ANALISIS KESESUAIAN KARTU PEMBIAYAAN SYARIAH BERDASARKAN FATWA DAN STANDAR AKUNTANSI YANG BERLAKU DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KESESUAIAN KARTU PEMBIAYAAN SYARIAH BERDASARKAN FATWA DAN STANDAR AKUNTANSI YANG BERLAKU DI INDONESIA"

Transkripsi

1 ANALISIS KESESUAIAN KARTU PEMBIAYAAN SYARIAH BERDASARKAN FATWA DAN STANDAR AKUNTANSI YANG BERLAKU DI INDONESIA Ares Albirru Amsal Miranti Kartika Dewi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abstrak Penelitian ini menganalisis mengenai kesesuain kartu pembiayaan syariah (KPS) berdasarkan fatwa dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. Kartu ini lebih sering dikenal dengan kartu kredit syariah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kegiatan operasional dan akuntansi yang dilakukan dalam menjalankan produk kartu tersebut. Lalu dari sana akan ditelaah bagaimana kegiatan operasional maupun akuntansi KPS berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Inonesia no: 54/DSN-MUI/X/2006, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 107 Akuntansi Ijarah, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK 59 Akuntansi Perbankan Syariah dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia Dalam penelitian ini didapati bahwa penerapan KPS menggunakan tiga akad utama. Akad tersebut adalah qardh (pinjaman), ijarah (jasa) dan kafalah (jaminan). Penerapan KPS dari segi operasionalnya sudah memenuhi seluruh fatwa DSN MUI walaupun terdapat beberapa hal yang masih dipertanyaan oleh sebagian ahli fiqih. Untuk penerapan akuntansi, baik PSAK 57, PSAK 107 dan PAPSI 2003 masih terdapat hal yang harus disesuaikan dengan standar tersebut meski standar yang menjadi acuan KPS tidak mengatur seluruh pencatataan transaksinya. Pendahuluan Perkembangan bank syariah Indonesia saat ini telah mampu menghasilkan berbagai produk dan layanan. Satu dari sekian banyak layanan yang disajikan bank syariah adalah kartu pembiayaan syariah. Kartu ini lebih akrab didengar dengan istilah kartu kredit syariah. Dalam hal ini, penelitian akan mencoba menggunakan terminologi Kartu Pembiayaan Syariah (KPS) dibandingkan istilah Kartu Kredit Syariah. Hal ini didasarkan pada terminologi yang digunakan oleh Undang-Undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 19 ayat 1 poin h Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi: h. melakukan usaha kartu

2 debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Diharapkan perubahan ini dapat memberikan perbedaan antara kredit dan pembiayaan yang berdasarkan syariah. Hingga saat ini, perbankan syariah di Indonesia baru mengeluarkan tiga produk kartu pembiyaan syariah. Produk KPS ini dimulai oleh Bank Danamon Syariah tahun 2007, lalu disusul oleh BNI Syariah tahun 2009 dan CIMB Niaga Syariah tahun Masing-masing produk kartu tersebut bernana Dirham Card, ib Hasanah Card dan CIMB Niaga Syariah Gold. Dengan munculnya KPS yang diawali pada tahun 2007 lalu, tentunya telah ada penelitian yang dilakukan terkait KPS sebelumya. Penelitian tersebut diantaranya dilakukan oleh Pujiyono (2005) yang membahas mengenai islamic credit card sebagai salah satu sarana belanja masyarakat menggunakan sistem syariah. Dari penelitain ini disimpulkan bahwa walaupun memiliki tantangan yang tidak mudah, penerapan KPS amatlah cerah prospek kedepannya jika diterapkan dan dikelola dengan baik. Sulaiman (2007), membahas mengenai jenis-jenis banking card syariah yang salah satunya adalah kartu pembiayaan syariah. Dari tulisan ini dijabarkan mengenai akad-akad yang terjadi pada kartu pembiayaan syariah tersebut. Selanjutnya, Suka (2011) mengkaji mengenai analisis persepsi kartu kredit syariah oleh nasabah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa umat Muslim di Indonesia, pada dasarnya menyadari bahwa bunga atau riba itu dilarang di agama Islam. Tetapi dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa banyak ragu-ragu untuk pemahaman responden tentang akad kartu pembiayaan syariah. Dari penelitain diatas tentu ada hal-hal yang belum terbahas dengan sempurna dan akan dibahas lebih rinci dalam penelitian ini. Hal-hal tersebut diantaranya adalah; business process dari KPS, penjabaran proses penerbitan KPS dari awal sampai ke tangan pemegang kartu hingga saat kartu ini digunakan. Akad dan operasionalisasi dari KPS dan ditinjau dari aspek kesesuaian fatwa dan regulasi. Peninjauan perlakuan akauntansi dari KPS, lalu akan ditinjau dari standar akuntansi yang berlaku. Kesesuaian terhadap standar akuntansi yang brlaku di Indonesia. Penelitian ini akan dikhususkan mencoba melengkapi hal yang disebutkan diatas yaitu: a. Bagaimanakah sistem pelaksanaan produk kartu pembiayaan syariah? b. Bagaimanakah kesesuaian produk kartu pembiayaan syariah berdasarkan ketentuan syariah Islam, Al-Qur an, Hadis, Fatwa DSN-MUI?

3 c. Bagaimanakah perlakuan akuntansi terhadap kartu pembiayaan syariah? d. Bagaimanakah kesesuaian perlakuan akuntansi transaksi produk kartu pembiayaan syariah berdasarkan PSAK 59 dan 107 serta Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI 2003)? Tinjauan Teoritis Menurut Peraturan Bank Indonesia nomor 10/8/PBI/2008 pada pasal 1 angka (4) kartu kredit didefinisikan sebagai alat pembayaran berupa kartu untuk melunasai kawajiban dari suatu kegiatan ekonomi termasuk didalamnya untuk pembelanjaan atau tarik tunai dimana kewajian tersebut ditanggung sebelumnya oleh penerbit kartu. Pada tahapan selanjutnya pemegang kartu melakukan pelunasan kepada penerbit dengan cara sekaligus (charge card) atau angsuran. Berdasarkan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 54/DSN-MUI/X/2006 Tentang Syariah Card, KPS dapat didefinisikan sebagai kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang behukum antara para pihak yang berkaitan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam fatwa yang diterbitkan DSN. Secara umum KPS menggunakan tiga buah akad yaitu kafalah (jaminan), qardh (utang), dan ijarah (jasa). Secara lebih rinci ketiga akad tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. 1. Kafalah: Menurut Antonio (1999) dalam Suka (2011), kafalah merupakan jaminan dari penangung yang diberikan kepada pihak ketiga sebagai pemenuhan kewajiban yang ditanggung atau pihak kedua. Dengan kata lain, kafalah itu berarti mengalihkan tanggung jawab yang dijamin kepada orang lain sebagai penjamin. 2. Qardh: Definisi qardh menurut Antonio (1999) dalam Suka (2011) adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih ataupun diminta kembali, dengan kata lain merupakan pinjaman tanpa imbalan. Jadi, qardh dapat dikatakan sebagai pinjaman yang tidak mengandung riba atau bunga, dimana nantinya si peminjam harus membayarkan pinjaman tersebut kepada si pemberi pinjaman. Pada PAPSI 2003 dijelaskan qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu. Menurut Tarmizi (2012) qardh juga dapat diartikan sebagai menyerahkan barang/uang kepada seseorang untuk dipergunakan kemudian

