V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI BOGOR

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

III. METODE KEGIATAN TUGAS AKHIR (TA) A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir (TA) dilaksanakan di Dusun Selongisor RT 03 RW 15, Desa Batur,

Teknologi Produksi Ubi Jalar

VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan

IV. METODE PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Gambaran Wilayah Desa Penelitian PUAP

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia,

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

KUISIONER WAWANCARA PETANI PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) LADA DI BANGKA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN. A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah. Purwodadi. Kabupaten Grobogan terletak pada sampai Bujur

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

VII ANALISIS PENDAPATAN

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Karangsewu, Pandowan dan Tirtorahayu yang terbagi dalam 75 pedukuhan, 148

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Banjararum terletak sekitar 26 km dari Puasat Pemerintahan Kabupaten Kulon

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Transkripsi:

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Geografis Desa Cikarawang adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Dramaga. Luas wilayah desa ini sebesar 226,56 Ha. Dilihat dari topografi dan kontur tanah Desa Cikarawang secara umum berupa dataran dan persawahan dengan ketinggian 193 m di atas permukaan laut. Kondisi suhu rata-rata harian 25 0 C-30 0 C. Desa Cikarawang terdiri dari tiga dusun, tujuh RW, dan 32 RT. Letak Desa Cikarawang ditunjukkan pada Gambar 4 di bawah ini. Gambar 4. Peta Desa Cikarawang Secara administratif, Desa Cikarawang berbatasan dengan: - Sungai Cisadane di sebelah Utara - Kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat di sebelah Timur - Sungai Ciapus di sebelah Selatan - Sungai Ciapus dan Sungai Cisadane di sebelah Barat Luas wilayah Desa Cikarawang adalah 214,06 Ha dengan luasan terbesar adalah sawah yakni 128,109 Ha (59,84 persen), pemukiman dan pekarangan sebesar 41,465 Ha (19,37 persen), ladang sebesar 35,226 Ha (16,45 persen). Luas 49

lahan lainnya adalah sarana umum seluas 9,26 Ha (4,32 persen), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Luas Wilayah Menurut Tata Guna Lahan Desa Cikarawang Tahun 2009 Tata guna lahan Luas (Ha) Pemukiman dan pekarangan 41,465 Sawah 128,109 Ladang 35,226 Jalan 7,5 Pemakaman 0,6 Perkantoran 0,16 Bangunan pendidikan 0,6 Bangunan peribadatan 0,4 Sumber: Potensi Desa Cikarawang 2009 5.2. Keadaan Sosial Ekonomi Jumlah penduduk Desa Cikarawang adalah sebanyak 8.227 orang dengan jumlah penduduk perempuan sebanyak 4.028 orang dan laki-laki sebanyak 4.199 orang. Jumlah penduduk paling banyak adalah pada sebaran umur antara 16-56 tahun yaitu sebanyak 6.087 orang (73,98 persen), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6 di bawah ini. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa Cikarawang berada pada usia produktif. Tabel 6. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Cikarawang tahun 2009 Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) < 1 241 2,93 1 - < 5 725 8,81 5 - < 7 170 2,07 7-15 716 8,70 16-56 6.087 73,99 > 56 288 3,50 Jumlah 8.227 100 Sumber: Potensi Desa Cikarawang 2009 Jumlah penduduk di Desa Cikarawang mayoritas bermata pencaharian sebagai buruh swasta sebesar 42,64 persen dan sebesar 17,62 persen berprofesi di sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa luas persawahan yang besar di desa tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal oleh masyarakat setempat atau hanya dijadikan sebagai pekerjaan sampingan. Selain menggantungkan hidupnya sebagai buruh swasta, penduduk di Desa Cikarawang juga menggantungkan hidup 50

pada sektor pertanian. Tabel 7. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Penduduk di Desa Cikarawang tahun 2009 Sektor Jumlah (orang) Persentase (%) Pertanian 310 17,62 Peternakan 3 0,17 Perikanan 2 0,11 Perkebunan 25 1,42 Perdagangan 31 1,76 Industri rumah tangga 12 0,68 Bidan 3 0,17 Buruh tani 225 12,79 Buruh swasta 750 42,64 PNS 180 10,23 Montir 3 0,17 Pensiunan 215 12,22 Sumber: Potensi Desa Cikarawang 2009 Berdasarkan tingkat pendidikannya (Tabel 8), jumlah penduduk di Desa Cikarawang sebesar 29,55 persen telah menamatkan pendidikannya pada tingkat SMA dan tidak ada penduduk yang buta huruf. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di Desa Cikarawang sudah menguasai baca tulis. Tabel 8. Sebaran Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cikarawang tahun 2009 Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak tamat SD 441 12,14 SD 1.002 27,57 SMP 1.002 27,57 SMA 1.074 29,55 D1 48 1,32 D2 15 0,41 D3 52 1,43 Sumber: Potensi Desa Cikarawang 2009 5.3. Karakteristik Responden Karakteristik responden yang akan dijelaskan meliputi jenis pekerjaan sampingan, usia petani, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, keikutsertaan dalam kelompok tani, luas lahan garapan, kepemilikan lahan, dan jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik petani tersebut akan memengaruhi keputusan petani dalam melakukan usahatani ubi jalar. 51

