BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH ABU KULIT BUAH KELAPA SEBAGAI KATALIS DALAM PEMBUATAN METIL ESTER DENGAN BAHAN BAKU MINYAK SAWIT MENTAH (CRUDE PALM OIL)

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

4 Pembahasan Degumming

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

PEMANFAATAN ABU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI KATALIS BASA PADA REAKSI TRANSESTERIFIKASI DALAM PEMBUATAN BIODIESEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

Biodiesel Dari Minyak Nabati

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Fisik Kimia Produk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

Oleh : PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF)

PENGARUH PENAMBAHAN NaOH DAN METANOL TERHADAP PRODUK BIODIESEL DARI MINYAK GORENG BEKAS (JELANTAH) DENGAN METODE TRANSESTERIFIKASI

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

Sunardi 1, Kholifatu Rosyidah 1 dan Toto Betty Octaviana 1

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda a. b.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A DATA BAHAN BAKU

Bab IV Hasil dan Pembahasan

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

Bab III Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LIMBAH KULIT KELAPA Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak pohon kelapa. Sejak dulu, pohon kelapa berguna dari akar hingga daunnya. Pemanfaatannya selama ini, buahnya menjadi santan dan minyak. Batangnya untuk kayu bangunan dan daunnya untuk kerajinan sapu, dan lain-lain. Limbah kulit kelapa selama ini cuma dibuang dan tidak dapat dijadikan produk yang bermanfaat untuk lingkungan dan membawa nilai ekonomis dipedesaan. Limbah kulit kelapa dapat diolah menjadi serabut kelapa yang merupakan bahan dasar sapu, tali dan keset. Dengan berkembangnya teknologi, serat serabut kelapa produksi dalam negeri yang diincar oleh negara tetangga, yang diolah menjadi barang yang mempunyai harga sangat tinggi. Selama ini, negara kita hanya mengekspor serabut kelapa mentah. Ternyata dengan pemanfaatan dan teknologi yang tepat guna, limbah yang terbuang dapat dijadikan barang dengan nilai ekonomis tinggi dan dapat menjaga lingkungan [16]. Limbah ini semakin hari semakin banyak jumlahnya sehingga akan mengganggu lingkungan. Dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat, limbah kelapa ini dapat juga diolah dan diambil manfaatnya untuk keperluan kehidupan manusia mulai dari daun, lidi, batang hingga akarnya. Salah satu pemanfaatan limbah kelapa yaitu pembuatan arang tempurung kelapa yang memanfaatkan tempurung kelapa dengan berbagai proses [17]. Namun sampai sekarang limbah kulit kelapa jarang dimanfaatkan dan sedikit teknologi yang memanfaatkan kulit kelapa tersebut. Dalam hal ini kulit buah kelapa dapat dimanfaatkan menjadi katalis kimia yang dibakar dahulu menjadi abu. 5

Gambar 2.1 Limbah Kulit Kelapa [17] 2.2 ABU KULIT KELAPA SEBAGAI KATALIS Graille dkk (1985) menggunakan katalis abu yang berasal dari tungku pembakaran limbah padat pabrik kelapa untuk pembuatan biodiesel (metil ester). Abu tersebut memiliki kadar ion Kalium dan Karbonat yang tinggi. Pada penelitian ini akan di gunakan katalis dari abu kulit buah kelapa. Senyawa utama penyusun katalis abu kulit buah kelapa dapat di lihat pada tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Senyawa Utama Abu Kelapa (% Berat) [9] Senyawa Abu Kelapa Kulit Buah Batang Sabut Kalium (K) 40 35 9,2 Natrium (Na) 1,7 2,5 0,5 Kalsium (Ca) 1,1 2,8 4,9 Magnesium (Mg) 0,9 2,1 2,3 Klor (Cl) 2,7 14,5 2,5 Karbonat (CO 3 ) 27,7 12,5 2,6 Nitrogen (N) 0,06 0,05 0,004 Posfat (P) 0,9 0,9 1,4 Silika (SiO 2 ) 10,5 16,8 59,1 Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa kalium merupakan kation utama dalam abu kulit kelapa sebesar 40 % berat, selain itu abu tersebut juga memiliki kandungan karbonat yang tinggi sebesar 27,7 % berat. Karena itu abu kulit buah kelapa kelihatannya dapat di gunakan sebagai katalis. Dari penelitian sebelumnya Haryanto (2005) dapat di lihat hasil uji katalis mineral alami tersebut dapat di lihat pada tabel 2.2 berikut. 6

