BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu:

Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

VOLUME 4 No. 2, 22 Juni 2015 Halaman

V. SIMULASI LUAS HUTAN TERHADAP HASIL AIR

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI MODEL TANGKI UNTUK PENDUGAAN NERACA AIR DAN LAJU SEDIMENTASI MENGGUNAKAN METODE MUSLE DI SUB DAS LAHAR KABUPATEN BLITAR RIAN SELAMET

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

Lampiran 1. Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

3.4.1 Analisis Data Debit Aliran Analisis Lengkung Aliran Analisis Hidrograf Aliran Analisis Aliran Langsung

HASIL DAN PEMBAHASAN

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan. Tabel 7. Hujan Harian Maksimum di DAS Ciliwung Hulu

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

PENDUGAAN NERACA AIR MENGGUNAKAN APLIKASI TANK MODEL DAN LAJU SEDIMEN DENGAN METODE MUSLE DI SUB DAS MELAMON KABUPATEN MALANG RAHMA AMALIA ISMANIAR

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR. Disusun Oleh: Kelompok 4 Rizka Permatayakti R.

Surface Runoff Flow Kuliah -3

ANALISIS DEBIT ANDALAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Ketersediaan Air Embung Tambakboyo Sleman DIY

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

BAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

Pentingnya Monitoring Parameter Parameter Hidrograf

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

PENDUGAAN KEHILANGAN TANAH DAN SEDIMEN AKIBAT EROSI MENGGUNAKAN MODEL "ANSWERS" DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU, KATULAMPA.

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

5. PERUBAHAN KARAKTERISTIK DEBIT, VOLUME DAN SEDIMEN

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

L A M P I R A N D A T A H A S I L A N A L I S I S

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

Irigasi Dan Bangunan Air. By: Cut Suciatina Silvia

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang

Tahun Penelitian 2005

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan 2.2. Proses Terjadinya Aliran Permukaan

Transkripsi:

2 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan Data curah hujan yang digunakan dalam pengolahan data merupakan hasil monitoring BP DAS Brantas yang berlokasi di MDM Curah Clumprit Malang, Sub Das Melamon pada tanggal 1 Januari 29 hingga 31 Desember 21. Data curah hujan yang diperoleh bersifat fluktuatif. Dapat dilihat dalam dua tahun tersebut, curah hujan tertinggi terjadi pada tanggal 24 Februari 29 sebesar 125 mm/hari dengan curah hujan tahunan sebesar 1.823 mm/tahun, dan pada tahun 21 curah hujan tertinggi pada tanggal 17 April yakni sebesar 97 mm/hari dengan curah hujan tahunan sebesar 3.41 mm/tahun. Fluktuasi curah hujan harian disajikan pada Gambar 3. Curah Hujan Harian (mm/hari) 14 12 1 8 6 4 2 1/1/29 2/1/29 3/1/29 4/1/29 5/1/29 6/1/29 7/1/29 8/1/29 9/1/29 1/1/29 11/1/29 12/1/29 1/1/21 2/1/21 3/1/21 4/1/21 5/1/21 6/1/21 7/1/21 8/1/21 9/1/21 1/1/21 11/1/21 12/1/21 Sumber: BP DAS Brantas 29-21 Waktu Pengukuran Gambar 3 Fluktuasi curah hujan harian 1 Januari 29 31 Desember 21. Pada akumulasi curah hujan harian yang terjadi berturut-turut pada tanggal 21 14 Februari 29, jumlah hujan mencapai 217 mm, sedangkan pada tanggal 1 19 April 21, jumlah hujan mencapai 325 mm. Akumulasi jumlah curah yang tinggi dikhawatirkan dapat menimbulkan run off. Kejadian hujan yang sangat besar berpotensi mengakibatkan longsor atau gerakan tanah lainnya, oleh karena itu perlu dilakukan tindakan penanggulangan seperti rehabilitasi atau konservasi lahan baik vegetasi ataupun sipil teknis. Berikut merupakan contoh dua