Jenis pekerjaan sampingan yang dimaksudkan adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden selain bertani ubi jalar. Dari 35 responden, sebanyak 22 orang menganggap berusahatani ubi jalar sebagai pekerjaan utama. Selain itu, responden tersebut juga memiliki pekerjaan sampingan. Adapun pekerjaan sampingan responden tersebut antara lain berternak, buruh tani, bertani hortikultura, dan ibu rumah tangga seperti yang dijelaskan pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Sampingan Pekerjaan Sampingan Jumlah (orang) Persentase (%) berternak 9 25,71 buruh tani 6 17,14 bertani hortikultura 3 8,57 Ibu rumah tangga 4 11,43 Tidak ada pekerjaan sampingan 13 37,14 Jumlah 35 100 Tabel 9 memperlihatkan bahwa mayoritas reponden yaitu 25,71 persen bekerja sampingan sebagai peternak dan sebanyak 37,14 persen tidak memiliki pekerjaan sampingan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat di daerah penelitian menggantungkan diri pada bertani ubi jalar. Alasan responden memiliki pekerjaan sampingan sebagai peternak adalah agar memudahkan responden untuk memeroleh pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan ternak dimana pupuk kandang tersebut digunakan dalam usahatani ubi jalar. Selain itu, petani juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari hasil penjualan ternak. Sedangkan responden yang bekerja pula sebagai buruh tani adalah petani yang mencari tambahan penghasilan selain dari menggarap lahannya sendiri. Berdasarkan data responden, petani yang menjadi responden berusia antara 28-80 tahun. Tabel 10 menunjukkan petani responden didominasi oleh petani dengan usia 46-55 tahun. Sebagian besar petani responden yakni 82,75 persen memang masih berada dalam usia produktif (< 66 tahun). Usia produktif artinya orang tersebut telah siap dan bisa bekerja. Namun juga terlihat bahwa minat usia muda untuk bertani sangat rendah. 52

Tabel 10. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Usia Petani Usia Petani (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) 26-35 3 8,57 36-45 8 22,86 46-55 10 28,57 56-65 8 22,86 > 65 6 17,15 Jumlah 35 100 Pada Tabel 11 menunjukkan tingkat pendidikan formal petani responden dari tingkat pendidikan terakhir yang pernah dijalani. Tabel tersebut menunjukkan sebesar 91,43 persen dari petani responden telah mengenyam pendidikan. Responden terbesar adalah responden berpendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 48,57 persen. Ini menunjukkan bahwa untuk bertani ubi jalar tidak diperlukan tingkat pendidikan tinggi dalam budidaya ubi jalar. Namun, diduga tingkat pendidikan formal petani akan memengaruhi peningkatan produksi ubi jalar. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi pendidikan petani responden maka adaptasi penyerapan teknologi akan lebih mudah. Tabel 11. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak bersekolah 3 8,57 Tidak tamat SD 3 8,57 SD 17 48,57 SMP 3 8,57 SMA 8 22,86 Sarjana 1 2,86 Jumlah 35 100 Pengalaman berusahatani responden diduga memengaruhi tingkat produksi usahatani ubi jalar. Diduga bahwa semakin lama pengalaman berusahatani petani maka kemampuan dalam pengelolaan usahatani akan semakin baik. Sebesar 68,57 persen dari 35 responden yang ada, pengalaman berusahatani responden berada pada kurun waktu > 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar telah lama responden lakukan sejak dahulu dan hanya sebagian kecil saja yang 53

baru memulainya. Ini membuktikan bahwa petani responden telah memiliki pengetahuan budidaya ubi jalar yang besar. Tabel 12. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Pengalaman Berusahatani (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) < 5 1 2,86 5-15 10 28,57 > 15 24 68,57 Jumlah 35 100 Keikutsertaan dalam kelompok tani diduga akan memengaruhi produksi usahatani. Hal ini dikarenakan keikutsertaan petani dalam kelompok tani memungkinkan petani untuk dapat mengikuti pelatihan serta penyuluhan terkait usahatani. Selain itu juga dapat mempermudah pemerolehan input produksi baik dalam hal jumlah maupun harga. Adapun data keikutsertaan petani dalam kelompok tani ditampilkan pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Kelompok Tani Keikutsertaan dalam Jumlah (orang) Persentase (%) Kelompok Tani Hurip 11 31,43 Setia 8 22,86 KWT 10 28,57 Tidak Ikut 6 17,14 Jumlah 35 100 Sebagian besar petani responden yaitu 80 persen sudah tergabung dalam kelompok tani dan hanya sebesar 17,14 persen saja yang belum tergabung dalam kelompok tani. Alasan tidak bergabungnya petani dalam kelompok tani karena petani merasa tidak memiliki waktu lebih untuk mengikuti kegiatan yang diadakan oleh kelompok tani. Selain itu, petani pun sudah merasa mampu untuk memenuhi kebutuhan input produksi ataupun bertani ubi jalar sendiri. Berdasarkan data di lapangan, sebaran luas lahan garapan petani responden dijelaskan oleh Tabel 14. Diketahui rata-rata luas lahan yang digarap oleh petani responden kurang dari 0,5 hektar atau dikatakan sebagai petani gurem. Hanya 11,43 persen saja yang 54