4 orang tersebut menyerahkan ganti yang sama dengan barang yang telah digunakannya. 3. Ijarah: Ijarah dapat diartikan sebagai perpindahan hak guna atau manfaat suatu barang atau jasa, dalam waktu yang telah disepakati dengan memberikan upah (ujrah) tanpa diikuti oleh perpindahan kepemilikian barang atau jasa tadi. (Nurhayati, Wasilah 2009). Dalam KPS, akad ijarah berarti penerbit kartu bertindak sebagai penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu (nasabah). Atas akad ini, pemegang kartu dapat dikenakan biaya keanggotaan (membership fee). Pengambilan fee dengan akad ijarah ditentukan dengan asumsi bahwa bank syariah telah menyediakan jasa pembayaran dan pelayanan kepada pemegang kartu. Pengambilan fee atas penyediaan jasa tersebut dikenakan kepada pemegang kartu sebagai bentuk dari keanggotaan pemegang kartu (cardholder/muqtaridh). Fee yang diterima oleh penerbit kartu (issuer/muqridh) merupakan iuran keanggotaan (membership fee/rusum aludhwiyah), termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pengguna kartu sebagai imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu. Pihak yang terlibat dalam KPS tidaklah jauh berbeda dengan kartu kredit umumnya. Pada tulisan Wahab (2009) terdapat tiga pihak utama terkait kartu kredit. Pihak tersebut merupakan Issuer, Merchant, dan Cardholder. 1. Issuer: Issuer dapat diartikan sebagai penerbit dan sekaligus pengelola dari kartu kredit. Penerbit tidak hanya berupa bank, akantetapi juga dapat berupa lembaga keuangan bukan bank dan perusahaan lembada non-keuangan. Jika ingin menerbitkan sebuah kartu kredit maka bank tersebut diwajibkan mengikuti regulasi yang dibuat oleh Bank Indonesia. 2. Merchant: Merchant adalah pihak yang menerima jasa pembayaran melalui kartu kredit. Bisa dikatakan penjual produk atau jasa seperti supermarket, website jual-beli dan lainnya. Sebelum menerima pembayaran dengan kartu kredit, merchant telah melakukan perjanjian kerjasama dengan issuer. 3. Cardholder: Cardholder adalah pihak pemegang kartu yang menggunakan jasa pebiayaan melalui KPS. Pemegang kartu ini sebelum diberikan kepercayaan oleh Issuer harus melengkapi berbagai persyaratan yang telah ditetapkan oleh Issuer. Prosess penggunaan KPS dapat dilihal pada gambar berikut ini;

5 Gambar Alur Kartu Pembiayaan Syariah Cardholder 1 2 Issuer Merchant Sumber: Kasmir (2001) dalam Pujiyono (2005) dengan penyesuaian 1. Calon cardholder mengajukan permohonan sebagai pemegang kartu dengan memenuhi segala persyaratan dan peraturan yang telah dibuat oleh bank syariah (issuer). Pada tahap ini akan dijelaskan hak dan kewajiban masingmasing pihak antara calon cardholder dan issuer. 2. Apabila telah disetujui maka issuer akan menerbitkan kartu setelah melalui penelitian terhadap kredibilitas dan kapabilitas calon cardholder tersebut. Pada tahap ini terjadi kesepakatan akan akad-akad yang akan dilakukan antara kedua belah pihak. 3. Issuer dalam rangka memberikan pelayanan kepada cardholder melakukan kerjasama dengan merchant agar kartu tersebut nantinya dapat digunakan. Pada tahap ini terjadi kafalah, penjaminan cardholder terhadap merchant. 4. Dengan kartu yang telah dipegangnya, cardholder dapat melakukan transaksi pembelanjaan barang atau jasa di tempat-tempat yang telah mengikat perjanjian dengan issuer dengan menunjukkan KPS tersebut sebagai bukti transaksi. Pada tahapan ini terjadi ijarah penggunaan kartu oleh cardholder. 5. Issuer atas kesepakatan di awal membayarkan transaksi yang terjadi antara cardholder dan merchant setalah dilakukan pemotongan harga. Pada tahapan ini terjadi peminjamam/qardh dari issuer ke merchant. 6. Merchant memberikan barang/jasa yang sebelumnya telah dibayarkan oleh issuer terhadap cardholder. 7. Cardholder membayar kewajibannya kepada issuer atas pinjaman yang diberikan sekaligus fee atas kafalah dan ijarah yang dinikmatinya. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah untuk melihat bagaimana kesesuaian kartu pembiayaan syariah yang telah dikeluarkan dengan syariah Islam, PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dan Pedoman

6 Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI 2003). Jenis penelitaian ini adalah kualitatif dan eksploratori. Penelitian eksploratori (exploartory study) menurut Sekaran (2007) dilakukan jika peneliti tidak banyak mengenai situasi yang akan diteliti, atau minimnya informasi yang tersedia mengenai bagaimana masalah terselesaikan dimasa lalu. Studi ini mengkaji lebih dalam suatu objek untuk mendapatkan pemahaman atau jawaban terhadap permasalahan ada. Selanjutnya, kulaitatis berarti penelitian ini melibatkan analisis data atau informasi yang bersifat deskriptif dan belum dapat dikuantifikasi. Dalam penelitian ini digunakan data primer dan data sekunder. Sekaran (2007) menyebutkan data primer yaitu data yang diperoleh dari tangan pertama untuk analisis berikutnya agar dapat ditemukan solusi dari data yang diteliti. Sumber data ini bisa berupa hasil observasi langsung, kuisioner ataupun wawancara. Dalam penelitian ini data primer yang di ambil adalah melalui wawancara. Sedangkan data sekunder mengacu pada data atau informasi yang telah dikumpulkan oleh para peneliti, data yang diterbitkan dari jurnal atau semua informasi yang didapat secara tidak langsung dan bergun bagi peneliti. Sumber data sekunder yang digunakan oleh peneliti disini adalah catatan atau dokumentasi perusahaan, publikasi pemerintah, publikasi Bank Indonesia, dan situs web dan internet. Hasil Penelitian Dalam fatwa DSN-MUI No.54/X/DSN-MUI/2006 tentang Syariah Card dijelaskan mengenai berbagai macam ketentuan KPS.. Dengan adanya ketentuan tersebut maka bank yang akan menerbitkan KPS dengan membuat draft atas semua hal yang berkaitan dengan produk kartu tersebut. Termasuk dalam proses perjanjian yang akan menjadi kesepakatan dari pihak yang akan menjadi pemegang kartu (card holder ) dan pihak bank sebagai penerbit kartu. Proses penyusunan draft ini akan dilakukan oleh divisi bisnis kartu dari bank tersebut. Setelah seluruh draft tersebut dibuat oleh divisi bisnis kartu maka draft akan diajukan ke divisi hukum untuk dilihat dari aspek legalitasnya. Dengan adanya persetujuan dari divisi hukum maka pihak divisi bisnis kartu mewakili bank langsung menuju ke bagian Badan Pengawas Syariah (DPS). Langkah selanjutnya adalah mempresentasikan produk rancngan produk KPS ke Bank Indonesia, kemudian baru bisa beroperasi. Setelah KPS telah resmi menjadi produk bank maka pihak bank bisa memasarkan produk ini ke pasar.

7 Masyarakat dapat mempunyai KPS jika mendaftarkan dirinya sebagai nasabah pemegang kartu dengan cara datang terlebih dahulu ke bank penerbit kartu (issuer) untuk mengajukan permohonan. Selain itu, calon cardholder juga harus memenuhi semua ketentuan-ketentuan yang ada seperti persyaratan, kuasa, dan persetujuan meliputi surat pernyataan tunduk pada syarat-syarat ketentuan dalam buku petujuk layanan kartu dan ketentuan lainnya yang berlaku di bank. Calon cardolder terakhir diminta untuk memberikan pernyataan mengenai kuasa dan atau persetujuan kepada pihak bank. Saat menggunakan kartu baik dalam berbelanja maupun saat melakukan tarik tunai di ATM lain bank akan bertindak sebagai penjamin pada kepada merchant atau bank lain (kafalah) untuk nasabah. Saat itu juga bank berperan sebagai pemberi pinjaman kepada nasabah atas kewajiban transaksi yang dilakukan. Sebagai balas jasanya maka bank menerima ujrah dari layanan yang ia berikan. Sumber pendapatan bank dari KPS lebih rinci antara lain; 1) Annual Membership Fee/ Annual fee. Uang iuran tahunan yang diberikan kepada bank sebagai setoran keanggotaan. Jumlahnya tetap dan berasal dari ujrah akad kafalah. 2) Monthly Fee. Uang iuran bulanan yang diberikan kepada bank sebagai setoran keanggotaan. Jumlahnya tetap telah ditentukan diawal berdasarkan jenis KPS. Monthly fee ini akan diberi potongan dalam bentuk cash rebate jika memenuhi ketentuan transaksi dan pembayaran. Cash rebate adalah bentuk apresiasi dari bank kepada pemegang kartu yang telah melakukan pembayaran yang sifatnya sebagai pengurang monthly membership fee. Cash rebate dapat dihitung dari pengurangan limit kartu dikurang outstanding tagihan setelah melakukan pembayaran transaksi ke bank, dikali dengan fee rate 2,95% pada bank XYZ. 3) Cash advance fee (rusum sahb al-nuqud). Uang yang harus dibayarkan oleh cardholder kepada issuer. Jumlahnya flat tidak tergantung pada jumlah penarikan tetapi per jumlah seringnya penarikan dilakukan. 4) Fee produk feature. Jika cardholder menggunakan fasilitas penunjang KPS seperti pembelian pulsa, pembayaran tagihan kebutuhan rumah tangga dan lainnya maka dikenakan fee. 5) Konsekuansi keterlambatan. Konsekuensi keterlambatan berupa late charge dan ta widh. Late charge adalah denda yang dikenakan tepada pemegang

