BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH DESA SUKARAMA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Subsatuan Punggungan Homoklin

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH KLABANG

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

A. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB III Perolehan dan Analisis Data

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto 3.12 Lokasi Singkapan batulempung B (DRM 3)

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Batulempung (Gambar 3.20), abu abu kehijauan, lapuk, karbonan, setempat terdapat sisipan karbon yang berwarna hitam, tebal ± 5 30 cm.

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto III-11. T.abc sekuen Bouma pada Satuan Batupasir-Batulempung (CKG 11) Foto III-12. T.abc sekuen Bouma pada Satuan Batupasir-Batulempung (CKG 12)

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah proses yang bersifat konstruktif antara lain berupa pengangkatan, perlipatan, pematahan dan sebagainya. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat destruktif antara lain erosi, pelapukan, dan sebagainya. Dari analisis geomorfologi maka dapat diketahui bagaimana proses-proses geologi yang terjadi sehingga membentuk bentang alam pada saat ini. Metode yang digunakan dalam melakukan analisis ini adalah dengan analisis foto udara dan analisis peta topografi, sehingga didapatkan data kelurusan bukit, kelurusan lembah sungai, pola kontur topografi, pola sugai, bentukan lembah sungai dan tingkat erosi yang terjadi. Data tersebut diolah dan dianalisis untuk menentukan satuan geomorfologinya berdasarkan klasifikasi Lobeck (1939) serta analisis prosesproses geologi yang menyebabkannya. Hasilnya berupa peta geomorfologi dan peta pola aliran sungai daerah penelitian. Morfologi daerah penelitian terdiri dari beberapa punggungan dan dataran dengan ketinggian rata-rata berkisar antara 300m-500m di atas permukaan laut. Elevasi tertinggi berada pada + 1042 mdpl pada Perbukitan Pr.Tamiang yang terletak di tenggara daerah penelitian. Elevasi terendah berada pada + 352 mdpl pada Dataran Nunggal di barat laut daerah penelitian. Kegiatan manusia yang dominan di daerah penelitian adalah perkebunan. Perkebunan dilakukan di daerah dataran dan di lereng-lereng landai perbukitan. Pemukiman penduduk terpusat pada beberapa daerah. 14

3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentang alam daerah penelitian terdiri dari punggungan dan lembahlembah dengan perbedaan elevasi yang relatif tajam. Punggungan dan lembah menunjukkan perbedaan tingkat resistensi batuan terhadap proses erosi. Punggungan dan perbukitan dibentuk oleh perselingan batupasirbatulempung dan material vulkanik yang relatif lebih resisten terhadap proses denudasi dengan struktur geologi yang kompleks. Berbeda dengan dataran dan lembah yang relatif kurang resisten terhadap pelapukan yang dibentuk oleh breksi laharik atau dikontrol oleh struktur Dari analisis kelurusan (lineament) yang dilakukan pada peta topografi, didapatkan arah umum dominan pada daerah penelitian adalah NE-SW yang diinterpretasi sebagai manifestasi kekar yang berhubungan dengan struktur sesar. Selain itu terdapat arah umum lain yang berarah NW-SW yang diinterpretasikan sebagai struktur penyerta dari sesar-sesar utama (Gambar 3.1). a b Gambar 3.1 a. Kelurusan bukit dan lembah daerah penelitian, b.diagram Bunga (roset) komposit yang menggambarkan pola kelurusan pada daerah penelitian 15

Gambar 3.2 Pola dan tipe genetik daerah penelitian Sungai pada daerah penelitian menunjukkan pola aliran dendritik dan rektangular (Gambar 3.2). Pola rektangular ditafsirkan sebagai jejak sesar atau rekahan pada batuan. Sungai dengan pola dendritik menunjukkan daerah yang secara horizontal terdiri dari lapisan-lapisan sedimen atau merupakan daerah dengan batuan yang memiliki resistensi relatif seragam (van Zuidam,1985). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa aliran sungai pada daerah penelitian lebih dikontrol oleh struktur sesar, rekahan, maupun kemiringan lapisan batuan dibanding oleh faktor litologi. Menurut klasifikasi Davis (1902, op.cit.thornbury, 1969), tipe genetik sungai di daerah penelitian terdiri dari: sungai obsekuen (arah aliran berlawanan dengan kemiringan lapisan batuan), sungai subsekuen (arah aliran sejajar dengan kemiringan lapisan batuan), sungai konsekuen (arah aliran searah dengan kemiringan lapisan batuan) 16