21 grafik curah hujan harian berturut-turut pada tahun 29 dan 21 dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5. Curah Hujan Harian (mm/hari) 14 12 1 8 6 4 2 2/21/29 2/22/29 2/23/29 2/24/29 Tanggal Pengukuran Sumber: BP DAS Brantas 29 Gambar 4 Curah hujan tanggal 21 Februari 24 Februari 29. Curah Hujan Harian (mm/hari) 12 1 8 6 4 2 Sumber: BP DAS Brantas 21 Tanggal Pengukuran Gambar 5 Curah hujan tanggal 1 April 19 April 21. Curah hujan yang turun ke permukaan bumi akan memiliki besaran yang bervariasi dalam periode waktu tertentu (Asdak 22). Berdasarkan pengolahan data curah hujan selama periode waktu dua tahun di MDM Curah Clumprit, dapat diketahui curah hujan dengan besaran kurang dari 3 mm/hari memiliki frekuensi paling besar dengan peluang kejadian 92,33%, sedangkan frekuensi paling kecil dimiliki curah hujan antara 12 15 mm/hari dengan peluang kejadian,14%. Analisis kejadian hujan di MDM Curah Clumprit dapat dilihat pada Tabel 4.

22 Tabel 4 Analisis peluang kejadian hujan MDM Curah Clumprit Curah Hujan Harian (mm/hari) Frekuensi Peluang (%) Periode ulang (tahun) < 3 674 92.33 1.1 3 sampai < 6 42 5.75 17.4 6 sampai < 9 1 1.37 73. 9 sampai < 12 3.41 243.3 12 sampai < 15 1.14 73. Total 73 1 Sifat hujan pada area kajian yakni curah hujan rendah frekuensi kejadiannya lebih sering terjadi dibandingkan curah hujan tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh kejadian ekstrim yang terdapat pada siklus hidrologi dimana terdapat hari-hari yang memiliki curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi dalam rangkaian kejadian hujan. Besar kejadian ekstrim berbanding terbalik dengan frekuensi kejadian. Probabilitas kejadian hujan harian dapat dilihat pada Gambar 6. 14 12 1 8 6 4 2 2 4 6 8 1 12 Probabilitas (%) Gambar 6 Probabilitas kejadian hujan harian di SPAS Jedong. Curah Hujan Harian (mm/hari) Peningkatan jumlah hujan tahunan dapat dilihat pada rata-rata jumlah hujan per bulan. Curah hujan bulanan tertinggi tahun 29 terjadi pada bulan Februari yakni sebesar 411 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli hingga Oktober, karena pada bulan tersebut tidak terjadi hujan sama sekali selama empat bulan berturut-turut. Pada tahun 21 relatif terdapat hujan tiap bulannya dibandingkan dengan tahun 29, curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan April yakni sebesar 432 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 5,6 mm/bulan. Fluktuasi curah hujan bulanan disajikan pada Gambar 7.

23 Curah Hujan Bulanan (mm/bulan) 6 5 4 3 2 1 JAN FEB MA R Sumber: BP DAS Brantas 29-2 APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES CH Tahun 29 311.9 411 19 183.8 238.8 86.5 147.3 334.6 CH Tahun 21 51 379.1 445.3 531.6 428.9 84.4 5.6 14.1 17.1 18 275.4 223.5 Gambar 7 Fluktuasi curah hujan bulanan tahun 29 21. 5.2 Analisis Debit Aliran Debit aliran diperoleh dari hasil pengolahan data tinggi muka air (TMA) yang terekam pada alat AWLR (Automatic Water Level Recorder). Data yang digunakan pada analisis debit aliran adalah data TMA harian tanggal 1 Januari 29 hingga 31 Desember 21 pada hasil laporan tahunan monitoring dan evaluasi BP DAS Brantas. Debit aliran dapat diketahui dengan cara menggunakan persamaan regresi dan kemudian didapatkan kurva hubungan tinggi muka air (TMA) dengan debit aliran yang diperoleh dari hasil pengolahan data di lapangan pada bulan Januari Maret 212. Dari hasil pengolahan, kurva hubungan debit air dengan TMA dapat dilihat pada Gambar 8. 5. Debit Aliran (m 3 /s) 4. 3. 2. 1. y = 7.8449x 2.2829 R² =.921...1.2.3.4.5.6 Tinggi Muka Air (m) Gambar 8 Kurva hubungan TMA dengan debit aliran di SPAS Jedong.

