VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
EKONOMI SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN EKS AREAL HUTAN KONSESI DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT: STUDI KASUS EKS HPH PT.

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

VALUASI EKONOMI 3.1 Perkiraan Luas Tutupan Hutan 1

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PT Maju Jaya Raya Timber, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. 2

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

EVALUASI EKONOMI PENGGUNAAN LAHAN EKS-AREAL HUTAN KONSESI DI SEKITAR DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT MUHAMMAD RIDWANSYAH

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

Lampiran A. Kriteria (Deskripsi) Kelas Tutupan Hutan Penggunaan Lahan

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

Memahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost

PENGARUH HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

banjir, pengurangan sedimen, dan lainlain.

dikeluarkannya izin untuk aktivitas pertambangan pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya SK Menperindag Nomor. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

VIII. ANALISIS KEBUTUHAN LAHAN DAN ALTERNATIF PILIHAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP DALAM KERANGKA REDD

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

Jurnal Geodesi Undip APRIL 2014

FORMAT PENYUSUNAN USULAN BAGAN KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (BKUPHHK-HTI)

ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 : (2004)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

Laporan Investigatif Eyes on the Forest Desember 2015

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

VIII. STRUKTUR HAK KEPEMILIKAN LAHAN DALAM KAWASAN SUB DAS BATULANTEH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PERTEMUAN DAN PELATIHAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

POTRET PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI INDONESIA *)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA TAHUNAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (RKTUPHHK-HTI)

IV. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

Transkripsi:

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Perubahan Tutupan dan Penggunaan Lahan 6.1.1. Eks HPH PT. Maju Jaya Raya Timber Tutupan lahan di eks-areal Maju Jaya Raya Timber (MJRT) berdasarkan citra landsat tahun 1988, 2001, 2003 dan 2005 secara umum mengalami perubahan pada semua tipe tutupan lahannya. Seperti dapat dilihat pada Tabel 25 dan Gambar 18, hingga tahun 1988 ketika masih dalam pengelolaan HPH, belum terdapat adanya perkebunan besar maupun ladang/kebun masyarakat. Kedua jenis penutupan lahan ini baru muncul paska pengelolaan HPH (tahun 2001) 1. Hingga tahun 2005 tutupan lahan eks-areal MJRT didominasi oleh hutan bekas tebangan (logged over area) yakni seluas 23 409 ha atau sekitar 50 persen dari total eksareal MJRT. Selanjutnya diikuti oleh jenis penutupan lahan lain, diantaranya: hutan lebat seluas 14 071 ha (30 persen), perkebunan besar seluas 5 587 ha (12 persen), ladang/kebun masyarakat dan semak belukar masing-masing 1 959 ha dan 1 960 ha atau dengan proporsi sekitar 4 persen. Untuk jenis penutupan lahan non-hutan (alang-alang, perkebunan besar, ladang/kebun masyarakat) mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Pada tahun 1988 luas lahan non hutan hanya 202 ha atau dengan proporsi 0.4 persen dari total luas lahan, namun pada tahun 2005 lahan non-hutan terdapat seluas 9 507 ha atau 20 persen dari total luas tanah. Dengan demikian, paska pengelolaan HPH, kawasan hutan pada eks-areal MJRT mengalami pengurangan, sedangkan kawasan non hutan mengalami peningkatan. 1 Untuk kondisi tahun 2000 dilaporkan oleh Hernawan (2001), penutupan lahan tipe perkebunan dan ladang/kebun masyarakat terdapat 16 248 ha. Khusus untuk perkebunan besar, diperkirakan telah dibangun begitu izin perpanjangan HPH berakhir (1999). Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis yang dilakukan oleh TNKS-ICDP Komponen C1 (2002) dengan citra rekaman tahun 2000 dan 2001, dilaporkan bahwa perkebunan besar terdapat seluas 555 ha baik pada tahun 2000 maupun 2001.

127 Sampai dengan tahun 2005, jenis penggunaan lahan yang paling luas adalah untuk perkebunan besar, yakni seluas 5 587 ha atau sekitar 12 persen dari total luas eks-areal MJRT. Sedangkan penggunaan lahan yang digunakan masyarakat untuk membuka ladang/kebun memiliki proporsi yang kecil seluas 1 959 ha. Namun, terdapat bekas ladang masyarakat yang telah menjadi semak belukar dengan proporsi 4 persen atau seluas 1 960 ha. (lihat Tabel 25). Tabel 25. Penutupan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber, Tahun 1988-2005 Tutupan Lahan Luas (Ha) 1988* 2001** 2003** 2005** Alang-alang 42 351 - - (9%) (1%) Perkebunan besar - 5 879 (13%) 5 304 (11%) 5 587 (12%) Ladang/kebun masyarakat - 1 627 (3%) 1 074 (0.0%) 1 959 (0.0%) Lahan kosong/terbuka 82 291 29 - (17%) (1%) (0.0%) Hutan sekunder 18 108 (39%) 22 518 (48%) 24 502 (52%) 23 409 (50%) Semak/belukar 78 136 2 007 1 960 (0.2%) Hutan lebat 28 677 (61%) Luas lahan non-hutan 202 (0.4%) Luas lahan hutan 46 785 (99.6%) (0.0%) 16 186 (34%) 8 283 (18%) 38 703 (82%) (4%) 14 071 (30%) 8 414 (18%) 38 573 (82%) (4%) 14 071 (30%) 9 507 (20%) 37 480 (80%) Total luas lahan 46 987 46 987 46 987 46 987 Keterangan : Angka yang di dalam kurung menunjukkan proporsi penutupan lahan terhadap total luas lahan yang di análisis * : merupakan periode ketika masih dalam pengelolaan HPH ** : merupakan periode paska pengelolaan HPH Sumber : Analisis Citra Landsat Akuisisi Tahun 1988, 2001, 2003 dan 2005 Perubahan tutupan lahan yang paling menyolok terjadi pada periode 1988-2003, yakni terjadi kehilangan hutan primer seluas 12 490.9 ha atau sekitar 912.7 ha/tahun. Pada periode 2001-2003 yang merupakan paska pengelolaan konsesi, kehilangan hutan lebat di eks-areal MJRT mencapai 14 605 ha atau rata-rata 704.8