luas lahannya berada pada rentang 0,5-1 hektar. Diduga semakin luas lahan maka produksinya pun akan semakin tinggi. Tabel 14. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan Luas Lahan (Ha) Jumlah (orang) Persentase (%) < 0,5 31 88,57 0,5 1 4 11,43 > 1 0 0 Jumlah 35 100 Berdasarkan status kepemilikan lahan, terdapat tiga tipe kepemilikan lahan yaitu lahan milik sendiri, bagi hasil, dan gadai. Petani dengan kepemilikan lahan bagi hasil artinya menggarap lahan orang lain dan hasil penjualan ubi nantinya dibagi dua dengan perbandingan 2:1 dengan pemilik lahan. Lahan gadai artinya petani menggarap lahan milik orang lain yang digadaikan kepadanya hingga pemilik lahan dapat mengembalikan uang yang dipinjamnya kepada petani. Tabel 15. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan Kepemilikan Lahan Jumlah (orang) Persentase (%) Pribadi 22 62,86 Bagi hasil 9 25,71 Gadai 4 11,43 Jumlah 35 100 Sebanyak 22 orang petani responden (62,86 persen) memiliki sendiri lahan pertaniannya, dan sebesar 25,71 persen merupakan lahan bagi hasil serta lahan gadai sebesar 11,43 persen. Jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki responden cukup bervariasi antara 1-7 orang. Persentase terbesar jumlah tanggungan keluarga sebesar 62,86 persen petani responden dengan jumlah 3-5 orang dan hanya sebagian kecil saja yakni 14,29 persen yang memiliki tanggungan keluarga lebih dari 5 orang. Se- lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%) < 3 8 22,86 3-5 22 62,86 55

> 5 5 14,29 Jumlah 35 100 Sebelum dilakukan analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani ubi jalar, terlebih dahulu akan dijelaskan sistem agribisnis ubi jalar di Desa Cikarawang. Sistem agribisnis ubi jalar di Desa Cikarawang ini digunakan sebagai landasan untuk menganalisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani ubi jalar. Sistem agribisnis merupakan suatu kegiatan yang terintegrasi dari hulu hingga hilir dimulai dari subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem produksi, subsistem pasca panen, subsistem pemasaran, dan subsistem pendukung. 5.4. Sistem Agribisnis Ubi Jalar Di Desa Cikarawang 5.4.1. Subsistem Pengadaan Sarana Produksi a. Sumber-sumber Perolehan Sarana Produksi Sarana produksi pertanian diperoleh petani ubi di daerah penelitian dengan sistem pembelian di toko pertanian setempat ataupun pemberian dari kelompok tani dan petani lain. Subsistem ini meliputi penyediaan bibit, pupuk, pestisida, dan sarana produksi pertanian lainnya untuk menunjang kegiatan produksi pada subsistem onfarm ubi. Penyediaan bibit ubi didapatkan dengan cara pengipukan ubi, stek hasil produksi sebelumnya, atau hasil produksi petani lain. Petani yang bergabung dalam kelompok tani dapat memperoleh bibit ubi dari kelompok tani secara cumacuma. Jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang, urea, TSP, KCl, NPK, phonska, dan pupuk cair. Pupuk urea, TSP, KCl, NPK, phonska, dan pupuk cair dapat dibeli di toko pertanian terdekat dan poktan. Sedangkan pupuk kandang diperoleh dari kotoran hewan ternak yang dipelihara sendiri oleh petani ataupun dibeli dari peternak di daerah penelitian. Selain itu, beberapa petani memanfaatkan sisa tanaman yang tidak dipanen untuk dijadikan sebagai pupuk kompos, dimana sisa tanaman ini diolah bersama dengan tanah. Pemanfaatan sisa tanaman ini menjadikan tanah menjadi lebih gembur. 56

Alat-alat pertanian yang digunakan meliputi cangkul, kored, gunting, dan alat-alat lainnya. Para petani sudah memiliki masing-masing alat tersebut. Alat pertanian ini diperoleh petani di toko besi ataupun toko pertanian. b. Pihak-pihak yang Mengusahakan Sarana Produksi Pelaku-pelaku dalam subsistem pengadaan sarana produksi ini adalah para petani, poktan Hurip, dan toko pertanian. Khusus untuk bibit ubi jalar dapat diperoleh petani di kelompok tani hurip. Poktan ini biasanya memberikan bantuan berupa bibit ubi jalar kepada para anggota kelompoknya secara cuma-cuma. c. Kendala dalam Pengadaan Sarana Produksi Permasalahan yang dihadapi para petani ubi jalar pada subsistem pengadaan sarana produksi adalah sumberdaya berupa modal usaha yang terbatas untuk pembelian sarana produksi sehingga untuk input produksi seperti pupuk tidak selalu dapat dibeli setiap musimnya melainkan hanya dapat dibeli jika modal usaha hasil panen sebelumnya sudah kembali. 5.4.2. Subsistem Onfarm a. Pelaku-pelaku dalam Subsistem Produksi Kegiatan produksi dilakukan sendiri oleh pemilik lahan ataupun tenaga kerja dalam keluarga serta luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga yang digunakan umumnya merupakan buruh tani di Desa Cikarawang. Pekerja bekerja mulai pukul 07.00-12.00 dengan upah yang diterima bergantung jenis kelamin dan pembagian kerjanya. Pekerja pria di pembuatan guludan dibayar dengan sistem tumbak dimana per tumbaknya (4 m) dihargai Rp.1.200-1.500 sedangkan untuk pekerjaan lainnya dibayar Rp. 20.000. Selain diberi bayaran berupa uang tunai, pekerja pria pun menerima natura berupa makanan ringan dan kopi. Pekerja wanita biasanya dipekerjakan dalam proses pembibitan dan penanaman dengan upah Rp. 15.000 tanpa natura. b. Skala Usaha Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang rata-rata termasuk dalam skala kecil. Penentuan hal tersebut didasarkan pada luasan lahan yang digunakan untuk bertani ubi jalar. Rata-rata luas lahan yang digunakan untuk mengusahakan ubi 57

