BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup untuk selamat dan tidak mengalami kecelakaan adalah satu aspek penting dalam budaya kerja di suatu perusahaan. Dalam memasuki perkembangan era industrialisasi yang bersifat global seperti sekarang ini, persaingan industri untuk memperebutkan pasar baik pasar tingkat regional, nasional maupun internasional, dilakukan oleh setiap perusahaan secara kompetitif (Damanik, 2016). Sebuah perusahaan dalam menjalankan aktifitasnya selalu menginginkan keberhasilan baik berupa hasil produksi maupun layanan. Untuk menunjang hal tersebut maka diperlukan tempat kerja yang sehat dan aman sehingga tidak terjadi kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja yang menyebabkan penurunan hasil produksi dan buruknya pelayanan terhadap konsumen (Meutia, 2013). Namun pada hakekatnya, kegiatan produksi di suatu perusahaan tidak terlepas dari resiko kecelakaan yang dialami oleh komponen perusahaan mulai dari tenaga kerja sampai resiko kerusakan yang di alami mesin operasional. Kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat (Yudha, 2013). Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja megalami sakit akibat kerja. Tahun 2012 ILO mencatat angka kematian 1
2 dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun (Depkes, 2008). Berdasarkan data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan pada tahun 2006, sedikitnya terjadi 92.200 kasus kecelakaan kerja di Indonesia, atau hanya turun 4.000 kasus dari tahun 2005. Namun, data tersebut belum termasuk kasus kecelakaan kerja yang tidak dilaporkan oleh perusahaanperusahaan terkait. Menurut Kepala Kantor Wilayah I PT. Jamsostek (Persero) Mas ud Muhammad, kasus kecelakaan kerja di Sumatera Utara pada semester I tahun 2009 sebanyak 4.586 kasus dengan jumlah terbanyak di wilayah kantor cabang Belawan 1.708 kasus dan Medan 744 kasus. Setelah di medan, kasus kecelakaan kerja terbanyak tercatat di Tanjung Morawa dengan 954 kasus, diikuti Kisaran 489 kasus, Pematang Siantar 299 kasus, Binjai 321 kasus dan Sibolga 71 kasus. Menurut Siti Saodah (2014) yang mengutip pendapat Cooper, menunjukkan bahwa penyebab kecelakaan kerja 88% adalah adanya unsafe behavior, 10% karena unsafe condition dan 2% tidak diketahui penyebabnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh DuPont Company (2005) menunjukkan bahwa kecelakaan kerja 96% disebabkan oleh unsafe behavior dan 4% disebabkan oleh unsafe condition. Berdasarkan acuan bahwa unsafe behavior merupakan penyumbang terbesar dalam terjadinya kecelakaan kerja maka untuk mengurangi kecelakaan kerja dan meningkatkan safety performance hanya bisa dicapai dengan usaha memfokuskan pada pengurangan unsafe behavior. Salah satunya adalah dengan melakukan pendekatan perilaku yaitu Behavior Based Safety (BBS).
3 Perilaku kerja aman haruslah diterapkan oleh pekerja agar terhindar dari kecelakaan kerja. Perilaku kerja aman yang dimaksud salah satunya adalah harus menggunakan alat pelindung diri dengan baik dan benar. Menurut Sumardiyono yang dikutip oleh Reny Yangyang (2010) mengungkapkan bahwa penggunaan alat pelindung diri sebenarnya menempati prioritas pengendalian resiko paling akhir, setelah pengendalian dengan eliminasi, substitusi, teknik, dan pengendalian secara administratif tidak berhasil dilakukan. Namun, banyak perusahaan yang lebih memilih menggunakan pilihan terakhir yaitu merekomendasikan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) sebagai tindakan proteksi dini terhadap bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang timbul di tempat kerja. Pengunaan APD yang baik, dapat memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dari keparahan dampak kecelakaan kerja dan dapat mendukung kinerja karyawan, sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan produktivitas baik karyawan maupun perusahaan. Kaitannya dengan penggunaan Alat Pelindung Diri, penelitian yang dilakukan oleh Egriana (2008) menunjukkan bahwa ada hubungan antara alat pelindung diri dengan kecelakaan kerja. Kemudian Inna Nesyi (2015) dalam penelitiannya menemukan 50,8% angka kejadian kecelakaan kerja pada pekerja disebabkan karena pekerja tidak patuh dalam menggunakan APD. PKS Pagar Merbau merupakan salah satu unit milik PTPN II yang bergerak dalam bidang pengolahan Tandan Buah Sawit (TBS) menjadi minyak kelapa sawit, yang berlokasi di Desa Pagar Merbau III, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli serdang, Provinsi Sumatera Utara ± 35 km dari Medan. Proses
