DAFTAR ISI. LEMBAR UJIAN...ii. LEMBAR PENGESAHAN...iii. LEMBAR PERNYATAAN...iv. KATA PENGANTAR...v. DAFTAR ISI...vii. DAFTAR TABEL...

dokumen-dokumen yang mirip
II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR TABEL...

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah...

I.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN

HALAMAN PENGESAHAN...

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

GEOLOGI DAN ALTERASI HIDROTERMAL DI GUNUNG BATUR, WEDIOMBO, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DI YOGYAKARTA

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 20 Desember Penyusun III

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

BAB V PENGOLAHAN DATA

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II TATANAN GEOLOGI

DAFTAR ISI SARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN...

Bab I : Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH GUNUNG BULEUD, DESA GARUMUKTI, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT

ALTERASI LAPANGAN SARIDI, KABUPATEN DOMPU

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

BAB II TATANAN GEOLOGI

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Bateman (1956) dalam buku The Formation Mineral Deposits pengertian mineral bijih adalah mineral yang mengandung satu atau lebih jenis logam dan

III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODELOGI PENELITIAN

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

KARAKTERISTIK ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS PADA SISTEM EPITERMAL PROSPEK RANDU KUNING, KECAMATAN SELOGIRI, KABUPATEN WONOGIRI, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

Mineralisasi Logam Dasar di Daerah Cisungsang Kabupaten Lebak, Banten. (Hasil Penelitian yang didanai oleh HIBAH BERSAING DIKTI )

TIPE ENDAPAN EPITERMAL DAERAH PROSPEK BAKAN KECAMATAN LOLAYAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB 1. PENDAHULUAN...

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Saumi Rahmawati*, Hadi Nugroho*, Dian Agus Widiarso*, dan Okky Verdiansyah** (corresponding

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iii. UCAPAN TERIMAKASIH...iv. KATA PENGANTAR...vi. SARI...

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II DASAR TEORI

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

EKEPLORASI UMUM BESI PRIMER DI KECAMATAN RAO, KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015

GEOLOGI DAN STUDI UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PROSPEKSI AIR BUNGINAN, KECAMATAN AIR MURING, KABUPATEN KETAUN, BENGKULU

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 8 II.1. Fisiografi Regional... 8 II.2. Stratigrafi Regional II.3. Struktur Geologi Regional...

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 1

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

Bab IV Sistem Panas Bumi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1

GEOLOGI, ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PROVINSI SULAWESI UTARA

UCAPAN TERIMAKASIH. Intan Paramita Haty

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

ZONA POTENSI MINERALISASI VEIN KUBANG CICAU, PONGKOR, BOGOR, JAWA BARAT

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam

Transkripsi:

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR UJIAN......ii LEMBAR PENGESAHAN...iii LEMBAR PERNYATAAN...iv KATA PENGANTAR....v DAFTAR ISI...vii DAFTAR TABEL...x DAFTAR GAMBAR... xii SARI... xvii ABSTRACT... xviii BAB I PENDAHULUAN...1 I.1. Latar Belakang... 1 I.2. Perumusan Masalah... 2 I.3. Tujuan Penelitian... 2 I.4. Manfaat Penelitian... 3 I.5. Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian... 3 I.6. Ruang Lingkup Penelitian... 3 I.6.1. Ruang Lingkup Wilayah... 3 I.6.2. Ruang Lingkup Pembahasan... 4 1.7. Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 5 I.7.1. Penelitian Terdahulu... 5 I.7.2. Keaslian Penelitian... 9 BAB II GEOLOGI REGIONAL...10 II.1. Fisiografi Regional... 11 II.2. Stratigrafi Regional... 11 II.4. Struktur Geologi Regional... 12 vii