jalar berukuran 2.000 m 2. Peralatan yang digunakan pun masih cukup sederhana sehingga budidaya ubi jalar di daerah penelitian masih tergolong skala kecil. c. Proses Produksi dan Teknologi Proses usahatani ubi dilakukan di lahan terbuka, mulai dari proses pembibitan sampai dengan pemanenan. Proses budidaya ubi jalar secara umum meliputi pembibitan, pengolahan lahan dan pembuatan guludan, penanaman, pengairan, penyulaman, pembongkaran sementara, penyiangan, pembalikan batang, pemupukan, pengendalian hama penyakit, dan pemanenan. (1) Pembibitan Varietas yang ditanam oleh petani responden di wilayah penelitian adalah ubi jalar varietas AC (kuningan). Alasan utama mayoritas petani menanam varietas AC dikarenakan varietas tersebut lebih cepat dipanen dibandingkan varietas lainnya. Ubi jenis ini dapat dipanen lebih cepat dibandingkan jenis ubi lainnya yaitu dalam kurun waktu 3,5-4 bulan. Selain itu, varietas AC juga memiliki beberapa kelebihan antara lain produktivitas tinggi, mudah ditanam, umbi besar, dan kecocokan dengan lahan. Terdapat tiga metode yang digunakan petani di wilayah penelitian untuk memperoleh bibit ubi jalar yaitu dengan cara pengipukan atau melakukan pembibitan sendiri, hasil produksi sebelumnya, atau hasil produksi petani lain. Mayoritas petani responden yaitu sebanyak 57,14 persen menggunakan bibit dari hasil panen sebelumnya, sebanyak 14,29 persen melakukan pengipukan untuk pembibitan, dan bibit hasil produksi petani lain sebanyak 28,57 persen. Pembibitan dengan cara pengipukan ubi dimulai dengan menanam ubi di lahan penunasan. Umbi yang ditanam adalah umbi dengan ukuran besar dan sehat. Jumlah umbi yang digunakan untuk pengipukan kurang lebih sebanyak 50 kg. Setelah 2-3 bulan, tunas yang tumbuh dipotong dan dipindahkan ke lahan yang lebih luas. Tiga bulan kemudian bibit ubi sudah dapat digunakan sebagai bibit dengan cara memotong bagian pucuk atau batang tunas tersebut. Bibit hasil pengipukan dapat digunakan hingga tiga generasi. Bibit yang diperoleh dari hasil produksi sebelumnya atau hasil produksi petani lain menggunakan stek pucuk atau stek batang. Pemetikan stek pucuk dan batang tersebut diperoleh dari tanaman ubi jalar yang sudah berumur kurang lebih 58

dua bulan, pertumbuhan tanamannya sehat dan normal. Pemetikan dilakukan dengan menggunakan gunting dan mayoritas petani melakukannya di pagi hari. Ukuran stek yang digunakan sepanjang 25-30 cm. Perbanyakan dengan stek batang dan pucuk memiliki kelemahan yaitu terjadi penurunan hasil pada turunannya sehingga maksimum hanya 3-5 generasi yang dapat digunakan sebagai tunas untuk penanaman berikutnya. Mayoritas petani menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dalam proses pembibitan. Tenaga kerja yang digunakan untuk pembibitan sebanyak 1,66 HOK. Secara umum proses pembibitan di daerah penelitian sesuai dengan literatur budidaya yang ada. Namun yang membedakan hanyalah tidak dilakukannya proses penyimpanan bibit ditempat teduh selama satu minggu seperti yang dianjurkan. Ini terjadi karena petani responden terbiasa menanam bibit langsung setelah bibit dipotong dari indukannya. (2) Pengolahan Lahan dan Pembuatan Guludan Pengolahan lahan bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dan menstabilkan kondisi tanah dari kondisi sebelumnya. Pengolahan lahan yang dilakukan petani responden dalam usahatani ubi jalar bergantung pada tanaman yang ditanam sebelumnya. Tanaman yang biasa ditanam petani sebelum menanam ubi adalah padi dan ubi. Rotasi antara kedua tanaman tersebut berpengaruh pada efisiensi usahatani ubi jalar. Pengaruhnya antara lain adalah pada modal dan manajemen lahan. Jika lahan sebelumnya ditanam oleh ubi, maka saat pembuatan guludan, tanah diberikan pupuk kandang untuk menambah unsur hara dalam tanah sehingga diperlukan tambahan modal untuk pembelian pupuk kandang dengan upah setiap tenaga kerja sebesar Rp. 1.200 per tumbak (4 m) sedangkan jika lahan sebelumnya ditanami padi maka tidak perlu diberikan pupuk kandang saat pembuatan guludan namun upah setiap tenaga kerja yang dibayarkan lebih besar yaitu Rp. 1.500 per tumbak. Pada tahap pembuatan guludan, umumnya guludan dibuat dengan lebar 40-100 cm, tinggi 35-70 cm, jarak antar guludan 15-100 cm, dan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Guludan adalah tanah yang dibentuk meninggi menyerupai setengah lingkaran. Pengolahan lahan dan pembuatan guludan di daerah penelitian sudah sesuai dengan anjuran. 59

