ANALISIS GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN CERPEN KUKILA KARYA M. AAN MANSYUR SKRIPSI MHD. NURIN AHSANA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi diri (Chaer, 2007:33). Oleh karena itu, bahasa merupakan hal

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pengarang karya sastra tentu mempunyai berbagai ciri khas dalam

BAB I PENDAHULUAN. metaforis, lokalitas merupakan sebuah wilayah tempat masyarakatnya secara

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan untuk memahami hal-hal yang lain (KBBI, 2003: 588).

BAB I PENDAHULUAN. Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Analisis Gaya Bahasa pada Lirik Lagu Grup Band Noah dalam Album Seperti Seharusnya (Edi Yulianto, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi anggota

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Hubungan bahasa

untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Bahasa adalah alat komunikasi manusia untuk

MACAM-MACAM MAJAS (GAYA BAHASA)

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO. Jurnal Publikasi Skripsi

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer. Pertama,

Novel Selamat Tinggal Jeanette merupakan novel yang mempunyai latar belakang adatistiadat

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN CERPEN FILOSOFI KOPI KARYA DEWI LESTARI SKRIPSI TRI SUCI RAMADANI NIM

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

TEMA DAN GAYA BAHASA KARYA HAJI ABDUL MALIK

PENGGUNAAN GAYA BAHASA DALAM IKLAN DI RCTI. E- mail : ABSTRAK

PEMANFAATAN GAYA BAHASA DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL REMBULAN TENGGELAM DI WAJAHMU KARYA TERE LIYE. SKRIPSI Oleh :

PENGGUNAAN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN KATA KHUSUS PADA KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BICARA KARYA KAHLIL GIBRAN

GAYA BAHASA DALAM CERITA MADRE KARYA DEWI LESTARI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung

ARTIKEL PENELITIAN. Diksi dan Gaya Bahasa Novel Moga Bunda Disayang Allah Karya Tere Liye. Oleh: ROSA MAULIDYA

ANALISIS GAYA BAHASA NOVEL LA GRANDE BORNE KARYA NH. DINI

Gaya Bahasa dalam Karangan Bahasa Jawa Siswa Kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2011/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangsari memiliki beberapa upacara adat Jawa, salah satu di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Tinjauan Pustaka

KONTRIBUSI MINAT BACA PUISI DAN PENGUASAAN GAYA BAHASA TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS PUISI BEBAS SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 LEMBAH GUMANTI

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003:

BABII LANDASAN TEORI. secara indah (Keraf, 2002: 112). Secara singkat (Tarigan, 2009:4) mengemukakan bahwa

ANALISIS GAYA BAHASA CALON PRESIDEN PADA ACARA DEBAT DALAM PEMILIHAN UMUM 2014 SKRIPSI. Oleh: Ahmad Rizal Arafat NIM

INTISARI A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sastra. Pemakaian bahasa dalam karya sastra mempunyai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut berjudul Gaya Bahasa Sindiran pada Rubrik Kartun Terbitan Kompas Edisi

ANALISIS GAYA BAHASA IKLAN ELEKTRONIK PRODUK KOSMETIK. Fadlun Al fitri

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

GAYA BAHASA DALAM SELOKO TUNJUK AJAR TEGUR SAPO UPACARA ADAT PERNIKAHAN DI KELURAHAN SENGETI KECAMATAN SEKERNAN KABUPATEN,UARO JAMBI SKRIPSI OLEH

ANALISIS GAYA BAHASA PERTENTANGAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA ABIDAH EL KHALIEQY ARTIKEL E-JOURNAL

KEKUATAN UNSUR INTRINSIK CERPEN DALAM KUMPULAN CERPEN AH... GERIMIS ITU KARYA HIDAYAT BANJAR: ANALISIS STRUKTURAL PROPOSAL OLEH IKHLASIYAH ROFIQI M

KARAKTERISTIK PEMAKAIAN GAYA BAHASA DALAM WACANA STIKER KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK)

BAB 2 GAYA BAHASA IKLAN

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK PADA NOVEL 5 cm. KARYA DONNY DHIRGANTORO SKRIPSI OLEH FEBRY H. HARIANJA

BAB 1 PENDAHULUAN. singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan

I. KAJIAN PUSTAKA. yakni bentuk novel lebih pendek dibanding dengan roman, tetapi ukuran

GAYA BAHASA MARIO TEGUH DALAM ACARA GOLDEN WAYS SEBAGAI ALTERNATIF KAJIAN PENGEMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau penyucian jiwa pada pembacanya, yaitu setiap orang yang intens membaca

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian dengan menggunakan kajian stilistika yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR

RELASI LAKI-LAKI DENGAN PEREMPUAN MENURUT PANDANGAN ISLAM DALAM NOVEL MAHA CINTA ADAM-HAWA KARYA MUHAMMAD EL-NATSIR: SOSIOLOGI SASTRA SKRIPSI OLEH:

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PESAN MORAL DALAM LIRIK LAGU ALBUM UNTUK KITA RENUNGKAN KARYA EBIET G. ADE ANALISIS ESTETIKA RESEPSI

GAYA BAHASA NOVEL SAAT UNTUK MENARUH DENDAM DAN SAAT UNTUK MENABURKAN CINTA KAYRA JULIUS R. SIYARANAMUAL

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

MAJAS DALAM KUMPULAN PUISI DAN PEMBELAJARANNYA DI SMA. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 3, Nomor 3, Desember 2015 ANALISIS GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN NOVEL MIMPI BAYANG JINGGA KARYA SANIE B.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. fiksi yaitu cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal ini disebabkan fiksi merupakan karya naratif

IDENTIFIKASI BENTUK GAYA BAHASA DALAM KARIKATUR POLITIK PADA MEDIA INTERNET NASKAH PUBLIKASI

Oleh Meizar Fatkhul Izza NIM

BAB II LANDASAN TEORI. kata-kata indah yang menjadikan puisi memiliki daya tarik dan nilai keindahan.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KUMPULAN CERPEN INSOMNIA KARYA ANTON KURNIA SKRIPSI

MAJAS Materi Kelas X. 1. Majas perbandingan 2. Majas penegasan 3. Majas sindiran 4. Majas pertentangan

P U I S I PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli

ANALISIS MAJAS DALAM NOVEL AYAH KARYA ANDREA HIRATA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB II LANDASAN TEORI. Lirik itu mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan

KONFLIK BATIN TOKOH GADIS PANTAI DALAM NOVEL GADIS PANTAI KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER : TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA

MAJAS DALAM PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 GUNUNG TULEH PASAMAN BARAT

MAJAS DALAM ROMAN HABIS GELAP TERBITLAH TERANG TERJEMAHAN ARMIJN PANE

KAJIAN STILISTIKA DALAM KUMPULAN CERPEN KARYA TERE LIYE SKRIPSI. Oleh: MEKAR SARI DYAH AYU P.W K

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM NOVEL TERJEMAHAN SANG PENGEJAR LAYANG-LAYANG (THE KITE RUNNER) KARYA KHALED HOSSEINI (KAJIAN STILISTIKA)

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PERCAKAPAN DI PASAR BATU 12 KECAMATAN COT GIREK KABUPATEN ACEH UTARA KAJIAN SOSIOLINGUISTIK SKRIPSI OLEH ROSMAWATI