8 kartu karena terlambat memenuhi kewajiban pembayarannya. Denda ini nantinya dimasukkan kedalam dana sosial. Ta widh adalah biaya kerugian yang dialami bank jika saat nasabah terlambat melakukan pembayaran. Biaya ini dapat berupa biaya penagihanan dan diakui sebagai pendapatan ta widh. Untuk mencegah penggunaan kartu untuk transaksi yang diluar syariah, bank pada awal kesepakatan telah meminta komitmen dari pemegang kartu untuk hanya menggunakan kartu pada transaksi yang sesuai syariah. Lebih jauh, bank juga menerapkan sistem Merchant Criteria Code (MCC). Sistem ini mengkategorikan merchant yang dilarang dalan transaksi syariah. Jika nasabah menggunakan kartu ini pada kategori ini maka secara sistem kartu akan menolak untuk melakukan transaksi. Gambar: Alur Bussiness Process Kartu Pembiayaan Syariah pada bank XYZ Calon cardholder mengajukan permohonan 2 Analisis 3 Nasabah di- 4 Nasabahh approve Nasabah Bertransaksi dan / atau menggunakan fasilitas lainnya 5 Issuer/ bank melakukan penawaran 1 Nasabah terlambat 7 Nasabah membayar cicilan dan/ atau fee 6 Ya Tidak Ta widh dan Late charge 8 Kembali ke 9 nomor 5 Sumber: hasil olahan penulis Keterangan: 1. Bank setelah mendapatkan izin produk dari BI, maka akan melakukan penawaran produk ke para calon cardholder. 2. Paca calon cardholder yang tertarik untuk memiliki produk KPS dapat mendatangi kantor cabang issuer untuk melakukan pengajuan KPS. 3. Setelah calon cardholder mengajukan permohonan dan melengkapi berkas, maka akan dilakukan analisi calon cardholder berdasarkan berkas yang diberikan. 4. Cardholder resmi menjadi pemegang kartu dan terjadi serah terima kartu.

9 5. Cardholder menggunakan kartu untuk transaksi atau menggunakan layanan yang terdapat dalam kartu tersebut. 6. Setelah cardholder mengguankan haknya maka ia juga akan dituntut untuk membayar kewajibannya kepada issuer baik berupa pembayaran cicilan tau fee. 7. Setelah nasabah/ cardholder membayar kewajibannya maka issuer akan memeriksa pembayaran tersebut. 8. Jika nasabah terlambat maka akan masuk pada mekanisma late charge dan ta widh. 9. Jika tidak maka cardholder bisa kembali melakukan transaksi menggunakan kertu seperti biasa. Diskusi Analisis ini akan membandingkan antara fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dengan perlakuan operasional yang terjadi di lapangan. Fatwa yang digunakan dalam anlisis ini adalah Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card. 1. Tidak menimbulkan riba (sesuai*): KPS dalam praktiknya tidak menerapkan sistem pemberian/ penarikan bunga (riba) bagi penggunanya. Pendapatan bank diperolah dari fee yang diterima dari nasabah ataupun merchant. Meskipun begitu, masih ada catatan yang perlu diperhatikan dalam penerapan KPS ini. Catatan ini berupa penerapan fee kafalah, ta widh, late charge. 2. Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah (Sesuai*): Pada awal pengajuan permohonan penggunaan KPS, ada kesepakatan bagi calon pengguna untuk tidak menggunakannya untuk transaksi yang dilarang syariat. KPS juga dilengkapi dengan Merchant Criteria Code. 3. Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf), dengan cara antara lain menetapkan pagu maksimal pembelanjaan. (sesuai): KPS membatasi pembelanjaan yang dilakukan oleh cardholder dengan pagu maksimal pembelanjaan. Pembatansan ini berdasarkan pada jenis kartu yang digunakan oleh cardholder. 4. Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya (sesuai): Salah satu persyaratan mendapatkan KPS tersebut adalah dokumen pendapatan yang dimiliki calon cardholder. Dari dokumen

10 tersebut issuer akan menilai apakah si pemohon memiliki kesanggupan finasial atau tidak untuk melunasi kewajinbannya. 5. Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah (sesuai): Fasilitas yang ditawarkan oleh KPS tidak ada yang bertentangan dengan syariah Islam. 6. Penerbit Kartu berhak menerima iuran keanggotaan (rusum al- udhwiyah) (sesuai): Issuer menerima membership fee baik secara berkala. Hal ini telah dikomunikasikan kepada calon cardholder saat mengajukan permohonan KPS. 7. Penerbit Kartu boleh menerima fee yang diambil dari harga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah) atas perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn). (sesuai) : Issuer bekerjasama dengan merchant untuk mempermudah transaksi dan juga untuk bahan promosi produk merchant kapada cardholder. Jika transaksi terjadi maka issuer mendapatkan fee. 8. Penerbit kartu boleh menerima fee penarikan uang tunai (rusum sahb alnuqud) sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan. (sesuai) : Issuer mengambil fee dari penarikan uang tunai. Hal ini termasuk pada jasa pinjaman qardh yang diberikan issuer kepada cardholder. Biaya penarikan ini flat dan tidak ingin bergantung pada jumlah nominal uang yang diambil 9. Penerbit kartu boleh menerima fee dari Pemegang Kartu atas pemberian Kafalah (sesuai*).: Issuer menerima fee dari cardholder sebagai jaminan atas segala transaksi yang dilakukan menggunakan KPS, termasuk penarikan uang pada ATM non issuer. Akantetapi fee kafalah ini masih dipertentangkan oleh beberapa pakar fiqih. 10. Semua bentuk fee tersebut di atas harus ditetapkan pada saat akad aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk merchant fee.(sesuai): Pada saat menerima permohonan penggunaan KPS maka issuer dapat menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan akad-akad KPS. 11. Penerbit Kartu dapat mengenakan ta widh, yaitu ganti rugi terhadap biayabiaya yang dikeluarkan oleh Penerbit Kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.(sesuai*) : Issuer mengenakan ta widh kepada cardholder yang terlambat membayar

11 kewajibannya. Penetapan ta widh ini di pertanyakan oleh banyak ulama karena penerapannya yang sama dengan penalty. 12. Penerbit kartu dapat mengenakan denda keterlambatan pembayaran yang akan diakui seluruhnya sebagai dana sosial. (sesuai*): Denda keterlambatan dikenakan kepada cardholder sebagai bagian dari pengingatan agar membayar kewajiban tepat waktu. Walaupun denda ini dimasukkan kedalah rekening sosial akan tetapi penggunaan rekening sosial itu sendiri bisa saja berdampak positif pada perusahaan dalam bentuk nama baik. Pada akhirnya perusahaan bisa diartikan memperoleh keuntungan dari dana non halal. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari ah atau melalui Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.(sesuai): Penyelesaian masalah (selain pidana) pada tahap pertama dilakukan dengan bermusyawarah antara cardholder dan issuer. Selanjutnya naik ke Badan Arbitrase Syari ah. Jika masih belum mendapatkan kesepakatan maka kedua belah pihak dapat menentukan tempat selanjutnya untuk menyelesaikan perkara. Pada transaksi/event yang terjadi pada KPS memang tidak semuanya termasuk dalam katagori akad qardh, ijarah dan kafalah. Penelitian ini hanya akan difokuskan untuk membedah pada lingkup tiga akad utama yang ada pada KPS. Untuk analisis kesesuaian dengan PSAK 59, PSAK 107 dan PAPSI 2003 juga akan difokuskan pada ketentuan pada ketiga akad utama KPS tersebut. Bank ABC adalah bank parner dari bank XYZ dalam mengelola produk KPS. 1. PSAK 59: Pinjaman qardh diakui sebesar jumlah yang dipinjamkan pada saat terjadinya (sesuai) : Pinjaman qardh memang diakui sesuai jumlah yang dipinjamkan kepada cardholder. Pencatannya juga dilakukan langsung oleh sistem saat terjadinya peminjaman. 2. PAPSI 2003: Pencatatan pada saat pinjaman qardh diberikan Db. Pinjaman qardh Kr. Kas/ rekening nasabah/kliring (sesuai): Pencatatan penarikan uang tunai via ATM diakui dengan mendebit akun Pembiayaan KPS Lancar dan mengkredit akun Kas. Untuk penarikan di kantor cabang dilakukan pencatan oleh bank ABC dan XYZ sekaligus, dimana pada bank ABC didebit akun Giro Internal Divisi Bisnis Kartu dan mengkredit Kas. Pada bank XYZ terjadi