Jumlah tenaga kerja rata-rata yang digunakan dalam pembuatan guludan sebanyak 3,99 HOK dengan upah yang diberikan dihitung dengan ukuran per tumbak dihargai Rp. 1.200-1.500 dimana satu tumbak berukuran 4 m. Upah tenaga kerja pada pengolahan lahan pun dipengaruhi oleh jenis tanaman yang ditanam sebelumnya. Upah pengolahan lahan yang sebelumnya ditanami padi lebih mahal daripada yang ditanami ubi. (3) Penanaman Penanaman ubi jalar yang dilakukan petani di lokasi penelitian adalah sistem monokultur. Proses penanaman ubi jalar dengan sistem monokultur artinya dalam satu luasan lahan hanya ditanami oleh satu jenis tanaman saja yaitu ubi. Dari 35 petani responden hanya 3 petani saja yang menggunakan sistem tanam tumpang sari. Tanaman yang ditumpangsarikan dengan ubi antara lain jagung dan kacang tanah. Penanaman ubi jalar di daerah penelitian dilakukan pada bulan November dan Maret. Jarak tanam bibit ubi antara 0-30 cm. Teknik penanaman stek ubi jalar ditanam dengan posisi miring terhadap tanah atau mendekati posisi tertidur. Alasan petani menanam dengan posisi tersebut agar menghasilkan umbi dengan jumlah lebih banyak. Tenaga kerja yang digunakan untuk menanam stek ubi jalar adalah tenaga kerja wanita sebanyak 2,15 HOK dengan upah sebesar Rp. 15.000. Penanaman di daerah penelitian sesuai dengan anjuran. (4) Pengairan Pengairan bertujuan untuk memberikan atau menambahkan unsur hara dan mineral pada tanaman terutama di saat musim kemarau. Di lokasi penelitian, petani mengandalkan air hujan sebagai sumber utama untuk mengairi lahan. Jika musim kemarau datang maka petani mengairi lahan ubi jalar melalui irigasi yang berasal dari waduk Situgede. Waktu pengairan tidak ditentukan secara pasti oleh petani sedangkan menurut anjuran pengairan perlu rutin dilakukan hingga tanaman berumur 1-2 bulan. Pengairan baru dihentikan pada umur 2-3 minggu sebelum panen. (5) Penyulaman Penyulaman merupakan proses penanaman kembali tanaman di lahan dikarenakan tanaman sebelumnya tidak tumbuh atau afkir. Cara penyulaman yakni dengan mencabut tanaman yang mati kemudian mengganti dengan tanaman 60

baru. Penyulaman dilakukan oleh petani di lokasi penelitian pada waktu satu minggu setelah tanam. Pada lokasi penelitian, penyulaman juga biasanya dilakukan bersamaan dengan penyiangan gulma. Penyulaman umumnya dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk penyulaman sebanyak 1,11 HOK. (6) Pembongkaran Sementara Pembongkaran sementara merupakan proses pembukaan kembali sisi-sisi guludan ubi jalar. Bongkaran guludan selanjutnya didiamkan selama 1 minggu. Setelah 1 minggu, bongkaran tersebut ditaburkan pupuk kandang di kedua atau satu sisi dan pupuk NPK di sisi lainnya (jika ingin menggunakannya) kemudian bongkaran kembali ditutup.tujuan dilakukan pembongkaran sementara agar dapat memberikan ruang masuk cahaya matahari ke dalam tanah sehingga dapat menjadikan ukuran umbi lebih besar dan menggemburkan tanah. (7) Penyiangan Penyiangan adalah proses pencabutan gulma di sekitar tanaman ubi. Gulma merupakan tanaman lain yang kehadirannya tidak diinginkan dan dapat menggangu pertumbuhan tanaman utama. Penyiangan dilakukan agar tanaman ubi dapat memperoleh unsur hara dan cahaya matahari dalam jumlah cukup tanpa tersaingi oleh tumbuhan lain. Kegiatan ini dilakukan oleh petani di lokasi penelitian setelah tanaman berumur 2-4 minggu. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk penyiangan sebanyak 1,11 HOK. (8) Pembalikan Batang Pembalikan batang atau lebih dikenal petani dengan istilah pengebatan merupakan pengangkatan tanaman ubi dari tanah agar akar-akar kecil yang baru tumbuh tidak menempel di tanah dan hasil fotosintesis seluruhnya difokuskan untuk memperbesar umbi. Pembalikan batang hanya dilakukan oleh beberapa petani saja di lokasi penelitian. (9) Pemupukan Pemupukan merupakan kegiatan terpenting dalam berusahatani ubi jalar. Petani di lokasi penelitian melakukan pemupukan pada saat pengolahan lahan dan pembongkaran sementara. Pupuk yang banyak digunakan oleh petani di lokasi penelitian dalam bertani ubi jalar antara lain pupuk kandang, pupuk urea dan 61