128 ha/tahun. Secara kasar fenomena ini menunjukkan bahwa telah terjadi penebangan hutan secara liar (illegal logging) paska pengelolaan HPH (lihat Tabel 26). Namun, selama tiga tahun terakhir (periode 2003-2005), tidak ada pengurangan luas hutan lebat yang berarti di eks-areal MJRT. Lokasi hutan lebat/primer yang masih tersisa (14 071 ha) terletak di bagian utara sampai dengan kawasan TNKS terutama di DAS Seblat dan Sub DAS Lalangi, di Kabupaten Bengkulu Utara. Kawasan ini diselamatkan oleh kondisi topografi agak curam (kelerengan 15-25%) hingga sangat curam (kelerengan >40%) dan belum tersedianya jalan darat, sehingga sulit dieksploitasi. Tabel 26. Rata-rata Perubahan Tutupan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber, Tahun 1988-2005 Perubahan Tipe Tutupan Lahan (Ha) 88-01 88-03 88-05 01-03 01-05 03-05 Alang-alang 308.4-42.3-350.7-42.3-350.7 0.0 Perkebunan 5 879.0 5.304.2-574.9 5 587.3-291.8 283.0 Ladang/kebun masy. 1 627.5 1.073.6-553.8 1 958.9 331.4 885.2 Lahan terbuka 208.8-52.9-261.8-81.8-290.6-28.8 Hutan bekas tebangan 57.5 1.929.1 1 871.7 1 882.3 1 824.9-46.7 Semak/Belukar 4 409.6 6.393.6 1 983.9 5 300.9 891.4-1 092.6 Hutan Lebat -12 490.9-14.603.2-2 114.5-14 605.4-2 114.5 0.0 Sumber: Analisis Citra Landsat Akuisisi Tahun 1988, 2001, 2003, 2003, 2005 Dari Tabel 26 juga dapat dilihat pada periode 1988-2001, penggunaan lahan untuk perkebunan besar dan ladang/kebun masyarakat merupakan yang paling luas, masing-masing dengan luas 5 879 ha dan 1 627 ha atau dengan pertambahan rata-rata setiap tahunnya seluas 419.9 ha dan 116.2 ha. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hernawan (2001), dilaporkan seluas 4 754 ha areal perkebunan kelapa sawit telah dibuka oleh PT. Alno Argo Utama pada eks-areal MJRT yang telah diubah statusnya menjadi Areal Penggunaan Lain (APL). Paska pengelolaan HPH (2001-2003), penggunaan lahan yang paling luas adalah

129 usahatani ladang atau kebun masyarakat yakni mencapai 1 958 ha. Kemunculan semak belukar yang paling luas terjadi pada periode 1988-2003 yakni seluas 6 393.6 ha. Diperkirakan, pada mulanya semak belukar ini adalah usahatani kayu manis (casiavera) yang dikelola masyarakat, kemudian karena harga komoditas ini sangat rendah dan dinilai tidak menguntungkan selanjutnya ditinggalkan hingga menjadi semak belukar. Secaran keseluruhan, untuk mengetahui jenis penggunaan lahan dalam pengelolaan eks-areal HPH hingga paska pengelolaan HPH, digunakan perubahan tutupan lahan pada periode 1988-2005. Penggunaan lahan hutan menjadi kawasan non-hutan terdapat seluas 9 320 ha. Konversi hutan lebat atau hutan primer menjadi kawasan non-hutan terekam seluas 328.7 ha atau hanya 0.7 persen dari luas total eks-areal MJRT yang dianalisis. Penggunaan lahan yang paling luas adalah untuk pembukaan ladang/kebun masyarakat yakni seluas 278.9 ha, lalu diikuti untuk perkebunan besar hanya seluas 2.2 ha (lihat Tabel 27). Penggunaan lahan kawasan hutan lebat terjadi di sebelah barat di sekitar Desa Pulau, Kabupaten Muko-Muko. Namun demikian, penggunaan lahan di sekitar perbatasan dengan TNKS tidak ditemukan (lihat Gambar 20). Dalam kurun waktu 1988-2005 ini, penggunaan lahan hutan bekas tebangan menjadi kawasan non-hutan lebih luas jika dibandingkan dengan penggunaan lahan hutan lebat atau hutan primer. Hutan bekas tebangan yang digunakan mencapai 8 991.5 ha atau sekitar 19.1 persen dari keseluruhan eksareal MJRT, meliputi untuk perkebunan besar seluas 5 575.7 ha (rata-rata 309 ha/tahun), untuk ladang atau kebun masyarakat seluas 1 654.4 ha (rata-rata 91.9 ha/tahun) dan menjadi semak belukar seluas 1 761 ha (rata-rata 97.9 ha/tahun). Sedangkan penggunaan lahan hutan lebat/primer terdapat seluas 328.7 ha, meliputi penggunaan lahan untuk areal perkebunan besar seluas 2.2 ha (rata-rata

130 0.1 ha/tahun), untuk ladang/kebun produktif masyarakat seluas 278.9 ha (rata-rata 15.5 ha/tahun) dan menjadi semak belukar seluas 47.7 ha (rata-rata 2.1 ha/tahun). informasi dapat dilihat pada Tabel 27 dan Tabel 28 35.000 1988,0 2005,0 Perubahan 25.000 Jumlah (Ha) 15.000 5.000-42 5.587 1.959-82 5.301 1.882-14.605-5.000 J enis Land Cover Gambar 18. Perubahan Tutupan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Tahun 1988-2005 Hasil interpretasi GIS dan kunjungan lapangan menunjukkan bahwa lokasi penggunaan lahan hutan bekas tebangan untuk perkebunan sebagian besar terdapat di bagian selatan, di Kecamatan Putri Hijau, yakni lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh PT. AAU dan di Kecamatan Napal Putih di dekat Desa Tanjung Harapan. Sementara penggunaan lahan untuk perladangan atau kebun masyarakat terkonsentrasi di sekitar Pusat Latihan Gajah (PLG) di Kecamatan Putri Hijau. Penggunaan lahan hingga menjadi semak belukar banyak terjadi di Kecamatan Muko-Muko Selatan, di sekitar Desa Semambung Makmur. Namun, penggunaan lahan eks-areal MJRT di sekitar perbatasan dengan TNKS tidak ditemukan.

Tabel 27. Perubahan Tutupan Lahan di Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber, Tahun 1988-2005 131 2005 1988 Alang Perkebunan Ladang/ Lahan Hutan bekas Semak/be Hutan -alang kbn masy kosong tebangan lukar lebat Alang-alang - - 12.3 - - 30.0 - Perkebunan - - - - - - - Ladang/kebun masy - - - - - - - Lahan kosong - 9.5 - - - 69.7 - Hutan bks tebangan - 5 575.7 1 654.4-9 116.5 1 761.4 - Semak/Belukar - - 13.3-13.2 51.5 - Hutan Lebat - 2.2 278.9-14 276.7 47.7 14 071.2 Sumber : Diolah dari Hasil Analisis Perubahan Tutupan Lahan yang Menggunakan Citra Landsat Akuisis Tahun 1988 dan 2005 Tabel 28. Perubahan Tutupan Lahan di Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber,Tahun 1988-2005 Kawasan Non-Hutan (Ha/Tahun) Kawasan Hutan Perkebunan Besar Ladang/Kebun Masyarakat Tanah Kosong Semak Belukar Hutan Bekas Tebangan 309 91.9 0 97.9 Hutan Primer 0.1 15.5 0 2.6 Sumber : Diolah Dari Hasil Analisis Perubahan Tutupan Lahan yang Menggunakan Citra Landsat Akuisisi Tahun 1988 dan 2005 Dari evaluasi terhadap perubahan tutupan lahan eks-areal MJRT, dapat dibuat beberapa catatan penting, antara lain: (1) jenis penggunaan lahan eks-areal MJRT yang dominan adalah penggunaan kawasan hutan untuk areal perkebunan besar, ladang/kebun masyarakat dan semak belukar, (2) dari total luas penggunaan lahan (9 320.2 ha), sebagian besar atau sekitar 96 persen dilakukan dengan cara memanfaatkan hutan bekas tebangan, sedangkan yang memanfaatkan hutan lebat sekitar 4 persen, (3) penggunaan lahan hutan bekas tebangan untuk areal perkebunan besar terdapat 5 575.7 ha dan untuk ladang/kebun masyarakat (1 654 ha), sementara penggunaan lahan hutan primer untuk perkebunan hanya seluas 2.2 ha dan untuk kebun produktif masyarakat (278.9 ha), dan (4) penggunaan lahan yang dilakukan di sekitar perbatasan dengan TNKS tidak ditemukan.

