BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai nilai dan fungsi yang sangat penting bagi manusia. Tanpa tanah manusia tidak dapat hidup dan mendirikan bangunan serta melakukan aktivitasnya sehari-hari. Tanah merupakan modal yang sangat berharga bagi kehidupan manusia. Pada dasarnya tanah memiliki dua (2) fungsi. Yang pertama tanah sebagai fungsi produksi yang artinya tanah sebagai benda yang bernilai ekonomis dan yang kedua sebagai fungsi non produksi yang artinya tanah memiliki arti religio-magis. Setiap masyarakat memiliki persepsi yang berbeda terkait fungsi tanah. di sebahagian masyarakat, misalnya Papua, tanah memiliki empat (4) fungsi yakni fungsi ekonomi, budaya, religius dan politik. Hal yang demikian juga terjadi pada masyarakat Batak Toba. Tanah bagi masyarakat Batak Toba selain memiliki fungsi ekonomi, tanah juga memiliki fungsi budaya, religius dan politik. Setiap masyarakat memiliki pandangan hidup (view of life). Pandangan hidup (view of life) menjadi dasar bagi terbentuknya falsafah hidup ditengahtengah komunitas masyarakat tersebut. Begitu juga dengan masyarakat Batak Toba. Bagi masyarakat Batak Toba falsafah hidup (view of life) dikenal dengan istilah 3 H yakni Hamoraon, Hasangapon, dan Hagabeon. Alasannya, dengan memiliki tanah yang luas maka seseorang dapat dikatakan mora ( kaya). Dengan memiliki tanah yang luas (Hamoraon) maka seorang individu akan dianggap 1
memiliki kekuasaannya. Dengan Hamoraon yakni memiliki tanah yang luas, seorang individu akan memiliki wewenang yang lebih besar daripada individu yang tidak memiliki tanah yang luas dan secara langsung akan mampu menaikan status di dalam komunitasnya maupun masyarakat. Pada masyarakat Batak Toba selain sebagai lambang Hamoraon, tanah juga dianggap sebagai lambang kerajaan dan kekayaan. Pada sistem nilai Batak Toba tradisional tanah merupakan lambang kekayaan dan kerajaan ( Purba : 1997). Bagi masyarakat Batak Toba, tanah terutama tanah warisan dianggap sebagai wujud dari tubuh nenek moyang mereka yang senantiasa harus dijaga dan dipertahankan. Para orang tua selalu berusaha menekankan kepada anak-anaknya agar satu di antara mereka ada yang kembali ke tanah kelahirannya (Bona Pasogit). Banyak para orangtua berpesan kepada anak-anaknya jika nantinya mereka meninggal dunia maka jenazahnya harus dikuburkan di tanah asalnya (tanah kelahirannya). Jika tidak memungkinkan untuk berbuat demikian paling tidak tulang-belulang (Holi-holi) harus di bawa dan di kembalikan ke tanah kelahirannya. Oleh karena itu hampir setiap marga (keturunan) mempunyai kuburan (simin) di tanah kelahiran (Bona Pasogit) yang merupakan lambang harajaon bagi marga mereka. Setiap marga mempunyai tanah (daerah) masing-masing sesuai dengan marga yang melekat pada diri mereka. Marga Simarmata memiliki tanah (daerah) di Desa Simarmata, marga Sihotang memiliki tanah (daerah) di Desa Sihotang, marga Tambunan memiliki tanah (daerah) di Desa Tambunan. Jika demikian 2
maka setiap marga mempunyai tanah yang menjadi simbol dari marga yang melekat pada dirinya. Tanah pada paparan ini menunjukan kawasan suatu marga yang secara politik merupakan basis dari kelompoknya yang memungkinkan marga tersebut memiliki relasi-relasi dan melakukan kontak sosial dengan kerabat-kerabatnya. Huta Sigaol Lumban Suhisuhi Dolok sebahagian besar merupakan golat ( tanah yang dimiliki suatu turunan marga secara turun-temurun, batas tanah pusaka) yang dimiliki oleh marga sinaga (dari rumpun marga sinaga uruk) secara adat dan turun-temurun. Kepemilikan tanah dan pengelolahan tanah golat tersebut disesuaikan dengan hukum adat istiadat yang berlaku didaerah itu dan tentunya dilakukan oleh marga pemilik golat yakni marga sinaga. Adanya pengakuan hak atas tanah golat oleh marga sinaga asing (rumpun sinaga Simanjorang) dianggap sebagai sebuah penghinaan atas keberadaan dan harga diri marga sinaga uruk yang merupakan pemilik tanah golat Huta Sigaol Lumban Suhisuhi Dolok. Sebagai bagian dari masyarakat Batak yang menjunjung tinggi prinsip hasangapon (kehormatan), pengakuan tersebut dianggap sebagai bentuk tindakan yang tidak menghormati keberadaan marga sinaga (sinaga uruk) di huta itu. Oleh karena itu, konflik terjadi sebagai bentuk perlawanan atas sikap marga sinaga Simanjorang yang melakukan pengklaiman atas hak tanah golat di Huta Sigaol Lumban Suhisuhi Dolok. Beragamnya fungsi tanah bagi masyarakat Batak Toba mengakibatkan tanah dianggap sebagai benda yang sangat bernilai bagi kehidupannya. Adanya penghargaan terhadap nilai tanah membuat individu-invidu dalam masyarakat 3