pupuk phonska. Pupuk kimia lainnya seperti pupuk NPK, TSP, dan KCl jarang digunakan oleh petani. Pupuk kandang diperoleh petani dari kotoran hewan ternak yang mereka pelihara atau membelinya dari peternak di lokasi penelitian. Ratarata jumlah pupuk kandang yang digunakan adalah 99,64 kg/ha, urea sebanyak 99,64 kg/ha, dan phonska sebanyak 82,56 kg/ha. Sedangkan pupuk NPK digunakan petani sebanyak 41,28 kg/ha, TSP sebanyak 51,96 kg/ha, KCl hanya sebanyak 1,14 kg/ha. Selain pupuk jenis padat, sebagian kecil petani pun menggunakan pupuk cair sebanyak 49,11 ml/ha. Pemberian pupuk jenis padat dilakukan dengan membuat alur pada guludan dengan kedalaman 5-10 cm kemudian pupuk ditaburkan sambil ditimbun dengan tanah. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk pemupukan sebanyak 1,36 HOK. (10) Pengendalian Hama dan Penyakit Di lokasi penelitian, pengendalian hama penyakit tanaman ubi jalar dilakukan sesuai kondisi hama penyakit yang menyerang tanaman. Pengendalian menggunakan pestisida dilakukan jika tanaman yang diserang lebih dari 10 persen sedangkan jika hanya sedikit hama penyakit yang menyerang hanya dilakukan penanganan dengan memangkas atau mencabutnya Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman ubi di lokasi penelitian adalah lanas dan ulat. Penyebabnya adalah perubahan cuaca dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya sehingga hama dan penyakit berkembang. Akibatnya ubi jalar yang sudah mendekati waktu panen menjadi membusuk dan daun umbi pun menjadi banyak berlubang sehingga hanya sekitar 20-50 persen saja dari total jumlah panen biasanya yang dapat dipanen. Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan menyemprotkan pestisida sebanyak 50 ml dicampurkan dengan 20 liter air. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk pengendalian hama penyakit sebanyak 0,1 HOK. (11) Panen Ubi jalar di lokasi penelitian dapat dipanen pada umur 3,5-4 bulan. Pengambilan keputusan waktu panen dipengaruhi oleh permintaan pasar dan juga kebutuhan finansial petani. Jika kebutuhan finansial petani mendesak maka pada umur 3,5 bulan ubi akan langsung dipanen. Rata-rata hasil panen per Ha yang 62

dijual petani sebanyak 92,326 ton. Harga ubi jalar di lokasi penelitian berfluktuasi mengikuti harga pasar berkisar Rp. 1.200- Rp. 2.000. Pada Tabel 17 disajikan rata-rata jumlah panen dan harga jual yang diterima petani di daerah penelitian yang dibedakan berdasarkan luasan lahan. Tabel 17. Rata-rata Jumlah Panen dan Harga Jual Ubi Jalar pada Petani dengan Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha Keterangan < 0,5 Ha > 0,5 Ha Jumlah panen (kg/ha) 13.422,15 12.967,26 Harga Jual (Rp/kg) 1.832 2.000 Pada Tabel 17 diketahui jumlah panen ubi jalar petani dengan luas lahan < 0,5 Ha sebesar 13.422,15 kg/ha, sedikit lebih besar dibandingkan dengan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha yaitu 12.967,26 kg/ha. Rata-rata harga jual yang diterima petani pun berbeda, petani dengan luas lahan < 0,5 Ha memperoleh harga jual sebesar Rp.1.832/kg sedangkan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha memperoleh harga jual sebesar Rp.2.000/kg. Semua petani di lokasi penelitian menjual hasil panen langsung di lahannya dengan biaya panen ditanggung oleh poktan atau tengkulak selaku pembeli. Petani menerima penjualan hasil panennya setelah 3-7 hari kemudian. Adapun kegiatan pemanenan antara lain pemetikan daun untuk bibit dan pakan, penggalian ubi jalar, pembersihan umbi dari tanah, pengumpulan dalam karung, dan pengangkutan hasil panen ke jalan. Umumnya tengkulak hanya akan membeli umbi dengan kualitas terbaik dan sisanya akan dibiarkan begitu saja di lahan. Sistem penjualan ubi jalar dilakukan dengan sistem bukti artinya tengkulak akan memberikan tanda bukti sesuai dengan jumlah panen ubi jalar pada petani. Upah yang diterima oleh tenaga kerja pemanenan disesuaikan dengan jumlah umbi hail panen yang dikerjakan. Setiap satu kilogram umbi dihargai Rp.100 untuk setiap pekerja. Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk panen sebanyak 0,44 HOK. d. Kendala Produksi Permasalahan yang dihadapi petani pada subsistem produksi adalah serangan organisme pengganggu tanaman seperti lanas atau hama boleng. Lanas merupakan kumbang kecil yang bagian sayap dan moncongnya berwarna biru, 63

namun coraknya berwarna merah. Kumbang betina dewasa hidup pada permukaan daun sambil meletakkan telur di tempat yang terlindung. Telur menetas menjadi larva (ulat), selanjutnya ulat akan membuat gerekan (lubang kecil) pada batang atau ubi yang terdapat di permukaan tanah terbuka. Gejalanya adalah terdapat lubang-lubang kecil bekas gerekan yang tertutup oleh kotoran berwarna hijau dan berbau menyengat. Hama ini biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang sudah berubi. Bila hama terbawa oleh ubi ke gudang penyimpanan, sering merusak ubi hingga menurunkan kuantitas dan kualitas produksi secara nyata (Jayanto 2009). Ini terjadi karena perubahan musim secara tiba-tiba dan persoalan ini belum teratasi secara efektif. Untuk mengatasi hama lanas yang banyak menyerang ubi sebaiknya petani melakukan pergiliran atau rotasi tanaman dengan jenis tanaman lain selain ubi jalar. Permasalahan lain adalah saluran irigasi agak terhambat setelah adanya pembangunan wisata Situgede sehingga menyulitkan petani dikala musim kemarau tiba. Untuk itu, pemerintah daerah sebaiknya mengatur sistem irigasi pertanian di wilayah penelitian terlebih setelah adanya pembangunan wisata setempat sehingga tidak berdampak pada produktifitas komoditas pertanian. 5.4.3. Subsistem Pasca Panen Ubi jalar yang sudah memasuki masa panen dipanen menggunakan cangkul kemudian umbi dibersihkan dari tanah yang melekat dan selanjutnya ubi yang berukuran besar dimasukkan dalam karung untuk selanjutnya dibawa ke gudang pengumpulan untuk ditimbang beratnya. Tidak ada kriteria pasti untuk mengelompokkan ubi ke dalam kategori baik, yang terpenting umbi berukuran besar dan tidak terserang hama. Umbi berukuran kecil dan masih berkualitas baik biasanya dimanfaatkan menjadi tepung ubi sedangkan kualitas buruk dibiarkan di lahan. Tidak terdapat kendala yang berarti di dalam subsistem pasca panen. 5.4.4. Subsistem Pemasaran a.saluran Pemasaran Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, setidaknya terdapat enam saluran pemasaran dalam usahatani ubi jalar. Penjabaran dari setiap saluran pemasaran adalah sebagai berikut: 64