PEMEROLEHAN KOSAKATA BAHASA KARO ANAK USIA 3-4 TAHUN DI DESA GUNUNG MERLAWAN

KARAKTERISTIK PEMAKAIAN BAHASA JAWA DALAM NASKAH DRAMA LENG DAN TUK KARYA BAMBANG WIDOYO SP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada Acara Indonesia Lawak Klub Di Trans 7 ini membutuhkan penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang bersifat estetik. Hasil ciptaan itu menjadi sebuah karya sastra

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN CERPEN RECTOVERSO KARYA DEWI LESTARI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. asing, kata sapaan khas atau nama diri, dan kata vulgar. Kata konotatif digunakan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER ANAK DALAM KUMPULAN CERPEN BOBO EDISI 39 TEMAN DALAM KEGELAPAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan sastra yaitu tentang gaya bahasa pada novel. Penelitian itu yang dilakukan

ANALISIS BAHASA FIGURATIF DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA SEBAGAI ALTERNATIF MATERI PEMBELAJARAN ANALISIS GAYA BAHASA SKRIPSI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah, diperlukan sebuah konsep guna

Transkripsi:

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN CERPEN KUKILA KARYA M. AAN MANSYUR SKRIPSI MHD. NURIN AHSANA 140701056 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA MEDAN 2018

Analisis Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Kukila Karya M. Aan Mansyur Oleh Mhd. Nurin Ahsana NIM 140701056 Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang saya kutip dalam naskah ini dan dituliskan di dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh. Medan, Agustus 2018 Penulis, Mhd. Nurin Ahsana 140701056

Analisis Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Kukila Karya M. Aan Mansyur Oleh: Mhd. Nurin Ahsana Sastra Indonesia FIB USU ABSTRAK Salah satu cara pengarang mengekspresikan karya sastra ialah melalui penggunaan gaya bahasa. Gaya bahasa memiliki fungsi yang dapat mempengaruhi pembaca yang dapat membuat ketertarikan terhadap apa yang disampaikan pengarang. Penelitian ini berjudul Analisis Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Kukila karya M. Aan Mansyur yang bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan gaya bahasa yang ada di dalam kumpulan cerpen Kukila karya M. Aan Mansyur dan (2) Menjelaskan fungsi dari gaya bahasa yang terkandung di dalam kumpulan cerpen Kukila karya M. Aan Mansyur dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Data yang diperoleh dengan cara studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1). terdapat 10 gaya bahasa yang sesuai dengan rumusan masalah peneliti yang terdiri dari gaya bahsa perbandingan yang meliputi Perumpamaan atau Simile, Metafora, Personifikasi, Depersonifikasi, Alegori, Antitesis, Pleonasme dan Tautologi, Perifrasis, Koreksio atau Epanortosis, dan Prolepsis. 2). Fungsi gaya bahasa dalam kumpulan cerpen Kukila karya M. Aan Mansyur adalah memberikan efek keindahan, mencerminkan perasaan tertentu yang berhubungan dengan emosi, membuat kalimat atau gagasan menjadi lebih hidup, serta membuat penggambaran menjadi lebih konkret. Kata kunci: cerpen, gaya bahasa, dan fungsi.

Prakata Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan kemampuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Sumatera Utara. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak baik dalam bentuk ide, moral, maupun materi. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. selaku Rektor, Prof. Dr. Ir. Rosmayati, M.S. selaku Wakil Rektor I, Dr. dr. Muhammad Fidel Ganis Siregar, M.Ked.(O.G.), Sp.O.G.(K.) selaku Wakil Rektor II, Drs. Mahyuddin k.m. Nasution, M.I.T., Ph.D. selaku Wakil Rektor III, Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, M.S.M.E. selaku Wakil Rektor IV, dan Ir. Luhut Sihombing, M.P. selaku Wakil Rektor V Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas kesempatan dan fasilitas-fasilitas yang telah penulis gunakan selama kuliah di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. 2. Dr. Drs. Budi Agustono, M.S. selaku Dekan, Prof. Drs. Mauly Purba, M.A. Ph.D. selaku Wakil Dekan I, Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku Wakil Dekan II, Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas arahan dan bimbingan yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Ketua dan Bapak Amhar Kudadiri, M.Hum. selaku Sekretaris Program Studi Sastra Indonesia. Terima kasih atas semua petunjuk yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan semua urusan administrasi di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. 4. Drs. Isma Tantawi, M.A. selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih karena telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis sehingga penulis mampu memahami dan melaksanakan proses penelitian dari awal sampai akhir. 5. Seluruh dosen dan para staf di Program Studi Sastra Indonesia yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat menjalankan dan menyelesaikan perkuliahan. 6. Terkhusus kepada yang tercinta dan saya banggakan, Ayahanda Misman Syahroni dan Ibunda Asmawaty. Terima kasih atas semua kasih sayang, dukungan baik berupa materi maupun moril, serta doa yang senantiasa mengiringi perjalanan studi penulis. Teruntuk abang-abang dan kakak kandungku, yakni Abang Mhd. Macherry, Abang Mhd. Kriswanto, Abang Mhd. Zul Affandi, dan Kakak Fitri Anggrian Sari. Semoga kelak kita dapat menjadi anak yang membanggakan dan membahagiakan kedua orang tua, dan juga menjadi anak yang berguna bagi agama, bangsa, dan negara. 7. Teman-teman seperjuanganku, Nurul Hafni, Putri Utami Lubis, Mhd. Sastria Akbar, Angga Pradana, Zulfiandri Akmal, dan Yessica Ambaritta yang selalu menjadi pendengar setia setiap celoteh penulis sewaktu berada di perkuliahan. Teman-teman dari RMD (Republik Modis

Dancer), serta teman-teman lainnya yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga kita dalam lindungan Allah SWT. 8. Teman-teman Sastra Indonesia stambuk 2014, KBSI, adik adik stambuk 2015, 2016, 2017 serta yang terkasih, yang selalu memberikan waktu, motivasi, serta bimbingan kepada penulis sebelum dan setelah pengerjaan skripsi ini. Dan seluruh pihak yang telah memberi dukungan terhadap penulisan skripsi ini. Terima kasih atas segala bentuk bantuannya. Walau tidak penulis sebutkan satu per satu, Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan karunianya kepada kita semua dan menjadikannya amal ibadah yang mulia. Penulis menyadari masih ada kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan tentu hasilnya masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi dapat ini bermanfaat bagi semua pihak. Medan, Agustus 2018 Penulis, Mhd. Nurin Ahsana 140701056

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN... ABSTRAK... PRAKATA... DAFTAR ISI... i ii iii iv vii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Pembatasan Masalah... 3 1.3 Rumusan Masalah... 3 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4 1.4.1 Tujuan Penelitian... 4 1.4.2 Manfaat Penelitian... 4 BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 6 2.1 Konsep... 6 2.1.1 Cerpen... 6 2.1.2 Gaya Bahasa... 7 2.1.3 Fungsi Gaya Bahasa... 8 2.2 Landasan Teori... 9 2.3 Tinjauan Pustaka... 23 BAB III METODE PENELITIAN... 24 3.1 Metode Penelitian... 24 3.2 Cara Memperoleh Data... 24 3.3 Sumber Data... 25 3.4 Cara Menganalisis Data... 25 BAB IV GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN CERPEN KUKILA.... 27 4.1 Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Kukila... 27 4.2 Fungsi Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Kukila..... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 46 5.1 Kesimpulan... 46 5.2 Saran... 47 DAFTAR PUSTAKA... 48 LAMPIRAN... 49 1. Sinopsis Kumpulan Cepen Kukila... 49 2. Daftar Riwayat Hidup M. Aan Mansyur... 57

