KAJIAN PEMANFAATAN WILAYAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN KARANGKOBAR, KABUPATEN BANJARNEGARA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NO

dokumen-dokumen yang mirip
PEMETAAN ANCAMAN GERAKAN TANAH DI DESA KANDANGSERANG KECAMATAN KANDANGSERANG KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GERAKAN TANAH BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR PENGONTROL DI WILAYAH KECAMATAN CILONGOK, KABUPATEN BANYUMAS, JAWA TENGAH

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

TOMI YOGO WASISSO E

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PEMETAAN BAHAYA TANAH LONGSOR DENGAN METODE FREQUENCY RATIO DI KECAMATAN PIYUNGAN DAN PLERET, KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

Karakteristik Geologi dan Analisis Resiko di Kelurahan Babakan Jawa Kecamatan Majalengka dan Sekitarnya Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Longsor

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENYUSUNAN PETA KERENTANAN GERAKAN TANAH DAS SERAYU HULU

Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Seminar Nasional Ke III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II DASAR TEORI

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : Buku 1 ISSN (E) :

PEMETAAN DAN SURVEY RAWAN BENCANA DI WILAYAH PEMBANGUNAN III KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA

Zonasi Tingkatan Kerentanan Lahan Berdasarkan Analisis Kemiringan Lereng dan Analisis Kelurusan Sungai di Daerah Salopa, Kabupaten Tasikmalaya

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN I-1

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana geologi,

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

SNI Standar Nasional Indonesia SNI

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

ZONASI DAERAH BAHAYA LONGSOR DI KAWASAN GUNUNG TAMPOMAS KABUPATEN SUMEDANG, JAWA BARAT

PENANGANAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAS WAI RUHU. Steanly R.R. Pattiselanno, M.Ruslin Anwar, A.Wahid Hasyim

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

EVALUASI KERAWANAN BENCANA TANAH LONGSOR DI KAWASAN PERMUKIMAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG HULU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

Transkripsi:

KAJIAN PEMANFAATAN WILAYAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN KARANGKOBAR, KABUPATEN BANJARNEGARA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NO.22/PRT/M/2007 DENGAN MODIFIKASI Thema Arrisaldi dan Rokhmat Hidayat Balai Sabo, Puslitbang Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat E-mail: Arrisaldi@gmail.com ABSTRAK Karangkobar merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Banjarnegara dengan potensi gerakan tanah yang tinggi. Dalam mengurangi risiko bencana gerakan tanah Kementerian Pekerjaan Umum memiliki metode pemetaan potensi gerakan tanah menggunakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 tentang penataan ruang kawasan rawan bencana longsor. Peraturan tersebut memiliki 7 parameter dengan memiliki bobot pada subparameternya, yaitu kelerengan (0%), curah hujan (15%), tata air lereng (7%), batuan penyusun lereng (20%), kegempaan (%), vegetasi (10%), dan kondisi tanah (15%). Ke tujuh parameter tersebut dilakukan overlay menggunakan software ArcMap. Hasil overlay pada metode pemetaan yang sudah dimodifikasi pada tiap subparameternya didapatkan 0,244 km2 luasan terletak pada zona ancaman gerakan tanah rendah, 2,102 km 2 luasan terletak pada zona ancaman gerakan tanah sedang, dan 9,2 km 2 luasan terletak pada zona ancaman gerakan tanah tinggi. Berdasarkan kerawanan terhadap gerakan tanah didapatkan zona usulan pemanfaatan lahan. Zona dengan tingkat kerawanan tinggi diusulkan sebagai kawasan lindung sehingga tidak layak untuk dibangun. Zona 2 memiliki tingkat kerawanan sedang dapat difungsikan sebagai kawasan pertanian, perkebunan dengan memperhatikan beberapa hal seperti pola tanam, jenis vegetasi, drainase, dan kestabilan lereng pada daerah tersebut. Zona 1 memiliki tingkat kerawanan gerakan tanah dari rendah hingga sedang dapat dimanfaatkan sebagai pemukiman dan kawasan industri. Kata kunci : gerakan tanah, Karangkobar, Potensi, Metode pemetaan gerakan tanah, longsor PENDAHULUAN Latar Belakang Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki daerah dengan potensi gerakan massa yang tinggi. Salah satu kecamatan di Banjarnegara, yaitu di Kecamatan Karangkobar pada tanggal 12 Desember 2014 mengalami bencana alam longsor yang mengakibatkan 100 lebih orang korban jiwa dan banyak rumah yang tertimbun. Longsor tersebut juga merusak serta menimbun infrastruktur umum lainya seperti jembatan, gedung 159