1. Petani Ubi-Konsumen Akhir Saluran pemasaran ini merupakan saluran terpendek dari sejumlah saluran pemasaran yang ada. Petani ubi dalam saluran ini langsung menjualnya kepada konsumen akhir yang langsung membeli di lahan. 2. Petani Ubi-Tengkulak-Pengecer-Konsumen Akhir Pada saluran pemasaran kedua, petani ubi menjual hasil panennya kepada tengkulak yang datang langsung ke lahan petani. Petani yang menjalankan saluran ini adalah petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani. Tengkulak selanjutnya menjual ubi ke pengecer di pasar tedekat seperti Pasar Petir, Bogor, dan Ciampea. Selanjutnya ubi dibeli oleh konsumen akhir. Harga beli ubi ditentukan oleh tengkulak sehingga menunjukkan bahwa bargaining position petani di daerah penelitian masih rendah. 3. Petani Ubi-Tengkulak-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen Akhir Pada saluran pemasaran ketiga, petani ubi menjual hasil panennya kepada tengkulak. Saluran ini pun dilakukan oleh petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani. Harga beli ubi ditentukan oleh tengkulak sehingga menunjukkan bahwa bargaining position petani di daerah penelitian masih rendah. Selanjutnya tengkulak menjualnya ke pedagang besar di pasar. Pedagang besar kemudian menjualnya ke pengecer. Selanjutnya ubi dibeli oleh konsumen akhir. 4. Petani Ubi-Poktan-Pabrik Saos-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen Akhir Saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran terpanjang dari saluran pemasaran yang ada dan saluran yang paling banyak dilakukan petani di daerah penelitian. Dalam saluran ini, ubi yang dijual ke poktan selanjutnya dijual ke pabrik saos yang sudah menjalin kerjasama dengan poktan. Saos ini kemudian dijual ke pedagang besar, dilanjutkan ke pengecer dan konsumen akhir. Harga beli ubi oleh poktan mengikuti harga ubi yang berlaku di pasar. 5. Petani Ubi-Poktan-Pengecer-Konsumen Akhir Pada saluran ini, petani menjual ubi hasil panennya kepada poktan baik dalam bentuk ubi segar ataupun dalam bentuk sawutan (ubi yang telah diparut dan dikeringkan). Selanjutnya poktan mengolah ubi segar dan sawutan tersebut 65

menjadi tepung ubi. Tepung ubi selanjutnya dijual ke pengecer di wilayah Jakarta, Tangerang, dan Bekasi untuk selanjutnya dijual pada konsumen akhir. 6. Petani Ubi-Pengecer-Konsumen Akhir Saluran pemasaran ini merupakan saluran yang paling sedikit dilakukan oleh petani di daerah penelitian. Petani menjual ubi langsung kepada pengecer di pasar terdekat. Adapun dalam bentuk bagan saluran pemasaran komoditas ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini. Konsumen akhir Petani Ubi Tengkulak Poktan Pengecer Pedagang Besar Pabrik Saos Pengecer Pengecer Pedagang Besar Konsumen akhir Pengecer Konsumen Akhir Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Gambar 5. Saluran Pemasaran Ubi Jalar di Desa Cikarawang Berdasarkan pada saluran pemasaran ubi jalar yang ada di daerah penelitian menunjukkan bahwa petani menjual hasil panennya ke tempat yang berbeda satu sama lain. Adapun sebaran dan persentase tempat tujuan petani menjual ubi jalarnya disajikan pada Tabel 18 di bawah ini. Tabel 18. Sebaran dan Persentase Tempat Tujuan Petani Menjual Ubi Jalar Tempat Tujuan Jumlah (Orang) Persentase (%) Poktan Setempat 20 57,14 Tengkulak 12 34,29 Pasar 3 8,57 Jumlah 35 100 Tabel 18 menunjukkan bahwa petani di daerah penelitian paling banyak menjual hasil panennya ke poktan setempat dengan persentase sebesar 57,14 persen. Harga beli ubi jalar yang ditetapkan oleh gapoktan mengikuti harga jual 66