Tabel 2.2 Hasil Uji Katalis Mineral Alami [7] Katalis Perolehan (%) Metil Ester Asam Lemak Sabun Montmorillonite 0 0,5 CaCO 3 0 0,5 MgO 0 0,5 Fanjasite 23 0,6 CaO 48 1,5 K 2 CO 3 95 1,8 KHCO 3 95 1,9 KOH 95 0,5 2.3 JENIS KATALIS YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES PEMBUATAN BIODIESEL (METIL ESTER) Katalis yang digunakan dalam pembuatan biodiesel (metil ester) ini pun dapat berupa katalis homogen maupun heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang mempunyai fase yang sama dengan reaktan dan produk, sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan adalah alkoksida logam seperti KOH dan NaOH dalam alkohol. Selain itu, dapat pula digunakan katalis asam cair, misalnya asam sulfat, asam klorida, dan asam sulfonat [18]. 2.3.1 Katalis Homogen Katalis homogen yang banyak digunakan itu adalah KOH dan NaOH. Beberapa katalis basa konvensional dan non konvensional telah di laporkan oleh penelitian Knothe, dkk (1997). Abu boiler, kalium hidroksida (KOH) merupakan katalis yang sering di gunakan dalam etanolisis ataupun metanolisis minyak mentah dan minyak kelapa yang memberikan yield sebesar 90%. Metanolisis telah dilaporkan bahwa yield ester 96-98% itu ketika minyak kelapa di refluks selama 2 jam. Abu pembakaran kulit kelapa dan abu pembakaran lain yang terbuang seperti serat pohon kelapa mengandung kalium dan karbonat. Katalis basa dari minyak nabati berekasi lebih cepat dari pada reaksi katalis asam. Karena terbukti bahwa katalis basa tidak menimbulkan karat sehingga biasanya industri banyak yang menggunakan katalis basa seperti NaOH dan KOH seperti natrium karbonat atau kalium karbonat. Kalium karbonat menggunakan konsentrasi 2 dan 3 mol% memberikan yield yang tinggi dari asam lemak dan mereduksi sabun yang terbentuk [19]. Untuk transestrerifikasi katalis basa adalah gliserin dan anhidrous 7

karena air membuat sebagian reaksi berubah menjadi saponifikasi yang akan membentuk sabun [20]. 2.3.2 Katalis Heterogen Para peneliti melaporkan bahwa katalis asam merupakan katalis alternatif untuk menghilangkan FFA tinggi. Proses Transesterifikasi pembuatan biodiesel (metil ester) juga dari katalis asam seperti HCl, BF 3, H 3 PO 4, dan asam sulfonik lainnya [19]. Jenis katalis heterogen yang dapat digunakan adalah transesterifikasi adalah CaO dan MgO [20]. Penggunaan katalis homogen mempunyai kelemahan yaitu: bersifat korosif, sulit dipisahkan dari produk dan katalis tidak dapat digunakan kembali. Saat ini banyak industri menggunakan katalis heterogen yang mempunyai banyak keuntungan dan sifatnya yang ramah lingkungan, yaitu tidak bersifat korosif, mudah dipisahkan dari produk dengan cara filtrasi, serta dapat digunakan berulangkali dalam jangka waktu yang lama. Selain itu katalis heterogen meningkatkan kemurnian hasil karena reaksi samping dapat dieliminasi. Contohcontoh dari katalis heterogen adalah zeolit, oksida logam, dan resin ion exchange. Katalis basa seperti KOH dan NaOH lebih efisien dibanding dengan katalis asam pada reaksi transesterifikasi. Transmetilasi terjadi kira-kira 4000x lebih cepat dengan adanya katalis basa dibanding katalis asam dengan jumlah yang sama. Untuk alasan ini dan dikarenakan katalis basa kurang korosif terhadap peralatan industri dibanding katalis asam, maka sebagian besar transesterifikasi untuk tujuan komersial dijalankan dengan katalis basa. Konsentrasi katalis basa divariasikan antara 0,5-1% dari massa minyak untuk menghasilkan 94-99% konversi minyak nabati menjadi ester. Lebih lanjut, peningkatan konsentrasi katalis tidak meningkatkan konversi dan sebaliknya menambah biaya karena perlunya pemisahan katalis dari produk. 8