3.1.2 Satuan Geomorfologi Dari kondisi struktur geologi, kemiringan lapisan, serta jenis batuan penyusun dilakukan klasifikasi geomorfologi mengacu pada Lobeck (1939). Klasifikasi ini berdasarkan pada tipe genetik atau proses dan faktor penyebab bentukan morfologi Daerah penelitian dibagi menjadi empat satuan geomorfologi (Gambar 3.3) yang terdiri dari, (i) Satuan Perbukitan Kompleks, (ii) Satuan Dataran endapan Volkanik, (iii) Satuan Dataran Aluvial. Gambar 3.3 Satuan Geomorfologi daerah penelitian pada Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM); Satuan Perukitan Kompleks berwarna kuning, Satuan Dataran Endapan Vulkanik berwarna ungu, dan Satuan Dataran Aluvial berwarna abu-abu 3.1.2.1 Satuan Perbukitan Kompleks Satuan ini ditandai dengan warna kuning pada Peta Geomorfologi, menempati sekitar +60% dari luas keseluruhan daerah penelitian. Satuan ini terdapat di bagian tengah hingga selatan daerah penelitian. Memiliki ketinggian berkisar antara 600 meter hingga 1042 meter di atas permukaan laut. Satuan ini berupa morfologi perbukitan dan punggungan terjal sangat terjal dengan perbedaan elevasi yang relatif tajam dibanding daerah sekitarnya 17

(Foto 3.1). Terdapat variasi litologi dari yang keras dan lunak, dan hal tersebut dibuktikan dengan pengamatan di lapangan, dimana didapatkan batuan penyusun satuan ini adalah intrusi andesit, breksi, batupasir dan batu lempung yang memiliki struktur geologi yang kompleks berupa zona sesar geser dan anjakan yang berasosiasi dengan lipatan. Hal tersebut tercermin pada kedudukan lapisan batuan yang tidak teratur dan berubah-ubah pada jarak yang relatif berdekatan. Sungai yang terdapat pada satuan ini memiliki lembah berbentuk V yang menandakan tahapan geomorfik yang muda. Satuan ini berupa perbukitan dan punggungan yang relatif NE-SW. Proses eksogen yang terjadi adalah pelapukan dan erosi. Satuan ini memiliki resistensi yang paling tinggi dibanding satuan geomorfologi lainnya. Aktivitas manusia pada daerah ini adalah perkebunan. Foto 3.1 Bagian dari Satuan Perbukitan Kompleks memperlihatkan morfologi perbukitan dan gawir terjal (diambil dari hulu sungai Cisero ke arah utara dan selatan) 3.1.2.2 Satuan Dataran Endapan Vulkanik Satuan ini ditandai dengan warna merah pada Peta Geomorfologi dan menempati luas 15% dari luas daerah penelitian. Satuan ini memiliki morfologi yang landai dan terdiri dari batuan hasil endapan gunung api yang sebagian telah mengalami pelapukan (Foto 3.2). Ketinggian satuan geomorfologi ini berkisar antara +300 meter hingga 400 meter di atas permukaan laut. 18

Foto 3.2 Bagian dari Satuan Dataran Endapan Vulkanik (dibatasi garis merah) memperlihatkan morfologi dataran (diambil dari G. Cipateungteung ke arah utara) 3.1.2.3 Satuan Dataran Aluvial Satuan ini ditandai dengan warna abu-abu pada Peta Geomorfologi dan menempati +5% dari daerah penelitian dengan ketingian berkisar antara 250 hingga 350 meter di atas permukaan laut. Satuan ini merupakan akumulasi dari hasil erosi yang dibawa oleh aliran air sungai dan terbentuk pada sungai yang relatif besar dan tua. Satuan ini berada pada daerah di sekitar aliran Sungai Cisokan yang mengalir ke arah utara dan Sungai Cilengkong yang mengalir ke arah barat daerah penelitian. Sungai Cilengkong dan Sungai Cisokan memiliki lembah sungai berbentuk U yang sempit pada saat mengalir melewati Satuan Perbukitan Kompleks (Foto 3.3) dan membentuk lembah sungai berbentuk U yang lebih lebar pada saat mengalir di atas Satuan Aluvial. Satuan ini dibentuk oleh material resen yang belum terkonsolodasi berupa sedimen alluvial. Tahap erosi satuan ini berada pada tahap dewasa dimana erosi horizontal lebih dominan dibanding erosi vertikal. 19