24 Persamaan yang diperoleh dari hubungan debit aliran dan TMA yakni Q= 7,844 TMA 2.282 dan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar,92. Angka persamaan menunjukkan bahwa TMA dan debit aliran di SPAS Jedong memiliki korelasi yang nyata dan kuat, dimana keragaman debit aliran (Q) dapat diterangkan oleh TMA. Dari persamaan hubungan antara TMA dan debit aliran, maka diperoleh debit aliran harian dengan memasukkan nilai TMA. Berdasarkan hasil persamaan yang diperoleh, hubungan antara debit dan curah hujan digambarkan pada Gambar 9. 8 Debit Harian (mm/hari) 6 4 2 5 1 Curah Hujan (mm/hari) 15 Tanggal Pengukuran Curah Hujan(mm/hari) Debit Aliran (mm/hari) Gambar 9 Hubungan antara curah hujan dan debit 29 21. Gambar 9 menunjukkan bahwa debit harian tertinggi pada tahun 29 terjadi pada tanggal 26 Mei sebesar 6,6 mm/hari dengan curah hujan sebesar 13,5 mm/hari, sedangkan pada tahun 21 debit harian tertinggi terjadi pada tanggal 28 April yakni sebesar 18,5 mm/hari dengan curah hujan sebesar 9 mm/hari. Debit aliran sangat dipengaruhi oleh besar curah hujan yang terjadi, akan tetapi curah hujan yang tinggi belum tentu menyebabkan peningkatan debit aliran. Jika dikaitkan dengan analisis curah hujan, pada tahun 29 curah hujan tertinggi terjadi pada tanggal 24 Februari sebesar 125 mm/hari, debit aliran yang dihasilkan sebesar 3,3 mm/hari, sedangkan tahun 21 curah hujan tertinggi terjadi pada tanggal 17 April sebesar 97 mm/hari dengan debit aliran sebesar 16,5 mm/hari.

25 Pada musim kemarau yang terjadi bulan Juli Oktober 29 terlihat tedak terjadi hujan selama 4 bulan, namun terdapat debit aliran yang tetap, walaupun kecil sebesar,6 m 3 /detik atau sebesar,6 mm/hari, angka tersebut diduga merupakan base flow yang terjadi di area kajian. Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon dapat dilihat pada Lampiran 1. Parameter lain selain curah hujan yang dapat mempengaruhi besar atau kecilnya debit aliran diantaranya intensitas hujan, lamanya hujan, tutupan lahan, kondisi tanah, batuan, dan topografi. Akumulasi hujan dan debit selama dua tahun (29 21) dapat dilihat pada Gambar 1. Curah Hujan (mm/hari) 6 5 4 3 2 1 Akumulasi CH Akumulasi Debit Tanggal Pengukuran Gambar 1 Akumulasi curah hujan dan debit aliran. 5.3 Analisis Hidrograf Hubungan curah hujan dan debit aliran dapat menjelaskan respon debit harian dengan curah hujan melalui analisis hidrograf. Respon tersebut dapat menunjukan nilai koefisien limpasan (C) yang merupakan perbandingan (nisbah) antara limpasan terhadap curah hujan yang terjadi (Arsyad 26). Hidrograf aliran adalah kurva atau grafik yang menyatakan hubungan debit dengan waktu, yang terdiri dari komponen-kompenen hidrograf diantaranya debit puncak, waktu kosentrasi (Tp), waktu resesi (Tb), debit dari limpasan permukaan, dan debit dari aliran bawah permukaan, sebagai indikator dari respon hidrologi suatu DAS. Hidrograf aliran harian dapat dilihat pada Gambar 11.