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk seni yang sangat indah. Maka tidak heran jika sangat banyak orang yang menyukai atau tergila-gila dengan karya sastra. Meskipun hingga sampai saat ini, minat masyarakat terhadap ilmu sastra masih rendah, karena banyak orang yang beranggapan bahwa sastra itu tidak perlu dipelajari oleh semua kalangan, cukup kalangan sastra saja. Hal ini menyebabkan perkembangan sastra sangat lamban dibandingkan perkembangan ilmu lain. Karya sastra biasanya menceritakan sebuah kisah yang berkaitan langsung dengan penulis, baik yang dialami secara nyata maupun yang berasal dari imajinasi pengarang. Sama halnya seperti menurut Soemardjo dan Saini (dalam Suroto, 1989) sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Bahasa sastra menggunakan bahasa yang lebih dalam dan sangat berbeda dibandingkan penggunaan bahasa pada kegiatan sehari-hari. Penggunaan bahasa sastra sendiri tidak banyak mengikuti tata gramatikal yang berlaku pada umumnya dan seakanakan bahasa sastra mempunyai interpretasi ganda. Inilah yang membuat bahasa sastra selalu menarik untuk di kaji lebih dalam. Fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas seni. Karya sastra fiksi salah satunya adalah prosa. Prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu

dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita (Aminuddin, 1987:66). Karya sastra lebih lanjut dapat dibedakan dalam berbagai macam bentuk, baik itu roman, novel, novelet, maupun cerpen. Perbedaan berbagai macam bentuk dalam karya sastra itu pada dasarnya terletak pada kadar panjangpendeknya isi cerita, kompleksitas isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung dalam cerita itu sendiri. Di dalam sebuah cerita karya sastra, agar pembaca dapat menikmati dan memahami isi dan jalan cerita di dalamnya diperlukan pengetahuan mengenai unsur intrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Menurut Nurgiyantoro (2018:30) unsur intrinsik yang dimaksud ialah peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Dengan begitu, pembaca akan lebih mudah menangkap maksud dan makna yang ingin disampaikan oleh pengarang. Salah satu yang dapat membedakan setiap hasil karya sastra ialah penggunaan gaya bahasa yang dipakai oleh setiap pengarang. Seperti halnya yang dikatakan oleh Aminuddin (1987:72) bahwa gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.

Kebanyakan karya sastra, termasuk cerpen dalam ceritanya selalu mengandung pemakaian gaya bahasa. Salah satu kumpulan cerpen karya M Aan Mansyur dengan judul Kukila, merupakan kumpulan cerpen yang menggunakan beberapa gaya bahasa dalam setiap ceritanya. Hal inilah yang akhirnya dapat dimanfaatkan dalam penelitian ini. Tidak hanya jenis gaya bahasanya saja yang akan diidentifikasi, tetapi juga peneliti akan mendeskripsikan fungsi serta makna gaya bahasa yang digunakan di dalam kumpulan cerpen tersebut. 1.2 Pembatasan Masalah Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna, dan mendalam maka penulis memandang permasalahan penelitian yang diangkat perlu dibatasi. Adapun batasan yang dilakukan oleh penulis ialah membatasi jumlah jenis gaya bahasa yang akan dibahas. Penulis menggunakan tinjauan dari buku Tarigan (1985) yang mendeskripsikan sebanyak 30 gaya bahasa. Namun penulis hanya mengangkat 10 gaya bahasa. Adapun kesepuluh gaya bahasa tersebut termasuk ke dalam kelompok gaya bahasa perbandingan yang meliputi, perumpamaan atau simile, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme dan tautologi, perifrasis, koreksio atau eparnortosis, dan prolepsis atau antisipasi. 1.3 Rumusan Masalah Dari batasan masalah yang peneliti sebutkan dapat dikemukakan permasalahan, adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Apa sajakah gaya bahasa yang ada di dalam kumpulan cerpen Kukila karya M. Aan Mansyur?

b. Apa fungsi gaya bahasa yang terkandung di dalam kumpulan cerpen Kukila karya M. Aan Mansyur? 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: a. Mendeskripsikan gaya bahasa yang ada di dalam kumpulan cerpen Kukila karya M. Aan Mansyur. b. Menjelaskan fungsi dari gaya bahasa yang terkandung di dalam kumpulan cerpen Kukila karya M. Aan Mansyur. 1.4.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi peneliti sendiri serta pembaca pada umumnya. 1. Manfaat Teoretis a. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan untuk menambah pengetahuan serta memperkaya penelitian di bidang sastra khususnya gaya bahasa, dan dapat digunakan sebagai bahan referensi yang relevan bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian pada bidang yang sama. b. Penelitian ini berguna untuk memahami gaya bahasa yang digunakan M. Aan Manyur dalam kumpulan cerpen Kukila sehingga pembaca lebih mudah memahami makna yang terkandung di dalamnya.

2. Manfaat Praktis a. Bagi para penikmat sastra. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas apresiasi terhadap karya sastra khususnya terhadap cerpen. b. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya, sehingga memperoleh konsep baru guna memperluas wawasan dan pengetahuan kita dalam bidang sastra, khususnya gaya bahasa.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini digunakan beberapa konsep, seperti berikut ini. 2.1.1 Cerpen Cerpen atau dapat disebut juga dengan cerita pendek merupakan suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerpen cenderung singkat, padat, dan menceritakan secara langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi lain yang lebih panjang, seperti novel. Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra yang memaparkan kisah atau cerita mengenai manusia beserta seluk beluknya lewat tulisan pendek dan singkat. Atau pengertian cerpen yang lainnya yaitu sebuah karangan fiktif yang berisi mengenai kehidupan seseorang ataupun kehidupan yang diceritakan secara ringkas dan singkat yang berfokus pada suatu tokoh saja. Sama seperti yang dijelaskan oleh Suroto (1989:18) bahwa cerpen adalah suatu karangan prosa yang berisi cerita sebuah kehidupan manusia pelaku/tokoh dalam cerita tersebut. Dalam karangan tersebut terdapat pula peristiwa lain tetapi peristiwa tersebut tidak dikembangkan sehingga kehadirannya hanya sekedar sebagai pendukung peristiwa pokok agar cerita tampak wajar. Ini berarti cerita hanya dikonsentrasikan pada satu peristiwa yang menjadi pokok ceritanya. Namun pada saat sekarang ini sudah banyak pengarang yang menciptakan sebuah buku yang isinya memiliki beberapa cerpen atau biasa disebut kumpulan cerita atau kumpulan cerpen. Hal ini juga membuat para peminat karya sastra

