1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
III. KERANGKA PEMIKIRAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kajian Keramahan Alat Tangkap Ikan Hias Ramah Lingkungan from Yayasan TERANGI

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT. Rika Astuti, S.Kel., M. Si

BAB I PENDAHULUAN. Samudera Hindia. Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari serangkaian

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

1. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI MILAWATI ODE, S.KEL

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya.

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seolah tidak pernah berhenti membangun. mengubah pula susunan alamiah yang mendominasi sebelumnya.

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ruang aktivitas manusia dan budayanya tidak bisa lepas dari atmosfir, biosfir,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2 KERANGKA PEMIKIRAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang sia-sia dalam ciptaan-

[Type the document subtitle]

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan memeliharanya. Salah satu cara untuk menjaga amanat dan anugrah yang Maha Kuasa yaitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

I. PENDAHULUAN. utama bagi pengambil kebijakan pembangunan. Laut hanya dijadikan sarana lalu

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

BAB I PENDAHULUAN. dimasukan kedalam kelompok Negara mega-biodiversity yang merupakan dasar dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN PENDIDIKAN di MADRASAH: Penerapan Etnobiologi dalam Pelajaran Biologi kelas X di Madrasah Aliyah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masyarakat nelayan desa pesisir identik dengan kemiskinan,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PERUBAHAN LINGKUNGAN BERBASIS REALITAS LOKAL PULAU BANGKA UNTUK MENINGKATKAN LITERASI LINGKUNGAN SISWA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

Investasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan membangun perikanan Indonesia. Wawan Ridwan

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia amat kaya akan keanekaragaman hayati di lingkungan lautnya. Keanekaragaman budaya berbagai etnik penduduknya sebagai sumberdaya manusia lokal, makin melengkapi kekayaan hayati tadi. Setiap etnik berperan menyumbangkan pengetahuan lokal berupa berbagai bentuk dan pola pemanfaatan sumberdaya alam lokal di lingkungannya. Bentuk dan pola yang umumnya masih tradisional dan sederhana itu merupakan potensi dalam upaya pengembangan pemanfaatan sumberdaya yang lestari atau berkelanjutan. Bangka dan Belitung adalah salah satu wilayah yang penduduknya berasal dari masyarakat berbagai etnik, Melayu adalah etnik yang dominan. Sebagai provinsi kepulauan, penduduk aslinya sebagian besar masyarakat pesisir yang kehidupannya mendapat pengaruh kondisi laut, meskipun tidak bergantung penuh pada laut. Dalam kegiatan produksi mereka memanfaatkan sumberdaya hayati di lingkungan perairan laut untuk memenuhi kebutuhan ekonomi (subsisten dan komersial), yang umumnya masih tradisional, sederhana dan belum optimal, terutama yang unik dan khas. Salah satu sumberdaya perairan pantai yang sudah lama dimanfaatkan masyarakat Melayu setempat adalah sejenis biota anggota Sipuncula yang disebut kekuak atau wak-wak. Penangkapan biota ini oleh warga masyarakat beberapa tempat di wilayah ini, sudah rutin dilakukan sebagai kegiatan musiman. Tanpa pola pemanfaatan yang mempertimbangkan keseimbangan alamiah di lingkungan mereka, mana mungkin kegiatan rutin itu masih bisa berlangsung hingga kini. Secara turun-temurun kekuak sudah dipakai nelayan setempat sebagai umpan, tetapi telah lama pula dijadikan sebagai pangan, khususnya di Bangka. Sekelompok warga di beberapa tempat di Bangka bahkan sengaja menangkapnya untuk dijual sebagai produk pangan, kebanyakan pembelinya adalah masyarakat dari etnik Tionghoa setempat. Meskipun begitu, sampai kini kekuak belum terdaftar sebagai komoditas hasil laut dalam statistik perikanan setempat, masyarakat awamnya pun tidak banyak tahu dan peduli perihal kekuak dan