26 Debit aliran (m3/s) 6 5 4 3 2 1 5 1 15 2 25 3 Curah Hujan (mm/hari) Tanggal Pengukuran Curah Hujan(mm) Debit Aliran(m3/s) Base Flow(m3/s) Gambar 11 Hidrograf aliran harian di SPAS Jedong (21). Hidrograf aliran yang digunakan pada pengolahan data merupakan hidrograf harian yang berasal dari data curah hujan, dan debit aliran yang berfluktuasi dalam beberapa hari berturut-turut. Berdasarkan Gambar 11, dapat dijelaskan bahwa curah hujan yang tinggi tidak selalu menyebabkan debit aliran naik dan sebaliknya. Faktor utama yang mempengaruhi nilai koefisien limpasan adalah laju infiltrasi, vegetasi penutup tanah, dan intensitas hujan. Pada grafik hidrograf aliran harian, dapat dilihat pada tanggal 16 18 April 21, debit puncak terjadi pada tanggal 17 April 21 dengan curah hujan mencapai 97 mm/hari dan debit aliran sebesar 2,733 m 3 /s. Indikator waktu terjadinya hujan berpengaruh pada akumulasi debit dan koefisien run off harian. Total koefisien limpasan diperoleh dari perbandingan antara tebal direct run off dengan curah hujan, yakni sebesar,181 atau sebesar 18,1%. Persentase koefisien tersebut menjelaskan bahwa sebanyak 18,1% dari air hujan yang masuk ke daerah tangkapan air menjadi limpasan. Nilai koefisien limpasan hasil hidrograf aliran dapat dijadikan inisiasi dalam proses optimasi Tank Model. Nilai koefisien limpasan per hari dapat dilihat pada Lampiran 7.

27 5.4 Analisis Evapotranspirasi Data evapotranspirasi (ET) merupakan salah satu parameter yang digunakan sebagai input data Tank Model. Dalam input Tank Model tidak ada yang penjelasan mengenai evapotraspirasi potensial (Etp) atau evapotraspirasi aktual (Eta). Perhitungan evapotranspirasi yang digunakan adalah metode Penman-Monteith dengan hasil berupa Etp. Cara perhitungan menggunakan metode ini telah dijelaskan pada persamaan (1) dalam metode pengolahan data. Berdasarkan hasil pengoperasian data evapotranspirasi diperoleh total Etp tahun 29 sebesar 1986,25 mm/tahun, dengan Etp harian rata-rata sebesar 5,44 mm/hari. Pada tahun 21 jumlah evapotranspirasi yang terjadi sebesar 1922,3 mm/tahun, rata-rata evapotranspirasi harian rata-rata sebesar 5,26 mm/hari. Data Etp yang dihasilkan merupakan hasil perhitungan, sehingga untuk mengoptimalisasikan hasil pada aplikasi Tank Model digunakan beberapa kemungkinan 1% hingga 1%. Hasil optimasi menunjukan bahwa nilai ET yang dapat menghasilkan nilai koefisien korelasi Tank Model paling tinggi adalah 75% dari Etp. 5.5 Analisis Tank Model Data masukan yang digunakan dalam software Tank Model adalah data curah hujan harian dalam satuan mili meter (mm), data debit aliran harian dalam satuan (mm), dan data evapotranspirasi harian dalam satuan mili meter (mm). Hasil keluaran (output) dari Tank Model berupa debit aliran digunakan untuk menghitung laju sedimen di MDM Curah Clumprit, SPAS Jedong, DAS Brantas bagian hulu. Optimasi Tank Model dalam penelitian ini dilakukan mulai dari musim kemarau, sehingga tidak berpengaruh besar pada bagian atas permukaan tanah yang digambarkan dengan Tank A (surface flow) dan Tank B (intermediate flow). Hal ini dilakukan guna memperoleh hasil kofisien determinasi yang optimal dibandingkan musim hujan. Berdasarkan hasil optimasi Tank Model dihasilkan 12 parameter yang menggambarkan pergerakan distribusi aliran air baik vertikal maupun horizontal, dengan kondisi biofisik hutan yang memiliki kelas kelerengan curam dan formasi geologi vulkanik muda. Parameter Tank Model di MDM Curah Clumprit disajikan pada Tabel 5.