BAB III DASAR TEORI...15 III.1. Definisi Endapan Epitermal... 15 III.2. Klasifikasi Endapan Epitermal... 15 III.2.1. Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah... 17 III.2.2. Endapan Epitermal Sulfidasi Tinggi... 19 III.3. Alterasi pada Endapan Epitermal Sulfidasi Tinggi... 20 III.4. Mineralisasi Bijih pada Endapan Epitermal Sulfidasi Tinggi... 22 III.5. Karakteristik Fluida Hidrotermal pada Endapan Epitermal Sulfidasi Tinggi... 24 III.6. Hipotesis... 27 BAB IV METODE DAN TAHAPAN PENELITIAN...28 IV.1. Metode Penelitian... 28 IV.1.1. Pekerjaan Lapangan... 28 IV.1.2. Analisis Laboratorium... 29 IV.2. Alat dan Bahan Penelitian... 30 IV.2.1. Alat Penelitian... 30 IV.2.2. Bahan Penelitian... 31 IV.3. Tahapan Penelitian... 32 BAB V GEOLOGI DAERAH PENELITIAN...37 V.1. Geomorfologi Daerah Penelitian... 37 V.1.1. Satuan Perbukitan Volkanik Teralterasi... 37 V.2. Stratigrafi Daerah Penelitian... 40 V.2.1. Satuan Tuf Dasitik 1... 41 V.2.2. Satuan Breksi Tuf Dasitik... 43 V.2.3. Satuan Tuf Dasitik 2... 47 V.2.4. Hubungan Antar Satuan Batuan pada Daerah Penelitian... 50 V.3. Struktur Geologi Daerah Penelitian... 51 V.3.1. Kekar... 52 V.3.2. Sesar... 52 V.3.3. Analisis Urutan Sesar dan Arah Gaya Pembentuknya... 55 viii

BAB VI ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI BIJIH...59 VI.1. Alterasi Hidrotermal pada Daerah Penelitian... 59 VI.1.1. Alterasi Silika Vuggy (SV)... 59 VI.1.2. Alterasi Silika Clay (Sil Clay)... 61 VI.1.3. Alterasi Argilik Lanjut (AA)... 63 VI.1.4. Alterasi Argilik (AR)... 64 VI.2. Mineralisasi Bijih pada Daerah Penelitian... 66 VI.2.1. Mineralisasi Bijih... 66 VI.2.2. Paragenesis Mineral Bijih... 70 BAB VII DISKUSI...75 VII.1. Aspek Geologi Pengontrol Alterasi dan Mineralisasi Bijih... 75 VII.2. Karakteristik Endapan... 76 VII.3. Tipe dan Model Endapan... 78 BAB VIII KESIMPULAN......83 DAFTAR PUSTAKA... 85 LAMPIRAN... 89 ix

DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Karakteristik endapan epitermal sulfidasi rendah dan endapan epitermal sulfidasi tinggi (Lindgren, 1993; Buchanan, 1981; Heald et al., 1987; Sillitoe, 1993a, 1999; White, et al., 1995; John et al., 1999, dalam Hedenquist et al., 2000)... 16 Tabel 3.2. Mineral bijih dan gangue pada endapan epitermal sulfidasi tinggi (huruf tebal: mineral bijih, huruf tipis: mineral gangue) (Hedenquist et al., 1996, dengan modifikasi)... 23 Tabel 4.1. Jadwal penelitian... 36 Tabel 5.1. Klasifikasi morfologi (morfometri) oleh Zuidam Zuidam & Cancelado, 1979, dalam Soetoto & Setianto, 2005... 37 Tabel 6.1. Mineral bijih pada masing masing zona alterasi... 67 Tabel 6.2. Paragenesis mineral bijih (enargit, pirit, dan hematit) berdasarkan gambar 6.19... 71 Tabel 6.3. Paragenesis mineral bijih (emas dan pirit) berdasarkan gambar 6.20... 72 Tabel 6.4. Paragenesis mineral bijih (bornit dan kovelit) berdasarkan gambar 6.21... 73 Tabel 6.5. Paragenesis mineral bijih (bornit dan pirit) berdasarkan gambar 6.22... 73 Tabel 6.6. Paragenesis mineral bijih (arsenopirit dan pirit) berdasarkan gambar 6.23... 74 Tabel 6.7. Paragenesis mineral bijih (pirit dan goetit) berdasarkan gambar 6.24... 74 Tabel 7.1. Rangkuman paragenesis seluruh mineral alterasi dan mineral bijih pada daerah penelitian... 77 Tabel 7.2. Karakteristik endapan epitermal sulfidasi tinggi (Lindgren, 1933; Buchanan, 1981; Heald et al., 1987; Sillitoe, 1993a, 1999; White et al., 1995; John et al., 1999, dalam Hedenquist et al., 2000, dengan modifikasi)... 79 Tabel L1.1. Kolom stratigrafi daerah penelitian... 92 Tabel L2.1. Kolom geomorfologi daerah penelitian... 97 Tabel L4.1. Analisis petrografi STA 86... 103 Tabel L4.2. Analisis petrografi STA 64 (sisipan tuf dasitik)... 106 Tabel L4.3. Analisis petrografi STA 72 (fragmen crystal tuff)... 109 Tabel L4.4. Analisis petrografi STA 55 (matriks lithic tuff)... 113 x