pemerintahan, jalan raya dan lain-lain. Karangkobar termasuk dalam kecamatan dengan jumlah titik longsor yang banyak berdasarkan data dari BPBD setempat, Di Karangkobar memiliki sekitar 15-20 titik longsor yang terjadi di tahun 2015, sehingga daerah ini merupakan daerah yang darurat longsor. Selain itu kondisi geomorfologi daerah Banjarnegara pada umumnya merupakan daerah pegunungan dengan beda elevasi dari 550-100mdpl shingga terdapat pengaruh proses geologi yang menjadikan daerah tersebut menjadi rawan longsor. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan peta kerawanan fisik gerakan tanah berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 yang sudah dimodifikasi di Kecamatan Karangkobar dan mendapatkan usulan peta kawasan pemanfaatan lahan di Kecamatan Karangkobar berdasarkan tingkat kerawanan fisik dengan skala 1:25.000. METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan adalah pengambilan data lapangan dan analisis data sekunder sesuai dengan parameter yang ada pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007 yang sudah dimodifikasi pada subparameternya kemudian diolah menggunakan system informasi geografis (SIG) berupa ArcGis Dekstop dilakukan analisis overlay pada daerah tersebut dengan peta yang dihasilkan skala 1:25.000 (Gambar 1). Data lapangan dan Data Sekunder SIG Peta Kerawanan fisik dan Usulan Peta Pemanfaatan Lahan Gambar 1. Bagan Alir Penelitian ANALISIS DATA DAN HASIL Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007 terdapat 7 parameter, yaitu kelerengan (0%), kondisi batuan penyusun lereng (20%), kondisi tanah (15%), tataair lereng (densitas pola aliran air) (7%), vegetasi (tataguna lahan) (10%), kegempaan (%), dan curah hujan (15%). Dimana pada masing-masing parameter memiliki skor subparameter dan masing-masing subparameter memiliki nilai. Kelerengan (0%) Kelerengan pada pemetaan ini dibagi menjadi (Karnawati, 2005), yaitu kelerengan tinggi apabila memiliki sudut >40, kelerengan sedang apabila 160

memiliki sudut lereng 20-40. Kelerengan rendah apabila memiliki sudut lereng <20 (Tabel 1). Tabel 1. Pembagian kelerengan (Karnawati, 2005) Sudut Kelerengan Nilai Skor Kelerengan <20 1 0, Kelerengan Rendah 20-40 2 0,6 Kelerengan Sedang >40 0,9 Kelerengan Tinggi Hasil yang didapat dari pemetaan kondisi lereng pada daerah ini adalah kelerengan rendah memiliki pelamparan sebesar 58,5% dari luas wilayah. Kelerengan sedang memiliki pelamparan sekitar 0,2% dari luasan wilayah. Sedangkan untuk kelerengan tinggi memiliki pelamparan sebesar 11,5% dari luasan wilayah. Gambar 2. Peta Kelerengan Kondisi Tanah (15%) Kondisi tanah dibagi menjadi kelas, yaitu tebal tanah < 2 meter, Tebal tanah 2 meter mudah lolos air, dan tebal tanah > 2 meter. Pembagian tersebut berdasarkan Peraturan Menteri PU No.22/PRT/M/2007 (Tabel 2). Tabel 2. Pembobotan kondisi tanah Kondisi Tanah Tingkat Kerawanan Nilai Tebal tanah rendah 1 Tebal < 2 meter Tebal tanah Sedang 2 Tebal 2 meter Tebal tanah tinggi Tebal > 2 meter Skor 0,15 0, 0,45 Berdasarkan hasil pemetaan dilapangan didapatkan kondisi tanah berupa 95,% daerah Karangkobar memiliki tebal tanah tinggi, tebal tanah sedang berkisar 0,1%, sedangkan tebal tanah rendah berkisar 4,6% dari luas wilayah (Gambar 2). 161