menjadi lebih senang berkat kehadiran kumpulan cerpen ini, sebab mereka tidak perlu untuk membeli dan membaca setiap cerpen secara terpisah. 2.1.2 Gaya Bahasa Istilah gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata Style berasal dari bahasa Latin stilus yang mengandung arti leksikal alat untuk menulis. Dalam karya sastra istilah gaya mengandung pengertian cara seseorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 1987:72). Keraf (2006:112) menyatakan bahwa pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah. Gaya bahasa atau style juga menjadi bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. Sehingga penggunaan style atau gaya bahasa sangat mempengaruhi keindahan di dalam penulisan karya sastra. Menurut Abrams (dalam Purba 2005:188) gaya bahasa ini adalah cara ekspresi kebahasaan dalam prosa atau puisi. Gaya bahasa itu adalah bagaimana seorang penulis berkata mengenai apapun yang dikatakannya. Begitu juga dikemukakan Harimurti (dalam Purba 2005:188) salah satu pengertiannya adalah pemanfaatannya atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; lebih khusus adalah pemakaian ragam bahasa tertentu untuk memperoleh

efek-efek tertentu dan lebih luas gaya bahasa itu merupakan keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. 2.1.3 Fungsi Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah ungkapan perasaan pengarang yang juga merupakan cerminan kepribadian pengarang. Dalam gaya bahasa semua ekspresi pengarang tercurah di dalamnya. Semua bentuk perasaan, emosi dan hal yang terkait dengan kepribadian pengarang. Scharbach (dalam Aminuddin, 1987:72) menyebutkan bahwa gaya sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang suci, sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai serta sebagai perwujudan manusia itu sendiri. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Keraf (2006:113-115) bahwa gaya bahasa mempunyai fungsi, yaitu: menimbulkan perasaan tertentu yang berhubungan dengan emosi (kemarahan, kebencian, dan kasihan), fungsi estetik, fungsi penanda dan menghidupkan kalimat sehingga menimbulkan reaksi tertentu. Jadi dari beberapa fungsi gaya bahasa di atas dapat diambil kesimpulan bahwa gaya bahasa memiliki fungsi memberikan efek keindahan, mencerminkan perasaan tertentu yang berhubungan dengan emosi, membuat kalimat atau gagasan menjadi lebih hidup, membuat penggambaran menjadi lebih konkret. Sehingga fungsi-fungsi tersebut dapat membantu pembaca dalam memahami karya sastra.

2.2 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori stilistika sastra. Teori ini merupakan sebuah penelitian yang terfokus pada masalah gaya bahasa yang terkandung di dalam sebuah cerita karya sastra. Menurut Purba (2005:55) bahwa penelitian stilistika sastra didasarkan asumsi bahwa bahasa sastra mempunyai kehidupan peranan yang penting dalam kehidupan karya sastra. Bahasa memiliki pesan keindahan sekaligus membawa makna. Bahasa tidak dapat dilepaskan dari sastra. Tidak ada bahasa tidak ada sastra. Seorang sastrawan mempergunakan sekaligus menentukan kepiawaian estetikanya. Menurut Muhammad dalam Endraswara (2008:75) bahwa penelitian ini hendaknya sampai pada tingkat makna gaya bahasa sastra. Makna tersebut ada dua hal, yaitu denotasi (makna lugas) dan makna konotasi (kias). Kedua makna ini akan saling berhubungan satu sama lain. Pemaknaan keduanya perlu memperhatikan deskripsi mental dan deskripsi fisikal gaya bahasa. Deskripsi ini akan tampak melalui pilihan kata, yaitu ketepatan dan kesesuaian kosa kata. Pemakaian kosa kata yang tepat tentu akan mendukung keindahan karya sastra. Adapun langkah-langkah analisis yang perlu dilakukan dalam kajian stilistika adalah sebagai berikut (Endraswara 2008:75) : a. Pertama bisa menetapkan unit analisis, misalkan beberapa bunyi, kata, frase, kalimat, bait, dan sebagainya. b. Dalam puisi memang analisis dapat berhubungan dengan pemakaian aliterasi, asonansi, rima, dan variasi bunyi yang digunakan untuk mencapai efek estesika.

c. Analisis diksi memang sangat penting karena ini tergolong wilayah kesusastraan yang mendukung makna dan keindahan bahasa. Kata dalam pandangan simbolis tentu akan membuat lapis-lapis makna. Kata akan memberikan efek tertentu dan menggerakkan pembaca. d. Analisis kalimat ditekankan pada variasi pemakaian kalimat dalam setiap kondisi. e. Kajian makna bahasa juga perlu mendapat tekanan tersendiri. Kajian makna hendaknya sampai pada tingkat majas, yaitu sebuah figuratif language yang memiliki bermacam-macam. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa memang benar bahwa kajian stilistika sastra hendaknya sampai pada dua hal, yaitu makna dan fungsi. Makna dicari melalui penafsiran yang dikaitkan ke dalam totalitas karya, sedangkan fungsi terbesit dari peranan stilistika dalam membangun karya. Penggunaan stilistika ini digunakan oleh pengarang guna menimbulkan efek komunikasi sastra dengan stilistika yang spontan. Menurut pendapat beberapa tokoh terdapat beberapa jenis gaya bahasa ditinjau dari bermacam-macam sudut pandang. Natawidjaja (1986:73) membahas sebanyak empat puluh lima jenis gaya bahasa. Adapun gaya bahasa yang dibahasnya ialah: alegori, alusi, amplikasi, anastrop, antitese, antonomasi, asindeton, asosiasi, sinis, eklamasi, eliptis atau pemeo, enumaresi, efinisme, hiperbaton, hiperbol, influen, interupsi, ironi, klimaks, koreksio, litotes, metafora, metonimia, okupasi, paralelisme, paradoks, paranomasi, pemeo, personifikasi, pleonasme, polisindeton, pretesio, preterito, prolepsis, propinsialistis, resensi,

repetisi, sarkasme, sinonimis, simbolik, sinek doce pars pro toto, sinek doce totem pro parto, sensasi, tautologi, dan tropen. Keraf (2006:115) berpendapat bahwa gaya dapat dibedakan, pertama dilihat dari segi nonbahasa, dan kedua dilihat dari segi bahasanya. Dari segi bahasanya gaya bahasa dapat dibagi menjadi: gaya bahasa berdasarkan pilihan kata yang meliputi gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa berdasarkan nada meliputi gaya bahasa sederhana, gaya mulia dan bertenaga dan gaya menengah. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat meliputi gaya bahasa klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis dan repetisi. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna meliputi gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa retoris terdiri dari aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis, apostrof, asindeton, polisindeton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, histeron proteron, pleonasme, perifrasis, prolepsis, erotesis, silepsis, koreksio, hiperbol, paradoks, dan oksimoron. Sementara gaya bahasa kiasan terdiri dari simile, metafora, alegori, personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sarkasme, satire, inuendo, antifrasis dan paronomasia. Tarigan (1985:12-192) membagi gaya bahasa menjadi empat kelompok yaitu: gaya bahasa perbandingan yang terdiri dari perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi dan koreksio atau eparnortosis. Gaya bahasa pertentangan yang terdiri dari hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralipsis, zeugma dan silepsis, satire, inuendo, antifrasis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof atau infersi, apofasis atau preterisio, histeron