Gambar 19. Perubahan Tutupan Lahan di Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Tahun 1988-2005

- 133 6.1.2. Eks HPH PT. Rimba Karya Indah Seperti disajikan dalam Gambar 20 dan Tabel 29, tutupan lahan di eksareal Rimba Karya Indah (RKI) berdasarkan citra landsat tahun 1988, 1999 dan 2002 secara umum mengalami perubahan pada semua tipe tutupan lahannya. Hutan primer terus mengalami penurunan luas dari tahun 1988 1999 2002, dimana pada tahun 1988-1999 penurunan terjadi relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan penurunan dari tahun 1999 ke tahun 2002, yakni dengan penurunan rata-rata sekitar 756.4 ha/tahun 2,035 3,382 3,651 753 - - 1988 1999 2002 24,661 25,000 338 21,524 20,000 18,901 Jumlah (Ha) 15,000 10,000 14,892 15,583 13,628 5,000 1,412 1,228 3,164 0 - Kebun Ladang Lahan Kosong Hutan Sekunder (LOA) Semak Belukar Hutan Primer (VF) Jenis Land Cover Gambar 20. Tutupan Lahan Eks-Areal HPH.PT. Rimba Karya Indah Tahun 1988, 1999 dan 2002 Penurunan luas hutan bekas tebangan yang paling tinggi terjadi pada periode 1999-2002, yakni dengan rata-rata 655.6 ha/tahun. Sebaliknya pada periode ini terjadi peningkatan pada jenis tutupan lain berupa perkebunan besar

134 dengan rata-rata peningkatan 508.7 ha/tahun, ladang/kebun masyarakat (67.2 ha/tahun) dan semak belukar (483.9 ha/tahun). Penambahan luas kawasan non-hutan pada periode 1999-2002 tersebut lebih besar dibanding periode lainnya. Secara akumulatif dalam kurun waktu 1988-2002, penambahan luas kawasan non-hutan di eks-areal RKI rata-rata mencapai 585 ha/tahun. Namun, penambahan secara pesat sebetulnya terjadi selama kurun waktu 4 tahun (1999-2002) dengan peningkatan rata-rata 381.5 ha/tahun (lihat Tabel 29). Tabel 29. Perubahan Rata-rata Tutupan Hutan Eks-Areal PT. Rimba Karya Indah Tipe Tutupan Lahan Perubahan Rata-rata (Ha/Tahun) 1988-1999 1999-2002 1988-2002 Kebun - 508.7 145.3 Ladang/kebun masy. 219.1 67.2 207.0 Lahan Kosong - 84.6 24.2 Hutan bekas tebangan 552.6-655.6 286.4 Semak Belukar -15.3 483.9 125.2 Hutan Primer -756.4-488.9-788.1 Kawasan non-hutan 203.8 381.5 585.3 Keterengan : Nilai negatif mengindikasikan penurunan luas lahan Sumber : Diolah dari hasil analisis perubahan tutupan lahan yang menggunakan Citra Landsat akuisis tahun 1988, 1999 dan 2002 Penambahan kawasan non-hutan yang relatif pesat pada periode 1999-2002 dimungkinkan karena didorong oleh adanya pembangunan perkebunan besar dalam kurun waktu yang sama terutama di blok bagian atas, yakni dengan peningkatan rata-rata 508.7 ha/tahun. Di sisi yang lain juga terjadi penambahan semak belukar yang pesat (483.9 ha/tahun) dan lahan kosong (84.6 ha/tahun). Fenomena terjadinya peningkatan kawasan non-hutan (semak belukar dan lahan kosong) tersebut dimungkinkan mengingat RKI secara defacto telah menghentikan produksinya di kawasan ini menyusul adanya konflik dengan masyarakat di sekitar kawasan. Paska konflik ini terjadi ketidakpastian dalam

135 pengelolaan kawasan eks-areal RKI yakni lebih kurang selama 6 tahun, sampai dengan dikeluarkannya pencabutan izin pengelolaan HPH oleh pemerintah pada tahun 2004/2005. Dari perspektif kelembagaan ketidakpastian dalam pengelolaan suatu sumberdaya alam memicu terjadinya akses terbuka (open acces) yang mendorong eksploitasi sumberdaya secara tidak terkendali. Kondisi tutupan lahan dari tahun 1988 ke tahun 2001 berdasarkan interpretasi citra landsat (Gambar 21 dan 22) menunjukkan bahwa tutupan lahan berupa hutan primer (virgin forest) mengalami penurunan seluas 9 077 ha. Selain hutan primer, jenis tutupan hutan semak belukar pada periode ini juga mengalami penurunan, yakni seluas 183.4 ha. Sedangkan tutupan lahan yang mengalami penambahan luas adalah hutan bekas tebangan (6 631 ha) dan ladang/kebun masyarakat (2 629 ha). Sementara perkebunan besar dan lahan kosong baik pada tahun 1988 dan tahun 1999 belum teridentifikasi adanya lahan kosong. Pola penggunaan lahan pada periode 1988-1999 dapat disimak dalam Tabel 30. Penggunaan lahan hutan bekas tebangan untuk ladang yang paling luas yakni seluas 1 586 ha, diikuti dengan penggunaan lahan yang kemudian menjadi semak belukar seluas 312 ha. Sedangkan penggunaan lahan dari hutan primer menjadi semak belukar pada periode ini terdapat seluas 334 ha dan menjadi semak belukar 236 ha. Sama halnya dengan eks-areal MJRT, di eks-areal RKI pemanfaatan hutan bekas tebangan digunakan untuk usahatani tanaman komersial lebih besar jika dibandingkan dengan pemanfaatan hutan primer.

136 30.000 1988 1999 Perubahan 20.000 Jumlah (Ha) 10.000 2.629,2 6.631,6-183,4-9.077,4 0-10.000 J enis Land Cover Gambar 21. Perubahan Tutupan Lahan Eks-Areal HPH.PT. Rimba Karya Indah, Tahun 1988-1999 Tabel 30. Perubahan Tutupan Lahan di Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah Tahun 1988-1999 1999 1988 Ladang Hutan Bekas Tebangan Semak Belukar Hutan Primer Ladang 494 13 246 - Hutan Bekas Tebangan 1 586 12 872 433 - Semak Belukar 969 130 312 - Hutan Primer 334 8 507 236 15 583 Sumber: Diolah dari hasil analisis perubahan tutupan lahan yang menggunakan Citra Landsat akuisis tahun 1988 dan 1999 Seperti disajikan dalam Gambar 21, dalam kurun waktu tahun 1999 sampai dengan 2002 telah muncul jenis tutupan berupa perkebunan besar yakni seluas 2 034 ha. Diperkirakan perkebunan ini dibangun sejak pertengahan tahun 2001 karena hasil analisis citra yang dilakukan oleh TNKS-ICDP Komponen C1 (2002) terhadap kawasan ini dengan menggunakan citra Landsat ETM7 perekaman bulan Maret 2001, belum terdeteksi adanya kawasan perkebunan.