ubi yang berlaku di pasar. Saat pengambilan data penelitian, harga jual ubi sebesar Rp. 2.000. Lembaga selanjutnya yang menjadi tempat tujuan petani menjual ubi jalarnya adalah tengkulak yaitu sebesar 34,29 persen. Harga jual yang diterima petani berkisar Rp.1.200-1.800. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani yang bergabung dalam kelompok tani menerima harga lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak bergabung dalam kelompok tani. Petani yang menjual hasil panennya ke tengkulak hanya bertindak selaku price taker karena bargaining position petani ubi jalar di daerah penelitian yang masih lemah sehingga mereka hanya menerima harga yang ditentukan oleh tengkulak sedangkan hanya sebagian kecil (8,57 persen) dari petani responden yang berada di daerah penelitian yang menjualnya langsung ke pasar. Untuk itu, sebaiknya petani yang belum bergabung dalam kelompok tani dapat bergabung dengan kelompok tani setempat agar dapat memperkuat posisi tawarnya terhadap harga jual ubi jalar. Harga jual ubi yang diterima oleh petani pun berbeda. Sebaran harga jual yang diterima oleh petani ubi jalar di daerah penelitian disajikan pada Gambar 6 di bawah ini. Gambar 6. Persentase Sebaran Harga Jual yang Diterima Petani Ubi Jalar Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa mayoritas petani ubi jalar di daerah penelitian sebanyak 66 persen menerima harga jual ubi sebesar Rp.2.000. Persentase terbesar kedua yaitu sebanyak 20 persen petani menerima harga jual ubi sebesar Rp.1.500. Harga jual ubi terbesar kedua selanjutnya yaitu sebesar 67

Rp.1.800 diterima oleh petani di daerah penelitian sebesar 8 persen sedangkan persentase terendah yaitu sebanyak 3 persen petani menerima harga masingmasing Rp.1.200 dan Rp.1.700. Perbedaan harga tersebut diakibatkan oleh perbedaan tempat tujuan menjual ubi yang dilakukan oleh petani di daerah penelitian. b. Kendala Pemasaran Permasalahan yang dihadapi petani pada subsistem pemasaran adalah harga jual ubi fluktuatif sehingga disaat supply ubi di pasar melimpah dan menyebabkan harga ubi sangat rendah petani enggan untuk memanen ubi dan membiarkannya saja di lahan. Harga yang berfluktuasi juga menyebabkan modal yang telah dikeluarkan petani pada musim sebelumnya tidak kembali sehingga petani kesulitan untuk membeli input produksi di musim tanam berikutnya. Keadaan tersebut dapat diatasi petani dengan memberikan nilai tambah pada ubi jalar sehingga disaat supply ubi meningkat, petani dapat mengolahnya menjadi produk lain seperti tepung dan keripik ubi jalar. Dengan cara ini petani dapat memperoleh tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk membeli input produksi di musim tanam berikutnya. 5.4.5. Subsistem Pendukung Lembaga pendukung yang terdapat dalam usahatani ubi jalar di daerah penelitian adalah kelompok tani, penyuluh dari Dinas Pertanian melalui BP3K Kabupaten Bogor dan Institut Pertanian Bogor melalui Himpunan Profesi Mahasiswa Agribisnis (HIPMA). Kelompok tani berperan dalam pengadaan input produksi usahatani ubi jalar seperti bibit dan pupuk kimia, pemasaran ubi jalar baik dalam bentuk fresh product maupun olahan, pelatihan budidaya maupun pengolahan ubi jalar, dan memfasilitasi penyuluhan serta pelatihan yang diberikan oleh Dinas Pertanian dan Institut Pertanian Bogor melalui Himpunan Profesi Mahasiswa Agribisnis (HIPMA). Ketiga lembaga ini sangat berpengaruh bagi pengembangan usahatani ubi jalar baik dalam hal budidaya maupun pasca panen. Adapun rekapitulasi rata-rata penggunaan input produksi dalam usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang beserta harganya baik untuk petani dengan luas lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha disajikan pada Tabel 19 di bawah ini. 68

Tabel 19. Rata-rata Penggunaan Input Produksi Usahatani Ubi Jalar di Desa Cikarawang pada Luas Lahan < 0,5 Ha dan > 0,5 Ha Input Produksi < 0,5 Ha > 0,5 Ha Jumlah Harga (Rp/satuan) Jumlah Harga (Rp/satuan) Pupuk Kandang (kg) 4.735,26 1.489 1.677,42 1.544 Pupuk Urea (kg) 112,10 4.842 83,87 1.075 Pupuk cair (ml) 64,97 10.000 29,03 12.500 Pupuk KCl (kg) 2,04 2.500 - - Pupuk TSP (kg) 67,52 2.589 32,26 2.500 Pupuk Phonska (kg) 135,03 3.516 16,13 2.560 Pupuk NPK (kg) 10,19 3.000 80,65 3.000 Pestisida (kg) 177,07 21.400 6,45 4.667 TKLK (HOK) 113,11 21.049 43,65 21.049 Irigasi (tahun) 1,00 801.189 1,00 523.656 Pajak Lahan (tahun) 1,00 801.189 1,00 523.656 TKDK (HOK) 56,40 21.049 3,37 21.049 Penyusutan (tahun) 1,00 46.312 1,00 52.813 Sewa lahan (tahun) 1,00 6.450.106 1,00 8.064.516 Dapat diketahui bahwa petani dengan luas lahan < 0,5 Ha menggunakan pupuk phonska jauh lebih banyak yaitu sebanyak 135,03 kg daripada petani dengan luas lahan > 0,5 Ha yang hanya menggunakan sebanyak 16,13 kg sedangkan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha justru lebih banyak menggunakan pupuk NPK yaitu sebanyak 80,65 kg. Ini menunjukkan bahwa petani dengan luas lahan < 0,5 Ha lebih memilih menggunakan pupuk phonska untuk memenuhi kebutuhan unsur makro tanamannya sedangkan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha lebih memilih menggunakan pupuk NPK daripada phonska. 69