2 penangkapannya, padahal dalam sejarah perkembangan pemanfaatannya banyak hal menarik yang perlu dipelajari. Berdasarkan informasi prapenelitian, Jebus (Bangka Barat) dan Sungaiselan (Bangka Tengah) adalah dua wilayah kecamatan yang menarik dan mewakili sebagai lokasi utama penelitian ini. Di lokasi pertama tinggal komunitas penangkap kekuak dengan jenis alat dan teknik tangkap yang sudah diterapkan turun-temurun, selain itu terjadi pula perkembangan penangkapan dengan jenis alat/teknik baru. Pengetahuan perihal penangkapan tadi ditransfer ke lokasi kedua, yang penerapannya melahirkan teknik dan pola tangkap baru, hasil adaptasi terhadap kondisi lingkungan berbeda. Informasi ilmiah mendasar tentang pemanfaatan kekuak yang jadi fenomena dalam kehidupan masyarakat setempat ini belum pernah ada, adalah alasan utama penelitian ini dilakukan, demi mempelajari dan menggali potensinya untuk kemudian dikembangkan. Penelitian ini juga harus mengungkap secara ilmiah pengetahuan masyarakat setempat tentang kekuak dan peranan mereka sepanjang sejarah pemanfaatannya, terutama terkait biota, penangkapan dan manfaatnya. Ellen et al. (2000) menyatakan, pengetahuan dan tradisi masyarakat lokal sering dianggap statis dan tidak berubah padahal pada kenyataannya mengalami perubahan dan dinamis. Pengetahuan tradisional sering dilecehkan karena dianggap tidak ilmiah, tidak atau belum bisa dijelaskan secara kuantitatif (terukur oleh metode penelitian), walaupun fakta mencatat manfaatnya sering bisa mengatasi persoalan masyarakat sehari-hari (Soedjito dan Sukara 2006). Kajian dalam penelitian ini memakai pendekatan analisis studi kasus, terutama dengan perspektif etnobiologi yang lalu dikembangkan pada perspektif etnoteknologi dan zoologi-ekonomi. Rifai (2000) menyatakan selama ini etnobiologi banyak terbukti menjadi instrumen berharga dalam memecahkan berbagai masalah mutakhir global, seperti penemuan obat tradisional untuk kanker, dan bentuk-bentuk pengelolaan sasi untuk pemanfaatan sumberdaya hayati tanpa menguras stok. Namun disadari kini, banyak pengetahuan tradisional keburu lenyap sebelum sempat dicatat atau diketahui para peneliti.

3 Pendekatan tadi dipilih penelitian ini karena belum pernah ada informasi ilmiah tentang aspek pemanfaatan kekuak, apalagi aspek biologinya yang khusus dan rinci karena teknis pengamatannya relatif sulit dan butuh waktu lama. Saat ini informasi yang tersedia, relatif murah dan mudah dijangkau tentang semua itu cuma dari pengetahuan masyarakat setempat. Dengan sumberdaya terbatas, memanfaatkan pengetahuan lokal dalam penelitian ini adalah pilihan terbaik. Terkait hal ini, Soejito dan Sukara (2006) menyatakan bahwa mengilmiahkan pengetahuan tradisional amat penting, karena inilah cara paling efektif untuk menambah dan memajukan khasanah keilmuan di Indonesia, hasilnya pun pasti bisa diterapkan karena telah lama sekali dipraktekkan melalui tradisi masingmasing etnik pemiliknya, sekaligus mengangkat citra dan upaya mencari solusi efektif untuk tiap masalah di masing-masing lokalitas. Bagi masyarakat nelayan setempat, penghasilan dari kekuak sama pentingnya dengan kelestarian pemanfaatannya. Secara ekonomi telah terbukti selama ini kekuak menjadi salah satu sumber pendapatan tambahan mereka, tetapi peningkatan kegiatan pemanfaatannya cenderung berpotensi mengancam kelestarian populasinya di habitat. Mengingat pentingnya arti ekonomi dan kelestarian kekuak bagi mereka, penelitian ini perlu dilakukan mengarah pada bagaimana agar pemanfaatannya tetap lestari, disamping optimal. Hal ini bisa dijadikan masukan bagi pemerintah setempat dalam merancang pembangunan berbasis kekuatan lokal dan kemandirian masyarakatnya. Paradigma umum kajian etnobiologi selama ini masih menekankan kegiatan eksplorasi (inventarisasi) semua jenis tumbuhan/hewan yang dimanfaatkan kelompok etnik pada kawasan tertentu, yang biasanya lebih mudah diungkap secara kuantitatif. Sedikit bergeser dari situ, kajian penelitian ini menekankan eksplorasi satu jenis biota yang dimanfaatkan masyarakat lokal namun bukan merupakan komoditas lazim, yang lebih relevan diungkap secara kualitatif sebagai penelitian dasar. Pengetahuan lokal tentang jenis biota tadi pun sudah lebih jauh pada aspek teknis pemanfaatan, sehingga kajian etnoteknologinya perlu lebih ditekankan mendampingi kajian etnobiologinya. Terkait pendekatan induktif dan kualitatif, Rifai (2000) mengingatkan bahwa masalah pendekatan dan metodologi dalam etnobotani (juga berlaku umum