Tabel L4.5. Analisis petrografi STA 55 (fragmen crystal tuff)... 117 Tabel L4.6. Analisis petrografi STA 62 (matriks lithic tuff)... 120 Tabel L4.7. Analisis petrografi STA 62 (fragmen crystal-vitric tuff)... 124 Tabel L4.8. Analisis petrografi STA 62 (fragmen andesit)... 127 Tabel L4.9. Analisis petrografi STA 45 (matriks lithic tuff)... 130 Tabel L4.10. Analisis petrografi STA 45 (fragmen andesit)... 135 Tabel L4.11. Analisis petrografi STA 133 (matriks lithic tuff)... 137 Tabel L4.12. Analisis petrografi STA 133 (fragmen crystal tuff)... 141 Tabel L4.13. Analisis petrografi STA 133 (fragmen andesit)... 144 Tabel L5.1. Analisis mikroskopi bijih STA 45... 148 Tabel L5.2. Analisis mikroskopi bijih STA 55... 150 Tabel L5.3. Analisis mikroskopi bijih STA 62... 152 Tabel L5.4. Analisis mikroskopi bijih STA 64... 154 Tabel L5.5. Analisis mikroskopi bijih STA 86... 156 Tabel L5.6. Analisis mikroskopi bijih STA 133... 158 xi

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Lokasi penelitian, pada Peta Dinding Provinsi Sulawesi Utara (Bakosurtanal, 2003)... 4 Gambar 1.2. Peta topografi area Pit Durian, PT. J Resources Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara... 5 Gambar 2.1. Kolom stratigrafi Bakan (ABM, 2007, dalam Hardjana, 2012)... 13 Gambar 2.2. Peta Geologi Distrik Bakan, yang sekaligus menunjukkan letak titik titik bor (Hardjana, 2012)... 14 Gambar 3.1. Sistem geotermal dan volkanik hidrotermal pada intrusi dangkal subvolkanik beserta proses yang terjadi di dalamnya, yang masing masing mencerminkan lingkungan pembentukan endapan epitermal yang berbeda (Hedenquist & Lowenstern, 1994; Henley & Ellis, 1983, dalam Hedenquist et al., 2000)... 17 Gambar 3.2. Hubungan antara jenis fluida dan zona alterasi pada tipe endapan epitermal sulfidasi tinggi (Hedenquist et al., 1994, dalam White & Hedenquist, 1995)......18 Gambar 3.3. Zonasi alterasi pada endapan epitermal slfidasi tinggi yang ditunjukkan dari sayatan melintang orebody endapan tersebut (Stoffregen, 1987; Steven & Ratte, 1960, dalam Hedenquist et al., 2000)... 20 Gambar 3.4. Penampang melintang endapan Cu-Au-Ag epitermal sulfidasi tinggi di Lepanto, Filipina (Garcia, 1991, dalam Arribas, 1995)... 21 Gambar 3.5. Stabilitas temperatur dan tingkat keasaman mineral mineral hidrotermal pada endapan epitermal yang dapat menunjukkan asosiasi mineral pada masing masing tipe alterasi pada endapan epitermal sulfidasi tinggi (Henley & Ellis, 1983; Reyes, 1990; E. Izawa & M. Aoki, 1994, dalam White & Hedenquist, 1995)... 22 Gambar 3.6. Ilustrasi proses pembentukan fluida asam hipogen pada endapan epitermal sulfidasi tinggi yang juga menunjukkan zona alterasi silisifikasi dan argilik lanjut sebagai batas bawah dari akuifer (zona freatik) (Schoen et al., 1974; Giggenbach, 1992a; Sillitoe, 1993a, dalam Hedenquist et al., 2000)... 26 Gambar 3.7. Zona alterasi argilik lanjut (sayatan melintang) yang terbentuk akibat naiknya uap magmatik melalui struktur yang berkembang, yang sekaligus menunjukkan fungsi permeabilitas batuan terhadap orientasi dan distribusi zona alterasi yang terbentuk (Hedenquist & Taran, 2013)... 26 Gambar 4.1. Bagan alir tahapan penelitian... 35 xii