28 Tabel 5 Parameter hasil optimasi Tank Model di SPAS Jedong No. Parameter Tank Model Solusi 1. a,1328 2. a1,52 3. a2,4158 4. Ha1 5,995 5. Ha2 113,877 6. b,6685 7. b1,2674 8. Hb1 15,1891 9. c,3 1. c1,15 11. Hc1 28,124 12. d1,8 Sumber : Hasil optimasi Tank Model di SPAS Jedong yaitu: Parameter-parameter Tank Model dapat dikelompokan menjadi 3 jenis 1. Koefisien laju aliran (run-off coefficient), menunjukkan besarnya laju aliran, a1=,52, a2=,4158, b1=,2674, c1=,15, dan d1=,8. Parameter yang menunjukkan laju aliran terbesar adalah pada tank pertama. 2. Koefisian Infiltrasi (infiltration coefficient), menunjukkan besarnya laju infiltrasi a=,1328, b=,6685, dan c=,3. Parameter menunjukkan laju infiltrasi terbesar adalah pada lubang outlet vertikal tank kedua. 3. Parameter simpanan (storage parameter), menunjukkan tinggi lubang outlet horizontal masing-masing tank, Ha= 5,995, Ha2= 133,877, Hb1= 15,1891, dan Hc1= 28,124. Parameter menunjukkan bahwa lubang outlet horizontal tank yang pertama adalah yang tertinggi. Parameter keandalan dalam optimasi Tank Model yang utama dapat dilihat dari nilai R dan R 2 yang mendekati 1. Tank Model yang telah divalidasi dan diuji keabsahannya dengan tolak ukur koefisien determinasi (R 2 ) dapat dilanjutkan untuk analisis hidrologi salah satunya adalah simulasi perubahan tata guna lahan dan kaitannya terhadap ketersediaan air atau debit sungai (Harmailis et al. 21 dalam Wulandari 28). Hasil optimasi Tank Model diperoleh koefisien korelasi sebesar,6, angka tersebut dinyatakan kuat untuk menggambarkan kondisi distribusi aliran di lapangan yang seringkali sulit diduga karena banyak

Discharge(mm/d) Rainfall(mm/d) 29 dipengaruhi faktor alam (Sugiono 25). Nilai 6% yang diperoleh dalam penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, sehingga perlu dilakukan kajian atau penelitian lebih lanjut mengenai faktor biofisik yang terdapat pada area kajian seperti tutupan lahan, topografi, jenis tanah ataupun batuan. Hal ini karena Tank Model belum mampu untuk menganalisis lebih jauh keadaan tersebut. Tingkat hubungan koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 6 dan Hubungan debit aliran observasi dengan debit aliran hasil optimasi Tank Model dapat dilihat pada Gambar 12. Tabel 6 Tingkat hubungan koefisien korelasi hasil Tank Model Interval Koefisien,,199,2,299,4.599,6,799,8 1, Sumber: Sugiono (25) Tingkat hubungan Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat 2 4 6 8 4 35 3 25 2 15 1 5 Jun/1 Jul/1 Aug/1 Sep/1 Oct/1 Nov/1 Dec/1 Time Observed Jan/1 Feb/1 Mar/1 Calculated Apr/1 May/1 1 Gambar 12 Hubungan debit observasi dengan debit hasil Tank Model. Berdasarkanhasil optimasi Tank Model menghasilkan beberapa komponen berupa keseimbangan air, tinggi muka air, dan total aliran. Hasil kalkulasi keseimbangan aliran Sub DAS Melamon satu tahun terhitung Juni 29 Mei 21, terdapat curah hujan sebesar 2.317 mm dan evapotranspirasi sebesar 1.166