Foto 3.3 Bagian dari Satuan Dataran Endapan Aluvial memperlihatkan morfologi dataran (diambil dari S. Cilengkong ke arah hilir) 3.2 Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi maka susunan batuan di daerah penelitian dapat dibagi menjadi beberapa satuan tidak resmi (Gambar 3.4) yang dapat disebandingkan dengan satuan resmi (formasi) yang telah ada. Urutan satuan batuan tidak resmi dari tua ke muda adalah : Satuan Batupasir Batulempung Satuan Breksi A Satuan Intrusi Andesit Satuan Breksi B Satuan Endapan Aluvial 20

ini. Dengan hubungan antar satuan seperti yang terlihat pada gambar dibawah Gambar 3.4 Kolom stratigrafi tidak resmi daerah penelitian (tanpa skala) 21

3.2.1 Satuan Batupasir Batulempung Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini ditandai dengan warna kuning pada Peta Geologi dan menempati 20% dari luas daerah penelitian. Satuan ini terdapat di bagian tengah hingga ke selatan dari peta geologi, Satuan ini memiliki ekspresi morfologi lebih bervariasi dibanding Satuan Batulempung. Satuan ini terdiri dari perselingan batupasir dan batulempung. Singkapan satuan ini dapat dilihat di tepi Sungai Cilengkong, Sungai Cirumanis, Sungai Cidongke, dan Sungai Cisuru (Foto 3.4). Ciri Litologi Satuan batupasir-batulempung terdiri atas perselingan batupasir dan batulempung. Batupasir umumnya berwarna abu-abu kehitaman, ukuran butir pasir halus (< 0.25 mm), kemas tertutup, pemilahan sedang-baik, bentuk butir menyudut, kompak, porositas buruk, bersifat karbonatan, memiliki butir kuarsa, fragmen litik, dengan matriks mineral lempung. Singkapan batupasir yang ditemukan relatif baik dan segar. Struktur sedimen yang teramati adalah laminasi sejajar dan laminasi bersusun. Batu lempung hadir bersama batupasir membentuk struktur perlapisan. Batu lempung ini memiliki tebal sekitar 1-5cm. batulempung ini umumnya berwarna abu-abu gelap hitam, bersifat karbonatan.lemah, relatif keras. Pengamatan terhadap sayatan tipis (Lampiran C)menunjukan bahwa batupasir pada satuan ini memiliki komponen butir relatif menyudut-membundar tanggung dengan kontak antar butir berupa concavo-convex. Komponen butir (53%) terdiri dari kuarsa (33%), mineral opak (2%), dan plagioklas (18%), matriks (32%) berupa mineral lempung dan semen (8%) berupa mineral lempung, 22

porositas (7%) berupa porositas intergranular, berdasarkan klasifikasi Folk (1974), merupakan batupasir Quartz-wacke. Umur Hasil analisis mikropaleontologi pada contoh batuan menunjukan kehadiran fosil foraminifera plankton Globorotalia obesa, Globigerina peripheroronda, dan Globigerinoides ruber yang menunjukan kisaran umur N6-N10. Lingkungan Pengendapan Dari asosiasi fosil foraminifera bentos Uvigerina sp., Gyroidina sp., Bolivina sp., dan Cassidulina sp., diketahui satuan ini diendapkan pada Batial Atas (200 500 m). Kondisi singkapan yang lapuk dan tidak menerus menyebabkan tidak dapat dilakukan analisis profil yang lengkap untuk mengetahui lingkungan pengendapan, tapi dari deskripsi litologi, kehadiran struktur sedimen laminasi sejajar, dan laminasi bersusun yang ada pada urutan interval A-B-C Sikuen Bouma (1962), dan jenis batupasir yang bersifat wacke menandakan mekanisme pengendapan arus gravitasi. Ciri lainnya adalah sikuennya yang membentuk siklus menipis ke atas merupakan ciri dari mekanisme arus turbidit. Arus turbidit terjadi pada daerah yang memiliki lereng yang curam (slope). Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi, struktur sedimen dan umurnya, maka satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Citarum yang dideskripsikan oleh Sujatmiko (1972) pada peta lembar Cianjur. Sujatmiko dalam penulisannya mengambil nama Citarum dari Martin (1887) yang kemudian dikutip oleh Van Bemmelen (1949). Martodjojo (1984) menyatakan Formasi Citarum setara dengan Satuan Batupasir- Batulempung berumurn6-n8 (Miosen Awal). 23