137 1999 2002 Perubahan 25.000 15.000 Jumlah (Ha) 5.000 2.034,9 269,0 338,2-2.622,2 1.935,8-1.955,5-5.000 J enis Land Cover Gambar 22. Perubahan Tutupan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah, Tahun1999-2002 Hasil kunjungan lapangan, diketahuai areal tersebut merupakan lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh PT. Sumber Maju Agung. Pada periode ini juga terjadi peningkatan semak belukar seluas 1 935 ha. Sementara ladang/kebun masyarakat hanya bertambah seluas 269 ha. Pada periode ini baik hutan primer maupun hutan sekunder mengalami penurunan luasan dimana hutan sekunder dan primer mengalami penurunan masing-masing seluas 2 622.2 ha dan 1 955.5 ha (lihat Gambar 22). Tabel 31 memperlihatkan pada periode 1999-2002, penggunaan lahan hutan bekas tebangan untuk perkebunan besar terdapat seluas 1 831 ha, untuk ladang (2 354 ha), lahan kosong (290 ha) dan semak belukar (285 ha). Sedangkan penggunaan lahan hutan primer pada periode ini hanya teridentifikasi seluas 72 ha yang sudah menjadi semak belukar.

Tabel 31. Perubahan Tutupan Lahan di Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah, Tahun 1999-2002 138 2002 1999 Kebun Ladang Lahan Kosong Hutan Bks Tebangan Semak Belukar Hutan Primer Kebun - - - - - - Ladang 46 1 298 49 8 1 983 - Lahan Kosong - - - - - - Hutan Bks. Tebangan 1 831 2 354 290 16 764 285 - Semak Belukar 158 - - 246 825 - Hutan Primer - - - 1 884 72 13 628 Sumber : Diolah dari hasil analisis perubahan tutupan lahan yang menggunakan Citra Landsat akuisis tahun 1999 dan 2002 Secara keseluruhan dengan menggunakan hasil analisis perubahan tutupan lahan pada periode 1988-2002 (Tabel 31 dan Gambar 22), eks-areal RKI mengalami penurunan luas tutupan hutan primer mencapai 11 033 ha. Dengan demikian selama 15 tahun terjadi penurunan luas tutupan hutan primer seluas 735.5 ha/tahun. Sebaliknya, dalam kurun waktu yang sama, telah terjadi penambahan luas jenis tutupan hutan lainnya, meliputi perkebunan besar seluas 2 034.8 ha, ladang/kebun masyarakat seluas 2 898.1 ha, tanah kosong 338.2 ha dan semak belukar seluas 1 752.4 ha. Peningkatan luas jenis tutupan lahan ini menyebar di bagian barat wilayah HPH, sedangkan tutupan hutan yang tidak berubah terkonsentrasi di wilayah yang berbatasan dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (Gambar 24).

Gambar 23. Perubahan Tutupan Lahan di Eks-Areal HPH PT. Rimba Karya Indah, Tahun 1988-2002 139

140 25.000 1988 2002 Perubahan 15.000 Jumlah (Ha) 5.000 2.034,8 2.898,1 338,2 4.009,5 1.752,4-11.033,0-5.000-15.000 Gambar 24. Perubahan Tutupan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah, Tahun 1988-2002 Selama kurun waktu 1988-2002, penggunaan lahan hutan bekas tebangan terdapat seluas 4 678.2 ha atau sekitar 70.8 persen dari total luas penggunaan lahan, sementara yang memanfaatkan hutan sekunder terdapat seluas 1 934.1 ha atau sekitar 29.2 persen dari total penggunaan lahan di eks-areal RKI (Tabel 32 dan Tabel 33). J enis Land Cover Penggunaan lahan yang memanfaatkan hutan bekas tebangan untuk perkebunan besar seluas 1 534 ha (dengan rata-rata peningkatan seluas 110 ha/tahun), untuk ladang/kebun masyarakat yang masih produktif seluas 1 998 ha (dengan rata-rata peningkatan 143 ha/tahun), menjadi lahan kosong seluas 66 ha (dengan rata-rata peningkatan 5 ha/tahun) dan menjadi semak belukar seluas 1 080 ha (dengan rata-rata peningkatan 77 ha/tahun). Peningkatan luas jenis tutupan dari hutan bekas tebangan ini menyebar di bagian barat wilayah eks-areal

141 RKI (Blok atas) yang berbatasan langsung dengan TNKS, di sekitar Desa Rantau Tipu, Kecamatan Lembur Lubuk Mengkuang. (Lampiran 11-13) Sedangkan penggunaan lahan hutan primer untuk perkebunan besar dalam kurun waktu 1988-2002 terdeteksi seluas 501 ha (dengan rata-rata 36 ha/tahun). Penggunaan lahan lahan untuk ladang/kebun masyarakat seluas 1 473 ha (dengan rata-rata peningkatan 105 ha/tahun), menjadi lahan kosong seluas 223 ha (dengan rata-rata peningkatan 16 ha/tahun) dan menjadi semak belukar seluas 238 ha (dengan rata-rata peningkatan 17 ha/tahun). Peningkatan luas jenis tutupan dari hutan primer ini menyebar di bagian barat wilayah eks-areal HPH (Blok atas), di sekitar Desa Rantau Tipu Kecamatan Lembur Lubuk Mengkuang (Gambar 23). Tabel 32. Perubahan Tutupan Lahan di Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah, Tahun 1988-2002 2002 1988 Kebun Ladang Lahan Hutan Bks Semak Hutan Kosong Tebangan Belukar Primer Kebun - - - - - - Ladang - 40 45-668 - Lahan Kosong - - - - - - Hutan Bks. Tebangan 1 534 1 998 66 10 214 1 080 - Semak Belukar - 141 3 89 1 178 - Hutan Primer 501 1 473 223 8 598 238 13 628 Sumber : Diolah dari hasil analisis perubahan tutupan lahan yang menggunakan Citra Landsat akuisis tahun 1988 dan 2002 Tabel 33. Rata-Rata Penggunaan Lahan di Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah, Tahun 1988-2002 Kawasan Non-Hutan (Ha/Tahun) Kawasan Hutan Perkebunan Ladang/Kebun Tanah Semak Besar Masyarakat Kosong Belukar Hutan Bekas Tebangan 110 143 5 77 Hutan Primer 36 105 16 17 Sumber : Diolah dari hasil analisis perubahan tutupan lahan yang menggunakan Citra Landsat akuisis tahun 1988 dan 2002 Penggunaan lahan hutan primer untuk ladang/kebun masyarakat menunjukkan bahwa pada eks-areal RKI terjadi perambahan oleh masyarakat.

142 Perambahan ini umumnya terjadi di bagian timur, karena kawasan ini berdekatan dengan pemukiman penduduk. Kegiatan perambahan tersebut telah terdeteksi dalam citra satelit tahun 2001. Hasil pengamatan di lapangan yang dilakukan tahun 2002 oleh Componen C1 TNKS-ICDP mendapati bahwa kegiatan tersebut telah masuk ke kawasan TNKS dengan memanfaatkan fasilitas bekas jalan logging. Hal ini terlihat dari beberapa lokasi yang telah dikonversi untuk lahan perkebunan dan usahatani masyarakat. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai perubahan tutupan lahan dan pola penggunaan lahan kedua eks-areal HPH, dapat dikemukakan beberapa catatan penting. Pertama, kedua eks-areal HPH mengalami pengurangan luasan tutupan hutan (hutan bekas tebangan dan hutan primer) dimulai sejak masih dalam pengelolaan HPH. Penurunan tersebut disebabkan oleh beberapa aktivitas diantaranya penebangan oleh pemegang konsesi, pembukaan kebun, perladangan dan pembangunan pemukiman. Berdasarkan data luas tutupan lahan, maka tutupan hutan cenderung terus mengalami penurunan; sedangkan penggunaan lahan lain mengalami kenaikan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa pengelola HPH tidak efektif terutama dalam mengendalikan penggunaan lahan di kawasan yang menjadi konsesinya. Kedua, berdasarkan analisis citra landsat serta peta batas TNKS, terlihat bahwa penggunaan lahan untuk penggunaan lain umumnya berada jauh dari wilayah yang berbatasan dengan TNKS kecuali sebagian di blok atas eks-areal RKI. Di sekitar perbatasan antara taman nasional dan batas luar HPH sebagian besar masih berupa hutan primer dan tidak ada penggunaan lahan, secara detail ini dapat dilihat pada peta perubahan lahan.