12 pencatatan Pembiayaan KPS lancar (debit) dan Pinjaman Kartu Kredit Lancar (kredit). 3. PAPSI 2003: Pencatatan pada saat penerimaan biaya administrasi Db. Kas Kr. Pendapatan operasional lainnya-pendapatan administrasi pinjaman qardh (belum sesuai): ssuer pada hal ini tidak memisahkan antara biaya administrasi dan fee dari pelaksanaan qardh (cash advance). Pada pencatatan biaya administrasi langsung dimasukkan pencatatan fee cash advance yang merupakan imbalan dari pemberian jasa pada akad ijarah atas fasilitas penggunaan ATM. 4. PAPSI 2003: Pada saat penerimaan imbalan Db. Kas Kr. Pendapatan operasional lainnya - pendapatan administrasi pinjaman qardh (-):Imbalan yang dimaksud disini adalah imbalan yang tidak disyaratkan sebelumnya karena imbalan yang disyaratkan saat melaksanakan akad qardh sama dengan riba. Dalam hal ini issuer berdasarkan hasil penelusuran peneliti tidak menerima imbalan dalam bentuk apapun. 5. PAPSI 2003: Pada saat pelunasan/cicilan Db. Kas/rekening nasabah/kliring Kr. Pinjaman qardh (sesuai) : Pada saat cardholder melakukan pembayaran pinjaman maka bank ABC akan mencatat Rekening Cardholder pada Giro Internal Divisi Bisnis Kartu. Pada H+1 baru dilakukan pemindahan dari Rekening Giro Divisi Bisnis Kartu (debit) ke akun Pinjaman Kartu Kredit Lancar (kredit). Pada saat yang sama bank XYZ akan mencatat Pinjaman Kartu Kredit Lancar pada Pembiayaan KPS Lancar. Hal diatas peneliti anggap telah memenuhi ketentuan. 6. PAPSI 2003: Pada saat penghapusan pinjaman qardh. Db. Cadangan penyisihan kerugian pinjaman qardh Kr. Pinjaman qardh (sesuai) : Penghapusan qardh yang tidak tertagih dilakukan dengan mendebit akun Pembiayaan KPS Hapus Buku lalu mengkredit Pembiayaan KPS Golongan KPS-nya. 7. PAPSI 2003: Pencatatan pada saat perolehan Db. Aktiva ijarah Kr. Kas/Rekening (-):Dikarenakan akad ijarah yang diterapkan pada KPS adalah ijarah dalm bentuk jasa maka tidak ada pencatatan biaya perolehannya. 8. PAPSI 2003: Pencatatan pada saat penyusutan Db. Biaya penyusutan Kr. Akumulasi penyusutan aktiva ijarah (-):Seiring dengan pencatatan perolehan,

13 karena ijarah pada praktik KPS berupa jasa maka tidak ada penyusutan yang terjadi. 9. PAPSI 2003: Pencatatan pada saat penerimaan sewa dari lessee Dr. Kas/Rekening penyewa Kr. Pendapatan sewa (sesuai) Pencatatan saat menerima balas jasa dilakukan dengan debit pada pembiayaan dan kredit pada pendapatan. 10. Kafalah dimasukkan pada pendapatan operasi lainnya dan dilaporkan pada laporan laba-rugi. (sesuai) : Pembahasan mengenai kafalah pada PSAK 59 dan PAPSI 2003 tidak terlalu banyak, sehingga cukup sedikit yang dapat dilihat kesesuaiannya. Pada KPS akad kafalah digunakan untuk menjamin cardholder terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara cardholder dengan merchant, dan atau penarikan tunai selain bank atau ATM bank issuer. Fee kafalah dalam praktik KPS diberikan oleh merchant atau entitas keuangan lain sebagai upah perantara transaksi. Pencatatan fee ini dimasukkan pada pendapatan operasional lainnya seperti pendapatan dari merchant atau pendapatan dari entitas keuangan lainnya (contoh: Master Card). Jika ditinjau dari PSAK 59 dan PSAK 107 serta Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia 2003 maka dapat disimpulkan bahwa praktik penerapan perlakuan akuntansi yang ada pada KPS telah cukup baik. Akan tetapi masih ada hal yang menjadi catatan dalam beberapa hal. Catatan tersebut diantaranya; Biaya administrasi qardh tidak dipisahkan pencatatannya dengan ujrah fee cash advance melainkan digabungkan dalam bentuk fee cash advance (via ATM atau mesin EDC issuer) Peraturan terkait ijarah yang dipaparkan pada PSAK 59 dan PAPSI 2003 lebih cenderung merupakan ijarah dalah hal sewa menyewa barang dalam bentuk fisik sedangkan dalam praktik KPS ijarah yang diterapkan merupakan dalam bentuk jasa. Namun untuk PSAK 107 dapat dikatakan telah sesuai.

14 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu: 1. Mekanisme pada kartu pembiayaan syariah (KPS) dimulai dengan pengajuan penggunaan KPS oleh calon cardholder/ nasabah. Calon pengguna kartu harus melengkapi berbagai dokumen dan persyaratan yang telah ditetapkan issuer/penerbit kartu. Selanjutnya isser akan menganalisis pengajuan tersebut dari berbagai sudut pandang seperti pendapatan bulanan, status tempat tinggal, tanggungan dan sebagainya. Disini juga akan di cek rekam jejak pemohon jika telah pernah bertransaksi dengan issuer sebelumnya. Setelah pengajuan disetujui, maka cardholder akan diberikan kartu untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya. Saat cardholder menggunakan kartu tersebut untuk bertransaksi, maka issuer akan bertindak sebagai penjamin/kafil bagi pemegang kartu kepada merchant. Jika nasabah melakukan tarik tunai pada ATM atau mesin EDC issuer maka akan berlaku akad qardh dimana issuer berarti meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah. Atas pemberian manfaat jasa (ijarah) fasilitas yang diberikan pada nasabah, seperti tarik tunai, produk feature (fasilitas pendamping pada KPS) maka issuer menerima fee dari cardholder. 2. Jika ditinjau dari kesesuaian terhadap Fatwa DSN-MUI No: 54/DSN- MUI/X/2006 Tentang Syariah Card, penerapan kartu pembiayaan syariah telah memenuhi segala kaidah yang telah ditetapkan dalam fatwa tersebut. Akan tetapi masih ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan dalam penerapannya menurut Tarmizi (2012): Ta widh atau biaya ganti rugi atas keterlambatan cardholder tidak diperbolehkan karena hukuman untuk orang yang terlambat membayar kewajibannya (utang) tidak diperbolehkan dengan membayar dengan sejumlah uang. Jika membayar sejumlah uang karena keterlambatan sama saja melakukan penambahan pembayaran atas utang sebelumnya. Denda keterlambatan atau late charge tidak diperbolehkan walaupun nantinya dimasukkan kedalam rekening sosial. Fee atas kafalah tidak diperbolehkan karena bentuk penjaminan yang dilakukan oleh issuer haruslah bersifat sukarela dan tidak meminta imbalan.

15 Jika penjamin melaksanakan hal tersebut maka hakikatnya adalah riba yang didapatkan dari akad qardh. 3. Pencatatan, pengakuan, pengukuran akuntansi yang dilakukan atas kartu pembiayaan syariah mengacu pada PSAK 59 tahun 2002 dan PSAK 107 tahun 2008 yang diterbitkan oleh IAI dan PAPSI 2003 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Pencatatan ini difokuskan pada tiga akad utama yaitu tentang qardh, ijarah dan kafalah. 4. Jika ditinjau dari kesesuaian terhadap PSAK 59 tentang akuntansi perbankan syariah dan PSAK 107 tentang akuntansi ijarah dan PAPSI 2003, praktik perlakuan atas transaksi pada KPS sudak baik, namun ada beberapa catatan yang perlu ditelaah yaitu: Biaya administrasi qardh tidak dipisahkan pencatatannya melainkan digabungkan dalam bentuk fee cash advance (via ATM atau mesin EDC issuer) Dikarenakan peraturan terkait ijarah yang dipaparkan pada PSAK 59 dan PAPSI 2003 lebih cenderung merupakan ijarah dalah hal sewa menyewa barang dalam bentuk fisik sedangkan dalam praktik KPS ijarah yang diterapkan merupakan dalam bentuk jasa. Oleh karena itu pencatatan akuntansi ijarah pada KPS tidak memuat pencatatan dalam hal biaya perolehan dan penyusutan barang sewa. Namun untuk PSAK 107 dapat dikatakan telah sesuai. Saran Bagi pembaca (masyarakat umum): Menggali informasi lebih dalam mengenai konsep praktik kartu pembiayaan syariah dan mempertimbangkannya sebagai pilihan dalam pemanfatan instrumen keuangan syariah di Indonesia. Bagi masyarakat ilmiah: 1. Melanjutkan dan mengembangkan penelitian. Contohnya dengan dapat membandingkan kedua produk KPS yang ada di Indonesia kini. 2. Melanjutkan dan mengembangkan penelitian terkait bagaimana kartu pembiayaan syariah dapat mendorong pola berbelanja masyarakat Indonesia yang baik dan halal.