2.4 METIL ESTER Metil ester merupakan energi alternatif terbarukan seperti mesin diesel petroleum yang pernah dikenal dengan petrodiesel. Metil ester disini tidak ada mengandung petroleum namun pada kondisi tertentu dapat digabungkan dengan petrodiesel. Metil ester ini dapat dibuat dari minyak nabati, hewani atau juga minyak bekas [21]. Metil ester juga merupakan energi terbarukan yang dapat diperbaharui, bersifat biodegradable, ramah lingkungan karena hampir tidak ada membuang gas karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO 2 ), sulfur dioksida (SO 2 ), hidrokarbon (HC) dan partikel-partikel lain yang mengganggu pernafasan [22]. Secara Teknik metil ester ini di definisikan sebagai bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkil dari rantai panjang asam lemak seperti yang di gunakan mesin diesel. Karakteristik metil ester itu berbeda-beda tergantung dari sumbernya apakah nabati atau hewani. Hal ini pun berhubungan dengan struktur kimianya, seperti jumlah karbon dan jumlah ikatan karbon rangkap [23]. Sebuah proses transesterifikasi digunakan untuk mengubah minyak dasar (minyak nabati) menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, metil ester memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) minyak bumi. Metil ester merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan bahan baku fosil (solar) sebagai sumber energi utama dunia, karena ia merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin. Keuntungan lain dari metil ester antara lain : 1. Termasuk bahan bakar yang dapat diperbaharui 2. Tidak memerlukan modifikasi mesin diesel yang telah ada 3. Tidak memperparah efek rumah kaca karena siklus karbon yang terlibat pendek 4. Kandungan energi yang hampir sama dengan kandungan energi petroleum diesel 5. Penggunaan metil ester dapat memperpanjang usia mesin diesel karena memberikan lubrikasi lebih daripada bahan bakar petroleum 6. Memiliki flash point yang tinggi, yaitu sekitar 200 o C sedangkan bahan bakar petroleum diesel flash pointnya hanya 70 o C 9

7. Bilangan setana (cetane number) yang lebih tinggi daripada petroleum diesel [24]. Pada prinsipnya, proses pembuatan metil ester sangat sederhana yaitu: 1. Trigliserida, metanol, dan katalis yang di gunakan dalam memantau jalannya reaksi hingga proses transesterifikasi 2. Produk mula-mula yang di hasilkan hingga proses pemisahan gliserin 3. Penggunaan kembali metanol yang berlebih untuk proses metanolisis selanjutnya 4. Akhir produk yaitu metil ester di cuci dengan air, netralisasi dengan ph dan pengeringan [25]. Metil ester memiliki tiga dasar umpan yaitu: 1. Minyak Gliserida merupakan minyak dan lemak yang diketahui dimana secara kimiawi ini berbicara tentang asam lemak berantai panjang digabungkan dengan gliserin 2. Alkohol Metanol merupakan salah satu yang paling umum di industri alkohohol, karena supply yang berlebih membuat alkohol menjadi yang paling murah 3. Katalis Reaktan ketiga yang di butuhkan adalah suatu katalis yang memulai reaksi dan berlangsungnya reaksi. Larutan basa kuat biasanya di gunakan sebagi katalis ini yaitu natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida (KOH) [26]. 10

2.5 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REAKSI TRANSESTERIFIKASI Pada dasarnya tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan metil ester selalu menginginkan agar didapatkan produk metil ester dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan metil ester melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh air dan asam lemak bebas Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 5% (<5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida [27]. 2. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah Perbandingan metanol dalam minyak juga sangat berpengaruh. Perbandingan molar biasanya antara 5:1 sampai 10:1 walaupun menggunakan metanol berlebih juga dapat mengakibatkan pemisahan gliserin [26]. Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum [28]. 3. Pengaruh jenis alkohol Pada rasio 6:1 etanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol [29]. 4. Pengaruh jenis katalis Fungsi katalisator adalah mengaktifkan zat pereaksi sehingga pada kondisi tertentu konstanta kecepatan reaksi bertambah besar. Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi 11

adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH 3 ), dan kalium metoksida (KOCH 3 ) [28]. KOH lebih mudah larut dalam metanol dibandingkan dengan NaOH sekalipun tidak terlihat sekali perbedaannya. Pada keadaan tertentu NaOH akan cenderung membentuk gliserin hingga terjadi pembentukan suatu jel maupun padatan. Pada saat titrasi yang tinggi pun, KOH lebih baik dari pada NaOH sebab pada titrasi minyak yang tinggi kebanyakan membentuk sabun [30]. Kalium karbonat merupakan katalis heterogen pada reaksi metanolisis. Pemisahan katalis heterogen ini dari produk reaksinya dapat dilakukan dengan mudah [31]. CH 3 OH + K 2 CO 3 CH 3 OK + KHCO 3 Gambar 2.2 Reaksi Kalium Karbonat dalam Metanol [29] Dari reaksi ini menunjukan bahwa lebih dari 99 % jumlah total KHCO 3 yang dihasilkan tersisa dalam fasa padat dan cair selama tidak bereaksi dengan kalium karbonat pada temperatur 25 o C. Distribusi fasa KHCO 3 antara fasa padat dan cair menyebabkan pergeseran kesetimbangan reaksi terhadap pembentukan produk. Kenaikan temperatur akan menyebabkan KHCO 3 larut dalam fasa cair dibanding fasa padat. Pada keadaan yang sama, konsentrasi CH 3 OK menurun sementara K 2 CO 3 naik sehingga KHCO 3 ditemukan sebagai katalis yang kurang baik jika dibandingkan dengan K 2 CO 3. Hal ini menunjukan bahwa KHCO 3 yang terbentuk dari reaksi K 2 CO 3 dan metanol merupakan unsur katalis yang penting. Sehingga hasil reaksi transesterifikasi sebagian tergantung konsentrasi CH 3 OK [28]. 5. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring [10]. 6. Pengaruh temperatur Temperatur mempunyai peranan yang sangat penting pada kualitas produk. Umumnya, batasan temperatur yang digunakan dalam proses adalah 50 65 o C. Jika temperatur lebih besar dari titik didih metanol (68 o C) menyebabkan 12

metanol akan lebih cepat menguap sedangkan jika temperatur dibawah 50 o C menyebabkan viskositas metil ester tinggi [26]. Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Temperatur yang rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang lebih lama [29]. 2.6 SYARAT MUTU BIODIESEL Biodiesel akan berguna dan bermanfaat apabila produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi (syarat mutu) yang telah ditetapkan dan berlaku di daerah pemasaran biodiesel tersebut. Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006, yang telah disahkan dan diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006. Parameter yang menunjukkan keberhasilan pembuatan biodiesel dapat dilihat dari kandungan gliserol total dan gliserol bebas (maksimal 0,24%-b dan 0,02%-b) serta angka asam (maksimal 0,8) dari biodiesel hasil produksi. Terpenuhinya semua persyaratan SNI-04-7182-2006 oleh suatu biodiesel menunjukkan bahwa biodiesel tersebut tidak hanya telah dibuat dari bahan mentah yang baik, melainkan juga dengan tatacara pemrosesan serta pengolahan yang baik pula. Persyaratan kualitas biodiesel yang diinginkan dapat di lihat pada tabel 2.7. Tabel 2.3 Persyaratan Kualitas Biodiesel menurut SNI-04-7182-2006 [32] Parameter dan Satuannya Batas Nilai Metode Uji Metode Setara Massa jenis pada 40 o C, kg/m 3 850 890 ASTM D 1298 ISO 3675 Viskositas kinematik pada 40 C, mm 2 /s (cst) 2,3 6,0 ASTM D 445 ISO 3104 Angka setana min. 51 ASTM D 613 ISO 5165 Titik nyala (mangkok tertutup), C min. 100 ASTM D 93 ISO 2710 Angka asam mg-koh/g maks.0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03 Gliserol bebas %-massa maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 Gliserol total %-massa maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 Kadar ester alkil %-massa min. 96,5 Di hitung FBI-A03-03 13

