BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kejadian kecelakaan kerja dan timbulnya penyakit akibat kerja merupakan masalah yang besar bagi sebuah perusahaan atau industri. Kerugian yang dapat terjadi akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat kerja adalah kerugian secara materi, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa. Sumberdaya manusia merupakan sumberdaya yang tidak dapat diganti dengan teknologi apapun. Kerugian yang berlangsung dari timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja adalah biaya pengobatan dan kompensasi serta biaya kerusakan alat-alat produksi. Menurut data ILO (2016) setiap 15 detik satu orang pekerja meninggal karena kecelakaan atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Setiap 15 detik 153 pekerja mengalami kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Setiap hari 6300 orang meninggal karena kecelakaan atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Setiap tahun tercatat lebih dari 2,3 juta orang di dunia meninggal dunia akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Sekitar akibat kecelakaan kerja dan sekita 2,02 juta akibat penyakit akibat kerja. Sedangkan di Indonesia angka kecelakaan kerja hingga saat ini juga masih tinggi, secara nasional 8 pekerja meninggal setiap harinya, sedangkan jumlah kasus kecelakaan akibat kerja tahun yang paling tinggi tahun 2013 yaitu kasus kecelakaan kerja (tahun 2011 = 9.891; Tahun 2012 = ; Tahun 2014 = ). Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, hingga akhir 2015 menyebutkan telah terjadi kecelakaan kerja sebanyak kasus. Sementara itu, untuk kasus kecelakaan berat yang mengakibatkan kematian tercatat sebanyak kasus dari total jumlah kecelakaan kerja. Data menunjukkan bahwa kecelakaan kerja terjadi paling banyak disebabkan oleh kesalahan manusia, baik dari aspek kompetensi para pelaksana maupun aspek pemahaman arti pentingnya penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja. Salah satu faktor utama penyebab 1

2 2 kecelakaan, baik yang telah menimbulkan korban jiwa maupun luka luka, adalah kurang disiplinnya para tenaga kerja di dalam mematuhi ketentuan mengenai K3 terutama pemakaian alat pelindung diri kecelakaan kerja. Menurut Henrich dalam Chen & Hanzhi (2012) 88% kecelakaan dikarenakan perilaku manusia yang tidak aman atau unsafe act sedangkan 10% oleh lingkungan kerja yang tidak aman atau unsafe condition dan 2% karena faktor lainnya. Hasil penelitian tersebut manyatakan bahwa 98% indikator kecelakaan dapat dicegah dengan mengontrol kebiasaan manusia. Pernyataan ini diperkuat oleh Dominic Cooper (2009) yang berpendapat walaupun sulit untuk di kontrol secara tepat, persen dari seluruh kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh unsafe behavior. Pendapat Cooper tersebut didukung oleh hasil riset dari NCS tentang penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Hasil riset NCS menunjukkan bahwa penyebab kecelakaan kerja 88% adalah adanya unsafe behavior, 10% karena unsafe condition dan 2% tidak diketahui penyebabnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh DuPont Company menunjukkan bahwa kecelakaan kerja 96% disebabkan oleh unsafe behavior dan 4% disebabkan oleh unsafe condition. Unsafe behavior adalah tipe perilaku yang mengarah pada kecelakaan seperti bekerja tanpa menghiraukan keselamatan, melakukan pekerjaan tanpa ijin, menyingkirkan peralatan keselamatan, operasi pekerjaan pada kecepatan yang berbahaya, menggunakan peralatan tidak standar, bertindak kasar, kurang pengetahuan, cacat tubuh atau keadaan emosi yang terganggu (Miner, 1994). Model perilaku ABC merupakan model analisis terapan yang dikemukakan oleh skinner.b.p tahun 1980 dan dipopulerkan oleh Thomas R Krause guna untuk melakukakan perbaikan kinerja keselamatan yang berkelanjutan. Model perilaku ABC menjelaskan MENGAPA sebagai penggerak kita melakukan APA yang kita lakukan serta persepsi akan DAMPAK atau akibat dari perilaku. Model perilaku ABC ialah suatu model perubahan perilaku yang terdiri dari Activator-Behavior-Consequence