Gambar 2. Peta ketebalan tanah Karangkobar Kondisi Batuan Penyusun Lereng (20%) Kondisi batuan didapatkan berdasarkan kondisi geologi pada daerah tersebut. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan pemetaan geologi skala 1:25.000 di Kecamatan. Daerah dengan batuan penyusun lereng kerawanan tinggi apabila mempunyai lereng yang tersusun oleh batuan dengan bidang diskontinuitas (sesar, kekar, kemiringan lapisan batuan) yang searah dengan kemiringan lereng. Daerah dengan batuan penyusun lereng kerawanan sedang apabila batuan penyusun lereng dengan bidang diskontinuitas (patahan, kekar, kemiringan batuan) tidak searah dengan lereng. Daerah yang memiliki batuan penyusun lereng kerawanan rendah apabila batuan penyusun lereng tidak mempunyai bidang diskontinuitas (sesar, kekar). Hasil pemetaan geologi yang didapatkan daerah Karangkobar memiliki 8 satuan batuan, urut-urutan umur batuan dari yang paling tua menuju ke yang paling muda, yaitu satuan batunapal, satuan batupasir, satuan andesit, satuan dasit, satuan basalt, satuan breksi andesit, dan satuan batupasir tufan (Gambar ). Satuan tersebut dibobotkan berdasarkan kondisi lapangan ada atau tidaknya struktur geologi dan tingkat pelapukan (Tabel ). Tabel. Pembobotan kondisi batuan penyusun lereng Satuan Batuan Tingkat Kerawanan Nilai Skor Tinggi 0,6 Batunapal Tinggi 0,6 Batupasir Rendah 1 0,2 Andesit Sedang 2 0,4 Dasit Tinggi 0,6 Basalt Tinggi 0,6 Breksi Andesit Rendah 1 0,2 Batupasir Tufan 162

Gambar. Peta geologi Karangkobar skala 1 : 25.000 Tataair Lereng (Densitas Pola Aliran Air) (7%) Densitas aliran air didapat dari analisis kelurusan pada daerah kecamatan Karangkobar. Analisis kelurusan menggunakan Peta RBI dengan skala 1:25.000, yang kemudian dibuat densitas kelurusan pada daerah tersebut dengan menggunakan ArcMap tool kernel density. Pembagian kelas pembobotan dalam analisis kelurusan ini dibagi menjadi yang didasarkan pada nilai search radius yang dipakai adalah 1000 meter, karena nilai ini akan menunjukan kelurusan panjang pada suatu daerah pada radius kurang dari 1000 meter atau. piksel (Rezky dan Hermawan, 2011). Pembagian zona kerawanan dibuat berdasarkan nilai search radius. Densitas kelurusan tinggi apabila radius dari kelurusan < 1km /km2, densitas kelurusan sedang mempunyai radius 1-1,5 km/ km2 densitas kelurusan. Table 4. Pembobotan densitas kelurusan Densitas Kelurusan Tingkat Kerawanan Nilai 1 Densitas Kelurusan Rendah Rendah Sedang 2 Densitas Kelurusan Sedang Tinggi Densitas Kelurusan Tinggi Skor 0,07 0,14 0,21 Kelurusan dengan densitas tinggi terdapat pada batas satuan breksi andesit dengan batupasir tufan yang memang meruakan batas struktur, pada batas satuan basalt, andesit, dan satuan dasit juga memiliki densitas yang tinggi, mofologi pada densitas kelurusan tinggi biasanya merupakan sungai. Densitas kelurusan sedang terletak pada tengah dari litologi batupasir tufan dan juga 16