2.7 BAHAN BAKU CRUDE PALM OIL (CPO) Minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan minyak yang di peroleh dari hasil fraksinasi danging sawit berbentuk lemak semi padat pada suhu kamar. Baik atau tidaknya nilai CPO di tentukan oleh standar mutu yang harus di capai pada pengolahannya [33]. CPO yang di gunakan sebagi bahan baku pembuatan biodiesel (metil ester) ini harus di perhatikan ALB nya yaitu yang kadar asam lemak bebas (ALB) nya rendah (< 1%). Apabila ALB lebih, maka perlu dilakukan pretreatment karena dapat mengakibatkan efisiensi proses rendah (Proses Esterifikasi). Padahal standar perdagangan minyak nabati dunia mengizinkan kadar ALB hingga 5 persen. Sehingga minyak nabati dengan kadar > 1%, perlu dilakukan proses deasidifikasi dapat pula dilakukan reaksi metanolisis atau dengan gliserol kasar. Tabel 2.4 Sifat-sifat Kimia dan Fisika CPO [33] Sifat Nilai Bobot jenis pada suhu kamar 0,900 Indeks bias pada 40 0 C 1,4505-1,4565 Bilangan Iod 48 56 Bilangan Penyabunan 195 205 Lengas dan Kotoran (%) 0,4-0,5 Bilangan tak tersabun 0,2-0,5 Titik leleh ( 0 C) 30,5-37,5 Pada umumnya minyak sawit mengandung lebih banyak asam-asam palmitat, oleat dan linoleat jika dibandingkan dengan minyak inti sawit. Minyak sawit merupakan gliserida yang terdiri dari berbagai asam lemak, sehingga titik lebur dari gliserida tersebut tergantung pada kejenuhan asam lemaknya. Semakin jenuh asam lemaknya semakin tinggi titik lebur dari minyak sawit tersebut. Komponen penyusun minyak sawit terdiri dari trigliserida dan non trigliserida. Asam-asam lemak penyusun trigliserida terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Tabel 2.5 Komposisi Komponen Trigliserida Asam Lemak pada Minyak Sawit dari Berbagai Sumber [24] Asam Lemak Malaysia % Indonesia % Zaire % Miristik 0,5-0,8 0,4-0,8 1,2-2,4 Palmatik 46-51 46-50 41-43 Stearik 2-4 2-4 4-6 Oleik 40-42 38-42 38-40 Linoleik 6-8 6-8 10-11 14

Komponen non-trigliserida ini merupakan komponen yang menyebabkan rasa, aroma dan warna kurang baik. Kandungan minyak sawit yang terdapat dalam jumlah sedikit ini, sering memegang peranan penting dalam menentukan mutu minyak. Tabel 2.6 Kandungan Minor (Komponen non-trigliserida) Minyak Sawit [24] Komponen Nilai Karoten 500-700 Tokoferol 400-600 Sterol Mendekati 300 Phospatida 500 Besi (Fe) 10 Tembaga (Cu) 0,5 Air 0,07-0,18 Kotoran-kotoran 0,01 2.8 DESKRIPSI PROSES Dalam penelitian ini dilakukan dua tahap proses utama untuk menghasilkan metil ester, yaitu proses esterifikasi dan proses transesterifiakasi. Proses ini dipilih karena dalam bahan baku utama yaitu minyak sawit mentah yang memiliki kadar asam lemak bebas yang cukup tinggi, oleh karena itu digunakan proses esterifikasi untuk menguranginya. Kemudian dilakukan proses transesterifikasi untuk menghasilkan metil ester. 2.8.1 Proses Esterifikasi Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat dan karena ini asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial. Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120 C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak [29]. Reaksi esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.3: 15