16 3. Melanjutkan dan mengembangkan penelitian tentang kartu pembiayaan syariah yang kemudian bisa direkomendasikan kepada DSN atau ulama ataupun pada pihak regulator lainnya. 4. Melanjutkan dan mengembangkan penelitian kearah potensi pengembangan produk layanan lainnya yang memungkinkan dilakukan oleh kartu pembiayaan syariah. Bagi issuer: 1. Tidak menerapkan late charge dan ta widh sebagai konsekuensi keterlambatan pembayaran kewajiban oleh cardholder akan tetapi menggantinya bengan bentuk konsekuensi lain seperti kurungan penjara ataupun dicemarkan nama baiknya. 2. Tidak memungut fee kafalah. 3. Menyempurnakan sistem forbidden merchant sehingga menjadi kodifikasi hingga tingkat produk/ jasa tidak hanya sampai ke merchant. 4. Memisahkan pencatatan biaya administrasi qardh dengan fee ijarah yang diperoleh. Bagi Ikatan Akuntan Indonesia: 1. Penyempurnaan bagi peraturan akuntansi yang berlaku, khususnya terkait perlakuan akuntansi syariah atas ijarah dalam bentuk jasa. 2. Membuat peraturan bahwa komponen denda keterlambatan dan ta widh harus dihilangkan dari laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan dan ganti rugi, karena sudah termasuk kategori riba. Bagi Dewan Syariah Nasional 1. Meningkatkan pengawasan terhadap penerapan praktik KPS pada entitas keuangan syariah agar tidak menyimpang dari ketentuan, prinsip dan nilainilai syariat 2. Memperbarui aturan dengan ketetapan yang merujuk pada fatwa intenasional yaitu fatwa yang membolehkan pengenaan fee kafalah kepada cardholder. 3. Meninjau ulang fatwa ketetapan terkait diperbolehkannya late charge, ta widh dan menggantinya dengan hukuman kurungan atau pencemaran nama baik.

17 Kepustakaan Bank Indonesia. (2003). Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia PAPSI Jakarta: Bank Indonesia. DSN-MUI (2006). Fatwa No: 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card Ikatan Akuntan Indinesia (2008). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 107) Akuntansi Ijarah. Jakarta: Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia Ikatan Akuntan Indinesia (2002). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 59) Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia Karim, A. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Nastiti, D (8 Juli 201). Pencatatan akuntansi KPS. (Ares. A, Pewawancara) Nurhayati, S., & Wasilah. (2011). Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Nurminto, M. (13 Juni 2013). Operasional KPS. (Ares. A, Pewawancara) Oxford Dictionary (1995). Pujiyono (2005). Islamic Credit Card (Suatu Kajian Terhadap Sistem Pembayaran Islam Kontemporer) Quran & Hadis. Tarmizi, E. (2012). Harta Haram Muamalat Kontemporer. Bogor: PT Berkat Mulia Insani. Sekaran, U. (2010). Research Methods for Business. United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd. Suka, G (2011). Analisis Persepsi Kartu Kredit Syariah oleh Nasabah Sulaiman, A (2007) Banking Sharia Card Kartu Kredit dan Debit dalam Perspektif Fiqih. Tarmizi, E. (9 Juni 2013). Pendapat terhadap KPS (Ares. A, Pewawancara) UU-RI (2008). Undang-Undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2008

1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari tulisan ini adalah : a. Apa itu Syariah Charge Card? b. Apa dasar hukumnya?

1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari tulisan ini adalah : a. Apa itu Syariah Charge Card? b. Apa dasar hukumnya? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin pesat menuntut para praktisi perbankan untuk terus berinovasi dalam rangka memenui kebutuhan transaksi para nasabahnya dengan

Lebih terperinci

Setelah penulis mengumpulkan data dari lapangan melalui wawancara. dan dokumentasi di lapangan, yaitu di Bank BNI Syariah Kantor Cabang

Setelah penulis mengumpulkan data dari lapangan melalui wawancara. dan dokumentasi di lapangan, yaitu di Bank BNI Syariah Kantor Cabang BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI FATWA DSN MUI NO. 43/DSN- MUI/VIII/2004 TENTANG TA WĪDH TERHADAP PENENTUAN TA WIDH PADA PRODUK HASANAH CARD DI BNI SYARIAH KANTOR CABANG SEMARANG Setelah penulis mengumpulkan

Lebih terperinci

ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB

ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN: 2460-2159 ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB 1 Renka Suka Alamsyah,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia,

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk menerapkan murabahah pesanan yang bersifat mengikat. PT. Bank Muamalat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan pada bab II, maka dalam bab ini penulis akan membahas penerapan akuntansi untuk pembiayaan ijarah pada Bank DKI Syariah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini telah ditetapkan dan diterangkan secara jelas di dalam kitab suci Al-Quran

BAB I PENDAHULUAN. ini telah ditetapkan dan diterangkan secara jelas di dalam kitab suci Al-Quran BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ibadah Haji sesungguhnya menjadi suatu kewajiban bagi umat Islam. Ibadah ini telah ditetapkan dan diterangkan secara jelas di dalam kitab suci Al-Quran dan Sunnah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan kartu..., Caroline, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan kartu..., Caroline, FH UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Indonesia sebagai sebuah Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia baru pada akhir abad XX ini memiliki bank-bank yang mendasarkan pengelolaannya pada prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan meningkatkan produktivitas. Di antara hal penting di zaman modern ini

BAB I PENDAHULUAN. akan meningkatkan produktivitas. Di antara hal penting di zaman modern ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi pembayaran saat ini menjadi sebuah keniscayaan untuk dapat meningkatkan kinerja dan memungkinkan berbagai kegiatan dapat dilaksanakan dengan cepat,

Lebih terperinci

ALAT PEMBAYARAN DI ERA GLOBALISASI. Solikhah

ALAT PEMBAYARAN DI ERA GLOBALISASI. Solikhah ALAT PEMBAYARAN DI ERA GLOBALISASI Solikhah Abstract Human growth are able to create a facility that allows them.one of which is a credit card. people in transaction. But the credit card must be in accordance

Lebih terperinci

NAMA : KAMMILAH KELAS : 3EB08 NPM : FAKULTAS : EKONOMI JURUSAN : AKUNTANSI

NAMA : KAMMILAH KELAS : 3EB08 NPM : FAKULTAS : EKONOMI JURUSAN : AKUNTANSI ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN FEE HASANAH CARD DENGAN BUNGA KARTU KREDIT KONVENSIONAL PADA BANK NEGARA INDONESIA PERIODE JANUARI 2012- JANUARI 2013 NAMA : KAMMILAH KELAS : 3EB08 NPM : 23210831 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghubung antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana.

BAB I PENDAHULUAN. penghubung antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi yaitu menjadi penghubung antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana. Salah satu upaya dari

Lebih terperinci

PERBANKAN SYARIAH IJARAH AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

PERBANKAN SYARIAH IJARAH AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi. PERBANKAN SYARIAH Modul ke: IJARAH Fakultas FEB AFRIZON Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id 12.1 DEFINISI DAN PENGGUNAAN Ijarah dan ijarah Muntahiyah Bit tamlik (IMBT) merupakan transaksi sewa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang dapat menjadi data pendukung dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur an dan Al-Hadis. ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah.