4 pada etnobiologi) memang amat menentukan corak ilmu yang dihasilkan, jika dari semula pendekatan kualitatif sudah berhasil menelurkan berbagai teori etnobotani yang amat berharga untuk mengembangkan ilmunya, maka legitimasi pendekatannya tidak perlu dipersoalkan, selama pendekatan itu menjawab sesuatu persoalan dengan baik, kegunaannya pun pasti akan diterima dengan tangan terbuka oleh ilmu dan teknologi. 1.2 Perumusan Masalah Pemanfaatan kekuak oleh masyarakat di Kepulauan Bangka-Belitung sudah dilakukan secara turun-temurun, tetapi belum ada laporan apalagi kajian ilmiahnya. Penelitian ilmiah tentang pemanfaatan kekuak di daerah ini bisa dipertimbangkan sebagai informasi dasar yang dibutuhkan bagi upaya pengembangan potensi lokal demi meningkatnya kesejahteraan masyarakat khususnya komunitas nelayan. Inti dari artikel 7 dan 10 dari Code of Conduct for Responsible Fisheries (FAO 1999) adalah bahwa semua yang terlibat dalam pengelolaan perikanan harus mengadopsi langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan, namun harus didasarkan pada bukti ilmiah terbaik dan tersedia. Pemanfaatan kekuak oleh masyarakat setempat dengan berbagai aspeknya memang belum pernah diteliti. Dilihat dari masih terus berlangsungnya kegiatan rutin musiman masyarakat menangkapnya di beberapa tempat berbekal pengetahuan lokal, menandakan pemanfaatannya selama ini berkelanjutan, meski begitu belum diketahui secara ilmiah sampai sejauh mana dan apa jaminannya. Sementara itu, di tempat-tempat lain kegiatan ini terancam bahkan menghilang, namun ada pula yang belum optimal. Untuk itu pemanfaatan kekuak terutama kegiatan penangkapannya adalah masalah yang harus diteliti, demi tersedianya bukti ilmiah terbaik yang dibutuhkan. Karakteristik kekuak dan habitatnya adalah aspek biologi yang amat penting diketahui sebagai informasi dasar dalam upaya menyusun strategi pengelolaan sumberdaya kekuak (konservasi jangka panjang dan pemanfaatannya yang berkelanjutan). Sudah berapa banyak sumberdaya hayati yang dimanfaatkan namun statusnya terancam dan kemudian punah, akibat minimnya informasi

5 ilmiah mendasar dan pengabaian pengetahuan informal (tradisional dan lokal) tentang aspek ini. Penangkapan kekuak komersial sebagai proses hulu kegiatan pemanfaatan, merupakan aspek yang penting diketahui dalam sistem pengelolaan sumberdaya hayati lokal, penentu seberapa besar keuntungan bagi masyarakat pemanfaatnya dan seberapa besar tekanan/ancaman terhadap kelestarian populasi di habitatnya. Selama ini ketiadaan/miskinnya pengetahuan dan informasi ilmiah akibat belum adanya kepedulian dan studi, telah membiarkan masalah terkait keberlanjutan pemanfaatan kekuak komersial di wilayah ini. Aspek ini mencakup peralatan dan teknik tangkap serta pola pemanfaatan dan aturan lokal terkait yang ada. Aspek manfaat kekuak pun belum pernah diteliti apalagi hal ini merupakan sebuah dilema. Penggunaannya sebagai umpan dan pangan sebagai proses hilir kegiatan pemanfaatan, terutama yang bersifat komersial akhirnya menjadi penyebab utama mengapa biota kekuak ditangkap. Kondisi ini secara langsung mempengaruhi pola dan aturan pemanfaatannya. Di satu sisi pengungkapan nilai guna/ekonomisnya berpotensi menguntungkan penangkap dan konsumen. Diversifikasi penggunaannya pun berpotensi memberi nilai tambah dan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Namun, di sisi lain secara tidak langsung hal ini pun bisa mengganggu kelestarian populasinya dan mengancam kelangsungan pemanfaatannya sendiri. Sejauh mana dan bagaimana potensi penggunaan ini bisa mengoptimalkan pemanfaatan kekuak dengan tetap berkelanjutan, juga merupakan masalah yang perlu diteliti. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengungkapkan aspek-aspek pemanfaatan kekuak oleh masyarakat di Kepulauan Bangka-Belitung dan mengembangkan konsep pemanfaatan berkelanjutannya berbasis kearifan lokal (local wisdom). Tujuan-tujuan khususnya adalah: (1) Menganalisis aspek etnobiologi kekuak (etnoekologi, etnozoologi dan taksonomi); (2) Menganalisis aspek etnoteknologi kekuak (teknis dan operasi, pola dan aturan lokal, serta dinamika perkembangan penangkapan komersial); (3) Menganalisis pemanfaatan kekuak berkelanjutan (manfaat umpan, pangan dan komersial).