RCOOH + CH 3 OH RCOOCH 3 + H 2 O Asam Lemak Metanol Metil Ester Air Gambar 2.3 Reaksi Esterifikasi dari Asam Lemak menjadi Metil Ester [34] Esterifikasi dilakukan apabila minyak mengandung asam lemak bebas yang tinggi. Asam lemak bebas yang terlalu banyak akan membentuk banyak sabun sehingga akan mengurangi produksi biodiesel (metil ester) [35]. Pengguna bahan baku dengan kadar ALB > 1% tidak memberikan reaksi yang nyata untuk transesterifikasi trigliserida. Kadar ALB yang tinggi mengakibatkan meningkatnya reaksi samping pada reaksi transesterifikasi yaitu reaksi penyabunan yang dapat mengakibatkan pembentukan emulsi pada campuran ester dan gliserol sehingga proses pemisahan fasa sulit terjadi [35]. Oleh karena itu Esterifikasi dilakukan untuk menurunkan kandungan FFA menjadi kurang dari 1% sehingga minyak yang dihasilkan siap ditransesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel (metil ester) [1]. 2.8.2 Proses Transesterifikasi Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) merupakan reaksi minyak dan lemak dengan alkohol untuk membentuk ester dan gliserol. Katalis biasanya di gunakan untuk mempercepat laju reaksi dan yield. Alkohol berlebih juga di gunakan untuk kesetimbangan sehingga rekasi bergeser ke arah produk karena ini merupakan reaksi reversibel. Untuk tujuan inilah alkohol monohibrid alifatik primer dan sekunder mempunyai 1-8 atom karbon yang di gunakan. Jadi, ketika NaOH, KOH, K 2 CO 3 atau sejenisnya dicampur dengan alkohol maka akan terbentuk larutan alkalinitas [20]. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini biodiesel (metil ester) praktis identik dengan ester metil asam-asam lemak. Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat. Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi [29]. 16

Berdasarkan kadungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel (metil ester) dapat dibedakan atas dua bagian yaitu: 1. Transeseterifikasi dengan menggunakan katalis basa untuk refined oil atau minyak nabati dengan kandungan FFA rendah 2. Esterifikasi dengan katalis asam untuk minyak nabati dengan kandungan FFA yang tinggi di lanjutkan dengan transesterifikasi dengan katalis basah Reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.2. O O H 2 C O C R 1 R 1 C OCH 3 H 2 C OH O Katalis O HC O C R 2 + 3 CH 3 OH R 2 C OCH 3 + HC OH O O H 2 C O C R 3 R 3 C OCH 3 H 2 C OH Metanol Trigliserida Metil Ester / Gliserol Biodiesel Gambar 2.4 Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida Menjadi Metil Ester [19] Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut: Katalis 1. Trigliserida (TG) + ROH Digliserida (DG) + R COOR Katalis 2. Digliserida (DG) + ROH Monogliserida (MG) + R COOR Katalis 3. Monogliserida (MG) + ROH Gliserol (GL) + R COOR Gambar 2.5 Tahap Reaksi Transesterifikasi [20] 17

2.9 ANALISIS EKONOMI Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia. Konsumsi minyak sawit di dalam negeri digunakan sebagai bahan baku industri minyak goreng, margarin, sabun, serta industri oleokimia yang memproduksi asam lemak sawit, metil ester (biodiesel) dan fatty alkohol. Minyak sawit mentah CPO merupakan salah satu komoditi yang dapat dikembangkan penggunaannya lagi pula produksi CPO ini cenderung meningkat setiap tahunnya sehingga lebih menjanjikan akan pasokan CPO ini sebagai bahan baku pembuatan metil ester. Kebutuhan metil ester sebagai bahan bakar (biodisel), bahan baku produk kosmetik, obat-obatan, dan pestisida semakin hari akan semakin meningkat. Dengan demikian industri oleokimia berbasis dari alam yang mempunyai prospek untuk dikembangkan di Indonesia adalah industri metil ester. Produksi metil ester dengan bahan baku CPO dilakukan dengan tahapan sebagai beikut: 1. Preparasi abu kulit buah kelapa 2. Pretreatment CPO dengan proses degumming 3. Esterifikasi CPO untuk mereduksi ALB 4. Transesterifikasi Penelitian pemanfaatan abu limbah kulit buah kelapa sebagai subtitusi katalis konvensional pada transesterifikasi CPO ini di lakukan untuk menghasilkan metil ester sebagai bahan baku produksi biodiesel yangmana akan menambah pasokan biodiesel sebagai salah satu bahan bakar alternatif yang dapat menggantikan peran minyak bumi. Dengan pemanfaatan abu kulit buah kelapa sebagai katalis transesterifikasi ini di harapkan akan meminimalisir biaya pembuatan metil ester. Berikut merupakan rincian biaya pembuatan metil ester dengan pemanfaatan abu limbah kulit buah kelapa sebagai katalis yang dilakukan selama penelitian dengan basis bahan baku CPO 5 kg. 18