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur an dan Al-Hadis. ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur an dan Al-Hadis membantu manusia untuk menyelenggarakan praktik ekonomi yang berhubungan dengan pengakuan,

Lebih terperinci

Produk Talangan Haji Perbankan Syariah

Produk Talangan Haji Perbankan Syariah Produk Talangan Haji Perbankan Syariah Dr. Setiawan Budi Utomo Seminar Sehari Kebijakan Penyelenggaraan Haji Oleh Pemerintah dan Masalah Dana Talangan Haji Pada Perbankan Syariah Majelis Tarjih dan Tajdid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mengalami peningkatan yang cukup pesat tidak hanya pada negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mengalami peningkatan yang cukup pesat tidak hanya pada negaranegara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mengalami peningkatan yang cukup pesat tidak hanya pada negaranegara yang mayoritas Muslim, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA A. Perbankan Syari ah Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN MEKANISME PERHITUNGAN RETURN DAN DENDA DI KARTU KREDIT KONVENSIONAL DAN SYARIAH

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN MEKANISME PERHITUNGAN RETURN DAN DENDA DI KARTU KREDIT KONVENSIONAL DAN SYARIAH 77 BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN MEKANISME PERHITUNGAN RETURN DAN DENDA DI KARTU KREDIT KONVENSIONAL DAN SYARIAH (STUDI KASUS KARTU KREDIT KONVENSIONAL DAN ib HASANAH CARD) 4.1. MEKANISME PERHITUNGAN RETURN

Lebih terperinci

Rizky Andrianto. Evony Silvino Violita. Program Studi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Abstrak

Rizky Andrianto. Evony Silvino Violita. Program Studi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Abstrak ANALISIS PENERAPAN PRINSIP DAN STANDAR AKUNTANSI SYARIAH YANG BERLAKU DI INDONESIA MENGENAI PENJADUALAN ULANG PIUTANG MURABAHAH BERMASALAH (STUDI KASUS PADA PT BANK XYZ) Rizky Andrianto Evony Silvino Violita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ±

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ± BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ± 85% dari 220 juta penduduk Indonesia, memberikan kesempatan bagi berkembang pesatnya sektor Perbankan

Lebih terperinci

BAB IV. Seperti di perbankan syari ah Internasional, transaksi mura>bah}ah merupakan

BAB IV. Seperti di perbankan syari ah Internasional, transaksi mura>bah}ah merupakan BAB IV ANALISIS FATWA MUI NO.04/DSN-MUI/IV/2000 DAN PERATURAN BANK INDONESIA NO.7/46/PBI/2005 TERHADAP IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN MODAL KERJA MURA>BAH}AH BIL WAKA>LAH DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah diuraikan pada bab. sebelumnya maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah diuraikan pada bab. sebelumnya maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut : 77 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut : 1. Pembiayaan logam mulia secara tidak tunai atau

Lebih terperinci

CREDIT CARD. 2 Bank Penerbit 1. Card Holder Merchant. 4 Gb: Mekanisme teransaksi kartu kredit tanpa acquirer

CREDIT CARD. 2 Bank Penerbit 1. Card Holder Merchant. 4 Gb: Mekanisme teransaksi kartu kredit tanpa acquirer CREDIT CARD Jenis Kartu Plastik berdasarkan fungsinya: 1. Kartu Kredit (Credit Card) 2. Charge Card 3. Kartu Debet (Debit Card) 4. Cash Card 5. Check Guarantee Card Mekanisme Transaksi Kartu Kredit 2 Bank

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Bank percaya kepada

BAB II LANDASAN TEORI. diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Bank percaya kepada BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan dapat diartikan sebagai aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah yang membutuhkan dana. Penyaluran dana dalam bentuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 14 / 2 /PBI/ 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/11/PBI/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

A. JENIS KARTU PLASTIK BERDASARKAN FUNGSINYA

A. JENIS KARTU PLASTIK BERDASARKAN FUNGSINYA msnbcmedia3.msn.com TUJUAN PENGAJARAN: Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu untuk: 1. Menjelaskan pengertian kartu plastik 2. Mengidentifikasi jenis kartu plastik berdasarkan fungsinya 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan merupakan salah satu bagian dari aktivitas ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan merupakan salah satu bagian dari aktivitas ekonomi yang ABSTRAK Asmitha. 2011. Analisis Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Gadai Syariah PT. Bank BRI Syariah, Tbk., Cabang Makassar. Pembimbing I: Prof. DR. H. Gagaring Pagalung, SE, MS, Ak. Pembimbing II: Drs. Asri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Selain itu pasca fatwa MUI tentang

BAB I PENDAHULUAN. adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Selain itu pasca fatwa MUI tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan syariah di Indonesia yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Selain itu pasca fatwa MUI tentang pengharaman bunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal, reksa dana, dana pensiun dan lain-lain). Pengertian bank menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. modal, reksa dana, dana pensiun dan lain-lain). Pengertian bank menurut UU No. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan syariah di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam kegiatan usaha dan lembaga keuangan (bank, asuransi, pasar modal, reksa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan manusia tanpa terkecuali dalam kegiatan di perbankan. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan manusia tanpa terkecuali dalam kegiatan di perbankan. Hal ini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, pada masa ini masyarakat Indonesia telah sadar betapa pentingnya syariat islam dalam mengatur setiap kegiatan manusia tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia selama ini, tentu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia selama ini, tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia selama ini, tentu senantiasa memperhatikan, keserasian, keselarasan, dan keseimbangan berbagai sektor, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bank-bank konvensional. Esensi bank Islam tidak hanya dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. bank-bank konvensional. Esensi bank Islam tidak hanya dilihat dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bank Islam memiliki ciri karakter sendiri yang berbeda dengan bank-bank konvensional. Esensi bank Islam tidak hanya dilihat dari ketiadaan sistem riba dalam seluruh

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. A. Karakteristik Pembiayaan Produk Flexi ib Hasanah BNI Syariah Kantor

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. A. Karakteristik Pembiayaan Produk Flexi ib Hasanah BNI Syariah Kantor BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS A. Karakteristik Pembiayaan Produk Flexi ib Hasanah BNI Syariah Kantor Cabang Semarang 1. Pengertian Pembiayaan produk Flexi ib Hasanah BNI Syariah Kantor Cabang Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada kehidupan modern dewasa ini adalah suatu kebutuhan masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga keuangan tersebut adalah bank yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA 83 BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA A. Analisis terhadap Aplikasi Rahn pada Produk Gadai Emas dalam di BNI Syariah

Lebih terperinci

KARTU KREDIT (SUATU TINJAUAN SYARIAT ISLAM)

KARTU KREDIT (SUATU TINJAUAN SYARIAT ISLAM) KARTU KREDIT (SUATU TINJAUAN SYARIAT ISLAM) OLEH: NINING WAHYUNINGSIH ABSTRAK Kartu kredit sudah tidak asing bagi masyrakat Indonesia, apalagi bagi masyarakat di kota-kota besar. Namun banyak yang belum

Lebih terperinci

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan

Lebih terperinci

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH SESI 15: Akuntansi Kafalah Hiwalah Qardh/Qardhul Hasan Achmad Zaky,MSA.,Ak.,SAS.,CMA.,CA AKAD KAFALAH 2 Definisi Bahasa: dhaman (Jaminan); za amah (Tanggungan) Terminologi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konvensional, sedangkan Bank Muamalat Indonesia yang merupakan bank

BAB I PENDAHULUAN. konvensional, sedangkan Bank Muamalat Indonesia yang merupakan bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak terjadi krisis moneter di Indonesia dan banyak likuidasi pada bankbank konvensional, sedangkan Bank Muamalat Indonesia yang merupakan bank syari ah pertama

Lebih terperinci

BAB IV. IMPLEMENTASI AKAD IJĀRAH DALAM BNI ib PEMBIAYAAN HAJI DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN

BAB IV. IMPLEMENTASI AKAD IJĀRAH DALAM BNI ib PEMBIAYAAN HAJI DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN 52 BAB IV IMPLEMENTASI AKAD IJĀRAH DALAM BNI ib PEMBIAYAAN HAJI DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN A. Analisis Penerapan Akad Ijārah dalam BNI ib Pembiayaan Haji di BNI Syariah Cabang Pekalongan Secara umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi tingkat bunga akhir-akhir ini memberikan perhatian lebih kepada

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi tingkat bunga akhir-akhir ini memberikan perhatian lebih kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fluktuasi tingkat bunga akhir-akhir ini memberikan perhatian lebih kepada para pelaku pasar untuk berhati-hati dalam melakukan investasi. Di antara dampak

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA Jati Satria Pratama Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Email : Order.circlehope@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mekanisme dan perhitungan return dihitung dengan sistem bunga. berbunga yang telah ditetapkan oleh bank atau perusahaan.