3 3 yang cocok digunakan untuk mempromosikan perilaku Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Gunawan & Waluyo, 2015). Model perilaku ABC digunakan untuk memahami mengapa perilaku bisa terjadi serta merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan karena dalam model perilaku ABC terdapat konsekuensi yang dapat digunakan untuk memotovasi agar frekuensi perilaku yang diharapkan dapat meningkat. Selain itu, model perilaku ABC berguna untuk mendesain intervensi yang dapat meningkatkan perilaku individu, kelompok, dan organisasi. Perilaku yang diharapkan untuk meningkat dalam hal ini adalah perilaku aman atau perilaku selamat (Irlianti 2014 Cit. Geller 2005). PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) merupakan perusahaan penyedia layanan jasa perkeretaapian terbesar di Indonesia yang menyediakan berbagai jasa layanan baik berupa jasa transportasi penumpang, logistik, pariwisata kereta hingga jasa pengelolaan properti yang terkait dengan kereta api. PT KAI dalam menjalankan perusahaanya memiliki 4 pilar utama yaitu keselamatan, ketepatan waktu, pelayanan, dan kenyamanan sehingga dalam proses kerja nya PT KAI menerapkan slogan zero accident. Balai Yasa merupakan bengkel kereta api milik PT KAI yang bertugas untuk melakukan produksi, perbaikan, perawatan rutin, pembaharuan, penggantian suku cadang, dan lain sebagainya. PT. KAI memiliki 3 macam Balai Yasa dengan spesialisasi tertentu. Namun, PT. KAI hanya memiliki satu Balai Yasa yang ditugaskan untuk melakukan perawatan maupun perbaikan terhadap lokomotif dan pembangkitan energi, yakni Balai Yasa Yogyakarta. Balai Yasa Yogyakarta memiliki tanggung jawab dalam menangani seluruh spare part dari lokomotif dan pembangkitan energi, seperti : main generator, traksi motor, aki, motor starter, alternator, dan lain sebagainya. Balai Yasa Yogyakarta merupakan salah satu Balai Yasa berprestasi terutama dalam bidang keselamatan kerja hal ini di buktikan dengan penghargaan kecelakaan nihil dari kementrian tenaga kerja republik Indonesia dan gubernur DIY pada tahun 2005 dan pada tahun 2012 menerima dua penghargaan yaitu juara II Balai Yasa

4 4 Award dan penghargaan SILVER pada acara temu mutu nasional. Penghargaan tersebut merupakan sebuah wujud keberhasilan penerapan pilar utama perusahaan dalam bidang keselamatan. Namun pada periode terdapat 35 laporan kejadian kecelakaan kerja di bagian produksi yang tercatat dalam laporan klinik Balai Yasa Yogyakarta. Dari hasil observasi dokumen laporan klinik Balai Yasa Yogyakarta diketahui bahwa kejadian kecelakaan yang terlapor 80% disebabkan karena unsafe action. Balai Yasa Yogyakarta telah berupaya melakukan pencegahan dan pengurangan resiko kecelakaan kerja dengan menerapkan kebijakan seperti pelaksanaan safety talks setiap sebelum memulai pekerjaan pada masing-masing golongan, pemasangan rambu-rambu keselamatan kerja, penerapan aturan wajib menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai dengan jenis pekerjaan, serta pemberian punishment berupa mutasi bagi pekerja yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perusahaan. Penggunaan APD merupakan ujung tombak pencegahan kecelakaan yang diterapkan di Balai Yasa karena upaya pengendalian resiko lainya seperti eliminasi, substitusi, dan modifikasi tidak dapat diterapkan sebab semua upaya pengendalian tersebut berhubungan dengan proses kerja. Upaya pengendalian resiko dengan administrasi sudah diterapkan namun belum maksimal dikarenakan upaya sosialisasi secara kontinyu selain safety talks belum dapat dilakukan. Berbagai upaya yang dipilih dan dilakukan oleh Balai Yasa Yogyakarta harapannya dapat mengubah unsafe action yang menjadi penyebab kecelakaan kerja menjadi safe action dan kemudian membentuk safety behavior pekerja yang salah satunya diwujudkan dalam kepatuhan penggunaan alat pelindung diri (APD) sebagai ujung tombak pencegahan dan pengurangan resiko kecelakaan kerja. Harapan inilah yang membuat peneliti menjadi tertarik untuk melakukan analisis terhadap peran perilaku ABC terhadap penggunaan alat pelindung diri oleh pekerja bagian produksi Balai Yasa Yogyakarta.