Hubungan Stratigrafi Hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan dibawahnya adalah selaras, ditafsirkan dari kemenerusan waktu pengendapan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya (Martodjojo, 1984). a b Foto 3.4 Singkapan batupasir dan batu lempung dengan a. struktur sedimen laminasi sejajar dan silang siur (Ckm-03), b. struktur laminasi bersusun (Ctp-02) 3.2.2 Satuan Breksi A Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini terdapat di daerah utara dan selatan daerah penelitian, tersingkap di daerah Cangkuang, Lembur Sawah, Cikadu, Pasir Taman, dan Pasir Ranji. Satuan ini menempati sekitar 40% dari daerah penelitian dan ditandai dengan warna coklat pada peta geologi. Ciri Litologi Singkapan ini terdiri dari litologi breksi polimik (Foto 3.5) dan di beberapa tempat terdapat sisipan batu pasir-batulempung. Breksi berwarna abuabu hitam, kompak, masa dasar pasir sedang-kasar, porositas buruk, kemas terbuka, pemilahan buruk, fragmen andesit, basalt, menyudut- menyudut tanggung. 24

Hasil analisa petrografi dari masadasar breksi menunjukkan bahwa masadasarnya mengandung gelas (Lampiran C) yang menunjukkan asosiasi produk vulkanik. Umur Hasil analisa mikropaleontologi pada contoh batulempung ditemukan fosil foraminifera plankton Globorotalia mayerii, Globigerina venezuelana, Globigerinoides obliquus obliquus, dan Orbulina universa yang menunjukkan umur N9-N14 biozonasi Blow (1969) yang setara dengan umur Miosen Tengah. Lingkungan Pengendapan Pemilihan yang buruk menunjukan sistem pengendapan aliran debris akibat gravitasi, sedangkan kehadiran batupasir dan batulempung menunjukkan adanya perubahan arus pengendapan menjadi turbidit dan suspensi. Aliran debris menunjukkan daerah dengan lingkungan pengendapan laut (slope). Selain itu kehadiran foraminifera bentos Uvigerina sp. dan Cassidulina sp. menunjukkan lingkungan pengendapan batial atas (200m - 500m). Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi, pola penyebaran dan lingkungan pengendapannya, maka satuan breksi ini dapat disetarakan dengan Formasi Saguling (Martodjojo,1984). Formasi ini diendapkan pada mekanisme turbidit proksimal. Hubungan Stratigrafi Hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan Batupasir-Batulempung dibawahnya adalah selaras, ditafsirkan dari kemenerusan waktu pengendapan, dan kesamaan kedudukan batuan. 25

Foto 3.5 Singkapan breksi volkanik (dari kiri-kekanan: Cmr-01, Csn-09) 3.2.3 Satuan Intrusi Andesit Penyebaran dan Ketebalan Satuan Andesit ini ditandai dengan warna merah pada Peta Geologi dan meliputi 5% daerah penelitian. Satuan ini dapat ditemukan di Curug Ciwalet, Curug Dengdeng, Cimarel, Ciri Litologi Satuan ini berupa batuan beku andesit (Foto 3.6). singkapan yang ditemukan menunjukkan bahwa andesit yang tersingkap relatif segar. Batuan beku andesit tersebut memiliki ciri litologi berwarna abu-abu-hitam dengan ukuran kristal halus atau afanitik. Sayatan tipis (Lampiran C) menunjukkan bahwa batuan bersifat holokristalin dan diklasifikasikan sebagai Andesit. Satuan ini kemingkinan memotong satuan yang lebih tua secara diskordan berupa intrusi dyke. Umur Satuan intrusi andesit ini berumur 14.4(+/- 0,4) juta tahun yang lalu. Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada penelitian Cook (1985) yang melakukan penanggalan dengan metode K-Ar pada intrusi andesit di Sanghyang Tikorok karena kedekatan lokasi penelitian dan kesamaan komposisi batuan. 26