proteron, hipalase, sinisme dan sarkasme. Gaya bahasa pertautan yang terdiri dari metonimia, sinekdoke, alusi, eufimisme, eponim, epitet, antonomasia, erotesis, paralelisme, elipsis, gradasi, asindeton, dan polisindeton. Gaya bahasa perulangan yang terdiri dari aliterasi, asonansi, antakiasis, kiasmus, epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis dan anadilopsis. Dari beberapa jenis gaya bahasa di atas peneliti akan menggunakan teori dari Tarigan. Menurut peneliti teori dari Tarigan sangat mudah untuk dipahami karena teori ini telah dibagi oleh beberapa pengklasifikasian, yaitu jenis gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa pertautan dan gaya bahasa perulangan. Namun penulis hanya mengkaji pada jenis gaya bahasa perbandingan saja. Adapun setiap pengklasifikasiannya yaitu: gaya bahasa perbandingan meliputi perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, antitesis, alegori, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, koreksio atau epanortosis. Gaya bahasa pertentangan meliputi hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paradoks, klimaks, antiklimaks, sarkasme. Gaya bahasa pertautan meliputi metonimia, sinekdoke, eufimisme, antonomasia, erotesis, paralelisme, elipsis, asindeton, polisindeton. Gaya bahasa perulangan meliputi aliterasi, asonansi, kiasmus, anafora.

A. Gaya Bahasa Perbandingan a. Perumpamaan Gaya bahasa perumpamaan dinamakan juga simile. Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan sengaja kita anggap sama. Itulah sebabnya kata perumpamaan sering disamakan dengan persamaan atau simile (Tarigan, 1985:12). Pada umumnya gaya bahasa perumpamaan menggunakan kata-kata pembanding, misalnya kata-kata: seperti, bagai, bagaikan, sebagai, laksana, mirip, umpama dan sebagainya. Misalnya: Langkahnya amat lamban, mirip langkah-langkah orang pikun (Nurgiyantoro, 2018:400). b. Metafora Metafora adalah gaya bahasa yang melukiskan suatu gambaran yang jelas melalui kontras atau komparasi, walaupun tidak dinyatakan dengan menggunakan kata-kata seperti, ibarat, bagaikan, seperti pada perumpamaan (Tarigan, 1985:15). Metafora adalah gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Sesuatu yang dibandingkan itu sendiri dapat berupa ciri-ciri fisik, sifat, keadaan, aktivitas, atau sesuatu yang lain. Misalnya: Dalam hati aku hitung anak buahku yang mati (Natawidjaja, 1986:91). c. Personifikasi Personifikasi berasal dari bahasa latin persona yang berarti pelaku, aktor atau topeng. Gaya bahasa ini berfungsi melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan, 1985:17). Artinya sifat yang diberikan itu sebenarnya hanya dimiliki oleh manusia. Contoh: Dua puluh meter

kemudian mesin truk itu mulai berputar, batuk-batuk dan sebentar kemudian mesinnya hidup (Natawidjaja, 1986:96). d. Depersonifisikasi Gaya bahasa depersonifikasi atau pembendaan, adalah kebalikan dari gaya bahasa personifikasi. Kalau personifikasi menginsankan atau memanusiakan benda, maka depersonifikasi justru membendakan manusia atau insan. Tarigan (1985:21) bahwa gaya bahasa depersonifikasi ini terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata kalau, jika dan sejenisnya. Contoh: Bila engkau bunga, akulah jadi kumbangnya. e. Alegori Alegori merupakan cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang atau kiasan, merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan yang berisi gagasan-gagasan yang mengandung makna tertentu yang diperlambangkan (Tarigan, 1985:24). Jadi, alegori menyatakan sesuatu hal dengan perlambang. Contoh: Lintah darat berpesta pora di atas kemelaratan rakyat. Lintah darat dijadikan lambang seorang rentenir (Natawidjaja, 1986:74). f. Antitesis Antitesis berarti lawan yang tepat atau pertentangan yang benar-benar. Ducrot dan Todorov (dalam Tarigan, 1985:27) mengungkapkan bahwa antitesis adalah gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim. Dalam antitesis biasanya mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan menggunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Contoh: Hingga kini kusimpan engkau mesra dalam lubuk hatiku, tetapi mulai kini engkau kuenyahkan jauh-jauh bagai musuh yang kejam (Keraf, 2006:127).

g. Pleonasme dan Tautologi Tarigan (1985:29) mengungkapkan bahwa Pleonasme adalah pemakaian kata yang berlebihan, yang sebenarnya tidak perlu, sementara tautologi adalah penggunaan kata yang berlebihan itu pada dasarnya mengandung perulangan dari kata yang lain. Contoh: Tentulah semua kepercayaan tuan kepada kami telah hilang lenyap (Natawidjaja, 1986:97). Dari kalimat telah hilang lenyap dapat kita ketahui bahwa sesuatu yang hilang sudah pasti lenyap. Itulah mengapa pleonasme dan tautologi ini menggunakan kata-kata berlebihan, yang sebenarnya tidak perlu. h. Perifrasis Tarigan (1985: 31) mengungkapkan bahwa perifrasis adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata lebih banyak dari pada yang dibutuhkan. Kata-kata yang berlebihan itu dapat diganti dengan sebuah kata saja. Contoh: Jawaban bagi permintaan Saudara adalah tidak (ditolak) (Keraf, 2006:134). i. Koreksio atau epanortosis Koreksio atau epanortosis adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki manamana yang salah ( Tarigan, 1985:34). Seperti halnya dalam kita berbicara ada kalanya kita ingin memperbaiki atau mengoreksinya kembali. Contoh: Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan, sudah lima kali. (Keraf, 2006:134). j. Prolepsis atau antisipasi Tarigan (1985:32) mengungkapkan bahwa prolepsis atau antisipasi adalah sejenis gaya bahasa yang mempunyai makna mendahului atau penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi.

Contoh: Kedua orang itu bersama calon pembunuhnya segera meninggalkan tempat itu (Keraf, 2006:134). B. Gaya Bahasa Pertentangan a. Hiperbola Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya (Tarigan, 1985:55). Jadi hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihan yang kadang tidak masuk akal, yang bertujuan untuk memberikan kesan yang mendalam. Dan makna yang ditekankan atau dilebih-lebihkan itu sering menjadi tidak masuk akal untuk ukuran nalar yang biasa. Contoh: Ini adalah pacaran yang ketiga ribu kalinya (Nurgiyantoro, 2018:403). b. Litotes Litotes adalah gaya bahasa yang dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan (Tarigan, 1985:58). Litotes adalah kebalikan dari hiperbola, mengungkapkan sesuatu dengan mengandung pernyataan yang di kecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung ungkapan yang berlawanan yang dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya. Contoh: Saya harap kawan-kawan dapat menikmati makanan istriku yang hanya ala kadarnya ini (Nurgiyantoro, 2018:403).