143 Ketiga, penggunaan lahan pada kedua eks-areal HPH lebih banyak memanfaatkan hutan bekas tebangan dibanding hutan primer. Pada eks-areal MJRT, pola penggunaan lahan yang paling luas adalah dengan memanfaatkan hutan bekas tebangan untuk perkebunan besar terutama lahan perkebunan kelapa sawit (5 575 ha), sedangkan yang memanfaatkan hutan primer (2.2 ha). Sementara penggunaan pada eks-areal RKI yang paling luas adalah dengan memanfaatkan hutan bekas tebangan untuk ladang atau kebun masyarakat (1 998 ha), sedangkan yang memanfaat hutan primer (1 473 ha). Keempat, selain penebangan liar, perubahan tutupan lahan hutan juga disebabkan oleh perambahan hutan, bahkan kecepatan perambahan hutan melebihi kecepatan penebangan liar. Karena tersedia akses ke dalam hutan berupa jalan HPH, jalan setapak, maupun sungai; penyebaran perambahan hutan lebih luas. Perubahan tutupan lahan akibat perambahan hutan akan lebih tampak di citra sebagai semak berlukar maupun lahan terbuka. 6.2. Biaya Imbangan Penggunaan Lahan 6.2.1. Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya Timber Seperti tertera pada Tabel 34, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh penggunaan lahan hutan bekas tebangan terjadi pada seluruh periode yang dianalisis, sedangkan kerugian yang ditimbulkan melalui penggunaan lahan hutan primer hanya terjadi pada periode tertentu. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh penggunaan lahan hutan bekas tebangan ini paling besar yang terjadi pada periode 2001-2003, yakni sebesar Rp. 191 427 700/Ha/tahun.

144 Tabel 34. Kerugian Ekonomi Akibat Penggunaan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Menurut Pola dan Periode Penggunaan Lahan yang Terjadi Pola Penggunaan lahan Periode Kerugian Ekonomi (Rp 000/Ha/Tahun) LOA Hutan.Primer Untuk Perkebunan Kelapa Sawit 1988-2001 43 269.3 30.249.0 2001-2003 191 427.7-2003-2005 189 163.8-2001-2005 116 001.5-1988-2005 40 489.6 24 184.1 1988-2003 38 218.4 26 835.4 Untuk Kebun\Ladang Masyarakat 1988-2001 43 268.9-2001-2003 189 169.5-2003-2005 191 425.9-2001-2005 143 175.7-1988-2003 43 070.8 26 837.8 1988-2005 40 491.0 24 227.5 Menjadi Semak-Belukar 1988-2001 29 773.6 27 801.6 2001-2003 128 448.0-2003-2005 127 631.2-2001-2005 78 213.8 48 848.0 1988-2005 23 793.4 52 497.2 Menjadi Tanah Terbuka 1988-2001 19 751.6 11 419.5 1988-2003 27 103.1 10 359.5 Keterangan : LOA = hutan bekas tebangan (logged over area) Sumber : Hasil perhitungan atau valuasi, 2006 Berikut ini disajikan hasil dan pembahasan tentang biaya imbangan dari masing masing jenis penggunaan lahan eks-areal HPH MJRT. 6.2.1.1. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Untuk Perkebunan Kelapa Sawit Swasta Kerugian ekonomi penggunaan lahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit swasta yang paling besar terjadi dalam kurun waktu 2001-2003 dengan memanfaatkan hutan bekas tebangan. Total kerugian diperkirakan mencapai Rp 191 427 700/ha/tahun (Tabel 34 dan 35). Dari total kerugian ini, kehilangan manfaat tidak langsung berupa kehilangan unsur hara merupakan yang tertinggi

145 dengan nilai Rp 181 159 500/ha/tahun; disusul kehilangan manfaat langsung berupa kehilangan kayu komersial Rp 5 817 200/ha/tahun. Akibat penggunan lahan hutan bekas tebangan, kehilangan nilai bukan kegunaan yang berupa nilai keberadaan mencapai Rp 299 800/ha/tahun. Nilai ini mencermikan keinginan rumah tangga di sekitar eks-areal MJRT untuk mempertahankan keberadaan kawasan hutan di eks-areal MJRT. Tabel 35. Kerugian Ekonomi Akibat Penggunaan Lahan Hutan Bekas Tebangan Eks- Areal Maju Jaya Raya Timber Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Swasta, Tahun 2001-2003 Kerugian Ekonomi Kehilangan Sumberdaya dan Lingkungan Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun T=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) 1 163 448.4 5 817.2 14 323 862.4 Kayu Bakar 2) 5 703.3 28.5 70 216.9 HHNK 3) 63 720.0 318.6 784 492.5 Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) 312 000.0 1 560.0 3 841 206.2 Unsur Hara 5) 36 231 907.0 181 159.5 446 071 237.1 Pengendali Banjir 6) 185 237.6 926.2 2 280 563.6 Option Value Nilai pilihan 7) 94 252.6 471.3 1 160 395.9 Nilai warisan 8) 169 321.9 846.6 2 084 616.9 Non use value Nilai keberadaan 9) 59 951.5 299.8 738 095.9 Total Kerugian 38 285 542.2 191 427.7 471 354 687.3 Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 89.25% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 85.27% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.38% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.79% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006) Penggunaan lahan hutan primer untuk perkebunan kelapa sawit yang paling besar terjadi pada periode 1988-2001 yakni seluas 727 ha. Penggunaan lahan hutan pola ini diperkirakan telah menimbulkan total kerugian mencapai Rp 30 249 000/ha/tahun (Tabel 36). Dari total kerugian tersebut, kehilangan

146 sumberdaya yang menyolok antara lain adalah kehilangan unsur hara terutama ketika dilakukan pembukaan wilayah hutan dan penyiapan lahan yang ditaksir mencapai Rp 21 739 300/ha/tahun. Penggunaan lahan juga mengakibatkan kehilangan kayu komersial (Rp 4 044 600/ha/tahun) dan kehilangan penyerapan karbon pada hutan tropis (Rp 1 501 700/ha/tahun). Tabel 36. Kerugian Ekonomi Akibat Penggunaan Lahan Hutan Primer Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Swasta, Tahun 1988-2001 Kehilangan Kerugian Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) 20 773 295.4 4 044.6 255 751 638.4 Kayu Bakar 2) 10 669.5 14.7 131 358.2 HHNK 3) 287 826.6 395.9 3 543 593.6 Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) 1 098 289.3 1 510.7 13 521 652.6 Unsur Hara 5) 15 804 449.6 21 739.3 194 577 402.9 Pengendali Banjir 6) 673 338.7 926.2 8 289 848.6 Option Value Nilai pilihan 7) 342 608.1 471.3 4 218 039.1 Nilai warisan 8) 615 485.2 846.6 7 577 582.5 Non use value Nilai keberadaan 9) 217 923.5 299.8 2 682 978.5 Total Kerugian 39 823 885.9 30 249.0 490 294 094.4 Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 89.25% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 85.27% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.38% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.79% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006) 6.2.1.2. Kerugian Ekonomi Penggunaan lahan Lahan Untuk Kebun/Ladang Masyarakat Sebagai akibat dari penggunaan lahan hutan bekas tebangan pada eks-areal HPH MJRT, kerugian paling besar terjadi dalam kurun waktu 2003-2005 dengan nilai rata-rata mencapai Rp 191 425 900/ha/tahun. Kerugian ekonomi yang paling

