BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam suatu negara. Semakin baik kualitas pendidikan disuatu negara maka semakin baik pula perkembangan pendidikan dinegara tersebut. Indonesia termasuk negara berkembang, banyak aspek yang perlu dikembangkan salahsatunya adalah pendidikan. Pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia diatur dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional yang salah satunya adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (BSNP, 2007: 5). Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi pendidik untuk mengembangkan dalam proses pembelajaran (BSNP, 2007: 8). Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran, karena pendidik secara langsung dapat mempengaruhi, membina, dan meningkatkan kecerdasan serta ketrampilan peserta didik. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu mata pelajaran yang di ajarkan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Berdasar standar isi mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: a) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya; b) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; c) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap 1
2 positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; d) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; e) meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; f) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; g) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs (BSNP, 2006: 162). Sesuai dengan standar isi tersebut, pembelajaran IPA berlangsungnya proses pembelajaran ditentukan oleh besarnya minat peserta didik yang nampak pada perilaku peserta didik. Peserta didik yang berminat terhadap suatu mata pelajaran akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya. Pembelajaran yang menarik minat peserta didik lebih mudah dipelajari dan disimpan. Jika terdapat peserta didik yang kurang berminat terhadap pelajaran, dapatlah diusahakan agar peserta didik mempunyai minat yang lebih besar dengan metode pembelajaran yang bervariasi dan inovatif pada saat proses pembelajaran berlangsung. Proses belajar mengajar yang diterapkan di Sekolah Dasar Negeri Kalibeji Kab. Semarang kenyataannya masih menggunakan sistem pendidikan konvensional atau cara yang lama serta hanya berpusat pada pendidik. Menurut Kholik (2011) mendefenisikan bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan pendidik lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah peserta didik mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran peserta didik lebih banyak mendengarkan. Disini terlihat bahwa pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang lebih banyak didominasi pendidik sebagai pentransfer ilmu, sementara peserta didik lebih pasif sebagai penerima ilmu. Akibat yang ditimbulkan dari pembelajaran yang hanya berpusat pada pendidik adalah peserta didik kurang minat untuk mengikuti proses belajar mengajar. Sifat dasar peserta didik adalah ingin bermain dan mencoba hal yang baru, akan tetapi didalam proses belajar dengan cara yang biasa peserta didik hanya duduk, diam
3 dan mendengarkan pendidik yang sedang ceramah atau menerangkan materi pembelajaran dengan monoton. Contoh nyata yang dapat diamati oleh peneliti adalah peserta didik banyak yang ramai, mengantuk, bermain sendiri. Berdasarkan Observasi dan interview dengan pendidik di kelas V, kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa sebagian peserta didik kelas V SD Negeri Kalibeji Kab. Semarang mengalami kesulitan dalam pembelajaran IPA. Salah satu persoalan yang mendasar yang sering dihadapi peserta didik adalah kurang memahami materi pembelajaran IPA. Proses pembelajaran yang dilakukan dengan metode ceramah yang hanya terpusat pada pendidik dan tidak memakai alat peraga sehingga peserta didik dalam proses pembelajaran susah menangkap materi yang disampaikan pendidik. Contoh nyata yang diamati peneliti akibat pendidik menggunakan model yang kurang cocok adalah peserta didik banyak yang ramai, mengantuk, dan bermain dengan teman ketika mengikuti pembelajaran. Data frekuensi minat belajar peserta didik pra siklus dapat dilihat pada tabel 1.1 : Tabel 1.1 Frekuensi Minat Belajar Peserta Didik Pra Siklus No Kategori Skor Frekuensi Persentase 1 Tinggi 80 ke atas 2 9 2 Sedang 60 79 11 50 3 Rendah 59 9 41 Jumlah 22 100 Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui bahwa frekuensi minat belajar peserta didik yang berada pada skor 59 yang berjumlah 9 peserta didik dengan kategori rendah. Hal tersebut menunjukan bahwa minat belajar peserta didik pada pra siklus masih ada yang rendah. Standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) hasil belajar peserta didik yang ditetapkan SD Negeri Kalibeji Kab. Semarang yakni 65 untuk nilai KKM pada matapelajaran IPA. Data yang diperoleh dari pendidik menunjukkan bahwa nilai ulangan harian kelas V yang berjumlah 22 peserta didik dilakukan pada awal