c. Ironi Ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan maksud mengolok-olok. Gaya bahasa ini mengimplikasikan sesuatu yang nyata berbeda, bahkan ada kalanya bertentangan dengan yang sebenarnya dikatakan (Tarigan, 1985:61). Contoh: Odol hilang di pasaran dan musim kemarau (Natawidjaja, 1986:89). Dari kalimat Ironis tersebut diucapkan dalam peristiwa seseorang tidak menggosok gigi, juga tidak mandi. d. Oksimoron Oksimoron berasal dari bahasa latin okys+moros yang berarti tajam dan gila. Menurut Tarigan (1985:63) oksimoron adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung penegasan atau hubungan suatu pendirian sintaksis antara dua anonim. Jadi oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama. Contoh: Mereka semua berjanji akan melewati semua ini dalam keadaan suka maupun duka. e. Paradoks Paradoks adalah gaya bahasa yang menggunakan pernyataan yang selalu berakhir dengan pertentangan. Jika gagasan atau kalimat pertamanya benar maka gagasan atau kalimat keduanya salah, begitu pula sebaliknya (Tarigan, 1985:77). Contoh: Jangankan manusia, dewapun tak berani melawan (Natawidjaja, 1986:95).

f. Klimaks Klimaks berasal dari bahasa Yunani klimax yang berarti tangga. Tarigan (1985:78) mengungkapkan bahwa klimaks adalah gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengandung penekanan. Contoh: Kesengsaraan membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman, dan pengalaman harapan (Keraf, 2006:124). g. Antiklimaks Antiklimaks adalah kebalikan dari klimaks. Apabila klimaks mengandung ungkapan yang semakin meningkat maka antiklimaks mengandung ungkapan yang semakin menurun atau mengendur. Seperti halnya yang diungkapkan Tarigan (1985:80) bahwa antiklimaks adalah gaya bahasa yang mengacu pada isi atau gagasannya yang diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Contoh: Pembangunan lima tahun telah dilancarkan serentak di Ibukota negara, ibukota-ibukota propinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua desa di seluruh Indonesia (Keraf, 2006:125). h. Sarkasme Kata sarkasme berasal dari bahasa Yunani sarkasmos yang berarti bicara dengan kepahitan. Tarigan (1985:92) mengungkapkan bahwa sarkasme adalah gaya bahasa yang mengandung olok-olokan atau sindiran pedas yang menyakitkan hati. Sarkasme adalah gaya bahasa yang sifatnya lebih kasar dari ironi dan sinisme, biasanya menggunakan bahasa yang kasar dan celaan yang kurang enak didengar. Contoh: Mulut kau harimau kau! (Keraf, 2006:144).

C. Gaya Bahasa Pertautan a. Metonimia Kata metonimia diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti nama. Dengan demikian, metonimia adalah suatu gaya bahasa yang menggunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal yang lain, karena mempunyai pertalian yang dekat. (Tarigan, 1985:122) menyatakan bahwa gaya bahasa ini memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal, sebagai penggantinya. Contoh: Saya minum satu gelas, ia dua gelas (Keraf, 2006:142). b. Sinekdoke Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya, atau sebaliknya. Mengatakan sebagian untuk pengganti keseluruhan (Tarigan, 1985:124). Sinekdoke menggunakan satu kata untuk mewakili maksud yang ingin disampaikan, sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totem pro parte). Contoh: Dalam pertandingan sepak bola atara Indonesia melawan Malaysia di Stadion Utama Senayan, tuan rumah menderita kekalahan 3-4 (Keraf, 2006:142). c. Eufimisme Eufimisme berasal dari bahasa Yunani euphemizein yang berarti berbicara dengan kata-kata yang jelas dan wajar. Eufimisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar yang dianggap merugikan atau tidak menyenangkan (Tarigan, 1985:128). Jadi dapat disimpulkan bahwa

eufimisme adalah gaya bahasa yang mengandung nilai-nilai kehalusan, mengungkapkan suatu gagasan dengan cara yang halus. Contoh: Ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka (=mati) (Keraf, 2006:132). d. Antonomasia Antonomasia adalah semacam gaya bahasa yang merupakan bentuk khusus dari sinekdoke yang berupa pemakaian epitet untuk menggantikan nama diri atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri (Tarigan, 1985:132). Dengan kata lain antonomasia adalah gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri. Contoh: Tentang kebaikannya menjadi buah bibir orang sekampungnya (Natawidjaja, 1986:79). e. Erotesis Erotesis adalah gaya bahasa yang menggunakan kalimat tanya retoris dan tidak memerlukan jawaban. Seperti yang diungkapkan Tarigan (1985:134) bahwa erotesis adalah gaya bahasa yang mempergunakan pertanyaan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menuntut suatu jawaban. Contoh: Rakyatkah yang harus menanggung akibat semua korupsi dan manipulasi di negara ini? (Keraf, 2006:135). f. Paralelisme Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama (Tarigan, 1985:136). Contoh: Bukan saja perbuatan itu harus dikutuk, tetapi juga harus diberantas (Keraf, 2006:126).

g. Elipsis Menurut Tarigan (1985:138) elipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya dilaksanakan penanggalan atau penghilangan kata atau kata-kata yang memenuhi bentuk kalimat berdasarkan tata bahasa. Dengan kata lain elipsis merupakan penghilangan salah satu atau beberapa unsur penting dalam sebuah kalimat. Contoh: Kakak ke kampus dengan menggunakan sepeda barunya. Pada kalimat ini elipsis ditunjukkan dengan penghilangan unsur predikat (pergi) setelah subjek kakak. h. Asindeton Asindeton adalah gaya bahasa yang berupa acuan atau gagasan yang padat dan mampat dimana terdapat beberapa kata atau frasa yang tidak dihubungkan dengan kata sambung (Tarigan, 1985:142). Asindenton menyatakan sesuatu dengan perincian tanpa kata sambung. Contoh: Dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa (Keraf, 2006: 131). i. Polisindeton Polisindenton merupakan kebalikan dari asindenton, jika asindenton tidak menggunakan kata sambung, maka polisindeton menggunakan kata sambung. Seperti yang ungkapkan Tarigan (1985:143) bahwa polisindeton menggunakan beberapa kata, frasa atau klausa yang berurutan dengan menggunakan kata sambung. Contoh: Dan ke manakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang bakal merontokkan bulu-bulunya (Keraf, 2006:131).

D. Gaya Bahasa Perulangan a. Aliterasi Aliterasi adalah gaya bahasa yang memanfaatkan purwakanti atau pemakaian kata yang permulaannya sama bunyinya (Tarigan, 1985:181). Contoh: Keraskeras kerak kena air akhirnya lembut juga (Keraf, 2006:130). b. Asonansi Asonansi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vokal yang sama. Biasanya dipakai dalam puisi atau prosa untuk memperoleh efek keindahan atau penekanan (Tarigan, 1985:182). Jadi dapat disimpulkan bahwa asonansi adalah gaya bahasa yang mengandung perulangan bunyi vokal yang sama pada frasa, yang biasanya terdapat dalam pusi atau prosa. Contoh: Ini muka penuh luka punya siapa (Keraf, 2006:130). c. Kiasmus Kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus pula merupakan inversi hubungan antara dua kata dalam satu kalimat (Tarigan, 1985:187). Contoh: Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk melanjutkan usaha itu (Keraf, 2006:132). d. Anafora Anafora adalah gaya bahasa yang berupa perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat (Tarigan, 1985:192). Misalnya dalam kalimat: Apapun jalan yang kau pilih, apapun keputusan yang kau ambil, apapun impian yang kau raih, aku akan menghormatimu.