147 menyolok adalah kehilangan nilai kegunaan tidak langsung sebagai pengendali erosi dan penyerapan karbon. Akibat kehilangan pengendali erosi tersebut, kehilangan unsur hara ditaksir mencapai Rp 181 168 200/ha/tahun. Sementara kehilangan penyerapan karbon ditaksir bernilai Rp 1 560 000/ha/tahun (Tabel 37). Kehilangan nilai kegunaan langsung (direct use value) yang paling menyolok adalah kehilangan kayu komersial dengan nilai mencapai Rp. 5 817 200/ha/tahun. Hasil survei menunjukkan kehilangan nilai warisan mencapai Rp. 781 420 700/tahun dengan nilai sekarang dalam jangka waktu 25 tahun dan diskonto 6.4 persen sebesar Rp 2 175 281 336 600. Tabel 37. Kerugian Ekonomi Akibat Penggunaan Lahan Hutan Bekas Tebangan Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Untuk Kebun\Ladang Masyarakat, Tahun 2003-2005 Kehilangan Kerugian Ekonomi Sumberdaya dan Nilai Konstan Lingkungan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) 5 369 314.2 5 817.2 66 104 624.8 Kayu Bakar 2) 16 684.8 18.1 205 415.4 HHNK 3) 294 067.8 318.6 3 620 432.9 Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) 1 439 880.0 1 560.0 17 727 166.6 Unsur Hara 5) 167 218 218.1 181 168.2 2 058 716 849.3 Pengendali Banjir 6) 854 871.5 926.2 10 524 800.8 Option Value Nilai pilihan 7) 434 975.6 471.3 5 355 227.1 Nilai warisan 8) 781 420.7 846.6 9 620 507.1 Non use value Nilai keberadaan 9) 276 676.0 299.8 3 406 312.4 Total Kerugian 176 686 108.7 191 425.9 2 175 281 336.6 Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 89.25% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 85.27% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.38% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.79% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006)

148 Sementara itu, kerugian ekonomi akibat penggunaan lahan hutan primer menjadi kebun/ladang masyarakat yang paling besar terjadi dalam kurun waktu 1988-2005 yang mencapai Rp 24 184 100/ha/tahun (Tabel 38). Pada periode ini terjadi kehilangan unsur hara setiap tahunnya sebesar Rp 4 717 572 200 atau dengan kerugian ekonomi sekitar Rp 16 908 900/ha/tahun, disusul kemudian oleh kehilangan kayu komersial dan penyerapan karbon, masing-masing dengan kerugian ekonomi Rp 3 145 800 dan Rp 1 175 000/ha/tahun (Tabel 38). Tabel 38. Kerugian Ekonomi Akibat Penggunaan Lahan Hutan Primer Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Untuk Kebun\Ladang Masyarakat, Tahun 1988-2003 Dampak/ Kehilangan Kerugian Ekonomi Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) 877 687.9 3 145.8 10 805 705.9 Kayu Bakar 2) 1 683.4 14.6 20 725.3 HHNK 3) 110 458.9 395.9 1 359 921.1 Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) 327 825.0 1 175.0 4 036.036.6 Unsur Hara 5) 4 717 572.2 16 908.9 58 080 665.3 Pengendali Banjir 6) 258 313.8 926.2 3 180 245.9 Option Value Nilai pilihan 7) 131 482.3 471.3 1 618 752.3 Nilai warisan 8) 236 204.1 846.6 2 908 040.6 Non use value Nilai keberadaan 9) 83 6323 299.8 1 029 643.7 Total Kerugian 6 744 859.9 24 184.1 83 039 736.7 Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 89.25% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 85.27% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.38% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.79% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006)

149 6.2.1.3. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Menjadi Semak Belukar Seperti disajikan pada Tabel 39 dan Tabel 40, kerugian ekonomi dari penggunaan lahan hutan bekas tebangan hingga menjadi semak belukar paling besar terjadi dalam kurun waktu 2001-2003, yakni Rp 128 448 000/ha/tahun. Kehilangan pengendali erosi yang diukur dari banyaknya unsur hara yang hilang merupakan kerugian yang paling besar, yakni sekitar Rp 118 659 900/ha/tahun. Kehilangan sumberdaya lainnya yang menyolok adalah kehilangan kayu komersial dengan kehilangan rata-rata Rp 5 817 200/ha/tahun dan kehilangan penyerapan karbon dengan nilai Rp 318 000/ha/tahun. Tabel 39. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Hutan Bekas Tebangan Eks-Areal HPH. PT. Maju Jaya Raya Timber Menjadi Semak Belukar, Tahun 2001-2003 Kerugian Ekonomi Kehilangan Sumberdaya dan Lingkungan Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) 773 693.2 5.817.2 9 525 368.5 Kayu Bakar 2) 3 792.7 28.5 46 694.3 HHNK 3) 42 373.8 318.6 521 687.5 Indirect Use value 143 640.0 1 080.0 1 768 432.2 Penyerapan Karbon 4) 15 781 760.1 118 659.9 194 298 060.7 Unsur Hara 5) 123 183.0 926.2 1 516 574.8 Pengendali Banjir 6) Option Value 62 678.0 471.3 771 663.3 Nilai pilihan 7) 112 599.1 846.6 1 386 270.3 Nilai warisan 8) Non use value Nilai keberadaan 9) 39 867.7 299.8 490 833.8 Total Kerugian 17 083 587.6 128 448.0 210 325 585.3 Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 89.25% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 85.27% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.38% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.79% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006)

150 Tabel 40. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Hutan Primer Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya Timber Hingga Menjadi Semak Belukar, Tahun 1988-2003 Kerugian Ekonomi Kehilangan Sumberdaya Nilai Konstan dan Lingkungan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) 151 000.1 3 145.8 1 859 046.2 Kayu Bakar 2) 3 183.6 11.4 39 194.7 HHNK 3) 19 003.7 395.9 233 964.9 Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) 48 960.0 1 020.0 602 773.9 Unsur Hara 5) 2 203 953.6 45 915.7 27 134 103.0 Pengendali Banjir 6) 44 179.2 926.2 543 914.4 Option Value Nilai pilihan 7) 86 766.5 471.3 1 068 231.4 Nilai warisan 8) 86 766.5 311.1 1 068 231.4 Non use value Nilai keberadaan 9) 86 766.5 299.8 1 068 231.4 Total Kerugian 2 730 579.7 52 497.2 33 617 691.1 Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 89.25% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 85.27% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.38% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.79% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006) Seperti disajikan pada Tabel 40, kerugian ekonomi akibat penggunaan lahan hutan primer untuk kebun/ladang masyarakat yang paling besar terjadi dalam kurun waktu 1988-2005. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai Rp 52 497 200/ha/tahun. Pada periode ini terjadi kehilangan paling menyolok terhadap pengendali erosi yang mengakibatkan kehilangan unsur hara dengan nilai rata-rata mencapai Rp 45 915 700/ha/tahun. Kemudian disusul oleh kehilangan kayu komersial dan penyerapan karbon masing-masing dengan kerugian ekonomi Rp 3 145 800/ha/tahun dan Rp 1 020 000/ha/tahun.