4 pengolahan Tandan Buah Sawit menjadi minyak kelapa sawit dilalui dengan beberapa proses tahapan yang dimulai dari perebusan, pemepilan, pelumatan atau peremasan, penyaringan minyak biji, pengendapan, pemurnian hingga pengeringan minyak pemanasan. PKS Pagar Merbau memiliki sepuluh stasiun meliputi, stasiun Loading (penerimaan buah), stasiun transfer belakang yaitu untuk pemindahan lori yang berisi tandan buah segar, stasiun perebusan, stasiun transfer depan yaitu untuk mengirim lori yang kosong, stasiun Housting Crane, stasiun pengepresan, stasiun pengolahan biji, stasiun boiler, stasiun power house, serta stasiun klarifikasi. Berdasarkan hasil survey pendahuluan diketahui bahwa untuk tiap bagian proses produksi minyak kelapa sawit pekerja tidak terlepas dari kecelakaan, namun bahaya kecelakaan lebih sering terjadi pada bagian pengolahan. Hal tersebut dikarenakan kondisi lingkungan kerja yang tidak aman seperti lantai yang sangat licin dan selalu berair akibat proses pengolahan minyak kelapa sawit, panas akibat dari proses perebusan, bising yang berasal dari mesin-mesin pengolahan serta alat-alat yang sudah tua yang dapat membahayakan pekerja sehingga butuhnya pengendalian risiko terhadap bahaya kecelakaan di bagian pengolahan ini seperti dengan penggunaan APD. Namun kenyataannya di lapangan, hampir 85 % pekerja di bagian pengolahan tidak menggunakan APD saat bekerja. Berberapa faktor yang menjadi penyebab tenaga kerja tidak patuh dalam menggunakan APD meskipun perusahaan telah menyediakan APD dan menerapkan peraturan yang mewajibkan tenaga kerja menggunakan APD yaitu karena alasan tidak nyaman atau risih, sudah terbiasa tidak menggunakan APD,
5 serta pekerja merasa panas apabila menggunakan APD. Hal ini berarti masih ada yang perlu diteliti lebih lanjut terkait faktor yang mungkin dapat menyebabkan tenaga kerja patuh dalam menggunakan APD. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Karyawan di Bagian Pengolahan PTPN II Tanjung Garbus Pagar Merbau Tahun 2017. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada Karyawan di Bagian Pengolahan PTPN II Tanjung Garbus Pagar Merbau. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada karyawan di bagian pengolahan PTPN II Tanjung Garbus 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui hubungan faktor individu (pengetahuan, sikap, dan kenyamanan APD) dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada karyawan di bagian pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus
6 2. Mengetahui hubungan faktor lingkungan sosiologis dan psikologis (Komunikasi dan hubungan pekerja) dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada karyawan di bagian pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus 3. Mengetahui hubungan faktor manajemen (kondisi APD) dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada karyawan di bagian pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus 1.4 Hipotesis 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada karyawan di bagian pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus Pagar Merbau tahun 2017 2. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada karyawan di bagian pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus Pagar Merbau tahun 2017 3. Ada hubungan antara kenyamanan APD dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada karyawan di bagian pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus 4. Ada hubungan antara komunikasi dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada karyawan di bagian pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus Pagar Merbau tahun 2017 5. Ada hubungan antara lingkungan sosial dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada karyawan di bagian pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus
7 6. Ada hubungan antara kondisi Alat Pelindung Diri dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada karyawan di bagian pengolahan PTPN 2 Tanjung Garbus 1.5 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan maupun pertimbangan bagi perusahaan di dalam menanggulangi potensi bahaya kecelakaan kerja pada karyawan khususnya dibagian pengolahan melalui penggunaan Alat Pelindung Diri. 2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri serta lingkungan kerja yang paling berbahaya di PTPN 2 Tanjung Garbus Pagar Merbau. 3. Referensi bagi peneliti selanjutnya sehingga dapat dijadikan perbandingan dalam melakukan pengembangan penelitian yang sama di masa yang akan datang.