Tabel 2.7 Rincian Biaya Pembuatan Metil Ester dengan Pemanfaatan Katalis Abu Limbah Kulit Buah Kelapa Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp) CPO (Crude Palm Oil) low 5 kg 2.500,-/kg 12.500,- grade Asam Posfat (H 3 PO 4 ) 100 gr 60.000,-/kg 6000,- Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) 1,5 kg 40.000,-/kg 60.000,- Metanol (CH 3 OH) teknis 5 L 12.000,-/L 60.000,- Limbah Kulit Buah Kelapa - - - Analisa AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) 3 sampel 80.000,-/sampel 240.000,- Analisa GC (Gas Chromatography) CPO 1 sampel 250.000,-/sampel 250.000,- Analisa GC (Gas Chromatography) Metil 5 sampel 550.000,-/sampel 2.750.000,- Ester Pajak Analisa GC sampel 10% 300.000,- Total 3.727.375,- Dari rincian biaya yang telah dilakukan diatas maka total biaya yang diperlukan untuk produksi metil ester dengan pemanfaatan abu limbah kulit buah kelapa sebagai katalis sebesar Rp 3.727.375,-. Jika di bandingkan dengan pembuatan metil ester yang di lakukan pada umumnya dengan tahapan yang sama namun menggunakan katalis konvensional NaOH/KOH maka dengan tahapan yang sama digunakan bahan kimia seperti asam posfat (H 3 PO 4 ), asam sulfat (H 2 SO 4 ), metanol (CH 3 OH), NaOH/KOH sebagai katalis transesterifikasi. Berikut merupakan rincian biaya pembuatan metil ester jika dengan katalis konvensional basis penelitian 5 kg CPO. Dari rincian biaya yang telah dilakukan diatas maka total biaya yang diperlukan untuk produksi metil ester dengan pemanfaatan abu limbah kulit buah kelapa sebagai katalis sebesar Rp 3.727.375,-. Untuk menghasilkan metil ester dari 5 kg CPO di butuhkan 30 run pada masing masing proses transesterifikasi 150 gram CPO dengan jumlah katalis abu kulit buah kelapa sebesar 1% b/b CPO. Maka jumlah abu yang di butuhkan untuk 1 run adalah: 1 Jumlah Abu = x150 gram = 1,5 gram 100 Maka jumlah abu yang di butuhkan untuk 30 run = 30 x 1,5 gram = 45 gram. 19

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 125 gram kulit buah kelapa akan menghasilkan 1,2 gram abu selama pembakaran. Maka untuk menghasilkan 45 gram abu diperlukan kulit buah kelapa adalah: 45 Jumlah Kulit Buah Kelapa = x125 gram = 4687,5 gram = 4,6875 kg 1,2 Proses yang digunakan untuk kalsinasi abu kulit buah kelapa di bakar dalam Furnace. Kebutuhan Listrik furnace dalam satu hari adalah 2,38 kwh/hari. Pembakaran abu kulit buah kelapa dilakukan selama 8 jam maka untuk 3 run pembakaran dibutuhkan 24 jam proses pembakaran. Jadi, biaya listrik yang di butuhkan untuk pembakaran kulit buah kelapa adalah: Biaya Listrik = 3 run x 8 jam = 24 1hari 2,38 kwh jam x x 24 jam 1hari Rp 575 Biaya Listrik = 2,38 kwh x = Rp 1.368,5 1kWh = 2,38 kwh Jika di bandingkan dengan pembuatan metil ester yang di lakukan pada umumnya dengan tahapan yang sama namun menggunakan katalis konvensional KOH/K 2 CO 3 maka dengan tahapan yang sama dibutuhkan 4,687 kg KOH/K 2 CO 3. Rp 35.000 Biaya kebutuhan KOH = 4,687 kg KOH x = Rp 164.045,- 1kg KOH Dari analisa biaya yang di lakukan dapat di lihat bahwa dengan kebutuhan katalis yang sama, pemanfaatan abu kulit buah kelapa sangat menguntungkan dibandingkan penggunaan katalis konvensional dan sangat efisien. Besarnya efisiensi pemanfaatan abu kulit buah kelapa adalah: Katalis Konvensional - Katalis Abu Efisiensi = x100% KatalisKonvensional 164.045-1.368,5 Efisiensi = x100% 164.045 Efisiensi = 99,17 % Dapat di lihat bahwa pemanfaatan abu kulit buah kelapa lebih hemat dan lebih ekonomis sebesar 99,17 %. Sehingga pemanfaatan abu kulit buah kelapa ini layak dipertimbangkan. 20