BAB V PENUTUP. mekanisme dan perhitungan return dihitung dengan sistem bunga. berbunga yang telah ditetapkan oleh bank atau perusahaan. BAB V PENUTUP 1. KESIMPULAN Dari pembahasan pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai mekanisme dan perhitungan return dan denda di kartu kredit konvensional dan syariah. Pada kartu kredit konvensional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah suatu pandangan atau cara hidup yang mengatur semua sisi kehidupan manusia, maka tidak ada satu pun aspek kehidupan manusia yang terlepas dari ajaran

Lebih terperinci

Dealin Mahaputri Leonika

Dealin Mahaputri Leonika Analisis Pembiayaan Akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik Berdasarkan PSAK 107 dan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27 Pada Bank Muamalat dan Bank DKI Syariah Dealin Mahaputri Leonika-21210718 Analisis Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Syariah, sebagai sebuah positioning baru yang mengasosiasikan kita kepada suatu sistem pengelolaan ekonomi dan bisnis secara islami. Perkembangan ekonomi syariah baik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG-PIUTANG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MULTIJASA DI PT. BPRS LANTABUR TEBUIRENG KANTOR CABANG MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG-PIUTANG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MULTIJASA DI PT. BPRS LANTABUR TEBUIRENG KANTOR CABANG MOJOKERTO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG-PIUTANG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MULTIJASA DI PT. BPRS LANTABUR TEBUIRENG KANTOR CABANG MOJOKERTO A. Analisis Terhadap Praktek Hutang-Piutang Transaksi Multijasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan Undang-Undang perbankan melalui Undang-Undang Nomor 10. produk perbankan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan Undang-Undang perbankan melalui Undang-Undang Nomor 10. produk perbankan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan sebagai entitas bisnis yang berperan penting dalam kegiatan pembangunan mengalami perkembangan yang signifikan. Undang- Undang Perbankan Nomor 7 tahun

Lebih terperinci

PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP DENDA KARTU KREDIT BANK SYARIAH PADA PT. BANK BNI SYARIAH CABANG SURABAYA

PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP DENDA KARTU KREDIT BANK SYARIAH PADA PT. BANK BNI SYARIAH CABANG SURABAYA PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP DENDA KARTU KREDIT BANK SYARIAH PADA PT. BANK BNI SYARIAH CABANG SURABAYA Devianita Nuke Mawardhika Universitas Negeri Surabaya Email : deviechyka@ymail.com Abstract In Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dari dunia ekonomi. Aspek dunia ekonomi yang dikenal saat ini sangat luas. Namun yang sering digunakan oleh masyarakat

Lebih terperinci

REGULASI ENTITAS SYARIAH

REGULASI ENTITAS SYARIAH REGULASI ENTITAS SYARIAH KURNIAWAN STRUKTUR REGULASI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH HUKUM SYARIAH HUKUM POSITIF FATWA DSN UU ATAU ATURAN DARI LEMBAGA TERKAIT 2 1 LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Lebih terperinci

MULTI AKAD MUAMALAH DALAM APLIKASI SYARI AH CARD (KARTU KREDIT SYARI AH): PENDEKATAN HUKUM MUAMALAT

MULTI AKAD MUAMALAH DALAM APLIKASI SYARI AH CARD (KARTU KREDIT SYARI AH): PENDEKATAN HUKUM MUAMALAT MULTI AKAD MUAMALAH DALAM APLIKASI SYARI AH CARD (KARTU KREDIT SYARI AH): PENDEKATAN HUKUM MUAMALAT Harun Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian a) Implementasi Akad Murabahah Di Indonesia, aplikasi jual beli murabahah pada perbankan syariah di dasarkan pada Keputusan Fatwa Dewan Syariah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 14 / 2 /PBI/ 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/11/PBI/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh

Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN NISBAH PEMBIAYAAN AKAD MUḌĀRABAH KHUSUS DI PT. BPRS BAKTI ARTHA SEJAHTERA CABANG BANYUATES SAMPANG MADURA A. Analisis Aplikasi Pengambilan Nisbah Pembiayaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMBIAYAAN SYARIAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMBIAYAAN SYARIAH PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMBIAYAAN SYARIAH I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Yang dimaksud dengan: Adl adalah menempatkan

Lebih terperinci

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH SESI 14: Akuntansi Sharf Wadiah - Wakalah Achmad Zaky,MSA.,Ak.,SAS.,CMA.,CA AKAD SHARF TUKAR MENUKAR VALAS 2 Definisi Sharf Bahasa: penambahan, penukaran, penghindaran, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH. PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS PENERAPAN AKAD WADI AH PADA PRODUK TABUNGAN ZIARAH DI KOPENA PEKALONGAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS PENERAPAN AKAD WADI AH PADA PRODUK TABUNGAN ZIARAH DI KOPENA PEKALONGAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS PENERAPAN AKAD WADI AH PADA PRODUK TABUNGAN ZIARAH DI KOPENA PEKALONGAN Produk Tabungan Ziarah di KOPENA Pekalongan menggunakan akad Wadiah dengan prosedur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.64, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Alat Pembayaran. Kartu. Penyelenggaraan. Perizinan. Pengawasan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DALAM GIRO WADI AH DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN

BAB IV PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DALAM GIRO WADI AH DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN BAB IV PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DALAM GIRO WADI AH DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN A. Penerapan Prinsip Syariah Dalam Giro Wadi ah di BNI Syariah Cabang Pekalongan Prinsip syariah merupakan dasar peraturan-peraturan

Lebih terperinci

PENERAPAN TA WIDH PADA PEMEGANG SYARIAH CARD

PENERAPAN TA WIDH PADA PEMEGANG SYARIAH CARD PENERAPAN TA WIDH PADA PEMEGANG SYARIAH CARD Universitas Airlangga Email : cacaelsanti@gmail.com Abstract As with most credit card holders, sharia card holders also have obligations that must be fulfilled,

Lebih terperinci

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH KODIFIKASI PRODUK DAN AKTIVITAS STANDAR BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang cukup signifikan. Menurut outlook perbankan syariah 2012 yang

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang cukup signifikan. Menurut outlook perbankan syariah 2012 yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan bisnis perbankan syariah di Indonesia saat ini mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Menurut outlook perbankan syariah 2012 yang disampaikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENETAPAN MARGIN PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BSM LUMAJANG DALAM TINJAUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI

BAB IV ANALISIS PENETAPAN MARGIN PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BSM LUMAJANG DALAM TINJAUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI 55 BAB IV ANALISIS PENETAPAN MARGIN PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BSM LUMAJANG DALAM TINJAUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI A. Analisis Penetapan Margin Pada Pembiayaan Mura>bah{ah Di BSM Lumajang

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALSIS DATA. Sesuai dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan bahwa setiap bank wajib

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALSIS DATA. Sesuai dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan bahwa setiap bank wajib BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALSIS DATA A. Penyajian Data Sesuai dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan bahwa setiap bank wajib dalam mencatat dan mempublikasikan laporan keuangan sebagai bentuk transparansi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Implementasi akad Al-Qardh wal Murababahah pada Pembiayaan Mikro di Bank Syariah Mandiri KC Banyumanik Semarang Salah satu produk yang dimiliki oleh Bank Syariah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan pada Bab II, maka bab ini peneliti akan membahas mengenai Perlakuan Akuntansi Pendapatan atas Pembiayaan Murabahah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diantara kebijakan ekonomi yang paling penting di setiap negara adalah kebjiakan fiskal dan kebijkan moneter. Kibijakan fiskal meliputi anggaran negara, pajak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan salah satu bagian dari konsep sistem ekonomi Islam yang lebih luas. Dalam menjalankan kegiatan bisnis dan usahanya, Lembaga

Lebih terperinci

KODIFIKASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH

KODIFIKASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH KODIFIKASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia 2008 DAFTAR ISI A. Penghimpunan Dana I. Giro Syariah... A-1 II. Tabungan Syariah... A-3 III. Deposito Syariah... A-5 B. Penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kendala yang sering dipermasalahkan dan merupakan kendala utama adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kendala yang sering dipermasalahkan dan merupakan kendala utama adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan rumah. Memiliki sebuah rumah impian adalah keinginan semua manusia. Namun terkadang keinginan tersebut tidak dapat

Lebih terperinci

Kartu Kredit Dalam Fikih Islam

Kartu Kredit Dalam Fikih Islam Kartu Kredit Dalam Fikih Islam KARTU KREDIT DALAM FIKIH ISLAM. Oleh Ustadz Kholid Syamhudi Lc Kemudahan selalu dicari dan diusahakan, baik dalam memenuhi kebutuhan atau menghindari kerugian. Sejak dahulu

