 2.5 Pendekatan Sistem Suatu sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Pembentukan suatu sistem memerlukan berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersamasama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan sistem (system approach) (Azwar, 1996). Pendekatan sistem telah dikembangkan sejak awal 1960an. Pendekatan sistem dalam manajemen dikembangkan untuk membantu manajer mampuberpikir secara holistik dan komprehensif dalam mengantisipasi perubahan lingkungan yang terjadi dengan sangat cepat dan sulit diperkirakan. Perubahan lingkungan manajemen muncul akibat pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi (Muninjaya, 2011). Menurut Azwar (1996) prinsip pokok pendekatan sistem dalam manajemen memiliki dua tujuan, yaitu a) Membentuk sesuatu, sebagai hasil dari pekerjaan manajemen. b) Menguraikan sesuatu yang telah ada dalam manajemen, biasanya dikaitkan dengan kehendak untuk mencari jalan keluar yang tepat. Secara sederhana, komponen sebuah sistem terdiri dari masukan (input),

33 proses (process), keluaran (output), umpan balik (feed back), dampak (impact) dan lingkungan (environment). Komponen sistem tersebut berhubungan satu sama lain serta saling mempengaruhi. a. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan diperlukan agar dapat berfungsinya suatu sistem. b. Proses (process) merupakan kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. c. Keluaran (ouput) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem. d. Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut. e. Dampak (impact) merupakan akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem. f. Lingkungan (environment) merupakan dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem Hubungan elemen-elemen dalam sistem dapat digambarkan sebagai berikut: LINGKUNGAN MASUKAN PROSES KELUARAN DAMPAK UMPAN BALIK Gambar 2.1 Hubungan Unsur-unsur Suatu Sistem (Azwar, 1996)

34 Dalam program kesehatan, komponen sebuah sistem terdiri dari masukan(input), proses (process), keluaran (output), effect danout-come/impact (Muninjaya, 2011). a. Masukan (input) dalam program kesehatan terdiri dari 6 M yaitu : Man (staf), Money (dana untuk kegiatan program), Material (peralatan yang dibutuhkan, termasuk logistik), Method (ketrampilan, prosedur kerja, peraturan, kebijaksanaan, dsb), Minute (jangka waktu pelaksanaan kegiatan program), Market (sasaran masyarakat yang akan diberikan pelayanan program serta persepsinya). b. Proses (process) terdiri dari Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakan dan Pelaksanaan program, pengawasan dan pengendalian untuk kelancaran kegiatan dari program kesehatan. c. Keluaran (output) dapat berupa cakupan kegiatan program. d. Effect yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang diukur dengan peran serta masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. e. Outcome(impact) merupakan dampak program yang diukur dengan peningkatan status kesehatan masyarakat yaitu : tingkat dan jenis morbiditas (kejadian sakit), mortalitas (tingkat kematian spesifik berdasarkan sebab penyakit tertentu, serta indikator yang paling peka untuk menentukan status kesehatan di suatu wilayah (IMR dan MMR). Beberapa keuntungan menerapkan pendekatan sistem dalam manajemen adalah sebagai berikut :(Azwar, 1996)

35 a) Jenis dan jumlah masukan dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan, dengan demikian pemborosan sumber, tata cara, dan kesanggupan yang sifatnya selalu terbatas, akan dapat dihindari. b) Proses yang dilaksanakan dapat diarahkan untuk mencapai keluaran, sehingga dapat dihindari pelaksanaan kegiatan yang tidak diperlukan. c) Keluaran yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur secara lebih tepat dan objektif. d) Umpan balik dapat diperoleh pada setiap tahap pelaksanaan program. 2.6 Kerangka Pikir Kerangka berfikir ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output). Oleh karena itu, kerangka berfikir disusun sebagai berikut: Masukan : Proses : Keluaran : 1. Kebijakan 2. Tenaga Kesehatan 3. Pendanaan 4. Sarana, Prasarana, dan Peralatan Gambar 2.2 Fokus Penelitian Pelaksanaan Upaya Kesehat an Masyar akat Pelayanan Pr o m ot if Berdasarkan gambar di atas, dapat dirumuskan definisi kerangka Pikir sebagai berikut:

36 1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) agar dapat berjalan dengan baik, meliputi: Kebijakan; Tenaga Kesehatan; Pendanaan; serta Sarana, Prasarana dan Peralatan. a. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. b. Tenaga kesehatan adalah tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang kesehatan, seperti dokter, dokter gigi, sarjana kesehatan masyarakat, perawat, dan bidan yang dapat melaksanakan pelayanan promotif dan preventif melalui Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) c. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif. d. Sarana, Prasarana dan Peralatan termasuk didalamnya yaitu: ruangan atau tempat untuk melaksanakan UKM, media dan peralatan pendukung terlaksananya layanan promotif dan preventif. 2. Proses (Process) adalah kegiatan-kegiatan layanan promotif dan preventif melalui pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di dalam dan di luar gedung puskesmas. Upaya Kesehatan Masyarakat di dalam gedung adalah kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas untuk meningkatkan kesehatan,

37 memelihara kesehatan, mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan yang ada di masyarakat, yang dilakukan di kawasan puskesmas seperti di ruang perawatan, ruang tunggu pasien, tempat pendaftaran, ruang farmasi, ruang sanitasi, ruang KIA dan KB, laboratorium, dan parkiran. Upaya Kesehatan Masyarakat di luar gedung adalah kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas untuk meningkatkan kesehatan, memelihara kesehatan, mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan yang ada di masyarakat, yang dilakukan di luar gedung puskesmas seperti di balai desa, lapangan desa, sekolah, tempat-tempat ibadah, dll. 3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif. Diharapkan adanya peningkatan pelayanan promotif dan preventif melalui pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di fasilitas kesehatan tingkat pertama yakni, puskesmas. a. Pelayanan promotif adalah upaya yang dilakukan puskesmas untuk meningkatkan kemampuan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk mencegah penyakit, mempercepat penyembuhan, dan mengatasi masalah kesehatan di masyarakat melalui berbagai kegiatan promosi bidang kesehatan. b. Pelayanan preventif adalah upaya yang dilakukan puskesmas untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.