151 6.2.1.4. Kerugian Ekonomi Penggunaan lahan Hingga Menjadi Lahan Kosong/Tanah Terbuka Tabel 41 menyajikan kerugian ekonomi akibat penggunaan lahan eks-areal MJRT menjadi lahan kosong/tanah terbuka pada periode 1988-2003. Periode ini merupakan kerugian ekonomi paling menyolok jika dibandingkan dengan periode-periode lainnya. Kerugian akibat penggunaan lahan hutan bekas tebangan mencapai Rp 27 103 000/ha/tahun atau Rp 106 058 000/tahun dengan PV mencapai Rp 1 322 462 000. Diantara kerugian tersebut, seperti yang dialami pada pola penggunaan lahan lainnya, kehilangan unsur hara dan kayu komersial merupakan nilai kerugian yang paling menyolok, masing-masing mencapai Rp 22 249 000/ha/tahun dan Rp 1 247 000/ha/tahun. Tabel 41. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Eks-Areal HPH PT. Maju Jaya Raya Timber Menjadi Tanah Terbuka, Tahun 1988-2003 Kehilangan Sumberdaya dan Lingkungan Konversi LOA Konversi Hutan Primer Nilai Ekonomi (Rp 000) Nilai Ekonomi (Rp 000) Nilai Konstan PV Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp/Tahun Rp/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Rp/Tahun Rp/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) 4 363 1 247 53 714 53 086 3 539 653 571 Kayu Bakar 2) 21 6 263 193 13 2 371 HHNK 3) 1 274 319 15 690 5.939 396 73 114 Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) 1 229 739 31 856 23 878 1 592 293 977 Unsur Hara 5) 88 995 22 249 1 095 665 34 140 2 276 420 313 Pengendali Banjir 6) 3 705 926 45 611 13 893 926 171 042 Option Value Nilai pilihan 7) 1 885 471 23 208 7 069 471 87 030 Nilai warisan 8) 3 386 847 41 692 12 699 847 156 346 Non use value Nilai keberadaan 9) 1 199 300 14 762 4 496 300 55 357 Total Kerugian 106 058 27 103 1 322 462 155 392 10 359 1 913 122 Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 89.25% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 85.27% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.38% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.79% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006)

152 Pada periode yang bersamaan, penggunaan lahan hutan primer telah menimbulkan kerugian mencapai Rp 10 359 000/ha/tahun. Kerugian yang paling menyolok berupa kehilangan kayu komersial yang mencapai lebih dari dua kali lipat jika dibandingkan dengan kehilangan kayu komersial pada hutan bekas tebangan yakni mencapai Rp 3 539 000/ha/tahun. Kehilangan sumberdaya lainnya yang juga cukup menyolok adalah kehilangan unsur hara dan penyerapan karbon masing-masing Rp 2 276 000/ha/tahun dan Rp 1 592 000/ha/tahun. 6.2.2. Eks-Areal HPH PT. Rimba Karya Indah Kerugian ekonomi paling besar adalah akibat penggunaan lahan hutan bekas tebangan untuk kebun/ladang masyarakat, khususnya yang terjadi dalam kurun waktu 1988-2002, yakni dengan kerugian ekonomi Rp 154 225.1/ha/tahun. Sedangkan penggunaan lahan terhadap hutan primer yang menimbulkan kerugian paling besar terjadi pada periode 1988-1999 yang diakibatkan oleh penggunaan lahan hingga menjadi semak belukar, yakni mencapai Rp110 381 300/ha/tahun (Tabel 42). Tabel 42. Kerugian Ekonomi Akibat Penggunaan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah Menurut Periode Pola Penggunaan lahan Periode Kerugian Ekonomi (Rp 000/Ha/Tahun) LOA Hutan Primer Untuk Perkebunan Sawit 1999-2002 83 702.5-1988-2002 23 872.0 35 226.5 Untuk Ladang/Kebun Masyarakat 1999-2002 118 842.2-1988-2002 33 142.3 41 608.1 1988-1999 38 872.5 53 537.0 Menjadi Lahan Kosong/Tanah Terbuka 1988-2002 25 924.5 33 129.8 1999-2002 91 349.5 - Menjadi Semak Belukar 1988-2002 15 615.8 26 884.7 1999-2002 21 375.1 39 500.8 1988-1999 62 738.3 110 381.3 Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006)

153 6.2.2.1. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Swasta Seperti dipresentasikan pada Tabel 43, kerugian ekonomi akibat penggunaan lahan hutan bekas tebangan untuk perkebunan kelapa sawit yang paling menyolok terjadi dalam kurun waktu 1999-2002 dengan nilai kerugian mencapai Rp 83 701 500/ha/tahun. Kerugian yang paling besar berupa kehilangan nilai kegunaan tidak langsung, yakni kehilangan unsur hara dan pengendali banjir, masing-masing Rp 74 324 300/ha/tahun dan Rp 10 088 700. Nilai kegunaan langsung yang hilang cukup besar adalah kehilangan kayu komersial dengan kerugian ekonomi Rp 6 052 300/ha/tahun. Tabel 43. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Hutan Bekas Tebangan Eks- Areal HPH PT. Rimba Karya Indah Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Swasta, Tahun 1999-2002 Kehilangan Sumberdaya dan Lingkungan Kerugian Ekonomi Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) 11 081 679.3 6 052.3 136 432 741.0 Kayu Bakar 2) 39 160.5 21.4 482 126.9 HHNK 3) 583 356.6 318.6 7 182 028.8 Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) 2 142 270.0 1 170.0 26 374 682.1 Unsur Hara 5) 136 087 767.9 74 324.3 1 675 452 495.8 Pengendali Banjir 6) 1 550 142.3 846.6 19 084 667.9 Option Value Nilai pilihan 7) 467 006.6 255.1 5 749 578.5 Nilai warisan 8) 769 636.5 420.3 9 475 424.8 Non use value Nilai keberadaan 9) 536 431.9 293.0 6 604 313.0 Total Kerugian 153 257 451,7 83 701.5 1 886 838 058.7 Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.75% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 87.38% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 98.69% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 90.22% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi, 2006

154 Sementara itu, kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan hutan primer untuk perkebunan kelapa sawit hanya terjadi dalam kurun waktu 1988-2002 dengan kerugian mencapai Rp 23 583 000 100/ha/tahun (Tabel 44). Kerugian yang paling menyolok berupa kehilangan unsur hara Rp 19 806 824/ha/tahun dan kehilangan kayu komersial Rp 1 613 935/ha/tahun. Tabel 44. Dampak Penggunaan Lahan Hutan Primer Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Swasta, Tahun 1988-2002 Dampak /Kehilangan Kerugian Ekonomi Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) 2 475 775.8 1 613.9 30 480 658.9 Kayu Bakar 2) 8 748.9 5.7 107 712.7 HHNK 3) 488 732.4 318.6 6 017 057.4 Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) 478 608.0 312.0 5 892 410.3 Unsur Hara 5) 30 383 668.5 19 806.8 374 070 311.0 Pengendali Banjir 6) 1 298 699.2 846.6 15 989 011.7 Option Value Nilai pilihan 7) 391 255.0 255.1 4 816 959.7 Nilai warisan 8) 644 796.5 420.3 7 938 449.8 Non use value Nilai keberadaan 9) 449 419.2 293.0 5 533 050.8 Total Kerugian 36 619 704.1 23 872.0 450 845 622.7 Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.75% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 87.38% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 98.69% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 90.22% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi, 2006 6.2.2.2. Kerugian Ekonomi Penggunaan lahan Untuk Kebun/Ladang Masyarakat Penggunaan lahan hutan bekas tebangan menjadi ladang masyarakat pada eks-areal RKI juga telah menimbulkan kerugian ekonomi paling besar jika