Lebih terperinci

MURABAHAH ANUITAS DAN PENERAPANNYA MENURUT STANDAR AKUNTANSI SYARIAH

MURABAHAH ANUITAS DAN PENERAPANNYA MENURUT STANDAR AKUNTANSI SYARIAH MURABAHAH ANUITAS DAN PENERAPANNYA MENURUT STANDAR AKUNTANSI SYARIAH Oleh: Marita Kusuma Wardani Ibu_ayya@yahoo.co.id (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta) Abstract Praktek transaksi syariah

Lebih terperinci

Exploring Islamic Products by Comparing Aqad between Indonesia and Malaysia. Muhamad Nadratuzzaman Hosen dan Amirah Ahmad. Jakarta, 19 Juli 2011

Exploring Islamic Products by Comparing Aqad between Indonesia and Malaysia. Muhamad Nadratuzzaman Hosen dan Amirah Ahmad. Jakarta, 19 Juli 2011 Exploring Islamic Products by Comparing Aqad between Indonesia and Malaysia Muhamad Nadratuzzaman Hosen dan Amirah Ahmad Jakarta, 19 Juli 2011 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dewasa ini bank syariah semakin

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Produk-poduk Gadai Syariah berdasarkan PSAK 102, 105, dan 107. berdasarkan PSAK 105 : Akuntansi Mudharabah.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Produk-poduk Gadai Syariah berdasarkan PSAK 102, 105, dan 107. berdasarkan PSAK 105 : Akuntansi Mudharabah. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Produk-poduk Gadai Syariah berdasarkan PSAK 102, 105, dan 107 Produk gadai syariah: 1. AMANAH (Pembiayaan Kepemilikan Kendaraan Bermotor Bagi Karyawan) berdasarkan PSAK 102 : Akuntansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya sistem ekonomi serta sistem yang menopangnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya sistem ekonomi serta sistem yang menopangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangannya sistem ekonomi serta sistem yang menopangnya (antara lain Akuntansi) baru kajian Ekonomi Islam dan Akuntansi Islam yang lebih terdepan

Lebih terperinci

Menurut Antonio (2001) ada beberapa syarat khusus yang mengatur. 1) Penjual memberitahukan modal kepada nasabah

Menurut Antonio (2001) ada beberapa syarat khusus yang mengatur. 1) Penjual memberitahukan modal kepada nasabah Menurut Antonio (2001) ada beberapa syarat khusus yang mengatur dalam pembiyaan murabahah, yaitu : 1) Penjual memberitahukan modal kepada nasabah 2) Kontrak yang pertama harus sah sesuai dengan rukun yag

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN 4.1 Pengakunan Pembiayaan Musyarakah Wal Ijarah Muntahiya Bittamlik di Bank Muamalat Indonesia Cabang

Lebih terperinci

Sukuk Ijarah. 1 Al Ma'ayir as Syar'iyyah, hal Dr. Hamid Mirah, Sukuk al Ijarah, hal

Sukuk Ijarah. 1 Al Ma'ayir as Syar'iyyah, hal Dr. Hamid Mirah, Sukuk al Ijarah, hal Sukuk Ijarah Sukuk berasal dari bahasa Arab bentuk jamak dari kata Shakk yang berarti surat berharga. Secara terminologi AAOIFI mendefinisikan Sukuk dengan, "Beberapa lembar sertifikat dengan nilai sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga perantara keuangan antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank menurut istilah adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem yang dibutuhkan dalam suatu negara, Menurut Kasmir (2006:1) kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sistem yang dibutuhkan dalam suatu negara, Menurut Kasmir (2006:1) kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat sebutan Bank bukan hal yang asing lagi, karena Bank merupakan salah satu dari aktivitas ekonomi yang terpenting dan sebagai suatu sistem yang

Lebih terperinci

Dr. Iwan P. Pontjowinoto 1

Dr. Iwan P. Pontjowinoto 1 Dr. Iwan P. Pontjowinoto RISIKO PADA ASSET & LIABILITIES PRODUK SYARIAH Laporan Aktiva Bank Syariah Aktiva Bank Syariah setidaknya menyajikan pos-pos sbb.: Aset Setara Kas, terdiri dari: Kas, Penempatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN TARIF POTONGAN IJARAH DAN PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PEMBIAYAAN IJARAH OLEH PERUM PEGADAIAN SYARIAH CABANG MALANG.

ANALISIS PENENTUAN TARIF POTONGAN IJARAH DAN PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PEMBIAYAAN IJARAH OLEH PERUM PEGADAIAN SYARIAH CABANG MALANG. ANALISIS PENENTUAN TARIF POTONGAN IJARAH DAN PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PEMBIAYAAN IJARAH OLEH PERUM PEGADAIAN SYARIAH CABANG MALANG Oleh : Nur Kholis Kusuma Atmaja ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Penerapan dan Perhitungan Akad Sewa-Menyewa Ijarah Pada Bank DKI

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Penerapan dan Perhitungan Akad Sewa-Menyewa Ijarah Pada Bank DKI BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Penerapan dan Perhitungan Akad Sewa-Menyewa Ijarah Pada Bank DKI Syariah Ijarah adalah akad sewa menyewa atau akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan manfaat atau hak guna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Dalam zaman modern sekarang ini, tentu sebagian besar orang sudah mengenal tentang bank dan menggunakan jasanya, baik itu sebagai tempat menabung atau

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ikatan Akuntan Imdonesia Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.

DAFTAR PUSTAKA. Ikatan Akuntan Imdonesia Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. DAFTAR PUSTAKA Ikatan Akuntan Imdonesia. 2010. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Kasmir. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Pers. Muhammad. 2005. Manajemen

Lebih terperinci

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1 BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1 5.1. Dewan Pengawas Syariah Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah dewan yang melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah dalam kegiatan usaha lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syari ah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2008), h. 17

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syari ah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2008), h. 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perbankan syari ah didorong oleh dua alasan utama yaitu adanya kehendak sebagian masyarakat untuk melaksanakan transaksi perbankan atau kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Ny.Indah yang beralamat di JL. Beruang Raya No. 102 Kecamatan. Gayamsari Semarang Timur ingin membeli sepeda motor Supra X 125 yang

BAB IV ANALISIS. Ny.Indah yang beralamat di JL. Beruang Raya No. 102 Kecamatan. Gayamsari Semarang Timur ingin membeli sepeda motor Supra X 125 yang BAB IV ANALISIS 4.1. Contoh Study Kasus Ny.Indah yang beralamat di JL. Beruang Raya No. 102 Kecamatan Gayamsari Semarang Timur ingin membeli sepeda motor Supra X 125 yang seharga Rp. 16.000.000,00. Tetapi

Lebih terperinci

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 31/DSN-MUI/VI/2002 Dewan Syari ah Nasional, setelah Tentang PENGALIHAN HUTANG Menimbang : a. bahwa salah satu bentuk jasa

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik. BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP DISKON PEMBELIAN BARANG DALAM TRANSAKSI MURA>BAH}AH DI BMT MANDIRI SEJAHTERA JL. RAYA SEKAPUK KECAMATAN UJUNG PANGKAH KABUPATEN GRESIK A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas generasi mendatang, termasuk perannya sebagai pemantapan jati diri.

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas generasi mendatang, termasuk perannya sebagai pemantapan jati diri. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Selain sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan tantangan besar. Para pakar syariah Islam dan akuntansi harus

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan tantangan besar. Para pakar syariah Islam dan akuntansi harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemunculan Bank Syariah sebagai organisasi yang relatif baru menimbulkan tantangan besar. Para pakar syariah Islam dan akuntansi harus mencari dasar bagi penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akad memfasilitasi setiap orang dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingannya

BAB I PENDAHULUAN. Akad memfasilitasi setiap orang dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian akad mempunyai arti penting dalam kehidupan masyarakat. Ia merupakan dasar dari sekian banyak aktivitas keseharian kita. 1 Akad memfasilitasi setiap

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN EMAS DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN (STUDY KASUS)

BAB IV IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN EMAS DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN (STUDY KASUS) BAB IV IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN EMAS DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN (STUDY KASUS) A. Analisis Konsep Pembiayaan Emas dengan Akad Murabahah di BNI Syariah Cabang Pekalongan Dengan latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam transaksi bisnis modern tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam transaksi bisnis modern tidak terlepas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dalam transaksi bisnis modern tidak terlepas dari perkembangan teknologi bahkan seiring dengan perkembangan teknologi itu ternyata mampu mendorong semakin

Lebih terperinci