Foto 3.6 Singkapan intrusi andesit (dari kiri-kekanan: Clk-08, Clk-04) 3.2.4 Satuan Breksi B Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini ditandai dengan warna ungu pada peta geologi yang menempati (20%) dari daerah penelitian. Satuan ini terdapat di tengah hingga ke utara daerah penelitian. Satuan ini memiliki ekspresi morfologi yang lebih bervariasi dibanding Satuan Batulempung dan Satuan Batupasir-Batulempung. Singkapan satuan ini terdapat di Sungai Sukarama, Cisero, Nangkub, Nyalindung dan Pejagan. Satuan ini tersusun atas endapan vulkanik yang terdiri dari, breksi epiklastik yang berasal dari endapan lahar gununga api. Breksi vulkanik umumnya berwarna abu-abu gelap hitam dengan fragmen andesit, matriksnya berupa tuff dan litik, terpilah buruk, kemas terbuka, tuff berwarna abu-abu, ukuran butir pasir halus sedang porositas buruk (Foto 3.7). Dari kesamaan penyebaran satuan ini dengan penyebaran batuan vulkanik pada Peta Geologi Lembar Cianjur (Sujatmiko, 1972) maka satuan ini kemungkinan merupakan bagian dari Hasil Gunung api dan berumur Pliosen. Hubungan stratigrafi satuan ini dengan satuan Batupasir-Batulempung dibawahnya adalah tidak selaras. 27

Foto 3.7 Singkapan Breksi laharik (Ckd-01) 3.2.5 Satuan Endapan Aluvial Satuan ini merupakan satuan yang paling muda. Berada tidak selaras dengan batuan yang ada di sekitarnya yang lebih tua. Pada Peta Geologi satuan ini diberi warna abu-abu meliputi 15% dari daerah penelitian dan memiliki morfologi yang hampir datar. Satuan endapan aluvial ini terdiri dari butir-butir yang tersusun atas batulempung, batupasir, dan batuan beku andesit (Foto 3.8). Foto 3.8 Singkapan Aluvial (Sungai Cisero ke arah utara) 3.3 Struktur Geologi Struktur Geologi yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesarsesar anjak yang berarah timurlaut-baratdaya, sesar-sesar geser berarah baratlauttenggara, dan perlipatan dengan sumbu yang sejajar dengan arah sesar anjak. 28

Bukti-bukti yang diperoleh di lapangan yang menunjukkan adanya strukturstruktur tersebut diantaranya berupa data kekar gerus (shear fracture), kekar tarik (gash fracture), breksiasi dan kedudukan posisi stratigrafi. Khusus untuk kenampakan sesar anjak di lapangan, dicirikan oleh satuan batuan yang lebih tua yang menumpang di atas satuan batuan yang lebih muda (McClay, 2003). Sesar-sesar naik yang dijumpai di daerah penelitian terdiri dari Sesar Naik Mengiri Ciwalet, Sesar Naik Mengiri Cipateungteung, Sesar naik mengiri Kemang, dan Sesar Naik Mengiri Cikadu. Sesar naik tersebut memiliki arah umum relatif timurlaut-baratdaya, dengan arah kemiringan sesar ke arah tenggara. Sesar mendatar daerah penelitian meiliki arah umum timurlaut-baratdaya yang relatif tegak lurus terhadap sesar naik dan memiliki pergerakan menganan. Sesar mendatar ini dapat digolongkan ke dalam sesar sobekan yang memotong barisan sesar naik yang ada di daerah penelitian. Sesar sobekan didefinisikan sebagai suatu sesar mendatar berskala kecil yang berasosiasi dengan struktur lainnya yaitu lipatan, sesar anjak ataupun sesar normal (Twiss dan Moore, 1992). Struktur lainnya dijumpai yaitu adalah struktur lipatan yang memiliki sumbu searah dengan jurus sesar anjak yaitu relatif timurlaut-baratdaya. Berdasarkan arah sumbu lipatan tersebut dapat kita ambil kesimpulan awal bahwa arah tegasan utama yang bekerja di daerah penelitian memilikiarah relatif baratlaut-tenggara. Struktur geologi daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh Sesar Cimandiri yang berarah timurlaut-baratdaya, atau lebih dikenal dengan arah Meratus. Arah Meratus lebih diartikan sebagai arah yang mengikuti pola busur umur Kapur yang menerus ke Pegunungan Meratus di Kalimantan (Katili, 1974 op cit Martodjojo, 2003). Secara lebih detail dan terperinci, analisis mengenai struktur geologi akan dibahas pada Bab Analisis Struktur Geologi. 29