3 mm, diduga total aliran air yang mengalir baik vertikal dan horizontal sebesar 651 mm, total aliran dari keempat tank yakni dibagi dalam surface flow (Ya2) sebesar 119 mm (18%), intermediate flow (Yb1) sebesar 247 mm (38%), sub-base flow (Yc1) sebesar 28 mm (32%), dan base flow (Yd1) yakni sebesar 77 mm (12%). Sisanya tersimpan pada setiap segmen tank sebesar 499 mm dan dapat menjadi simpanan air tanah. Komponen Tank Model dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Komponen Tank Model hasil optimasi Komponen Satuan Nilai Persen Keseimbangan air Inflow R (mm) 2317,15 Outflow Observation (mm) 653,38 Outflow Calculation (mm) 65,86 ETP Calculation (mm) 1166,3 Stored (mm) 499,25 Tinggi Muka Air Ha (mm),476 Hb (mm) 3,765 Hc (mm) 824,423 Hd (mm) 59,862 Total Aliran Surface flow (mm) 118,567 18,216 Intermediate flow (mm) 247,238 37,986 Sub-base flow (mm) 27,746 31,918 Base flow (mm) 77,39 11,878 Sumber : Hasil optimasi Tank Model di SPAS Jedong Berdasarkan Tabel 7, dapat terlihat bahwa simpanan air terbesar terdapat pada Tank C. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi ketinggian muka air pada setiap tank atau reservoir seperti topografi area, tutupan lahan, jenis tanah dan batuan, serta iklim sehingga terkait pada jumlah air yang mengalir baik di permukaan maupun di dalam tanah. Pada MDM Curah Clumprit, sebagian besar tutupan lahannya adalah hutan, lahan pertanian, dan perkebunan campuran. Kondisi hutan yang mendominasi berpengaruh pada kemampuan menyimpan air pada tanah, kerapatan tajuk dapat memperkecil evapotranspirasi, perakaran yang banyak mampu menyerap air lebih banyak, dan serasah serta akar-akar pada permukaan tanah dapat memperkecil laju koefisien limpasan. Kondisi ini menunjukan hutan berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan.

31 Ketinggian Air di Tank A Ketinggian Air di Tank B Ketinggian Air di Tank C Ketinggian Air di Tank D Gambar 13 Ketinggian Air di Tank A, B, C dan D. Gambar 13 menyajikan ketinggian air pada masing-masing tank. Tank A merupakan reservoir paling atas (surface flow dan subsurface flow), bagian ini bersentuhan langsung dengan hujan dan terdapat pada zona perakaran sehingga pergerakan air di Tank A sangat dipengaruhi oleh curah hujan, laju infiltrasi, dan tutupan lahan lahan. Ketinggian air di Tank A sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Peningkatan dan penurunan curah hujan akan berpengaruh cepat terhadap tinggi aliran air di Tank A dapat terlihat pada musim kemarau atau pada saat curah hujan relativ rendah terdapat keadaan dimana terjadi defisit air. Disamping itu, sebesar 18% air hujan menjadi limpasan, diduga nilai limpasan ini dapat dipengaruhi oleh faktor topografi area kajian yang memiliki kelerengan dominan curam. Dalam Tank A tutupan lahan dominan berupa hutan dan formasi batuan