5 5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : Bagaimana perilaku ABC dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) di UPT Balai Yasa Yogyakarta? C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perilaku ABC dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) di UPT Balai Yasa Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui peran Activator (A) dalam penggunaan alat pelindung diri pada pekerja bagian produksi. b. Untuk mengetahui peran consequences (C) dalam penggunaan alat pelindung diri pada pekerja bagian produksi.. c. Untuk mengetahui Behavior (B) pekerja bagian produksi dalam penggunaan alat pelindung diri. d. Untuk mengetahui upaya solusi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perilaku kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada pekerja bagian produksi. D. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada: 1. Bagi Manajemen UPT Balai Yasa Yogyakarta, dapat dijadikan informasi ilmiah bagi pimpinan utama tentang gambaran perilaku keselamatan pekerja dan faktor activator dan consequences dalam pembentukan perilaku keselamatan khususnya perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD). 2. Untuk P2K3 UPT Balai Yasa Yogyakarta, dapat memberikan informasi ilmiah kepada tim mengenai faktor yang membentuk perilaku pekerja dan solusi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki perilaku tidak aman 3. Untuk Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta menjadi pengalaman berharga dalam menuntut ilmu di perguruan tinggi di

6 6 bidang riset sehingga dapat diterapkan di tempat kerja untuk menyelesaikan berbagai persoalan terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). E. Keaslian penelitian 1. Irlianti & Dwiyanti E (2014) melakukan penelitian tentang analisis perilaku aman tenaga kerja menggunakan model perilaku ABC pada salah satu perusahaan gas yang ada di Indonesia. Penelitian ini berfokus pada perilaku aman tenaga kerja yang ada pada bagian maintenance. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan tenaga kerja mempunyai pengetahuan yang cukup baik dan sikap yang baik terhadap perilaku aman dan K3. Tenaga kerja juga menilai bahwa komitmen manajemen yang diberikan sudah cukup baik dan training yang ada dapat membantu bekerja secara aman. Selain itu, pekerja juga setuju terhadap aturan reward dan punishment dari perusahaan sebagai konsekuensi perilaku pekerja. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perilaku aman tenaga kerja merupakan hasil dari adanya antecedent/activator internal dan eksternal serta adanya aturan reward dan punishment dari perusahaan. 2. Salem, et al. (2007) melakukan penelitian tentang pendekatan BBS untuk proyek konstruksi. Penelitian ini meneliti tentang sistem pendukung pengambilan keputusan yang berperan dalam pelaksanaan BBS pada proyek konstruksi. Yang mana perusahaan konstruksi akan berperan dalam pelaksanaan BBS. Penelitian ini didasarkan pada detail review pada literatur yang ada sesuai dengan topik dan menjadi pilot study verifikasi dan validitas model. Sebagian dari model penilaian sistem telah dikembangkan sehingga dapat menghitung dan mengevaluasi performa dari perbedaan sub kontraktor yang bekerja pada kontraktor primer. Hasil penelitian menunjukkan secara adekuat bahwa dengan menggunakan pendekatan BBS perbaikan dan kemajuan dalam performa keselamatan adalah sangat mungkin. Hampir seluruh kelompok

7 7 yang berpartisipasi dalam studi ini menunjukkan perbaikan pada tiga poin BBS. Beberapa kelompok menunjukkan kemajuan lebih dari enam perilaku. 3. Dona (2012), melakukan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan alat pelindung diri pada bidan saat melakukan pertolongan persalinan di RSUD Bengkalis. Dalam penelitian ini peneliti menguji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian APD pada bidan saat melakukan pertolongan persalinan. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku penggunaan APD. 4. Prihatiningsih & Sugiyanto (2010), melakukan penelitian yang berjudul pengaruh iklim keselamatan dan pengalaman personal terhadap kepatuhan pada peraturan keselamatan pekerja konstruksi. Penelitian ini menghubungkan antara pengaruh iklim keselamatan dan pengalaman personal terhadap kepatuhan pada peraturan keselamatan pekerja. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel pengalaman personal dan variabel iklim keselamatan berpengaruh terhadap kepatuhan. Sedangkan dari dimensi iklim keselamatan hanya dimensi praktek keselamatan atasan, sikap keselamatan, dan pelatihan keselamatan yang berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kuantitatif dengan purposive sampling. 5. Yusuf (2016), melakukan penelitian tentang hubungan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pekerja dengan behavior based safety pada unit produksi PT Mega Andalan Kalasan Kabupaten Sleman. Penelitian ini mencari kuat hubungan Antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dengan behavior based safety. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dengan behavior based safety sedangkan untuk masa kerja dengan behavior based safety menunjukkan hasil tidak ada hubungan yang signifikan. Penelitian

8 8 ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode observational analitic dengan rancangan cross sectional.