sepanjang punggungan lereng. Densitas kelurusan rendah terletak pada daerah satuan basalt yang terletak di puncak bukit (Gambar 4). Gambar 4. Peta densitas kelurussan Kecamatan karangkobar Kegempaan (%) Gempabumi dapat memicu terjadinya gerakan massa apabila setelah terjadinya getaran diikuti oleh liquifaction. Liquefaction adalah fenomena berkurangnya kekuatan tanah atau batuan akibat adanya gempa atau getaran secara periodik. Dalam pembuatan parameter peta kegempaan dibuat berdasarkan Skala Mercalli yang telah dibuat oleh Badan Geologi dalam bentuk Peta Kawasan Rawan Bencana Gempabumi Lembar Jawa Tengah (2010). Pada Peta tersebut dibagi menjadi kawasan rawan bencana gempabumi, yaitu : rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan Peta Kerawanan Bencana Gempa Bumi Lembar Jawa tengah, daerah Karangkobar dibagi menjadi 2 zona, yaitu rawan bencana gempabumi sedang dan tinggi (Gambar 5). 164

Gambar 5. Peta Kegempaan Karangkobar (Badan Geologi, 2010) Curah Hujan (15%) Curah hujan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi hidrogeologi pada lereng. Kecamatan Karangkobar memiliki curah hujan tahunan yang tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Banjarnegara mengenai perhitungan curah hujan pada tahun 201-2014 menunjukan curah hujan di Karangkobar mencapai 68-685mm/tahun (Gambar 6). Gambar 6. Peta curah hujan Kecamatan Karangkobar Vegetasi (Tataguna Lahan)(10%) Pembuatan parameter ini dibuat berdasarkan tataguna lahan terbaru. Dimana tataguna lahan terbaru dapat diamati menggunakan citra google maps, 165

yang diolah sedemikan rupa menggunakan ArcMap sehingga menghasilkan peta tataguna lahan. Terdapat kelas pembagian jenis tataguna lahan yang dibagi menjadi kelas tingkat kerawanan. Nilai bobot 1 pada Peta Vegetasi (Tataguna lahan) Kecamatan Karangkobar dengan sesnsitivitas kerawanan rendah apabila vegetasi (tataguna lahan) berupa hutan atau tanaman dengan akar tunggang, seperti jati, kemiri, kosambi, bungur, mahoni, renghas dll. Nilai bobot 2 dengan sensitivitas sedang memiliki vegetasi atau tataguna lahan berupa perkebunan dengan tanaman berupa pohon pinus, atau cemara. Nilai bobot dengan sensitivitas tinggi memiliki kelerengan tinggi vegetasi berupa rumput, tanaman budidaya seerti padi, ketela, singkong, dan lain-lain, sedangkan tataguna lahanya berupa pemukiman, persawahan, kolam ikan, ladang atau tegalan (Gambar 7). Gambar 7. Peta tataguna lahan Kecamatan Karangkobar (googlemaps, 2016) PEMBAHASAN Setelah didapatkan ke tujuh parameter tersebut dilakukan pembobotan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007 sesuai dengan pembobotan kerawanan fisik. Pembobotan dilakukan dengan software ArcMap, analisis overlay. Sehingga menghasilkan peta kerawanan fisik pada daerah tersebut. Peta kerawanan fisik dibagi menjadi kelas (Tabel 5), yaitu : kerawanan fisik rendah, kerawanan fisik sedang, dan kerawanan fisik tinggi. Tabel 5.Tingkat kerawanan fisik (Permen PU No.22 Th. 2007) Tingkat Kerawanan Fisik Total Skor <1,7 Kerawanan Fisik Rendah 1,7-2,9 Kerawanan Fisik Sedang >2,9 Kerawanan Fisik Tinggi 166