Gambar 5.1. Peta topografi Bakan, Sulawesi Utara (atas ijin dari PT. J Resources Bolaang Mongondow)... 39 Gambar 5.2. Kenampakan tanah (soil) yang tebal sangat tebal di daerah penelitian... 39 Gambar 5.3. Gerakan massa dengan tipe tanah longsor di daerah penelitian... 40 Gambar 5.4. Kuarsa primer pada STA 86... 41 Gambar 5.5. Native Sulfur pada STA 86... 42 Gambar 5.6. Keterdapatan fragmen diorit dan carbonized wood di daerah penelitian... 44 Gambar 5.7. Kenampakan breksi tuf dasitik di lapangan yang bersifat matrix supported, dengan fragmen bersifat polimik, sebagai penanda hasil aktivitas laharik... 44 Gambar 5.8. Lokasi pengukuran kedudukan batuan di area penelitian... 45 Gambar 5.9. Lokasi pengukuran kedudukan batuan di luar area penelitian, yang menunjukkan perlapisan yang ideal, dan dijadikan acuan sebagai kedudukan batuan di area penelitian (kamera menghadap selatan)... 45 Gambar 5.10. Kenampakan struktur scouring oleh breksi tuf dasitik terhadap tuf dasitik pada STA 114 (kamera menghadap barat)... 48 Gambar 5.11. Fragmen diorit pada STA 115 yang ditunjukkan oleh panah berwarna kuning... 48 Gambar 5.12. Kolom kesebandingan daerah penelitian... 51 Gambar 5.13. Kekar gerus dan kekar tarik yang ditemukan pada area penelitian... 52 Gambar 5.14. Bukti keterdapatan sesar geser dekstral di bagian selatan yang ditunjukkan oleh terputusnya lapisan breksi tuf dasitik pada STA 138 (kamera menghadap barat)... 53 Gambar 5.15. Bukti keterdapatan sesar turun menganan pada STA 17, yang ditunjukkan oleh kehadiran bidang sesar dengan gores garis berarah mendekati vertikal, dan zona hancuran di sebeah kanan bidang tersebut (kamera menghadap selatan)... 54 Gambar 5.16. Sesar sesar turun minor pada STA 138 (kamera menghadap barat)... 55 Gambar 5.17. Sesar sesar turun minor pada STA 120 (kamera menghadap barat)... 55 Gambar 5.18. Mekanisme pembentukan sesar sesar pada daerah penelitian berdasarkan permodelan analisis sesar geser oleh Wilcox et al., 1973, dalam Chow et al., 1996, dengan modifikasi... 58 xiii

Gambar 6.1. Tekstur vuggy dan keterdapatan native sulfur pada STA 86... 60 Gambar 6.2. Hasil analisis XRD pada sampel teralterasi silika vuggy pada STA 55, dengan batuan induk berupa breksi tuf dasitik, yang menunjukkan keterdapatan kuarsa (mineral penciri), serta jarosit, alunit, dan nakrit... 60 Gambar 6.3. Oksidasi yang sangat intensif di daerah penelitian (STA 55)... 61 Gambar 6.4. Gambar 6.5. Gambar 6.6. Gambar 6.7. Batuan teralterasi silika clay yang masih menunjukkan sedikit tekstur vuggy... 62 Hasil analisis XRD pada sampel teralterasi silika - clay pada STA 71, yang menunjukkan keterdapatan kuarsa dan pirofilit (mineral penciri), serta alunit, jarosit, dan dikit... 62 Conto setangan batuan teralterasi argilik lanjut pada STA 42 yang masih menunjukkan sedikit sisa tekstur vuggy... 63 Hasil analisis XRD pada sampel teralterasi argilik lanjut pada STA 42, yang menunjukkan keterdapatan alunit dan kaolinit (mineral penciri), serta diaspor, dikit, dan hidronium jarosit... 64 Gambar 6.8. Batuan teralterasi argilik di daerah penelitian... 65 Gambar 6.9. Hasil analisis XRD pada sampel teralterasi argilik pada STA 72, yang menunjukkan keterdapatan mineral penciri berupa smektit dan dikit... 65 Gambar 6.10. Hasil analisis XRD pada sampel teralterasi argilik pada STA 82, yang menunjukkan keterdapatan mineral penciri berupa kaolinit, smektit, dikit, dan ilit... 66 Gambar 6.11. Kenampakan pirit (Py) pada sampel sayatan poles.... 67 Gambar 6.12. Kenampakan hematit (Hem) pada sampel sayatan poles... 68 Gambar 6.13. Kenampakan enargit (En) pada sampel sayatan poles... 68 Gambar 6.14. Kenampakan kovelit (Kov) pada sampel sayatan poles... 68 Gambar 6.15. Kenampakan arsenopirit (Apy) pada sampel sayatan poles... 69 Gambar 6.16. Kenampakan emas (Au) pada sampel sayatan poles... 69 Gambar 6.17. Kenampakan goetit (Goe) pada sampel sayatan poles... 70 Gambar 6.18. Kenampakan bornit (Bn) pada sampel sayatan poles... 70 xiv