4 semester genap tahun ajaran 2013/2014, 10 peserta didik mendapat nilai dibawah KKM, sedangkan 12 peserta didik yang mendapat nilai diatas KKM. Ketuntasan hasil belajar peserta didik pra siklus dapat dilihat pada tabel 1.2: Tabel 1.2 Ketuntasan Hasil Belajar Peserta Didik Pra Siklus Nilai Frekuensi Ketuntasan Persentase 65 12 Tuntas 55 < 65 10 Tidak Tuntas 45 Jumlah 22 100 Nilai tertinggi 80 Nilai terendah 43 Rata-rata 66,7 Berdasarkan tabel 1.2 tampak bahwa ketuntasan belajar peserta didik sebelum diadakan tindakan hanya 55% peserta didik yang tuntas dan 45% peserta didik yang tidak tuntas. Terlihat pula ada ketimpangan yang cukup besar antara nilai tertinggi 80 dengan nilai terendah 43. Salah satu model pembelajaran yang dapat meminimalisir masalah rendahnya minat dan hasil belajar IPA pada kelas V SD Negeri Kalibeji Kab. Semarang adalah dengan menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri). Menurut Wina Sanjaya (2006: 119) dalam bukunya mengatakan bahwa proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, pendidik tidak mempersiapkan beberapa materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahami. Pendidik harus mampu mengaitkan atau menghubungkan materi yang diajarkan dengan apa yang sudah dimiliki peserta didik sebelumnya. Disinilah pentingnya pendidik melakukan apersepsi, karena peserta didik dituntut untuk
5 mampu menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Model Contextual Teaching And Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) merupakan model berpusat kepada kegiatan peserta didik untuk belajar. Pengalaman peserta didik merupakan modal dasar dalam pembelajaran karena sangat berguna untuk dihubungkan dengan materi yang disajikan. Model tersebut merupakan pembelajaran berbasis kontrutivisme. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh peserta didik diharap bukan dari proses mengingat separangkat fakta-fakta, tetapi dari hasil penyelidikan sendiri (Nurhadi, 2002). Setelah menemukan atau memperoleh kerampilan maka peserta didik diharapkan dapat mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Suprijono 2013: 79-80). Pembelajaran yang menghadirkan dunia nyata dengan cara menemukan sendiri akan membuat peserta didik berminat mengikuti pembelajaran dan akan berdapak pada hasil belajar. Berdasarkan permasalah yang ditemukan di Kelas V SD Negeri Kalibeji Kab. Semarang, maka peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul Meningkatkan minat dan hasil belajar IPA melalui model Contextual Teaching And Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) kelas V SD Negeri Kalibeji Kab. Semarang semester II tahun pelajaran 2013/2014 agar permasalah dapat dipecahkan. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dijelaskan, maka dapat didefinisikan permasalahan yang ada yaitu: 1. Minat peserta didik dalam proses belajar mengajar masih rendah sehingga tidak memahami materi yang diajarkan. 2. Hasil belajar peserta didik pada pelajaran IPA kurang dari standar KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 65. 3. Proses pembelajaran IPA kurang menarik bagi peserta didik sehingga hasil belajar kurang optimal.
6 4. Pendidik masih menggunakan metode konvensional dalam proses pembelajaran. 1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan indentifikasi masalah, penelitian secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut : Apakah penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat meningkatkan minat dan hasil belajar IPA pada peserta didik kelas V SD Negeri Kalibeji Kab. Semarang semester II tahun pelajaran 2013/2014. 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan minat dan hasil belajar IPA peserta didik kelas V SD Negeri Kalibeji Kab. Semarang semester II tahun pelajaran 2013/2014 melalui penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri). 1.5. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis penelitian ini adalah mendapatkan wawasan baru mengenai model pembelajaran khususnya model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dalam meningkatkan minat dan hasil belajar IPA peserta didik serta untuk menambah referensi dan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah Memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran IPA melalui model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) SD Negeri Kalibeji Kab. Semarang dan menambah masukkan tentang model pembelajaran di sekolah.
7 b. Bagi Peserta Didik Meningkatkan minat dan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran IPA melalui model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri), sehingga mempermudah peserta didik dalam memahami materi dan peserta didik menjadi lebih berminat. c. Bagi Pendidik Menciptakan suasana belajar yang efektif dalam pembelajaran IPA melalui model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri), sehingga mempermudah pendidik menyampaikan materi, merupakan alternatif pilihan untuk melaksanakan pembelajaran yang inovatif.