155 dibandingkan dengan pola penggunaan lahan lainnya (Tabel 45). Kerugian paling menyolok terjadi pada periode 1999-2002 dengan nilai kerugian mencapai Rp 118 842 600/ha/tahun. Kerugian paling besar berupa kehilangan unsur hara yang ditaksir bernilai Rp 109 046 900/ha/tahun. Kerugian lainnya yang cukup menyolok adalah kehilangan kayu komersial dan penyerapan karbon dengan nilai kerugian masing-masing Rp 6 052 300/ha/tahun dan Rp 1 170 000/ha/tahun. Tabel 45. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Hutan Bekas Tebangan Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah Menjadi Kebun/Ladang Masyarakat, Tahun 1999-2002 Kehilangan Kerugian Ekonomi Sumberdaya dan Nilai Konstan PV(Rp 000) Lingkungan Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) 14 247 008.7 6 052.3 175 402 879.4 Kayu Bakar 2) 31 914.4 13.6 392 915.4 HHNK 3) 749 984.4 318.6 9 233 476.7 Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) 2 754 180.0 1 170.0 33 908 247.8 Unsur Hara 5) 256 696 413.2 109 046.9 3 160 332 869.2 Pengendali Banjir 6) 1 992 919.2 846.6 24 535 941.1 Option Value Nilai pilihan 7) 600 400.6 255.1 7 391 866.6 Nilai warisan 8) 1 992 919.2 420.3 24 535 941.1 Non use value Nilai keberadaan 9) 689 656.3 293.0 8 490 744.3 Total Kerugian 279 755 396.0 118 842.6 3 444 224 881.7 Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.75% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 87.38% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 98.69% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 90.22% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006) Akibat penggunaan lahan hutan primer, kerugian ekonomi paling besar terjadi pada periode 1988-1999, yakni mencapai Rp 53 537 100/ha/tahun. Kerugian ekonomi paling besar dari pola penggunaan lahan ini tetap disebabkan oleh kehilangan unsur hara (Rp 43 209 800/ha/tahun), disusul oleh kehilangan

156 penyerapan karbon (Rp 5 287 500/ha/tahun) dan kayu komersial (Rp 2 814 400/ha/tahun). Data selengkapnya mengenai kerugian ekonomi penggunaan lahan hutan primer ini dapat disimak pada Tabel 46. Tabel 46. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Hutan Primer Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah Menjadi Kebun/Ladang Masyarakat, Tahun 1988-1999 Kehilangan Sumberdaya dan Lingkungan Kerugian Ekonomi Nilai Konstan PV(Rp 000) Rp 000/Tahun Rp 000/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Direct Use value Kayu Komersial 1) 627 600.4 2 814.4 7 726 738.7 Kayu Bakar 2) 4 847.0 14.5 59 674.6 HHNK 3) 132 233.9 395.9 1 628 005.9 Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) 1 766 025.0 5 287.5 21 742 519.8 Unsur Hara 5) 14 432 083.2 43 209.8 177 681 434.4 Pengendali Banjir 6) 282 767.6 846.6 3 481 310.3 Option Value Nilai pilihan 7) 85 188.5 255.1 1 048 803.5 Nilai warisan 8) 140 392.5 420.3 1 728 450.0 Non use value Nilai keberadaan 9) 97 852.7 293.0 1 204 719.0 Total Kerugian 17 568 990.9 53 537.1 216 301 656.1 Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.75% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 87.38% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 98.69% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 90.22% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006) 6.2.2.3. Kerugian Ekonomi Alih Fungsi Menjadi Semak Belukar Periode 1988-1999 merupakan periode dimana penggunaan lahan hingga akhirnya menjadi semak belukar yang telah menimbulkan kerugian rata-rata sebesar Rp 62 738 300/ha/tahun. Adapun nilai kerugian yang menyolok disebabkan oleh kehilangan unsur hara dengan nilai kerugian mencapai Rp 58 232 900/ha/tahun (Tabel 47).

157 Tabel 47. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Eks-Areal HPH. PT. Rimba Karya Indah Menjadi Semak Belukar, Tahun 1988-1999 Kehilangan Sumberdaya dan Lingkungan Direct Use value Konversi LOA Konversi Hutan Primer Nilai Ekonomi (Rp 000) Nilai Ekonomi (Rp 000) Nilai Konstan PV Nilai Konstan PV Rp/Tahun Rp/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Rp/Tahun Rp/Ha/Tahun t=30 r=6.4% Kayu Komersial 1) 873 542.2 2 017.4 10 754 665.4 830 233.7 3 517.9 10 221 470.5 Kayu Bakar 2) 3 086.9 7.1 38 004.9 3 054.6 13.7 37 606.6 HHNK 3) 198 350.9 395.9 2 442 008.8 93 434.8 395.9 1 150 327.5 Indirect Use value Penyerapan Karbon 4) 116 910.0 270.0 1 505 140.9 361 080.0 1 530.0 4 445 457.5 Unsur Hara 5) 25 214 836.2 58 232.9 310 433 926.8 24 333 670.2 103 108.8 299 585 400.0 Pengendali Banjir 6) 366 582.0 846.6 4 513 195.6 199 799.9 846.6 2 459 848.0 Option Value Nilai pilihan 7) 110 439.0 255.1 1 359 676.4 60 193.1 255.1 741 070.7 Nilai warisan 8) 182 005.8 420.3 2 240 775.0 99 199.5 420.3 1 221 300.0 Non use value Nilai keberadaan 9) 126 856.9 293.0 1 561 806.4 69 141.4 293.0 851 238.6 Total Kerugian 27 192 609.9 62 738.3 334 849 200.2 26 049 807.0 110 381.3 320 713 719.4 Keterangan : 1) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 2) Menggunakan teknik berdasarkan pasar (based market) 3) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 4) Menggunakan teknik transfer manfaat (benefit transfer) 5) Menggunakan teknik biaya pengganti (replacement cost) 6) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 81.75% 7) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 87.38% 8) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 98.69% 9) Menggunakan teknik survei dengan tingkat akurasi = 90.22% Sumber: Hasil Perhitungan atau Valuasi (2006) 6.2.2.4. Kerugian Ekonomi Penggunaan Lahan Hingga Menjadi Lahan Kosong/Tanah Terbuka Kerugian ekonomi akibat penggunaan lahan hutan bekas tebangan menjadi lahan kosong/tanah terbuka yang paling besar terjadi selama periode 1999-2002 dengan kerugian mencapai Rp 91 349 500/ha/tahun. Dalam periode ini kehilangan unsur hara tetap merupakan penyebab kerugian yang paling besar yakni mencapai Rp 80 554 500/ha/tahun. Kehilangan sumberdaya lainnya yang juga cukup menyolok adalah berupa kehilangan kayu komersial dan penyerapan karbon dimana nilai kerugian ekonomi masing-masing sumberdaya ditaksir mencapai Rp 6 052 300/ha/tahun dan Rp 2 587 500/ha/tahun (Tabel 48).