Berikut adalah pembagian zona kerawanan fisik hasil analisis yang didapat di validasi dengan titik longsor hasil pemetaan dilapangan (Gambar 8). Zona Berpotensi Longsor dengan Tingkat Kerawanan Rendah Dari hasil ploting titik longsor yang ada pada zona ini tidak ditemukan adanya gerakan massa. Hal ini dilihat dari sifat zona aman berada pada litologi andesit I yang merupakan batuan terobosan dengan sifat batuan yang cenderung kompak dan masif. Luasan zona ini sekitar 0,244 km 2 dengan litologi pada daerah ini berupa intrusi andesit yang massif dan tataguna lahan berupa perkebunan. Zona Berpotensi Longsor dengan Tingkat Kerawanan Sedang Dari hasil ploting titik longsor pada peta kerawanan fisik terdapat 7 titik longsor. Jenis pergerakan yang terjadi berupa rayapan, jatuhan batuan, luncuran (Gambar VI.22). Pada daerah ini faktor kelerengan, batuan penyusun lereng, dan ketebalan tanah sangat berpengaruh. Luasan daerah ini sebesar 2,102 km2. Zona Berpotensi Longsor dengan Tingkat Kerawanan Tinggi C dilakukan terdapat 10 titik longsor pada daerah dengan kerawanan tinggi. Pada daerah ini jenis pergerakan yang terjadi berupa luncuran, rayapan, debris, dan campuran (Gambar 6.24-26). Pada daerah ini semua indikator kerawanan fisik bernilai tinggi, sehingga mengakibatkan daerah menjadi sangat rawan. Kejadian longsor terbesar pada Dusun Jemblung, Desa Sampang pada Desember tahun 2014. Luasan daerah ini adalah 9,2 km2. Gambar 8. Peta persebaran titik longsor di Kecamatan Karangkobar Usulan Peta Penggunaan Lahan Pada Kecamatan Karangkobar Bedasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 daerah Karangkobar termasuk ke dalam Zona B. Daerah zona B karena pada daerah ini memiliki elevasi >500 hingga 2000 meter dengan kelerengan >40%. Pada daerah ini diusulkan memiliki zona tataguna lahan dalam rangka 167

melakukan pemanfaatan ruang di kecamatan Karangkobar mengindahkan daerah rawan gerakan tanah (Gambar 9). dengan Gambar 10. Peta Usulan Pemanfaatan Tataguna Lahan di Kecamatan Karangkobar Zona 1 Kawasan Pemukiman, Industri Daerah ini dapat dijadikan kawasan pemukiman masayarakat dan aktivitas ekonomi lainya. Pada daerah ini memiliki besar kelerengan antara 0-0, dengan litologi berupa batupasir tufan serta sebagian pada breksi andesit. Pada wilayah ini tanah cukup subur dan baik untuk kegiatan pertanian. Zona 2 Kawasan Perkebunan, Pertanian dengan Penataan Lereng Daerah ini baik dimanfaatkan sebagai perkebunan oleh masyarakat dengan catatan dilakukan perencanaan dalam penanaman tanaman, pola tanam, drainase, jenis tanaman,pemanfaatan yang sebagai pemukiman masih bisa dibangun akan tetapi harus memperhatikan kestabilan lereng pada daerah tersebut. Pada daerah ini tidak disarankan membuat kolam ikan, karena dapat menambah beban lereng. Daerah ini banyak terletak pada litologi batunapal, batupasir dan sebagian kecil di satuan breksi vulkanik dengan kelerengan 10 40. Zona Kawasan Lindung Daerah ini merupakan kawasan yang harus dijadikan sebagai hutan lindung, karena pada daerah ini memiliki tingkat kerawanan terhadap gerakan tanah yang tinggi. Pada daerah ini memiliki kelerengan >40. Daerah ini terletak pada batuan vulkanik yang memiliki tingkat pelapukan tinggi dilihat dari tanah yang terbentuk sangat tebal. Pemanfaatan sebagai hutan lindung bisa dijadikan sebagai tempat wisata ataupun sebagai habitat dari hewan yang endemic di daerah Karangkobar. 168