6 Manfaat-manfaat penelitian ini: (1) Terselamatkannya perbendaharaan sekaligus memperkaya khasanah pengetahuan tradisional (traditional heritage); (2) Berkembangnya metode kajian pemanfaatan sumberdaya berbasis kearifan lokal; (3) Sebagai penghargaan atas peran-peran masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya hayati di lingkungannya; dan (4) Sebagai masukan bagi upaya pengembangan manfaat komersial kekuak yang lebih menguntungkan dan berkesinambungan bagi masyarakat lokal (komunitas nelayan dan penangkap). 1.4 Kerangka Pemikiran Konsep pemanfaatan kekuak berkelanjutan yang sudah ada dalam kehidupan masyarakat di Kepulauan Bangka-Belitung perlu dikembangkan. Sebelumnya, harus diketahui lebih dulu bagaimana karakteristik, kondisi dan status aspek-aspek terkait yang sekaligus menggambarkan bagaimana konsep pemanfaatan berkelanjutan itu, sebagai bagian dari kearifan lokal. Demi memperoleh pengetahuan (data dan informasi) tentang itu semua, agar bisa menjadi bukti ilmiah terbaik dan tersedia, untuk diadopsi sebagai langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan berkelanjutan seperti telah digariskan dalam CCRF, maka dilakukanlah penelitian ini. Kerangka pikir penelitian ini mencakup input (masukan), proses dan output (keluaran) yang secara skematik bisa dilihat pada Gambar 1. Bagian input adalah proses yang terjadi di lingkungan perairan laut dan sumberdaya hayati lokal dimana terdapat biota kekuak, dan di lingkungan masyarakat dan budaya lokal dimana terdapat sistem pengetahuan terkait pemanfaatan sumberdaya alam. Bagian proses merupakan ruang lingkup penelitian ini, mengungkap kegiatan pemanfaatan kekuak oleh masyarakat lokal, melalui pendekatan analisis terhadap aspek-aspek biologi, penangkapan komersial dan manfaat. Analisis aspek biologi (perspektif etnobiologi) mencakup: etnoekologi untuk karakteristik lingkungan habitat kekuak, etnozoologi untuk karakteristik biota, dan taksonomi untuk status biosistematik. Analisis aspek penangkapan (perspektif etnoteknologi), mencakup: teknis penangkapan komersial kekuak, pola dan aturan lokal pemanfaatan, dan dinamika perkembangan penangkapan. Sedangkan analisis aspek manfaat (perspektif zoologi-ekonomi) mencakup: manfaat kekuak sebagai

7 umpan, pangan, dan manfaat komersial. Pendekatannya bersifat interdisiplin (lintasbidang) sesuai subtopik kajian. Secara umum dalam setiap pendekatan analisis pada bagian proses, data emik hasil wawancara berupa pengetahuan lokal terkait yang diolah menjadi informasi, lalu dikonfirmasi dengan data etik dari hasil pengamatan lapangan, kajian laboratorium dan pustaka (proporsi sesuai kondisi data dan keperluan analisis). Hasil kajian juga akan menunjukkan gambaran status pengetahuan lokal terkait dan status kegiatan pemanfaatan kekuak di lokasi-lokasi fokus, terutama kondisi keberlanjutannya. Hasil kajian aspek-aspek tadi merupakan informasi berguna untuk menilai (memperbandingkan) dan mengevaluasi kasus-kasus serupa dan terkait pemanfaatan kekuak di Bangka dan Belitung, berkenaan dengan upaya konservasi jangka panjang dan pemanfaatan berkelanjutan biota kekuak. Hasil penilaian/ evaluasi tersebut berguna untuk mengembangkan konsep pemanfaatan kekuak berkelanjutan berbasis kearifan lokal. Konsep-konsep pengembangan itu merupakan output yang berguna, sebagai sumber informasi (bahan masukan/ pertimbangan) yang bisa diadopsi dalam menyusun strategi pengelolaan pemanfaatan kekuak yang adaptif.

8 Masyarakat dan budaya lokal Pengetahuan pemanfaatan SDA Perairan laut dan SDHL lokal Kekuak input Permasalahan: -Belum diketahui bagaimana karakteristik, kondisi dan status aspek-aspek terkait pemanfaatan berkelanjutan (biologi, teknologi dan ekonomi) -Belum diketahui bagaimana konsep masyarakat lokal terkait pemanfaatan kekuak berkelanjutan dan bagaimana pengembangannya Kegiatan pemanfaaan kekuak oleh masyarakat lokal Etnobiologi Biologi Etnoekologi Etnozoologi Taksonomi Etnoteknologi Penangkapan komersial Teknis penangkapan Pola dan aturan lokal Dinamika perkembangan Zoologi-ekonomi Manfaat umpan pangan komersial proses Langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan berkelanjutan Strategi pengelolaan pemanfaatan kekuak adaptif output umpan balik Keterangan: SDA sumberdaya alam; SDHL sumberdaya hayati laut; pendekatan analisis Gambar 1 Kerangka pikir penelitian