2.3 Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap sebuah kumpulan cerpen telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Namun pada kumpulan cerpen Kukila karangan M. Aan Mansyur masih sangat sedikit yang menelitinya. Adapun penelitian yang mengangkat cerpen Kukila sebagai penelitiannya misalnya Dwi Assri Ani salah satu mahasiswa FBS Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul Penyimpangan Psikologis Tokoh Perempuan dalam Kumpulan Cerita Pendek Kukila Karangan M. Aan Mansyur (2015). Hasil penelitian ini terdapat beberapa penyimpangan yang dialami oleh tokoh perempuan dalam kumpulan cerpen tersebut. Adapun faktor penyebab penyimpangan tersebut diantaranya keluarga, rumah tangga, sosial, kekerasan, psikologi, agama dan seksual. Putri Nur Mazziyya, mahasiswa FIB Universitas Airlangga memiliki judul skripsi Penceritaan Sebagai Dasar Hubungan Antar Unsur dan Makna Pada Enam Cerita Pendek Dalam Kumpulan Cerpen Kukila Karya M. Aan Mansyur (2015). Hasil penelitian yang dihasilkannya bahwa penceritaan yang ada pada enam cerita pendek dalam kumpulan cerpen Kukila melalui struktur naratif yang menggambarkan perselingkuhan. Berdasarkan pengamatan peneliti serta tinjauan di atas, tidak ditemukan penelitian yang membahas gaya bahasa pada kumpulan cerpen Kukila karangan M. Aan Mansyur. Sehingga hal ini menjadikan salah satu alasan mengapa peneliti tertarik untuk meneliti serta mendeskripsikan gaya dan fungsi gaya bahasa di dalamnya, terkhusus kesepuluh gaya bahasa yang peneliti sebutkan dalam pembatasan masalah.

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Menurut Endraswara (2008:5) Metode penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak mengutamakan angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar-konsep yang dikaji secara empiris. Metode kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data yang bersifat deskiptif, yaitu dari yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati dan cenderung menggunakan analisis. Atau data yang berhubungan dengan nilai atau kesan dari objek (Tantawi, 2015:61). 3.2 Cara Memperoleh Data Cara memperoleh data dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Menurut Tantawi (2015:61) studi pustaka adalah penelitian yang menggunakan buku sebagai objek penelitian. Penelitian ini menggunakan metode heuristik dan hermeneutik. Menurut Pradopo (dalam Tantawi, 2015:61) metode Heuristik adalah pembacaan karya sastra berdasarkan struktural bahasanya, sedangkan hermeneutik pembacaan karya sastra berdasarkan konvensi sastranya. Menurut Nurgiyantoro (2018:46-47) bahwa kerja heuristik merupakan pembacaan karya sastra. Kerja pembacaan level heuristik menghasilkan pemahaman makna harfiah, makna langsung, makna tersurat, makna sesungguhnya, dan makna denotatif. Makna yang diperoleh adalah gambaran

pertama ketika seseorang membaca yang dapat dijadikan semacam pijakan untuk memahami makna lain yang mungkin dimunculkan. Namun kerja pembacaan karya sastra haruslah sampai pada penafsiran hermeneutik. Menurut Teeuw (dalam Nurgiyantoro, 2018:50) bahwa cara kerja hermenutik untuk penafsiran karya sastra, dilakukan dengan pemahaman keseluruhan berdasarkan unsurunsurnya, dan sebaliknya, pemahaman unsur-unsur berdasarkan keseluruhan. 3.3 Sumber Data Sumber data dari penelitian ini adalah: Judul Penulis Penerbit Editor Terbit Fisik : Kukila (Kumpulan Cerita) : M. Aan Mansyur : Gramedia Pustaka Utama : Siska Yuanita : Jakarta, Oktober 2015 (cetakan ketiga) : 192 Halaman, 20 cm 3.4 Cara Menganalisis Data Cara yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah dengan analisis deskriptif. Data yang diperoleh diidentifikasi dan diklasifikasikan sesuai dengan kategori yang telah ditentukan. Data tersebut kemudian ditafsirkan maknanya dengan menghubungkan antara data dan teks tempat data berada. Selain itu, dilakukan inferensi, yaitu menyimpulkan data-data yang telah dipilahpilah tersebut dan dibuat deskripsinya sesuai dengan kajian penelitian. Sebagaiman yang dijelaskan Nasir (dalam Tantawi, 2015:66) bahwa metode

deskriptif berupaya mendeskripsikan tentang situasi atau kejadian, gambaran, lukisan, secara sitematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena dengan fenomena pada objek yang diteliti.

BAB IV ANALISIS GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN CERPEN KUKILA Dalam bab empat ini berisi hasil penelitian sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Dalam bab ini, penulis akan mendeskripsikan gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan cerpen Kukila dan menjelaskan fungsi dari gaya bahasa yang juga terdapat di dalamnya. 4.1 Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Kukila Dalam mendeskripsikan gaya bahasa dalam kumpulan cerpen Kukila, peneliti tidak menjelaskan semua gaya bahasa yang ditemukan secara satu per satu dalam pembahasan bab ini. Penulis hanya menjelaskan sebagian data untuk mewakili beberapa jenis gaya bahasa yang banyak ditemukan datanya. Berikut akan disajikan pembahasan masing-masing gaya bahasa. a. Perumpamaan atau Simile Pada umumnya gaya bahasa perumpamaan menggunakan kata-kata pembanding, misalnya kata-kata: seperti, bagai, bagaikan, sebagai, laksana, mirip, umpama dan sebagainya. Penggunaaan gaya bahasa perumpamaan atau simile dalam cerpen ini dapat dilihat dalam kutipan berikut. Apakah masih tersisa kata-kata yang tajam seperti mata pisau? (Mansyur, 2015:8). Pada kutipan di atas penggunaan gaya bahasa simile dapat dilihat dalam pertanyaan tokoh yang mempertanyakan apakah masih tersisa kata-kata yang seperti pisau. Dalam kalimat ini penulis mengumpamakan bahwa adanya sebuah

kata-kata yang dapat menyakitakan hati seseorang seperti mata pisau yang tajam. Penggunaan gaya bahasa simile lainnya dalam kumpulan cerpen Kukila dapat dilihat dalam kutipan berikut. Tanganku jatuh bagai daun-daun kering pohon mangga. (Mansyur, 2015:10) Pada kutipan di atas penggunaan gaya bahasa simile dapat dilihat bahwa penulis mengumpamakan tangannya seolah-olah jatuh bagaikan daun-daun kering pohon mangga. Penggunaan gaya bahasa simile lainnya juga dapat dilihat dalam kutipan berikut. Aku ingin ditebang serupa pohon mangga. (Mansyur, 2015:12) Pada kutipan di atas penggunaan gaya bahasa simile dapat dilihat bahwa penulis mengumpamakan seseorang yang ingin ditebang seperti pohon mangga. Hal ini sangat jelas terlihat bahwa penulis mengumpamakan sebuah perbandingan yang pada hakikatnya berbeda sebagai pembanding. Penggunaan gaya bahasa simile lainnya dapat dilihat dalam kutipan berikut. Ia selalu meloncat-loncat dan menari persis sepasang kaki burung. (Mansyur, 2015:29) Pada kutipan di atas penggunaan gaya bahasa simile dapat dilihat bahwa penulis mengumpamakan seorang tokoh yang bernama kukila yang sejak kanakkanak merupakan seorang anak yang sangat aktif, ia selalu meloncat-loncat dan menari persis seperti sepasang kaki burung. Penggunaan gaya bahasa simile dapat dilihat dalam kutipan berikut. Ia meraung-raung serupa anak kecil meminta sesuatu kepada ibunya. (Mansyur, 2015:101)