Batak Toba berlomba untuk memiliki tanah, tujuannya adalah untuk menunjukan kekuasaan dan kehormatan (hasangapon) serta menunjukan kekayaan (hamoraon) yang secara langsung akan ikut menunjukan status si individu pemilik tanah tersebut. Keinginan untuk memiliki tanah yang luas membuat individu-individu dalam masyarakat Batak Toba melakukan berbagai cara agar mereka memiliki tanah yang luas. Peraturan-peraturan dan norma-norma serta adat istiadat yang mengatur tentang tanah sering diabaikan asalkan keinginan mereka untuk memiliki tanah yang luas dapat tercapai. Pengabaian terhadap peraturanperaturan, norma-norma serta adat istiadat menyebabkan terjadinya konflik tanah pada masyarakat Batak Toba. Sebagai masyarakat yang hidupnya diatur oleh adat (Simanjuntak : 2009), masyarakat Batak Toba senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan normanorma adat yang berlaku dalam setiap kehidupannya. Orang yang tidak mengindahkan dan mengabaikan adat akan mendapat sanksi adat. Begitu juga kaitannya dengan Tanah, masyarakat Batak Toba selalu memaknai arti dan fungsi tanah sesuai dengan adat dan istiadat mereka. Kepemilikan hak atas tanah termasuk didalamnya tanah warisan harus disesuaikan dengan konsep dan aturan adat. Jika tidak, maka akan dapat menimbulkan konflik. Konflik merupakan suatu hal yang wajar dalam dinamika kehidupan manusia. Konflik sering terjadi dan dialami oleh manusia. Tidak ada manusia yang menjalani dinamika kehidupan tanpa mengalami konflik. Begitu juga dengan orang Batak Toba. Orang batak Toba merupakan orang yang sangat gemar 4
berkonflik. Dikalangan orang batak sudah sejak lama terjadi konflik (Panggabean dalam Simanjuntak 2009). Konflik yang terjadi umumnya konflik yang disebabkan oleh timbulnya sakit hati sesama penduduk, perbedaan pandangan dalam proses pelaksanaan adat dan karena perebutan harta warisan (Simanjuntak : 2009). Saat ini banyak terjadi konflik dalam masyarakat yang dilatarbelakangi oleh kepemilikan tanah. Seperti kasus antara masyarakat Balige dengan PT. Indorayon (Simanjuntak : 2010). Selain itu peneliti juga sering membaca di media cetak banyak terjadi konflik tanah di masyarakat Batak Toba yang justru terjadi antara orang-orang yang masih berkerabat dekat. Karena besarnya nilai tanah bagi masyarakat Batak Toba, Seseorang akan berusaha menjaga dan mempertahankan tanahnya (tanah warisan) walaupun sampai mengorbankan nyawanya sendiri. Adanya nilai tanah bagi masyarakat Batak Toba dan beragamnya fungsi tanah bagi masyarakat Batak Toba itu sendiri, ditambah lagi dengan perbedaan konsepsi adat-istiadat tentang tanah akan menimbulkan berbagai pertentangan dan pada akhirnya akan menimbulkan konflik dikalangan orang Batak Toba. Dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang FUNGSI TANAH DAN KAITANNYA DENGAN KONFLIK TANAH PADA MASYARAKAT BATAK TOBA ( STUDI DI DESA SIGAOL LUMBAN SUHISUHI DOLOK KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR) serta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik tanah tersebut 5
1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dibuat identifikasi masalah. Adapun yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini yakni : 1. Fungsi dan nilai tanah bagi masyarakat Batak Toba 2. Sejarah Huta Sigaol Lumban Suhisuhi Dolok dan sejarah awal tanah golat Huta Sigaol Lumban Suhisuhi Dolok dimiliki oleh marga sinaga. 3. Latar belakang terjadinya konflik tanah antar marga Sinaga di Huta Sigaol Lumban Suhisuhi Dolok. 4. Fungsi tanah dan kaitannya dengan konflik tanah yang terjadi di Huta Sigaol Lumban Suhisuhi Dolok. 1.3. Rumusan Masalah Dalam suatu penelitian, perlu ditentukan rumusan masalah yang akan diteliti, guna untuk membuat penelitian tersebut lebih jelas dan terarah tujuannya. Maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apa fungsi tanah bagi masyarakat Batak Toba? 2. Bagaimana sejarah Huta Sigaol Lumban Suhisuhi Dolok dan sejarah awal tanah golat Huta Sigaol Lumban Suhisuhi Dolok dimiliki oleh marga sinaga? 6
3. Apa latar belakang terjadinya konflik tanah antar marga Sinaga pada di desa Sigaol Lumban Suhi-Suhi Dolok Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir? 4. Apakah fungsi tanah ada kaitannya dengan terjadinya konflik tanah? 1.4. Tujuan Penelitian Adapun yang tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui fungsi tanah bagi masyarakat Batak Toba. 2. Untuk mengetahui sejarah Huta Sigaol Lumban Suhisuhi Dolok dan sejarah awal tanah golat Huta Sigaol Lumban Suhisuhi Dolok dimiliki oleh marga Sinaga. 3. Untuk mengetahui latarbelakang terjadinya konflik tanah antar marga Sinaga di Huta Sigaol Lumban Suhisuhi Dolok ( Lumban Suhi-Suhi Dolok) Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. 4. Untuk mengetahui adakah kaitan fungsi tanah sehingga menjadi penyebab terjadinya konflik tanah. 1.5. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi akademik, penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan dan tambahan serta rujukan bagi ilmu Antropologi Sosial khususnya 7
pemahaman tentang konflik tanah dan bagi ilmu-ilmu sosial pada umumnya. 2. Bagi penulis dapat menambah wawasan dan ilmu tentang fungsi tanah dan konflik tanah. 3. Menambah informasi mengenai fungsi tanah dan hubungannya dengan konflik tanah yang terjadi dalam masyarakat. 4. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah tulisan imiah mengenai fungsi tanah dan kaitannya dengan konflik tanah pada masyarakat Batak Toba. 8