32 vuklanik muda dengan jenis tanah andosol serta batuan pasir menyebabkan infiltrasi yang cukup besar atau mampu meloloskan air dalam jumlah besar. Ketinggian air di Tank B (intermediate flow) terdapat di zona bawah perakaran dan diduga masih dipengaruhi faktor topografi. MDM Curah Clumprit berada pada kelas lereng III hingga IV atau termasuk dalam kategori kecuraman sedang hingga sangat curam, sehingga dapat mampu mengalirkan air dalam jumlah besar. Pada Tank B terjadi infiltrasi yang besar sehingga menyebabkan ketinggian air di Tank C meningkat tinggi hal tersebut diduga karena sifat tanah dan faktor geologi pada area kajian yang berupa vulkanik muda, debu dan pasir sehingga bersifat meloloskan air. Air di Tank C (sub-base flow) tidak langsung dipengaruhi oleh curah hujan, hal ini dapat dilihat pada saat terjadi hujan maksimum tidak berpengaruh langsung pada tinggi aliran air di Tank C. Pada Tank C faktor tutupan lahan area kajian yang didominasi hutan diduga penyebab ketinggian air sangat mencolok di Tank C dibandingkan reservoir lain serta didukung oleh faktor tanah dan geologi yang bersifat dapat meloloskan air dari reservoir sebelumnya. Untuk itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut di area kajian dikarenakan Tank Model belum mampu menduga sejauh itu. Ketinggian air di Tank D (base flow) letaknya paling dasar dan berada pada ground water. Air yang sampai pada ground water biasanya membutuhkan waktu yang lama dan proses yang cukup panjang untuk nantinya dapat keluar sebagai mata air di beberapa tempat yang memungkinkan. Ketinggian air di Tank D mengalami keadaan yang cendrung tidak berfluktuatif (konstan), karena tidak dipengaruhi oleh fluktuasi curah hujan dan posisinya berada di dasar. Berdasarkan hasil optimasi Tank Model di MDM Curah Clumprit yang dimulai pada musim kemarau tanggal Juni 29 Mei 21, pada curah hujan tertinggi tahun 21 tanggal 16 April yakni 97 mm, nilai Qobserved (lapangan) sebesar 26,63 mm/hari dan evapotranspirasi dengan nilai 75% sebesar 2,94 mm/hari sebagai data masukan (input) menghasilkan keluaran (output) berupa Qcalculated (prediksi hasil model) sebesar 27,161 mm/hari yang terbagi dalam surface flow sebesar 119 mm, intermediate flow sebesar 247 mm, sub-base sebesar 28 mm, dan base flow sebesar 77 mm dengan ketinggian air pada

33 masing-masing tank adalah Tank A=,476 mm, Tank B= 3,765 mm, Tank C= 824,423 mm, dan Tank D= 59,862 mm. Hal tersebut menunjukkan adanya proses optimasi penyebaran debit pada setiap lapisan formasi geologi. 5.6 Analisis Hubungan Laju Sedimen dengan Debit Aliran Pendugaan laju sedimen di MDM Curah Clumprit dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi hubungan antara debit aliran dilapangan dengan laju sedimen observasi pada tanggal 1 Januari 212 5 Maret 212. Berdasarkan hubungan antara debit aliran dengan laju sedimen observasi didapatkan persamaan Qs= 2,4Q,944 dan persamaan regresi hubungan antara debit aliran dengan laju sedimen memiliki koefisien determinasi (R 2 ) sebesar,897. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara debit aliran dengan laju sedimen memiliki korelasi yang kuat, dimana besarnya laju sedimen (Qs) dapat diterangkan oleh debit aliran (Q). Persamaan regresi hubungan antara debit aliran dengan laju sedimen dapat dilihat pada Gambar 14. Laju Sedimen (ton/hari) 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1.5 y = 2.42x.9447 R² =.897.5 1 1.5 2 Debit aliran (m 3 /s) Gambar 14 Hubungan laju sedimen dengan debit aliran. Berdasarkan analisis hubungan antara laju sedimen dan debit aliran yang diduga melalui model persamaan regresi. Peningkatan debit diikuti dengan peningkatan laju sedimen. Laju sedimen harian tertinggi pada tahun 29 terjadi pada tanggal 26 Mei sebesar 1,84 ton/hari dengan debit air sebesar,91 m 3 /s atau 8,91 mm/hari. Laju Sedimen tertinggi pada tahun 21 yaitu pada tanggal 28

