1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah islam, sehingga tidak heran bahwa sistem yang digunakan dalam berbagai aspek tidak akan jauh dari unsur islam, salah satunya adalah sistem ekonomi. Pada tahun 1992 di Indonesia mulai muncul bank yang menggunakan prinsip syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang merupakan lokakarya dari MUI. Bank syariah adalah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai penghimpun dan penyalur uang dari masyarakat untuk masyarakat yang mana sistem operasionalnya sesuai dengan syariat islam. Bank berperan sebagai lembaga keuangan perantara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unitunit ekonomi yang kelebihan dana dengan unit-unit yang kekurangan dana (Muhammad Amin Suma, 2004: 74). Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai keinginan yang banyak dan beragam, salah satunya adalah keinginan akan pelayanan jasa keuangan yang memberikan kenyamanan dan keamanan. Oleh karena banyaknya permintaan akan pelayanan jasa keuangan, maka peran lembaga perbankan yang ada dalam hal ini semakin meningkat dan beragam. Untuk memberikan kemudahan, keamanan dan kenyamanan bagi nasabah dalam melakukan transaksi dan penarikan tunai, bank dianggap perlu
2 menyediakan sejenis kartu kredit, yaitu alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan atau untuk melakukan penarikan tunai. Kartu kredit atau credit card merupakan gaya hidup dan bagian dari komunitas manusia untuk dapat dikatagorikan modern dalam tata kehidupan sebuah kota yang beranjak menuju metropolitan atau kosmopolitan (Ibrahim, 2004: 7). Bank BNI 46 yang merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia, membuka unit usaha syariah yang kemudian dalam industri perbankan syariah dikenal dengan nama BNI Syariah. Objek penelitian dalam skripsi ini adalah BNI Syariah Semarang, BNI Syariah Semarang merupakan kantor cabang untuk wilayah Jawa Tengah, sehingga pihak-pihak yang di BNI Syariah Semarang lebih memahami tentang konsep dan prosedur pada kartu kredit syariah. Dalam perjalanannya BNI Syariah Semarang telah mengeluarkan cukup banyak produk, dan produk yang akan diteliti adalah kartu kredit syariah yang diberi nama Hasanah Card. Hasanah Card adalah kartu pembiayaan yang menggunakan prinsip syariah dan bertujuan untuk memudahkan sistem pembayaran serta jaminan atas setiap transaksi pembelian barang dan jasa, produk Hasanah Card dikeluarkan pada tanggal 7 Februari 2009, BNI meluncurkan tiga tipe Hasanah Card, yaitu Classic, Gold, dan Platinum dengan fitur produk, seperti Smart Spending, Cash Advance, DanaPlus, PerisaiPlus, Transfer Balance,
3 Executive Airport Lounge, Diskon Merchant, dan pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang dilindungi asuransi jiwa. Dasar yang dipakai dalam penerbitan Hasanah Card adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card. Kartu kredit syariah atau Hasanah Card menggunakan tiga akad, yaitu kafalah, qardh dan ijarah di mana masing-masing akad terdapat ketentuan dan peraturannya, sehingga perlu mengetahui di dalam ketiga akad tersebut apakah pihak BNI Syariah Semarang sudah mengikuti sesuai peraturan dari DSN MUI, dalam penerbitannya kartu kredit syariah banyak menimbulkan pro dan kontra, banyak yang beranggapan bahwa Bank Syariah tidak seharusnya ikut menerbitkan kartu kredit syariah, karena hanya akan menjadikan masyarakat menjadi pribadi yang konsumtif. Di dalam fatwa DSN-MUI No. 54 tentang Syariah Card terdapat beberapa ketentuan, antara lain ketentuan tersebut adalah tentang biaya ta widh dan denda. Menurut fatwa DSN-MUI tentang Syariah Card, ta widh adalah biaya ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan terhadap penerbit kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajiban yang telah jatuh tempo (Fatwa DSN MUI No. 54). Akan tetapi terdapat perbedaan antara ta widh dari fatwa DSN-MUI tentang Syariah Card dengan praktek yang terjadi di bank-bank syariah yang telah menerbitkan kartu kredit syariah. Ketua DSN-MUI KH. Ma ruf Amin mengatakan, ongkos yang diganti haruslah kerugian yang riil dan bukan