Pada kutipan di atas penggunaan gaya bahasa simile dapat dilihat dalam perumpamaan yang dituliskan penulis. Penulis mengumpamakan seseorang yang meraung-raung serupa dengan anaka kecil yang meminta sesuatu kepada ibunya. Hal ini disebabkan penulis mengumpamakan sesuatu yang sesuai serta berkaitan langsung dengan tokoh di dalam cerita. b. Metafora Metafora adalah gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Sesuatu yang dibandingkan itu sendiri dapat berupa ciri-ciri fisik, sifat, keadaan, aktivitas, atau sesuatu yang lain. Penggunaan gaya bahasa metafora dalam kumpulan cerpen ini dapat dilihat dalam kutipan berikut. Kalian pergi ke kamar sambil memeluk tangis masing-masing. (Mansyur, 2015:9) Pada kutipan di atas terlihat adanya penggunaan gaya bahasa metafora, hal ini jelas terlihat bahwa penulis menggunakan kata-kata yang singkat namun memiliki makna yang dihasilkan bukan dari kata-kata yang sebenarnya. Pada kata memeluk tangis dapat diartikan sebagai meratapi kesedihan masing-masing. Penggunaan gaya bahasa metafora lainnya dalam cerpen Kukila dapat dilihat dalam kutipan berikut. Setelah itu, kalian boleh pergi mencari mimpi paling indah kalian masing-masing. (Mansyur, 2015:16) Pada kutipan di atas terlihat adanya penggunaan gaya bahasa metafora. Pada kalimat kalian boleh pergi mencari mimpi paling indah kalian dalam konteks cerita yang dituangkan oleh penulis bahwa kalimat tersebut mengandung arti

kalian boleh pergi tidur kembali. Namun penulis melukiskan kejadian dengan kata-kata yang lebih sastra. Penggunaan gaya bahasa metafora lainnya dapat dilihat dalam kutipan berikut. Kukila tetap diam dan melempar matanya entah ke mana. (Mansyur, 2015:22-23) Pada kutipan di atas tampak adanya penggunaan gaya bahasa metafora. Penulis melukiskan seorang tokoh bernama Kukila yang tetap diam namun ia melempar matanya entah kemana. Dalam hal ini, kalimat melempar matanya ke entah mana memiliki arti termenung seperti kehilangan akal. Penggunaan gaya bahasa metafora lainnya dapat dilihat dalam kutipan berikut. Ia harus tiba sebelum bunga-bunga sakura ditelan musim gugur. (Mansyur, 2015:86) Pada kutipan di atas penggunaan gaya bahasa metafora jelas terlihat. Pada kutipan tersebut penulis melukiskan gambaran seseorang yang harus tiba di suatu tempat sebelum bunga-bunga sakura ditelan musim gugur. Dalam hal ini memiliki arti bahwa seseorang itu harus tiba sebelum musim semi berakhir dan digantikan oleh musim gugur. Penggunaan gaya bahasa metafora lainnya terdapat dalam kutipan berikut. Rasa cokelat di lidahnya kembali membuat bendungan di matanya jebol. (Mansyur, 2015:104) Pada kutipan di atas penggunaan gaya bahasa metafora terlihat jelas dalam kalimat membuat bndungan di matanya jebol. Dalam hal ini penulis melukiskan gambaran seseorang yang tidak sanggup menahan air matanya, sehingga pada akhirnya sang tokoh menangis.

c. Personifikasi Personifikasi melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Artinya sifat yang diberikan itu sebenarnya hanya dimiliki oleh manusia. Penggunaan gaya bahasa personifikasi dalam kumpulan cerpen ini dapat dilihat dalam kutipan berikut. Namun surat itu sudah berada di kotak berwarna senja yang terlalu menyedihkan. (Mansyur, 2015:7) Pada kutipan di atas mengandung gaya bahasa personifikasi, terlihat dalam gambaran bahwa surat telah dimasukkan ke dalam kotak surat berwarna jingga yang terlalu menyedihkan. Dalam hal ini, penulis melekatkan sifat insani yaitu kesedihan kepada kotak surat berwarna jingga tersebut. Penggunaan gaya bahasa pesonifikasi lainnya terdapat dalam kutipan berikut. Bulan yang menghapus gerah-gerah. (Mansyur, 2015:14) Pada kutipan di atas penggunaan gaya bahasa personifikasi diterangkan dalam sebuah benda mati yaitu bulan memiliki sifat layaknya seorang insan yang dapat menghapus gerah-gerah. Pada kenyataannya bulan adalah sebuah benda yang tidak dapat merasakan letih hingga menimbulkan kegerahan. Gaya bahasa personifikasi lainnya dapat dilihat dalam kutipan berikut. Kaca jendela kafe masih dipukul-pukul hujan. (Mansyur, 2015:40) Pada kutipan di atas, hujan digambarkan sedang memukul-mukuli kaca jendela kafe. Pada kenyataannya hujan tidak memiliki sifat insani yang dapat memukul-

mukuli sesuatu. Penggunaan gaya bahsa personifikasi lainnya terdapat dalam kutipan berikut. Surat yang kau kirim bersama selembar catatan harian kepada Kukila sebelum pernikahan kami aku temukan bersembunyi di tumpukan celana dalam Kukila di dalam lemari. (Mansyur, 2015:42) Pada kutipan diatas penggunaan gaya bahasa personifikasi terlihat jelas. Bersembunyi merupakan sifat yang biasa dilakukakn oleh insani. Namun dalam kutipan ini selembar catatan harianlah yang disamakan dengan sifat insani tersebut yaitu bersembunyi. Penggunaan gaya bahasa personifikasi lainnya dapat dilihat dalam kutipan berikut. Ia merasa musim gugur telah berdiri di depan pintu, menggedorgedor ingin masuk segera. (Mansyur, 2015:86) Pada kutipan di atas mengandung sifat manusia yaitu berdiri serta menggedorgedor pintu agar dapat masuk. Namun, sifat tersebut ditujukan kepada musim gugur. d. Depersonifikasi Gaya bahasa depersonifikasi atau pembendaan, adalah kebalikan dari gaya bahasa personifikasi. Kalau personifikasi menginsankan atau memanusiakan benda, maka depersonifikasi justru membendakan manusia atau insan. Penggunaan gaya bahasa depersonifikasi dalam kumpulan cerpen ini dapat dilihat dalam kutipan berikut. Aku berdiri persis sebatang lilin leleh oleh api. (Mansyur, 2015:10) Pada kutipan di atas sosok aku yang merupakan manusia disamakan layaknya sebatang lilin yang leleh oleh api. Hal ini menunjukkan adanya gaya bahasa