34 April sebesar 5,91 ton/hari dengan debit aliran sebesar 3,15 m 3 /hari atau 3,53 mm/hari. Pada curah hujan tertinggi yang terjadi tanggal 24 Februari 29 yaitu sebesar 125 mm/hari menyebabkan laju sedimen sebesar,77 ton/hari. Curah hujan tertinggi tahun 21 tanggal 17 April yakni sebesar 97 mm/hari menyebabkan laju sedimen sebesar 5,18 ton/hari. Kejadian tersebut menggambarkan bahwa peningkatan curah hujan tidak disertai peningkatan laju sedimen, hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti intensitas hujan dan kondisi biofisik area kajian. 5.7 Analisis Laju Sedimen MUSLE Data debit yang telah dikalkulasi dalam Tank Model menghasilkan data aliran pada setiap tank diantaranya surface flow dan base flow, data tersebut menjadi data dasar dalam perhitungan laju sedimen lateral dan base flow pada persamaan (1) yang merupakan model persamaan MUSLE. Pada model ini, faktor yang digunakan sebagai pemicu terjadinya adalah faktor limpasan permukaan bukan faktor energi hujan, sehingga MUSLE tidak memerlukan faktor SDR. Faktor limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk melepaskan dan mengangkut sedimen. Hasil analisis pengolahan data, diperoleh laju sedimen aliran lateral tertinggi terjadi pada tanggal 16 April 21 yakni sebesar 7,57 ton/hari dengan laju sedimen surface sebesar 3,3 ton/hari dan laju sedimen base flow,6 ton/hari, laju sedimen aliran lateral terendah terjadi pada tanggal 2 Juni 29 yakni sebesar,53 ton/hari dengan laju sedimen surface sebesar ton/hari dan laju sedimen base flow sebesar,53 ton/hari. Berdasarkan analisis laju sedimen dari MDM Curah Clumprit diperoleh hasil perhitungan model persamaan MUSLE. Laju sedimen MUSLE dari sub DAS harian tertinggi terjadi pada tanggal 16 April 21 sebesar,6 ton/hari dengan debit aliran lapangan sebesar 26,6 mm/hari dan debit aliran kalkulasi Tank Model 27,1 mm/hari. Hubungan laju sedimen harian dalam MUSLE dapat dilihat pada Gambar 15.

35 Qs MUSLE (Ton/hari) 15 1 5 6/2/29 8/2/29 1/2/29 12/2/29 2/2/21 4/2/21 Tanggal Pengukuran 25 5 75 1 125 15 Curah Hujan (mm/hari) Curah Hujan (mm/hari) Laju sedimen Musle (ton/hari) Gambar 15 Laju sedimen bulanan MDM Curah Clumprit. Total laju sedimen MUSLE Juni 29 Mei 21 sebesar 143 ton/tahun atau 9,6 ton/ha/tahun (,8 mm/tahun). Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 52/Kpts-II/21 tentang Penyelengaraan Pengelolaan DAS, besarnya laju sedimen di bawah 2 mm/tahun termasuk dalam kategori baik. Sub DAS Melamon merupakan sub DAS yang masih dalam kategori baik. Kategori kinerja DAS berdasarkan laju sedimen seperti pada Tabel 8. Tabel 8 Kategori kinerja DAS berdasarkan laju sedimen No. Laju sedimen (mm/tahun) Kategori Kelas 1. < 2 Baik 2. 2-5 Sedang 3. > 5 Buruk Sumber: SK Menteri Kehutanan No. 52/Kpts-II/21 5.8 Analisis Hubungan Laju Sedimen Regresi dengan Laju Sedimen KalkulasiModel MUSLE (Modification of Universal Soil Loss Equation) Laju sedimen kalkulasi model MUSLE diperoleh dari hasil penjumlahan pengelolaan data laju sedimen aliran lateral (surface flow) dan base flow yang diperoleh dari optimasi Tank Model dengan hasil laju sedimen dari sub DAS pada satuan waktu hari. Laju sedimen hasil kalkulasi model MUSLE dalam hal ini sudah menggambarkan laju sedimen di MDM Curah Clumprit.

36 Analisis hubungan antara laju sedimen observasi dengan laju sedimen kalkulasi model MUSLE menunjukkan korelasi yang kuat dengan dengan nilai R 2 =,683. Hal ini membuktikan model MUSLE dapat menduga laju sedimen dengan baik. Persamaan regresi laju sedimen regresi dengan laju sedimen kalkulasi model MUSLE dengan persamaan Qs =,6x. Hubungan laju sedimen observasi dengan laju sedimen kalkulasi model MUSLE disajikan pada Gambar 16..7 Qs Observasi (ton/ha/hari).6.5.4.3.2.1 y =.6x R² =.683.1.2.3.4.5.6.7 Qs Musle (ton/ha/hari) Gambar 16 Hubungan laju sedimen observasi dengan laju sedimen kalkulasi metode MUSLE.