Gambar 6.19. Kenampakan bentuk dan hubungan antara enargit (En), pirit (Py), dan hematit (Hem)... 71 Gambar 6.20. Kenampakan bentuk dan hubungan antara emas (Au) dan pirit (Py)... 72 Gambar 6.21. Kenampakan bentuk dan hubungan antara bornit (Bn) dan kovelit (Cov)... 72 Gambar 6.22. Kenampakan bentuk dan hubungan antara bornit (Bn) dan pirit (Py)... 73 Gambar 6.23. Kenampakan bentuk dan hubungan antara arsenopirit (Apy) dan pirit (Py)... 74 Gambar 6.24. Kenampakan bentuk dan hubungan antara pirit (Py) dan goetit (Goe).. 74 Gambar 7.1. Perbandingan model endapan epitermal sulfidasi tinggi pada Prospek bakan dengan permodelan oleh Stoffregen, 1987; Steve & Ratte, 1960, dalam Hedenquist et al., 2000... 81 Gambar 7.2. Perbandingan model endapan epitermal sulfidasi tinggi pada Prospek Bakan dengan permodelan oleh Sillitoe, 1999, yang menunjukkan kesesuaian dengan letak kedalaman endapan epitermal sulfidasi tinggi pada daerah penelitian, yaitu pada kedalaman menengah (500 m 1000 m)... 82 Gambar L1.1. Peta stasiun pengamatan geologi daerah penelitian... 89 Gambar L1.2. Peta geologi daerah penelitian... 90 Gambar L1.3. Penampang geologi daerah penelitian... 91 Gambar L1.4. Hasil analisis stereografis terhadap gaya pembentuk sesar geser dekstral (pasti maupun diperkirakan) (baratlaut-barat timur-tenggara)... 93 Gambar L1.5. Hasil analisis stereografis terhadap arah gaya (ekstensi) pembentuk sesar turun menganan (timurlaut baratdaya)... 93 Gambar L1.6. Hasil analisis stereografis terhadap arah gaya utama pembentuk sesar geser sinistral diperkirakan (baratlaut tenggara)... 93 Gambar L1.7. Permodelan analisis sesar geser oleh Wilcox et al., 1973, dalam Chow et al., 1996, dengan modifikasi, yang menunjukkan pembentukan sesar geser dekstral (pasti maupun diperkirakan) dan sesar turun menganan pada fase pertama (Q1)... 94 Gambar L1.8. Permodelan analisis sesar geser oleh Wilcox et al., 1973, dalam Chow et al., 1996, dengan modifikasi, yang menunjukkan pembentukan sesar geser sinistral diperkirakan pada fase kedua (Q2)... 94 xv

Gambar L2.1. Peta geomorfologi daerah penelitian... 96 Gambar L3.1. Peta stasiun alterasi daerah penelitian... 99 Gambar L3.2. Peta zona alterasi daerah penelitian... 100 Gambar L3.3. Penampang alterasi daerah penelitian... 101 Gambar L6.1. Analisis XRD STA 103... 161 Gambar L6.2. Analisis XRD STA 72 (fragmen teralterasi silika vuggy)... 162 Gambar L6.3. Analisis XRD STA 86... 163 Gambar L6.4. Analisis XRD STA 71... 164 Gambar L6.5. Analisis XRD STA 42... 165 Gambar L6.6. Analisis XRD STA 10... 166 Gambar L6.7. Analisis XRD STA 72... 167 Gambar L6.8. Analisis XRD STA 82... 168 xvi