KESIMPULAN Berdasar penyusunan peta kerentanan gerakan tanah dapat disampaikan bahwakecamatan Karangkobar memiliki wilayah tingkat kerawanan gerakan tanah sedang paling luas, wilayah dengan kerentanan gerakan tanah tinggi memiliki luasan tertinggi kedua, dan daerah dengan kerawanan gerakan tanah rendah pada peringkat ketiga. Kemiringan lereng yang terjal serta zona lapukan tanah yang tebal menyebabkan wilayah ini mempunyai tingkat kerentanan gerakan tanah tinggi. Daerah dengan tingkat kerawanan rendah hingga sedang dapat dimanfaatkan sebagai pemukiman, pertanian, dan perkebunan. Daerah dengan kerawanan sedang dapat dimanfaatkan sebagai daerah pertanian, perkebunan, atau pun perumahan dengan memperhatikan beberapa aturan seperti pola tanam, jenis tanaman, dan kestabilan lereng di daerah tersebut. Daerah dengan tingkat kerawanan tinggi dapat dimanfaatkan sebagai hutan lindung atau pun hutan wisata. PENGHARGAAN (acknowledgement) Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada : 1. Pihak Balai Sabo yang telah memberi kesempatan dalam penelitian pemetaan gerakan tanah area Karangkobar. 2. Dr. Agung Setianto, S.T., M.Si. yang telah menjadi narasumber dan pembimbing dalam pembuatan laporan pemetaan area Karangkobar.. Desvery Budiandra, S.T. yang telah membantu kami dalam pengambilan data di lapangan. REFERENSI Badan Pusat Statistik. 2015. Petungkriyono Dalam Angka. Pemerintah Kabupaten Banjarnegara. Banjarnegara. Condo, W.H., Pardyanto, Ketner, P.B., Amin, Gafoer, S., Samodra, H., 1996. Peta Geologi Lembar Banjarnegara dan Pekalongan.Edisi II. Pusat Penelitian Bandung. dan Pengembangan Geologi, Cruden, D.M. & Varnes, D.J. 1996. Landslide Investigation and Mitigation : Landslide Types and Proceesses. Edt. A.K. Turner & R.L. Schuster. Special Report 247. Transportation Research Board. Amerika Serikat. Hermawan, D., Yuono Rezky., 2011. Delineasi Daerah Prospek Panas Bumi Berdasarkan Analisis Kelurusan Citra Landsat Di Candi Umbul-Telomoyo, Provinsi Jawa Tengah. Buletin Sumber Daya Geologi Volume 6. Pusat Sumber Daya Geologi. Bandung Karnawati, D. 2005. Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2007, Penataan Kawasan Rawan Bencana Longsor. Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta. Pettijohn,F.J., 1971. Sedimentary Rocks., rd Edition., Harper & Row, NewYork. 169

Pustantra, F., Y., 2012. Skripsi Kontras Struktur Geologi Pada Batuan Vulkanik dan Karbonat Daerah Dlingo, Kabupaten Bantul dan Purwosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istiimewa Yogyakarta Menggunakan Digital Elevation Model (DEM) dengan Metode Digital Extraction. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (tidak dipublikasikan) Rahardjo, H.; Leong, E.C.; & Rezaur, R.B. 2002. Studies of Rainfall-induced Slope Failures. Prosiding Seminar Nasional Slope Landslide and Slope Stability. Jurusan Teknik Sipil, Universitas Parahyangan. Bandung. Robiayana, R., Athanasius, Almafi.,2010. Peta Kawasan Rawan Bencana Gempabumi. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Badan Geologi. Bandung. Sujanto, F. X., Siwindono, T., Sahudi, K., dan Purnomo, E., 1994, Pandangan baru Tektonik Neogen daerah sekitar Java axial ridge Banyumas Kebumen, Kumpulan Makalah Seminar Geologi Dan Geotektonik Pulau Jawa sejak Akhir Mesozoik hingga Kuarter, Geological Engineering Department, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, p. 27 52. Streckiesen, A. L., LeBas M. J., 1999., The IUGS Systematics of Igneous Rocks., Departement of Geoogy, University of Leiceister. Leicester. Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol. 1 A, Government Printing Office, TheHauge, Amsterdam. Hal 604-607 Varnes, D.J., 1978, Slope Movement types and processes, secial report;176; Landslide; Analysis and Control, Eds : R.L. Schuster dan R.J. Krizek, Tranport Research Board, National Research Council, Washington, D.C., 11-. 170