4 karena kehilangan kesempatan atau time value of money, karena jika berdasarkan time value of money, maka kategori mirip dengan riba, sehingga hal tersebut haram (http://www.bankmuamalat.co.id), riba adalah penambahan dari segi jumlah terhadap suatu transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil dan bertentangan dengan prinsip muamalah dan hukum Islam (Muhammad Syafi i, 2001: 37). Mengenai hal ini, Allah SWT berfirman dalam An-nisa : 29 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka diantara kamu Pada prakteknya, biaya ta widh tidak ditentukan biaya riil yang dibutuhkan bank dalam proses penagihan akibat keterlambatan, akan tetapi di tentukan berdasarkan jangka waktu. Misalnya pada Hasanah Card berikut ini: Tabel 1.1 Jenis Kartu dan Nominal Biaya Ta widh Jenis Kartu Classic Gold Platinum X hari-29 hari Rp 15.000 Rp 35.000 Rp 110.000
5 Jenis Kartu Classic Gold Platinum 30-59 hari Rp 20.000 Rp 50.000 Rp 160.000 60-89 hari Rp 25.000 Rp 65.000 Rp 220.000 90-119 hari Rp 40.000 Rp 100.000 Rp 340.000 120-149 hari Rp 50.000 Rp 120.000 Rp 410.000 150-179 hari Rp 60.000 Rp 150.000 Rp 480.000 180 hari Rp 320.000 Rp 800.000 Rp 2.800.000 Sumber: PT Bank BNI Syariah Dari data di atas dapat dilihat, bahwa biaya ta widh tidak ditentukan berdasarkan biaya riil kebutuhan bank untuk proses penagihan, akan tetapi ditentukan berdasarkan jangka waktu. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti masalah ini, di manakah letak kesenjangan yang terjadi, bagaimanakah penerapan ketiga akad (kafalah, qardh dan ijarah) pada kartu kredit syariah dan penetapan biaya ta widh apakah sesuai dengan fatwa DSN-MUI atau belum. Maka dari itu penulis memunculkan tema penelitian yang berjudul ANALISIS PENERAPAN KARTU KREDIT SYARIAH DI TINJAU DARI FATWA DSN-MUI (Studi Kasus Pada Bank Negara Indonesia Syariah Semarang)
6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dimunculkan beberapa permasalahan yang akan menjadi acuan peneliti untuk melakukan penelitian kedepannya, diantara rumusan masalahnya adalah : 1. Apakah penerapan ketiga akad (kafalah, qardh dan ijarah) pada kartu kredit syariah di BNI Syariah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI? 2. Apakah penerapan biaya ta widh di BNI Syariah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI? C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menjelaskan tentang kesesuaian penerapan ketiga akad (kafalah, qardh dan ijarah) pada kartu kredit syariah di BNI Syariah ditinjau dari Fatwa DSN-MUI. 2. Untuk menjelaskan tentang penerapan biaya ta widh yang ada di BNI Syariah ditinjau dari Fatwa DSN-MUI. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perbankan syariah yang sudah memiliki produk kartu kredit syariah, juga sebagai bahan evaluasi yang berguna untuk perbaikan dalam hal pelaksanaan
7 dimasa yang akan datang dan untuk masyarakat umum diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi informasi yang berkepentingan terhadap produk kartu kredit syariah yang ada pada lembaga keuangan. 2. Manfaat Teoritik Untuk mahasiswa sebagai sarana pembelajaran dan menambah wawasan tentang kartu kredit syariah baik dari segi produk maupun sistem operasionalnya yang idealnya mengikuti fatwa yang dikeluarkan DSN- MUI.